BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Ikan dan kerang merupakan sumber protein yang utama bagi penduduk yang tinggal di daerah-daerah sepanjang pantai. Ikan air tawar dan ikan air asin menjadi sumber pangan manusia yang utama maupun sebagai pilihan. Pada zaman kekaisaran Romawi, ikan yang hidup dibawa dalam tangki di atas kereta dari telaga dan danau ke Roma. Disana ikan dipertahankan tetap hidup sampai siap di makan (Dessrosier, Norman W, 1988). Ikan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu ikan bertulang belakang atau bersirip (finfish) yang biasanya disebut dengan istilah ikan, dan yang tidak bertulang belakang yang sering disebut sebagai kerang atau kerangkerangan. Kategori yang pertama (ikan) badannya ditutupi oleh sisik, sedangkan kerang badannya dibungkus kulit keras yang terdiri atas citin (Winarno, F, G, 1993). Berdasarkan kandungan lemaknya, ikan dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu: ikan dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%), ikan berlemak medium (2-5%), dan ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak antara 6-20% (Winarno, 1993). 1. Ikan tongkol Menurut klasifikasi yang dijelaskan oleh Dirjen Perikanan, 1979, ikan tongkol masuk kedalam kelas pisces, sub ordo Scombridea, famili Scombridae,
Genus Auxis, Species Auxis thazard. Dilihat dari ukuran tubuh, ikan tongkol termasuk ikan sedang atau ikan menengah karena panjang tubuhnya 20 cm. Dimana jika ikan masuk ukuran kecil, maka panjang tubuhnya kurang dari 15 cm., dan jika masuk ukuran menengah panjangnya antara 15-35 cm (Hadiwiyoto, 1993). Dalam Murniati dan Sunarman (2000), secara biologi ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan tuna. 2. Komposisi ikan tongkol Menurut Tabrani, 1997, secara anatomi komposisi ikan tongkol terdiri atas: a) Tulang-tulang antara lain: tulang belakang, tulang kepala, tulang iga, dan tulang sirip. b) Otot, sebagian besar terdiri dari otot putih dan sebagian kecil pada permukaan terdiri atas otot merah. c) Kulit dan sirip. d) Viscera, usus dan termasuk didalamnya saluran kencing yang merupakan faktor utama penyebab pembusukan. Selain dilihat dari segi anatomi, kita juga perlu mengetahui komposisi ikan tongkol berdasarkan bagian protein dan lemaknya. Menurut Stansby dalam Tabrani (1997), ikan tongkol termasuk kedalam ikan yang mengandung lemak 36,0%, protein 11,3%, air 52,5%, dan mineral 0, 53%.
Tabel 1. Komposisi kimia ikan tuna (termasuk ikan tongkol) dalam 100 g Zat Gizi
Satuan
Kadar
Air
g%
68
Protein
g
26
Energi
Kalori
180
Karbohidrat
g
0
Serat kasar
g
0
Lemak
g
6
Kolesterol
mg
430
Kalsium
mg
9
Besi
mg
1,15
Mangan
mg
57
Potassium
mg
44
Sodium
mg
0,68
Zink
mg
740
Vitamin A
Re
0,27
Tiamin
mg
1,13
Ribovlavin
mg
0,28
Niasin
mg
9,28
Sumber: Whitney, dkk, 1998
3. Ciri-ciri spesifik ikan tongkol Ikan tongkol memiki ciri-ciri badan memanjang kaku, bulat seperti cerutu, memiliki dua sirip punggung. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 10, sedang yang kedua berjari-jari keras 11 diikuti 6-9 jari-jari sirip tambahan. Sirip dubur berjari-jari lemah sebanyak 14 diikuti 6-9 jari-jari sirip tambahan. Terdapat satu lidah atau cuping diantara sirip perutnya. Badan tanpa sisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil dibagian belakang. Satu lunas kuat diapit dua lunas kecil pada daerah sirip ekornya (Dirjen Perikanan, 1979). Ikan tongkol termasuk ikan buas, predator yang hidup didaerah pantai, lepas pantai dan menggerombol dalam jumlah besar. Makanannya adalah ikan kecil-kecil dan cumi-cumi, panjang tubuh maksimal dapat mencapai 50 cm, tetapi umumnya 25-40 cm. Pada bagian atas berwarna hitam kebiruan danputih perak pada bagian bawah. Terdapat ban-ban hitam, serong, menggelombang pada bagian atas garis rusuk. Sirip perut dada berwarna gelap keunguan. Daerah penyebarannya terdapat di seluruh daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia Pasifik (Dirjen Perikanan, 1979).
B. Pengasapan ikan 1. Pengertian pengasapan ikan Pengasapan merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama digunakan oleh petani ikan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), pengasapan merupakan gabungan aktivitas penggaraman, pengeringan, dan pengasapan.
2. Tujuan pengasapan Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa yang khusus (keasap-asapan) pada ikan. Sebenarnya daya pengasapan itu sangat terbatas, sehingga supaya ikan dapat tahan lama harus diikuti atau didahului oleh cara pengawetan yang lain, misalnya sebelum diasapi ikan direndam dulu dalam larutan garam atau tawas (Moeljanto, 1992). Menurut Irawan (1995) dalam Hartoto (2003), tujuan dari pengasapan adalah memasak (mengawetkan) dan mengeringkan serta memberi rasa yang khas pada ikan yang diasapi. Jadi, pengasapan juga dikatakan “pengeringan buatan”, karena udara yang ada pada ruang pengasapan merupakan udara panas yang bercampur asap. 3. Tahap-tahap pengasapan Menurut Moeljanto (1982) tahap-tahap yanng perlu dilalui dalam proses pengasapan antara lain: a). Penggaraman Dalam penggaraman, konsentrasi garam dan lama perendaman tergantung pada keinginan pengolah, melalui tahap ini keuntungan yang didapat yaitu:daging yang kompak (firm) karena pengurangan air dan penggumpalan protein dalam daging ikan, dalam konsentrasi garam tertentu pertumbuhan bakteri pembusuk dapat terhambat, rasa daging ikan menjadi lebih enak. b). Pengeringan Sesudah ikan ditiriskan, ikan lalu dimasukkan kedalam ruang pengeringan selama 1 jam dengan suhu 40-600C. Melalui tahap ini keuntungan yang hendak
dicapai yaitu memungkinkan lapisan permukaan daging akan mennyerap asap yang terdiri dari partikel-partikel yang sangat halus. c). Pemanasan Pemanasan yang dilakukan disini hampir sulit dibedakan dengan tahap pengasapan itu sendiri, karena disini juga memerlukan panas untuk membuat ikan itu kering. Hanya saja ini merupakan tahap awal sebelum pengasapan yaitu dengan menggunakan suhu 60-800C selama 1 jam. d). Pengasapan Dalam proses pengasapan dikenal dua jenis pengasapan, yaitu pengasapan dingin (cold smoking) dan pengasapan panas (hot smoking). 1). Pengasapan dingin (cold smoking) Dikatakan pengasapan dingin karena menggunakan suhu antara 40-500C dan sumber panas berada jauh dari ikan yang diasapkan. Disini daging asap yang diperole dapat bertahan lama sampai beberapa hari atau hingga dua minggu karena ikan akan menyerap banyak asap dan menjadi kering sebab airnya menguap terus. Tetapi untuk ikan-ikan yang akan dimakan sebaiknya, menggunakan pengasapan panas. 2). Pengasapan panas ( hot smoking) Dikatakan pengasapan panas karena menggunakan suhu antara 65-800C dan sumber panas berada langsung di bawah ikan yang diasapkan. Dalam hal ini, ikan diharapkan dapat menyerap asap dan juga menjadi matang, selain itu ikan juga akan berasa sedap dan berdaging lunak, tetapi tidak tahan lama kecuali bila
suhu ruangan rendah. Hal ini disebabkan karena kadar air dalam daging ikan masih tinggi. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan menurut Moeljanto (1992) antara lain: jenis bahan baker, kadar air kayu pengasap, kerapatan asap atau kepekatan asap, suhu, kelembaban dan lama pengasapan. 5. Pengaruh pengasapan terhadap ikan Menurut Junianto, 2003, ikan yang melalui proses pengasapan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh tersendiri dalam beberapa hal, antra lain: a). Daya simpan Dalam proses pengasapan zat-zat seperti aldehida fenol, dan asam-asam yang bersifat racun bagi bakteri akan terserap kedalam ikan, hal ini dapat berakibat ikan yang diasapkan akan memiliki daya simpan yang lama tetapi daya simpannya terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam proses pengasapan harus didahului dengan tahap-tahap lainnya. b). Penampilan Kulit ikan yang sudah diasapi akan terlihat mengkilat, keadaan ini disebabkan oleh timbulnya reaksi kimia dari senyawa-senyawa dalam asap, yaitu formaldehida dengan fenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan.
c). Perubahan warna Dengan pengasapan, warna ikan akan berubah menjadi kuning emas sampai kecoklat-coklatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi fenol dengan O2 (zat asam) dari udara. d). Rasa sedap keasam-asaman Pengasapan juga menimbulkan rasa yang khusus. Hal ini disebabkan oleh asam-asam dan fenol serta zat-zat lain sebagai bahan pembantu. Dalam hal ini ketebalan asap atau banyaknya asap yang terserap oleh ikan akan menentukan tingkat rasa asap yang perlu disesuaikan dengan selera konsumen. Untuk itu, lama pengasapan sangat mempengaruhi rasa yang dihasilkan.
C. Tawas Tawas merupakan kristal putih yang berbentuk gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel-partikel lain sehingga berat, ukuran, dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap (Rifai 2002 dalam Intan septi 2004). Menurut Sukandarrumidi, 1999, dialam bebas kita dapat menemukan tawas dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk padatan cair (dalam batuan) seperti yang dijumpai didaerah Ciater (dekat Bandung) dan dalam bentuk air kawah seperti yang didapatkan dikawah gunung Ijen. Pada air tersebut mengandung 1 gram K2O dan 1,4 gram Na2O tiap 1 liter. Sedangkan tawas itu sendiri terjadi dari proses pelapukan dari batuan yang mengandung mineral sulfida didaerah vulkanis (solfarata) atau terjadi didaerah batu lempung, serpih batu sabak yang
mengandung pirit (FeS) dan markasit (FeS2). Kebanyakan tawas dijumpai dalam bentuk padat dalam batu lempung, serpih ataupun batu sabak. 1. Fungsi tawas secara umum Menurut Winarno (1997) dalam Intan Septi (2003) tawas adalah senyawa kimia berupa kristal bening yang memiliki fungsi antara lain: dapat digunakan dalam pelarutan air pada pembuatan bakso dengan takaran 1-2 gr / liter, pengering sekaligus membersihkan sumur, bahan kosmetik, zat warna tertentu, bubuk kue, dan sebagai zat penyamak kulit. Meskipun fungi-fungsi diatas sudah jelas, kita tidak boleh menggunakan tawas secara berlebihan, karena jika tawas digunakan dengan dosis yang berlebihan akan menimbulkan gangguan kesehatan yaitu berlebihnya
kadar
aluminium dalam tubuh, selain itu juga dapat menurunkan pH yang cukup besar, dan apabila digunakan dalam air, maka air yang diolah akan berasa asam. Tawas dalam bahan pangan pada umunya diangap aman oleh Food drug Administration bila digunakan menurut prosedur yang di sarankan sebagaimana dalam praktek komersial yang baik (Dessrosier 1996 dalam Robianti 2003). 2. Fungsi tawas dalam proses pengawetan ikan tongkol Pada umumnya orang-orang menggunakan larutan garam dalam proses perendaman. Tetapi dalam eksperimen ini, peneliti menggunakan larutan tawas untuk merendam ikan sebelum diasapkan. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh
masyarakat
didaerah
Bandarharjo
menggunakan tawas dengan konsentrasi 3-5%.
yang
merendam
ikan
tongkol
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Isworo (2002), hal-hal yang diperoleh dari perendaman menggunakan tawas antara lain: a) Umur atau daya simpan dari ikan asap tersebut dapat diperpanjang. b) Warna ikan asap lebih putih. c) Menghilangkam bau amis. d) Menghilangkan rasa pahit. e) Tekstur pada daging ikan menjadi kompak. f) Kadar proteinnya tidak berkurang.
D. Aluminium Aluminium merupakan unsur logam yang sangat berlimpah dan jumlahnya terbesar ketiga diantara logam-logam lain yang ditemukan di bumi ini. Aluminium ini merupakan logam kimia yang terjadi secara alami dan biasanya ditemukan dalam bentuk kombinasi dengan oksigen, dengan unsur-unsur yang lain, seperti dengan tanah liat ataupun dengan pasir (Henry F. Heltzcraw, dkk, 1984). Aluminium diproduksi dengan proses elektrolit oleh Charles M. Hall pada tahun 1886 yang merupakan mahasiswa dari Universitas Oberlin. Proses ini ditemukan sebulan atau dua bulan setelah Paul L. T. Heroult di peranncis (Henry F. Heltzcraw, dkk, 1984). Dibawah ini adalah manfaat dari aluminium menurut Henry F. Heltzcrraw, dkk, 1984, antara lain:
a) Penggunaan aluminnium yang paling utama adalah pada pesawat terbang dan industri transportasi lain. b) Aluminnium juga digunakan dalam pembuatan kawat transmisi elektrik. c) Sebagai cat pigmen d) Dalam wujud minyak, dapat berperan sebagai material yang membungkus. e) Karena aluminium merupakan suatu reflektor panas yang terbaik dan ringan, serta mencakup cahaya ultraungu, maka aluminium digunakan sebagai suatu bahan isolasi dan sebagai cermin didalam teleskop cermin. f) Aluminium Hidroksida secara umum digunakan untuk memperbaiki proses pencelupan kain pada suatu pabrik, juga untuk penjernihan air. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya reaksi antara aluminium sulfat dengan limau atau kapur sirih. 2Al3+ + 3SO42- + 3Ca2+ + 6OH- → 2Al(OH)3(s) + 3CaSO4(s). Kadar aluminium dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. a). Pemeriksaan kualitatif aluminium Pemeriksaan kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu bahan terdapat aluminium atau tidak dan dapat ditempuh dengan cara mencampurkan senyawa-senyawa kimia, dan hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan melihat perubahan warna yang terjadi pada senyawa campuran tadi. b). Pemeriksaan kuantitatif aluminium. Pemeriksaan secara kuantitatif bertujuan untuk mengetahui berapakah jumlah aluminium yang terkandung dalam suatu bahan. Cara yang ditempuh pada
pemeriksaan ini dapat menggunakan metode spektofotometri, sedangkan prinsipnya yaitu aluminium akan bereaksi dengan Na Alizarin sulfonat dalam suasana basa membentuk senyawa kompleks berwarna merah, dan warna yang dihasilkan dibaca pada spektrofotometer dengan λ 535 nm.
E. Kerangka teori Dari landasan teori yang ada, maka kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Konsentrasi tawas
Ikan Segar
Perendaman Tawas
Lama perendaman
pengasapan
Ikan Asap
Px Al pada ikan asap