BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Uraian Tumbuhan meliputi daerah tumbuhan (habitat), morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan. 2.1.1 Daerah Tumbuh Salak merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai lebih dari 800 meter diatas permukaan laut. Salak menyukai tanah yang subur, gembur, dan lembab. Derajat keasaman tanah yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 – 7,5. Salak menyukai sinar matahari cukup tetapi tidak langsung. Cahaya optimal 70% dengan suhu harian rata-rata 20°30℃ (Yeni, dkk., 2013; Wardiyono, 2013). 2.1.2 Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Salak berupa palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang dan bulat, sering bercabang, diameter 10 - 15 cm. Daun majemuk menyirip, panjang 3 - 7 m; tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri coklat. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin. Kebanyakan berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh
Universitas Sumatera Utara
seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50 - 100 cm panjangnya antara 7 - 15 cm, dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20 - 30 cm, bertangkai panjang. Buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya, panjang 2,5 - 10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, kuning krem sampai keputihan; berasa manis, asam, atau sepat. Biji 1 - 3 butir, coklat hingga kehitaman, keras, 2 - 3 cm panjangnya (Widyaningrum, 2011). 2.1.3 Sistematika Tumbuhan Menurut Herbarium Medanese USU, sistematika tumbuhan salak adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Arecales
Suku
: Arecaceae
Marga
: Salacca
Jenis
: Salacca sumatrana Becc.
2.1.4 Nama Daerah. Nama daerah dari buah salak ini adalah Sala (Minangkabau), Salak (Melayu), Salak (Sunda), Salak (Jawa Tengah), Salak (Makassar), Salak (Bali), Tusum (Kalimantan Selatan) (Wardiyono, 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Nama Asing Menurut Wardiyono (2013), nama asing dari buah salak yaitu salak atau snake fruit ( Inggris). 2.1.6 Kandungan Kimia Daging buah salak mengandung tanin, saponin dan flavonoida (Sahputra, 2008). 2.1.7 Kegunaan Daging buah salak berkhasiat sebagai antioksidan, menjaga kesehatan mata, antidiabetes, menurunkan kolesterol dan antidiare. Dapat juga digunakan sebagai makanan dan minuman olahan sepeti manisan, asinan, dodol, keripik, sirup dan kurma salak.
2.2 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu cara menarik kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahanbahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harbone, 1987). Menurut Departemen Kesehatan RI (2000). Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian adalah: A. Cara dingin 1. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
Universitas Sumatera Utara
ruangan (kamar). Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasi
kinetik.
Remaserasi
berarti
dilakukan
pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. 2. Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan. B. Cara panas 1. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2. Digesti Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40o - 50o C. 3. Sokletasi Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
4. Infudasi Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90o C selama 15 menit. 5. Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90o C selama 30 menit.
2.3 Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya. Sebagai contoh, atom oksigen (O2) yang normal mempunyai empat (4) pasang elektron. Proses metabolisme sehari- hari yang merupakan proses biokimia yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat sementara karena dengan cepat diubah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi tubuh. Tetapi, bila terjadi reaksi dalam tubuh yang berlebihan maka akan terjadi perampasan elektron oksigen tersebut sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom oksigen menjadi radikal bebas yang berusaha mengambil elektron dari senyawa lain sehingga terjadi reaksi berantai (Kumalaningsih, 2006). Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi serangan spesies oksigen reaktif yang mampu melepaskan sebuah atom hidrogen dari sebuah gugus metilen. Serangan ini menghasilkan radikal bebas dari asam lemak dan kemudian bereaksi dengan O2 membentuk radikal peroksil (ROO*). Radikal peroksil bersama dengan atom H akan membentuk hidroperoksida
Universitas Sumatera Utara
lemak. Reaksi ini merupakan tahapan propagasi. Terminasi terjadi dengan bereaksinya radikal peroksil dengan antioksidan penangkap radikal. Selain itu setiap radikal alkil atau radikal pada rantai karbon asam lemak (R*) dapat bereaksi dengan peroksida lemak (ROO*) menghasilkan produk senyawa seperti dimer ROOR yang relatiof stabil. Menurut (Kumalaningsih, 2006) secara sederhana, reaksinya dapat dibuat: R* + H
Inisiasi
: RH
Propagasi
: R* + O2
ROO*
ROO* + RH Terminasi
ROOH + R*
: R* + R*
R-R
R* + ROO*
ROOR
Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikal bebas. Tahap propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara suatu radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap terminasi adalah tahap akhir, terjadinya pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal bebas yang lain sehingga menjadi tidak reaktif lagi. Ketika proses
tersebut
terjadi
maka
siklus
reaksi
radikal
telah
berakhir
(Kumalaningsih, 2006). Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O2-), nitrogen monooksida (NO)2, peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Antioksidan Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hydrogen atau elektron (Silalahi, 2006). Menurut Kumalaningsih (2006), terdapat tiga macam antioksidan yaitu: a. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim pada tubuh manusia antara lain: superoksida dismutase, glutathione peroxidase, perxidasi dan katalase. b. Antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoida dan senyawa fenolik. c. Antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu BHT dan BHA yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak. Antioksidan dalam tubuh dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan, (2) antioksidan sekunder yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai dan (3) antioksidan tersier yang
bermanfaat
untuk
memperbaiki
kerusakan
biomolekuler
yang
bdisebabkan oleh radikal bebas (Silalahi, 2006). 2.4.1
Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat mempunyai rumus molekul C6H8O6, titik
lebur lebih kurang 190O C, berbentuk serbuk hablur, warnanya putih atau agak
Universitas Sumatera Utara
kuning, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara dan cepat teroksidasi dalam larutan, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform, eter dan benzen. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Ditjen POM, 1995). Struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gamabar 2.1 Struktur kimia vitamin C Vitamin C merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam air. Vitamin C mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada radikal bebas. Vitamin C juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus. Aktivitas sistem kekebalan yang optimum memerlukan keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan proteksi antioksidan (Silalahi, 2006). 2.4.2
Flavonoid Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 yang terdapat
pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar (Sirait, 2007). Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoid yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal. Flavonoid pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Untuk menganalisis flavonoid
Universitas Sumatera Utara
lebih baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis daripada dalam bentuk glikosida dengan strukturnya yang rumit dan kompleks. Flavonoid dapat berkhasiat antioksidan dan antibakteri (Harbone, 1984). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Struktur dasar flavonoid Flavonoid bersifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).
2.5 Metode Pemerangkapan Radikal Bebas 1,1-diphenyl-2-picryihydrazyl (DPPH) Metode pemerangkapan radikal bebas DPPH ini diikuti oleh penurunan serapan pada panjang gelombang. Penurunan serapan diikuti dengan elektron nitrogen ganjil dalam DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) yang dapat digunakan
sebagai
substrat
untuk
mempelajari
sebagai
mekanisme
penangkapan radikal pada beberapa fenolik, flavonoid dan polifenol (Widyaningsih, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Struktur kimia DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:
DPPH (radikal bebas)
DPPH (non radikal)
Gambar 2.3 Struktur kimia DPPH Metode
pemerangkapan
radikal
bebas
DPPH
(1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazil) adalah suatu metode sederhana yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode ini dapat digunakan untuk sampel yang padat dan bentuk larutan. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu, berwarna ungu. Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah pabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001). DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang dialaminya. Resonansi juga menyebabkan peningkatan kepekatan warna ungu (Molyneux, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Resonansi DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini:
Gambar 2.4 Resonansi DPPH Ketika larutan DPPH dicampurkan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, akan dihasilkan bentuk tereduksi dari DPPH dan berkurangnya warna ungu (Molyneux, 2004). Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Reaksi antara DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Pelarut Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004). 2.5.2 Pengukuran Absorbansi - Panjang Gelombang Panjang gelombang maksimum (ƛ𝑚𝑎𝑘𝑠 ) yang digunakan dalam
pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 – 520 nm.
Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai absorbansi mutlak tidaklah penting, karena panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan (Molyneux, 2004). 2.5.3 Waktu Pengukuran Pada awalnya lama pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan adalah selama 60 menit, tetapi dalam beberapa penelitian waktu yang digunakan sangat bervariasi yaitu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 60 menit. Waktu reaksi yang tepat adalah ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004; Rosidah, et al., 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Spektrofotometri UV-Visibel Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak (visibel) merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Warna sinar visibel dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi energi radiasi macam-macam zat kimia dan pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Rohman, 2007). Spektrofotometer
pada
dasarnya
terdiri
atas
sumber
sinar
monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromotor yang diserap zat. Spektrofotometri yang sering digunakan dalam dunia industri farmasi salah satu adalah spektrofotometri ultraviolet dengan panjang gelombang 200 - 400 nm dan visibel (cahaya tampak) dengan panjang gelombang 400 - 800 nm (Ditjen POM, 1995).
Universitas Sumatera Utara