BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Post Partum Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali seperti sebelum hamil, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti kembali sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, R. 1998). Post partum spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan kekuatan ibu tanpa anjuran ataupun obat (Prawiroharjo, 2001). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2001). Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Lebih-lebih bila partus berlangsung agak lama. Karenanya, harus cukup istirahat, delapan jam post partum wanita harus tidur terlentang untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum. Setelah delapan jam boleh miring ke kiri atau ke kanan, untuk mencegah adanya trombosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar bersama disebut rooming in, atau pada kamar yang berpisah. Pada hari kedua bila perlu telah dapat dilakukan latihan-latihan senam. Umumnya pada hari ketiga sudah bisa duduk, pada hari keempat berjalan, dan pada hri kelima dapat dipulangkan. Ibu postpartum primipara adalah seorang wanita yang pernah hamil satu kali, dimana wanita tersebut melahirkan satu atau dua anak yang hidup. Ibu
7
postpartum multipara adalah seorang wanita yang telah hamil dua kali atau lebih yang menghasilkan janin hidup, tanpa memandang anak itu hidup saat lahir (Ramali, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman postpartum (Barbara. S, 2004) : 1. Sifat persalinan dan kelahiran, serta tujuan kelahiran. 2. Persiapan persalinan, kelahiran, dan peran menjadi orang tua. 3. Transisi menjadi orangtua yang mendadak. 4. Pengalaman keluarga secara individual atau bersama terhadap kelahiran anak dan membesarkan anak. 5. Harapan peran anggota keluarga. 6. Kepekaan dan efektivitas asuhan keperawatan dan perawatan profesional lainnya. 7. faktor-faktor resiko pada komplikasi pascapartum, faktor-faktor resiko tersebut meliputi : a. Preeklampsia atau eklampsia b. Diabetes c. Masalah jantung Adapun tujuan perawatan pada postpartum antara lain (Barbara. S, 2004) : 1. Meningkatkan involusi uterus normal dan kembali ke keadaan sebelum hamil. 2. Mencegah atau meminimalkan komplikasi postpartum.
8
3. Meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pelvik, jaringan perianal dan perineal. 4. Membantu pemulihan fungsi tubuh normal. 5. Meningkatkan pemahaman terhadap perubahan-perubahan fisiologis dan psikologis. 6. Memfasilitasi perawatan bayi baru lahir dan perawatan mandiri oleh ibu baru. 7. Meningkatkan keberhasilan integrasi bayi baru lahir ke dalam unit keluarga. 8. Menyokong keterampilan peran orangtua dan pelekatan orangtua-bayi.
B. Adaptasi Fisiologis ibu setelah persalinan Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain : 1. Sistem reproduksi a. Uterus Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
9
Pada primipara tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya kencang, relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. b. Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah melahirkan. Delapan belas (18) jam pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali kebentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap endematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
serviks
ialah
segera
postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. c. Vagina Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam pemisahan mukosa dalam vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semulanya sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. 2. Sistem endokrin a. Hormon plasenta Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormonhormon yang diproduksi organ tersebut.
10
b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH ketika prolaktin meningkat (Bowes, 1991). 3.
Sistem urinarius a. Komponen urine Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN
(blood
urea
nitrogen),
yang
meningkat
selama
masa
pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. b. Diuresis pascapartum Diuresis pascapartum yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. c. Uretra dan Kandung kemih Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil hemoragi. Kombinasi trauma akibat kelahiran,
11
peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi menyababkan keinginan untuk berkemih menurun. 4. Sistem cerna a. Nafsu makan, motilitas, dan defekasi Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan ibu merasa sangat lapar. Secara khas penurunan tonus dan motalitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motalitas ke keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa awal pasca partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dan dehidrasi. b. Payudara Ibu tidak menyusui Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui
dan tidak
menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan.
12
Ibu yang menyusui Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu masa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. 5. Sistem kardiovaskuler a. Volume darah Penyesuaian pembuluh darah maternal stelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat. Respon wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini berbeda dari respon wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita 1. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai 50%. 2. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi. 3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. b. Curah jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
13
6. Sistem neurologi Perubahan neurologi selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialam wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. 7. Sistem muskuloskeletal Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. 8. Sistem integumen Klaosma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di aerola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya.
C. Adaptasi Psikososial ibu setelah persalinan 1. Adaptasi psikologis Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi dan perilaku sehingga seseorang lebih sesuai dengan suatu lingkungan tertentu. Proses ini melibatkan interaksi individu dan lingkungan. Hasil akhirnya tergantung
14
pada tingkat kesesuaian antara keterampilan dan kapasitas seseorang dan sumber dukungan sosialnya di satu sisi dan jenis tantangan atau stresor yang dihadapi disisi lain. Maka, adaptasi adalah suatu proses individual dimana masing-masing individu mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah atau berespon dengan tingkat yang berbeda-beda (Smeltzer S. C, 2001). Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologi yang terjadi : a. Trimester I : sering terjadi fluktuasi lebar emosional sehingga periode ini mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pertengkaran atau rasa tidak nyaman. b. Trimester II : Fluktuasi emosional sudah mulai mereda dan perhatian wanita hamil lebih terfokus pada berbagai perubahan tubuh yang terjadi selama kehamilan, kehidupan seksual keluarga dan hubungan batiniah dengan bayi yang dikandungnya. c. Trimester III : Berkaitan dengan bayangan risiko kehamilan dan proses persalinan sehingga wanita hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan atau mewaspadai segala sesuatu yang mungkin akan dihadapi. Model konsep adaptasi pertama kali dikembangkan oleh sister Calista Roy (1991) konsepnya dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti di uraikan dibawah ini, asumsi dasar model adapatasi roy adalah :
15
a. Input (Roy, 1991) mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Kondisi kesehatan pada usia dewasa merupakan contoh dari stimulus fokal, kontekstual maupun residual. 1). Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera. Sebagai contoh seseorang bisa berpaling dengan cepat ketika suatu suara gaduh yang sangat nyaring. 2). Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal. Sebagai contoh adanya faktor negatif dan positif pada stimuli yang timbul. 3). Stimulus residual adalah ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi, yang meliputi kepercayaan, sikap, sifat individu berkembang sesuai dengan penglaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Sebagai contoh seseorang yang ditakutkan pada suatu masalah yang telah melupakan sesuatu yang hilang dimana itu adalah sebagai anak.
16
b. Mekanisme koping Mekanisme koping seseorang untuk beradaptasi atau berespon terhadap stimulus di gunakan sebagai mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistensi. 1). Subsistensi regulator Subsistensi regulator mempunyai komponen-komponen : inputproses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transimeter regulator sistem adalah kimia, neural atau endrokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain system dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regolator sistem. Proses fisiologis dapat dinilai sebagai perilaku regolator subsistem. 2). Subsistem kognitor Stimulus
untuk
subsistem
kognitor
dapat
eksternal
maupun
internal.perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisis. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunkan penilaian dan kasih sayang (Roy, 1991).
17
c. Output Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy (1991) mengkategorikan output sistem sebagai respon adaptif atau respon yang tidak efektif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas
seseorang.
Roy
(1991)
telah
menggunakan
bentuk
mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Contih adaptasi perilaku pada model Roy adalah sebagai berikut : 1) Self-concept mode Adalah salah satu dari mode psikososial dan memusat secara rinci pada aspek rohani dan psikologis yang ada pada diri. Kebutuhan dasar mendasari self-concept mode telah dikenali seperti integritas mempunyai kekuatan batin adalah kebutuhan untuk mengetahui siapa yang menjadi satu bahwa seseorang dapat ada dengan suatu kesatuan perasaan. Integritas mempunyai kekuatan batin adalah dasar permasalahan adaptasi dan kesehatan dalam area ini boleh bertentangan dengan kemampuan orang untuk menyembuhkan atau yang di kerjakan apa yang penting untuk memelihara lain aspek kesehatan. Adalah penting bagi perawat untuk mempunyai pengetahuan tentang self-concept mode untuk mampu menilai perilaku dan stimuli mempengaruhi self-concept orang.
18
2) Model peran fungsi Adalah salah satu dari dua mode sosial dan fokus pada peran seseorang dalam masyarakat. Suatu peran sebagai unit masyarakat yang berfungsi adalah sebagai satuan harapan tentang bagaimana seseorang menduduki satu posisi bertindak ke arah seseorang menduduki posisi yang lain. Model fungsi peran telah dikenali seperti intergritas sosial yang harus mengetahui seseorang dalam hubungan dengan orang yang lain sedemikian sehingga seseorang dapat bertindak. Suatu penggolongan peran sebagai primer, sekunder, dan tersier telah
sesuai
menggunakan
dalam
Model
Adaptasi
Roy,
Berhubungan dengan peran masing-masing adalah perilaku sebagai penolong dan perilaku ekspresif, penilaian di mana menyediakan suatu indikasi adaptasi sosial sehubungan dengan peran berfungsi. Masing-Masing jenis perilaku dapat digambarkan dengan peran ibu. Mengawasi kebutuhan fisik bayi melibatkan perilaku sebagai penolong, memegang dan memeluk bayi adalah perilaku ekspresif. Cara di mana orang memenuhi pengharapan peranan ini adalah suatu indikasi peran berfungsi. 3) Interdependen Mode Adalah suatu adaptasi yang berfokus pada inetraksi yang berhubungan dengan memberi atau menerima rasa hormat dan
19
nilai. Kebutuhan dasar dalam interdependen mode
sangat
terkecukupan dalam rasa aman untuk pemeliharaan hubungan. 2. Fase perubahan adaptasi psikososial Menurut Rubin (cit. Bryar, 1995) terdapat tiga fase perubahan adaptasi psikososial ibu postpartum yaitu : a. Fase Taking In : periode tingkah laku bergantung. Fase taking in adalah waktu refleksi bagi ibu, yang terjadi pada hari pertama sampai hari kedua gejalanya : 1). Ibu berfokus pada dirinya sendiri dan tergantung pada orang lain. Ketergantungan ini sebagian karena ketidaknyamanan fisik (kemungkinan karena jahitan di perineum, after pains, hemorhoid), karena ketidakpastiannya merawat bayi, dan karena kelelahan yang sangat setelah persalinan. Ibu biasanya menginginkan untuk membicarakan
tentang
kehamilannya,
khususnya
tentang
persalinan dan kelahiran secara emosional, ia berusaha untuk mengintegrasikan proses persalinan dan kelahiran kedalam pengalaman hidupnya. 2). Seorang ibu akan mengenang kejadian kelahiran secara berulang mencari detailnya dan membandingkan penampilannya dengan hal yang diharapkannya, pengalaman kelahiran sebelumnya, atau dari orang lain. 3). Energi yang ada pada ibu postpartum ini lebih dipusatkan pada kesehatan dan kesejahteraannya sendiri, bukan kepada bayinya.
20
4). Tingkah laku ibu dapat bersifat pasif dan tergantung. Kebutuhan untuk istirahat, makan dan membuat keputusan mungkin diverbalisasikan dan bantuan dari pemberi perawatan kesehatan akan dengan senang hati dihargai. 5). Ibu akan siap menerima bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosinya. 6). Ibu membutuhkan waktu untuk beristirahat dan memperoleh kembali kekuatan fisik dan untuk menyenangkan, menahan pikiran-pikiran yang beragam. Ibu dapat menunjukkan sedikit ketertarikan untuk merawat bayinya. Pada gambaran awal yang disampaikan Rubin, fase ini berlangsung selama 1-2 hari. Sekarang tingkah laku ini dapat diobservasi pada jam-jam pertama kehamilan. b. Taking Hold adalah pergerakkan dari tergantung menuju tingkah laku mandiri. 1). Fase ini terjadi pada hari ke 2-4 postpartum. 2). Secara bertahap, tingkat energi ibu bertambah dan akan merasa lebih nyaman serta mampu lebih berfokus pada bayinya dibandingkan pada dirinya sendiri. 3). Seorang ibu mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan (melakukan mobilisasi), melakukan aktivitas perawatan diri dan sering mengungkapkan perhatian-perhatian tentang fungsi tubuh. Biasanya ibu mengungkapkan bahwa ia ingin kondisi atau
21
keadaanya segera pulih seperti keadaan sebelum melahirkan. Meskipun demikian ibumasih sering merasa kelelahan karena pengaruh perubahan hormonal, proses penyembuhan dari uterus dan perineum. 4). Ibu memperoleh kontrol terhadap tubuhnya, dia menjadi lebih mampu untuk bertanggung jawab untuk merawat bayi yang baru dilahirkannya. Ibu yang melahirkan tanpa bantuan anastesi mungkin mencapai fase kedua ini dalam waktu beberapa jam setelah
persalinan.
Meskipun
tindakan
ibu
menunjukkan
kemandirian yang kuat dalam waktu ini, seorang ibu postpartum masih sering merasa tidak aman tentang kemampuannya merawat bayinya. 5). Menginterprestasikan kompetensi perawat sebagai refleksi dari ketidakmampuannya dan memandang bahwa dirinya gagal, dalam hal ini butuh pujian tentang segala sesuatu yang sudah di lakukannya dengan baik untuk memberikan rasa percaya diri, misalnya
dukungan
pada
bayi,
mulai
menyusui,
dan
menyendawakan bayi yang benar. Pujian yang positif ini dimulai ketika ibu masih berada di tempat perawatan dan berlanjut setelah pulang kerumah, maupun ketika kontrol kembali. Oleh karena itu fase ini ideal untuk mengajarkan tentang perawatan bayi dan perawatan diri, termasuk pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi.
22
Setelah fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik, sehingga ia dapat istirahat dengan baik. Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting dalam fase ini, karena postpartum blues bisa terjadi. Layanan kunjungan rumah (home visite) sangat dianjurkan terutama pada ibu muda. c. Fase Letting Go. Pada fase ketiga disebut letting go (mendefinisikan sebagai peran barunya), oleh Rubin fase ini dimulai pada akhir minggu pertama postpartum yang saat ini ibu akan menuju fase letting go dengan peran barunya. 1). Menghilangkan fantasi tentang bayinya dan menerima keadaan bayinya yang nyata. 2). Penyesuaian diri kembali menyangkut hubungan dengan pasangan, yang mirip dengan apa yang terjadi selama masa kehamilan. Hal ini meluas dan terus berlangsung selama masa pertumbuhan anak. 3). Timbul masa depresi ringan pada periode postpartum awal oleh karena adanya proses berduka dan bereorganisasi keluarga. 4). Mengakui bahwa mereka merasa tertinggal (abandonment) dan kurang penting setelah kelahiran anaknya. 5). Bingung dengan perasaan yang sangat dekat dengan kecemburuan oleh karena setiap orang hanya menanyakan tentang keadaan bayi hari ini dan bukan tentang diri ibu. Setiap orang menanyakan kesehatan dan kesejahteraan dirinya sesaat setelah kelahiran bayi
23
yang menjadi perhatian utama, seperti setiap orang menanyakan bayinya, kado-kado semua untuk bayi. Bagaimana bisa seorang ibu yang baik dapat cemburu dengan bayinya sendiri?. Dalam hal ini perawat dapat membantu ibu untuk mengungkapkan tentang ”banyak hal yang berubah”. Betapa aneh dan bahkan tidak nyaman, yang harus ibu rasakan, ini adalah kata-kata untuk mengetahui sensasi yang dialami oleh ibu, sementara ibu merasa tetap nyaman merupakan hal yang normal. 6). Kekecewaan terhadap bayi. Selama kehamilan, ibu mungkin membayangkan bayi yang gemuk, rambut keriting atau yang suka tersenyum. Ibu mengabaikan anak yang kurus, tanpa rambut dan selalu menangis. Merupakan hal yang sulit bagi orang tua untuk merasa positif terhadap bayinya, yang tidak memenuhi harapan mereka. Jika jenis kelamin anak tidak sesuai yang diinginkan, ibu dapat merasa gagal meskipun ibu memahami bahwa hal ini adalah sesuatu yang berada diluar kontrolnya. Kegagalan
dalam
adaptasi
psikososial
postpartum
dapat
mengakibatkan gangguan psikologi berupa postpartum blues. Pospartum blues merupakan bentuk depresi pospartm yang paling ringan. Gangguan psikologis yang lebih berat lagi berupa depresi postpartum dan psikosis postpartum (Reeder et all, 1997). Steele dan pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orangtua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen
24
pertama, bersifat praktis atau mekanis, melibatkan keterampilan kognitif dan
motorik;
komponen
kedua,
bersifat
emosional,
melibatkan
keterampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen ini penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi. 1. Keterampilan Kognitif-Motorik Komponen pertama dalam proses menjadi orangtua melibatkan aktivitas perawatan anak, seperti memberi makan, menggendong, mengenakan pakaian, dan membersihkan bayi, menjaga dari bahaya, dan memungkinkannya untuk bisa bergerak. Kemampuan orangtua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan budayanya. Banyak orangtua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses belajar ini mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hampir semua orangtua yang memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak. 2. Keterampilan Kognitif-Afektif Komponen psikologis dalam menjadi orangtua, sifat keibuan tampaknya berakar dari pengalaman orangtua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam hal ini orangtua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjukkan perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan inike generasi berikutnya dengan meniru hubungan orangtua-anak yang pernah dialaminya. Keterampilan kognitif-afektif menjadi orangtua ini meliputi sikap yang lembut, waspada dan memberi perhatian terhadap
25
kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orangtua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosional anak terhadap asuhan yang diterimanya. Cara orang tua berespon terhadap kelahiran anaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor : a. Usia Usia ibu sangat mempengaruhi hasil akhir kehamilan. Ibu dan bayi dianggap berisiko tinggi jika ibu berusia remaja ataupun berusia lebih dari 35 tahun. Penelitian menunjukkan beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi respon orang tua pada kelompok berusia tua. Keletihan dan kebutuhan untuk lebih banyak istirahat tampaknya lebih menjadi masalah utama pada orang tua yang sudah berusia. b. Jaringan sosial Jaringan sosial memberikan sistem dukungan, dimana orangtua dapat meminta bantuan. Hubungan cinta dan emosi yang positif, tampaknya sangat penting untuk memperkaya kemampuan menjadi orangtua dan mengasuh anak. Jaringan sosial meningkatkan potensi pertumbuhan anak dan mencegah kekeliruan dalam memperlakukan anak. c. Budaya Kepercayaan dan praktik budaya menjadi determinan penting dalam perilaku orangtua. Kedua hal tersebut mempengaruhi interaksi
26
orangtua dengan bayi, demikian juga dengan orangtua atau keluarga yang mengasuh bayi. d. Sosioekonomi Kondisi sosioekonomi seringkali menjadi jalan untuk mendapatkan bantuan. Keluarga yang mampu membayar pengeluaran tambahan dengan hadirnya bayi baru ini mungkin hampir tidak merasakan beban keuangan. Keluarga yang menemukan kelahiran seorang bayi suatu beban finansial dapat mengalami peningkatan stress. e. Aspirasi personal Bagi beberapa wanita, menjadi orangtua mengganggu kebebasan pribadi atau kemajuan karir mereka. Kekecewaan yang timbul akibat tidak
mencapai
kenaikan
jabatan,
misalnya
mungkin
tidak
terselesaikan pada masa prenatal. Apabila rasa kecewa ini tidak terselesaikan, hal ini akan berdampak pada cara mereka merawat dan mengasuh bayinya dan bahkan mereka bisa menelantarkan bayinya. Atau sebaliknya, hal tersebut bisa membuat mereka menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan atau menetapkan standar yang sangat tinggi terhadap diri mereka dalam memberi perawatan dan juga pada kemampuan perkembangan bayi mereka.
27
D. Kerangka Teori Ibu post partum Primipara
Factor yang mempengarui pengalaman postpartum : • Sifat kelahiran • Persiapan dan peran • Transisi menjadi orangtua • Harapan • Kepekaan • Faktor resiko komplikasi
Adaptasi Psikososial Postpartum : • Fase Taking in • Taking Hold • Fase Letting go
Ibu post partum Multipara
Pengalaman postpartum
Sumber : Bobak, 2004 & Barbara, 2004 dan Rasmun, 2004
E. Kerangka Konsep Ibu Postpartum Primipara
Adaptasi Psikososial Postpartum
Ibu Pospartum Multipara
Adaptasi Psikososial Postpartum
28
F. Variabel Penelitian 1. Variabel Independent Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, dan prediktor. Dalam bahasa indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya/berubahnya variabel dependent (terikat) (Sugiyono, 2005). Dalam penelitian perbedaan adaptasi psikososial postpartum pada ibu primipara dan multipara sebagai variabel idenpendent adalah ibu postpartum primipara dan multipara. 2. Variabel Dependent Variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugitono, 2005). Dalam penelitian perbedaan adaptasi psikososial postpartum pada ibu primipara dan multipara sebagai variabel dependent adalah adaptasi psikososial postpartum.
G. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep tersebut diatas maka dalam hipotesa penelitian yang di tegakkan adalah ada perbedaan adaptasi psikososial postpartum pada ibu primipara dan multipara di Puskesmas Nalumsari Jepara.
29