BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan Tumbuhan Girang (Leea aequata L). merupakan tumbuhan perdu, tahunan, tingginya 1½-3 m. Batang tumbuhan ini berkayu, bercabang, bentuk bulat, masih muda berambut, dan hijau. Daun tumbuhan majemuk, anak daun lanset, bertangkai pendek, tepi daun begerigi, ujung daun runcing, pangkal membulat, panjangnya 6-25 cm, lebarnya 3-8 cm, berambut dan bewarna hijau. Bunga tumbuhan majemuk, bentuk malai, kelopak bulat telur, panjang 2-5 cm, kuning keputih-putihan. Buahnya berbentuk bulat, diameter ±12 mm, masih muda hijau dan setelah tua ungu kehitaman dengan biji kecil, bentuk segitiga, dan bewarna putih kekuningan. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan berakar tunggang dengan warna cokelat muda (Depkes RI, 2001). 2.1.2 Habitat Tumbuhan ini tumbuh tersebar di seluruh pulau Jawa pada ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukaan laut, sebagai semak yang tidak berduri yang tumbuh di tepi sungai-sungai dan dibawah belukar lain di lembah-lembah (Heyne, 1950). 2.1.3 Nama umum dan nama daerah Leea aequata L. memiliki nama umum/dagang: girang. Nama daerahnya antara lain seperti : ginggiyang (Sunda), girang (Jawa Tengah), jirang (Madura), kayu ajer perempuan (Melayu), mali-mali (Makasar), uka (Maluku) (Depkes RI, 2001).
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistematika tumbuhan Menurut Herbarium Medanense (2016), klasifikasi tumbuhan girang adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Vitales
Famili
: Vitacea
Genus
: Leea
Spesies
: Leea aequata L.
2.1.5 Manfaat tumbuhan Daun Leea aequata L. berkhasiat sebagai obat luka baru dan pegal linu. Untuk obat luka baru dipakai ±30 gram daun segar Leea aequata L., dicuci, ditumbuk sampai lumat, ditempelkan pada luka dan dibalut dengan kain bersih (Depkes RI, 2001). Akar dan daun muda tanaman ini digunakan oleh masyarakat di Bangladesh untuk mengobati luka dan bengkak di pembuluh darah yang digunakan dengan cara meletakkan tapal akar dan daun di bagian yang sakit. Tanaman ini juga digunakan dalam pengaobatan bisul, tukak lambung, hydocele, rematik, ureterolithiasis, vertigo, mual, anastesi kulit, bilious fever, bronchitis, dispepsia, gatal, kusta dan TB ulkus (Motaleb, dkk., 2013). Akar dan batang berkhasiat sebagai astringen, dan antelmentik. digunakan untuk gangguan pencernaaan, sakit kuning, demam kronis, dan malaria. Minyak atsiri – menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis, juga menghambat
7
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan Micrococcuspyogenes var. aureus dan Pasteurella pestis. Akar, umbi dan batang – sebagai mucilago, dan astringen. Daun dan ranting – antiseptik, dan digunakan untuk mengobati luka (Khare, 2007). 2.1.6 Kandungan kimia Hasil karakterisasi simplisia daun girang yang telah dilakukan oleh Malinda, (2015) diperoleh kadar air 4%, kadar sari larut air 8,11%, kadar sari larut etanol 9,61%, kadar abu total 7,58% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0.65%. Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun girang menunjukkan hasil positif pada alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin, saponin, steroid/triterpenoid.
2.2. Mineral Unsur-unsur mineral yang telah terbukti esensial dalam makanan ada kurang- lebih tujuh belas. Analisis abu mineral menunjukkan bahwa ada lebih dari dua puluh macam unsur yang terdapat dalam tubuh, yaitu: kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium, klor, magnesium, besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molibden, kobalt, krom, fluor dan sedikit (traces) vanadium, barium, brom, strontium, emas, perak, nikel, aluminium, timah, bismuth, gallium, silicon, arsen dan lain-lain. Sebagian besar mineral terdapat dalam tulang, dan kurang lebih kandungan mineral tubuh adalah 4%. Mineral yang esensial sebagai zat gizi dibagi dalam dua kategori, yaitu unsur-unsur makronutrien seperti kalsium, fosfor, besi, magnesium, sulfur, natrium, kalium dan klor (>0,005% BB) dan unsur mikronutrien seperti iodium, tembaga, kobalt, mangan, seng, selenium, molibden, fluor, dan sebagainya (<0,005%BB) (Poedjiadi, 1994).
8
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Natrium Natrium penting untuk membantu mempertahankan volume dan keseimbangan cairan tubuh. Kadarnya dalam cairan tubuh diatur oleh mekanisme homeostatis. Banyak individu mengkonsumsi natrium melebihi dari yang dibutuhkan. Pembatasan natrium seringkali dianjurkan pada pasien gagal jantung kongestif, sirosis hati dan hipertensi. Asupan yang kurang dari normal yang dimulai sejak masa kanak-kanak akan berlanjut sampai dewasa dapat membantu pencegahan hipertensi pada individu tertentu. Akan tetapi pembatasan natrium pada wanita sehat selama kehamilan tidak dianjurkan (Dewoto, 2012). Hipernatremia jarang ditemui pada individu sehat tetapi dapat terjadi setelah diare atau muntah yang lama terutama pada bayi, pada gangguan ginjal, fibrosis kistik atau insufisiensi korteks adrenal atau pada penggunaan diuretik tiazid. Keringat yang berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang banyak dan perlu diganti dalam bentuk air dan NaCl (Dewoto, 2012). 2.2.2 Kalium Perbedaan kadar kalium (kation utama dalam cairan intrasel) dan natrium (kation utama dalam cairan ekstrasel) mengatur kepekaan sel, konduksi impuls saraf dan kesetimbangan dan volume cairan tubuh (Dewoto, 2012). Meskipun defisiensi jarang terjadi pada individu yang mendapat makanan cukup, hipokalemia dapat terjadi pada anak-anak yang makanannya tidak mengandung protein. Penyebab hipokalemia yang paling sering ialah diare yang berkepanjangan terutama pada anak, hiperaldosteronisme, terapi cairan parenteral yang tidak tepat atau tidak mencukupi, penggunaan kortikosteroid atau laksan
9
Universitas Sumatera Utara
jangka lama. Aritmia jantung dan gangguan neuromuskular merupakan akibat hipokalemia yang paling berbahaya (Dewoto, 2012). 2.2.3 Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak didapatkan didalam tubuh. Untuk absorpsinya diperlukan vitamin D, kebutuhan kalsium meningkat pada masa pertumbuhan, selama laktasi dan pada wanita pascamenopause. Bayi yang mendapat susu buatan memerlukan tambahan kalsium. Selain itu asupan kalsium juga perlu ditingkatkan bila makanan banyak mengandung protein dan/atau fosfor. Banyak peneliti yang menganjurkan asupan sekitar 1,2 g/hari untuk pasien alkoholik, sindrom malabsorpsi dan pasien-pasien yang mendapat kortikosteroid, isoniazid, tetrasiklin, atau antasid yang mengandung aluminium (Dewoto, 2012). 2.2.4Hubungan Mineral dengan Kontraksi Otot Tubuh dan Kejang Pada keadaan istirahat, bagian interior akson mamalia yang khas sekitar 70 mV negatif terhadap eksterior. Potensial istirahat pada dasarnya adalah potensial difusi, terutama berdasarkan pada konsentrasi 𝐾𝐾 + yang lebih besar didalam
aksoplasma dibandingkan dengan cairan ekstraseluler dan permeabilitas membran akson saat istirahat relatif tinggi terhadap ion ini. 𝑁𝑁𝑁𝑁+ dan 𝐶𝐶𝐶𝐶 − terdapat pada
konsentrasi yang lebih tinggi di dalam cairan ekstraseluler daripada didalam aksoplasma, tapi membran akson saat istirahat sangat kurang permeabel terhadap ion-ion ini. Oleh karena itu, perannya kecil terhadap potensial istirahat. Gradien konsentrasi ion-ion ini dipertahankan oleh transport aktif yang tergantung energi atau mekanisme pompa, yang melibatkan adenosin trifosfatase (ATPase) yang
10
Universitas Sumatera Utara
diaktivasi oleh Na+ pada bagian dalam membran dan oleh K+ pada permukaan luar membran (Hoffman dan Taylor, 2001) Bila ada depolarisasi yang mencapai ambang rangsang maka permeabilitas terhadap Na+ sangat meningkat Na+ masuk ke dalam aksoplasma dan menyebabkan potensial istirahat yang negatif tadi menuju netral dan bahkan menjadi positif (disebut polarisasi negatif). Ini diikuti repolarisasi, yaitu kembalinya potensial istirahat dengan terhentinya pemasukan Na+ dan keluarnya K+. Perubahan potensial tersebut di atas disebut potensial aksi saraf yang akan berjalan sepanjang akson sampai di ujung saraf, disini potensial aksi saraf memicu pelepasan transmiter. Transmiter yang dilepaskan dari ujung saraf praganglion ialah asetilkolin (Ach). Ikatan Ach dengan reseptornya akan meningkatkan permeabilitas membran pascasinaps terhadap Na+ dan K+. Proses ini merupakan dasar terjadinya potensial lempeng saraf yang akan merangsang membrane otot di sekitarnya dan menimbulkan potensial aksi otot, yang kemudian diikuti kontraksi otot secara keseluruhan (Setiawati dan Gan, 2007). Peningkatan sedang konsentrasi Ca2+ dalam cairan ekstrasel mungkin tidak memberi pengaruh yang dapat terdeteksi secara klinis terhadap aparatus neuromuskular. Namun, jika hiperkalsemia semakin parah, nilai ambang eksitasi saraf dan otot meningkat. Manifestasi keadaan ini secara klinis adalah kelemahan otot, letargi, dan bahkan koma. Sebaliknya, penurunan sedikit saja aktivitas Ca2+ dapat menurunkan nilai ambang eksitasi, yang mengarah pada tanda-tanda Chovestek dan Trosseau positif, seizure tetanus, dan laringospasme. Influks Ca2+ ke dalam sel diduga terjadi melalui difusi terfasilitasi yang diperantai oleh pembawa dan melalui penukaran Ca2+ untuk Na+. Beberapa saluran Ca2+ pada
11
Universitas Sumatera Utara
membran sel diatur oleh berbagai hormon dan neurotransmiter serta potensial membran. Di hati, Ca2+ intrasel terisolasi secara reversibel oleh retikulum endoplasma: di otot rangka, Ca2+ intasel terisolasi secara reversibel oleh retikulum sarkoplasma (Marcus, 2001). Ca2+ berperan penting dalam kopling eksitasi-kontraksi otot. Potensial aksi menstimulasi pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma. Ca2+ yang dilepaskan mengaktifkan kontraksi
melalui pengikatannya pada troponin, sehingga
meniadakan efek penghambatan troponin terhadap interaksi aktin-miosin. Relaksasi otot terjadi jika Ca2+ dipompa kembali ke dalam rertikulum sarkoplasma, memulihkan penghambatan troponin (Marcus, 2001).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analsis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.1 Hukum Dasar Spektrofotometri Serapan Atom Metode Spektroskopi serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang
12
Universitas Sumatera Utara
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi unutk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana pada transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan ke tingkat eksitasi. Misalkan, suatu unsur Na mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, dan 3s1. Tingkat dasar untuk elektron valensi 3s1 ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV atau ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV yang masing-masing bersesuaian dengan panjang gelombang 589,3 nm dan 330,2 nm. Keberhasilan analisis dengan SSA ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2 Instrumentasi Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber:Harris, 2007)
13
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.1 Sumber Sinar Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca bertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus(Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2.2 Alat Atomisasi (atomizer unit) Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2009). a. Nyala (flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Sumber nyala yang paling banyak
14
Universitas Sumatera Utara
digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2009). b. Tanpa nyala (flameless) Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka, oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomizing). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2.3 Monokromator Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik,dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut chopper (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.3.2.4 Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman.
Biasanya
digunakan
tabung
penggandaan
foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; (b) hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2009).
15
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.5 Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009). Menurut Gandjar dan Rohman (2009), yang dimaksud dengan gangguangangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwaperistiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel . Gangguan yang dapat terjadi yaitu: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis. Sifat- sifat tersebut adalah: viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas didalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna, dan ionisasi atom-atom di dalam nyala. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut :
16
Universitas Sumatera Utara
a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi Dengan suhu yang lebih tinggi, maka senyawa-senyawa akan bereaksi secara sempurna. Untuk menguraikan senyawa yang bersifat refratorik, tidak hanya suhu yang harus ditingkatkan akan tetapi juga komposisi nyala; yakni perbandingan antara gas pembakar dan gas pengoksidasi. Jika jumlah gas pembakar berlebih, maka nyala akan bersifat mereduksi dan hal ini penting untuk membantu proses peruraian (Gandjar dan Rohman, 2009). b. Penambahan senyawa penyangga. Senyawa penyangga akan mengikat gugus pengganggu (silikat, fosfat, aluminat, sulfat, dan sebagainya). Contoh unsur penyangga adalah Sr dan La yang ditambahkan pada analisis Ca secara SSA. Dengan penambahan senyawa penyangga ini maka ion fosfat akan terikat dan tidak akan membentuk Ca-fosfat yang bersifat refraktoris. Sementara itu, untuk menghindari pengaruh gangguan karena ionisasi dapat ditambahkan unsur lain yang mempunyai potensial aksi yang lebih rendah dari unsur yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009). c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis. Untuk mengekstraksi senyawa logam dalam pelarut organik, maka logam tersebut harus dibuat dalam bentuk kompleks baru kemudian kompleks tersebut dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Sebagai contoh, analisis tantalum dapat diganggu dengan adanya unsur kalium membentuk K2TaF6 yang bersifat refratorik. Meskipun demikian, kompleks TaF4 dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut metilisobutil keton (Gandjar dan Rohman, 2009).
17
Universitas Sumatera Utara
d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu. Gangguan kimia yang ditimbulkan oleh ion atau gugus pengganggu dapat dihindari dengan jalan mengekstraksi ion atau gugus pengganggu tersebut. Sebagai contoh, analisis logam dalam jumlah sekelumit (trace analysis) dalam biji besi. Adanya besi dalam jumlah yang besar dapat mengganggu proses penetapan kadar. Gangguan dari besi ini dapat dihindari dengan jalan mengekstraksinya menggunakan pelarut isobutil asetat (Gandjar dan Rohman, 2009). 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2009). Cara mengatasi gangguan penyerapan non atomik ini adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua cara ini masih belum bisa membantu menghilangkan gangguan penyerapan non atomik ini, maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non atomik menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu. Alat yang digunakan dilengkapi dengan lampu katoda nikel yang diisi dengan gas hidrogen (Gandjar dan Rohman, 2009).
2.4 Validasi Metode Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter
membuktikan
bahwa
tertentu
berdasarkan
parameter
tersebut
percobaan memenuhi
laboratorium
untuk
persyaratan
untuk
18
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisisadalah sebagai berikut: 2.4.1 Kecermatan(accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery)analit yang ditambahkan. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi dan metode penambahan baku (Harmita, 2004). Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan McB. Miller (2005), parameter ini memenuhi syarat jika nilainya berada pada rentang 80 - 120%. 2.4.2 Keseksamaan (precision) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
19
Universitas Sumatera Utara
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004). Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004). 2.4.3 Selektivitas (spesifitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). 2.4.4 Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien relasi (r) pada analisis regresi linier Y = a + bX (Harmita, 2004). Nilai r≥ 0, 97 menunjukkan adanya korelasi linear antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005). 2.4.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitas Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
20
Universitas Sumatera Utara