BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa Nifas Masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari. Menurut Bobak, et.al (2005) periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Pengertian lainnya, masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, asa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009). Masyarakat Indonesia, masa nifas merupakan periode waktu sejak selesai proses persalinan sampai 40 hari setelah itu. Tujuan asuahan masa nifas menurut Maryunani (2009) adalah: (1) menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik, (2) melaksanakan sharing yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobata atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, (3) memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi, dan perawatan bayi sehat, (4) memberi pelayanan KB. Menurut Suherni (2009) peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas adalah: (1) mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu, (2) mengadakan kolaborasi antara orangtua dan keluarga, (3) membuat kebijakan, perencanaan kesehatan dan administrator. Asuhan masa nifas ini sangat penting karena periode ini merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya.
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Pemerintah melalui Departemen Kesehatan (Suherni, 2009) memberikan kebijakan sesuai dengan dasar kesehatan pada ibu pada masa nifas, yakni paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas. Tujuan kebijakan tersebut adalah : (1) untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir, (2) pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya, (3) mendeteksi adanya kejadian-kejadian pada masa nifas, (4) menangani berbagai masalah yang timbul dan menganggu kesehatan ibu maupun bayinya pada masa nifas. Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut adalah sebagai berikut: (a) kunjungan pertama, waktu 6-8 jam setelah persalinan. Tujuan : mencegahan perdarahan masa nifas karena persalinan atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyabab lain perdarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal, memberi supervisi kepada ibu bagaimana teknik melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. Bila ada bidan atau petugas lain yang membant melahirkan, maka petugas atau bidan itu harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama. (b) kunjungan kedua, waktu: enam hari setelah persalinan. Tujuan: memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, evaluasi adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda adanya penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan asuhan pada bayi. (c) kunjungan ketiga, waktu: dua minggu setelah persalinan. Tujuan : sama dengan kunjungan kedua. (d) Kunjungan keempat, waktu: Universitas Sumatera Utara
enam minggu setelah persalinan. Tujuan : menanyakan penyulit-penyulit yang ada, memberikan konseling untuk KB secara dini.
B. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini (Bobak, 2009). Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.
1. Perubahan Sistem Reproduksi Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetelia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan yag terjadi antara lain sebagai berikut: a. Perubahan uterus Pengerutan uterus merupakan suatu proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasenta site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum Universitas Sumatera Utara
hamil (Suherni, et al. 2009). Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil di sebut involusi. Segera setelah persalinan bekas implantasi plasenta berupa luka kasar dan menonjol ke dalam cavum uteri. Penonjolan tersebut diameternya kira-kira 7,5 cm. Sesudah 2 minggu diameternya berkurang menjadi 3,5 cm. Pada minggu keenam mengecil lagi sampai 2,4 cm, dan akhirnya akan pulih. Di samping itu, di cavum uteri keluar cairan sekret di sebut lokia. Ada berapa jenis lokia menurut Suherni, et al. (2009) yakni: lokia rubra/kruenta (merah): merupakan cairan bercampur darah dan sisa-sisa penebalan dinding rahim (desidua) dan sisa-sisa penanaman plasenta (selaput ketuban), berbau amis. Lokia rubra berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4, Lokia sanguinoleta: warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan, lokia serosa: berwarana kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari 7-14 pasca persalinan, lokia alba: cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2 minggu, lokia parulenta: Ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk, lokiaotosis: lokia tidak lancar keluarnya. b. Perubahan vagina dan perineum Perubahan vagina dan perineum pada masa nifas ini terjadi pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul ragae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan (Suherni, et al. 2009).
Vagina yang
semula teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir.
c. Organ Otot Panggul Otot panggul pada masa nifas juga mengalami perubahan. Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera selama waktu melahirkan. Hal ini dapat meyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul yang menopang uterus, dinding vagina, rektum, uretra dan kandung kemih (Bobak, 2009). Jaringan penopang dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan kembali ke tonus semula setelah enam bulan. d. Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan dan 18 jam setelah melahirkan serviks akan kembali ke bentuk semula dan konsistensinya menjadi lebih padat kembali.
2. Perubahan pada Sistem Pencernaan Ibu postpartum setelah melahirkan sering mengalami konstipasi. Hal ini umumnya disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalian. Di samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada
Universitas Sumatera Utara
perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalian. Bilamana masih juga terjadi konstipasi dan BAB mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rektal.
3. Perubahan Perkemihan Pada masa nifas, sistem perkemihan juga mengalami perubahan. Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan, tergantung pada keadaan/status sebelum melahirkan. Menurut Saleha (2009) pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan.
4. Perubahan Tanda-Tanda Vital pada Masa Nifas Pada ibu pascapersalinan, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda vital sebagai berikut: (a) suhu: selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkatkan menjadi 38°C, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal. Jika terjadi peningkatan suhu 38°C yang menetapkan 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama postpartum), infeksi saluran kemih, edometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain. (b) nadi: Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini bisa berhubungan dengan penurunan usaha jantung, penurunan volume darah yang mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi uterus dan peningkatan stroke volume. Takhikardi kurang sering terjadi, bila terjadi hubungan peningkatan kehilangan darah. (c) tekanan darah: selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu
Universitas Sumatera Utara
dapat mengalami hipotensi orthostik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Penurunan tekanan darah bisa mengindikasikan penyesuain fisiologis terhadap penurunan tekanan intrapeutik atau adanya hipovolemia sekunder yang berkaitan dengan hemorhagi uterus. (d) pernafasan: fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
5. Perubahan dalam Sistem Kardiovaskuler Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang mencapai 50%. Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilanagn daarh selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravasekuler (Bobak, et.al 2005). Mentolerasi kehilangan darah pada saat melahirkan perdarahan pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio caesaria kurang lebih 700-1000 cc. Bradikardia (dianggap normal), jika terjadi takikardia dapat merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan darah yang keluar lebih dari normal atau perubahan setelah melahirkan (Saleha, 2009). Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun mencapai volume darah sebelum hamil.
6. Perubahan dalam sistem Endokrin Sistem endrokrin mengalami perubahan secara tiba-tiba selama kala IV persalinan dan mengikuti lahirnya plasenta. Menurut Maryunani (2009) Selama periode postpartum, terjadi perubahan hormon yang besar. Selama kehamilan, payudara disiapkan untuk laktasi (hormon estrogen dan progesteron) kolostrum, cairan payudara yang keluar sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan minggu pertama postpartum. Pembesaran mammae/payudara terjadi dengan adanya penambahan sistem Universitas Sumatera Utara
vaskuler dan limpatik sekitar mammae. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagai ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak dari normal, dalam 3 sampai 4 sirkulasi, seperti sebelum hamil. 7.
Perubahan Berat Badan Kehilangan/penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi akibat lahir
atau keluarnya bayi, plasenta dan cairan amnion atau ketuban. Pada minggu ke-7 sampai ke-8, kebanyakan ibu telah kembali ke berat badan sebelum hamil, sebagian lagi mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk kembali ke berat badan semula.
C. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas Ada beberapa kebutuhan dasar ibu dalam masa nifas, menurut Suherni (2009) yaitu: 1. Gizi: Ibu nifas dianjurkan untuk: makan dengan diet berimbang, cukup, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, mengkonsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dan tahun kedua 400 kalori. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter di dapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada kuah sayur, buah dan makanan yang lain, mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari, mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak. 2. Kebersihan Diri: Ibu nifas dianjurkan untuk: menjaga kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu 3-4 jam, menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi dan laserasi, pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap di jaga agar tetap bersih dan kering, tiap hari di ganti balutan. 3. Istirahat dan tidur: Ibu nifas dianjurkan untuk: istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur, kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat: mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan, depresi. 4. Eliminasi: BAB dan BAK. Buang air kecil (BAK) dalam enam jam ibu nifas harus sudah BAK spontan, kebanyakan ibu nifas berkemih spontan dalam waktu 8 jam, urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi dalam waktu 12-36 jam setelah melahirkan, ureter yang berdiltasi akan kembali normal dalam waktu 6 minggu. Selama 48 jam pertama nifas (puerperium), terjadi kenaikan dueresis sebagai berikut: pengurasan volume darah ibu, autolisis serabut otot uterus. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena edema persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perenium yang sangat sakit, bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia, ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB, Asupan cairan yang adekaut dan diet tinggi serat sangat dianjurkan. 5. Pemberian ASI/Laktasi. Hal-hal yang diberitahukan kepada ibu nifas yaitu: menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan, ajarkan cara menyusui yang benar, memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI eklusif), menyusui tanpa jadwal, sesuka bayi (on demand), di luar menyusui jangan
Universitas Sumatera Utara
memberikan dot/kompeng pada bayi, tapi berikan dengan sendok, penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan menurunkan frekuensi pemberian ASI. 6. Keluarga Berencana. Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah 2 tahun. Pada dasarnya ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui ekslusif atau penuh 6 bulan ibu belum mendapatkan haid (metode amenorhe laktasi). Meskipun setiap metode kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih aman. Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang diperbolehkan selama menyusui. Metode hormonal, khususnya oral (estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.
D. Konsep Budaya dalam Perawatan Postpartum 1.
Konsep Budaya Menurut Syafrudin (2009), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, dan adat istiadat. Semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu. Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda Keanekaragaman budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan tersebut harus dipahami terus dari generasi ke generasi. Dalam konteks penulisan sejarah pendekatan budaya Muarif (2009) membagi 5 aspek yang masing-masing saling terkait yaitu: (1) dimensi ruang dan waktu, (2) konsep manusia sebagai animal rational dan latar belakang sejarah, (3) setiap bangsa mendiami kawasan tertentu dan memiliki pola pikir, sistem sosial serta budaya yang mereka warisi
Universitas Sumatera Utara
dari para penduhulu, (4) pola hubungan antara budaya dan kekuasaan, (5) bentuk kebudayaan dan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Proses perubahan yang melibatkan zaman dan pola pikir manusia, secara perlahanlahan, membentuk kebudayaan baru yang masih memiliki ikatan historis-kultular secara longgar dengan kebudayaan sebelumnya. Sampai pada kurun waktu tertentu, kebudayaan baru betul-betul terpisah dan menjadi sebuah bentuk kebudayaan independen (otentik). Proses inilah yang di sebut evolusi kebudayaan. Suku Minangkabau (Muarif, 2009) adalah salah satu dari ratusan suku bangsa di Indonesia. Mereka berasal dari propinsi Sumatera Barat. Di propinsi yang terletak di bagian barat tengah Pulau Sumatera ini, suku Minagkabau merupakan etnik mayoritas setelah Batak Mandailing dan Mentawai. Setiap bangsa memiliki tradisi tersendiri yang biasanya diwarisi oleh nenek moyang mereka, seperti suku Minangkabau. Mereka memiliki kebudayaan yang telah dianggap mapan, yang sesungguhnya memiliki hubungan etnik kultural dengan nenek moyang. Seiring dengan proses penyebaran masyarakat Minangkabau di perantauan, tradisi urang awak menyebar mewarnai kawasan Nusantara.
2. Konsep Budaya tentang Perawatan Masa Nifas Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang mempengaruhi status kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan. Banyak sekali pengaruh atau yang menyebabkan berbagai aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan, antara lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun masih dianut sampai saat ini. Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan
Universitas Sumatera Utara
menurut ilmu kedokteran ataupun ilmu kebidanan atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya. Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya
mengenai kehamilan dan
kelahiran, wilayah tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau penolongnya, cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya (Syafrudin, 2009). Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan di samping faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu hamil, bersalin dan nifas
E. Fenomenologi Menurut Bungin (2006) Fenomenologi berakar pada filsafat tradisional yang dikembangkan oleh Husserl dan Heidegger yang mana pemikirannya bersumber dari pengalaman hidup manusia. Fenomenologi suatu penelitian tentang gejala dalam situasi yang alami dan kompleks, yang hanya mungkin menjadi bagian dari alam kesadaran manusia-sekomprehensif apapun ketika telah direduksi ke dalam suatu parameter yang terdefinisikan sebagai fakta, dan yang demikian tewujud sebagai realitas. Fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjukkan pada pengalaman subjektif dari berbagi jenis dan tipe subjektif yang ditemui. Fenomenologi juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi kualitatif. Fenomenologi merupakan
Universitas Sumatera Utara
pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Teori fenomenologi terutama membagi isu-isu bahasa, sejauh mana diberikan kepada peranan dalam membentuk pengalaman. Penelitian dalam pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berasal dalam situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti mereka (Moleong, 2007). Penelitian sosial yang merupatikan pendekatan kualitatif diuraikan oleh Hutomo, merupakan penelitian sosial yang sumber datanya bersifat alamiah, artinyara peneliti harus berusaha memahami fenomena sosial secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Peneliti sendiri adalah merupakan instrumen penlitian yang paling penting dalam pengumpulan data dan penginterpretasian data. Penelitian kualitatif bersifat memberikan deskripsi artinya mencatat segala gejala (fenomena) yang di lihat dan di dengar. Data dan informasi harus berasal dari tangan pertama. Di samping itu kebenaran data harus di cek dengan data lain, misalnya wawancara atau observasi mendalam.
F. Tingkat Keabsahan Data Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang dilakukan bepegang kepada empat perinsip dan kriteria menurut Liokln dan Guba (1985, dalam Danim, 2003). Keempat prinsip dan kriteria tersebut adalah: (1) credibility, (2) dependibility, (3) cinfirmability, (4) transferbility. Prinsip credibility merujuk kepada kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya dalam makna mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, peneliti akan melakukan member check dan wawancara atau pengamatan secara terus menerus sehungga mencapai tingkat redundancy.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip dependibility merujuk apakah hasil penelitian tersebut memiliki kendala atau realibitas. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan peneliti mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan data, dalam menggunakan konsep, dan membuat penafsiran atas fenomena. Prinsip confirmabilty bermakna keyakinan atas data penelitian yang diperoleh. Untuk memenuhi kriteria tersebut peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing, karena pembimbing merupakan seorang yang ahli dalam penelitian kualitatif fenomenologi. Prinsip transferability mengandung makna apakah hasil penelitian ini dapat di generalisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Hasil penelitian kualitatif tidak secara apriori dapat digeneralisasikan, kecuali situasi tersebut memiliki karekteristik yang sama dengan situasi lapangan tempat penelitian. Upaya untuk mentransfer hasil penelitian kualitatif pada situasi yang berbeda sangat mungkin memerlukan penyesuaian menurut keadaan dan asumsi yang mendasarinya.
Universitas Sumatera Utara