BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air
merupakan
komponen
lingkungan
hidup
yang
kondisinya
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (PPRI No 82 Tahun 2001). Namun, dengan semakin meningkatnya perkembangan pada sektor industri dan transportasi serta berbagai macam aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut (Kristanto, 2002). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, mutu air merupakan suatu kondisi kualitas air yang dapat diukur dan/ atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, baku mutu air merupakan ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (UU RI No. 32 tahun 2009). Untuk menjaga kualitas air, maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan dibuang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi
standar baku mutu atau kriteria mutu air sungai yang akan menjadi tempat pembuangan limbah cair tersebut, sehingga dapat meminimalisir kerusakan air atau pencemaran air sungai (Yuliastuti, 2011). Menurut PPRI No 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
1.2 Sungai Sungai menurut PPRI Nomer 38 tahun 2011 adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai juga merupakan suatu habitat bagi berbagai jenis organisme akuatik yang dapat memberikan gambaran mengenai keadaan sungai, seperti kualitas dan kuantitas dari hubungan ekologis yang terjadi di dalamnya. Hubungan ekologis tersebut termasuk terhadap perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Ekosistem sungai terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Kedua komponen tersebut saling melakukan interaksi untuk membentuk suatu kesatuan, dan tiap aktivitas dari satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lainnya (Sulistyo, 2014). 2. Sungai Pepe dan Sungai Anyar Sungai Pepe merupakan sungai yang mengalir di tengah-tengah Kota Surakarta. Sungai Pepe yang mengalir di Kota Surakarta dimulai dari daerah Terminal Tirtonadi kemudian mengalir ke daerah kelurahan Ketelan kemudian menuju daerah Demangan yang merupakan daerah pertemuan dengan aliran Sungai Bengawan Solo (Purnomo, dkk., 2013). Sepanjang aliran Sungai Pepe terdapat dua pintu air yaitu Tirtonadi dan Demangan yang dibangun sebagai upaya pengelolaan genangan air dan banjir di kota Surakarta. Posisi Sungai Pepe yang mengalir di tengah kota Surakarta dan tepiannya yang padat dengan hunian penduduk serta pesatnya pertumbuhan
industri di sekitar Sungai Pepe Surakarta, membuat Sungai Pepe berpotensi besar menjadi tempat membuang limbah, baik domestik maupun industri. Adanya limbah tersebut berpengaruh pada kualitas lingkungan perairan, di antaranya dapat ditunjukkan dengan parameter kimia, fisika dan biologi (Indrowati, dkk., 2012). Jika dilihat dari segi topografinya, Sungai Pepe mengalir di antara pemukiman warga dan industri di Kota Surakarta seperti di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Pasar Kliwon. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2013/2014, berdasarkan banyaknya industri menurut skala tenaga kerja, Kecamatan Banjarsari memiliki 27 industri skala besar atau sedang, 220 industri skala kecil, dan 409 industri skala rumah tangga. Pada Kecamatan Pasar Kliwon, terdapat 36 industri skala besar atau sedang, 127 industri skala kecil, dan terdapat 177 industri skala rumah tangga. Data tersebut menunjukkan bahwa Sungai Pepe sangat berpotensi tercemar karena harus menampung limbah dari industri tersebut. Jika dilihat secara keseluruhan, perairan Sungai Pepe Surakarta dengan berdasarkan bioindikator bentos menunjukkan kondisi pencemaran yang bervariasi dari pencemaran ringan hingga pencemaran berat. Keadaan ini membutuhkan upaya penanganan lebih lanjut dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan sungai lebih jauh, sehingga Sungai Pepe tetap dapat menjalankan fungsinya semula (Purnomo, dkk., 2013). Jika dilihat secara fisik, Sungai Pepe khususnya yang berada di daerah sekitar pintu air Demangan, air sungai keruh dan berwarna kemerahan karena terdapat limbah dari pabrik dan limbah domestik seperti sampah rumah tangga
yang menumpuk di sisi sungai. Hal ini menyebabkan sungai berbau tidak enak dan menyengat. Sungai Pepe jika ditinjau dari nilai Indeks Diversitas (ID) Shanon Wiener, plankton bentos di Sungai Pepe Surakarta berkisar antara 0,98 sampai 1,98. Hal ini menunjukkan kodisi perairan yang tercemar ringan sampai berat, bervariasi di tiap lokasi pengambilan sampel (Indrowati, dkk., 2012). Sungai Anyar merupakan aliran dari Sungai Pepe yang alirannya ke arah timur dan bermuara di Bengawan Solo (Purwanti, dkk., 2005). Sungai Anyar menerima limbah dari kegiatan domestik pertanian, industri tekstil, perawatan kendaraan bermotor dan aktivitas rumah sakit. Sungai Anyar berdasarkan letak topografinya, tidak hanya menerima dampak kegiatan pembangunan dari Kota Surakarta, namun juga dari luar wilayah Surakarta. Perindustrian yang berada di sekitar Sungai Anyar dapat menyebabkan penurunan mutu kualitas air sungai (Prasetyo, 2012). 3. Pencemaran Pencemaran lingkungan hidup menurut UU RI No. 32 tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran air didefinisikan dengan indikasi turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat menjalankan fungsi sesuai dengan peruntukannya. Maksud dari tingkat tertentu dalam kalimat tersebut adalah, baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan
dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air (PPRI No 82 Tahun 2001). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Pencemaran air juga didefinisikan sebagai penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di bumi ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Air yang tidak tercemar tidak selalu merupakan air murni, tetapi merupakan air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah yang melebihi batas yang telah ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu seperti air minum (air ledeng, air sumur), berenang/rekreasi, mandi, kehidupan hewan air, pengairan dan keperluan industri (Kristanto, 2002). Bahan pencemar merupakan bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem yang dapat mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, pencemar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pencemar alamiah dan pencemar antropogenik. Pencemar alamiah merupakan pencemar yang memasuki suatu lingkungan secara alami, misalnya akibat dari letusan gunung berapi, banjir dan fenomena alam yang lain. Pencemar antropogenik adalah pencemar yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia,
misalnya kegiatan domestik, kegiatan urban maupun kegiatan industri. Intensitas pencemar antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya pencemar tersebut (Yuliastuti, 2011). Pencemar air dapat dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya menjadi sembilan kelompok yaitu : (1) padatan; (2) bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding wastes); (3) mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrien tanaman; (6) minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radioaktif dan (9) panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang baku, karena suatu jenis pencemar dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok (Fardiaz, 1992). 4. Sumber Pencemar Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah nondomestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambangan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. a. Limbah Domestik Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air,
limbah domestik, yaitu limbah yang dihasilkan oleh aktivitas masyarakat seperti limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, pemukiman dan transportasi merupakan sumber tak tentu atau area/ diffuse sources. Penentuan jumlah limbah yang dibuang tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan dengan menggunakan data statistik kegiatan yang menggambarkan aktivitas penghasil limbah. Sumber-sumber pencemar air ini umumnya terdiri dari gabungan beberapa kegiatan kecil atau individual yang berpotensi menghasilkan air limbah yang dalam kegiatan inventarisasi sumber pencemar air tidak dapat dikelompokkan sebagai sumber tertentu. Limbah domestik yang dihasilkan oleh aktivitas pertanian, pemukiman dan transportasi ini menyebabkan polusi pada daerah air sungai dan tanah, selain itu penggunaan bahan kimia seperti pestisida pada pertanian, pupuk dan limbah hewan juga dapat mengganggu daerah air sungai (Weiner dkk., 2003). b. Limbah Industri Limbah industri merupakan limbah yang berasal dari proses kegiatan industri baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari kegiatan industri, merupakan limbah yang dihasilkan bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, sehingga limbah dan hasil produksi dihasilkan pada waktu yang sama. Sedangkan limbah tidak langsung
terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi (Ginting, 2010). Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi limbah cair, limbah gas dan partikel, serta limbah padat. Limbah cair bersumber dari industri yang menggunakan air dalam proses produksinya. Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut
maupun yang mengendap. Air limbah yang telah
tercemar memiliki ciri yang dapat diidentifikasi langsung secara visual yaitu dari warna, kekeruhan, dan rasa serta bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya. Sedangkan identifikasi secara laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia air. Industri yang menghasilkan limbah cair di antaranya adalah industri pulp, besi dan baja, kertas, minyak goreng, dan tekstil (Kristanto, 2002). Mayoritas limbah cair yang dibuang ke sungai adalah limbah hasil industri tekstil karena Kota Surakarta merupakan sentra dari industri tekstil. Limbah yang bersumber dari pabrik tekstil mengakibatkan perubahan warna badan penerima air, dan juga perubahan temperatur badan penerima air. Limbah cair pada pabrik tekstil ini mempunyai warna yang berubah-ubah tergantung pada zat warna yang dipergunakan pada proses produksi. Demikian juga limbah yang keluar tidak homogen kadang keluar dengan warna bersih namun pada saat yang lain berwarna hitam pekat. Terdapat pula air yang mengandung senyawa-senyawa minyak, lemak dan fenol (Ginting, 2010).
5. Indikator Pencemaran Air Indikator yang digunakan pada pemeriksaan pencemaran air antara lain total dissolved solid (TDS), pH, suhu, dissolved oxygen (DO), biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) serta bioindikator. a. TDS Total dissolved solid (TDS) atau padatan terlarut total merupakan jumlah kepekatan padatan dalam suatu sampel air, dinyatakan dalam miligram per liter atau ppm. Padatan terlarut adalah padatanpadatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Kristanto, 2002). Nilai TDS yang tinggi menunjukkan besarnya kelarutan bahan anorganik seperti logam besi di dalam air. Penyebab utama terjadinya TDS adalah adanya bahan anorganik yang berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan (Sulistyo, 2014). Menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 baku mutu air untuk kelas 1, 2, dan 3 adalah 1000 mg/L (ppm). b. Suhu Suhu merupakan ukuran panas dinginnya benda yang diukur dengan termometer. Naiknya suhu air akan mengakibatkan penurunan jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, dan mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya (Kristanto, 2002).
c. pH Nilai pH air yang normal adalah berkisar pada pH netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya (Kristanto, 2002). Derajat keasaman merupakan jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Nilai pH secara umum menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan (Effendi, 2003). Menurut PP No. 82 Tahun 2001 kisaran pH untuk kriteria air kelas 1, 2 dan 3 adalah 6-9. d. DO Dissolved oxygen (DO) adalah oksigen yang terlarut dalam air yang dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air (Sulistyo, 2014). Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm (5 part per million atau 5 mg oksigen untuk setiap liter air). Selebihnya bergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, suhu air, dan sebagainya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosistensis tanaman air dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 20°C dengan tekanan 1 atmosfer, konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh adalah 9,2 ppm, sedangkan pada suhu 50°C dengan tekanan atmosfer yang sama, tingkat kejenuhannya hanya 5,6 ppm. Semakin
tinggi suhu air, semakin rendah tingkat kejenuhan (Kristanto, 2002). Menurut PP No. 82 Tahun 2001 besar DO untuk kriteria air kelas 1 adalah 6 mg/L, kelas 2 adalah 4 mg/L dan kelas 3 adalah 3 mg/L. e. BOD Biochemical oxygen demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi, nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, namun hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, maka akan ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel (Kristanto, 2002). Menurut PP No. 82 Tahun 2001 besar BOD untuk kriteria air kelas 1 adalah 2 mg/L, kelas 2 adalah 3 mg/L dan kelas 3 adalah 6 mg/L. f. COD Chemical oxygen demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam satuan mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi
terhadap total senyawa organik yang sulit untuk diuraikan secara biologis (Sulistyo, 2014). Senyawa organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tanin, fenol, polisakarida dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Perairan dengan nilai COD tinggi tidak dapat digunakan untuk kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (Yuliastuti, 2011). Menurut PP No. 82 Tahun 2001 besar COD untuk kriteria air kelas 1 adalah 10 mg/L, kelas 2 adalah 25 mg/L dan kelas 3 adalah 50 mg/L. g. Bioindikator Pemantauan kualitas perairan saat ini lebih ditekankan pada pengukuran kadar pencemar dengan metode mengukur parameter kimiawi dan fisik. Namun karena kadar pencemar yang masuk ke dalam suatu perairan selalu berubah setiap saat, maka harus dilakukan pemantauan secara kimiawi dilakukan secara rutin. Untuk mengetahui kualitas perairan secara general dapat dilakukan dengan mengukur komposisi dan kelimpahan dari berbagai flora, fauna dan mikroba, terutama yang mempunyai habitat tertentu, karena komposisi maupun kelimpahannya akan sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas tempat
hidupnya. selain dapat memantau kualitas perairan, komposisi dan kelimpahan flora, fauna dan mikroba perlu diketahui karena dapat menentukan daya dukung perairan untuk menetralkan atau memurnikan kembali kualitas air (Imamuddin, 2010). Biondikator adalah kelompok organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan. Keragaman jenis dan kerapatan makhluk hidup di perairan sungai merupakan sebagian dari bioindikator yang dapat menunjukkan kualitas lingkungan (Indrowati dkk., 2012). Indikator biologik adalah kelompok atau komunitas organisme yang dekat
kekerabatannya
dan
keberadaan
atau
tingkah-lakunya
kemungkinan berkorelasi sangat erat dengan kondisi lingkungan tertentu yang dapat digunakaan sebagai petunjuk atau uji kuantitatif. Bakteri Coliform merupakan kelompok bakteri yang merupakan gabungan antara bakteri fekal dan bakteri non fekal. Prinsip dari penentuan angka bakteri coliform adalah bahwa adanya pertumbuhan bakteri coliform yang ditandai dengan terbentuknya gas pada tabung Durham, setelah diinkubasikan pada media yang sesuai. Pada pengujian ini dilakukan dengan metode Most Probability Number (MPN). Pengujian MPN dilakukan dalam dua tahap yaitu, Uji Praduga (Presumtif Test) dan Uji Konfirmasi (Confirmative Test) (Bambang dkk., 2014).
A. Kerangka Pemikiran Limbah domestik, pertanian dan industri sering terdapat pada perairan Sungai Pepe dan Sungai Anyar. Oleh karena itu, perlu adanya mengetahui kualitas air Sungai Pepe dan Sungai Anyar pada parameter fisika, kimia dan biologi. Hasil yang didapat kemudian dibandingkan dengan PPRI No. 82 tahun 2001 kemudian dianalisis dengan metode STORET untuk mengetahui kualitas air sungai.
Limbah Industri
Limbah Pertanian
Limbah Domestik
Sungai Pepe, Sungai Anyar
Analisis Kimia , Fisika dan Biologi Parameter biologi : Total coliform
Parameter kimia :
Parameter Fisika :
COD, BOD, pH, DO
TDS, suhu
Hasil analisis dibandingkan dengan PPRI No. 82 tahun 2001 Informasi kualitas air
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian