perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Gambar 1. Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
a. Taksonomi Temulawak Sistematika
tanaman
(taksonomi)
temulawak
diklasifikasikan
sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Anonim, 2000)
b. Morfologi Temulawak Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini berbatang semu dan habitusnya dapat mencapai ketinggian
commit to user terdiri atas beberapa tanaman 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
(anakan), dan tiap tanaman memiliki 2-9 helai daun. Daun tanaman temulawak bentuknya panjang agak lebar. Tiap helai daun melekat pada tangkai daun yang posisinya saling menutupi secara teratur (Rukmana, 1995). Akar temulawak terdiri dari umbi akar berbentuk telur (silinder pusat berwarna kuning-tua dan kulit berwarna kuning-muda), dengan garis diameter sampai 6 cm. Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang dipunyai adalah rimpang. Rimpang temulawak berukuran paling besar di antara semua rimpang genus Curcuma. Rimpang temulawak terdiri dari rimpang induk (empu) dan rimpang anakan (cabang). Rimpang induknya berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau coklat kemerahan. Bagian dalam berwarna jingga kecoklatan. Dari rimpang induk ini keluar rimpang kedua yang lebih kecil. Rimpang ini memiliki bau harum dan rasanya pahit agak pedas. Bunga temulawak pendek dan lebar, berkembang secara teratur, berwarna putih kuning atau kuning muda bercampur warna merah di puncaknya (Afifah dkk, 2005). c. Kandungan dan Manfaat Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa dan mineral. Di antara komponen tersebut yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid pada temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin. Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat, sumber karbohidrat, bahan penyedap masakan dan minuman, serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
pewarna alami untuk makanan dan kosmetika. Temulawak dapat digunakan untuk pengobatan gangguan fungsi hati, obat anti-inflamasi atau antiradang. Temulawak juga mempunyai sifat fungistatik dan bakteriostatik pada jenis Staphyllococcus dan Salmonella. Temulawak juga dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan, menyembuhkan sakit maag, batuk, asma, sariawan, malaria, ambeien, sembelit dan diare. Sementara itu dalam bidang kosmetika, temulawak digunakan sebagai antijerawat dan astrigen. Daya antiseptik ringan yang dimiliki temulawak dapat membersihkan kulit dari bakteri-bakteri patogen, sehingga radang jerawat berangsur-angsur membaik, mengering dan akhrinya sembuh (Afifah dkk, 2005). Dari analisis kimia menunjukkan komponen utama Curcuma xanthorrhiza Roxb. adalah minyak atsiri dan kurkuminoid yang digunakan sebagai antibakteri. Ekstrak etanol 70 % rimpang Curcuma xanthorrhiza Roxb. dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans pada konsentrasi 1,05,0 % (b/v) dengan KHM (Kadar Hambat Minimum) 0,1 % (b/v) sedangkan Bacillus cereus dalam konsentrasi 2,0-5,0 % dengan KHM (Kadar Hambat Minimum) 2.0% (b/v) (Mangunwardoyo dkk, 2012). Krim antijerawat temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang merupakan bakteri penyebab jerawat dengan KHTM
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
(Kadar Hambat Tumbuh Minimun) masing-masing adalah 0,03 % b/v dan 0,38% b/v (Soebagio dkk, 2006). Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari campuran komponen senyawa yang bernama kurkumin dan desmetoksi kurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkumin tidak larut dalam air dan dietileter. Kurkuminoid mempunyai aroma khas, tidak bersifat toksik (Kiswanto, 2005) Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (Bobot molekul = 368).
Gambar 2. Struktur Kurkumin
Senyawa kurkumin ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti antibiotik, alkaloid, steroid, minyak atsiri, resin, fenol dan lain-lain merupakan hasil metabolit sekunder suatu tanaman (Kristina dkk, 2006) Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna commit kuning to atau kuning jingga, sedangkan dalam user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
suasana basa berwarna merah. Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin dalam suasana basa, karena selain terjadi proses disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat mengalami degradasi membentuk asam ferulat dan ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi degradasi kurkumin, karena proses degradasi sangat dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu hasil degradasi, yaitu feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan mempengaruhi warna merah yang seharusnya terjadi. Sifat kukuminoid lain yang penting adalah aktivitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi struktur (Kiswanto, 2005). 2. Tinjauan tentang ekstrak a. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979). Ekstrak dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Ekstrak encer (Extractum tenue), sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan mudah dituang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
2) Ekstrak kental (Extractum spissum), sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang kandungan airnya berjumlah sampai 30%. 3) Ekstrak kering (Extractum siccum), sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokan. 4) Ekstrak cair (Extractum fluidum), diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 atau 1 bagian ekstrak cair (Voigt, 1995). b. Metode Ekstraksi Ekstraksi yaitu penarikan zat yang diinginkan dari bahan obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih disesuaikan dengan zat yang akan dilarutkan. Proses ekstraksi adalah dengan mengumpulkan zat aktif dari bahan mentah obat dan mengeluarkannya dari bahan-bahan sampingan yang tidak diperlukan (Ansel, 1989). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Maserasi merupakan proses paling tepat untuk obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai meresap ke dalam sel, sehingga zat – zat yang mudah larut akan melarut. Dalam proses maserasi, obat yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang mulut besar, bersama cairan penyari yang telah ditentukan, bejana ditutup rapat dan isinya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
dikocok berulang-ulang lamanya biasanya 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus. Ekstrak dipisahkan dari ampasnya dan membilasnya dengan cairan penyari baru (Ansel, 1989). Keuntungan maserasi adalah cara kerja dan peralatan yang digunakan relatif sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian maserasi adalah pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna (Anonim, 1986). 3. Krim a. Pengertian dan Fungsi Krim Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anonim,1979). Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan komposisi, misalnya ada penambahan salah satu fase secara berlebihan (Syamsuni, 2006). Fungsi krim antara lain : sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, bahan pelumas bagi kulit, dan pelindung untuk kulit seperti mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit (Anief, 2000). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Krim harus stabil selama pemakaian dan penyimpanan sehingga bebas dari
hal-hal
yang
mempengaruhi
stabilitasnya
yaitu,
peristiwa
incompabilitas dari bahan dasar yang menyebabkan perubahan warna, bentuk dan perubahan fisik lainnya. Temperatur kamar dan kelembaban yang ada di kamar menyebabkan sediaan menjadi keras, encer atau memisah (Anonim, 1979). b. Sistem HLB Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu di antara lebih atau kurang dominan. Dengan metode ini tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut. Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar atau lebih lipofil. Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan
emulsi
air-dalam-minyak.
Sedangkan
zat-zat
yang
mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyakdalam-air (Ansel, 1989). Tabel 1. Aplikasi Penggunaan HLB
Nilai HLB 3-6 7-9 8-10 13-15 15-18
Tipe Sistem Emulgator A/M Zat pembasah Emulgator M/A Zat pembersih Pembantu kelarutan
(Anief, 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Tabel 2. HLB Value
Commercial Name HLB Value Glyceryl monostearate 3.8 PEG 400 Monoleate 11.4 PEG 400 Monostearate 11.6 PEG 400 Monolaurate 13.1 Potassium oleate 20.0 Sodium lauryl sulfate 40 Sodium oleate 18 Span® 20 8.6 Span® 40 6.7 Span® 60 4.7 Span® 65 2.1 Span® 80 4.3 Span® 85 1.8 Triethanolamine oleate 12 Tween® 20 16.7 Tween® 21 13.3 Tween® 40 15.6 Tween® 60 14.9 Tween® 61 9.6 Tween® 65 10.5 Tween® 80 15.0 Tween® 81 10.0 Tween® 85 11.0
(Anonim, 2014).
c. Tipe Krim 1) Tipe A/M Dasar salep emulsi tipe A/M seperti Lanolin dan Cold Cream. Sifat dasar salep terhadap air yaitu berair, hidrofil, tidak larut dalam air, tak tercuci dalam air, tipe emulsi A/M.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
2) Tipe M/A Dasar salep emulsi tipe M/A seperti vanishing cream dan Hydrophillic ointment. Vanishing Cream, sebagai dasar untuk kosmetik dengan tujuan pengobatan kulit. Kandungan asam stearat berlebihan dan merupakan lapisan film asam stearat yang tinggal pada kulit bila krim digunakan dan airnya menguap. Sifat dasar salep terhadap air yaitu berair, dapat menyerap air, tak larut dalam air, tercuci dan tipe emulsi M/A (Anief, 2007). Keuntungan tipe M/A antara lain : (1) Daya sebar pada kulit baik (2) Efek dingin yang ditimbulkan akibat lambannya penguapan air pada kulit (3) Mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaiannay pada bagian tubuh berambut. (4) Pelepasan obatnya baik (Ansel, 2008). d. Bahan Penyusun Krim Bahan penyusun krim ada dua yaitu bahan penyusun utama dan tambahan. Bahan penyusun utama terdiri dari : 1) Zat berkhasiat Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan cara pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah tipe krim air dalam minyak atau minyak dalam air. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
2) Minyak Merupakan salah satu fase cair bersifat nonpolar. 3) Air Merupakan satu fase cair yang bersifat polar. Untuk pembuatan digunakan air yang telah dididihkan dan segera digunakan setelah dingin. 4) Pengemulsi Umumnya berupa emulgator anion, kation atau noion. Pemilihan emulgator didasarkan atas jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolamin stearat, golongan sorbitan, polisorbat, poliglikol, sabun. Untuk membuat krim tipe A/M digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida (Taufik, 2014). Bahan penyusun pendukung digunakan untuk meningkatkan penetrasi pada kulit dan menjaga kestabilan sediaan. Bahan penyusun pendukung terdiri dari : 1) Zat untuk memperbaiki konsistensi Konsistensi
sediaan
topikal
diatur
untuk
mendapatkan
bioavabilitas yang maksimal, selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang estetis dan acceptable. Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
2) Zat pengawet Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu penambahan
zat
yang
dapat
mencegah
pertumbuhan
mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben 0,12%-0,18% atau propil paraben 0.02%-0,05%. 3) Pendapar Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas sediaan.
Pemilihan pendapar harus
diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan, terutama pH efektif untuk pengawet. 4) Pelembab Pelembab atau humektan ditambahkan dalam sediaan topikal dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak, mengembang dan tidak keriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat tambahan ini adalah : gliserol, PEG, sorbitol (Taufik, 2014). Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping
user Kekeringan kulit ditinjau dari bersifat protektif commit terhadapto kulit.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
sudut biokimia tidak lain merupakan kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa digunakan gliserin dan propilenglikol. Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air, menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat penguapan air dari kulit (Ditjen POM, 1985). Menurut Dwiastuti (2010), Humektan akan menjaga kestabilan sediaan dengan cara mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan,
secara
tidak
langsung
humektan
juga
dapat
mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering. Humektan adalah suatu bahan higroskopis yang mempunyai sifat dapat mengikat air dari udara yang lembab dan sekaligus mempertahankan air yang ada pada sediaan. Sampai suhu dan derajat
kelembaban
relatif
tertentu,
humektan
dapat
mempertahankan kadar air pada sediaan yang dioleskan di permukaan kulit dan mendistribusikan kelembaban tersebut ke epidermis. Kemampuan tersebut tergantung pada jenis humektan dan kelembaban lingkungan sekitarnya (Sipahutar, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
5) Antioksidan Antioksidan
dimaksudkan
untuk
mencegah
terjadinya
ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi. Contoh : tokoferol. 6) Penstabil Penstabil dimaksudkan untuk menjaga kestabilan antara fase dispers dan fase terdispers. Contoh : pilovinil alkohol (Taufik, 2014). e. Teknologi Pembuatan Krim Metode pembuatan secara umum meliputi proses peleburan dan emulsifikasi komponen yang tidak campur air, misalnya minyak dan lilin, fase minyak dilebur di atas waterbath, begitu juga dengan fase air dengan temperatur 90o – 75o C. Sementara larutan berair yang tahan pemanasan dan larut dalam air dipanaskan dalam temperatur yang sama dengan komponen yang berlemak. Kemudian larutan berair ditambah perlahan-lahan disertai pengadukan yang konstan, untuk menjaga kristalisasi dari lilin dan minyak, campuran didinginkan dengan pengadukan terus menerus sampai homogen dan mengental. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir kali. Penambahan serbuk yang tidak larut biasanya digerus dengan sebagian basis (Ansel, 1989).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Krim dibuat dengan dua metode umum : campuran dan pelelehan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya. 1) Pencampuran Dalam metode pencampuran, komponen dari dasar krim dicampur dengan penumbukan dan pengadukan yang kuat sampai sediaan yang rata tercapai. 2) Peleburan Dicampurkan
dengan
melebur
bersama-sama
didinginkan
dengan
pengadukan
yang
konstan
mengental.
Komponen-komponen
yang
tidak
dan
sampai dicairkan
biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen (Ansel,1989). f. Kerusakan Krim Penyimpanan krim dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan krim atau stabilitas krim berkurang. Ada 3 macam kerusakan krim, yaitu : 1) Flokulasi dan Creaming Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana masing-masing lapisan mengandung fase dispers yang berbeda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Creaming bersifar reversible artinya bila digojog perlahan-lahan akan homogen kembali. 2) Koalesensi atau Cracking/Breaking Cracking/breaking yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel sudah rusak dan butir-butir minyaknya akan berkoalesen. Cracking bersifat irreversible yaitu penggojokan sederhana tidak dapat terbentuk kembali emulsi yang stabil. 3) Inversi Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A menjadi tipe A/M atau sebaliknya (Anief, 2000). g. Evaluasi Sediaan Krim 1) Organoleptis Uji organoleptis terdiri dari warna, bau dan homogenitas dari krim dapat dilihat secara visual untuk melihat konsistensi dari sediaan krim apakah merata (homogen) dan tetap stabil dalam penyimpanan. 2) pH Profil pH perlu untuk stabilitas dan kelarutan dari produk akhir. pH kelarutan merupakan gambaran kelarutan obat pada berbagai pH fisiologik. pH untuk sediaan topikal biasanya sama dengan pH kulit yaitu antara 4,5-7. Sedangkan pH stabilitas akan membantu menghindari atau mencegah kerusakan produk selama penyimpanan atau penggunaan (Warsitaatmaja, 1997). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
3) Daya lekat Daya lekatnya dengan tujuan untuk mengetahui berapa lama suatu krim dapat melekat pada kulit. Semakin lama krim tersebut melekat pada kulit semakin baik. 4) Daya sebar Daya sebar krim diartikan sebagai kemampuan penyebaran krim pada kulit. Sebuah sampel krim dengan volume tertentu diletakkan di pusat antara dua lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani dengan meletakkan anak timbang diatasnya. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatnya beban, merupakan karakteristik daya sebarnya. 5) Daya Proteksi Uji daya proteksi dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk melindungi tempat pengobatan dari pengaruh luar, yaitu dengan jalan menempelkan dua potong kertas saring. Kertas saring dibasahi dengan fenolftalein kemudian diolesi dengan krim, selanjutnya ditempeli dengan kertas saring lainyang telah diproteksi dengan paraffin cair kemudian ditetesi dengan larutan kalium hidroksida. Jika tidak terdapat noda kemerahan, berarti krim mampu memberikan proteksi (Voigt, 1984).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
6) Viskositas Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya (Martin, 1993). 4.
Faktor penyebab ketidakstabilan sediaan Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat dapat dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah labilitas bahan obat dan bahan pembantunya sendiri yang dihasilkan oleh bangun kimiawi dan kimiafisikanya. Kedua adalah faktor luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya yang dapat menginduksi atau mempercepat jalannya reaksi (Voigt,
1995).
Selain
itu,
menurut
Parrot
(1978)
faktor
yang
mempengaruhi ketidakstabilan yaitu cara penyimpanan obat yang benar, pemilihan wadah yang tepat, interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat. Oleh karena itu, stabilitas dapat dibedakan antara perubahan fisika, kimia dan mikrobiologis. Perubahan fisika dapat berupa perubahan struktur, perubahan kondisi distribusi (pecahnya emulsi atau adanya sedimentasi), perubahan konsistensi, perubahan perbandingan kelarutan, perubahan perbandingan hidratasi (Voigt, 1995). Dalam penyimpanan terkadang sediaan mengalami ketidakstabilan fisik yang separah atau terkadang lebih parah daripada ketidakstabilan kimia bahan berkhasiat. Contoh ketidakstabilan fisik seperti, bertambah atau berkurangnya laju disolusi dan waktu disintegrasi, pecahnya emulsi, penggumpalan susupensi, pudarnya warna, pembentukan warna. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
penting lainnya adalah kemasan, khususnya jika wadah yang digunakan adalah wadah yang terbuat dari bahan sintesis. Kemasan yang dipilih harus cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Bahan-bahan yang terpilih harus mempunyai sifat-sifat seperti : a. Harus melindungi preparat dari keadaan lingkungan b. Tidak boleh bereaksi dengan produk tersebut c. Tidak boleh memberikan rasa atau bau kepada produk d. Tidak toksik e. Harus memenuhi tuntutan tahan banting yang sesuai (Lachman dkk, 2008). 5. Tinjauan bahan a. Gliserin Gliserin mengandung tidak kurang dari 95 % dan tidak lebih dari C3H8O3. Pemeriannya adalah cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus. Kelarutan dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap (Anonim, 1995). Titik lebur 18⁰C dan titik didih 290⁰C, stabilitasnya higroskopik dengan adanya udara dari luar (mudah teroksidasi), mudah terdekomposisi dengan adanya pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal tidak mencair sampai suhu 20⁰C akan timbul ledakan jika dicampur dengan bahan teroksidasi. Digunakan sebagai bahan tambahan (Anonim, 1979). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Gliserin merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3-propanetriol. Struktur kimia dari gliserin adalah sebagai berikut : CH2OH CHOH
CH2OH (Anonim, 1979) b. Propilen Glikol (1,2-propanediol) Propilen glikol digunakan sebagai bahan pelembab yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan salama penyimpanan dapat dipertahankan. Propilen glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik. Kelarutan dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak P. Stabilitasnya di temperatur dingin dan dalam wadah tertutup baik propilen glikol stabil, tapi dalam temperatur tinggi dan tempat terbuka mudah teroksidasi dan menghasilkan produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen glikol stabil secara kimia ketika dicampur dengan etanol 95%, gliserin , atau air. Propilen glikol adalah senyawa higroskopik sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya di tempat dingin dan kering. Digunakan sebagai bahan tambahan (Anonim, 1979). Struktuk kimia propolen glikol : CH3
commit to user CH(OH) CH2OH (Anonim,1979)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
c. Asam Stearat Asam Stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat C18H36O2 dan dan asam heksadekanoat C16H32O2. Pemerian zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). d. Vaselin Album Vaselin putih adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemerian massa lunak, lengket, bening, putih : sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berfluoresensi lemah juga jika dicairkan, tidak berbau, hampir tidak berasa. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P, larutan kadang-kadang beropalesensi lemah. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). e. Alcoholum Cetylicum (Setil alkohol) Setil alkohol mengandung tidak kurang dari 90% C16H34O, selebihnya terdiri dari alkohol lain yang sejenis. Pemerian serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, rasa lemah. Kelarutan tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu (Anonim, 1979). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
f. Natrium Lauryl Sulfat Pemerian kristal atau serbuk berwarna putih atau krem sampai kuning pucat. Kelarutan : larut dengan mudah dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Kegunaannya sebagai surfaktan anionik, emulsifying agent, penetrasi kulit, zat pembasah (Rowe dkk, 2009). g. Aquades Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Sebagai pelarut (Anonim, 1979). h. Metil Paraben (Nipagin) Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Sebagai zat tambahan, zat pengawet (Anonim, 1979). i. Propil Paraben (Nipasol) Pemerian serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida. Sebagai zat pengawet (Anonim, 1979). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
B. KERANGKA PEMIKIRAN Ekstrak etanol 70 % rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1,0-5,0 % (b/v) dengan KHM (Kadar Hambat Minimum) 0,1 % (b/v) (Mangunwardoyo dkk, 2012). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa krim antijerawat temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang merupakan bakteri penyebab jerawat dengan KHTM (Kadar Hambat Tumbuh Minimun) masing-masing adalah 0,03 % b/v dan 0,38% b/v (Soebagio dkk, 2006). Sediaan krim adalah merupakan emulsi setengah padat dengan tipe M/A atau A/M. Pemilihan krim tipe M/A karena daya sebar pada kulit baik, efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air, mudah dicuci dengan air sehingga memungkinkan pemakaiannya pada bagian tubuh yang berambut dan pelepasan obatnya baik. Humektan merupakan bahan tambahan dalam pembuatan sediaan krim. Humektan bersifat mempertahankan air dalam sediaan dan mengurangi penguapan air sehingga dapat mempertahankan stabilitas dan sifat fisik krim selama penyimpanan. Gliserin dapat digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 1-30 % sedangkan propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 1-15 %. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan krim yaitu karena perubahan suhu, kebanyakan degradasi obat berlangsung lebih cepat pada teperatur yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan membuat ekstrak temulawak menjadi sediaan krim dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
basis krim tipe M/A, dengan memformulasi 2 formula dengan humektan yang berbeda. Penggunaan humektan gliserin dan propilen glikol ini dimaksudkan untuk
mengetahui
humektan
yang
digunakan
pada
formula
dapat
mempertahankan kestabilan sifat fisik dan kimia krim pada suhu penyimpanan yang berbeda, mengetahui humektan yang lebih baik dalam mempertahankan kestabilan sifat fisik dan kimia sediaan krim dan mengetahui suhu penyimpanan yang paling baik dalam mempertahankan kestabilan krim ekstrak rimpang temulawak. Dalam penelitian ini digunakan suhu oven (40⁰C), suhu kulkas (28⁰C), dan suhu kamar (27-30⁰C) untuk penyimpanan selama empat minggu. Dengan suhu yang berbeda tersebut dapat merubah sifat fisik dan kimia dari krim, sehingga dapat diketahui krim yang memiliki sifat fisik paling stabil. Masing-masing formula krim dilakukan uji sifat fisik meliputi organoleptis, uji daya sebar, uji kemampuan proteksi, uji susut pengeringan, uji kelengketan, uji viskositas, uji tipe emulsi serta uji sifat kimia yaitu uji pH. Setelah dilakukan pengujian di atas dapat diketahui apakah humektan dapat mempertahankan kestabilan sifat fisik dan kimia krim antijerawat ekstrak rimpang temulawak
dan
dapat
ditentukan
humektan
yang
paling
baik
dalam
mempertahankan kestabilan sifat fisik dan kimia krim pada penyimpanan dalam suhu yang berbeda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
C. HIPOTESIS 1.
Perbedaan humektan diduga dapat mempengaruhi kestabilan sifat fisik dan kimia krim antijerawat ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan suhu penyimpanan yang berbeda.
2.
Diduga humektan gliserin yang memenuhi kestabilan sifat fisik dan kimia krim antijerawat ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
3.
Diduga suhu penyimpanan kulkas (2-8⁰C) dan kamar (27-30⁰C) dapat menjaga kestabilan krim selama penyimpanan.
commit to user