BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Air Air adalah zat atau unsur penting bagi semua bentuk kehidupan. Manusia
dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Tumbuhan dan binatang juga membutuhkan air sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Semua organisme hidup terdiri dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air (Kodoatie, 2012). Berdasarkan
kegunaannya,
air
dapat
dimanfaatkan
untuk
irigasi,
transportasi, pembangkit tenaga listrik, pariwisata, dan untuk air minum. Menurut dokter dan ahli kesehatan, manusia wajib minum air putih 8 gelas per hari. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Untuk tanaman, kebutuhan air juga mutlak. Pada kondisi tidak ada air terutama pada musim kemarau, tanaman akan segera mati. Sehingga dalam pertanian disebutkan bahwa kekeringan merupakan bencana terparah dibandingkan bencana lainnya. Bila kebanjiran, tanaman masih bisa hidup, kekurangan pupuk masih bisa diupayakan namun tanaman akan mati saat tak ada air pada bencana kekeringan (Kodoatie, 2012). Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber daya air diperoleh dengan cara menampung air hujan, mengambil dari mata air, sungai, danau atau berasal dari dalam tanah yang berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam (Noor, 2006).
2.2
Sungai Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Sungai
mempunyaai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi kemanusiaan. Demikian pula sungai menyediakan dirinya sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta komunikasi antar manusia (Sosrodarsono, 1994). Selain itu sungai berguna pula sebagai tempat yang ideal untuk pariwisata, pengembangan perikanan dan sarana lalu-lintas sungai. Ruas-ruas sungai yang melintasi daerah pemukiman yang padat biasanya dipelihara dengan sebaikbaiknya dan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai ruang terbuka yang sangat berharga. Sungai-sungai berfungsi pula sebagi saluran pembuang untuk menampung air selokan kota dan air buangan dari areal-areal pertanian (Sosrodarsono, 1994). Aliran sungai diklasifikasikan dalam empat tahapan, yaitu stadium lahir, muda, dewasa dan umur tua. Pada stadium lahir sungai air tanah berperan penting pada stadium ini sehingga kalau musim kemarau sungai muda masih didukung oleh aliran air tanah tetapi aliran sungai berjalan secara kontinu. Sungai stadium dewasa, air sungai umumnya bersih dan lebih dalam dibandingkan sungai muda sedangkan sungai tua lebih dalam lagi telah hampir mencapai tingkat dasar geologinya (Achmad, 2004).
Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PDAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari sungai. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air bersih harus dipelihara (Achmad, 2004). Kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya. Kuantitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawa-senyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik juga adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam menentukan komposisi air (Achmad, 2004).
2.3. Proses Pengolahan Air Baku 2.3.1 Proses Koagulasi Koagulasi adalah proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku sehingga membentuk campuran yang homogen. Dengan koagulasi, partikelpartikel koloid akan saling menarik dan mengumpal membentuk flok. Partikelpartikel koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel yang lebih besar, maka koloid-koloid tersebut dapat dihilangkan (Margareth dkk, 2012). Dalam proses koagulasi ini, air sungai yang telah tersedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya aluminium sulfat, dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/L bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pHnya (Margareth dkk, 2012).
2.3.2 Proses Flokulasi Flokulasi adalah suatu mekanisme dimana flok kecil yang sudah terbentuk dalam proses koagulasi tadi membentuk flok yang lebih besar untuk bisa mengendap. Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel flok yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap (Margareth dkk, 2012). 2.3.3 Proses Sedimentasi Partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar daripada berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil akan melayang atau mengapung. Secara lebih terperinci sedimentasi merupakan proses pengendapan flok yang telah terbentuk pada proses flokulasi (Margareth dkk, 2012). 2.3.4 Proses Penyaringan (filtrasi) Prinsip dasar filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia dan biologi untuk menyaring partikel yang tidak terendapkan dalam proses sedimentasi melalui media berpori. 2.3.5 Proses Desinfeksi Pembubuhan desinfektan tersebut dilakukan pada air yang sudah mengalami penyaringan sebelum air tersebut ditampung dan disalurkan pada konsumen. Penambahan senyawa klor aktif pada air bersih untuk membunuh organisme bakteriologis khususnya organisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia (Margareth dkk, 2012).
2.3.6 Reservoir Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter. Air bersih yang mengalir dari saringan pasir cepat (filter) ke reservoir dibubuhi kapur untuk menaikkan pH atau untuk mencapai pH yang sesuai. Air ini sudah menjadi air bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Margareth dkk, 2012).
2.4. Faktor Mempengaruhi Kualitas Air Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas air diantaranya adalah: 2.4.1 Kekeruhan Air dengan kekeruhan yang tinggi lebih mudah untuk diolah, namun membutuhkan dosis koagulan yang lebih tinggi dan menghasilkan lumpur yang lebih banyak, sebaliknya air dengan kekeruhan yang rendah akan sulit untuk dikoagulasi karena kesulitan dalam kontak dengan partikel koloid (Gintings, 1992). 2.4.2 Waktu pengadukan Waktu pengadukan berpengaruh terhadap efektifitas tumbukan yang terjadi antara partikel koloid dan koagulasi. Waktu pengadukan yang terlalu lama akan menyebabkan flok yang terbentuk pada proses flokulasi akan hancur kembali membentuk unit-unit berukuran kecil. Waktu yang terlalu pendek pun akan menimbulkan proses reaksi yang tidak sempurna, karena ketidakhomogenan zatzat yang digunakan pada pengolahan (American Water Work Association, 1990).
2.4.3 Pengaruh temperatur Penurunan temperatur suatu koloid akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga kecepatan mengendap partikel akan berkurang (Gintings, 1992). 2.4.4 pH Untuk setiap jenis air, ada suatu daerah pH yang memungkinkan terjadinya proses koagulasi dan flokulasi yang baik dengan waktu yang singkat. Daerah pH tersebut juga dipengaruhi oleh komposisi kimia air, jenis dan konsentrasi koagulasi yang digunakan (Gintings, 1992).
2.5. Bahan Koagulan yang digunakan Koagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk pembentukan flok pada proses pencampuran (koagulasi-flokulasi). Koagulan menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Secara umum koagulan berfungsi untuk mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik, mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, menurun atau menaikkan pH (Rifa’i, 2007). 2.5.1 Poly Aluminium Chloride (PAC) Poly Aluminium Chloride (PAC) adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, mempunyai rumus umum Aln(OH)mCl3n-m. Poly Aluminium Chloride adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium klorida khususnya digunakan untuk memberi daya koagulasi dan flokulasi yang besar dibandingkan garam-garam aluminium lainnya (Anugrah, 2013).
Poly Aluminium Chloride mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi, suatu bentuk polimer anorganik dengan bobot molekul yang besar. Poly Aluminium Chloride sangat baik digunakan untuk air yang mempunyai alkalinitas rendah yang membutuhkan penghilang warna dan waktu reaksi yang cepat. Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. Poly Aluminium Chloride mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa minimal 50% (Anugrah, 2013). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah : 1. Poly Aluminium Chloride dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu. 2. Poly Aluminium Chloride tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti aluminium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafikuntuk PAC adalah membentuk garis linear artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. 3. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk membentuk flok.
3. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan. 4. Poly Aluminium Chloride lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh (Anugrah, 2013). 2.5.2 Tawas (Aluminium Sulfat) Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2SO4. 11 H2O atau 14 H2O. Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas telah dikenal sebagai flocculator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Sebagai koagulan, tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi (Alearts, 1987). Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak
terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih–putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih (Alearts, 1987). Aluminium Sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau cairan. Banyak dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu kekurangannya adalah flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok koagulan garam besi dan selang pH lebih sempit yaitu 5,5 – 8,5. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5–10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar 20 30 % (Susana, 2010).
2.6
Metode Jar Test Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimal dari koagulan pada proses pengolahan air bersih dan salah satu simulasi dari beberapa metoda yang paling umum dipakai untuk menilai efisiensi suatu proses koagulasi dan flokulasi. Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu poli-elektrolit organis (Hanum, 2002) Jar test mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi dalam proses pengolahan limbah sehingga membantu operator pengolahan limbah untuk menentukan jumlah bahan kimia yang tepat. Data yang didapat dengan
melakukan jar tes antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar Test yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja kogulan yang digunakan untuk mengendapkan padatan tersuspensi yang terdapat pada air sungai. Koagulan yang digunakan adalah Tawas dan Poly Aluminium Chloride (PAC) (Suryadiputra, 1994). Jar test berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu polyelektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan akhirnya bersama-sama mengendap (Suryadiputra, 1994). Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameterparameter proses seperti : a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu b. pH c. Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air, pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan) d. Kecepatan larutan kimia e. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan pengadukan lambat (flokulasi) f. Waktu penjernihan ( Margareth dkk, 2012).
2.7
Ammonia Nitrogen Ammonia adalah bahan kimia dengan formula kimia NH3. Molekul
ammonia mempunyai bentuk segi tiga. Ammonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air dengan membentuk larutan yang bersifat basa. Di dalam air, nitrogen ammonia berada dalam 2 bentuk, yaitu ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+), menurut reaksi keseimbangan berikut : NH3 + H2O ⇔ NH4+ + OH−
(Riwayati, 2010).
Keseimbangan antara NH3 dan NH4+ dipengaruhi oleh temperatur, akan tetapi perbandingan antara NH3 dan NH4+ sangat dipengaruhi pH. Larutan ammonia dengan air mempunyai sedikit amonium hidroksida (NH4OH). Sumber ammonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (amoniafikasi) (Riwayati, 2010 ). Selain itu, sumber ammonia adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, banyak terkandung dalam limbah cair, baik limbah domestik, limbah pertanian, maupun limbah dari pabrik, terutama pabrik pupuk nitrogen. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran, akibatnya rasa air sungai kurang enak dan berbau. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan air sungai di bawah 0,5 mg/L. Adanya ammonia tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber asalnya ammonia, tanaman air yang menyerap amoniak sebagai nutrient, konsentrasi oksigen dan temperatur. Ammonia ini disebut juga nitrogen ammonia, dihasilkan dari pembusukan secara
bakterial zat-zat organik. Air limbah yang masih baru (segar) secara relatif berkadar ammonia bebas rendah dan berkadar nitrogen organik tinggi. Nitrogen ammonia
berkurang
kadarnya
ketika
air
limbah
dibenahi
sedangkan
keseimbangan tercapai (Nainggolan, 2011). Kandungan ammonia dalam air yang terdapat dalam air limbah industri sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bila ammonia berada dalam wujud ammonia bebas karena bersifat sebagai toksik (racun). Sedangkan ammonia dalam bentuk senyawa maupun ion sudah berkurang toksisitasnya. Senyawa amoniak dapat ditemukan dimana-mana, dari kadar beberapa mg/l pada air permukaan dan air tanah hingga mencapai 30 mg/l lebih pada air buangan. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran (Nugroho, 2006). Ammonia cair dapat menyebabkan kulit melepuh seperti luka bakar dan dapat juga mengakibatkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Bahkan bisa menyebabkan mual, muntah, dan pingsan. Penggunaan ammonia dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit kanker karena ammonia bersifat karsinogenik atau bahan yang dapat menimbulkan kanker (Nugroho, 2006 ). Konsentrasi amoniak dapat berubah-ubah sepanjang tahun. Pada musim panas konsentrasi senyawa ini dapat sangat rendah, hal ini disebabkan amoniak diserap oleh tumbuhan, selain itu dapat dipengaruhi oleh temperatur air yang tinggi yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi. Sedangkan pada suhu yang rendah yaitu musim dingin sewaktu pertumbuhan bakteri berkurang dan proses nitrifikasi berjalan lambat menyebabkan konsentrasi amoniak pada sungai tinggi. Perubahan derajat keasaman pH dapat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas
ammonia, dengan semakin rendah pH air maka semakin rendah daya racun ammonia dan sebaliknya semakin tinggi pH air, semakin tinggi pula daya racunnya. Batas toleransi ikan terhadap pH berkisar antara 4,0-11,0 (Mulyanto, 2007).
2.8
Spektrofotometri Analisis dengan sistem ini cara kerjanya berdasarkan atas pengukuran
energi cahaya yang diserap oleh larutan dalan suatu suspensi. Dalam sistem kolorimetri ini, sinar alamiah (putih) digunakan sebagai sumber cahaya dan medianya adalah suatu media berwarna. Larutan standar diukur dan dibandingkan dengan larutan blanko, sedangkan larutan sampel diukur berdasarkan larutan standar menurut besarnya absorben (Khopkar, 1990). Menurut buku panduan Hach Company (2004), Spektrofotometer DR 2400 adalah salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan nutrien di dalam air. Beberapa petunjuk yang mengatakan bahwa dalam penggunaannya jangan menempatkan botol yang lebih panas dari 100 ° C (212 ° F) ke salah satu adapter sel sampel dan jangan dalam kondisi basah harus dalam kondisi kering (Khopkar, 1990). Beberapa bagian buku panduan berikut berisi informasi dalam bentuk peringatan, dan catatan yang memerlukan perhatian khusus. Hanya teknisi yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Untuk memverifikasi kinerja fotometrik dari DR/2400 dengan standar, instrumen nol harus dilakukan pada "seperti" standar untuk memperoleh kemampuan kinerja maksimum dari instrumen. Contoh
berikut memberikan metode untuk memeriksa akurasi fotometri menggunakan standar kaca dengan DR/2400 yang paling sesuai dengan kinerja yang diperoleh ketika kosong digunakan dalam Hach metode analisis air. Pertama kali instrumen dihidupkan, layar pemilihan bahasa akan muncul. Pilih bahasa, lalu tekan OK. Pada setiap instrumen power-up, kalibrasi panjang gelombang akan dilakukan secara otomatis, dan kemudian Menu Utama akan muncul. 1. Dengan instrumen off, tekan tombol Power dan terus ke bawah sampai layar pemilihan bahasa muncul. 2. Pilih bahasa, lalu tekan OK. Layar menu akan muncul dalam bahasa yang dipilih. 3. Lalu pilih tekan Hach program pilih program yang sesuai dengan zat yang akan di analisis kemudian ikuti aturan selanjutnya (Hach Company, 2004).
2.9
Analisa Kadar Ammonia dengan Spektrofotometer DR 2400 Kadar ammonia dapat dianalisis menggunakan Spektrofotometer dengan
penambahan pereaksi Mineral Stabilizer, Polyvinly Alcohol, Dispersing Agent dan Larutan Nessler. Cara yang lebih teliti melibatkan destilasi ammonia dan penggunaan spektrofotometer. Penentuan ammonia dengan pereaksi Nessler. Penentuan ammonia bergantung pada kenyataan bahwa ion ammonia memberikan warna coklat kekuningan dengan pereaksi Nessler, dan bahwa intensitas warna berbanding langsung dengan jumlah ammonia yang ada. Pada Spektrofotometri DR/2400 digunakan program Hach Ammonia Nessler 380.