BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat, aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 yakni: a) Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, dan sebagainya. b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya : berpikir, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus, organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (StimulusOrganisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
25
26
a.
Perilaku Tertutup (Covert Behaviour) Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus bersangkutan. b.
Perilaku Terbuka (Overt Behaviour) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable behaviour”. 2.1.2. Bentuk Perilaku Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya tiga ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut : a. Pengetahuan (knowledge) b. Sikap (attitude) c. Tindakan (practice) a. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengideraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
27
sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010) 2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu : 1. Tahu (know ) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mngamati sesuatu. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat
menyebutkan,
tetapi
orang
tersebut
harus
dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,
28
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan pada kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki. 2. Informasi/media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru
29
mengenai seseuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3. Sosial, budaya, dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penularan sehingga akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang, 4. Lingkungan Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik maupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu acara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. 6. Usia Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yag diperolehnya semakin membaik.
30
b. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap adalah juga respon tetutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik, dan sebagainya. Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo (2010) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. 2. Tingakatan Sikap Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Menanggapi (responding) Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3. Mengahargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.
31
4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah: 1. Pengalaman pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. 3. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. 4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Pesan-pesan sugestif
32
yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tetentu. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam permbentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. c. Tindakan 1. Pengertian Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt
behavior). Untuk mewujudkan tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. 2. Tingkatan Tindakan Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni :
33
1. Praktik terpimpin (guided response) Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. 2. Praktik secara mekanisme (mechanism) Apabila subjek
atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan
sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis. 3. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengkuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2010). 2.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu : 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
34
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Teori Shenandu B Kar dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa terdapat 5 determinan perilaku yaitu: 1. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. 2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku tersebut cenderung memerlukan legitimasi dari masyarakat di sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak “nyaman”. Demikian pula, untuk berperilaku
kesehatan
orang
memerlukan
dukungan
masyarakat
sekitarnya. 3. Terjangkaunya informasi (accessbility of information) Terjangkaunya informasi adalah tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. 4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal otonomy) dalam mengambil suatu keputusan untuk bertindak. 5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk bertindak apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat.
35
Kondisi dan situasi mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Teori WHO dalam Notoadmodjo (2010) menjelaskan 4 alasan pokok mengapa seseorang berperilaku, yaitu: 1. Pemikiran dan perasaan ( Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus. 2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (Personal references). Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistic masih kuat, maka perubahan perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat. 3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. 4. Sosial budaya (Culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2010). Menurut teori WHO, faktor-faktor perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2007) yaitu : a) Faktor-faktor Internal Yaitu faktor-faktor yang ada di dalam diri individu itu sendiri, misalnya : karekteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, sikap, dan sebagainya) yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan
36
keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang merasa tidak puas dengan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar diri individu. b) Faktor-faktor Eksternal Yaitu faktor-faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan. Faktor ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan dorongan/motif untuk berbuat sesuatu, misalnya pengalaman, fasilitas, sumber informasi, penyuluhan dan pembinaan. 2.2
TUBERKULOSIS
2.2.1
Pengertian dan Sejarah Kuman penyebab TBC (mycobacterium tuberkulosis) ditemukan pertama
kali pada tahun 1882 oleh Robert Koch, sedangkan vaksin BCG ditemukan pada tahun 1921. Kemudian pada tahun 1994 ditemukan streptomisin sebagai obat pertama anti TBC, kemudian disusul INH pada tahun 1949. Penyakit TBC muncul kembali ke permukaan dengan meningkatnya kasus TBC di negara-negara maju atau industri pada tahun 1990. Selain itu, peningkatan kasus TBC sebagai reemerging disease dipengaruhi pula dengan terjadinya penyebaran infeksi HIV/AIDS. Saat ini di seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal. TBC umumnya menyerang golongan usia produktif dan golongan sosial ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber daya manusia yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara.
37
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Notoatmodjo,2011). 2.2.2
Etiologi Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa hari. 2.2.3
Cara Penularan Sumber penularan adalah TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclel). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
38
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes,2011). 2.2.4
Resiko Penularan Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak
pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahun di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO ARTI Indonesia bervariasi antar 1-3%. Infeksi TB dibuktikam dengan perubahan reaksi tuberculin negative menjadi positif (Depkes,2011). 2.2.5
Tanda dan Gejala Somantri (2009) menjelaskan keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis
dapat bermacam-macam dan keluhan yang sering muncul adalah : a. Demam Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi kadang mencapai 40o- 41oC yang hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi mycobacterium tuberculosis yang masuk. b. Batuk Gejala ini banyak ditemukan. Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang atau mengeluarkan produksi
39
radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama (lebih dari 3 minggu). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah pada tuberkulosis karena terdapat pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan batuk darah ini terjadi pada kavitas dan terjadi pada ulkus dinding bronkus. c. Sesak nafas Pada penyakit ringan belum ditemukan atau dirasakan. Sesak akan terjadi pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. d. Nyeri dada Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu klien menarik atau melepaskan nafasnya. e. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini sering ditemukan seperti anoreksia tidak nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
40
f. Pada atelektasis terdapat gejala berupa : sianosis, sesak nafas, dan kolaps. Bagian dada klien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada rontgen dada tmpak bayangan hitam pada sisi yang sakit dan diafragma menonjol ke atas. 2.2.6
Klasifikasi Tuberkulosis Tuberkulosis dibedakan menjadi dua berdasarkan organ tubuh (anatomical
site) yang terkena, yaitu: 1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Tuberkulosis dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a) Tuberkolosis paru BTA positif (sangat menular) -
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif.
-
Satu pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif Pemeriksaan dahak negatif, foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif. Positif negatif yang dimaksudkan disini adalah “hasilnya meragukan”, jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaam belum memenuhi syarat positif (Yoannes,2008). 2. Tuberkulosis extra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya lymfa, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes,2011).
41
2.2.7
Klasifikasi Penderita Berdasarkan Riwayat Pengobatan menurut Departemen Kesehatan RI (2011)
a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah minum OAT kurang dari satu bulan ( 4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif. b. Kasus yang sebelumnya diobati -
Kasus kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis
dan
dinyatakan
sembuh
atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan/kultur). -
Kasus setelah putus berobat (Default) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
-
Kasus setelah gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.
42
d. Kasus lain: Adalah kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,seperti yang
2.2.8
-
Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumya
-
Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya
-
Kembali diobati dengan BTA negatif
Diagnosis TB Paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dan ditemukan kuman TB. Pada program TB nasional penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes,2011). 2.2.9
Pengobatan Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat anti mikroba yang
diberikan dalam jangka waktu lama. Obat-obatan ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Departemen Kesehatan RI (2011) menjelaskan prinsib-prinsib pengobatan tuberkulosis adalah sebgai berikut : 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
43
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2. Untuk menjami kebersihan pasien menolan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menolan Obat (PMO). 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intesif dan lanjutan. a. Tahap awal (Intensif) -
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk terjadinya resisten obat.
-
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
-
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan -
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
-
Tahap lanjutan penting untuk membuuh kuman pesister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2011), persyaratan PMO adalah seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela. Selain itu, bersedia dilatih dan atau
44
mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa , perawat, pekarya, sani tarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. Adapun tugas seorang PMO adalah mengawasi panderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2.2.10 Panduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia Panduan
pengobatan
yang
digunakan
oleh
Program
Nasional
Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia, Departemen Kesehatan (2011): -
Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.
-
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
-
Kategori Anak : 2HRZ/4HR
-
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT line ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
45
-
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
-
Paket Kombipak Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. 2.2.11 Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan baik perorangan maupun kelompok. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Menurut Depertemen Kesehatan RI
hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah penularannya adalah : a. Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur dan setiap ruangan dalam rumah dilegkapi jendela yang cukup untuk pencahayaan
46
alami dan ventilasi untuk pertukaran udara serta usahakan agar sinar matahari dapat masuk ke setiap ruangan dalam rumah melalui jendela atau genting kaca, karena kuman TBC mati dengan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet. b. Menjemur kasur dan bantal secara teratur c. Pengidap TBC diminta menutupi hidung dan mulutnya apabila mereka batuk atau bersin. d. Minum obat secara teratur sampai selesai, gunakan Pengawas Minum Obat (PMO) untuk menjaga keteraturan minum obat. e. Jangan meludah di sembarang tempat karena ludah yang mengandung mycobacterium tuberkulosis akan terbawa udara dan dapat terhirup orang lain. f. Apabila sedang dalam perjalanan maka penderita dianjurkan memakai penutup mulut atau masker, dan bila akan membuang dahak maka harus di closet kemudian disiram atau di pembuangan air yang mengalir. g. Gunakan tepat penampungan dahak seperti kaleng atau sejenisnya yang ditambahkan air sabun atau karbol/Lysol. h. Cuci dan bersihkan barang-barang yang digunakan oleh penderita. Seperti alat makan dan minum atau perlengkapan tidur. Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah TBC, yaitu : a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.
47
b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG. c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya. d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan
terhadap
orang-orang
yang
terinfeksi,
atau
dengan
memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan dengan cara dirawat dirumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan. e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup. f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
48
g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukkan hasil negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan intensif. h.
Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter dan diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 bulan sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter. Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat
dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC. Perkumpulan
Pembrantasan
Tuberkulosis
Indonesia
(PPTI),
2010
menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu : a. Bagi masyarakat : 1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC 2. Tidur dan istirahat yang cukup 3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba 4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya 5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan rumah karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari
49
6. Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC 7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai TBC agar segera memeriksa diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh b. Bagi penderita 1. Tidak meludah di sembarangan tempat 2. Menutup mulut saat batuk atau bersin 3. Berperilaku hidup bersih dan sehat 4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh 5. Memeriksa balita yang tinggal serumah agar segera diberikan pengobatan pencegahan 2.3
Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini adalah teori WHO dan teori Benyamin
Bloom (1908). Teori WHO membedakan faktor-faktor perilaku menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada di dalam diri individu itu sendiri, misalnya : karekteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan), sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan, misalnya sumber informasi. Teori Benyamin Bloom (1908) membedakan tiga ranah perilaku yaitu pengetahuan
(knowledge),
(Notoadmodjo,2010).
sikap
(attitude),
tindakan
(practice)
50
2.4
Kerangka Konsep Berdasarkan teori dan keterbatasan peneliti maka peneliti membatasi hal-
hal yang akan diteliti. Hal tersebut dapat dilihat pada kerangka konsep berikut ini :
Karekteristik : -Umur -Jenis Kelamin -Pendidikan Pengetahuan Terhadap TB Paru
-Pekerjaan Sumber Informasi:
Sikap Terhadap TB Paru
Pencegahan TB Paru
-Petugas Kesehatan -Media cetak - Media Elektronik
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Dari kerangka konsep ini dibuat berdasarkan teori Benyamin Bloom yang menjelaskan bahwa pengetahuan sikap dan tindakan keluarga penderita TB Paru terhadap
pencegahan
Padangsidimpuan.
TB
Paru
di
Puskesmas
Padangmatinggi
Kota