BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan, sistematik tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan. 2.1.1 Morfologi tumbuhan Pacar air merupakan tanaman terna semusim, berakar serabut, berbatang basah, bulat, licin, tegak, tinggi 30-80 cm, bercabang, warnanya hijau kekuningan. Biasa ditanam di halaman sebagai tanaman hias atau tumbuhan liar ditempat yang cukup mendapat air dan sinar matahari. Daun tunggal, bertangkai, bentuk lanset memanjang, panjang 6-15 cm, lebar 2-3 cm, tepi bergerigi tajam, ujung dan pangkal meruncing, pertulangan menyirip, warna hijau muda. Bunga tungal, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3, warnanya cerah (ada yang merah, orange, ungu, dan putih). Buahnya buah kendaga, berbentuk telur, elips, berambut, warna hijau, bila masak akan pecah membuka menjadi 5 bagian yang terpilin. Bijinya bulat, kecil, hitam. 2.1.2 Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan pacar air adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Geraniales
Suku
: Balsaminaceae
Genus
: Impatiens
Jenis
: Impatiens balsamina Linn (Depkes, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Nama Daerah Nama daerah dari tumbuhan pacar air adalah lahine (Nias), paruinai (Jawa) atau pacar banyu, kimbong (Jakarta), bunga taho (Sulawesi), inai anyar (Maluku), pacar foya (Nusa tenggara) (Hariana, 2008). 2.1.4 Kandungan Kimia Pada bunga diantaranya antosianin dan kamperol, pada biji mengandung saponin dan fixel oil dan pada akarnya mengandung sianidin dan monoglikosida (Dalimartha, 2003), serta bagian daunnya mengandung flavonoida, saponin, steroida dan glikosida (Adfa, 2007). 2.1.5 Khasiat Tumbuhan Biji digunakan untuk mengatasi terlambat haid, sulit melahirkan, rasa tersumbat ditenggorokan, bengkak akibat terbentur dan tumor perut. Bunga digunakan untuk mengatasi terlambat haid, dan bengkak karena gumpalan bekuan darah. Daun digunakan untuk mengatasi radang kulit bernanah, bisul dan radang pinggir kuku (cantengan). Akar digunakan untuk mengatasi rematik, leher kaku dan sakit pinggang (Dalimartha, 2003). 2.2 Kandungan Senyawa Kimia Senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan Impatiens balsamina L. adalah Flavonoida, Saponin, Steroida dan Glikosida (Adfa, 2001). 2.2.1 Flavonoida Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 Yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Struktur Flavonoida Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glukosida dengan kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan inflamasi (Harbone, 1987). 2.2.2 Saponin Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Sapponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lender (Gunawan & Mulyani, 1995) Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis, sel darah. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harbone, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Steroida Steroid adalah triterpenoid
yang kerangka dasarnya system cincin
siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harbone, 1987).
Gambar 2. Sruktur Steroida Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehid atau asam karboksilat. Berupa senyawa warna. Berbentuk Kristal. Sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optic (Harbone, 1987). 2.2.4 Glikosida Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida.
Universitas Sumatera Utara
Menurut fransworth (1996), Pembagian glikosida berdasarkan atom yang menghubungkan bagian gula dan bagian bukan gula adalah sebagai berikut : 1. O-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom O 2. S-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom S 3. N-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom N 4. C-glikosida : Jika bagian gula dan bukan gula dihubungkan oleh atom C 2.3 Ekstrak 2.3.1 Pengertian Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes RI, 1995). Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Depkes RI, 1979).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Metode Ekstraksi Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin i.
Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
ii.
Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
2. Cara panas i.
Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
ii.
Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
iii.
Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
iv.
Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 9698oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
v.
Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Uraian bakteri Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1982). Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 1-6 µm (Tim mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Tubuh bakteri yang terdiri dari satu sel mempunyai bentuk yang beranekaragam. Ada yang berbentuk peluru atau bola (kokus), berbentuk batang (basil), berbentuk koma dan spiral (Tjitrosoepomo, 1994). Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna gram bakteri dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu Kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah (Dwijoseputro, 1982). Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50 %) dibandingkan bakteri gram negatif (sekitar 10 %). Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negative tinggi yang berkisar 11-22 % (Lay, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Zat makanan (nutrisi) Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya. 2. Keasaman dan kebasaan (pH) Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 6,5-7,5, namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. 3. Temperatur Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 030oC, temperatur optimum adalah 10-20oC. b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 560oC, temperatur optimum adalah 25-40oC. c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 50100oC, temperatur optimum adalah 55-65oC.
Universitas Sumatera Utara
4. Oksigen Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya spesies lain akan mati. Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, bakteri dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Aerobik
yaitu
bakteri
yang
membutuhkan
oksigen
untuk
pertumbuhannya. b. Anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen. c. Anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen. d. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen. 5. Tekanan osmosa Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri. 6. Kelembaban Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar, 1986). 2.4.2 Media Pertumbuhan Bakteri Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan
Universitas Sumatera Utara
dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu: 1. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas: a. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat. b. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, 1994). 2. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi: a. Media selektif Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi. b. Media diferensial Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar. c. Media diperkaya Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit 3. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas : a. Media padat/ solid b. Media cair
Universitas Sumatera Utara
c. Media semi padat Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu diatas 450C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media 1,5-2 %. 2.4.3 Fase Pertumbuhan Bakteri Bakteri mengalami pertumbuhan melalui beberapa fase, yaitu: 1) Fase lag Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan. Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan pertumbuhan. 2) Fase log Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya
aktivitas
metabolisme sel. 3) Fase tetap Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap. 4) Fase kematian Pada fase ini, sel bakteri akan mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru. Laju kematian mengalami percepatan yang eksponensial (Lee, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Grafik pertumbuhan bakteri Keterangan : a : Lag phase b : Log phase c : Stationary phase d : Death phase 2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994) : Divisio
: Schizophyta
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Micrococcaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat aerob
atau anaerob fakultatif, tes katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik), misalnya NaCl 10%. Hasil pewarnaan yang berasal dari pembenihan padat akn memperlihatkan susunan bakteri yang bergerombol seperti buah anggur. Untuk membiakkan bakteri Staphylococcus aureus diperlukan suhu optimal sekitar 350C dan pH optimal untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4 (Tim Mikrobiologi FK Unibaw, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler seperti enzim dan toksin (Jawetz, dkk, 2001). 2.4.5 Bakteri Staphylococcus Epidermidis Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994) : Divisio
: Eukariota
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Eubacteriales
Suku
: Micrococcaceae
Marga
: Staphylococcus
Jenis
: Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif, aerob atau
anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,81,0 µm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 370C. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak meghasilkan pigmen, berwarna putih porselin sehingga staphylococcus epidemidis disebut staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Jawetz et al, 2001). Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et al, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Bakteri Pseudomonas aeruginosa Sistematika bakteri (Buchanan dan Gibbons, 1974) : Divisio
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Bangsa
: Pseudomonadales
Suku
: Pseudomonadaceae
Marga
: Pseudomonas
Jenis
: Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negative aerob obligat,
berbentuk batang, bergerak, berukuran sekitar 0,5-8 x 1,5-3,0 µm, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna floresensi kehijauan. Bakteri ini menghasilkan piosianin, suatu pigmen kebiru-biruan yang tak berfloresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Floresensi dapat dihasilkan bila biakan diinkubasi pada suhu 20-300C dari pada yang dibiakkan pada suhu 35-370C. Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alm dan biasanya terdapat di lingkungan yang lembab. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan tubuh inang abnormal. Dalam jumlah kecil, bakteri ini sering terdapat dalam flora usus normal dan pada kulit manusia serta merupakan pathogen utama dari kelompok Pseudomonas. Bakteri ini menimbulkan infeksi pada luka, meningitis, infeksi saluran kemih, dan infeksi mata (Jawetz et al, 2001). 2.3.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran) atau dengan metode difusi (jawetz et al, 2001)
Universitas Sumatera Utara
a. Metode Dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz et al, 2001). b. Metode Difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al, 2001).
Universitas Sumatera Utara