BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi yang
terdistribusi ke berbagai tempat seperti sungai, merupakan komponen utama bagi semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan membentuk permukaan bumi. Air juga merupakan faktor penentu dalam pengaturan iklim di permukaan bumi untuk kebutuhan manusia (Indarto, 2010). Manusia dan semua makhluk hidup butuh air. Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih 8 gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga membutuhkan air sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Untuk tanaman, pada kondisi tidak ada air terutama pada musim kemarau tanaman akan segera mati. Semua organisme hidup terdiri dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air (Kodoatie, 2012). Susunan molekul air sangat sederhana. Secara kimia, air merupakan perpaduan dua atom H (hidrogen) dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau rumus molekul H2O. Di alam, air ditemukan dalam bentuk padat, cair dan gas. Pada tekanan atmosfer (75cmHg) dan didinginkan sampai suhu 00C, air berubah menjadi padat (s). Sebaliknya, air akan berubah menjadi gas (uap), apabila dipanaskan sampai 1000C. Dalam keadaan normal (murni), air bersifat netral dan dapat melarutkan berbagai jenis zat (Manik, 1992).
Air merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting, tidak saja diperlukan oleh semua mahluk hidup, tetapi juga diperlukan bagi proses geologi. Air di samping sebagai media yang mempunyai sifat-sifat kimiawi yang unik, air sangat diperlukan terutama sebagai media dalam proses pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan material bumi (Noor, 2006). Berdasarkan kegunaannya, air dapat dimanfaatkan untuk transportasi, irigasi, pembangkit energi listrik, pariwisata dan untuk air minum. Pemanfaatan air bagi kebutuhan air minum sudah barang tertentu harus memenuhi standar kualitas kesehatan. Sumberdaya air dapat dikatakan layak minum jika unsur-unsur yang dikandungnya sudah memenuhi standar baku mutu air layak minum yang bebas mineral-mineral yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Sumber daya air, baik yang berasal dari daratan (sungai, mata air dan danau) maupun bawah tanah tidaklah otomatis dapat diminum langsung tanpa dilakukan analisa unsur (Noor, 2006). Air secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam keadaan betul-betul murni. Ketika air mengembun di udara dan jatuh di permukaan bumi, air tersebut telah menyerap debu atau melarutkan oksigen, karbon dioksida dan berbagai jenis zat lainnya. Kemudian air tersebut, baik yang di atas maupun di bawah permukaan tanah waktu mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih rendah letaknya, melarutkan berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat anorganik lainnya. Selain itu, sejumlah kecil hasil uraian zat organik seperti nitrit, nitrat, amoniak dan karbon dioksida akan larut kedalamnya (Noor, 2006).
2.2. Sumber-Sumber Air Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan berfungsi. Menurut buku Sutrisno (1987), ada 4 macam sumber air minum yang dapat digunakan: 2.2.1 Air Laut Air laut adalah air yang berada di permukaan laut. Air ini tidak dapat langsung digunakan sebagai air minum karena kandungan garamnya. Air laut rasanya asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk diminum. Desalinisation plant adalah teknologi untuk mengolah air laut menjadi air minum (Sutrisno, 1987). 2.2.2 Air Hujan Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluaan rumah tangga, pertanian, dan lain-lain. Cara menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya jangan saat air hujan baru mulai turun, karena masih mengandung banyak partikel pengganggu seperti logam-logam yang berbahaya jika masuk ke dalam tubuh manusia. Air hujan juga mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa penyalur atau bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau karatan. Air hujan bersifat agresif karena kandungan CO2 yang berasal dari udara dan hasil dekomposisi zat organik. Air hujan tidak selalu dapat digunakan secara langsung diakibatkan kandungan elektrik dari awan serta tidak terjaminnya sterilisasi (Sutrisno, 1987).
2.2.3 Air Permukaan Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun, limbah industri dan lainnya. Untuk meminimalisirnya harus melewati proses pembersihan yang sempurna (Sutrisno, 1987). Air permukaan ada 2 macam, yaitu : 1.
Air Rawa/Danau Kebanyakan dari air rawa ini berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya zat-
zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus dalam air menyebabkan warna kuning kecokelatan. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dalam keadaan kelarutan oksigen kurang sekali maka unsur-unsur Fe dan Mn akan larut. Pada permukaan ini akan tumbuh alga atau lumut karena adanya sinar matahari atau oksigen. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada pada permukaan rawa (Sutrisno, 1987). 2.
Air Sungai Air sungai adalah alternatif yang sampai saat ini masih digunakan sebagai
sumber air yang dapat dikelola untuk masuk ke dalam proses pengolahan. Hal ini disebabkan kondisi morfologis sungai yang memungkinkan untuk membuat bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaanya sebagai air minum harus mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai
pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno, 1987). 2.2.4 Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah di dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Air tanah terbagi menjadi 2 jenis yaitu air tanah dalam (sumur artesis) dan air tanah dangkal (Sutrisno, 1987).
2.3
Kekeruhan (Turbidity) Kekeruhan adalah salah satu parameter fisika dalam pengujian kualitas air
bersih. Kekeruhan menunjukkan sifat optimis air yang menyebabkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi pencahayaan kedalam air. Sekalipun ada pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun penyerapan cahaya ini dipengaruhi juga bentuk dan ukurannya. Kekeruhan disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm sampai 10 µm. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebut tidak lain adalah tanah liat, lumpur, zat oranik, sisa tanaman, ganggang dan sebagainya (Gintings, 1992). Kekeruhan diukur dalam bagian-bagian per sejuta dalam ukuran berat atau dengan miligram per liter. Semakin keruh air semakin tinggi daya hantar listrik dan semakin banyak pula padatannya (Gintings, 1992). Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik, seperti lumpur dan buangan dari pemukiman tertentu yang
menyebabkan air sungai menjadi keruh. Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami kesulitan kalau diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam proses penyaringan. Kalaupun proses penyaringan dapat dilakukan akan memerlukan biaya (Patimah, 2009). Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut campurnya bahan-bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Nilai ini tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi, tetapi ia menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air tersebut. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi tidak disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan penggunaan rumah tangga usaha menghilangkan secara hampir sempurna bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan (Sutrisno, 1987). Ada 3 metode pengukuran kekeruhan : a.
Metode Nefelometrik (unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU) Cara Nephlometer merupakan pengukuran turbidity tidak langsung. Cara ini
membandingkan intensitas penyebaran cahaya yang disebabkan oleh sampel air dengan intensitas yang disebabkan oleh suspensi standart air pada kondisi yang sama. Semakin tinggi intensitas penyebaran cahaya, semakin tinggi penyebaran sinar. Oleh karena itu, baik sekali untuk pengukuran turbidity yang rendah. b. Metode Hellige Turbidity (Unit kekeruhan silika) c. Metode Visali (unit kekruhan Jackson) (Sutrisno, 1987).
Kekeruhan air dapat dihilangkan dengan menambahkan suatu bahan kimia yang disebut koagulan. Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendap dengan sendirinya (secara gravimetris). Pembubuhkan koagulan dilakukan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dosis) yang tepat (Sutrisno, 1987). Bahan zat kimia yang dipergunakan sebagai koagulan adalah alluminium sulfat yang biasa disebut sebagai tawas. Tawas adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2SO4. 11 H2Oatau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya digunakan adalah 18 H2O. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomiss, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH 4-8. Jumlah pemakaian tawas tergantung pada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku, semkain besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8-7,4. Pemakaian tawas sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering menimbulkan konsentrai aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah daripada dalam air mentah itu sendiri (Nainggolan, 2011). Selain tawas, koagulan yang dapat digunakan untuk menurunkan kekeruhan adalah PAC (Poly Aluminium Cholride). Poly Aluminium Cholride
adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium klorida khusus ditentukan guna memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih besar dibandingkan garam aluminium-aluminium lainnya. Poly aluminium chloride belum banyak digunakan, karena harganya yang lebih mahal dari koagulan lainnya (Patimah, 2009). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah: 1. Poly Aluminium Chloride lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil ke dalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh (Susana, 2010). 2. Poly Aluminium Chloride dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu. 3. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk membentuk flok. 4. Kadar klorida yang optimal dalam fase cair yang bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon
nitrogen yang umumnya dalam struktur ekuatik membentuk suatu makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida. 5. Poly Aluminium Chloride tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. Standart yang ditetapkan oleh U.S. Public Health Service mengenai kekeruhan ini adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat, tetapi dalam praktik angka standart ini umumnya tidak memuaskan. Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Kekeruhan bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan akan usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1987). Proses yang digunakan untuk menurunkan kekeruhan disebut dengan koagulasi. Koagulasi adalah proses untuk membuat partikel-partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan yang lainnya sehingga membentuk flok yang lebih besar. Flokulasi adalah proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah homogen sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh menjadi partikelpartikel yang lebih besar (Nainggolan, 2011).
2.4
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan salah satu parameter kimia untuk menentukan
kualitas air. Derajat keasaman merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Ia merupakan juga suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimiawi, densinfeksi, pelunakan air dan dalam pencegahan korosi. Yang sangat penting untuk diketahui yakni bahwa konsentrasi OH- suatu larutan tak akan dapat diturunkan sampai 0, bagaimanapun asamnya larutan, dan bahwa konsentrasi H+ tak akan dapat diturunkan sampai 0, bagaimanapun basanya larutan (Sutrisno, 1987). Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral (Patimah, 2009). Molekul air memiliki kemampuan terurai sangat lambat. Air yang netral memiliki konsentarsi ion hidrogen dan hidroksil yang sama. Apabila konsentrasi ion di ukur dalam satuan molekul/liter, maka hasil perkalian kedua konsentrasi ion selalu tetap, dan disebut produk konstan yang ada di air (Sutrisno, 1987). Organisme sangat sensitif terhadap ion hidrogen. Pada proses penjernihan air dan air limbah. pH menjadi indikator untuk meningkatkan efesiensi proses penjernihan. Air limbah pertambangan atau pertanian akan mengakibatkan tingginya konsentrasi ion hidrogen sehingga membahayakan kehidupan air (Sutrisno, 1987)