BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi 2.1.1 Konsep Bayi Bayi merupakan mahluk yang sangat peka dan halus (Choirunisa, 2009). Masa bayi adalah saat bayi berumur satu bulan sampai dua belas bulan (Anwar, 2011). Masa bayi dimulai dari usia 0–12 bulan ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan gizi (Notoatmodjo, 2007).
Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
2.1.2 Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang Kebutuhan dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Asuh ( Kebutuhan Fisik – Biomedis) Kebutuhan asuh meliputi sebagai berikut : 1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang 2) Perawatan kesehatan dasar Untuk mencapai kesehatan dasar yang optimal, perlu beberapa upaya misalnya
13
14
imunisasi, kontrol ke Puskesmas atau Posyandu secara berkala, perawatan bila sakit. 3) Pakaian 4) Perumahan 5) Higiene diri dan lingkungan 6) Kesegaran jasmani b. Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang) Kebutuhan asih meliputi : 1) Kasih sayang orang tua 2) Rasa aman 3) Harga diri 4) Dukungan/dorongan 5) Mandiri 6) Rasa memiliki c. Asah (Kebutuhan Stimulasi) Stimulasi adalah adanya perangsangan dari dunia luar berupa latihan atau bermain. Pemberian stimulus sudah dapat dilakukan sejak masa prenatal, kemudian lahir dengan cara menyusui bayi pada ibunya sedini mungkin. Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan (Nursalam, 2013)
14
15
2.2 Imunisasi 2.2.1 Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi adalah memasukkan kuman penyakit yang sudah dimatikan ke dalam tubuh anak dengan cara suntikan atau diminum, dengan maksud agar terjadi kekebalan terhadap jenis penyakit tertentu pada tubuh (A.S. Wahab, 2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih antigen yang infeksius pada seorang individu untuk merangsang sistem imun dan memproduksi antibodi yang akan mencegah infeksi (Schwartz, 2004).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat antibodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas, imunisasi adalah suatu usaha memasukkan kuman penyakit yang sudah dimatikan kedalam tubuh dengan cara suntikan atau diminum untuk merangsang sistem imun dan memproduksi antibodi untuk mencegah penyakit tertentu.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Marimbi, 2010). Imunisasi dasar diberikan pada bayi umur 0-12 bulan yang terdiri dari BCG, DPT (1,2,3), Polio (1,2,3,4), Hepatitis B (1,2,3) dan Campak (Depkes RI, 2005). Imunisasi lengkap yaitu satu dosis vaksin BCG, tiga dosis vaksin DPT, empat dosis vaksin Polio,
15
16
dan satu vaksin Campak serta ditambah tiga dosis vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (Depkes RI, 2005).
2.2.2 Tujuan Program Imunisasi a. Tujuan Umum Untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). b. Tujuan Khusus 1) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010. 2) Tercapai eliminasi tetanus maternal dan neonatal (Maternal Neonatal Tetanus Eliminasi/MNTE) (insiden di bawah 1/1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun) di tingkat kabupaten/kota pada tahun 2012. 3) Eradikasi Polio pada tahun 2008. 4) Tercapainya reduksi Campak (ReCam) 2008.
2.2.3 Manfaat Imunisasi a.
Bagi Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b.
Bagi Keluarga: menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit.
c.
Bagi Negara: memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Marimbi, 2010).
16
17
2.2.4 Jadwal Imunisasi Dasar Jadwal Imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksin atau imunisasi harus diberikan pada anak. Pemberian imunisasi pada bayi, tepat pada waktunya merupakan faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Imunisasi diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak. Imunisasi dapat diberikan ketika ada kegiatan Posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan imunisasi (Proverawati, 2010).
Jadwal pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi dengan menggunakan vaksin DPT/HB Combo dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Lahir Di Rumah UMUR 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan Sumber : Depkes RI, 2005
VAKSIN HB0 BCG, Polio 1 DPT/HB Combo 1, polio 2 DPT/HB Combo 2, Polio 3 DPT/ HB Combo 3, polio 4 Campak
TEMPAT Puskesmas/ RS Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu
Jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi lahir di Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Praktek Bidan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Lahir Di Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Praktek Bidan UMUR 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan Sumber : Depkes RI, 2005
VAKSIN HB0, BCG, Polio 1 DPT/HB Combo 1, polio 2 DPT/HB Combo 2, Polio 3 DPT/ HB Combo 3, polio 4 Campak
17
TEMPAT RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan
18
2.2.5 Jenis Imunisasi Dasar Pada Bayi Menurut Proverawati (2010), imunisasi ada dua macam, yaitu: imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Imunisasi Pasif merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imonoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang luka kecelakaan. Contoh lain adalah terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi Campak.
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana yang diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. (Hidayat, 2005).
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah sebagai berikut :
18
19
a. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette-Guerin ) 1) Fungsi Imunisasi dan Jenis Vaksin: imunisasi BCG berfungsi memberi kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis (Marimbi, 2010). 2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian imunisasi BCG dilakukan satu kali pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi sebaiknya dilakukan sebelum usia 2 bulan (Marimbi, 2010). Cara pemberian Imunisasi BCG melalui disuntikan secara intra cutan (IC) di daerah lengan kanan atas dengan dosis 0.05 cc menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26). 3) Efek Samping Reaksi Normal Lokal: setelah dua minggu dari waktu
suntikan BCG akan
terjadi pembengkakan kecil berwarna merah di tempat penyuntikan kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm dan akan sembuh sendiri dengan meninggalkan jaringan parut (scar) dengan garis tengah 3-7 mm. Reaksi Regional Pada Kelenjar: a) Merupakan respon seluler pertahanan tubuh. b) Pembengkakan pada kelenjar di axila dan cervikal c) Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi d) Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, dan tidak demam e) Mengecil 1-3 bulan tanpa pengobatan
19
20
4) Kontraindikasi: a) Seorang anak yang sedang menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya b) Anak yang telah menderita penyakit TBC
b. Imunisasi DPT ( Difteri, Pertusis, Tetanus ) 1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus (Proverawati, 2010). Vaksin DPT mengandung kuman Difteri dan Tetanus yang dilemahkan serta kuman Bordetella Pertusis yang dimatikan. 2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi berumur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval empat minggu (Depkes RI, 2005). Cara pemberian imunisasi DPT melalui suntikan intramuscular pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. 3) Efek Samping: reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari, namun dalam kasus tertentu bisa dijumpai gejala yang berat seperti demam tinggi, kejang dan syok berat. 4) Kontraindikasi: a) Anak yang sakit parah dan menderita penyakit kejang demam kompleks (suhu diatas 38º C). b) Reaksi berlebihan setelah pemberian imunisasi DPT sebelumnya seperti panas tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran dan syok.
20
21
c.
Imunisasi Hepatitis B
1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit hepatitis (Proverawati, 2010). Kandungan vaksinnya adalah HbsAg dalam bentuk cair. 2) Cara Pemberian dan Dosis: imunisasi aktif dilakukan dengan cara suntikan dasar sebanyak tiga kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan pertama dan kedua, dan lima bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi ulang diberikan lima tahun setelah imunisasi dasar. Cara pemberian imunisasi dasar disesuaikan dengan rekomendasi pabrik pembuatnya. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus Hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti Hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. 3) Efek Samping: reaksi imunisasi yang terjadi biasanya reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah dua hari. 4) Kontraindikasi: imunisasi tidak dapat diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.
d. Imunisasi Polio 1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah Poliomyelitis. Terdapat 2 macam vaksin Polio: a) Inactivated Polio Vaccine (IPV=Vaksin Salk), mengandung virus Polio yang sudah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
21
22
b) Oral Polio Vaccine (OPV= Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan (Proverawati, 2010). 2) Cara Pemberian dan Dosis: di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan sendok yang menggunakan larutan gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dopper) yang baru (Depkes RI, 2005). 3) Efek Samping: pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (Proverawati, 2010). 4) Kontraindikasi: pada anak-anak dengan diare berat (kemungkinan terjadi diare lebih parah) atau yang sedang sakit parah, anak yang mengalami gangguan kekebalan imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan.
e. Imunisasi Campak 1) Fungsi Imunisasi dan Jenis Vaksin: imunisasi Campak bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit Campak (Proverawati, 2010). Vaksin Campak mengandung virus Campak hidup yang telah dilemahkan. Bentuk kemasan kering dikombinasikan dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubella (campak Jerman ). Di Amerika Serikat kemasan terakhir terkenal dengan nama vaksin MMR (Measles Mumps Rubella vaccine).
22
23
2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian imunisasi Campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 cc. Sebelum di suntikan vaksin Campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut kemudian disuntikan di lengan kiri atas secara subkutan (Depkes RI, 2005). 3) Efek Samping: mengalami demam ringan dan kemerahan selama tiga hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi, dapat terjadi radang otak dalam 30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi 4) Kontraindikasi: panas lebih dari 38ºC, anak yang sakit parah, anak yang defisiensi gizi dalam derajat berat, riwayat kejang demam.
2.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Menurut Suparyanto (2011), faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar adalah :
2.3.1 Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Menurut Dictionary of Education (dalam Munib, 2004) pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk utorang dihadapkan pada pengaruh (khususnya
yang
datang
lingkungan
yang
terpilih
dan
terkontrol
dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
23
24
Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciriciri yaitu: pertama, belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoatmodjo, 2007).
Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal
berlangsung
tanpa
organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, dan tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah atau universitas (Notoatmodjo, 2007).
24
25
Menurut
Undang-Undang
Republik
Indonesia No 20 Tahun 2004 tentang
Sistem Pendidikan Nasional jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA dan SMK), dan pendidikan tinggi (akademi, institute, sekolah tinggi dan universitas)(Hasbulah, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan yaitu faktor umur, faktor tingkat sosial ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur, pendidikan yang didapat akan lebih banyak, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan
adalah
terjadinya
perubahan
kemampuan,
ketrampilan
atau
perilakunya. Perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya. Faktor tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu. Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan seseorang. Contoh orang yang berada dalam lingkungan yang mendukung serta mengutamakan pendidikan, mereka akan merasa lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolah (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat
25
26
membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relatif tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber daya keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ibu
yang berpendidikan rendah
(Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Thaib (2012) tentang “Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia 1-5 Tahun dan Beberapa Faktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh” menunjukan ada hubungan bermakna pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dasar (p=0,05). Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniawati (2004) tentang “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Desa Mukti Jaya Kecamatan Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir” menunjukan
tidak ada
hubungan tingkat pendidikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi ( p>0,05).
2.3.2 Pendapatan atau Penghasilan Menurut Mulyanto dan jumlah
penghasilan
riil
Dieter dari
(dalam Syamsul, 2002), seluruh
anggota
pendapatan adalah
rumah
tangga yang di
sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari. Pendapatan erat kaitannya dengan
26
27
gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002) adalah hasil pencarian atau perolehan usaha. Jadi yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), yang sering dilakukan adalah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya. Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang, namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas sumber informasi. Berdasarkan Keputusan Gubernur NTT Nomor 298/HK/2012 tentang Upah Minimun Regional (UMR) Propinsi NTT, Standar Upah Minimun Kabupaten Manggarai Timur sebesar Rp 1.010.000. Nilai ini peneliti gunakan sebagai batasan instrumental variabel pendapatan. Penelitian Bangun (2002) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi Anak Balita di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Tahun 2002” menunjukan ada hubungan pendapatan keluarga dengan status imunisasi balita dengan nilai p=0,000. Penelitian lain oleh Albertina (2008) tentang “Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang
27
28
Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya pada Bulan Maret 2008” yang menunjukan tidak terdapat hubungan pendapatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2.3.3 Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran dan dipengaruhi faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor dari luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Poerwadarminta, 2002). M enurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran penciuman, rasa, dan raba.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Artinya kemampuan
mengingat
suatu
materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b. Memahami (comprehention) Artinya kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan secara benar. c. Aplikasi (application) Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
28
29
situasi atau kondisi yang nyata, yaitu menggunakan hukum-hukum, rumusrumus, prinsip, dan sebagainya. d. Analisis (analysis) Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai t ingkat analisis adalah apabila orang tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelo mpokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. e . Sintesis (syntesis) Menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu
hubungan
yang logis
dari komponen-komponen
ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan kriteria
yang
ditentukan
sendiri atau
norma-norma
pada
suatu
yang berlaku di
masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi t ingk at pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010), meliputi :
29
30
a. Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah menerima informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. b. Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal. c. Sumber informasi Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak pula. d. Lingkungan Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir, dimana seseorang akan mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. e. Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuan pun rendah. f. Umur Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperolehnya akan tetapi pada umur-umur tertentu (usia lanjut) kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu pengetahuan akan berkurang.
30
31
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, M enurut Notoatmodjo
(2010), pengetahuan
2007).
dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan baik (skor 76-100%), pengetahuan cukup (skor 56-75%), dan pengetahuan kurang (skor 0-55%). Penelitian Irfani (2010) tentang “ Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010” menunjukan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi lengkap (p=0,000). Penelitian lain yang dilakukan oleh Adenin (2012) tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi pada Anak Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Medan Marelan” menunjukan tidak ada hubungan pengetahuan terhadap status imunisasi dasar pada anak (p>0,05).
2.3.4 Sikap Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senangtidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.”
Sikap adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaa n yang lain (Notoatmodjo, 2010).
31
32
Tim WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa sikap merupakan bentuk dari pikiran dan perasaan yang dapat mempengaruhi seseorang berperilaku. Karakteristik sikap adalah: a.
Sikap merupakan kecendrungan berpikir, berpersepsi, dan bertindak
b.
Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi) Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2010). Menurut McClelland mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi yaitu motivasi primer atau motif yang tidak dipelajari dan motif sekunder atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Motif Sekunder atau motif sosial timbul kerena interaksi dengan orang lain sedangkan motif primer atau motif yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini mendorong seseorang untuk terpenuhi kebutuhan biologis, seperti makan, minum, seks dan kebutuhan-kebutuhan biologis lainnya (Notoatmodjo, 2010).
c.
Sikap relatif lebih menetap dibandingkan emosi dan prilaku
d.
Sikap mengandung aspek penilaian dan evaluatif terhadap objek dan mempunyai tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif.
32
33
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: a.
Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subyek mau menerima stimulus yang diberikan (objek)
b.
Menanggapi (responding) Menanggapi berarti memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c.
Menghargai (Valuing) Menghargai berarti subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang lain.
d.
Bertanggung Jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain mencemoohkan atau adanya resiko lain.
e.
Tindakan atau praktik (practice) Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak (praktek). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap terdiri dari tiga komponen pokok yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, dan konsep terhadap objek artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
33
34
b. Kehidupan emosional dan evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama
membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh seorang ibu mendengar (tahu) penyakit TBC (penyebab, cara penularan, cara pencegahan dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membuat ibu berpikir dan berusaha
supaya
keluarga terutama anak tidak terkena TBC. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ibu ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecendrungan bertindak) melakukan imunisasi. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan imunisasi) terhadap objek tertentu yakni penyakit TBC.
Menurut Sunaryo (2013), sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pembentukan sikap pada manusia dipengaruhi oleh faktor dalam diri manusia (internal) dan pengaruh interaksi manusia satu dengan lainnya (eksternal). Faktor-faktor internal yang membentuk sikap yaitu fisiologi, psikologi dan motif. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengalaman yang diperoleh individu, situasi yang dihadapi oleh individu, norma dala m masyarakat, hambatan, dan pendorong yang dihadapi individu dalam masyarakat.
34
35
Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2013) mengungkapkan ada beberapa cara untuk membentuk dan mengubah sikap individu yaitu: a. Adopsi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan akan mempengaruhi pebentukan dan perubahan sikap individu. b. Diferensiasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena adanya pengetahuan, pengalaman, inteligensi dan pertambahan umur individu. c. Integrasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara bertahap, diawali
dari
bermacam-macam
pengetahuan
dan
pengalaman
yang
berhubungan dengan objek sikap tertentu hingga akhirnya membentuk sikap terhadap objek tersebut. d. Trauma yaitu suatu pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalam dalam diri individu tersebut. e.
Generalisasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu sehingga dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami
sikap dan perilaku
manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau pengukuran (measurement) sikap.
35
36
Menurut Sugiyono (2012), berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian pendidikan, administrasi dan sosial. Salah satunya adalah skala Guttman. Pada skala Guttman akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif”; dan lain-lain. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “positif” atau “negatif”. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Untuk jawaban yang mendukung sikap positif dapat diberikan nilai satu dan untuk jawaban yang tidak mendukung nilai positif diberikan nilai nol sedangkan untuk jawaban yang mendukung sikap negatif dapat diberikan nilai nol dan jawaban yang tidak mendukung sikap negatif diberi nilai satu. Untuk mendapat nilai presentase dari nilai responden, dapat digunakan rumus : Nilai persentasi responden = Nilai jawaban responden x 100% Nilai maksimal Menurut Sunaryo (2004), sikap dikatakan negatif apabila mendapat nilai 0-50% dan sikap dikatakan positif apabila mendapat nilai 51-100%. Penelitian Paridawati (2012) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajeng Kabupaten Gowa” menunjukan ada hubungan sikap terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fatmawati (2006) tentang “Determinan yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap pada Balita Usia 1-2 Tahun di Wilayah Puskesmas Tegal Rejo”
36
37
menujukan tidak ada hubungan nilai sikap terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada balita.
2.3.5 Pekerjaan Teori Maslow (teori kebutuhan) mengemukakan lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan Maslow adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosialisasi, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan tingkat pertama yaitu kebutuhan fisiologi (kebutuhan sandang, pangan, dan papan) merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Apabila kebutuhan fisiologi terpenuhi, maka kebutuhan lainnya akan menyusul akan terpenuhi. Ibu yang mempunyai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (kebutuhan tingkat pertama) akan mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan daripada mengantar anaknya untuk diimunisasi (Suparyanto, 2011).
Penelitian Siswandoyo (2003) menunjukan ibu yang bekerja mempunyai resiko empat kali status imunisasi tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Menurut Notoatmodjo (2010), pekerjaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Bekerja : buruh, tani, swasta dan PNS Tidak bekerja : ibu rumah tangga dan pengangguran
37
38
2.3.6 Dukungan Keluarga Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Kuncoro, 2002). Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang siklus masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap siklus kehidupan. Dampak positif dari dukungan keluarga
adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap
kejadian-kejadian dalam kehidupan (Friedman, 2003).
Sudiharto (2007) menyatakan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan saling berbagi, kemampuan sistem pendukung
38
39
diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan
sikap sangat
besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang berespon terhadap kegiatan imunisasi dan bersikap tidak menghiraukan pelaksanaan kegiatan imunisasi, maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
Menurut
Friedman
(1998)
dalam Setiadi (2008),
komponen-komponen
dukungan keluarga adalah: a.
Dukungan Informasional Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Aspekaspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, petunjuk dan pemberi informasi.
b.
Dukungan Penilaian Keluarga bertindak sebagai pembimbing, penengah masalah serta sumber validator identitas anggota keluarga, diantaranya memberikan support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.
c.
Dukungan Instrumental Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit seperti
39
40
bantuan langsung dari orang yang diandalkan dalam bentuk materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada kepedulian atau perhatian dari lingkungan terhadap seseorang yang sedang mengalami kesusahan dan penderitaan. d.
Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dukungan secara emosional menjamin nilai-nilai individu akan selalu terjaga kerahasiaan dari keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan serta didengarkan.
Menurut Nursalam (2003) pengukuran dukungan keluarga dapat menggunakan skala Likert yaitu selalu (skor 4), sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2), tidak pernah (skor 1). Pertanyaan didasarkan pada teori Friedman (1998) yang disusun dalam 12 butir pertanyaan. Skor yang dihasilkan yaitu antara 12-48 akan dikategorikan menurut Arikunto (2002) bahwa rentang skor kategori dibagi tiga sama besar sehingga diperoleh skor kategori sebagai berikut: dukungan keluarga baik: 37-48, dukungan keluarga cukup: 25-36,
dukungan keluarga
kurang: 1 2 - 2 4 . Penelitian Khotimah (2008) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran Serta Ibu Membawa Anaknya untuk di Imunisasi di Desa Sugih Waras
40
41
Kecamatan Rambang Kabupaten Muara Enim Tahun 2008” menunjukan ada hubungan dukungan keluarga terhadap peran serta ibu untuk membawa anaknya diimunisasi (p=0,003<0,05). Penelitian lain yang dilakukan oleh Paridawati (2012) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajeng Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa” menunjukan ada hubungan dukungan keluarga terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi (p=0,0042 <0,05).
2.3.7 Fasilitas Posyandu Posyandu merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) (Kemenkes RI, 2011).
Kegiatan di Posyandu meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling, rujukan konseling bila diperlukan (Kemenkes RI, 2011).
41
42
Tujuan Posyandu dibagi menjadi: a. Tujuan Umum Menunjang percepatan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011) b. Tujuan Khusus 1) Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelengaraan upaya pelayanan kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. 2) Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelengaraan Posyandu terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA. 3)
Meningkatnya cakupan dan jangkauan kemampuan pelayanan kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011).
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat/keluarga utamanya adalah bayi baru lahir, balita, ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS) (Kemenkes RI, 2011). Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan kesehatan. Fasilitas pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya prilaku kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003).
42
43
2.3.8 Lingkungan Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan
rumah
dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan (Panjaitan, 2003).
2.3.9 Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan adalah orang yang berperan penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Tenaga kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan kesehatan profesional pada individu
dan masyarakat
yang akan mempengaruhi status kesehatan
masyarakat.
diharapkan
bayinya melalui penjelasan dan
ibu mau mengimunisasikan
motivasi tenaga kesehatan (Suparyanto, 2011).
Dengan demikian
Mutu pelayanan kesehatan
sangat dipengaruhi oleh sikap, ketrampilan, dan perilaku.
Menurut Sugiyono (2012) untuk mengukur pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena dapat digunakan skala Likert yaitu selalu (skor 4), sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2), tidak pernah (skor 1). Menurut C.Y.Tam (2001) metode untuk menentukan derajat kebutuhan kriteria penilaian dengan cara mengumpulkan penilaian responden, kemudian dirata-ratakan untuk tiap elemen. Seluruh kriteria diurutkan dari nilai tertinggi ke nilai terendah.
43
44
Kemudian dicari nilai cut off point dengan rumus: ( Maximum Score + Minimum Score) Natural Cut-Off Point = 2
44
off Point =
(4x5 +1x5) Natural Cut= 12,5 2
Keterangan: Maximum score: jumlah item x score tertinggi Minimum score: jumlah item x score terendah Penelitian Khotimah (2008) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Serta Ibu Membawa Anaknya Untuk Diimunisasi” menunjukan ada hubungan peran petugas kesehatan terhadap tindakan ibu untuk membawa anaknya
diimunisasi
p=0,014. Penelitian lain yang dilakukan oleh Harahap (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pelayanan kesehatan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi p= 0,060.