BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Temu ireng merupakan tumbuhan semak, batang berwarna hijau dan agak lunak karena merupakan batang semu yang tersusun atas kumpulan pelepah daun, panjang batang kurang lebih 50 cm, dan tinggi tumbuhan dapat mencapai 2 meter. Temu ireng merupakan tumbuhan yang dapat hidup secara liar di hutan-hutan jati, Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) adalah sejenis tumbuhanan yang rimpangnya dimanfaatkan sebagai campuran obat atau jamu. (Mandalina, S. 2011). 1. Morfologi Temu Ireng Temu ireng merupakan tanaman asli dari kawasan Asia Tenggara berbatang semu dengan ketinggian mencapai 1,5 m. Tanaman ini mempunyai rimpang berwarna gelap memiliki aroma khas. Daun tunggalnya berbentuk bulat telur dengan helaian daun berwarna hijau, bertulang daun menyirip, dan permukaan bagian atas terlihat garis-garis cokelat membujur. Pelepahnya melekat satu dengan yang lain hingga membentuk batang. Sementara bunga majemuk berwarna ungu merah dengan tangkai yang panjang mencapai 35 cm terutama di Pulau Jawa dari ketinggian 400 - 1.750 meter di atas permukaan laut dan tumbuhan ini menyukai tanah subur. Daunnya berbentuk lanset lebar dengan helaian daun yang tipis, warna daun hijau sampai coklat keunguan agak gelap. (Mursito, B. 2003). 4
5
2. Kegunaan Temu Ireng Rimpang rasanya pahit, tajam, dingin. Rimpang berkhasiat untuk membangkitkan nafsu makan, melancarkan keluarnya darah kotor setelah melahirkan, penyakit kulit seperti kudis, dan borok, perut mules (kolik) ,sariawan, batuk, sesak nafas, dan cacingan, encok, kegemukan badan. (Setiawan, 2005). Rimpang temu ireng mengandung saponin, minyak atsiri, flavonoid, kurkuminoid, zat pahit, damar, lemak, mineral, minyak dan saponin. Kandungan minyak atsiri terbesar terdapat pada irisan temu ireng, dan kadar minyak atsiri maksimal terdapat pada waktu rimpang belum bertunas dan mengeluarkan batang atau daun yang tumbuh. (Widyawati M, Darsono FI, Senny YE, 2003). Minyak atsiri adalah bagian komponen tanaman yang mempunyai banyak manfaatnya. Salah satunya manfaat dalam bidang kesehatan yaitu sebagai anti bakteri. Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas mengandung Monoterpen dan Sesquiterpen. Monoterpen Curcuma aeruginosa terdiri dari Monoterpen Hidrokarbon (alfa pinen, D-kamfen), Monoterpen Alkohol (D-borneol), Monoterpen Keton (D-kamfer), dan Monoterpen Oksida (sineol). Dari hasil penelitian dikemukakan bahwa minyak atsiri memiliki anti mikroba terhadap S. aureus dan E.coli. (Khoridah, S. 2007). Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman penghasilnya. Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri
6
sebagai bahan pewangi atau penyedap. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik. Minyak atsiri dari suatu tanaman tertentu secara umum mempunyai komposisi kimia tertentu yang pada prinsipnya memberikan aktivitas anti mikroba yang spesifik khususnya untuk bakteri S. aureus. Komposisi dari minyak atsiri sangat bervariasi, dan terdiri dari beberapa komponen yang sangat kompleks. Tetapi sebagian besar minyak atsiri terdapat dalam bentuk terpena. Terpena hidrokarbon dibedakan menjadi hemiterpena, monoterpena, seskuiterpena, diterpena, tritepena, politerpena (Triayu. S, 2009). 3. Temu Ireng sebagai Penyembuh Luka Penyebab terjadinya luka dapat disebabkan oleh berbagai macam dan termasuk jenis lukanya. Luka akan menimbulkan seperti kerusakan kulit, jaringan otot, bahkan sampai tulang. Luka terdiri dari beberapa kategori yaitu luka abrosi (lecet), luka laserasi (luka robek), luka kontusio (luka memar), dan luka tusuk (Lazuardi, 2010). Luka aborsi (luka lecet), luka ini terjadi karena gesekan pada permukaan kulit yang melawan permukaan benda kasar, biasanya hanya mengenai kulit lapisan luar atau membrane mukosa, atau kulit sedikit terkikis (seperti jatuh terseret, dan lainnya). Luka laserasi (luka robek), luka laserasi terjadi kerusakan jaringan. Dapat disebabkan misalnya oleh pecahan gelas, kaca atau benda tajam. (Luka ini akan mudah dikontaminasi dan timbul infeksi). Luka kontusio (luka memar), luka yang terjadi dengan tidak menimbulkan kerusakan pada permukaan kulit. Dan
7
luka tusuk adalah luka yang dalam akibat dari benda-benda tajam seperti pisau, dapat juga pecahan gelas, dan paku (Romi, S. 2009).
B. Staphylococcus aureus 1. Morfologi Staphylococcus aureus adalah bakteri kokus, gram positif, tampak seperti anggur cluster bila dilihat melalui mikroskop dan memiliki besar, bulat, kuning keemasan koloni, sering kali dengan hemolisis ketika tumbuh pada lempeng agar darah. Penampilan emas adalah etimologi akar dari nama bakteri : aureus berarti “emas” dalam bahasa latin. Beberapa diaantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, dan berbagai infeksi dan bahkan bahan septikimia fatal. S. aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel (Jawetz, E., et al, 2005). Infeksi oleh jenis kuman ini yang terutama menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal. Kecuali impetigo, umumnya kuman ini menimbulkan penyakit yang bersifat sporadic bukan epidemik. (FKUI, 1994).
8
2. Sifat biakan Staphylococcus
aureus
mudah
tumbuh
pada
perbenihan
bakteriologik dalam keadaan aerobiks dan mikroaerobik. S. aureus paling cepat tumbuh pada suhu 370C tetapi paling baik pada suhu kamar (200-250C). Koloni pada perbenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilaukilau, membentuk pigmen (Jawetz, E., et al, 2005). Pada media NA (Nutrient Agar) setelah diinkubasi selama 24 jam koloninya berpigmen kuning emas berukuran 20 μm (sebesar kepala jarum), bulat, cembung, licin, berkilau, keruh, tepinya rata. Pada media BAP (Blood Agar Plate) daerah di sekitar koloni terlihat zona beta hemolisa (zona jernih) yang lebar. Pada media MSA (Manitol Salt Agar) koloni berwarna kuning karena terjadi fermentasi manitol menjadi asam, dengan indikator phenol red warna media semula berwarna merah berubah menjadi kuning (Tambayong, 2009). Uji katalase pada Staphylococcus aureus positif. Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Uji ini dengan langkah mengambil 1 mata ose koloni dari media BAP letakan pada objek glass yang steril, ratakan koloni jangan sampai menumpuk, kemudian ditetesi dengan 1-2 tetes H2O2 3%, amati ada atau tidaknya gelembung jika ada gelembung maka uji katalase positif sebaliknya jika tidak ada gelembung maka uji katalase negative. Uji novobiosin pada Staphylococcus aureus positif. Uji novobiosin dengan diameter zona
9
penghambat pertumbuhan ≥ 18 mm uji dikatakan sensitive, sedangkan dengan diameter zona penghambat pertumbuhan < 18 mm resisten. Uji koagulase positif ditandai dengan adanya butiran pasir, terjadi koagulase plasma yang mengandung protein yang digumpalkan oleh enzim koagulase dalam bakteri (Waluyo, 2005). 3. Toksin dan Enzim Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit karena kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan beberapa zat yang diproduksi antara lain: eksotoksin, endotoksin, katalase, koagulasi, dan enzim yang lain seperti proteinase, lipase dan beta laktamase (Jawetz, E., et al, 2005). 4. Patogenitas Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit ringan pada kulit dari infeksi, seperti jerawat, bisul (furuncles), selulitis folikulitis, carbuncles, sindrom kulit tersiram air panas. Staphylococcus aureus yang petogenik dan bersifat inpasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik. Staphylococcus aureus yang non patogenik dan tidak invasif. Organisme semacam itu jarang menyebabkan supurasi tapi dapat menginfeksi protesa dibidang ortopedi atau kardiovaskular atau menyebabkan penyakit pada orang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Jawetz, E., et al, 2005).
10
C. Mekanisme Antibiotik 1. Antibiotik yang mempengaruhi dinding sel Sel kuman dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dinding sel, yang melindungi membran protoplasma, baik mekanik maupun non mekanik. Karena mampu merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya, akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap tekanan osmotik. 2. Antibiotika mengganggu fungsi membran sel Membran sel memegang peranan penting dalam sel, yakni sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan pengangkutan aktif, dan mengendalikan susunan dalam sel. Membran sel mempengaruhi konsentrasi metabolit dan bahan gizi di dalam sel dan merupakan tempat berlangsungnya aktifitas biosintetik tertentu. Beberapa antibiotika diketahui mampu merusak atau memperlemah satu atau lebih dari fungsi-fungsi tersebut. Bila fungsi terganggu, maka akan menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sel. Hanya beberapa antibiotika jenis ini yang dipakai untuk klinik, karena kebanyakan darinya toksik bagi manusia. 3. Antibiotika yang menghambat sintesis protein Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama, yakni transkripsi (sintesis asam ribonukleat) dan translasi (sintesis protein yang ARN-depent). Antibiotika yang mampu menghambat salah satu proses ini, akan menghambat sintesis protein.
11
4. Antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat Antibiotika ini merupakan penghambat efektif terhadap sintesis AND (Asam Deoxsiribo Nukleat) / DNA (Deoxribo Nucleic Acid). Sebenarnya, obat-obat demikian membentuk kompleks dengan AND melalui ikatan pada residu deoksiguanosin. Kompleks AND aktinomisin menghambat polymerase ARN (Asam Ribo Nukleat) / RNA (Ribo Nukleic Acid) yang tergantung pada AND serta menahan pembentukan ARN-m. (Waluyo, 2005).
D. Minyak Atsiri sebagai Anti Bakteri Minyak atsiri yang terdapat dalam batang serai dapat menghambat pertumbuhan bakteri yaitu dengan cara merusak dinding sel bakteri, karena bakteri Bakteri memiliki lapisan luar yang disebut dinding sel yang dapat mempertahankan bentuk bakteri dan melindungi membran protoplasma dibawahnya. Selain itu, minyak atsiri juga memiliki kemampuan merubah molekul protein dan asam nukleat. Minyak atsiri dapat mengubah keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat sehingga merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Penghambatan kerja enzim. Setiap enzim yang ada di dalam sel bakteri merupakan
sasaran
potensial
bagi
bekerjanya
suatu
penghambat,
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel (Suryaningrum.S , 2009)