BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satupun makhluk hidup yang berada di planet bumi ini, yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel hidup, baik pada tumbuh – tumbuhan ataupun pada hewan ( termasuk di dalamnya pada manusia ) akan terkandung sejumlah air, yaitu lebih dari 75% kandungan sel tumbuh – tumbuhan atau lebih dari 67 % kandungan sel hewan, terdiri dari air. Jika kandungan tersebut berkurang, misalnya dehidrasi pada manusia yang diakibatkan muntaber, kalau tidak cepat ditanggulangi akan mengakibatkan kematian. Tanaman yang lupa tidak disiram pun akan layu dan kalau dibiarkan akan mati ( Suriawiria, 2005 ). Air dipermukaan bumi ini terdiri atas 97 % air asin di lautan, 2 % masih berupa es, 0,0009 % berupa danau, 0,00009 % merupakan air tawar di sungai, dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini ( Nugroho, 2006 ). Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, penyedian sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata – rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150 – 200 liter atau 35 – 40
Universitas Sumatera Utara
galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat ( Chandra, 2007 ). Tentu saja dengan semakin sulitnya tempat dan sumber air, semakin tinggi nilai pencemarannya, dan semakin tinggi biaya untuk pengolahan dan pemurnian air tersebut. Oleh karena itu, nilai air yang memenuhi syarat untuk kepentingan kehidupan ditentukan berdasarkan syarat fisik, persyaratan kimia dan persyaratan biologis dari WHO, APPHA ( American Public Health Association ) Amerika Serikat, atau Departemen Kesehatan R.I. ( Suriawiria, 2005 ).
2.2. Sumber Air Minum 2.2.1. Air Laut Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum ( Sutrisno, 2004 ). 2.2.2. Air Atmosfir, air materiologik Air hujan merupakan sumber utama air bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan amonia ( Chandra, 2007 ). 2.2.3. Air Permukaan Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh
Universitas Sumatera Utara
lumpur, batang – batang kayu, daun – daun, kotoran industri kota dan sebagainya ( Sutrisno, 2004 ). Air permukaan ada 2 macam yakni : 2.2.3.1. Air Sungai Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi ( Sutrisno, 2004 ). 2.2.3.2. Air Rawa / Danau Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat – zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning cokelat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur – unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan air akan timbul algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2 ( Sutrisno, 2004 ). Jadi untuk pengambilan air, sebaiknya pada kedalaman tertentu di tengah – tengah agar endapan – endapan Fe dan Mn tak terbawa, demikian pula dengan lumut yang ada pada permukaan rawa / telaga ( Sutrisno, 2004 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Air Tanah Terbagi atas : 2.2.4.1. Air Tanah Dangkal Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim ( Sutrisno, 2004 ). 2.2.4.2. Air Tanah Dalam Terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 – 300 m) akan didapatkan suatu lapis air ( Sutrisno, 2004 ). 2.2.4.3. Mata Air Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas / kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam ( Sutrisno, 2004 ).
2.3. Parameter Uji Kualitas Air Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan serangkaian tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Beberapa parameter uji yang umumnya harus di ketahui, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Nilai Keasaman ( Ph ) dan Alkalinitas Umumnya air yang normal memiliki Ph sekitar netral, berkisar antara 6 – 8. Air limbah atau tercemar memiliki pH sangat asam atau cenderung basa, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarnya ( Nugroho, 2006 ). b. BOD / COD BOD ( Biological Oxygen Demand ) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang di butuhkan oleh organisme hidup di dalam air untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan – bahan pencemar di dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan – bahan pencemar tersebut ( Nugroho, 2006 ). COD ( Chemical Oxygen Demand ) merupakan uji yang lebih cepat dari pada uji BOD, yaitu suatu uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang di butuhkan oleh bahan oksidan ( misalnya kalium dikhromat ) untuk mengoksidasi bahan – bahan organik yang terdapat di dalam air ( Nugroho, 2006 ). c. Suhu Kenaikan suhu air tersebut akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi sering kali di tandai dengan munculnya ikan – ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama -
Universitas Sumatera Utara
kelamaan
dapat
menyebabkan
kematian
ikan
dan
hewan
lainnya
( Nugroho, 2006). d. Warna, Rasa dan Bau Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna tidak berasa dan tidak berbau. Air yang tidak jernih sering kali merupakan petunjuk awal terjadinya polusi di suatu perairan. Rasa air sering kali di hubungkan dengan bau air. Bau air dapat di sebabkan oleh bahan – bahan kimia terlarut, ganggang, plankton, tumbuhan air dan
hewan
air,
baik
yang
masih
hidup
maupun
yang
sudah
mati
( Nugroho, 2006 ). e. Jumlah Padatan Padatan yang dapat mencemari air, berdasarkan ukuran partikel dan sifat – sifat lainnya dapat di kelompokkan menjadi padatan terendap ( sedimen ), padatan tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari partikel – partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi berukuran lebih kecil dan lebih ringan dari pada padatan terendap. Padatan terlarut terdiri dari senyawa – senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti gula dan garam – garam mineral hasil buangan industri kimia ( Nugroho, 2006 ). f. Kehadiran Mikroba Pencemaran Air merupakan habitat berjenis – jenis mikroba, seperti alga, protozoa dan bakteri. Dari sekian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan
Universitas Sumatera Utara
manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak di kehendaki kahadirannya karena mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas perairan ( Nugroho, 2006 ). g. Kandungan Minyak dan Lemak Meskipun minyak mengandung senyawa volatil yang mudah menguap, namun masih ada sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat larut dalam air, maka sisa minyak akan tetap mengapung di air ( Nugroho, 2006 ). h. Kandungan Bahan Radio Aktif Pada perairan yang dekat dengan industri peleburan dan pengolahan logam sering kali di temukan bahan – bahan radio aktif seperti uranium, thorium - 230 dan radium - 226. Komponen – komponen tersebut dapat larut dalam air hujan dan masuk ke sumber – sumber air yang ada. Semua radio aktif menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, di antaranya dapat menyebabkan gangguan pada fungsi syaraf, gangguan dalam pembelahan sel yang menyebabkan kanker serta gangguan dalam pembentukan sel –sel darah yang menyebabkan anemia ( Nugroho, 2006 ). i. Kandungan Logam Berat Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum dan makanan yang di konsumsinya. Kehadiran logam berat di dalam tubuh manusia dapat menggangu reaksi kimia dan menghambat absorpsi nutrien yang esensial. Selain menyebabkan banyak kerugian bagi manusia, hadirnya
Universitas Sumatera Utara
logam berat pada perairan juga sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme di dalamnya ( Nugroho, 2006 ).
2.4. Komponen Pencemar Air 2.4.1. Bahan Buangan Padat Bahan buangan padat adalah limbah padat berupa butiran besar dan halus yang masuk ke dalam air. Sebagian dari bahan buangan padat ini dapat melarut, sebagian lagi membentuk koloid, dan yang lainnya tidak melarut di dalam air. Bahan buangan padat yang melarut dapat menyebabkan konsentrasi bahan pencemar di dalam air semakin tinggi. Bahan buangan padat yang membentuk koloid dapat menyebabkan air menjadi keruh, sehingga menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air. Sedangkan bahan buangan padat yang tidak melarut dapat mengakibatkan pengendapan di dasar air sehingga mengakibatkan pendangkalan pada aliran air ( Situmorang, 2007 ). 2.4.2. Bahan Buangan Organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak di buang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia ( Wardhana, 2004 ).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Bahan Buangan Anorganik Bahan buangan anorganik dapat berupa anion, kation, dan garam, biasanya berasal dari bahan buangan industri seperti industri logam, elektroplating, industri elektronika, dan industri kimia. Kandungan ion seperti magnesium dan kalsiumdapat mengakibatkan kesadahan air, dan kesadahan yang tinggi dapat merusak peralatan yang terbuat dari logam. Kebanyakan bahan buangan an organik ini tidak terdegradasi oleh mikroorganisme, banyak juga yang melarut di dalam air dalam bentuk ion – ion seperti ion logam. Kehadiran ion – ion logam dalam air sangat mempengaruhi kehidupan air karena banyak di antaranya sangat toksik seperti Pb, As, Hg, dan lain – lain. Masuknya bahan buangan anorganik kedalam air perlu di kontrol dengan ketat karena berpotensi merusak ekosistem air. Biasanya bahan anorganik ini dapat bertahan lama di dalam air dan sulit untuk di kenali dengan mata telanjang ( Situmorang, 2007 ). 2.4.4. Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan Sebenarnya bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga di masukkan kedalam kelompok bahan buangan organik, namun dalam hal ini sengaja di pisahkan karena bahan buangan olahan bahan makanan sering kali menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung terutama yang mengandung protein dan gugus amin yang di degradasi oleh mikroorganisme. Air lingkungan yang mengandung bahan
buangan
olahan
bahan
makanan
akan
mengandung
banyak
mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri patogen. Mengingat akan hal ini maka pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan
Universitas Sumatera Utara
makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan ( Wardhana, 2004 ). 2.4.5. Bahan Buangan Cairan Berminyak Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang di buang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini di sebabkan oleh lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang dan akan mengganggu kehidupan hewan air. Menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung, akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Selain dari pada itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat di konsumsi oleh manusia karena sering kali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat – zat yang beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen dan lain sebagainya ( Wardhana, 2004 ) 2.4.6. Bahan Buangan Zat Kimia Bahan buangan zat kimia termasuk pencemar yang sangat berbahaya dan potensil merusak lingkungan, bahan buangan berupa zat kimia dapat masuk ke dalam air secara langsung atau melalui mediasi. Beberapa senyawa kimia yang umum di kenal sebagai pencemar di antaranya deterjen, insektisida, zat warna kimia, senyawa organik, bahan sintesis, larutan penyamak kulit, dan lain – lain.
Universitas Sumatera Utara
Senyawa yang paling umum menjadi pencemar air adalah deterjen dan pestisida ( Situmorang, 2007 ).
2.5. Syarat – Syarat Air Minum Dari segi kualitas, air minum harus memenuhi : a. Syarat Fisik Air tidak boleh berwarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu air hendaknya di bawah sela udara ( sejuk ± 250 C ). Syarat – syarat kekeruhan dan warna harus di penuhi oleh setiap jenis air minum dimana dilakukan penyaringan dalam pengolahannya ( Sutrisno, 2004 ). b. Syarat Kimia Air minum tidak boleh mengandung zat beracun, zat – zat mineral atau zat zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah di tentukan ( Sutrisno, 2004 ). c. Syarat Bakteriologik Air minum tidak boleh mengandung bakteri – bakteri penyakit ( patogen ) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri – bakteri golongan Coli melebihi batas – batas yang telah di tentukan ( Sutrisno, 2004 ). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492 / MENKES / PER / IV / 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum tertera pada Lampiran I.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Unit – Unit Pengolahan Air Minum di PDAM Tirtanadi Adapun unit – unit pengolahan air minum di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak terdiri dari : a. Intake Sumber air baku adalah air permukaan Sungai Belawan yang masuk melalui saluran yang bercabang dua di lengkapi dengan bar screen ( saringan kasar ) dan fine screen ( saringan halus ) yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran - kotoran yang terbawa air sungai. Masing – masing saluran di lengkapi dengan pintu ( Sluice gate ) pengatur ketinggian dan penggerak elektromotor, dan terdiri dari 3 unit pompa submersible dengan kapasitas 110 L / det / unit; Head 15 m; daya 16 Kw. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk. b. Bak Pengendap I (Prasedimentasi) Bangunan ini berada setelah bangunan intake yang terdiri dari 1 unit ( 2 sel ). Setiap unitnya berdimensi panjang 18 m; lebar 16 m; dan tinggi 2,7 m berfungsi untuk mengontrol fluktuasi debit dan kualitas air baku dan juga sebagai bak pengendap awal untuk partikel yang ada pada air baku serta sebagai tempat penginjeksian klorin. Selain itu sebagai tempat untuk memisahkan materi suspensi dan mereduksi materi organik penyebab warna dan mengoksidasi kandungan Fe dan Mn dari air baku. Bagunan ini dilengkapi dengan 2 buah inlet gate, 2 buah screen, dan 2 buah outlet sludge pump yang berfungsi sebagai sarana penyalur lumpur, pasir dan lain – lain yang bersifat sedimen yang akan dibuang ke lagoon. Pada bangunan ini terdapat 1 ( unit ) Bangunan Ruangan Pompa Transfer
Universitas Sumatera Utara
( RWP ). Bangunan RWP ( pompa air baku ) berfungsi untuk memompakan air dari Bak prasedimentasi ke Bak sedimentasi terdiri dari 3 unit pompa transfer, kapasitas setiap pompa 110 L / det dengan rata – rata head 10,4 m, memakai motor AC nominal daya 3 x 14,35 KW. c. Bak Koagulasi Bangunan ini berfungsi untuk menurunkan parameter turbidity, senyawa – senyawa organik tersuspensi dan logam berat dengan penambahan koagulan PAC dan penginjeksian klorin sesuai dengan kondisi operasi melalui pompa dosing. Bangunan ini dilengkapi dengan 2 unit pengaduk mekanik ( Rapid Mix ). Untuk perawatan bak, maka secara periodik dilakukan pengurasan dan buangan dialirkan ke lagoon. d. Bak Flokulasi Bangunan ini berfungsi untuk memperbesar flok yang terjadi pada saat proses koagulasi sehingga lebih mudah diendapkan pada bak pengendap (sedimentasi). Untuk mempercepat reaksi flokulasi ditambahkan pengaduk kecepatan lambat (Slow Mix). Untuk perawatan bak, maka secara periodik di lakukan pengurasan dan buangan dialirkan ke lagoon. Bangunan ini berfungsi untuk tempat padatan atau flok yang terbentuk dari proses koagulasi. e. Bak Sedimentasi Bak sedimentasi berfungsi untuk pengendapan padatan dan flok yang terbentuk dari proses flokulasi. Hal – hal yang diperhatikan dalam proses yang terjadi di bak pengendap ini adalah air yang berada pada bak di kondisikan tenang dan secara visual selalu diamati kondisi flok yang ada. Setelah terjadi pemisahan
Universitas Sumatera Utara
antara flok dengan air bersih maka flok akan mengumpul di dasar bak. Dimensi dari masing – masing bak ini adalah panjang 23 m, lebar 6 m, tinggi 3,8 m. Secara periodik flok pada dasar bak pengendap ini di kuras dan di tampung pada lagoon. f. Saringan Pasir Cepat Fungsi saringan pasir cepat untuk menangkap flok yang tidak dapat di pisahkan pada bak pengendap. Flok yang masuk ke bak pasir saringan cepat akan tertahan pada permukaan pasir sehingga semakin lama kecepatan penyaringan akan semakin lambat, jika kondisi ini terjadi maka penyaring harus di back wash, air di ambil dari bak reservoir dengan menggunakan pompa back wash sedangkan air buangan di alirkan ke lagoon. g. Bak Netralisasi Bak netralisasi berfungsi sebagai tempat pengaturan pH agar air hasil pengolahan mempunyai pH netral dan juga sebagai tempat penambahan khlor untuk menjaga agar kandungan klorin dalam air yang akan didistribusikan selalu ada untuk menghindari adanya bakteri patogen dalam air. Selanjutnya air hasil pengolahan secara gravitasi mengalir ke reservoir dan siap untuk di distribusikan. h. Reservoir Reservoir ini adalah berupa bangunan beton berdimensi panjang 23 m, lebar 23 m, tinggi 3 m dan berfungsi untuk menampung air bersih / air olahan setelah melewati saringan pasir cepat (filter) dan bak netralisasi kemudian di alirkan ke bak reservoir dengan kapasitas reservoir ± 1500 m3.
Universitas Sumatera Utara
i. Pompa Transmisi Pompa transmisi ( pompa distribusi air bersih ) berfungsi untuk mendistribusikan air bersih ke pelanggan. Pipa transmisi terdiri dari 3 unit pompa dengan kapasitas masing – masing 100 L / det ; total head 75 m. j. Sludge Lagoon Daur ulang adalah cara paling cepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah mendorong perusahaan untuk membangun sarana pengolahan air limbah berupa sludge lagoon. Lagoon ini berfungsi sebagai media penampungan air buangan bekas pencucian sistem pengolahan dan kemudian air tersebut di salurkan kembali ke Bak Pengendap I untuk diproses kembali ( Katalog PDAM Tirtanadi Hamparan Perak ).
2.7. Kekeruhan Air Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna / rupa yang berlumpur dan kotor ( Sutrisno, 2004 ). Pengeruhan terjadi disebabkan pada dasarnya oleh adanya zat – zat kolloid yaitu zat yang terapung serta terurai secara halus sekali. Hal ini disebabkan pula oleh kehadiran zat organik yang terurai secara halus, jasad – jasad renik, lumpur, tanah liat, dan zat kolloid yang serupa atau benda terapung yang tidak mengendap dengan segera. Pengeruhan atau tingkat kelainan adalah sifat fisik yang lain dan unik dari pada limbah dan meskipun penentuannya bukanlah merupakan ukuran mengenai jumlah benda – benda yang terapung, sebagai aturan umum dapat di
Universitas Sumatera Utara
pakai bahwa semakin luar biasa kekeruhan semakin kuat limbah itu. Sampah industri dapat menambah sejumlah besar zat – zat organik dan anorganik yang menghasilkan kekeruhan. Air cucian di jalanan juga menambah / menghasilkan kekelaman. Kekeruhan di ukur dalam bagian – bagian per sejuta dalam ukuran berat atau dengan miligram per liter, namun ukuran – ukuran demikian itu umumnya terbatas pada air dan hanya kadang – kadang dibuat untuk limbah dan selokan. Namun, pada beberapa limbah dan proses – proses pembenahan air, suatu penentuan kekeruhan secara cepat, mengingat penentuan – penentuan yang lambat dan makan waktu dari benda – benda terapung yang di laksanakan untuk menilai kegunaan metode yang di pergunakan dalam pembuangan benda – benda terapung tersebut,
dapat
dibuat
untuk
memperoleh
keterangan
yang
penting
( Mahida, 1993 ). Pengukuran langsung padatan tersuspensi total sering makan waktu. Ilmuwan sering mengukur kekeruhan ( turbiditas ) yang dapat memperkirakan padatan tersuspensi total dalam suatu contoh air. Turbiditas di ukur dengan alat turbidiuster yang mengukur kemampuan cahaya untuk melewati contoh air itu. Partikel yang tersuspensi itu akan menghamburkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang di transmitasikan ( Sastrawijaya, 2000 ). Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang menyebabkan pembiasan cahaya ke dalam air, kekeruhan membatasi pencahayaan ke dalam air. Sekalipun ada pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun penyerapan cahaya ini dipengaruhi juga bentuk dan ukurannya ( Agusnar, 2008 ).
Universitas Sumatera Utara
Nilai kekeruhan air di konversikan ke dalam ukuran SiO2 dalam satuan mg / l. Semakin keruh air semakin tinggi daya hantar listrik dan semakin banyak pula padatannya ( Agusnar, 2008 ). Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan di dasarkan pada turut campurnya bahan – bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Nilai ini tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi, tetapi ia menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air tersebut. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi tidak di senangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan untuk penggunaan rumah tangga, usaha penghilangan secara hampir sempurna bahan – bahan yang menyebabkan kekeruhan, adalah penting. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus di pertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi ( Sutrisno, 2004 ). Tentu saja dengan cara lain kekeruhan akan dapat dihilangkan. Untuk bahan – bahan yang mudah diendapkan kekeruhan di hilangkan dengan cara pengendapan ( sedimentasi ) ataupun filtrasi. Sedangkan untuk bahan – bahan yang sukar diendapkan dapat dihilangkan dengan cara filtrasi dan koagulasi menggunakan koagulan yang kemudian dilanjutkan dengan cara filtrasi dan sedimentasi ( Suriawiria, 2005 ). Air minum harus bebas dari kekeruhan. Turbiditas dapat di ukur dengan alat yang disebut turbidimeter. Salah satu turbidimeter standar adalah Jackson
Universitas Sumatera Utara
Candle Turbidimeter. 1 unit Jackson Candle Turbidimeter dinyatakan dengan satuan JTU. Pengukuran kekeruhan dengan JCT bersifat visual, yang di bandingkan air sampel dengan standar. Selain dengan menggunakan JCT, kekeruhan sering di ukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya di lewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang di pantulkan oleh bahan – bahan penyebab kekeruhan di ukur menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan kekeruhan yang di ukur dengan menggunakan Nephelometric adalah NTU ( Nephelometric Turbidity Unit ). Satuan JTU dan NTU sebenarnya tidak dapat saling mengkonversi akan tetapi Sawyer & MC Carty ( 1978 ) mengemukakan bahwa 40 NTU setara dengan 40 JTU. Sementara itu batasan turbiditas yang di perbolehkan adalah kurang dari 5 NTU ( Chandra, 2007 ). Dari tinjauan tentang standar kualitas fisik ini umumnya dapat dilihat bahwa penyimpangan terhadap standar yang telah di tetapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut dan menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan – bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksik terhadap manusia ( Sutrisno, 2004 ). 2.8. Turbidimetri Interaksi Radiasi Elektro Magnetik ( REM ) dengan atom atau molekul yang berada dalam media yang transparan, maka sebagian dari radiasi tersebut akan di percikkan oleh atom atau molekul tersebut. Percikan radiasi oleh atom atau molekul tersebut menuju segala arah dengan panjang gelombang dan intensitas yang dipengaruhi ukuran partikel molekul ( Mulja, 1995 ).
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula yang terjadi pada molekul - molekul dengan diameter yang besar atau teragregasi sebagai contoh molekul suspensi atau koloida. Percikan hamburan pada larutan suspensi dan sistem koloida panjang gelombangnya mendekati ukuran partikel molekul suspensi atau sistem koloida tersebut. Radiasi hamburan tersebut dikenal sebagai hamburan Tyndal atau hamburan mie yang melahirkan metode turbidimetri ( Mulja, 1995 ). Hamburan Tyndal adalah hamburan REM oleh molekul atau partikel yang teragregasi dalam bentuk suspensi atau koloid yang partikel – partikelnya lebih besar dari ukuran molekul. Sifat hamburan Tyndal ini adalah frekuensi dan panjang gelombang sama dengan sumber radiasi ( Mulja, 1995 ). Hamburan Tyndal dimanfaatkan untuk turbidimetri dan nefelometri sebagai penentuan kekeruhan. Sebagai standar dipakai larutan 5 gram hidrazin sulfat (N2H4.HSO4 ) dan 5 gram heksamitilen tetramin dalam 1 liter aquadestilata. Campuran
tersebut
dinyatakan
memberikan
kekeruhan
4000
NTU
( Mulja, 1995 ). Metode pengukuran turbiditas dapat di kelompokkan kedalam 3 golongan : 1. Pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang di hamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang. 2. Pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang. 3. Pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh.
Universitas Sumatera Utara
Instrumen pengukuran perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung, sedangkan pada nefalometer intensitas cahaya diukur dengan larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas bergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall sebanding dengan pangkat 3 dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat 4 panjang gelombang ( Khopkar, 2007 ). Beberapa senyawa yang tak dapat larut, dalam jumlah sedikit, dapat disiapkan dalam keadaan agregasi sedemikian sehingga diperoleh suspensi yang sedang – sedang stabilnya. Sifat – sifat dari setiap suspensi akan berbeda – beda menurut konsentrasi fase terdispersinya. Bila cahaya di lewatkan melalui suspensi itu, sebagian dari energi radiasi yang jatuh didisipasi ( dihamburkan ) dengan penyerapan ( absorpsi ), pemantulan ( refleksi ), pembiasan ( refraksi ), sementara sisanya di transmisi ( diteruskan ). Pengukuran intensitas cahaya yang di transmisikan sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersi adalah dasar dari analisis turbidimetri. Bila suspensi di pandang dengan sudut tegak lurus terhadap arah cahaya yang jatuh, sistem nampak opalesen ( berpendar seperti mutiara ) disebabkan oleh pantulan cahaya dari partikel – partikel suspensi itu ( efek Tyndall ). Cahaya di pantulkan tak beraturan dan membaur, sehingga istilah cahaya baur digunakan untuk menerangkan opalesens atau kekabutan itu. Pengukuran intensitas cahaya baur ini ( dengan sudut tegak lurus terhadap arah cahaya jatuh ), sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersinya adalah dasar
Universitas Sumatera Utara
dari analisis nefelometri. Analisis nefelometri adalah paling peka untuk suspensi – suspensi yang sangat encer ( > 100 mg / l ). Teknik – teknik untuk analisis turbidimetri dan analisis nefelometri masing – masing menyerupai analisis filter fotometri dan fluorimetri. Membuat kurva kalibrasi di anjurkan dalam penerapan – penerapan nefelometri dan turbidimetri, karena hubungan antara sifat – sifat optis suspensi dan konsentrasi terdispersinya paling jauh adalah semi empiris ( Basset, 1994 ). Di dalam melakukan pengukuran turbidity menggunakan lilin turbidity meter dari Jackson dan cara Nephelometer. Pengukuran dengan lilin turbidity meter menggunakan tabung gelas yang di kalibrasi menurut tabel dan standar, lilin. Sampel di tuang ke tabung sampai nyala lilin tidak kelihatan. Tinggi tabung di ukur dan di bandingkan dengan standar turbidity (1 unit turbidity = mg / l SiO2) ( Sutrisno, 2004 ). Pengukuran turbidity berdasarkan atas penetrasi sinar lilin melalui sampel air sehingga nyala lilin tidak dapat diamati melalui air. Pengukuran ini hanya dapat menentukan turbidity terendah 25 unit ( Sutrisno, 2004 ). Cara Nephelometer merupakan pengukuran turbidity tidak langsung. Cara ini membandingkan intensitas penyebaran cahaya yang disebabkan oleh sampel air dengan intensitas yang disebabkan oleh suspensi standar air pada kondisi yang sama. Semakin tinggi intensitas penyebaran cahaya, semakin tinggi penyebaran sinar. Oleh karena itu baik sekali untuk mengukur turbidity yang rendah ( Sutrisno, 2004 ).
Universitas Sumatera Utara