KATUK, TUMBUHAN MULTI KHASIAT
Oleh: Prof. Dr.Ir. Urip Santoso, M.Sc. ISBN. 978-602-9071-12-2
Badan Penerbit Fakultas Pertanian (BPFP) Unib
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, saya telah menyelesaikan buku kecil ini. Buku yang mencoba mengungkapkan sebagian kecil tanda-tanda kekuasaan Allah. Buku yang berusaha menguraikan sebagian kecil rahasia yang ada dalam tumbuhan obat yang diberi label katuk atau Sauropus androgynus. Tumbuhan yang nyaris diabaikan oleh banyak orang dan belum banyak dibudidayakan secara komersial. Padahal, katuk itu mempunyai potensi yang sangat besar bagi kesehatan baik bagi manusia maupun bagi hewan. Ia kaya akan zat gizi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Ia mengandung senyawa metabolik sekunder yang sarat khasiat. Ia mampu berperan ganda, yaitu sebagai sumber zat gizi, antioksidan, anti jamur,
anti bakteri, antilipidemia dan
segudang khasiat lainnya. Namun, sebagaimana makhluk hidup lainnya katuk juga mengandung sejumlah kekurangan. Terdapat efek samping yang harus diperhatikan akibat mengkonsumsi katuk ini, yaitu seperti kelainan paru-paru, sesak nafas, sulit tidur, bias menyebabkan keguguran dan lain-lain. Untuk mengurangi efek samping ini dianjurkan untuk mengkonsumsi katuk dalam jumlah yang terbatas dan tidak dalam jangka panjang. Nah, buku ini akan menjawab beberapa pertanyaan pembaca tentang katuk. Semoga pembaca puas setelah membaca buku ini.
Bengkulu, 1 Juli 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i KATA PENGANTAR ………………………………………………………
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….
iv
ABSTRAK …………………………………………………………………….
1
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………
2
BAB II. MENGENAL TANAMAN KATUK ................................................. 8 BAB III. KOMPOISIS GIZI KATUK ……………………………………… 10 BAB IV. KATUK SEBAGAI ANTIKUMAN
42
BAB V. KATUK SEBAGAI PELANCAR AIR SUSU IBU ………………
47
BAB VI. KATUK SEBAGAI ANTI LEMAK DAN ANTIOKSIDAN ........
56
BAB VII. PENINGKATAN PRODUKVIFITAS PADA TERNAK ............
63
BAB VIII. KEGUNAAN KATUK LAINNYA ……………………………... 77 BAB IX. RESEP MASAKAN KATUK ..........................................................
83
BAB X. EFEK SAMPING KATUK ................................................................ 94 BAB XI. BUDIDAYA KATUK ......................................................................
98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 106 LAMPIRAN …………………………………………………………………..
115
iii
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1. Perbandingan Obat Herbal dan Obat Sintetik ....................................... 7 Tabel 2. Kandungan vitamin dan provitamin dalam daun katuk ........................ 11 Tabel 3. Senyawa dalam ekstrak daun katuk dengan etanol 70% ......................
12
Tabel 4. Komposisi asam lemak tepung daun katuk …………………………..
15
Tabel 5. Komposisi asam amino tepung daun katuk …………………………..
15
Tabel 6. Kandungan senyawa kimia pada batang katuk ..................................... 16 Tabel 7. Kandungan retinol dari sumber alam .................................................... 19 Tabel 8. kebutuhan vitamin A orang dengan aktifitas ringan-moderat ………..
20
Tabel 9. Kebutuhan vitamin C orang dengan aktifitas ringan-moderat .............. 22 Tabel 10. Kebutuhan vitamin D .......................................................................... 25 Tabel 11. Kebutuhan vitamin B6 orang dengan aktifitas ringan-moderat .......... 26 Tabel 12. Kebutuhan vitamin thiamin orang dengan aktifitas ringan-moderat ..
27
Tabel 13. Kebutuhan energi orang dengan aktifitas ringan-moderat .................
28
Tabel 14. Rekomendasi Kebutuhan Protein …………………………………...
30
Tabel 15. Kebutuhan besi orang dengan aktifitas ringan-moderat .....................
32
Tabel 16. Kebutuhan kalsium (Ca) orang dengan aktifitas ringan-moderat ....... 33 Tabel 17. Kebutuhan fosfor (P) orang dengan aktifitas ringan-moderat ............
35
Tabel 18. Patologi defisiensi vitamin E ……………………………………….. 36 Tabel 19. Pedoman mutu air minum …………………………………………... 38 Tabel 20. Hasil pengamatan pengukuran zona hambatan 6 macam ekstrak
43
daun katuk ........................................................................................................... Tabel 21. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap jumlah mikrobia
45
dalamkotoran ayam broiler (109 /g) .................................................................... Tabel 22. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap Salmonella sp dan
45
Escherichia coli pada daging broiler ………………………………………….. Tabel 23. Komposisi kimia air susu ibu dan berbagai hewan ............................
48
Tabel 24. Nilai rata-rata lamanya menyusui bayi perempuan ...........................
54
Tabel 25. Pengaruh tepung daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler
56
Tabel 26. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler 57 Table 27. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler 57 Tabel 28. Pengaruh pemberian tepung daun katuk terhadap performans ayam
65
iv
broiler .................................................................................................................. Tabel 29. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap performans
66
broiler .................................................................................................................. Tabel 30. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap performans ayam broiler ....... 66 Tabel 31. Pengaruh ekstrak katuk terhadap rasa, bau dan warna daging broiler
70
Tabel 32. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap komposisi karkas broiler ....... 72 Tabel 33. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas amonia
73
dalam kandang ayam petelur (ppm) …………………………………………... Tabel 34. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas ammonia
73
dalam tempat penyimpanan kotoran ayam (ppm) …………………………….. Tabel 35. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap income over feed
75
cost pada broiler ……………………………………………………………….. Tabel 36. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap temperatur rectal
77
broiler .................................................................................................................. Tabel 37. Volume urin (ml) tikus yang diberi akar katuk, HCT, dan akuades
79
sampai jam ke 8 ……………………………………………………………….. Tabel 38. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap kelainan kaki pada
80
broiler .................................................................................................................. Tabel 39. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan katuk ..................................
102
Tabel 40. Pengaruh ZPT (2,4 D) terhadap pertumbuhan katuk ......................... 104
v
ABSTRAK Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa katuk mengandung berbagai macam zat gizi dan senyawa metabolik sekunder. Oleh karena itu, sangat logis jika katuk mempunyai banyak manfaat baik bagi pemenuhan zat gizi maupun bagi pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Daun katuk dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pada berbagai ternak. Selain itu daun katuk juga berperan sebagai antioksidan, anti jamur, antibakteri, antilipidemia, antikanker dan berbagai manfaat lainnya. Katuk sudah dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat baik di Indonesia maupun di beberapa negara lain. Selain dikonsumsi sebagai sayuran, katuk juga dimanfaatkan sebagai obat herbal untuk pelancar air susu ibu (ASI) dan sebagai obat pelangsing. Disamping mempunyai manfaat yang banyak, daun katuk juga mempunyai efek samping seperti menyebabkan kelainan paru-paru, susah tidur, sesak nafas dan keguguran. Untuk itu disarankan untuk mengkonsumsi daun katuk tidak dalam jumlah yang banyak dan tidak dalam jangka panjang.
Kata kunci: katuk, Sauropus androgynus, obat herbal
vi
2
BAB I PENDAHULUAN
Setelah manusia mengarungi samudra dunia modern dengan segala kemudahan sebagai hasil perkembangan teknologi, manusia mulai menyadari bahwa segala sesuatu yang tidak seimbang, tidak fitrah atau tidak alami dapat membawa akibat kurang baik bagi kesehatannya. Perubahan pola makan manusia modern ternyata mengakibatkan berbagai penyakit yang dahulunya kurang dominant sebagai penyebab kematian, sekarang menduduki peringkat atas. Semakin hari semakin banyak manusia yang terkena kanker, stroke, penyakit jantung, diabetes (kencing manis) dan berbagai penyakit degeneratif lainnya, sebagai akibat salah makan atau makan yang berlebihan. Disisi lain juga, penyakit akibat kekurangan gizi masih mendominasi terutama di Negara-negara berkembang. Ironis memang. Memasuki tahun 1997 yang merupakan awal era krisis moneter yang berkepanjangan, maka semakin banyak penduduk Indonesia yang jatuh miskin. Sebagai akibat langsung adalah semakin banyak pula penduduk yang terkena penyakit kekurangan gizi. Lebih ironis lagi, sejalan dengan menurunnya daya beli masyarakat terjadi kenaikkan barang-barang kebutuhan hidup pokok serta obat-obatan. Krisis yang berkepanjangan ini sampai tahun 2007 ini masih sangat terasa. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk mencari bahan pangan dan pengobatan alternative yang dapat dijangkau oleh kocek mereka. Tentu saja, keadaan ini menyemarakkan kembali pengobatan tradisional dari yang dapat dijangkau oleh nalar sampai yang berbau mistik. Keampuhan pengobatan alternative ini dipercaya oleh sebagian masyarakat tidak kalah dengan pengobatan modern. Lain di Negara berkembang, lain pula di Negara maju. Disana, masyarakat mulai memasyarakatkan slogan “back to nature” atau kembali kea lam. Diyakini bahwa sesuatu yang alami baik pada pola pangan, ataupun pengggunaan bahan alami sebagai obat akan membawa efek negatif yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan obatobatan dari bahan sintetik. Dengan demikian, umur fisiologis dari sel dapat diperpanjang. Oleh sebab itu, di negeri itu pengobatan “ala dukun” mulai dilirik kembali. Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, mempunyai potensi yang sangat besar untuk menyediakan obat alami, mengigat banyak tumbuhan obat yang tumbuh dengan baik. Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia telah mengenal tumbuhan 3
obat dan memanfaatkannya untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-hari dan pengalaman yang diturunkan dari nenek moyang kita. Pengobatan dengan bahan asal tumbuhan disebut fitoterapi yang dalam penerapannya pada waktu ini dikenal dalam bentuk jamu dan fitofarma. Sampai dengan pertengahan abad ke XX, fitoterapi memegang peranan penting untuk
upaya pencegahan dan penyembhan penyakit (Sidik, 1994a). Setelah
mengalami masa surut akibat desakan bahan aktif hasil sintesis kimia, pada dewasa ini bahan obat asal tumbuh-tumbuhan semakin mendapat perhatian kembali, baik sebagai obat tradisional jamu, fitofarma
maupn sumber senyawa murni.
Kecenderungan ini banyak didorong oleh berbagai kejadian buruk akbat obat yang berasal dari senyawa kimia hasil sintesis dan juga tidak lepas dari kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkait, seperti botani, kimia, farmasi dan farmakologi yang memungkinkan konsep metode berdasar dan lebih pasti atas khasiat sediaannya. Oleh sebab itu, khaiatnya tidak usah diragukan lagi. Sediaan asal tumbuhan yang sudah jelas khasiat, keamanan dan stabilitasnya disebut fitofarmaka. Jadi industri fitofrmaka adalah industri farmasi yang bersumber pada
tumbuh-tumbuhan
dan
merupakan
produk
IPTEK
tumbuhan
obat.
Pengembangan nustri fitofarmaka akan mendorong usaha pelestarian tumbuhan obat dan industri budidaya tanaman obat, simplisia, sediaan galenik, fraksi atau kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai mutu standard dan lebih jauh kearah kemoterapi (Sidik, 1994b). Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi besar namun belum banyak dilirik dan belum dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah katuk (Sauropus androgynus). Prospek katuk sebagai komditas ungguan cukup besar, mengingat ia dapat dikembangkan sebagai bahan dasar obat pelancar air susu ibu (ASI), obat antikuman, obat anti lemak, obat pelacar air seni, sebagai bahn pewarna kue dan lainlain. Daun katuk efektif untuk
mengotrol tekanan darah dan masalah
ginekologik,
hiperlipidemia, urolitiasis, batu empedu dan konstipasi. Di India daun katuk juga digunakan sebagai obat bisul, masalah mata dan tonsilitis. Di Tamil Nadu dan Kerala daun katuk dikenal sebagai obat kencing manis. Hasil penelitian Sae dan Srividya (2002) menunjukkan bahwa daun katuk mampu menurunkan kadar glukosa darah, sehingga daun kauk cukup potensial untuk dikembangkan sebagai obat kencing manis. 4
Pengembangan obat antilemak ini sejalan dengan adanya bukti yang kuat bahwa lemak yang tertimbun secara berlebihan dalam tubuh dapat meningktkan resiko terkena berbagai penyakit berbahaya seperti kanker tertentu, atherosclerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Obat tersebut sangat diperlukan bagi pemeliharaan tubuh yang ideal. Memang, penurunan lemak dapat dilakukan secara efektif dengan olahraga teratur. Namun demikian, pada kondisi tertentu dimana seseorang dikarenakan pekerjaannya kuranga ktif berolahraga secara teratur menyebabkan seseorang encari alternative lainnya. Pada kondisi ini, maka seseorang memerlukan obat dalam jumlah teretntu untuk menyeimbangkan metabolisme tubuh agar kelainan-kelainan metabolik dapat dicegah atau paling tidak dapat dihambat. Sebagai pelancar ASI (air susu ibu), katuk sangat berperan dalam menunjang program pemerintah. ASI memang diakui mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan susu formula. Dengan kelebihan itu, maka seorang bayi yang menerima ASI dalam jumlsh dan waktu yang cukup akan mempunyai perkembangan fisik dan mental yang lebih baik serta mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang lebih baik. Saat ini, telah diproduksi kapsul katuk komersial yang berkhasiat sebagai pelancar ASI. Pada industri jamu, katuk juga telah dikenal sebagai salah satu bahan dalam ramuan jamu pelancar ASI. Sifat ini juga dapat dimanfaatkan oleh industri peternakan
ternak perah untuk meningkatkan produksi susu. Usaha kearah
pemanfaatan katuk untuk meningkatkan produksi susu baru pada tahan penelitian. Sebagai obat anti kuman, katuk dapat dikembangkan sebagai obat borok dan penyakit infeksi lainnya. Penggunaan katuk sebagai obat borok secara tradisional telah terbukti ampuh. Selain itu, ia dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang diduga lebih aman. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah katuk kaya akan provitamin A yang berperan dalam kesehatan mata, kesehatan reproduksi baik pada manusia maupun hewan, kaya akan vitamin C sebagai antioksidan alami, kaya akan zat besi sebagai pencegah anemia, kaya akan protein dan zat gizi lainnya. Memang, katuk telah banyak dikenal sebagai sayuran bergizi yang murah di berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa tanaman katuk telah diusahakan secara komersial, sedang di daerah lain ditanam sebagi tanaman sela atau tanaman pagar. Bagi para peternak, katuk juga dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak
sebagai
pakan
tambahan
(feed
supplement).
Hasil-hasil
penelitian
menunjukkan bahwa pemberian katuk dapat meningkatkan efisiensi penggunaan 5
pakan, mutu karkas dan diduga mampu
menekan produksi gas ammonia dan
mengurangi bau kotoran. Mikroba-mikroba pathogen seperti Salmonella sp. dan Escherichia coli dapat ditekan pertumbuhannya, sehingga tingkat kontaminasinya dalam daging dapat ditekan. Anggapan bahwa obat herbal tidak mempunyai efek samping adalah kurang benar. Seperti halnya obat sintetik, maka obat herbal juga mempunyai efek samping. Oleh sebab itu, mengkonsumsi obat herbal juga ada dosis yang harus dipatuhi oleh konsumen. Hal lain yang harus diwaspadai terhadap obat herbal adalah proses pembuatannya. Apakah proses pembuatannya sudah memenuhi tahapan yang harus dilalui ataukah belum. Sebaiknya masyarakat membeli obat herbal yang sudah ada nomor registrasi dari institusi yang berwenang. Sebagaimana obat herbal lain dan obat sintetik, maka daun katuk juga mempunyai efek samping yang harus diperhatikan oleh para pemakai. Untuk itu adalah sangat penting artinya jika penyediaan obat yang berasal dari daun katuk sudah melalui tahapan yang diharuskan. Hal ini sangat penting agar sediaan obat herbal dari daun katuk aman dikonsumsi oleh konsumen dalam arti mempunyai efek samping yang sangat minimal. Bagi konsumen yang mengkonsusmi obat herbal untuk berbagai tujuan hendaknya hati-hati dalam memilih obat herbal, dan perhatikan dosis pemakaiannya. Agik Suprayogi yang merupakan dosen IPB menganjurkan hendaknya daun katuk dikonsumsi maksimal sebanyak 50 g per hari. Namun anjuran ini perlu dikritisi dan perlu dilakukan penelitian yang mendalam apakah dosis ini dalam jangka panjang tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Hasil penelitian saya pada broiler menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun katuk dalam dosis rendah (4,5 g/kg pakan) dalam waktu 3 minggu tidak menimbulkan kerusakan pada hati, paruparu dan ginjal. Sementara pada ayam petelur belum ada penelitian dosis yang tepat untuk penggunaan katuk baik tepungnya maupun ekstraknya dalam jangka waktu yang panjang (selama periode produksi yaitu sekitar 1,5 tahun sampai 2 tahun). Yang ada baru penelitian penggunaan ekstrak dan tepung katuk dalam jangka waktu yang pendek. Jadi, penggunaan daun katuk untuk ternak juga harus memperhatikan dosis yang dianjurkan menurut hasil penelitian.
Petunjuk Mengkonsumsi Obat Herbal Sebagaimana obat sintetik, obat herbal juga ada aturan pakainya agar obat herbal itu dapat berfungsi secara maksimal:l. Selain itu, perlu diperhatikan dosis 6
pemakaiannya agar efek samping yang ditimbulkan obat herbal dapat diminimalisir. Hal yang perlu dicatat bahwa obat herbal lebih aman dikonsumsi jika dibandingkan dengan obat sintetik. Beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan ketika Anda mengkonsumsi obat herbal. 1. Sebaiknya tidak mengkonsumsi herbal bersama dengan obat konvensional (jika masih mengkonsumsi obat dokter, konsumsi lebih dari 1-2 jam). 2. Sesuaikan konsumsi herbal dengan jam piket tubuh, misal herbal yg bersifat laksatif sebaiknya dikonsumsi sebelum tidur, agar usus besar bekerja maksimal pada pukul 5-7 pagi. Herbal lainnya, dapat diminum pukul 9 pagi dan 3 sore (saat lambung kosong). 3. Konsumsi herbal sebaiknya dengan air hangat. 4. Herbal mengandung minyak asiri seperti pada rimpang-rimpangan, sebaiknya tidak dimasak dan tidak dikeringkan agar tidak hilang. 5. Herbal tidak menimbulkan efek segera seperti obat konvensional, umumnya terapi herbal menunjukkan hasil setelah konsumsi lebih dari 6 bulan. 6. Bila menggunakan bahan herbal kering, pastikan tidak berjamur dan bisa diidentifikasi. 7. Merebus bahan herbal sebaiknya menggunakan panci pyrex, stainless steel atau tanah. 8. Setelah merebus mendidih pertama, kecilkan api 15 menit untuk daun yang lembut atau 30 menit untuk bahan yang lebih keras (kayu atau biji). 9. Pencampuran herbal dibatasi maksimum 5 bahan dalam satu ramuan. 10. Ekstraksi melalui rebusan daun segar 30-40 g, 10-15 g daun kering atau satu jari rimpang per takaran. Rebus dalam air 2 gelas, setelah tinggal 1 gelas, saring dan dikonsumsi (www.suaramedia.com dalam http://www.gentongmas.com/berita/619kenalilah-efek-samping-dari-pengobatan-herbal.html).
7
Tabel 1 menyajikan perbandingan antara obat herbal dan obat sintetik. Jika membaca Tabel 1, maka ada beberapa perbedaan respon antara obat herbal dan obat sintetik. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Lalu, mana yang sebaiknya dipakai dalam rangka pengobatan? Hal ini tergantung pada kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita. Tabel 1. Perbandingan Obat Herbal dan Obat Sintetik No.
Obat Herbal
Obat Sintetik
1.
Harganya terjangkau
Harga relatif lebih mahal
2.
Efek samping relatif kecil bahkan
Efek samping pengobatan lebih sering
ada yang sama sekali tidak
terjadi.
menimbulkan efek samping jika digunakan secara tepat. 3.
Reaksinya lambat
Reaksinya cepat.
4.
Memperbaiki keseluruhan sistem
Hanya memperbaiki beberapa sistem
tubuh.
tubuh.
Efektif untuk penyakit kronis yang
Relatif kurang efektif untuk penyakit
sulit diatasi dengan obat kimia.
kronis
Terapi sampingan: Diet terhadap
Terapi sampingan: diet terhadap makanan
makanan tertentu.
tertentu dan perlakuan tertentu pada tubuh
5.
6.
seperti bedah atau operasi dan manajemen stres
Sumber: http://www.deherba.com/obat-tradisional-vs-obat-kimia.html
Buku kecil ini akan mencoba menguraikan manfaat tanaman katuk bagi manusia dan hewan secara sederhana. Agar pembaca yang berminat dapat mengembangkannya sendiri, maka budidaya tanaman katuk akan pula dikemukakan secara singkat.
8
BAB II MENGENAL TANAMAN KATUK
Katuk memiliki beberapa nama daerah antara lain: mamata (Melayu), simani (Minangkabau), katuk (Sunda), babing, katukan, katu (Jawa), kerakur (Madura), katuk (Bengkulu), cekur manis (Malaysia), kayu manis (Bali), binahian (Filipina/Tagalog), ngub (Kamboja). 2.1. Taksonomi Katuk mempunyai taksonomi sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Graniales
Suku
: Euphorbiaceae
Anak suku
: Phyllanthoideae : Phyllanth
Marga
: Sauropus
Jenis
: Sauropus androgynus L. Merr
2.2. Ekologi dan penyebarannya Katuk tersebar di berbagai daerah di India, Malaysia dan Indonesia. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tempat yang cukup air dan agak teduh, dari dataran rendah sampai dengan pegunungan. Dapat tumbuh berkelompok atau secara individu. Di Jawa katuk dapat tumbuh hingga 1300 dpl. Selain di Jawa, budidaya katuk juga ada di Kalimantan Barat Sumatera Utara, Bengkulu dll. Ditanam terutama sebagai tanaman pagar dan pembatas kebun. Namun pada berbagai daerah terutama di pulau Jawa, katuk telah dibudidayakan walaupun masih sederhana. Tumbuh baik pada ketinggian 5-1300 m dpl. Asal katuk tidak diketahui, tetapi terdapat di India dan Sri Langka ke Cina Selatan dan Indo-Cina dan Asia Tenggara. Setyowati (1997) melaporkan bahwa hasil pencatatan distribusi geografi pada material herbarium, penyebaran katuk di Indonesia dijumpai di Jawa (Banyuwangi, Pekalongan, Rembang, Semarang, Prwokerto, Kediri, Pasuruan, Surakarta, Bogor, Situbondo, Malang, Jepara, Tulungagung, Madiun, Pulau Bawean, Madura); Sumatera (Jambi, Palembang, Sibolangit, Padang, Lampung, Bangka, Pulau Enggano); Kalimantan 9
(Aramba, Natuna, Pulau Bunguran); Kepulauan Sumba (Sumbawa, Timor) dan Moluccas (Maluku, Ternate, Ambon).
2.3. Morfologi Semak kecil, tingginya sampai dengan 3 meter. Batang yang muda berwarna hijaua dan yang tua coklat. Batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin. Daun menyusun selang seling pada satu tangkai, seolah-olah terdiri dari daun majemuk padahal sesungguhnya daun tunggal dengan jumlah daun per cabang 11-21 helai, bentuk helaian daun lonjong sampai bundar. Kadang-kadang lanset permukaan atasnya berwarna hijau gelap dan permukaan bawah berwarna hijau muda dengan tampak pertulangan daun yang jelas, panjang helai 2,5 cm, lebar 1,25-3 cm; tangkai pendek 2-4 mm, berdaun penumpu, panjang 1,75-3 mm. Daun yang di pangkal cabang berbentuk bulat telur berukuran lebar 1,5-2,5 cm, panjang 2,5-4,5 cm, sedangkan yang di tengah dan ujung berbentuk jorong berukuran lebar 2,2-3,1 cm, panjang 4,3-8,5 cm (Sukendar, 1997). Bunga tunggal atau berkelompok 3, keluar di ketiak daun atau diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai helaian kelopak berbentuk bundar, warna merah gelap atau merah dengan bintik-bintik kuning, lebar 3-3,5 mm, tinggi putik 0,75 mm, lebar 1,75 mm, cabang dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup 6, panjang tangkai 6-7,5 mm. Bunga jantan bentuk seperti giwang, kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, saling berdekatan, tebal dan berdaging, berwarna hijau kemerahan. Benangsari 6, dengan serbuk sari berwarna putih kekuningan (Sukendar, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa bunga betina kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan, tidak mudah luruh dan tetap menempel pada buah. Berbunga sepanjang tahun. Buang bertangkai, panjang tangkai 1,25 cm, diameter bunga jantan 6-11 mm.
10
BAB III KOMPOISIS GIZI KATUK
Katuk telah banyak dikenal sebagai sayuran di sebagian besar Indonesia. Bahkan terutama di Jawa katuk telah dibudidayakan secara komersial, sedang di daerah lain ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman sela. Daun katuk termasuk salah satu sayuran yang kaya akan zat gizi dan zat metabolic sekunder, sehingga katuk bias dimanfaatkan sebagai sayur dan sebagai obat herbal. Katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-karotin, vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral. Menurut Yahya et al. (1992) daun katuk mengandung zat besi 9,14 mg dan vitamin C 197,5 mg. Ketersediaan biologis zat besi jika direbus adalah 0,44 mg, dikukus 0,48 mg, direbus dengan santan 0,43 mg. Menurut Oei (1987) dalam 100 gram daun katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air, 4,8 gram protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 3111 µg vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200 mg vitamin C. Depkes (1992) melaporkan bahwa pada daun katuk segar mengandung energi 59 kalori, protein 6,4 gram, lemak 1,6 gram, karbohidrat 9,9 gram, serat 1,5 gram, abu 1,7 gram, kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, β-karotin 10020 µg, vitamin C 164 mg dan air 81 gram. Pada daun rebus kalori 53 kalori, protein 5,3 gram, lemak 0,9 gram, serat 1,2 gram, karbohidrat 9,1 gram, abu 1,4 gram, kalsium 185 mg, fosfor 102 mg, besi 3,1 mg, β-karotin 9000 µg, vitamin C 66 mg dan air 83,3 gram. Sudarto (1990) menyatakan dalam 100 gram daun katuk segar mengandung protein 6,4 gram, β-karotin 10020 µg, dan vitamin C 164 (Depkes, 1992), tiamin 0,1 mg (Oei, 1987). Sadi (1983) menemukan bahwa daun katuk segar mengandung air 75,28%, abu 2,42%, lemak 9,06%, protein 8,32%, karbohidrat 4,92%, karoten (mg/100 g) 165,05 dan energi 134,1 kal.., sedangkan tepung daun katuk mengandung 12% air, 8,91% abu, 26,32% lemak, protein 23,13%, karbohidrat 29,64%, karoten 372,42 mg/100g, dan energi 447,96 kal. Soegihardjo et al. (1997) menemukan bahwa penetapan kadar protein untuk serbuk daun katuk kadar protein sebesar 38%, sedangkan untuk ekstrak kering sebesar 62%. Direktorat Gizi (1981) bahwa dalam 100 g daun katuk mengandung 59 kal., 4,8 g protein, 1 g lemak, 11 g karbohidrat, 204 mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 103.705 SI vitamin A, 0,1 mg vitamin D, 239 mg vitamin C dan air 81 g. Siemonsma dan Piluek (1994) bahwa pada 100 g daun 11
segar mengandung air 79,8 g, protein 7,6 g, lemak 1,8 g, karbohidrat 6,9 g, serat kasar 1,9 g, abu 2 g, vitamin A 10.000 IU, vitamin B1 0,23 mg, vitamin B2 0,15 mg, vitamin C 136 mg, kalsium 234 mg, fosfor 64 mg, besi 3,1 mg dan energi 310 kJ/100g. Santoso (1999) menemukan bahwa dalam tepung daun katuk tua terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar , 15,0%, serat kasar 31,2%, abu 12,7%, dan BETN 10,2%. Yuliani dan Marwati (1997) menemukan bahwa dalam tepung daun katuk mengandung air 12%, abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%, karbohidrat 29,64%, β-carotene (mg/100 g) 372,42, energi (kal) 447,96. Sedangkan dalam daun segar mengandung air 75,28%, abu 2,42%, lemak 9,06%, protein 8,32%, karbohidrat 4,92%, β-carotene (mg/100 g) 165,05, dan energi (kal) 134,10. Tabel 2. menunjukkan kandungan β-carotene dan vitamin dari daun katuk dari beberapa peneliti yang diringkas oleh Subekti (2007). Energi bruto daun katuk sangat tinggi, yaitu sebanyak 3818-4939,64 (Subekti, 2003, 2007)
Tabel 2. Kandungan vitamin dan provitamin dalam daun katuk Vitamin & provitamin
Jumlah
All-trans-α-carotene (µg/100g)
1335
All-trans-β-carotene (µg/100g)
10010
Cis- β-carotene (µg/100g)
1312
Riboflavin (mg/100 g)
0,21
Thiamin (mg/100 g)
0,50
Vitamin C (mg/100 g)
244
Α-tokoferol (mg/kg)
426
Subekti (2007)
Yahya et al. (1992) dalam 100 g daun katuk mentah dikandung zat besi 6,25 mg, direbus dengan air 3 mg, dikukus 5,84 mg, dan direbus dengan santan 3,12 mg. Vitamin C juga mengalami penurunan jika direbus. Daun mentah 197,48 mg Vitamin C dan menurun menjadi 71,55 mg jika direbus dan menjadi 41,1 mg jika dikukus, serta direbus dengan santan menjadi 77,36 mg. Tanin adalah senyawa fenol yang bereaksi dengan protein. Istilah ini asalnya digunakan untuk ekstrak tumbuhan yang
12
digunakan untuk penyamakan kulit. Tanin yang tinggi dapat menyebabkan kelainan kaki pada broiler. Tumbuhan yang termasuk famili Euphorbiaceae mengandung minyak atsiri, sterol, saponin, flavonoid, triterpen, asam-asam organik, asam amino, alkaloid dan tanin (Hegnauer, 1964 disitasi Malik, 1997). Malik (1997) menemukan bahwa hasil skrining daun katuk diperoleh adanya golongan sterol atau triterpen, flavonoid dan tanin. Kandungan fitosterol tepung daun katuk yang diekstrak dengan 70% etanol adalah sebanyak 2,43% atau sebanyak 466 mg/100 g dalam daun katuk segar (Subekti, 2007). Kandungan fitosterol sebesar itu termasuk kadar yang tinggi diantara beberapa bahan makanan. Berikut daftar senyawa aktif ekstrak daun katuk 70% etanol (Subekti, 2007).
Tabel 3. Senyawa dalam ekstrak daun katuk dengan etanol 70% Golongan
Nama Senyawa
Komposisi (%)
Asam lemak
9,12,15-asam oktadekatrienoat etil ester
9,36
Asam lemak
Asam palmitat
5,30
Klorofil
Phytol
4,92
Asam lemak
11,14,17-asam eikosatrienoat metil ester
3,70
Vitamin
Tokoferol (vitamin E)
1,20
Stigmasterol
Stigmasta -5,22-dien-3β-ol
1,10
Asam lemak
Asam tetradekanoat etil ester
0,69
Sitosterol
Stigmasta-5-en-3β-ol
0,69
Fukosterol
Stigmasta-5,24-dien-3β-ol
0,64
Asam lemak
Asam oktadekanoat
0,39
Sumber: Subekti (2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa jumlah air yang ditambahkan dan tekanan pengepresan yang optimal agar diperoleh ekstrak daun katuk yang maksimal dan warna yang paling hijau adalah tekanan 100 kg/cm2 dan rasio daun dan air 1:2. Kadar air daun katuk 67,66%, kadar khlorofil daun katuk 2,74% dan ekstrak daun .katuk yang diperoleh sebesar 95,48%, kadar khlorofil ekstrak daun katuk sebesar 2,22% . Nurdin et al. (2009) menemukan bahwa daun katuk mengandung klorofil
13
sebanyak 1.509,1 mg/kg daun; dimana ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun pegagan dan murbei yang masing-masing kadarnya sebanyak 831,5 mg dan 844, 2 mg tetapi lebih rendah dari daun cincau hijau yang banyaknya 1.708,8 mg. Perbedaan kandungan gizi yang ditemukan oleh para peneliti disebabkan oleh perbedaan umur dimana katuk dipanen, cara pemeliharaan, lingkungan dan faktor keturunan. Meskipun terdapat perbedaan, secara umum dapat dikatakan bahwa daun katuk sangat kaya gizi terutama sebagai sumber provitamin A dalam bentuk karotin. Kandungan lemak yang tinggi pada daun tua (Santoso dan Sartini, 2001) memungkinkan mengekstraksi minyak daun katuk. Secara umum minyak sayur banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Ching dan Mohamed (2001) menemukan kandungan alpha tocopherol dari Sauropus androgynus sebesar 426 mg/kg dan mengandung asam askorbat sejumlah 244 mg/100 g kering (Padmavathi dan Rao, 1990) Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung zat kimia lain. Agustal et al. (1997) daun katuk mengandung enam senyawa utama, yaitu monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-pyrolidinon dan methyl pyroglutamate (alkaloid). Menurut Padmavathi dan Rao (1990) daun katuk mengandung alkaloid papaverin yang dapat mengganggu kesehatan, sehingga dianjurkan tidak terlalu sering mengkonsumsinya, namun peneliti lain tidak menemukan alkaloid ini dalam daun katuk. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh tempat habitat tumbuh yang berbeda akan menghasilkan kandungan kimia yang berbeda pula (Agustal et al., 1997). Papaverin ditemukan pada daun katuk yang sudah tua. Anonimus (1995) daun katuk juga mengandung saponin, flavonoid, dan tannin. Apabila daun katuk dipanaskan dengan air maka senyawa-senyawa ester yang terkandung didalamnya akan terhidrolisis menjadi senyawa asam karboksilat sehingga menimbulkan rasa asam. Miean dan Mohamed (?) menemukan bahwa daun katuk mengandung 785 mg flavonoid/kg tepung katuk, quercetin 461,5 mg/kg, kaempferol 323,5 mg/kg. Andarwulan et al. (2010) menemukan bahwa daun katuk (mg/100 g daun segar) quercetin 4,50, kaempferol 138, myricetin ,0,00002, luteolin < 0,006, apigenin <0,03, dengan flavonoid total sebanyak 143 mg. Selanjutnya dinyatakan bahwa daun katuk mengandung phenol sebanyak 1,49 mg GAE/g daun segar, ferric reducing (µmol TE/g daun segar) 70,6, ABTS (µmol TE/g daun segar) 1,81 dan DPPH (µmol TE/g daun segar) 7,72. Flavonoid telah terbukti berperan dalam berbagai aktivitas di dalam 14
tubuh seperti sebagai antioksidan, anti-radang, anti-platelet, anti-thrombotic action, and anti-allergik. Flavonoid dapat menghambat enzim seperti prostaglandin synthase, lypoxygenase, dan cyclooxygenase yang merupakan enzim yang berhubungan dengan tumorigenesis dan merangsang sistem enzim yang berkaitan dengan detoksifikasi seperti glutathione S-transferase. Quercetin menghambat oksidasi dan sitotoksisitas low-density lipoprotein secara in vitro dan dapat menekan resiko terkena penyakit jantung koroner dan kanker. Model oksidasi in vitro menunjukan bahwa quercetin, myricetin, dan rutin lebih kuat sebagai antioksidan jika dibandingkan dengan vitamin konvensional. Flavonol dan flavone berperan sebagai antioksidan dan pembawa radikal bebas dalam makanan, dan secara nyata mempunyai aktivitas vitamin C sparing, dimana myricetin yang paling aktif. Dalam sayuran, quercetin glycoside yang dominan,tetapi glycoside dalam bentuk kaempferol, luteolin, dan apigenin juga ada dalam jumlah sedikit. Studi epidermiologik menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pakan yang kaya dengan flavonol dan penurunan penyakit jantung. Yu et al (2006) menemukan senyawa aktif dalam daun dan batang katuk yaitu 3-O-b -D-glucosyl-(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK). 60 mg per kg GGK menurunkan konsumsi pakan pada tikus sebanyak 15%. Konsentrasi trigliserida dalam serum menurun pada tikus yang diberi GGK. Suplementasi GGK tidak membawa dampak negatif terhadap perubahan histopatologik. Oleh sebab itu, GGK berpotensi sebagai bahan obat antiobesitas yang aman.
Structure of 3-O-b -D-Glucosyl-(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK) (Yu et al., 2006).
15
Tabel 4. Komposisi asam lemak tepung daun katuk Asam Lemak
Jumlah (% total asam lemak)
Asam laurat
0,688
Asam miristat
5,838
Asam palmitat
33,246
Asam stearat
7,555
Asam oleat
21,391
Asam linoleat
21,081
Asam linolenat
0,142
Asam arakhidonat
1,385
Sumber: Santoso et al. (2004)
Tabel 5. Komposisi asam amino tepung daun katuk Asam amino
Tepung (ppm)
Asam aspartat
0,732
Asam glutamate
1,085
Serin
0,271
Glisin
0,454
Histidin
0,264
Arginin
0,312
Treonin
0,409
Alanin
0,311
Prolin
0,297
Tirosin
0,585
Valin
0,610
Metionin
0,145
Sistin
0,642
Isoleusin
0,738
Leusin
0,701
Fenilalanin
0,760
Lisin
0,937
Sumber: Santoso et al. (2004)
16
Tabel 6. Kandungan senyawa kimia pada batang katuk No.
Senyawa
Kadar (%)
1
14,48
2
9, 12, 15-octadecatrienoic acid, ethyl ester, (Z, Z, Z)Phytol
3
Glycerin
2,52
4
1-methyl-2-pyrrolidineethanol
2,27
5
Acetic acid
1,81
6
1,69
7
Pent-1-en-3-one, 1-(2-furyl)-5dimethylamino Benzofuran, 2, 3-dihydro-
8
2-Acetylpyrrolidine
1,51
9
4-O-methylmannose
1,46
10
N-Ethyl-2-carbomethoxyazetidine
1,43
11
9-Ethoxy-10-oxatricyclo [7.2.1.0 (1, 6)] dodecan-11-one
1,36
12
1H-Indole, 5-fluoro-
1,30
13
Hexadecanoic acid
1,18
14
Oleic acid
1,18
15
Heptaethylene glycol monododecyl ether
1,12
16
N, N-Dimethyl-2-aminoethanol
1,05
17
2-Methoxy-4-vinylphenol
0,97
18
L-Phenylalanine
0,95
19
Pentaethylene glycol
0,95
20
4, 6-Di-O-methyl-α-d-galactose
0,94
21
Octadecanoic acid
0,85
22
Thiophene, tetrahydro-2-methyl
0,82
23
3-Hexanol, 2, 5-dimethyl-
0,79
24
Phenol
0,76
25
Tetradecanoic acid
0,75
26
Benzophenone, 3-methoxy- 4’-methyl-
0,75
27
Ethylidenecycloheptane
0,75
28
β-sitosterol
0,68
29
9, 12-Octadecadienoic acid, methyl ester, (E, E)-
0,63
13,08
1,65
17
30
2-pyrrolidinone
0,50
31
Morpholine
0,48
32
N-Chloroacetyl-d-phenylalanine
0,47
33
1-butanol, 2-ethyl-
0,44
34
4, 6-Di-O-methyl-α-d-galactose
0,40
35
Unidentified compounds
38,03
Sumber: Wei et al. (2011)
Suprayogi (2000) menemukan bahwa daun katuk mengandung androstan-17one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha (steroid), 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid, octadecanoic acid, 9-eicosyne, 5,8,11-heptadecatrienoic acid ethyl ester, 11,14,17-eicosatrienoic acid methyl ester. Wijono (2004) menemukan daun katuk mengandung asam fenolat, yaitu asam p-hidroksi benzoate 0,013%, asam vanilat 0,0054%, asam ferulat 0,0034%, asam kafeat 0,0007%. Daun katuk kaya asam palmitat (33,246%) , asam oleat (21,391% dan asam linoleat (21,081%) (Tabel 4). Dari tabel 4 dapat dibaca bahwa daun katuk mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dengan jumlah yang hampir sama. Selain itu, daun katuk juga kaya akan asam glumtamat (Tabel 5) suatu senyawa yang dominan dalam penentuan rasa dalam daging ayam. Selain itu, daun katuk mengandung asam amino esensial meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit, sisanya adalah asam amino non esensial. Berdasarkan komposisi asam amino maka daun katuk dapat digunakan sebagai supplemen pada ternak dan manusia. Selain daunnya, batang katuk juga mengandung sejumlah senyawa aktif (Tabel 6). Membaca kandungan senyawa aktif dalam batang katuk, maka batang katuk dapat juga dijadikan sediaan obat herbal. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan untuk membuat obat herbal dari kombinasi daun dan batangnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa katuk kaya akan zat gizi dan senyawa metabolik sekunder. Berdasarkan potensi senyawa kimianya, maka katuk sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat herbal dan sebagai sayuran yang kaya akan zat gizi.
3.1. Manfaat Zat Gizi Pada Daun Katuk 3.1.1 Vitamin A
18
Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah kekurangan vitamin A (KVA). Pada anak-anak, KVA dapat menyebabkan kerusakan selaput kelopak mata, kornea serta sensitivitas retina terhadap cahaya (rabun senja). Pada keadaan berat dapat menimbulkan kebutaan. Kekurangan sering terjadi dalam proporsi endemic di Negara-negara berkembang dan merupakan penyebab utama/ umum kebutaan pada anak-anak di seluruh dunia. Ada 73 negara dan territorial yang berpotensi mempunyai masalah kekurangan vitamin A yang serius. Namun demikian, konsumsi vitamin A yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan. β-carotene yang terkandung dalam daun katuk merupakan salah satu provitamin A utama. β-carotene juga diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin efektif sebagai penghambat beberapa tipe kanker pada manusia. Juga berperan dalam peningkatan kesehatan reproduksi manusia dan hewan. Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak. RDA vitamin A untuk manusia adalah 1,0 mg retinol, atau yang setara dengannya. International Unit (IU) digunakan untuk membandingkan aktifitas biologis berbagai sumber vitamin A. Satu IU dari aktifitas vitamin A dapat disuplai dengan 0,3µg all-trans-retinol, 0,344 µg alltrans-retinyl acetate, atau 0,6 µg all-trans-β carotene. Vitamin A terdapat dalam produk-produk hewan seperti telur, susu, mentega, dan hati. Tumbuhan tidak mempunyai vitamin A, tetapi beberapa tumbuhan mempunyai carotenoid. Lebih dari 500 carotenoid ada dalam alam, tetapi hanya 50 saja yang digunakan sebagai prekorsor vitamin A. Yang paling penting dari semuanya itu adalah all-trans-β carotene. Bentuk lain dari provitamin A adalah cryptoxanthine dan –α carotene. Aktifitas biologic vitamin A dan provitamin A tidak sama. Pada manusia 6,0 mg β carotene adalah setara dengan 1,0 mg retinol, sedang carotenoid lain adalah 12 mg setara dengan 1,0 mg retinol. Konversi β carotene menjadi retinol sebagai berikut: Konsumsi vitamin A dalam jumlah yang tinggi (berlebihan) menimbulkan keracunan. Konsumsi 10 x vitamin A dari RDA atau lebih tinggi pada wanita hamil dapatmenyebabkan kerusakan otak pada bayinya. Level ini menunjukkan tanda-tanda gangguan syaraf dan merusak mata jika dikonsumsi oleh anak-anak atau orang dewasa. Konsumsi vitamin A untuk mnusia dibatasi sampai dengan 6000 IU/hari atau kurang. Namun, konsumsi β carotene yang tinggi tidak menimbulkan keracunan.
19
Tabel 7. Kandungan retinol dari sumber alam Sumber vitamin A
Kadar retinol (IU/g)
Minyak hati ikan paus
400.000
Minyak hati ikan cucut
250.000
Minyak hati halibut (ikan laut)
240.000
Minyak hati herring (ikan laut)
211.000
Minyak hati tuna (ikan laut)
150.000
Minyak hati shark (ikan hiu)
150.000
Minyak hati bonito (ikan laut)
120.000
Minyak hati white sea base (ikan laut)
50.000
Minyak hati barracuda (ikan laut)
40.000
Minyak hati dogfish (ikan laut)
12.000
Minyak hati seal (anjing laut)
10.000
Minyak ikan (cod liver oil)
4.000
Minyak tubuh sardine
750
Minyak tubuh pilchard (ikan sebangsa
500
sardine) Minyak tubuh menhaden (sebangsa teri)
340
Mentega
35
Keju
14
Telur
10
Susu
1,5
Sebagai provitamin A Ubi jalar
80-200
Bubur jagung kuning
12
Jagung kuning
8
Sumber: Scott (1982)
Jadi mengkonsumsi daun katuk sebagai sumber provitamin A dalam jumlah yang tinggi tidak akan menimbulkan keracunan vitamin A. Vitamin A berperan penting dalam proses penglihatan. Reaksi-reaksi kimia yang menyangkut penglihatan dan bagian-bagian seperti trans-retinol dan 11-cisretional yang memegang peranan dalam fungsi penglihatan.. Keistimewaan dari
20
penglihatan terletak dalam energi yang diterima dalam 11-cis-retinal yang dihasilkan oleh retinen isomerase dari trans-retinal dan bereaksi dengan spontan dalam gelap komponen protein yang dinamakan akotopsin untuk membentuk rhodopsin. Kalau rhodopsin itu menerima cahaya, energi yang berasal dari cahaya tersebut
Tabel 8. kebutuhan vitamin A orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (µg RE)
0-0,5
6
60
375
0,5-1,0
9
71
375
1-3
13
90
400
4-6
20
112
500
7-10
28
132
700
11-14
45
157
1000
15-18
66
176
1000
19-24
72
177
1000
25-50
79
176
1000
51+
77
173
1000
11-14
46
157
800
15-18
55
163
800
19-24
58
164
800
25-50
63
163
800
50+
65
160
800
Hamil Menyusui
800 6 bulan pertama
1300
6 bulan kedua
1200
RE=Retinol Equivalent. 1 retinol eq.= µg retinol atau 6 µg β-carotene. Sumber: Brody (1994)
menyebabkan struktur 11-cis yang tidak stabil kembali pada keadaan dulu menjadi trans-retinal ditambah skotopsin yang bebas; ketidakstabilan ini disebabkan oleh gangguan sterik dari molekul sis. Energi yang berasal dari reaksi ini ditranportasi ke otak melalui syaraf optik (nervus opticus) dan mencatat beberapa intesitas tergantung kepada banyaknya cahaya masuk kedalam mata. Trans-retinol dikonversikan menjadi
21
trans-retinal oleh aktivitas alcohol dehydrogenase. 11-sis-retinol juga dapat dikonversi menjadi 11-cis-retinal oleh alcohol dehydrogenase. Tanda-tanda kekurangan vitamin A, pertama-tama rabun senja, yang diikuti oleh kerusakan kornea. Rabun senja dapat disembuhkan tetapi kerusakan kornea tidak dapat sembuh. Kerusakan kornea yang tidak sembuh, lensa dan buta total merupakan bagian dari penyakit yang disebut xerophttalmia. Kekurangan vitamin A menghasilkan terganggunya produksi antibodi,kerusakan pada epithelial saluran pernapasan dan pencernaan. Keduanya menyebabkan invansi mikrobia patogen. Vitamin A dan carotenoid juga bersifat sebagai anti kanker. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin A anda cukup mengkonsumsi daun katuk rebus sebanyak 100 gram atau daun katuk mentah sebanyak 60 gram saja setiap harinya. Kebutuhan vitamin A pada manusia tertera pada tabel 8. Kebutuhan vitamin A bertambah sejalan dengan bertambahnya umur kita. Kebutuhan vitamin A juga berbeda tergantung kepada jenis kelaminnya. Laki-laki dewasa mempunyai kebutuhan vitamin A yang lebih tinggi daripada perempuan. Kebutuhan vitamin A juga meningkat pada wanita yang menyusui.
3.1.1.1 Kekurangan Vitamin A pada Hewan Kekurangan vitamin A pada hewan juga berakibat pada terganggu kesehatan mata, terganggunya pembentukan tulang, terganggunya proses reproduksi, serta menyebabkan luka-luka di otak. Kekurangan vitamin A pada itik muda menyebabkan kelambatan dan menahan pertumbuhan tulang rawan, dan kelebihan vitamin A mempercepat pertumbuhan tulang.
3.1.2 Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. RDA untuk orang dewasa 60 mg. kekurangan vitamin C menyebabkan skorbut. Gejala terkena penyakit ini adalah jika konsentrasi askobat dalam plasma (darah) berada < 0,2 mg/100 ml. penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi 10-15 mg asam askorbat/hari. Vitamin C juga mengurangi kerusakan akibat radikal. Vitamin C dalam jumlah yang lebih besar sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, stress, dan penyakit tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin C sehari-hari kita cukup mengkonsumsi daun katuk rebus sebanyak 100 gram, atau 50 gram daun katuk mentah. Kebutuhan vitamin C berbeda-beda tergantung kepada 22
umur dan aktifitas (Tabel 9). Wanita hamil dan menyusui membutuhkan vitamin C lebih besar.
Tabel 9. Kebutuhan vitamin C orang dengan aktifitas ringan-moderat.
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg)
0-0,5
6
60
30
0,5-1,0
9
71
35
1-3
13
90
40
4-6
20
112
45
7-10
28
132
45
11-14
45
157
50
15-18
66
176
60
19-24
72
177
60
25-50
79
176
60
51+
77
173
60
11-14
46
157
50
15-18
55
163
60
19-24
58
164
60
25-50
63
163
60
51+
65
160
60
Hamil Menyusui
70 6 bulan pertama
95
6 bulan kedua
90
Sumber: Brody (1994)
Vitamin C juga amat diperlukan oleh hewan piaraan kita. Namun, pada unggas pada kondisi normal, mereka mampu memenuhi kebutuhan vitamin C-nya dengan memproduksinya dalam jumlah yang cukup dalam tubuh. Namun pada kondisi lingkungan yang tidak normal, maka kebutuhan vitamin C dalam tubuh meningkat sementara produksi dalam tubuhnya cenderung turun. Oleh karena itu, pada kondisi abnormal unggaspun memerlukan tambahan vitamin C dalam pakannya sehari-hari. Vitamin juga berperan penting untuk mencagah stress pada unggas.
23
3.1.2.1 Kekurangan asam askorbat Seorang ibu rumah tangga dan pekerja pabrik, umur 37 tahun, mengeluh sakit dan mengalami pelunturan warna kedua kakinya selama 3 hari. Ia menyatakan makannya normal, termasuk buah dan sayuran segar, tetapi pada pemeriksaan lebih lanjut rupanya selama beberapa bulan ia mengalami depresi dan ternyata makannya sedikit. Ia tidak dapat berjalan atau berdiri tanpa bantuan disebabkan karena rasa sakit. Terdapat perdarahan di daerah yang luas pada bagian dorsal betis. Di bawah lutut terdapat beberapa keratosis folikuler. Tidak dijumpai daerah perdarahan lain pada tubuhnya dan juga tidak ada perubahan apapun pada gusi. Analisis laboratorik menunjukkan 12,5 µmol asam asborbat/100 mg lekosit. Pengobatan dengan asam askorbat (3,97 mmol/hari) segera dimulai. Setelah dua minggu ekskresi asam askorbat dalam air kencing 2,27 mmol/24 jam. Diskusi kasus Asam askorbat (vitamin C) tidak diekskresikan oleh ginjal sampai jaringan tubuh jenuh dan kadar dalam darah melebihi nilai tertentu. Asam askorbat tidak disimpan dalam lemak tubuh seperti halnya vitamin A dan vitamin D dan tanpa asam askorbat dalam diet mengakibatkan berangsur-angsur penurunan kadarnyadalam jaringan. Penurunan kadar asam askorbat tercermin dalam darah, terutama dalam lekosit, seperti terlihat pada penderita yang dibicarakan ini. Pemberian asam askorbat dalam diet menyebabkan penderita cepat sehat kembali. Kejenuhan, terlihat pada pengeluaran vitamin ini dalam air kencing terjadi kurang dari dua minggu. Kiranya fungsi utama asam askorbat kelihatan dalam pembentukan kolagen normal. Sesudah “prekolagen” disintesis, beberapa sisa prolin dihidroksilasi menjadi hidrosiprolin. Asam askorbat terlibat dalam reaksi enzimatif oksidatif ini dan demikian pula dalam reaksi yang mengubah sisa lisin menjadi hidroksiprolin. Ini adalah dua modifikasi prekolagen yang diperlukan agar dalam jaringan protein berfungsi normal. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan sifat kolagen yang terdapat dimana-manadalam tubuh, tidaklah mengherankan bahwa seseorang dengan skorbutmenunjukkan perdarahan kapiler-kapiler, persendian membengkak dan sakit, penyembuhan luka dan pembentukan jaringan parut lambat, sehingga mengakibatkan penurunan kemampuan untuk menanggulangi infeksi. Peran biokimia lainnya dihubungkan dengan sifat oksidasi-reduksi asam askorbat. Sifat ini berkenaan dengan hidroksilasi senyawa aromatic, jadi merupakan metabolisme tirosin, dan sifat ini mungkin terlibat dalam hidrosilasi inti steroid. 24
Keterlibatan asam askorbat dalam oksidasi biologic telah diusulkan beberapa tahun yang lalu berdasarkan adanya kedua bentuk teroksidasi dan tereduksi dalam darah dan dalam jaringan. Molekulnya mempunyai sifat-sifat asam gula mereduksi sederhana dan pertama kali diacu sebagai “asam heksuronat” oleh Szent-Gyogyi. Sifat asam askorbat yang tidak umum sebagai sifat gula adalah mudahnya mengalami ubahan antara bentuk teroksidasi dantereduksi. Ini mungkin merupakan keuntungan biokimia, tetapi hal ini juga menyebabkan kerusakannya dalam bahan pangan oleh pemanasan dan hidrolisis alkalil menjadi 2,3-L-asam gulonat yang biologic tidak aktif. 3.1.3 Vitamin D Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak. RDA vitamin D bagi orang dewasa adalah 5µg, RDA untuk orang hamil dan menyusui adalah 10µg. dalam 100 gram daun katuk mengandung 31.111 µg vitamin D. jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anda cukup mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang sangat kecil. Kebutuhan vitamin D dapat dibaca pada tabel 10. Vitamin D ikut dalam pengaturan metabolisme kalsium dan fosfor dan kalsifikasi tulang. Vitamin D mencegah rakitis, suatu deformitas tulang yang menyebabkan timpang pada anak-anak, dan osteomalasia, suatu kelemahan tulang pada orang dewasa. Vitamin D mempunyai struktur menyerupai steroid dan pada manusia dapat disintesis dari derivate kolesterol. Beberapa senyawa dengan aktifitas serupa vitamin D terdapat di alam, tetapi hanya dua yang penting bagi manusia. Vitamin D3 (kolekalsiferol) disintesis dalam kulit dari 7-dehidrokolesterol, yang diperoleh dari diet asal hewan. Reaksi ini dikatalis oleh sinar ultraviolet dan diperantai oleh pemaparan pada sinar matahari. Bentuk lain vitamin ini, D2 (kalsiferol) masuk tubuh bersama makanan asal nabati. Senyawa ini juga terdapat dalam bahan makanan hewani, terutama minyak ikan hati. Molekul lain yang mempunyai aktifitas vitamin D adalah kalsiferol, yang terdapat dalam tumbuhan. Keduanya diubah menjadi bentuk aktif faali. Vitamin A dan D diekskresikan dari tubuh dengsn lsju lambat. Dengan demikian apabila masukan salah satu dari vitamin tersebut berlebihan, akan mengakibatkan toksisitas. Toksisitas vitamin D mengakibatkan kenaikan kadar kalsium dalam peredaran yang mempengaruhi tekanan darah dan menyebabkan endapan kalsium di bawah kulit dan ditubuli ginjal.
25
Tabel 10. Kebutuhan vitamin D .
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (µg)
0-0,5
6
60
7,5
0,5-1,0
9
71
10
1-3
13
90
10
4-6
20
112
10
7-10
28
132
10
11-17
45
157
10
15-18
66
176
10
19-24
72
177
10
25-50
79
176
5
51+
77
173
5
11-14
46
157
10
15-18
55
163
10
19-24
58
164
10
25-50
63
163
5
51+
65
160
5
Hamil
10
Menyusui
6 bulan pertama
10
6 bulan kedua
10
Vit. D dalam bentuk cholecalciferol. 10 µg cholecalciferol=400 IU vitamin D Sumber: Brody (1994)
3.2.4 Vitamin B6 Piridoksin merupakan bentuk umum vitamin B6 dalam kebanyakan preparat dagang. Bentuk lain adalah piridoksal dan piridoksamin. Vitamin B6 marupakan vitamin yang larut dalam air. RDA untuk orang dewasa 2 mg, bayi 0,3 mg. vitamin mempunyai beberapa bentuk : pyridoxine, pyridoxal, pyridoxamine, dan versi fosforilasi dari bentuk-bentuk tersebut. Pyridoxine merupakan bentuk yang digunakan dalam suplemen vitamin. Orang yang mempunyai penyakit alkoholik kronik merupakan orang yang paling terkena risiko penyakit kekurangan B6. bayi yang menerima dibawah 0,1 mg/hari besar risiko terkena seizuic (suatu penyakit syaraf). Daun katuk bukan merupakan sumber vitamin B6 yang baik.
26
Tabel 11. Kebutuhan vitamin B6 orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg)
0-0,5
6
60
0,3
0,5-1,0
9
71
0,6
1-3
13
90
1,0
4-6
20
112
1,1
7-10
28
132
1,4
11-14
45
157
1,7
15-18
66
176
2,0
19-24
72
177
2,0
25-50
79
176
2,0
51+
77
173
2,0
11-14
46
157
1,4
15-18
55
163
1,5
19-24
58
164
1,6
25-50
63
163
1,6
51+
65
160
1,6
Hamil
2,2
menyusui
6 bulan pertama
2,1
6 bulan kedua
2,1
Sumber: Brody (1994)
Oleh karena itu, untuk memenuhinya dapat mengkonsumsi bahan makanan lain sumber vitamin B6. kebutuhan vitamin B6 tertera pada tabel 11. 3.1.5 Vitamin B1 (thiamin) Thiamin adalah vitamin yang larut dalam air. Kebutuhan thiamin pada manusia dewasa adalah 1,5 mg. vitamin ini ada dalam berbagai makanan asal tumbuhan dan asal hewan, sebagaimana juga ragi. Populasi yang berisiko kekurangan thiamin adalah alkoholik kronis dan pada manusia yang mengkonsumsi beras yang
27
Tabel 12. Kebutuhan vitamin thiamin orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg)
0-0,5
6
60
0,3
0,5-1,0
9
71
0,4
1-3
13
90
0,7
4-6
20
112
0,9
7-10
28
132
1,0
11-17
45
157
1,3
15-18
66
176
1,5
19-24
72
177
1,5
25-50
79
176
1,5
51+
77
173
1,2
11-14
46
157
1,1
15-18
55
163
1,1
19-24
58
164
1,1
25-50
63
163
1,1
51+
65
160
1,0
Hamil menyusui
1,5 6 bulan pertama
1,6
6 bulan kedua
1,6
Sumber: Brody (1994) digiling. Konsumsi dalam jumlah yang besar “seafood” mentah juga berisiko lebih tinggi. Kekurangan vitamin thiamin pada manusia menimbulkan penyakit beri-beri, suatu penyakit yang ditandai kerusakan lanjut pada system saraf dan system peredaran, pengecilan otot dan oedema. Dalam tubuh thiamin diubah menjadi ester pirofosfat, yang merupakan bentuk aktif metaboliknya. Thiamin berfungsi pada penyakit piruvat menjadi asetil-KoA dan pada banyak reaksi serupa yang menyangkut pelepasan karbondioksid dirangkaikan oksidasi, yakni dekarboksilasi oksidatif. Kebutuhan manusia terhadap thiamin tertera pada tabel 12.
28
Tabel 13. Kebutuhan energi orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
perempuan
Hamil
Menyusui
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (kJ/hari)
0-0,5
6
60
2720
0,5-1,0
9
71
3556
1-3
13
90
5439
4-6
20
112
7531
7-10
28
132
8368
11-14
45
157
10460
15-18
66
176
12552
19-24
72
177
12133
25-50
79
176
12133
50+
77
173
9623
11-14
46
157
9205
15-18
55
163
9205
19-24
58
164
9205
25-50
63
163
9205
50+
65
160
7950
3 bulan pertama
+0
2 bulan kedua
+1255
3 bulan ketiga
+1255
6 bulan pertama
+2090
6 bulan kedua
+2090
Sumber: Brody (1994)
3.1.6 Lemak Katuk kaya akan lemak. Diduga lemak dalam daun katuk – sebagaimana pada saayuran lainnya – merupakan sumber asam lemak omega 3 dan 6 (sejenis asam lemak tak jenuh) yang sangat penting bagi kesehatan manusia. Telah terbukti bahwa asam lemak ini mampu menurunkan kadar kolesterol darah, sehingga resiko terkena penyakit penyempitan pembuluh darah berkurang. Lemak disamping sebagai sumber asam lemak esensial juga menyediakan energi yang lebih besar daripada protein dan karbohidrat. Secara rata-rata lemak mengandung energi sebesar 9 kkal/g, sementara karbohidrat dan protein menyediakan energi masing-masing hanya sebesar 4 kkal/g.
29
Jadi energi yang terkandung dalam lemak adalah 2,25 x lebih banyak. Direkomendasikan agar konsumsi lemak tidak boleh melebihi 35% dari kebutuhan energi. Rekomendasi kebutuhan energi pada manusia tertera pada tabel 13. Dapat dibaca bahwa kebutuhan akan energi berbeda-beda tergantung umur, jenis kelamin dan aktifitas. 3.1.7 Protein Protein disusun oleh polimer asam amino. α-asam amino adalah molekul yang dibedakan mempunyai gugus amino pada 2-karbon dari asam karboksilat. Gugus ini disebut gugus α-amino. Ada delapan fungsi protein bagi tubuh yaitu: a. Memegang peranan penting dalam proses katalitik, sebagai contoh adalah enzim. Enzim merupakan protein yang berperan pada proses katakitik dalam tubuh, sebagai enzim disebut juga sebagai biokatalisator. b. Memegang peranan penting pada kontraksi otot, sebagai contoh adalah aktin dan myosin. c. Memegang peranan penting pada regulasi gen, sebagai contoh adalah histone dan protein inti bukan histone. d. Memegang peranan penting pada produksi hormone, sebagai contoh adalah insulin. e. Memegang peranan penting pada proteksi tubuh dari gangguan, sebagai contoh adalah fibrin, immunoglobulin dan interferon. f.
Memegang peranan penting pada regulasi tubuh, sebagai contoh adalah calmodulin.
g. Memegang peranan penting pada pembentukan dan mempertahankan struktur, sebagai contoh adalah kolagen, elastin, dan keratin. h. Memegang peranan penting dalam transportasi zat-zat gizi dalam tubuh, sebagai contoh adalah albumin sebagai alat transportasi bilirubin dan asam lemak, hemoglobin sebagai alat transportasi oksigen, lipoprotein sebagai alat transportasi berbagai lipida, transferring sebagai alat transportasi zat besi dan lain-lain.
30
Tabel 14. Rekomendasi Kebutuhan Protein Umur
Berat
Tinggi (cm)
Kebutuhan (g)/hari
(kg) Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
0-0,5
6
60
13
0,5-1,0
9
71
14
1-3
13
90
16
4-6
20
112
24
7-10
28
132
28
11-14
45
157
45
15-18
66
176
59
19-24
72
177
58
25-50
79
176
63
51+
77
173
63
11-14
46
157
46
15-18
55
163
44
19-24
58
164
46
25-50
63
163
50
51+
65
160
50
Hamil
60
Menyusui
6 bulan pertama
65
6 bulan kedua
62
Sumber: Brody (1994)
Dari delapan fungsi protein tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa protein sangat penting bagi tubuh baik manusia maupun bagi hewan. Proses-proses reaksi kimia yang dalam kondisi alam, bereaksi sangat lambat pada suhu 37oC (suhu normal tubuh manusia) dapat berlangsung dengan baik pada suhu tersebut dengan adanya katalisator yaitu enzim. Oksigen yang dihisap oleh kita melalui proses pernapasan, oleh hemoglobin (suatu protein) diikat dengan ikatan yang tidak erat dan diedarkan ke seluruh tubuh dan disana dilepaskan untuk proses oksidasi dalam tubuh. Hemoglobin kemudian mengikat gas CO2 yang terbentuk dan dibawa ke paru-paru untuk dibuang. Itu hanya sebagian kecil saja dari gambaran betapa pentingnya protein bagi kita dan hewan piaraan kita.
31
Gangguan karena kekurangan protein juga banyak dijumpai di Indonesia terutama pada keluarga miskin. Kebutuhan protein bagi manusia adalah sebanyak 1g/kg berat badan per hari. Oleh sebab itu jika kita mempunyai berat badan 50 kg maka kita harus mengkonsumsi protein sebanyak 50 g/hari. Sebanyak 25%-nya sebaiknya berasal dari protein hewani, dan 75%-nya berasal dari protein nabati seperti pada daun katuk. Mengingat daun katuk merupakan sayuran yang murah harganya, maka dapat dijadikan sebagai sumber protein nabati yang lebih terjangkau. Daun katuk mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi daripada kelompok sayuran daun lainnya. Rekomendasi kebutuhan protein tertera pada tabel 14. Kebutuhan protein meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan berat badan. Jenis kelamin juga mempengaruhi kebutuhan protein, dimana laki-laki lebih tinggi kebutuhannya. Wanita hamil dan menyusui memerlukan protein yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang tidak beraktifitas tersebut.
3.1.8 Besi RDA pada orang dewasa (laki-laki) adalah 10 mg dan wanita 15 mg, selama hamil 30 mg. RDA dipengaruhi oleh rendahnya absorpsi besi dan oleh kehilangan besi selama menstruasi. Laki-laki dewasa mengandung 40-50 mg besi/kg berat badan, sementara wanita 35-50 mg besi/kg berat badan. Bayi yang baru lahir mengandung besi 70 mg/kg berat badannya. Kehilangan besi pada laki-laki dewasa melalui kulit (0,2 mg/hari), saluran pencernaan(0,6 mg), dan saluran urine (0,1 mg). jadi total kehilangan 0,9 mg/harinya. Pada wanita, selain kaarena hal tersebut di atas, kehilangan zat besi melalui menstruasi. Aliran menstruasi normal adalah 35 ml/periode. Ini setara dengan 18 mg besi, dan karena darah mengandung 0,5 mg besi/ml, kehilangan darah yang berlebihan selama menstruasiadalah merupakan sebab utama/yang umum menyebabkan kekurangan besi pada wanita. Kebutuhan besi juga tergantung kepada umur dan jenis kelamin (tabel 15).
32
Tabel 15. Kebutuhan besi orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg)
0-0,5
6
60
6
0,5-1,0
9
71
10
1-3
13
90
10
4-6
20
112
10
7-10
28
132
10
11-17
45
157
12
15-18
66
176
12
19-24
72
177
10
25-50
79
176
10
51+
77
173
10
11-14
46
157
15
15-18
55
163
15
19-24
58
164
15
25-50
63
163
15
51+
65
160
10
Hamil
30
Menyusui
6 bulan pertama
15
6 bulan kedua
15
Sumber: Brody (1994)
3.1.9 Kalsium Komponen anorganik tubuh manusia terutama adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, ferum, fosforus, khlorid, dan sulfur. Sebagian besar mereka merupakan mineral dalam skelet dan ion-ion dalam cairan tubuh. Mereka merupakan bagian esnsial dalam diet. Sejumlah unsure yang terdapat dalam jumlah yang jauh lebhh sedikit, disebut unsure mikro, juga merupakan komponen diet esnsial. Termasuk unsur-unsur ini adalah kuprum, molybdenum, kobalt, mangan, zinkum, chromium, selenium, yodium, dan fluroid. Kalsium merupakan salah satu mineral yang banyak terdapat di alam. Kalsium ditemukan dalam bentuk kalsium karbonat, kalsium fosfat, kalsium fluorida, dolomit, Kalsium fosfat dalam bentuk hidroksiapatit merupakan komponen utama struktur
33
keras tulang dan gigi. Terus menerus pertukaran ion-ion ini antara cairan sirkulasi dan jaringan padat dalam rangka skelet serta struktur membran sel. Kalsium ikut dalam eksitabilitas saraf dan otot, penjendalan darah, dan beberapa aktifitas enzim. Fosfat merupakan bagian esensial, sebagai ester organic, bentuk reaktif beberapa metabolitantara. Ia juga berperan penting dalam penimbunan energi kimia dalam bentuk ATP. RDA orang dewasa adalah 0,8 g, dan RDA wanita hamil dan menyusui 1,2 gram. Seacra umum kalsium berfungsi dalam : a) pembentukan tulang dan gigi yang dipengaruhi oleh vitamin D; b) pembekuan darah; c) aktivitas saraf dan otak; d) aktivator enzim; e) aktivitas otot jantung; f) melindungi tubuh terhadap absorpsi zat radioaktif
Tabel 16. Kebutuhan kalsium (Ca) orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg)
0-0,5
6
60
400
0,5-1,0
9
71
600
1-3
13
90
800
4-6
20
112
800
7-10
28
132
800
11-17
45
157
1200
15-18
66
176
1200
19-24
72
177
1200
25-50
79
176
800
51+
77
173
800
11-14
46
157
1200
15-18
55
163
1200
19-24
58
164
1200
25-50
63
163
800
51+
65
160
800
Hamil Menyusui
1200 6 bulan pertama
1200
6 bulan kedua
1200
Sumber: Brody (1994)
34
Katuk dapat menjadi sumber Ca bagi kita. Mineral makro ini sangat berperan dalam pembentukan tulang. Terdapat tanda-tanda umum jika tubuh (manusia) kekurangan kalsium, yaitu antara lain: 1. Nyeri punggung atau pinggang 2. Tulang rentan mengalami keretakan 3. Kuku rapuh 4. Sering sakit gigi atau gigi berlubang 5. Sering kram di bagian kaki 6. Sakit kepala 7. Detak jantung menjadi lebih cepat 8. Tekanan darah tinggi 9. Insomnia 10. Nyeri sendi 11. Gugup, cemas, mudah marah 12. Sementara khusus wanita, masa menstruasinya lebih lama (http://newslifestyle4u.blogspot.com/2013/06/12-penyakit-akibat-kekurangankalsium.html) Sementara kelebihan kalsium menyebabkan hiperkalsemia dan kalsifikasi jaringan dan tulang rawan. 3.1.10 Fosfor Fosfor bersama-sama dengan kalsium berperanan penting dalam pembentukan tulang. Fosfor sebagaimana kalsium terdapat dalam jumlah yang banyak di alam. Dalam tumbuhan kebanyakan fosfor terdapat dalam bentuk senyawa organik, yaitu dalam bentuk garam dari asam fitat, fosfolipid, asam nukleat, dan komponen lainnya. Tubuh hewan dewasa mengandung 0,60-0,75% fosfor dihitung berdasarkan bahan segar. Selain berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, fosfor juga berfungsi dalam: a) metabolisme zat gizi; b) kontraksi otot: c) aktivitas saraf; d) komponen enzim, DNA, RNA, dan ATP; e) membentuk fosfatid, bagian dari plasma; f) menjaga keseimbangan asam basa; g) pengaturan aktivitas hormone; h) menjaga efektivitas beberapa vitamin. Akibat kekurangan fosfor antara lain: a) gigi dan tulang rapuh, b) sakit pada tulang; c) rakhitis pada anak-anak; d) osteomalasia pada orang dewasa.
35
Tabel 17. Kebutuhan fosfor (P) orang dengan aktifitas ringan-moderat
Bayi
Anak-anak
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Berat (kg)
Tinggi (cm)
Kebutuhan (mg
0-0,5
6
60
300
0,5-1,0
9
71
500
1-3
13
90
800
4-6
20
112
800
7-10
28
132
800
11-17
45
157
1200
15-18
66
176
1200
19-24
72
177
1200
25-50
79
176
800
51+
77
173
800
11-14
46
157
1200
15-18
55
163
1200
19-24
58
164
1200
25-50
63
163
800
51+
65
160
800
Hamil Menyusui
1200 6 bulan pertama
1200
6 bulan kedua
1200
Sumber: Brody (1994)
3.1.11. Vitamin E Vitamin E adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Terdapat beberapa fungsi vitamin E, yaitu: 1) sebagai antioksidan biologis; 2) menjaga struktur lipida dalam mitokondria terhadap kerusakan oksidatif; 3) dalam reaksi-reaksi fosforilasi normal, terutama persenyawaan fosfat berenergi tinggi seperti fosfat keratin dan trifosfat adenosine; 4) dalam metabolism asam nukleat; 5) dalam sintesis asam asborbat; 6) dalam sintesis ubiquinon; dan 7) dalam metabolism sulfur asam amino; 8). pemelihara integritas membran sel; 9) sintesis DNA; 10) merangsang reaksi kekebalan, 11) mencegah penyakit jantung koroner 12) mencegah keguguran dan sterilisasi dan gangguan menstruasi 13) sebagai antiinflamasi (antiradang).
36
Tabel 18. Patologi defisiensi vitamin E Kondisi
Hewan
Jaringan yang diserang
Dicegah dengan Vit. E
Selenium
Ya
Tidak
Tidak
Ya
ya
Tidak
1.Kegagalan reproduksi a) Degenerasi embrio pada betina
Tikus, ayam,
Pembuluh darah
kalkun
embrio
Domba
b) kemajiran
Jantan: tikus,
Alat kelamin
marmut, tikus
jantan
besar anjing, ayam 2. Hati, darah, otak, buluh kapiler dll. a) Nekrose hati
Tikus, babi
hati
Ya
ya
b) Kerusakan eritrosit
Tikus, anak
Darah, hymolyse
Ya
Tidak
ayam, anak
butir darah mera
lahir prematur c) kehilangan protein
Ayam, kalkun
Albumin serum
Ya
Ya
d) encephalomacia
Ayam
Otak (sel Parkinje)
Ya
Tidak
e) diathese eksudatif
Ayam, kalkun
Dinding kapiler
Ya
Ya
f) degenerasi ginjal
Tikus, kera
Epithil berbentuk
Ya
Ya
Timbunan lemak
Ya
Ya
Otot kerangka
Ya
Tidak
darah
tubulus g) steatitis
Mink, babi, ayam
3 Miopathy akibat gizi makanan a) Dystrophy akibat gizi
Kelinci, marmot, itik,
atau
ayam, kalkun
hanya sebagian
b) White muscle
Anak sapi,
Kerangka dan otot
Ya
Ya
37
disease
domba, tikus,
jantung
mink c) Stiff lamb
Domba, anak
Otot kerangka
Ya
Ya
Gizzard, jantung,
Ya
Ya
domba d) Myopathy gizzard
Kalkun muda
otot kerangka Sumber: Wahyu (1992)
Kekurangan vitamin E pada manusia mengakibatkan: 1. Pecahnya sel darah merah yang dapat merangsang terjadinya anemia. 2. Sindroma neurologis yang menyebabkan fungsi sumsum tulang belakang dan retina menjadi tidak normal. Tanda-tandanya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot serta gangguan penglihatan dan bicara. 3. Risiko penyakit kardiovaskular dan kanker karena vitamin E berfungsi sebagai antioksidan dan antiradang. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa konsumsi vitamin E sebanyak 100 mg/hari dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 40 persen. Konsumsi vitamin E secara berlebihan menimbulkan keracunan. Konsumsi vitamin E lebih dari 600 mg per hari (60-75 kali kecukupan yang dianjurkan), dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran pencernaan. Hasil penelitian yang dilakukan di Belanda menunjukkan bahwa pemberian suplemen vitamin E sebanyak 200 mg/hari selama 15 bulan kepada orang yang berusia 60 tahun ke atas, menyebabkan terjadinya infeksi saluran pencernaan. (http://cybershopping.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyberm ed|0|0|6|600)
3.1.12. Air Daun katuk juga mengandung air. Air dapat dikatakan juga sebagai zat makanan. Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa makhluk hidup akan lebih menderita jika kekurangan air daripada kekurangan makanan. Air juga merupakan komponen terbesar di tubuh makhluk hidup. Air diketahui sebagai substansi yang sangat istimewa sebagai penghantar panas yang sangat baik. Hal ini sangat diperlukan dalam penyebaran panas sebagai hasil reaksi biokimia dalam proses metabolisme. (Tillman et al., 1984). Air dapat menyerap lebih baik jika dibandingkan dengan medium lainnya, dan dapat menyerap 38
Tabel 19. Pedoman Mutu Air Minum Kontamnan /Karakteristk Bakteria
Rata-rata tingkat Tngkat maksimal Catatan yang dianjurkan dterima
Bakteria total
0/ml
100/ml
0/ml direkomendasikan
Bakteria koliform
0/ml
50/ml
0/ml direkomendasikan
Senyawa nitrogen Nitrate
25 mg/l 10 mg/l
3-20 mg/l mungkin mempengaruhi performans
Nitrite
0,4 mg/l
4 mg/l
Keasaman & Hardness pH
pH kurang dari 6 6,8-7,5
tidak
diinginkan.
Level dibawah 6.3 mungkin menurunkan performans. Total hardness
60-180
Tingkat kurang
hardness dari
60
terlalu lunak, dan lebih
dari
180,
sangat keras. Senyawa kimia alami dalam air minum Kalsium
60 mg/l
Khlorid
14 mg/l
250 mg/l
Level serendah 14 mg/l dapat merusak jika tingkat sodium lebih dari 50 mg/l.
Kopper
0,002 mg/l
0,6 mg/l
ingkat yang lebih tinggi menghasilkan
39
aroma pahit. Besi
0,2 mg/l
0,3 mg/l
Tingkat yang lebih tinggi menghasilkan rasa dan bau yang jelek.
Lead
0,02 mg/l
Tingkat yang lebih tinggi
adalah
beracun. Magnesium
14 mg/l
125 mg/l
Tingkat yang lebih tinggi
mempunyai
pengaruh
laksatif
Tingkat lebih tinggi dari
50
mg/l
mungkin mempengaruhi performans
jika
tingkat sulfat juga tinggi. Sodium
32 mg/l
Tingkat diatas 50 mg/l mempengaruhi performans
jika
sulfat atau khlorida tinggi. Sulfate
125 mg/l
250 mg/l
Tingkat yang lebih tinggi menyebabkan pengaruh
laksatif.
Tingkat di atas 50 mg/l
mungkin
mempengaruhi performans
jika
magnesium
dan
khlorida tinggi. Seng
1,5 mg/l
Tingkat yang lebih
40
tinggi
adalah
beracun. Sumber: Schwartz, D. L., "Water Quality," VSE, 81c., Penn. State Univ. (mimeographed); and R. Waggoner, R. Good, and R. Good, "Water Quality and Poultry Pedormance," in Proceedings AVMA Annual Conference, July, 1984. sejumlah besar panas dengan kenaikan temperature yang sangat sedikit. Para ahli fisiologis menunjukkan bahwa panas yang dihasilkan dengan aktifitas otot yang maksimal selama 20 menit akan cukup menggumpalkan substansi albumin bila panasnya tidak diambil dan disebarkan oleh air kesekitar sel-sel otot. Kenyataannya sejumlah besar panas dibutuhkan untuk mengubah fase air dari cairan ke uap pada proses pembuangan panas melalui penguapan, atau dari cairan kental menjadi substansi air. Hal ini tentu saja sangat penting peranannya dalam pengaturan temperature tubuh. Fungsi air tersebut membuktikan pentingnya air sebagai medium untuk aktifitas metabolik. Jika fungsi tersebut digabungkan dengan fungsi bagian-bagian lainnya, misalnya tegangan permukaan yang tinggi, kecenderungan untuk membentuk senyawa-senyawa hidrat dan konstante dielektrik yang tinggi, air yang menjadi media penyebaran yang ideal untuk transportasi produk-produk metabolisme dan produkproduk sisa metabolisme. Air juga memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan dalam saluran pencernaan, berperanan dalam proses oksidasi, berperanan dalam pemecahan ataupembentukan ikatan-ikatan karbon dengan karbon, berperan dalam penambahan atau penghilangan asam fosfat. Air juga mempunyai peranan tertentu. Sebagai contoh, air adalah bagian dari cairan sinovial pelumas bagi pertautan tulang dan sebagai cairan disekitar medulla spinalis dan otak, cairan cerebropinalis, air berfungsi sebagai bantalan dari system syaraf. Air sebagai penghantar suara ditelinga dan juga termasuk dalam proses penglihatan. Dilihat dari beberapa fungsi bersama dengan zat-zat lain dan besarnya air yang dibutuhkan, air dianggap sebagi satu dari banyak zat gizi yang terpenting untuk proses dalam tubuh. Kehilangan air pada ternak melalui air keringat sebasar 2%-5% dari berat tubuh, maka akan mengganggu dan menurunkan nafsu makan. Bila kehilangan mencapai kira-kira 10% ia akan sakit kepala, hilang ingatan dansuaranya menjadi kabur, dan bila kekurangan mencapai 12% matanya menjadi cekung, kulit menjadi
41
keriput danyang bersangkutan tidak dapat menelan, biasanya tahap tersebut sudah fatal bagi manusia. 3.2 Beberapa kekurangan katuk Dari uraian di atas maka daun katuk berpotensi sebagai sayuran kaya akan zat gizi seperti provitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, vitamin B, mineral seperti kalsium, fosfor, kalium dan besi serta kaya akan protein. Berdasarkan kandungan gizi tersebut maka daun katuk dapat digunakan untuk mencegah berbagai penyakit akibat kekurangan zat gizi. Selain itu, daun katuk juga kaya akan zat metabolic sekunder yang menjadikan sebab daun katuk bisa dijadikan sebagai obat herbal. Beberapa penyakit dapat disembuhkan dengan pemberian daun katuk. Meskipun katuk mengandung zat-zat gizi yang amat bermanfaat bagi kesehatan manusia dan hewan, tetapi sebagaimana bahan pangan lain ia juga mempunyai zat anti nutrisi. Zat anti nutrisi yang pertama adalah alkaloid papaverin (Padmayathi, 1990). Zat ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan. Namun Agustal et al. (1997) tidak menemukan zat ini dalam daun katuk. Kelemahan lain adalah bahwa menurut Prajogo dan Santa (1997) dalam jaringan parenkim daun (palisade dan jaringan bunga karang) ditemukan banyak kristak kalsium oksalat. Oleh sebab itu, bagi penderita penykit batu ginjal, daun katuk berbahaya untuk dikonsumsi. Katuk juga bersifat memperkuat kontraksi otot pada uterus dan usus. Peningkatan kontraksi otot pada uterus (rahim) dapat mengakibatkan keguguran. Oleh sebab itu, bagi wanita hamil dan ternak yang bunting konsumsi daun katuk sebaiknya dihindari. Selain itu, masih terdapat zat antinutrisi lain yaitu tannin dan saponin. Pada hewan ternak saponin dantannin menyebabkan turunnya berat badan dan dapat pula menurunkan efisiensi penggunaan pakan. Namun kedua zat antinutrisi ini juga mempunyai fungsi untuk menurunkan kadar lemak tubuh.
42
BAB IV KATUK SEBAGAI ANTIKUMAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat antikuman dan anti protozoa. Daun dan akar katuk sering digunakan sebagai obat luar untuk mengobati borok, bisul, koreng, demam, darah kotor dan frambusia. Zat yang berfungsi sebagai antikuman pada daun katuk diduga adalah tannin dan flavonoid. Tannin bersifat toksis terhadap fungi berfilamen, bakteri maupun ragi. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, yaitu berdasarkan sifat astrigensinya dapat menghambat enzim tertentu; berdasarkan aksi terhadap membrane; dan berdasarkan pembentukan kompleks tannin dengan ion logam. Untuk golongan fenol lainnya, seperti flavanol juga mempunyai efek antimikroba, namun terdapat perbedaan respek dengan yang ditimbulkan oleh tannin. Selain itu, dalam daun katuk juga terdapat senyawa alkaloid yang juga bersifat antiprotozoa dan antikuman. Darise dan
Tabel 20. Hasil pengamatan pengukuran zona hambatan 6 macam ekstrak daun katuk A
B
C
D
W1
W2
W1
W2
W1
W2
W1
W2
M-M
19.00
21.00
0.00
0.00
14.05
14.15
18.00
30.50
S-M
14.50
20.50
0.00
0.00
7.00
25.00
0.00
0.00
M-E
21.50
12.50
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
S-E
12.00
12.00
0.00
0.00
12.00
12.00
0.00
0.00
M-B
10.00
0.00
0.00
0.00
12.00
12.50
18.00
19.50
S-B
11.50
13.00
0.00
14.50
11.50
12.50
14.50
14.50
Keterangan: M-M = Maserasi methanol, S-M =Sokletasi methanol, M-E = Maserasi eter, S-E = Sokletasi eter, M-B = Maserasi butanol, S-B = Sokletasi butanol, A= Staphylococcus aureus, B = Pseudomonas aeruginosa, C = Salmonella typhosa, D = Escherichia coli, W1 = waktu 24 jam, W2 = waktu 48 jam. Sumber: Darise danSulaeman (1997).
Sulaeman (1997) menemukan bahwa ekstrak methanol, ekstrak eter dan ekstrak nbutanol daun katuk mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
43
dengan luas hambatan antara 11 mm -21 mm. selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan Salmonella typhosa dengan luas hambatan antara 7 mm – 25 mm. ekstrak daun katuk tersebut kurang memberikan daya hambat Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli. Santoso (2001c) menemukan bahwa daun katuk yang diekstrak dengan air panas mampu menurunkan jumlah Salmonella sp., Escherichia coli dan Streptococcus sp, tetapi tidak menurunkan jumlah Bacillus subtilis dan Lactobacillus sp. pada kotoran ayam broiler. Bahkan pada level pemberian 1,5 g/l air ekstrak tersebut mampu meningkatan jumlah Lactobacillus sp dan Bacillus subtilis. Lactobacillus spmerupakan salah satu mikrobia efektif, yang mempunyai peranan penting dalam kesehatan baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Penelitian ini menguji efektivitas ekstrak daun katuk terhadap Proteus vulgaris, Bacillus cereus and Staphylococcus aureus Klebsiella pneumoniae, E.coli and Pseudomonas aeruginosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air mempunyai antimikrobia yang sedang dibandingkan dengan ekstrak etanol dan methanol. Daun lebih efektif jika dibandingkan dengan akar dan batang katuk. Secara umum sifat antimikrobia katuk adalah lebih efektif terhadap bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif. Efektivitas katuk sebagai antimikrobia diduga sebagai aksi kumulatif dari senyawa yang ada dalam katuk. (Gayathramma et al., 2012) Peningkatan Lactobacillus sp. dalam kotoran diduga mampu menekan pertumbuhan mikrobia pengurai asam urat sehingga pemecahan asam urat menjadi ammonia menurun. Hal ini mengakibatkan produksi ammonia pada kotoran berkurang, sehingga pencemaran yang diakibatkannya menurun. Selain itu, mikrobia tersebut mampu menekan pertumbuhan mikrobia pathogen sehingga diharapkan kotoran tersebut menjadi lebih sehat. Kotoran yang banyak mengandung Lactobcillus sp. ini merupakan bahan pupuk organic yang sangat baik serta memperbaiki struktur tanah. Mereka juga dapat memperbaiki produktivitas tanaman. Selain itu, mereka mempunyai peranan penting dalam menurunkan logam berat pada suatu bahan. Produk komersial EM4 yang sebagian besar mengandung mikrobia ini disinyalir mempunyai banyak fungsi antara lain adalah menurunkan kadar logam berat dalam suatu bahan, meningkatkan produktivitas tanaman, memperbaiki struktur tanaman, marupakan bahan pakan ternak yang baik dan lain-lain. Kotoran yang sehat tersebut, jika diproses lebih lanjut dapat digunaksn sebagai pakan ternak yang bergizi dan 44
murah harganya. Selain itu ada kemungkinan bahwa Bacillus subtilis yang meningkat dengan pemberian katuk, dapat memberikan dampak positif dalam arti mampu menurunkan lemak tubuh, misalnya pada ayam broiler (Santoso et al., 1995a,b). Bacillus subtilis juga terbukti mampu menurunkan kadar gas ammonia dalam kandang ternak. Hal ini sangat menguntungkan baik bagi peternak, ternak dan masyarakat disekitar kandang. Ekstrak daun katuk ini diberikan melalui air minum. Santoso et al. (1999) memberikan ke dalam ransum broiler sebesar 18g/kg ransum dan menemukan bahwa ekstrak daun katuk mampu menurunkan jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Penurunan Salmonella sp.baik pada daging dan kotoran merupakan indikasi bahwa tingkat kontamonasi produk ternak dapat ditekan dengan pemberian ekstrak daun katuk. Dengan demikian, kemungkinan konsumen terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging menjadi berkurang. Sutedja et al (1997) menemukan bahwa ekstrak daun katuk rebus, air rebusan dan air perasan daun katuk (19ppm - 103 ppm) tidak menunjukkan sifat antiprotozoa terhadap T. pyriformis GL. Ekstrak katuk segar (104 ppm) menunjukkan hambatan terhadap T. pyriformis GL, dimana baik ekstrak alkaloid dan ekstrak non-alkaloid masing-masing menunjukkan aktifitas antiprotozoa yang lebih besar daripada ekstrak daun segar. Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa daun katuk dan mungkin akarnya dapat dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli baik pada manusia maupun pada hewan. Ini merupakan tantangan bagi para peneliti dibidang farmasi dan kedokteran untuk mengembangkan obat untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut di atas. Pada industri pangan, ekstrak daun katuk dapat dijadikan bahan pengawaet makanan. Hasil penelitian Santoso et al. (1999) ternyata ekstrak daun katuk mampu menekan jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Turunnya mikrobia pathogen pada daging mungkin disebabkan oleh turunnya jumlah mikrobia tersebut didalam saluran pencernaan. Hal ini mengakibatkan tingkat kontaminasi oleh mikrobia tersebut pada saat penyembelihan dapat diturunkan. Santoso (2001c) menemukan bahwa ekstrak daun katuk ini mampu menekan pertumbuhan mikrobia pathogen tersebut dalam kotoran broiler. Selain itu, diduga zat bioaktif ekstrak daun katuk terakumulasi dalam daging yang kemudian mampu menekan pertumbuhan mikrobia tersebut selama penyimpanan. Berdasarkan hasil 45
penelitian Santoso (2001c) yang menemukan bahwa pada tingkat tertentu ekstrak daun katuk mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus sp tersebut dalam kotoran broiler, maka diduga bahwa ekstrak tersebut mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus sp. tersebut dalam daging. Peningkatan mikrobia ini merupakan hal yang positif, karena konsumsi mikrobia tersebut dapat meningkatkan kesehatan manusia.
Tabel 21. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap jumlah mikrobia dalamkotoran ayam broiler (109 /g). Control
1,5
3
4,5
Salmonella sp
21,75
17,00
11,25
10,75
Bacillus subtilis
146,25
162,00
212,00
143,25
Streptococcus sp
68,25
46,25
38,50
31,00
Lactobacillus sp
135,25
281,50
171,50
178,50
Escherichia coli
182,50
109,25
170,00
119,00
Sumber: Santoso (2001c)
Tabel 22. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. 0g
9g
13,5 g
18 g
Salmonella sp (x 105)
103,6
44,1
38,9
17,5
Escherichia coli (x 107)
93,7
67,6
58,7
70,2
Sumber: Santoso et al (1999)
Sauropus androgynus (L.) Merr yang masuk dalam Euphorbiaceae biasanya digunakan sebagai tumbuhan obat dalam penyembuhan penyakit kecing manis, kanker, inflamasi, infeksi mikrobia, kolesterol dan alergi disebabkan daun katuk kaya akan antioksidan. Daun katuk efektif sebagai antibakteri terhadap Klebsiella pneumoniae and Staphylococcus aureus. Respon katuk bervariasi bergantung pada pelarut yang digunakan. Ekstrak etanol mempunyai sifat antibakteri lebih tinggi daripada ekstrak air untuk kedua tipe bakteri tersebut. Pengaruh penghambatan ini dibandingkan dengan antibiotic Gentamicin pada kultur bakteri (Paul dan Anto, 2011).
46
Selvi et al. (2011) menemukan bahwa daun dan bunga katuk bersifat antijamur, yaitu terhadap Aspergillus flavus, Candida albicans, Mucor species, Pennicillium species, dan Rhizopus species. Selanjutnya dinyatakan bahwa katuk juga mempunyai sifat antioksidan.
Daun katuk efektif sebagai antibakteri terhadap
organisme gram positif dan kurang efektif terhadap organisme gram negatif jika dibandingkan dengan gentamycin dan juga bersifat antijamur terhadap Candida albicans (Christi et al., 2011). Selvi dan Basker (2012) menemukan 1,14tetradecanediol sebagai antimikrobia, 1-Octadecyne sebagai anti radang, antibakteri dan fragrance, 1-Hexadecyne sebagai antibakteri, decanoic acid, ethyl ester sebagai flavor dan obat cacing, phytol sebagai obat pencegah kanker, auto immune response, pyrene, hexadecahydro sebagai anti-bakteri dan fragrance, 2(1H) naphthalenone, 3,5,6,7,8,8a-hexahydro-4,8a-dimethyl-6-(1-methylethenyl)- sebagai antiradang, azulene, 1,2,3,5,6,7,8,8aoctahydro-1,4-dimethyl-7-(1-methylethenyl)-, [1methylethenyl)- sebagai antialergi, antihistamik, antiradang, antipiretik, antiseptic, antispasmodic dan antiulcer, squalene sebagai antibakteri, antioksidan, antitumor, antikanker, kemopreventif, immunostimulant, dan penghambat lipooxygenase.
47
BAB V KATUK SEBAGAI PELANCAR AIR SUSU IBU 5. 1. Air Susu Untuk memenuhi kebutuhan gizinya, manusia harus mengkonsumsi bahan makanan yang beragam. Hal ini disebabkan karena sangat jarang bahan makanan yang sangat lengkap zat gizinya. Dengan mengkombinasikan bahan makanan sedemikian rupa maka akan dicapai keseimbangan zat gizi yang diperlukan tubuh. Banyak bahan makanan yang sedikit sekali mengandung zat gizi yang diperlukan, disamping sedikit sekali bahan makanan yang mempunyai keseimbngan gizi yang baik. Salah satu bahan makanan yang cukup sempurna za gizi dan keseimbangannya adalah air susu. Sewaktu anak dilahirkan, ia mendapat beberapa cadangan gizi dari ibunya. Cadangan gizi tersebut (antara lain vitamin A dan D, besi, tembaga di hati) ditambah dengan air susu ibu (ASI) membentuk makanan yang sempurna. ASI mengandung paling sedikit 66 zat gizi yaitu satu bagian karbohidrat yang terdapat dalam bentuk laktosa, 17 asam lemak yang terdapat dalam lemak lemak susu, 11 asam amino yang terdapat dalam bentuk kasein (protein susu), 21 mineral yang terdapat dalam garamgaram air susu dan 16 vitamin yang sebagaian terdapat dalam lemak dan sebagian lainnya dalam plasma air susu. ASI merupakan bahan makanan sempurna dikarenakan oleh beberapa hal yaitu antara lain: 1. ASI mengandung hamper semua zat gizi yang diperlukan tubuh. 2. Perbandingan yang sempurna zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI. 3. Zat-zat gizi yang diperlukan dapat dicerna dan dapat diserap oleh usus secara sempurna. 4. Protein dan lemak susu bermutu lebih tinggi daripada yang ada dalam bahan makanan lainnya.
5.1.1. komposisi Kimia Air Susu Air susu mengandung tiga komponen karakteristik yaitu lactose, kasein dan lemak susu, disamping mengandung bahan-bahan lainnya seperti air, mineral, vitamin dll. Banyaknya tiap-tiap zat berbeda-beda bergantung kepada spesies hewan, factor genetic dan factor lingkungan. Table 15 memperlihatkan komposisi kimia air susu berbagai hewan.
48
Tabel 23. Komposisi kimia air susu ibu dan berbagai hewan Spesies
Lemak
Protein
Laktosa
Abu (%)
Bahan padat
(%)
(%)
(%)
Anjing
8,3
9,5
3,7
1,2
20,7
Antelope
1,3
6,9
4,0
1,30
15,2
Babi
8,2
5,8
4,8
0,63
19,9
Beruang kutub
31,0
10,2
0,5
1,20
42,9
Bison
1,7
4,8
5,7
0,96
13,2
Domba
5,3
5,5
4,6
0,90
16,3
Dolphin
14,1
10,4
5,9
Dtt
Dtt
Gajah
15,1
4,9
3,4
0,76
26,9
Ikan paus
34,8
13,6
1,8
1,60
51,2
Kambing
3,5
3,1
4,6
0,79
12,0
Kangguru
2,1
6,2
Trace
1,20
9,5
Keledai
1,2
1,7
6,9
0,45
10,2
Kerbau (Filipina)
10,4
5,9
4,3
0,80
21,5
Kera
3,9
2,1
5,9
2,60
14,5
Kelinci
12,2
10,4
1,8
2,0
26,4
Kuda
1,6
2,7
6,1
0,51
11,0
Kucing
10,9
11,1
3,4
Dtt
Dtt
Marmot
3,9
8,1
3,0
0,82
15,8
Manusia
4,5
1,1
6,8
0,20
12,6
Mink
8,0
7,0
6,9
0,70
22,6
Opossum
6,1
9,2
3,2
1,60
24,5
Reinder
22,5
10,3
2,5
1,40
36,7
Rusa
19,7
10,4
2,6
1,40
34,1
Ayshire
4,1
3,6
4,7
0,70
13,3
Brown Swiss
4,0
3,6
5,0
0,70
13,3
Guernsey
5,0
3,8
4,9
0,70
14,4
Holstein
3,5
3,1
4,9
0,70
12,2
Jersey
5,5
3,9
4,9
0,70
15,0
4,9
3,9
5,1
0,80
14,7
total (%)
Sapi
Zebu
49
Seal kelabu
53,2
11,2
2,6
0,70
67,7
Tikus (rat)
14,8
11,3
2,9
1,50
31,7
Unta
4,9
3,7
5,1
0,70
14,4
Sumber: Schidt (1971). Dtt = data tidak tersedia
Dari tabel 23 dapat dibaca bahwa kadar lemak tertinggi pada hewan sel kelabu yaitu 53,2% dan teendah pada keledai yaitu 1,2%, sedangkan pada manusia sebesar 4,5%.. Kadar protein susu tertinggi pada hewan ikan paus yaitu sebesar 13,6% dan terendah pada manusia yaitu sebesar 1,1%. Kadar laktosa tetinggi terdapat pada air susu keledai dan mink yaitu sebesar 6,9% dan terendah pada kangguru, sedangkan air susu manusia mengandung 6,8%. Kadar abu tertinggi pada kera sebesar 2,6% dan terendah pada manusia yaitu sebesar 0,2%. Kadar bahan padat total tertinggi pada seal kelabu dan hewan mamalia air lainnya, dan terrendah pada kangguru yaitu sebesar 9,5%, sedangkan pada manusia sebesar 12,6%.
Lemak air susu Lemak air susu merupakan sumber energi sempurna. Oleh karena air susu banyak mengandung lemak, maka kadar energinya relative tinggi. Selain sebagai lemak cadangan tubuh – pada anak-anak dan orang kurus sedikit sekali --, maka tubuh memerlukan sejumlah lemak untuk aktivitas dalam sel-sel tubuh. Lemak ini dinamakan lemak sirkulasi atau lemak fisiologis. Untuk pembentukkan lemak fisiologis ini sangat diperlukan lemak air susu. Pada anak-anak bahkan ditemukan lemak susu yang tidak tergantikan, karena di dalam lemak susu ditemukan beberapa asam lemak esensial. Selain itu lemak susu juga mengandung beberapa vitamin yang larut di dalmnya. Berat jenis lemak susu adalah 0,93. Laktosa susu Laktosa yang terkandung di dalam susu merupakan sumber energi bagi tubuh. Pada beberapa orang jika mengkonsumsi susu akan diare. Hal ini disebabkan oleh laktosa yang ada dalam susu tidak dicerna secara sempurna. Peristiwa ini disebut lactose intolerant. Protein air susu Protein pada susu disebut kasein. Kasein mempunyai nilai biologis yang tinggi, mudah dicerna serta mempnyai keseimbangan asam amino yang sempurna dan terlengkap. Dapat dinyatakan bahwa semua asam amino esensial ada dalam susu. 50
Selain berfungsi sebagai pengganti protein tubuh yang telah rusak, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun untuk keperluan tubuh yang sedang bertumbuh. Mineral air susu Di dalam air susu ditemukan 21 macam mineral. Dapat dinyatakan semua macam mineral dan semua mineral jarang (trace mineral) ditemukan dalam susu. Selain itu, perbandingan mineral dalam susu sangat seimbang. Air susu relative mengandung kalsium yang tinggi serta perbandingan kalsium dan fosfor yang baik. Bagi anak-anak yang sedang bertumbuh, air susu merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium dan fosfor di dalam air susu ditemukan dalam bentuk kalsium fosfat, kalsium karbonat dan kalsium klorida. Garam-garam ini mudah diserap. Satu-satunya kekurangan air susu adalah rendahnya mineral pembentuk darah terutama besi. Untuk menunuti kekurangan ini, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi sayuran. Vitamin air susu Air susu juga merupakan sumber vitamin esensial. Semua vitamin esensial ditemukan di dalamnya. Vitamin A dan provitmin A (karotin) ditemukan dalam jumlah yang tinggi tanpa banyak dipengaruhi oleh makanan dan iklim. Selain itu, banyak ditemukan vitamin lainnya seperti vitamin D, K, C, B dan lain sebagainya. Zat-zat lain dalam susu Disamping zat-zat gizi yzng telah disebutkan di atas, maka susu juga mempunyai zat-zat penting lainnya antara lain enzim, zat bakterisid, antibody dll. Enzim-enzim tersebut antara lain peroksidase, reduktase, katalase dan fosfatase serta amylase. Di dalam air susu juga terdapat zat bakterisid suatu zat pembunuh kuman. Antibodi yang ditemukan dalam air susu antara lain agglutinin, haemolisin, presipitin dan opsonin. Beberapa toksin juga dapat masuk ke dalam air susu. 5. 1. 2. Sifat Fisik Air Susu Warna air susu putih disebabkan oleh berjuta-juta bagian kecil lemak, bahan keju dan garam-garam yang merelisir kembali sinar matahari. Yang terpenting adalah bahan lemak. Warna air susu kebiru-biruan yang terjadi bila dicampur dengan air. Warna kehijauan berarti air susu mengandung banyak vitamin B kompleks. Warna kuning terutama disebabkan oleh karotin. Warna merah disebabkan oleh sel darah merah dan hemoglobin. Umumnya air susu sedikit berasa manis yang disebabkan oleh laktosa. Berat jenis air susu berkisar antara 1,027 – 1,035. Pada umumnya air susu lebih padat
51
daripada iar. Kepadatan ini disebabkan oleh keju dan lemak.Air susu dingin biasanya lebih padat dari pada air susu yang baru (hangat). Bila air susu dibiarkan dalam panic beberapa saat, maka dipermukaan air susu ada selapis krim. Hal ini disebabkan karena butir-butir lemak mengapung ke atas. Air susu membeku (titik beku) pada suhu 0,52 oC, sedangkan titik masak air susu adalah 100,16 oC. Sekresi air susu Sekresi air susu adalah sintesis air susu oleh sel-sel epitel dan mengalirnya air susu dari sitoplasma sel ke dalam lumen alveoli. Sebelum terjadi kelahiran lipida dan granula-granula protein terbentuk di dalam sel-sel epitel dan tertimbun dalam lumen alveoli berupa kolostrum. Pada tikus, laktosa tidaklah terbentuk sebelum terjadi kelahiran. Awal sekresi air susu ditandai dengan bertambahnya rasio antara RNA:DNA, kenaikkan jumlah ribosoma, kenaikkan yang menonjol retikulum endoplasma, dan adanya kenaikkan jumlah mitokondria per sel. Perubahan histologis terutama berhubungan dengan perubahan yang disebabkan oleh penimbunan air susu dalam lumen alveoli. Hormon prolaktin menyebabkan inisiasi local sekresi air susu, bilamana hormone ini diinjeksikan ke dalam kelenjar susu kelinci. Selain itu, hormone-hormon adrenokortikoid diperlukan untuk inisiasi laktasi pada kebanyakan hewan. Insulin dan kortisol adalah hormone-hormon yang minimal diperlukan untuk mempertahankan kehidupan jaringan kelenjar susu in vitro. Agar sel-sel kelenjar susu mensisntesis kasein, maka sel haruslah mengadakan pembelahan. Pembelahan sel terjadi jika terdapat insulin dan kontisone agar sel membuat kasein sebagai respon terhadap prolaktin. Sekresi prolaktin dan/atau pelepasannya oleh kelenjar pituitaria dikontrol oleh hipotalamus dan oleh aksi langsung senyawa-senyawa yang terdapat dalam kelenjar pituitaria. Hipotalamus menghasilkan suatu senyawa yaitu Prolactin Inhibitory Factor (PIF) yang menghambat produksi prolaktin yang dilepaskan. Mempertahankan sekresi air susu tergantung dari pemerahan dan penyusuan oleh pedet pada kebanyakan hewan kecuali kambing. Penyusunan oleh pedet atau bayi ikut campur dalam pelepasan prolaktin, ACTH dan oksitosin dari kelenjar pituataria. Ekstrak kelenjar pituitaria bila diinjeksikan ke dalam tubuh sapi akan menaikkan produksi susu pada sapi laktasi. Kebanykkan kenaikkan ini disebabkan 52
oleh karena kandungan STH didalamnya. Prolaktin sedikit sekali pengaruhnya dalam menaikkan produksi susu pada sapi laktasi, tetapi menyebabkan sedikit kenaikkan produksi susu pada kambing pada akhir laktasi. Injeksi prolaktin pada tikus yang sedang laktasi akan menambah pertumbuhan anak. Prolaktin yang diinjeksikan ke dalam tubuh kelinci yang laktasi akan menyebabkan pada akhir laktasi terjadi kenaikkan produksi susu dan persentase laktosa. Banyak hormone lain yang dapat meningkatkan produksi susu antara lain somatotropin, T4, T3 dll. Mempertahankan laktasi pada kebanyakan hewan tergantung pada rangsangan pada waktu pemerahan atau penyusuan oleh anakanya dan hilangnya air susu dari kelenjar susu. Sistema nervorum memegang peranan penting dalam hal ini. Nurvus juga mengontrol aliran darah yang melalui kelenjar susu sehingga dapat mengatur suplai hormone dan bahan-bahan pembentuk air susu ke dalam kelenjar susu. Rangsangan menyusu diperlukan untuk melepaskan hormone prolaktin dan ACTH dari kelenjar pituitaria. Kedua hormone ini memegang peranan dalam sekresi air susu. Rangsangan menyusu juga menambah konsumsi makanan dan air dan menyebabkan ereksi putting susu. Hubungan syaraf antara kelenjar susu dan sentral sistema nervorum tidak perlu untuk mempertahankan sekresi air susu pada kambing dan domba. Pengosongan air susu dari kelenjar susu tergantung pada proses refleks neurohormonal dari pencurahan air susu. Hal ini dapat berupa rangsangan syaraf yang berhubungan dengan proses pemerahan dan penyusuan, misalnya palpasi pada puting susu atau anak yang menyusu induknya. Rangsangan ini mencapai system syaraf pusat dan menyebabkan lobus posterior kelenjar pituitaria melepaskan hormone oksitosin. Oksitosin menuju ke ambing/payudara melalui darah dan menyebabkan selsel mioepitel berkonstraksi. Kontraksi ini memaksa air susu yang di dalam alveoli terperah keluar menuju duktus-duktus seterusnya ke “glang dan teat cistern”. Sebaliknya adrenalin akan menghambat proses tersebut. Proses pencurahan air susu dihambat oleh hormone adrenalin yang terjadi karena hewan terkejut, takut atau gangguan emosional. Pengaruh menghambat adrenalin dapat sentral atau local (pada kelenjar susu). Adrenalin akan menghambat pada beberapa titik system syaraf sentral untuk mencegah terbebasnya oksitosin. Adrenalin juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menuju ke ambing/payudara, sehingga akan mencegah oksitosin mencapai sel mioepitel. Selain itu, adrenalin dapat bertindak sebagai suatu antagonis terhadap oksitosin. 53
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh pengaruh betareseptor yang nampaknya banyak terdapat di dalam sel-sel mioepitel.
5. 2. Katuk meningkatkan Produksi Susu Dari pengalaman empiric, daun katuk memiliki khasiat memperlancar produksi susu, baik pada manusia maupun hewan. Pada ibu-ibu yang mengalami gangguan pengeluaran air susu, maka biasanya mereka memakan antara lain daun katuk ini. Djojosoebagio (1964) menginjeksikan ekstrak daun katuk kepada kelinci, dan menemukan bahwa daun katuk mampu meningkatkan prosuksi air susu. Pada kambing, Soeprayogi (1993) juga menemkan bahwa injeksi ekstrak daun katuk ternyata mampu meningkatkan produksi susu sebesar 20%. Injeksi ekstrak ini tidak mengubah kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak. Pada aktifitas metabolisme glukosa terjadi peningkatan sebesar lebih dari 50% yang berarti kelenjar ambing bekerja lebih ekstra untuk mensintesis air susu. Kadar prolaktin tikus menyusui dan jumlah sel neuraglia anak tikus setelah diberi fraksi ekstrak daun katuk mempunyai kadar hormon prolaktin yang lebih tinggi dan jumlah sel neuraglia lebih banyak pada dosis 48 dan 72 mg (Kamariyah, 2012)..Sari (2003) juga menemukan bahwa ekstrak Sauropus androgynus. Mempunyai pengaruh laktagogen yang ditandai oleh peningkatan kadar hormone prolaktin. Berdasarkan hasil penelitian pada kambing tersebut, maka Suprayogi (1993) mengkalkulasi bahwa pada sapi perah juga pemberian daun katuk diasumsikan akan meningkat. Memang perlu penelitian yang lebih lanjut dalam jumlahyang lebih besar tentang pengaruh daun katuk terhadap produksi air susu. Jika terbukti bahwa pemberian daun katuk secara ekonomis sangat menguntungkan untuk meningkatkan produktifitas ternak perah, maka dapat dikembangkan teknologi pengolahan daun katuk ini untuk merangsang produksi susu. Oleh karena daun kaya akan β-carotene, maka konsumsi daun katuk dalam jumlah tertentu diduga akan meningkatkan kadar vitamin A dalam susu. Selain itu dapat memperkaya kadar vitamin terutama vitamin C dan mineral terutama zat besi. Penggunaan daun katuk dalam jamu berbungkus juga telah dilakukan oleh pengusaha jamu, meskipun belum begitu banyak. Jamu tersebut mempunyai fungsi untuk memperlancar air susu. Yasril (1997) melakukan penelitian pengaruh daun katuk terhadap frekuensi dan lama menyusui bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun katuk 54
oleh ibu-bu menyusui akan meningkatkan waktu menyusui bayi perempuan, sedangkan pada bayi laki-laki tampak hanya kecenderungan peningkatan frekuensi dan lama menyusui jika mengkonsumsi daun katuk. Hal ini menunjukkan bahwa memang mengkonsumsi daun katuk dapat meningkatkan produksi air susu ibu. Memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut efek negatif (jika ada) bila sang ibu mengkonsumsi daun katuk dalam waktu yang lama.
Tabel 24. Nilai rata-rata lamanya menyusui bayi perempuan Hari
Tanpa katuk (menit)
Konsumsi katuk (menit)
Pertama
9.3
9.4
Kedua
9.57
11.43
Ketiga
9.7
11.71
Keempat
9.86
13.42
Kelima
11.14
15.43
Sumber: Yaril (1997)
Daun katuk dikenal sebagai laktagoga, yaitu menyubur air susu ibu. Kemampuan menyuburkan air susu ibu berhubungan dengan peranannya dalam refleks prolaktin, yaitu refleks yang merangsang alveoli untuk memproduksi susu. Refleks ini dihasilkan dari reaksi antara prolaktin dengan hormone adrenal steroid dan tiroksin (Sudarto, 1990). Daun katuk mengandung polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks prolaktin. Selain dapat meningkatkan volume ASI, konsumsi daun katuk juga dapat meningkatkan kandungan vitamin A dan protein ASI (Pradjonggo, 1983). Dosis yang efektif untuk meningkatkan produksi dan kualitas ASI adalah 400 g daun segar tiap hari (Sadi, 1983). Saroni et al. (2004) menemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300mg/hari selama 15 hari terus-menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan dapat meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun katuk. Pemberian ekstrak daun katuk tersebut dapat mengurangi jumlah subyek kurang ASI sebesar
55
12,5%. Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kualitas ASI, karena pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan kadar lemak ASI. Pradjonggo (1983) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh katuk terhadap gambaran histology kelenjar susu mencit betina menyusui, dan hasilnya menunjukkan ada perbedaan bermakna jumlah asini dalam lobulus mencit. Sunarto (1991) menemukan bahwa pemberian daun katuk dalam bentuk infuse secara oral meningkatkan sekresi air susu mencit betina menyusui. Suprayogi et al. (2001) menemukan bahwa peningkatan produksi susu antara lain disebabkan oleh peningkatan populasi sel sekretori (DNA total) dan aktivitas sintetik (RNA total). Wuryaningsih et al (1997) menemukan bahwa pemberian infuse daun katuk kadar 20%, 30%, 40%, dan 80% pada mencit hamil selama periode organogenesis tidak menimbulkan cacat bawaan (teratogenik) dan tidak menyebabkan resorbsi. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil benang merah bahwa konsumsi daun katuk kemungkinan besar dapat meningkatkan produksi ASI dan tidak membawa dampak negatif bagi kesehatan sang ibu ataupun sang bayi. Memang masih banyak hal yang harus dievaluasi berkenaan dengan pengaruh konsumsi daun katuk terhadap kualitas ASI pada manusia. Mekanisme yang berkaitan dengan meningkatkan produksi ASI juga masih sangat gelap. Beberapateori yang dikemukakan oleh para peneliti tersebut, masih memerlukan studi lanjutan. Selain katuk tumbuhan obat yang dapat memperlancar ASI antara lain adalah jagung, lobak, paria, kecipir, pisang klutuk (kuncup bunga), singkong (daun muda), bayam duri, bayam kremah, papaya jantan, papaya betina, murbei (daun muda), dadap daun (daun muda), dadap serep (daun muda), orang-oring (daun), beluntas (daun muda), kemuning (daun), daun deres, jintan (daun dan biji kering), jeruk purut (daun), temulawak, kunyit, temu ireng, lempuyang, sereh, pulosari, adas, kedawung, kayumanis, cabe jawa, ketumbar, pala, kapulaga, bidara laut, merica, asam, ketumbar, lengkuas, kayu angina. Sedangkan tumbuhan yang dapat mengentikan ASI antara lain camcau, melati, kacang panjang (daun), dan kapur barus (buah kering).
56
BAB VI. KATUK SEBAGAI ANTI LEMAK DAN ANTIOKSIDAN 4.1 Anti lemak Daun katuk juga dapat mempengaruhi metabolisme lemak, setidak-tidaknya pada ayam broiler. Hasil penelitian Santoso dan Sartini (2001) menunjukkan bahwa tepung daunkatuk menurunkan akumulasi lemak pada perut, sementara Santoso (1999) melaporkan bahwa tepung daun katuk menurunkan lemak pada karkas broiler.
Tabel 25. Pengaruh tepung daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler. Variabel
0 g katuk
10 g katuk
20 g katuk
30 g katuk
Lemak tubuh (%)
11,3
9,7
9,6
9,3
Lemak perut (%)
1
0,5
0,5
0,4
Lemak hati*
1,8
1,4
1,2
1,1
*Lemak hati diekskresikan sebagai fatty liver score dengan warna sebagai indicator. Sumber: Santoso (1999).
Dari tabel 25 diatas dapat dibaca bahwa pemberian tepung daun katuk sebanyak 30g/kg ransom memberikan akumulasi lemak yang terendah. Turunnya akumulasi lemak oleh katuk diduga disebabkan oleh zat aktif yang ada dalam daun katuk. Daun katuk mengandung flavonoid, saponin, dan tannin. Telah diketahui bahwa ketiga zat tersebut mempunyai khasiat untuk menurunkan akumulasi lemak. Selain itu, kandungan vitamin C yang tinggi juga amat berperan. Daun katuk juga tinggi kadar lemaknya (Santoso dan Sartini, 2001). Diduga lemak daun katuk banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat menurunkan akumulasi lemak. Dewasa ini, banyak produk-produk hewan telah dimodifikasi kadar lemaknya yaitu dengan meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuhnya dan menurunkan asam lemak jenuhnya. Sebagai contoh misalnya telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur mengandung kolesterol dalam jumlah yang tinggi serta amat sulit untuk menurunka kadar kolesterol tersebut. Jika dilakukan penurunan kadar kolesterol, maka produktifitas telur akan menurun. Agar supaya jika mengkonsumsi telur tidak terjadi kenaikan kadar kolesterol darah, maka telah dilakukan modifikasi komposisi asam lemaktelur, yaitu dengan menambahkan asam lemak tak jenuh tertentu. Metode ini ternyata sangat efektif untuk mengurangi resiko kenaikan kolesterol darah karena
57
mengkonsumsi telur. Cara ini dapat digunakan untuk memodifikasi komposisi asam lemak pada produk hewan lainnya seperti susu dan daging serta produk-produk olahannya. Metabolisme lemak antara ayam denganmanusia mempunyai sisi kesamaan yaitu sebagian besar asam lemak disintesis di hati, dan kemudian lemak disikresikan kedarah dan kelebihan lemaknya disimpan dalam bentuk trigliserida dalam jaringan lemak. Dipandang dari sisi ini, maka ayam merupakan model yang tepat untuk mempelajari prilaku metabolisme lemak sebagai akibat perlakuan tertentu. Oleh karena itu, penurunan akumulasi lemak oleh tepung daun katuk ini, dapat dijadikan asumsi dasar bahwa kemungkinan konsumsi daun katuk pada manusia juga akan menghasilkan akibat yang relative sama. Hal ini memang memerlukanvpembuktian lebih lanjut. Penelitian dilanjutkan dengan pemberian eksrak daun katuk kedalam air minum, dan ditemukan pemberian ekstrak daun katuk menurunkan akumulasi lemak perut, hari, dan lemak karkas.
Tabel 26. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler Variable
0 g EDK/l
1,5 g EDK/l
3 g EDK/l
4,5 g EDK/l
Lemak leher (%)
1,022
0,83
0,70
0,62
Lemak perut (%)
3,04
2,42
2,56
2,32
Lemak hati*
2,40
1,62
1,62
1,68
*Lemak hati diekskresikan sebagai fatty liver score dengan warna sebagai indicator. Sumber: Santoso (2001b).
Table 27. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler Variabel
0 g EDK/kg
9 g EDK/kg
13,5 g EDK/kg
18 g EDK/kg
Lemak leher (%)
0,53
0,45
0,71
0,39
Lemak perut (%)
1,78
1,47
1,60
1,41
Lemak paha (%)
0,36
0,39
0,36
0,39
Total lemak (%)
2,67
2,31
2,67
2,19
Sumber: Santoso et al. (1999)
58
Dari tabel 26 dapat dibaca bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 4,5 g/l air memberikan akumulasi lemak yang paling rendah. Penelitian tersebut diperkuat dengan pemberian ekstrak daun katuk ke dalam ransom broiler sebesar 18 g/kg ransom mampu menurunkan akumulasi lemak. Dari tabel 27 dapat dibaca bahwa akumulasi lemak yang tampak secara total cenderung menurun pada pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 9 g atau 18 g/kg pakan. Namun jika dilihat setiap bagian depot lemak, maka dapat dibaca bahwa ekstrak daun katuk menaikkan akumulasi lemak pada leher. Ini berarti bahwa ekstrak daun katuk mampu mengubah distribusi lemak pada setiap depot. Penurunan akumulasi lemak pada depot lain seperti pada dan perut diimbangi dengan kenaikan akumulasi lemak pada leher pada broiler yang diberi 13,5 g/kg ekstrak daun katuk. Penelitian kemudian dilanjutkan untuk mengevaluasi pengaruh lama pemberian ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak. Diperoleh hasil bahwa bahwa pada broiler pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18g/kg ransum selama 28 hari memberikan akumulasi lemak yang paling rendah (Rahmawati, 2000). Sementara Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebasar 18 g/kg ransom selama 2 minggu sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan keuntungan peternak. Jika hasil ini dikombinasikan dengan hasil penelitian Santoso (1997b) dan Santoso (2001a,b,c), maka lama pemberian ekstrak daun katuk maksimal adalah 3 minggu dari umur 3 minggu sampai dengan 6 minggu. Dari hasil penelitian pada broiler, dapat disimpulkan bahwa daun katuk dan ekstraknya mempunyai khasiat untuk menurunkan kadar lemak dalam tubuh. Penelitian perlu dilanjutkan kepada bagaimana pengaruh daun katuk terhadap fraksi lemak seperti kolesterol, trigliserida, fosfolipid, kolesterol ester dan lain-lain. Penelitian ini sangat penting artinya bagi konsumen yang menginginkan konsentrasi kolesterol dan trigliseridanya menurun sampai batas normal. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian tepung daun katuk sebesar 5, 10 dan 15% dalam ransum memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) menurunkan kolesterol telur dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) mempengaruhi kolesterol, LDL dan HDL serum darah itik (Nugraha, 2008). Pemberian tepung daun katuk sebanyak 0,04% BB dalam pakan sapi FH laktasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar trigliserida dan hormone triiodotironin darah (Sumardi, 2008). 59
Suplementasi ekstrak daun katuk dan minyak lemuru menurunkan deposisi lemak dan kolesterol daging, dan meningkatkan vitamin A dan vitamin E pada daging broiler. Suplementasi minyak lemuru meningkatkan EPA, DHA, asam stearat dan asam arakidonat tetapi menurunkan asam linolenat dalam daging. Selain itu, terajadi peningkatan oksidasi asam lemak oleh minyak lemuru dapat dicegah dengan ekstrak daun katuk dalam kombinasinya dengan v beitamin E (Santoso et al., 2010a). Partisi alkaloid dan non alkaloid sangat efektif untuk menurunkan resiko atherosclerosis. Selain itu partisi alkaloid lebih efektif daripada non alkaloid untuk menurunkan kadar kolesterol dalam telur. Partisi alkaloid dan non alkaloid pada dosis tertentu menurunkan Staphylococcus sp. pada kerabang telur (Santoso et al., 2010b). Penurunan kadar lemak pada produk peternakan sangat penting artinya bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan oleh data penelitian yang membuktikan bahwa lemak yang tinggi merupakan salah satu factor yang menyebabkan naiknya risiko terkena penyakit penyempitan pembuluh darah (atherosclerosis), jantung koroner, tekanan darah tinggi, kanker dll. Selain lemak yang tinggi, factor-faktor lain yang diidentifikasikan berhubungan dengan kejadian penyakit tersebut di atas antara lain adalah sebagaai berikut: 1. Olahraga dan kondisi fisik Kurang aktivitas dan kondisi fisik yang buruk menambah risko, sementara olahraga yang cukup dan fisik yang bagus akan menurunkan risiko. 2. Individu dan tensi Orang yang dibawah tensi/tekanan, agresif atau kompetitif mempunyai risiko yang lebih besar daripada mereka yang relaks. 3.
Merokok
4.
Penggunaan rokok yang tinggi dihubungkan dengan tingginya risiko. Penggunaan alkohol yang berlebihan lebih berisiko terkena penyakit
atherosclerosis. 5.
Tekanan darah Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko.
6. Lipida darah Hiperlipidemia (konsentrasi lipida darah yang tinggi) meningkatkan risiko. 7. Penyakit organik Kencing manis meningkatkan risiko. 8. Jenis kelamin 60
Laki-laki lebih berisiko daripada perempuan 9. Polar as dan geografi Beberapa daerah dan orang mempunyai kematian yang lebih tinggi karena penyakit atherosclerosis daripada daerah lain. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan hereditas, makanan, struktur sosial dan pola hidup. 10. Pola gizi Sejumlah komponen gizi juga dihubungkan dengan level lipida darah atau kejadian atherosclerosis. Kekurangan suplai air minum dikaitkan dengan risiko penyakit ini. Daerah yang sulit mendapatkan air minum mempunyai risiko yang lebih rendah kematian karena penyakit jantung. Sifat dan level lemak juga berperan. Lemak jenuh dikaitkan dengan tingginya kadar kolesterol darah dan dikaitkan dengan penyakit atherosclerosis daripada lemak tak jenuh. Selain itu, kolesterol pangan yang lebih tinggi mengkontribusi terhadap level kolesterol darah yang lebih tinggi yang dikaitkan dengan peningkatan penyakit atherosclerosis. Tipe karbohidrat juga diduga berperan dalam berkembangnya penyakit ini. Gula sederhana, terutama sukrosa dan fruktosa mengkontribusi hiperlipidemia, sementara karbohidrat yang rendah atau pati menurunkan lipida darah. Juga, konsumsi kalori yang berlebihan berkaitan dengan kegemukkan dan level lipida darah yang berlebihan. Harus ditekankan bahwa meskipun hubungan antara factor-faktor tersebut dan level lipida darah atau penyakit atherosclerosis ditemukan, namun belum terbukti bahwa ada hubungan pengaruh dan sebab diantara mereka. Lebih lanjut adalah mungkin bahwa factor tersebut dapat berpengaruh secara nyata jika dilengkapi dengan factor-faktor risiko lainnya. Oleh sebab itu, banyak factor yang berpengaruh terhadap kejadian atherosclerosis dan bahwa lemak dan kolesterol hanyalah sebagian saja. Senyawa yang berperan sebagai antilipi dalam daun katuk secara pasti belum diketahui. Namun demikian, diduga senyawa seperti saponin, tannin, flavonoid dan alkaloid mempunyai peranan yang sangat penting dalam penurunan kadar lemak. Ueda et al. (1996) menemukan bahwa saponin mempunyai efek hipokolesterolemik yang artinya saponin mampu menurunkan kadar kolesterol.
4. 2. Antioksidan Seperti yang telah dibahas bahwa daun katuk mengandung β-karotin, vitamin C, tannin, flavonoid, saponin dll. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai khasiat sebagai antioksidan. 61
Antioksidan ini sangat efektif menghambat proses otooksidasi lemak tidak jenuh, efektif menghambat polimerisasi dan beberapa diantaranya dapat menghambat degradasi polimer oleh ozon. Pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzene tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino. Antioksidan yang termasuk dalam golongan phenol biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna dan banyak digunakan karena tidak beracun (Ketaren, 1986). Antioksidan golongan phenol meliputi sebagian antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan phenol antara lain hidrokwinon, gossypol, pyrogallol, catechol, resorsinol, dan eugenol. Antioksidan yang mengandung gugus amino atau diamino yang terikat pada cincin benzene biasanya mempunyai potensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam dan umumnya stabil terhadap panas serta ekstraksi engan kaustik. Antioksidan yang termasuk golongan amin banyak digunakan dalam industri nonpangan, terutama industri karet. Beberapa contoh golongan ini antara lain N, N’ difenil p-fenilene diamin, difenilhidrazin, difenilguanidine, dan difenil amin. Golongan antioksidan lainnya adalah amino-phenol. Golongan ini biasanya mengandung gugusan phenolat dan amino yang merupakan gugus fungsional penyebab aktifitas antioksidan. Golongan persenyawaan aminophenol ini banyak digunakan dalam industri petroleum, untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasoline. Contoh golongan ini antara lain N-butil-p-amino-phenol dan N-sikloheksilp-amino phenol. Pembagian antioksidan juga dapat didasarkan kepada penggabungan sifat sinergis dari antioksidan yaitu antioksidan dengan jumlah phenol yang sangat besar dan antioksidan dengan jumlah asam yang sangat besar. Aktifitas antioksidan tipe phenol mempunyai hubungan dengan proses keseimbangan oksidasi-reduksi antara Quinol dengan quinon. Antioksidan ini biasanya digunakan pada minyak atau lemak pangan. Beberapa antioksidan tipe asam biasanya bersifat sinergis. Vitamin C termasuk antioksidan yang bersifat sinergis.
62
Senyawa penting lain yang ada dalam daun katuk yang mempunyai sifat antioksidan adalah flavonoid. Flavonoid mempunyai banyak fungsi. Sebagai pigmen bungaflavonoid berperan jelas dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tanwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar ultraviolet barangkali penting juga dalam mengarahkan serangga. Fungsi lainnya adalah sebagai pengatur tubuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikrobia dan antivirus, dan kerja terhadap serangga. Beberapa flavonoid, seperti jenis fitoaleksin lain, merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat fungus menyerangnya. Beberapa flavonoid yang dihasilkan oleh tumbuhan polong mengimbas gen pembintilan dalam bacteria bintil penambat nitrogen, sementara flavonoid yang lainnya membalikkan pengaktifan tersebut. Selain itu ia berfungsi sebagai inhibitor kuat pernapasan, menghambat fosfodiesterase, DNA polymerase, dan lipooksigenase. Sebagai antioksidan, flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan dengan demikian melindungi membrane lipid terhadap reaksi yang merusak. Flavonoid tertentu dalam makanan tampaknya menurunkan agregasi platelet dan dengan demikian mengurangi pembekuan darah, tetapi jika dipakai dikulit flavonoid lainnya menghambat pendarahan. Flavonoid mempunyai peranan sebagai astiskorbut dengan cara melindungi vitamin C dari oksidasi.
63
BAB VII PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADA TERNAK
Penggunaan tanaman obat-obatan telah terbukti mampu meningkatkan keuntungan peternak, menekan bau kandang terutama ammonia, serta dapat menekan kontaminasi mikrobia pathogen dan meningkatkan kualitas daging broiler yang berarti dapat memecahkan beberapa masalah peternakan sekaligus. Tanaman katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat yang mempunyai zay gizi tinggi, mengndung zat anti bakteri, mengandung β-karoten yang tinggi. Katuk telah terbukti mampu meningkatkan efisiensi produksi sehingga meningkatkan keuntungan yang diperoleh peternak, menurunkan bau kandang akibat gas ammonia dan gas lainnya, menurunkan lemak daging, menurunkan Salmonella sp dan Escherichia coli daging dan kotoran, meningkatkan warna kulit karkas, menurunkan bau amis daging sertameningkatkan rasa daging (Santoso, 1997a,b; Santoso, 1999; Santoso et al., 1999). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemberian ekstrak daun katuk lebih efektif daripada dalam bentuk tepung. Santoso (1997b) telah mengembangkan teknologi tepat guna ekstraksi daun katuk yang sederhana, murah dan mudah dilakukan oleh siapa saja. 7.2. Peningkatan Performans Pada dunia peternakan yang dimaksud dengan performans adalah penampilan ternak yang diukur melalui pertumbuhan, konsumsi pakan dan konversi pakan atau efisiensi penggunaan pakan. Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk berat dan besar jaringan-jaringan tubuh seperti otot daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya. Pertumbuhan merupakan manifestasi dari perubahan unit terkecil (sel) yang mengalami pertambahan jumlah (hyperplasia) dan pembesaran ukuran (hyperthropy). Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh dua factor penting yaitu genetic dan lingkungan. Factor lingkungan yang sangat berperan adalah pakan dan manajemen. Optimalisasi dan efisiensi produksi hanya dapat dicapai dengan mengombinasikan factor genetic yang dibarengi dengan kondisi lingkungan yang kondusif. Interkasi factor-faktor tersebut harus didukung oleh pakan, manajemen dan factor iklim yang menguntungkan ternak. Jenis kelamin juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Secara umum, ternak jantan mempunyai berat badan yang lebih tinggi daripada betina.
64
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dalam satuam waktu tertentu. Pakan merupakan salah satu factor yang sangat penting dalam peningkatan pertumbuhan suatu ternak. Agar dicapai pertumbuhan yang optimal, maka diperlukan pakan yang bermutu tinggi dalam arti mempunyai kandungan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Jadi, konsumsi pakanternak yang tinggi belum tentu akan menghasilkan pertumbuhan yang efisien jika mutu pakan tersebut tidak baik – dalam arti tidak seimbang. Demikian pula, konsumsi yang rendah belum tentu akan menghasilkan pertumbuhan yang rendah. Meskipun konsumsi pakan lebih rendah tetapi jika diimbangi dengan gizi yang seimbang, pemilihan bahanpakan yang bermutu tinggi serta factor-faktor lain yang mendukung pertumbuhan, maka pertumbuhan yang optimal dapat dicapai. Banyak factor yang mempengaruhi konsumsi pakan. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas (cita rasa), strain, dan keaktifan ternak sehari-hari. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kesehatan, keturunan, umur, imbangan zat-zat makanan, cekaman stress, kecepatan pertumbuhan, tingkat energi dan proteinpakan dan manajemen pemeliharaan. Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dihabiskan sampai ternak tersebut dijual dengan berat badan pada waktu itu. Konversi pakan dapat dinyatakan dalam mingguan ini adalah merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dalam minggu tersebut dengan pertambahan berat badan dalam minggu tersebut. Konversi pakan selain menggambarkan efek fisiologis dalam memanfaatkan zat-zat gizi, tetapi dapat pula menyatakan besar kecilnya keuntungan yang diterima oleh peternak. Semakin kecil angkanya maka semakin baik tingkat konversi pakannya. Konversi pakan dipengaruhi oleh kadar protein pakan, energi pakan, umur, bangsa ternak, besar tubuh, ketersediaan zat-zat gizi dalam pakan, suhu lingkungan dan kesehatan ternaak. Pemberian tepungdaun katuk ternyata mampu meningkatkan performans broiler. Pemberian tepung daun katuk cederung menurunkan berat badan, menurunkan konsumsi pakan dan memperbaiki konversi pakan. Table memperlihatkan pengaruh pemberian tepung daun katuk terhadap performans broiler.
65
Tabel 28. Pengaruh pemberian tepung daun katuk terhadap performans ayam broiler Perlakuan
0% tepung daun
Konsumsi pakan
Pertambahan berat
Konversi pakan
(g/ekor)
badan (g/ekor)
2102
1172
1.79
2188
1137
1.92
2010
1108
1.82
1891
1159
1.63
katuk 1% tepung daunkatuk 2% tepung daun katuk 3% tepung daun katuk Sumber: Santoso dan Sartini (2001)
Dari tabel 28 tersebut maka dibaca bahwa pemberian tepung daun katuk menurunkan konsumsi pakan. Seperti yang diketahui bahwa daun katuk mengandung alkaloid tertentu. Alkaloid tersebut jika dikonsumsi akan dioksidasi dalam hati, yang kemudian menghasilkan metabolit seperti “dehydrosparteine”. Pengaruh metabolk alkaloid dan metabolitnya adalah terutama menghambat neural. Hal ini menyebabkan antipalatabilitas yang berarti menurunkan konsumsi pakan. Pengaruh antipalatabilitas saponin juga disebabkan oleh pengaruh penghambatan neurologik. Selain itu, pemberian tepung daun katuk cenderung menurunkan pertumbuhan broiler. Daun katuk juga mengandung tannin dan saponin. Secara umum, tannin menyebabkan gangguan pada proses pencernaan dalam saluran pencernaan sehingga menurunkan pertumbuhan. Selain itu, saponin meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang berakibat penghambatan transport nutrisi aktif dan menyebabkan penganbilan/penyerapan zat-zat gizi dalam saluran pencernaan menjadi terganggu. Unggas lebih sensitive terhadap saponin daripada ternak monogastrik lainnya. Hal ini menyebabkan turunnya pertambahan berat badan. Saponin dan tannin juga menyebabkan meningkatan konversi pakan, yang berarti penggunaan pakan menjadi kurang efisien. Sampai pemberian 2% tepung daun katuk dalam pakan broiler meningkatkan konversi pakan. Namun pembrian sebesar 3% menurunkan konversi pakan yang berarti penggunaan pakan lebih efisien. Sebab dari fenomena ini masih belum diketahui.
66
Untuk mengurangi pengaruh tannin dan saponin, maka kemudian dilakukan ekstraksi dengan air panas. Air panas mengurangi kandungan sapono dan tannin dalam suatu bahan pakan. Hasil penelitian tersebut tertera dalam table berikut.
Tabel 29. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap performans broiler. Perlakuan
Pertambahan berat
Konsumsi pakan
Konversi pakan
badan (g/ekor)
(g/ekor)
0 g/liter air minum
1267
2332
1,84
1,5 g/liter air
1306
2260
1,73
1285
2205
1,72
1335
2238
1,68
minum 3,0 g/liter air minum 4,5 g/liter air minum Sumber: Santoso (2001a)
Dari tabel 29 tersebut diatas dapat dibaca bahwa pemberian ekstrak daun katuk cenderung meningkatkan pertambahan berat badan daan menurunkan konversi pakan. Penurunan konversi pakan dan peningkatan pertambahan berat badan dapat dijelaskan oleh karena diduga kandungan tannin dan saponin dalam ekstrak menurun dikarenakan proses perebusan dalam air panas. Namun demikian, pada level pemberian tertentu konsumsi pakan masih cenderung turun. Santoso et al. (1999) kemudian melanjutkan penelitiannya. Pada penelitian ini ekstrak daun katuk ditambahkan ke dalam pakan komersial sebanyak 0 g, 9g, 13,5 g, atau 18 g/kg pakan. Hasil penelitian tersebut tertera pada table dibawah ini.
Tabel 30. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap performans ayam broiler. Variable
0g
9g
13,5 g
18 g
Pertambahan berat badan
1370
1346
1299
1470
Konsumsi pakan (g/ekor)
2790
2505
2511
2542
Konversi pakan
2,04
1,87
1,97
1,73
(g/ekor)
Sumber: Santoso et al. (1999).
67
Dari tabel 30 diatas dapat dibaca bahwa pemberian ekstrak daun katuk yang disuplementasi ke dalam pakan broiler sebesar 18g/kg pakan memberikan pertambahan berat badan tertinggi dengan konversi pakan terendah. Namun, pemberian ekstrak tersebut menurunkan konsumsi pakan jika dibandingkan dengan control. Belum diketahui sebabnya mengapa pada tingkat pemberin 13,5 g/kg pakan menghasilkan performans yang jelek. Sinaga (2012) menemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 3 g/ekor/hari tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum (3,787 – 3,842 kilogram/ekor/hari), tetapi meningkatkan pertambahan bobot badan anak (330-410 gram/ekor/hari) dan berat sapih (13,92 – 18,22 kg/ekor). Pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 3 g/ekor/hari dapat diberikan pada ransum induk babi menyusui sebagai feed additive. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa taraf EDK dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot sapih dan PBBA dan tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap litter size lahir, bobot lahir, litter size sapih, mortalitas, konsumsi ransum induk dan konsumsi ransum anak. Waktu pemberian (hari ke-104 kebuntingan dan saat induk beranak) berpengaruh nyata terhadap bobot sapih dan PBBA. Waktu pemberian (hari ke-104 kebuntingan dan saat induk beranak) tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum induk, litter size lahir, bobot lahir, litter size sapih, mortalitas, dan konsumsi ransum anak. Tidak terjadi interaksi antara taraf dengan waktu pemberian terhadap peubah yang diamati. Taraf EDK sebesar 0,10% memberikan efek yang lebih baik untuk peningkatan bobot sapih dan PBBA babi (Simorangkir, 2008). Putra et al. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak katuk secara nyata meningkatkan pertumbuhan dan konsumis pakan serta menurunkan konversi pakan ketika ikan diberi pakan yang mengandung 1% ekstrak. Namun, ekstrak katuk tidak nyata mempengaruhi angka mortalitas, factor kondisi, indeks viscerosomatic dan indeks hepatosomatic. Jadi suplementasi ekstrak katuk dapat digunakan untuk ikan dan dapat merangsang nafsu makan ikan, merangsang pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Hasil penelitian Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransom selama 2 minggu dari umur 28-42 hari cenderung meningkatkan pertambahan berat badan broiler dan menurunkan konversi pakan atau
68
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan serta memberikan keuntungan yang lebih besar ebanyak Rp 278,-/ekor. Gusmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 18 g/kg ransom selama 2 minggu menurunkan berat relative usus. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya dinding usus yang lebih tipis. Dengan menipisnya dinding usus, maka penyerapan zat-zat makanan akan berjalan baik. Menipisnya dinding usus ini antara lain disebabkan oleh turunya jumlah mikrobia pathogen dalam usus. Oleh sebab itu sangat logis, jika konversi pakannya menjadi lebih baik. Hasil penelitian Rahmawati (2000) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransom selama 2 minggu tidak memperbaiki kualitas karkas pada broiler. Perbaikan kualitas karkas baru terjadi jika pemberian ekstrak daun katuk selama 1 bulan. Perbaikan kualitas karkas ditandai dengan kecenderungan menurunnya persentase susut masak, meningkatnya lingkar drumstick, menurunnya bau amis karkas, dan menurunnya lemak perut. Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa pemberian tepung daun katuk dan ekstraknya pada tingkat pemberian tertentu dapat memperbaiki performans broiler dengan cara meningkatkan pertambahan berat badan dan menurunkan konversi pakan. Satu hal yang masih menjadi tanda Tanya adalah mekanisme turunnya konsumsi pakan oleh ekstrak daun katuk tersebut. Ada beberapa asumsi yang dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, perebusan daun katuk dalam suhu 90 C selama 20 menit belum mampu sepenuhnya menghilangkan tannin dan saponin dalam ekstrak, shingga hal ini menjadi salah satu sebab turunnya konsumsi pakan. Kedua, adalah bahwa dalam daun katuk tersebut masih terdapat zat-zat antinutrisi yang menyebabkan turunnya konsumsi pakan yang tidak rusak hanya oleh perebusan. Ketiga, adalah kombinasi dari kedua asumsi tersebut di atas. Oleh sebab itu, meningkatnya efisiensi penggunaan pakan oleh ekstrak daun katuk mungkin lebih disebabkan oleh factor lain daripada turunnya level zat antinutrisi dalam katuk. Penurunan efisiensi pakan mungkin lebih disebabkan oleh membaiknya keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan dimana dengan pemberian ekstrak katuk menekan pertumbuhan mikrobia pathogen seperti Salmonella sp., Escherichia coli tanpa menekan atau bahkan meningkatkan pertumbuhaan mikrobia efektif seperti Lactobacilus sp. dalam pencernaan. Dengan semakin membaiknya keadaan flora-fauna dalam saluran pencernaan itu, pemecahan, asimilasi dan penyerapan zat-zat gizi menjadi lebih baik. 69
Diperlukan perbaikan-perbaikan dalam proses pembuatan ekstrak katuk, sehingga dihasilkan ekstrak katuk yang mampu meningkatkan berat badan, konsumsi pakan dan menekan konversi pakan. Penelitian pengaruh daun katuk terhadap ternak lain perlu dilakukan untuk melengkapi informasi yang telah ditulis dalam buku ini. 7.3. Peningkatan Kualitas Karkas Kualitas karkas merupakan nilai karkas yang dihasilkan relative terhadap suatu permintaan pasar. Banyak factor yang mempengaruhi kualitas karkas antara lain berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan factor-faktor lainnya. Kualitas karkas dapat dilibat dari bentuk tulang dada yang normal, dada melengkung panjang, ramping seperti perahu. Dada yang melengkung dan tajam merupakan tanda kualitas karkas yang kurang baik. Selain itu, juga punggung rata dan pertumbuhan daging dada, paha dan sayap baik dan berisi padat. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh factor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas karkas adalah genetic, spesies, pakan, sedangkan factor setelah pemotongan adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan, lemak intramuskuler, metode penyimpanan, macam otot daging, lokasi otot daging dll. Selain itu, kualitas karkas juga dapat dinilai dari warna, baud an rasa karkas atau daging. Meskipun rasa, baud an warna barangkali kurang berkaitan dengan nilai gizi suatu bahan pangan, namun hal ini akan sangat menentukan apakah produk ternak tersebut laku atau tidak. Dalam hal ini, produsen harus mampu dan bersedia menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan selera konsumen. Berdasarkan hal ini, maka terdapat perbedaan umur potong, pengolahan dll pada suatu daerah ataupun suatu Negara. Warna merupakan suatu sensasi seseorang oleh akrena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera mata atau retina mata, bukan merupakan suatu zat atau benda. Lebih dari 60% ibu-ibu dalam memilih daging mempertimbangkan warna sebagai salah satu aspek yang terpenting. Citarasa terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan. Bau lebih banyak sangkut pautnya dengan panca indera pembau. Keterangan mengenai bau yang keluar dari bahan pangan dapat diperoleh melalui epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang
70
berwarna kuning berukuran 2 cm yang terletak pada bagian atap dinding rongga hidung di atas tulang turbinate. Rasa daging banyak ditentukan oleh aktivitas ternak. Ternak yang banyak bergerak akan meningkatkan kadar asam laktat, sehingga kemungkinan dapat membantu meningkatkan rasa. Rasa daging juga dipengaruhi oleh kandungan IMP, ion K+ dan asam glutamate dalam daging ayam. Semakin tinggi kadarnya dalam daging – sampai batas tertentu – akan semakin enak rasa daging ayam tersebut. Tabel 31 menunjukan pengaruh ekstrak daun katuk terhadap warna, baud an rasa daging ayam broiler.
Tabel 31. Pengaruh ekstrak katuk terhadap rasa, bau dan warna daging broiler Level pemberian
Warna daging
Bau daging
Rasa daging
0 g/kg ransum
3,2
2,8
2,5
9 g/kg ransum
2,8
2,8
2,8
13,5 g/kg ransum
2,3
3,3
2,9
18 g/kg ransum
2,4
3,6
3,1
Sumber: Santoso et al. (1999)
Dari tabel 31 di atas dapat dibaca bahwa warna daging cenderung menurun pada daging yang diberikan ekstrak katuk yang semakin meningkat. Penurunan warna daging diduga disebabkan oleh menurunnya konsentrasi oksimyoglobin. Telah diketahui bahwa daun katuk banyak mengandung tannin. Tanin dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk membentuk oksimyoglobin. Dengan demikian ketersediaan zat besi bagi pembentukkannya menjadi menurun. Sebagai akibatnya, warna daging menurun. Meskipun selama pembuatan ekstrak kemungkinan banyak zat tannin yang rusak, namun kemungkinan besar zat tannin yang terkandung di dalam ekstrak masih cukup besar. Untuk mengurangi pengaruh zat tanin, maka diperlukan perbaikan metode ekstraksi daun katuk, agar diperoleh ekstrak yang bebas tannin. Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu meningkatkan warna kuning pada kaki dan kulit karkas broiler. Hal ini sangat wajar karena ekstrak daun katuk ini kaya akan β-carotene.
71
Angka yang semakin tinggi pada nilai bau menunjukkan bahwa bau amis dan baud aging lainnya semakin menurun. Pemberian ekstrak daun katuk ternyata mampu menurunkan baun amis daging. Bau daging dipengaruhi oleh perubahan ATP menjadi hipoksantin setelah ternak dipotong. Semakin tinggi ATP yang diubah menjadi hipoksantin semakin tinggi pula bau daging. Bau amis daging disebabkan oleh berbagai zat kimia, antara lain adalah oleh asam lemak-asam lemak tertentu. Angka yang semakin tinggi pada nilai rasa menunjukkan bahwa rasa daging semakin enak. Pemberian ekstrak katuk ternyata mampu meningkatkan rasa daging. Peningkatan rasa daging dipengaruhi oleh beberapa zat kimia. Pada daging ayam, inosinin monofosfat (IMP), K + dan asam glutamate sangat berperan dalam penentuan rasa daging ayam. Perubahan ATP menjadi IMP sangat menentukan rasa daging. Belum diketahui penyebab meningkatnya rasa daging oleh ekstrak daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa daun katuk adalah asin, sehingga kemungkinan terdapat ion-ion yang berkaitan dengan rasa seperti K= dan Na+ sangat mungkin. Selain itu, katuk juga sangat kaya akan protein dan pilopeptidA, Sehingga kemungkinan adanya asam glutamat dalam daun katuk sangat mungkin. Ekstrak daun katuk mampu meningkatkan tekstur daging broiler, sehingga daging berasa agak kenyal serta tidak lembek. Kondisi seperti ini sangat disukai oleh konsumen terutama di Indonesia. Selain itu, ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan susut masak daging ayam. Susut masak merupakan fungsi dari temperature dan lama pemasakan yang dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril dan berat sample daging dan penampang lintang daging. Pada umumnya susut masak bervariasi antara 1,5% - 54,5%. Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas daging yang lebih bai, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Semakin rendahnya susut masak oleh ekstrak daun katuk mungkin disebabkan oleh meningkatnya protein daging. Semakin meningkatnya protein daging, maka kemampuannya untuk mengikat air akan meningkat sehingga cairan yan keluar selama pemasakan akan terhambat. Peningkatan protein daging oleh pemberian ekstrak daun katuk sangat mungkin karena ekstrak tersebut kaya akan protein. Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan cacat pada daging paha dan dada ayam broiler. Cacat dada dan paha yang tinggi dapat menurunkan mutu daging dan karkas broiler. 72
Pemberian ekstrak daun katuk juga mampu menurunkan persentase berat punggung pada broiler. Hal ini sangat menguntngkan bagi produsen pemroses ayam broiler, karena harga punggung broiler relative lebih rendah. Ekstrak juga menaikkan berat dada, dan pada pemberian 4,5 g/l air berat paha cenderung lebih tinggi (Tabel 32).
Tabel 32. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap komposisi karkas broiler Ekstrak (g/l Berat karkas Sayap (%
Dada (%
Paha (%
Punggung
air minum
berat)
berat)
(% berat)
(g/ekor)
berat)
0
1218
11,9
27,9
34,8
25,4
1,5
1218
12,4
30,2
34,3
23,0
3
1122
12,3
30,0
34,3
23,8
4,5
1213
12,5
30,4
35,5
19,9
Santoso et al. (1999) juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk ke dalam pakan broiler cenderung menurunkan porsi berat punggung dan cenderung meningkatkan porsi berat dada dan paha. Meskipun perubahan tersebut relative kecil, namun jika diproduksi dalam jumlah yang besar, maka pabrik pengolah daging broiler akan mendapatkan keuntungan tambahan yang cukup besar. Masalah mutu karkas dan daging di Indonesia masih belum menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat. Konsumen dalam memilih produk-produk ternak masih didasarkan kepada harganya yang murah. Oleh karena itu, tidaklah menjadi soal bagi konsumen apakah produk tersebut mempunyai mutu yang buruk ataupun baik. Yang penting adalah murah. Meskipun demikian sebagian masyarakat, terutama di perkotaan, telah memperhatikan masalah mutu produk. Mereka bersedia membeli lebih mahal suatu produk jika mutunya lebih baik. Dalam menghadapi era pasar bebas maka kualitas produk ternak harus menjadi sorotan utama, jika kita ingin produk ternak kita dapat bersaing baik di pasar domestic dan apalagi di pasar internasional. Agar produk ternak kita mampu menembus pasar dunia – seperti halnya dengan Thailand yang telah mampu menembus pasar dunia --, maka produk ternak kita harus ditingkatkan mutunya sesuai dengan tuntutan konsumen internasional dengan harga yang bersaing. Oleh karena itu, perbaikan mutu karkas dengan
73
pemberian ekstrak katuk sangat menopang dunia peternakan untuk menembus pasar dunia. 7.4. Penurunan Produksi Amonia Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak daun katuk mampu menurunkan bau kandang/kotoran broiler yang disebabkan oleh gas ammonia dan gas lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka diduga bahwa produksi gas amonia pada broiler menurun. Kemungkinan penurunan gas amonia tersebut didukung oleh data bahwa pemberian ekstrak daun katuk mampu meningkatkan Lactobasilus dan Bacillus subtilis dalam kotoran ternak. Bacillus subtilis telah terbukti mampu menurunkan kadar gas amonia pada kandang unggas (Santoso et al., 1999). Lactobacilus juga diduga mampu menghambat pertumbuhan mikrobia pemecah asam urat dan urea sehingga pembentukan gas ammonia menjadi terhambat.
Tabel 33. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas amonia dalam kandang ayam petelur (ppm) Lama pemberian (minggu)
Tanpa Bacillus subtilis
2% kultur Bacillus subtilis
2
3.3
1.5
4
17.7
6.4
6
82.0
32.0
8
140.0
80.0
Sumber : Santoso et al. (1999)
Tabel 34. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas ammonia dalam tempat penyimpanan kotoran ayam (ppm) Lama penyimpanan
Tanpa Bacillus subtilis
2% kultur Bacillus subtilis
(minggu) 2
140.2
50.0
4
223.3
130.0
7
203.2
110.0
11
180.0
87.6
14
153.3
63.3
Sumber : Santoso et al. (1999).
74
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh ekstrak daun katuk terhadap produksi amonia dan gas-gas lainnya. 7.5 Peningkatan Produksi Susu Djojosoebagio (1964) menemukan bahwa hasil uji coba pendahuluan pada kelinci diperoleh hasil bahwa daun katuk mengandung zat aktif yang bekerja pada mioepithelium kelenjar ambing (oxytocin-like substance). Suprayogi (1993) melakukan penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan di atas pada kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk 20% melalui abomasum pada kambing laktasi tanpa ekstrak daun katuk. Hasil lainnya adalah bahwa susu dengan ekstrak ini tidak mengubah komposisi susu terutama kadar lemak, protein dan tanpa kering tanpa lemak. Pada aktifitas metabolisme glukosa terjadi peningkatan sebesar lebih dari 50%, yang berarti kelenjar ambing bekerja lebih ekstra untuk mensintesa susu. Diperlukan penelitian lebih lanjut pada sapi perah. Namun Suprayogi (1993) memberikan analog dari hasil penelitian di atas bahwa pemberian ekstrak daun katuk dapat meningkatkan produksi susu pada sapi perah serta dapat meningkatkan keuntungan yang diterima oleh peternak. Hasil riset terakhir yang dilakukan Agik Suprayogi menunjukkan bahwa daun katuk ternyata dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi susu kambing laktasi hingga 7,7%. Cara pemberian yang terbaik adalah dengan pemberian secara oral, dan daun katuknya berbentuk kering giling (powder) sebanyak 7,44 g/hari. Peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan pemberian ekstrak dosis 1,89 g/hari, yang peningkatannya hanya 0,89%. Peningkatan produksi susu ini terjadi karena senyawa aktif daun katuk mampu meningkatkan populasi sesl-sel sekretorik di kelenjar ambing yang dibarengi oleh peningkatan aktifitas sintesis sel-sel sekretorik tersebut. Disamping itu, pada saat yang sama senyawa aktif daun katuk juga mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam darah yang menuju ke kelenjar ambing. Selain mampu meninkatkan produksi susu, daun katuk ternyata juga mampu meningkatkan berat badan kambing laktasi. 7.6. Peningkatan Pendapatan Hasil perhitungan ekonomi oleh Santoso et al. (1999) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk dapat meningkatkan pendapatan peternak yang ditandai dengan lebih tingginya income over feed cost. Hal ini disajikan pada table 28.
75
Tabel 35. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap income over feed cost pada broiler Perlakuan
Harga
(g/kg pakan) pakan
Biaya pakan
Harga broi-
Pendapatan
IOFC
(Rp/ekor)
(Rp/ekor)
ler (Rp/kg)
(Rp/kg)
(Rp/kg)
0
3000
8370
6500
8905
535
9
3153
7898
6500
8749
851
13,5
3230
8109
6500
8444
334
18
3306
8404
6500
9555
1151
Dari tabel 35 di atas dapat dibaca bahwa pemberian ekstrak sebanyak 18 g/kg pakan memberikan keuntungan yang tertinggi. Hasil perhitungan pembuatan ekstrak adalah Rp 20.000/kg. Meskipun pemberian ekstrak daun katuk meningkatkan biaya pakan, namun karena dimbangi oleh meningkatnya berat badan dan menurunnya konversi pakan, maka dihasilkan keuntungan yang lebih besar kecuali pada broiler yang diberi 13,5 g/kg pakan.
7.7. Pembuatan Tepung Daun Katuk Cara pembuatan tepung daun katuk sangat mudah. Daun katuk segar dikeringkan di bawah sinar matahari atau dioven atau dikeringanginkan. Kelemahan pada penjemuran di bawah sinar matahari adalah tingkat kontaminasi oleh bendabenda asing sangat tinggi. Disamping itu juga bergantung kepada cuaca. Pada cuaca yang tidak menguntungkan, maka kerusakan selama penjemuran semakin tinggi. Namun penjemuran di bawah sinar matahari memerlukan biaya yang relative murah. Untuk mengurangi jumlah daun katuk yang rusak, maka selama penjemuran daun katuk dibolak-balik secara intensif. Setelah kering, daun katuk kemudian digiling halus. Tepung yang diperoleh disimpan di kantong-kantong plastic agar awet dan tetap kering sampai digunakan.
7. 8. Pembuatan Ekstrak Daun Katuk Daun katuk segar direbus dalam air dengan perbandingan satu bagian daun dan empat/lima bagian air pada suhu 90oC selama 20 menit. Wadah yang digunakan untuk merebus daun katuk sebaiknya dari bahan yang inert atau wadah yang tidak
76
akan bereaksi dengan rebusan katuk seperti kuali tanah, gelas dll. Hal ini sangat penting diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas ekstrak yang dihasilkan. Hasil perubusan kemudian diperas. Sisa daun aktuk kemudian diekstrak kembali. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali. Cairan yang diperoleh kemudian dikeringkan pada suhu 55 oC sampai kering (kurang lebih 36 jam). Setelah kering ekstrak ditumbuk halus. Ekstrak yang diperoleh kemudian disimpa dalam kantong plastic untuk menjaga mutunya. Rasa ekstrak daun katuk adalah asin dengan bau layaknya jamu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari satu kilogram daun katuk diperoleh 200-350 gram. Perbedaan hasil ekstraksi ini bervariasi disebabkan antara lain oleh umur daun dan varietas tumbuhan katuk. Pembuatan ekstrak menggunakan air panas ini amat praktis dan murah harganya serta menghasilkan rendemen yang tinggi. Namun perebusan dengan air ini akan sangat mempengaruhi mutu ekstrak yang diperoleh. Dengan perebusan, beberapa zat gizi dan zat kimia lainnya akan rusak. Hal ini tentu saja akan menurunkan khasiat ekstrak. Namun perebusan juga amat bermanfaat untuk menekan senyawa kimia yang menyebabkan penyakit paru-paru.
77
BAB VIII KEGUNAAN KATUK LAINNYA Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelinci, ekstrak daun katuk (infus) mampu menurunkan suhu rectal (Djojosoebabio, 1964). Oleh sebab itu ekstrak daun katuk dapat digunakan sebagai obat demam. Namun hasil penelitian Santoso (1997b) menunjukkan bahwa pada broiler ekstrak daun katuk tidak mempunyai efek pada suhu rectal (Tabel 36)
Tabel 36. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap temperatur rectal broiler. Lama
Tanpa EDK
1,5 EDK
3,0 g EDK
4,5 g EDK
0
40,83
40,83
40,90
40,85
7
40,71
40,73
40,80
40,61
14
41,06
40,90
41,01
40,90
21
41,33
41,26
41,30
41,20
pemberian (hari)
Kegunaan lainnya adalah bahwa ekstrak daun katuk dapat menurunkan tekanan darah (Djojosoebagio, 1964), merendahkan frekwensi dan amplitude denyut jantung, mengkontraksi usus dan uterus, aborvatium dan menurunkan suhu badan. Selain itu untuk membersihkan darah kotor. Daun dan akar katuk mempunyai fungsi sebagai pelancar air seni. Diuretika adalah obat yang bekerja untuk mempercepat diuresis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infuse akar katuk mempunyai efek antipiretik pada merpati, dan pada pengamatan fisik ada indikasi diuresis. Astuti et al. (1997) menemukan bahwa pemberian infus akar katuk meningkatkan volume air kencing. Meskipun demikian cara kerja infus katuk pada proses diuresis belum diketahui. Akarnya jika direbus juga dapat dijadikan obat demam, dan sebagai obat luar terhadap frambusia. Selain itu, daun katuk juga digunakan untuk pewarna makanan, menurunkan demam. Jus daun katuk dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit mata. Penggunaan jus daun katuk untuk penyakit mata tertentu adalah wajar, karena daun katuk kaya akan β-carotene yang merupakan provitamin A. Vitamin A sangat
78
berperan dalam kesehatan penglihatan (mata). Tentu saja penyakit yang dapat disembuhkan adalah penyakit mata yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A.
Tabel 37. Volume urin (ml) tikus yang diberi akar katuk, HCT, dan akuades sampai jam ke 8 Ulangan
Dosis
Dosis
Dosis
HCT
Akuades
24 mg/100
72 mg/100
240 mg/100
16 mg/kg
g bb*
g bb*
g bb*
bb
1
2.10
1.20
0.50
6.00
1.00
2
0.20
1.80
1.00
4.20
0.80
3
1.20
2.80
1.20
3.60
1.20
4
0.80
2.40
1.40
2.80
0.40
5
0.40
1.50
0.70
3.80
0.50
Rata-rata
0.94
1.94
0.96
4.08
0.80
* Infus akar katuk dengan dosis 24 mg, 72 mg dan 240 mg/100 g berat badan Sumber : Astuti et al. (1997).
Bila daunnya diremas-remas dengan tangan dapat memberikan warna hijau kepada beberapa makanan seperti kelepon , tape dan ketan. Dapat dikatakan bahwa daun pewarna hijau pada bahan pangan, ia juga dapat sebagai sumber provitamin A. Buahnya yang kecil dan berwarna putih kadang-kadang dibuat manisan. Ekstrak daun katuk juga telah terbukti mampu menurunkan kelainan kaki pada broiler. Penurunan kelainan kaki ini sangat bermanfaat bagi peningkatan produktivitas broiler. Kelainan kaki pada broiler mengakibatkan broiler tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik seperti makan dan minum. Hal ini mengakibatkan penurunan berat badan yang sangat drastis serta menyebabkan broiler harus disingkirkan dan bahkan menyebabkan kematian. Tentu saja kondisi ini dapat menurunkan keuntungan yang diperoleh peternak. Tabel berikut ini hasil penelitian Santoso (2001a) tentang pengaruh ekstrak daun katuk terhadap kelainan kaki pada broiler. Dari tabel 38 dapat dibaca bahwa pemberian EDK mampu menurunkan angka kelainan kaki pada broiler. Analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi penberian EDK akan semakin menurunkan kelainan kaki pada broiler dengan
79
mengikuti persamaan Y = 1,303 – 0,075 X (r = - 0,97). Jika dihitung berdasarkan persentase maka kelainan kaki adalah berturut-turut 12,0%, 21,8% dan 24,8% untuk 1,5 g, 3,0 g dan 4,5 g EDK. Dalam skala komersial kelainan kaki kurang lebih 1-2% dari total populasi ayam broiler. Jika kita memelihara broiler sebanyak 100.000 ekor maka penurunan kelainan kaki berkisar antara 1000-2000 ekor. Dengan pemberian EDK sebesar 4,5 g/1 air, maka jumlah ayam yang mempunyai kelainan kaki menurun menjadi 752-1502 ekor.
Tabel 38. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap kelainan kaki pada broiler.
Kelinan kaki
Tanpa EDK
1,5 g EDK
3,0 g EDK
4,5 g EDK
1,33a
1,17b
1,04c
1,00c
Superskripts yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hal ini yang perlu dipertimbangkan untuk diolah menjadi produk berguna adalah limbah katuk. Limbah katuk dapat berupa batang muda yang tidak digunakan untuk sayur. Selain itu, jika daun katuk digunakan untuk zat pewarna atau untuk diambil ekstraknya, maka limbahnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk seperti pakan ternak ruminansia atau kompos. Pembuatan pakan ternak dari limbah katuk secara sederhana adalah dilakukan pengeringan. Setelah kering, limbah tersebut digiling halus dan disimpan dalam kantong plastic sebelum digunakan. Limbah daun katuk diduga masih banyak mengandung zat gizi yang berguna. Kandungan zat gizi limbah daun katuk tergantung pada metode ekstraksi yang digunakan, umur daun katuk dll. Limbah berupa batang muda dapat diberikan kepada ternak ruminansia secara langsung. Batang katuk diduga juga mempunyai khasiat sebagai pelancar air susu meskipun tidak sebaik daunnya. Ruminansia akan mampu memanfaatkan batang katuk sebagai pakannya, dikarenakan ruminansia mempunyai rumen dimana di rumen terdapat mikroorganisme yang mampu mencerna serat kasar yang ada dalam batang tersebut. Selain itu, limbah daun katuk mampu dibuat kompos. Pengubahan limbah katuk menjadi mempunyai nilai tambah yang baik dan sangat besar manfaatnya, seperti dapat mengubah tanah tandus menjadi tanah yang subur, zat-zat hara dalam kompos mudah diserap oleh tanaman, dan dapat menahan erosi karena daya serap terhadap air yang tinggi.
80
Pembuatan kompos secara sederhana dapat dilakukan secara tradisionil. Limbah katuk dimasukkan ke dalam lubang kemudian ditutup rapat-rapat bagian atas dengan tanah. Untuk mempercepat proses pengomposan/pembusukan, maka bila tanah disekitar kering, perlu ditambahkan air agar lembab. Proses pengomposan demikian memerlukan waktu cukup lama, kira-kira 7-8 bulan. Setelah itu hasilnya baru dapat dipergunakan sebagai pupuk. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan cara setiap bulan diaduk sehingga pembusukan lebih cepat. Proses dengan cara ini hanya berlangsung kira-kira 3 bulan. Proses tradisionil ini berjalan secara anaerob. Bakteri-bakteri pembusuk anaerob mengubah limbah katuk menjadi kompos tanpa udara. Dalam proses pembusukan atau fermentasi suhu system akan naik kira-kira mencapai 65 C. Biasanya pembuatan kompos demikian, penggunaannya perlu dicampur dengan tanah, agar tidak terlalu tinggi dosisnya. Cara semimodern terkenal dengan nama proses Baccari-Verdie, yaitu nama penemunya. Alat pengomposan (fermetator)-nya adalah suatu bak dari beton atau batayang di bagian atas-bawah dan samping ada lubang-lubang udara. Mula-mula cacahan limbah katuk dimasukkan ke dalam bak fermentasi, dan ditutup rapat. Proses fermentasi yang terjadi mula-mula adalah proses anaerob, yang berjalan selama kira-kira tiga minggu. Suhu system akan naik mencapai 65oC. Setelah tiga minggu, udara dialirkan ke dalam bak fermentasi melalui lubang-lubang. Maka terjadilah proses fermentasi aerob. Bakteri aerob bekerja dengan membusukkan limbah katuk. Selama fermentasi, suhu akan naik lebih tinggi yaitu 70-80oC. Setelah fermentasi aerob selesai, suhu akan turun pelan-pelan sampai suhu kamar (27oC). Proses fermentasi aerob berlangsung kira-kira satu minggu. Jadi untuk membuat kompos dengan cara ini diperlukan waktu kira-kira 4-5 minggu. Lubang-lubang yang ada pada bak fermentasi tidak hanya berfungsi sebagai pengalir udara ke dalam dan keluar fermentator, tetapi juga berfungsi untuk mencegah system menjadi padat. Air yang ada dalam limbah katuk akan lebih mudah keluar melalui lubang tersebut. Keuntngan cara ini adalah waktu mengomposan yang lebih cepat, kualitas kompos lebih baik, dan bakteri-bakteri penyakit mati. Pembuatan kompos tersebut dapat dipercepat dengan hasil yang lebih baik, dengan cara memberikan mikroorganisme efektif ke dalam bahan yang akan dibuat kompos. Mikroorganisme efektif komersial yang telah dengan luas digunakan antara lain adalah EM4. 81
Mengingat bahwa daun katuk bersifat antibakteri, maka pengembangan daun katuk sebagai bahan pengawet makanan yang alami adalah sangat memungkinkan. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada ayam petelur, pemberian daun katuk diharapkan mampu meningkatkan warna kuning telur. Suatu warna yang amat disukai oleh consume terutama di Indonesia. Hal ini sangat logis karena daun katuk kaya akan β-karotin. Oleh akrena kadar vitamin C, kalsium, fosfor dan besi serta zat gizi lainnya yang tinggi, maka pemanfaatan daun katuk dalam campuran pakan ayam petelur akan meningkatkan produksi dan kualitas telur. Senyawa utama dalam daun katuk seperti 3,4-dimethyl-2oxoclopent-3-enylacetic acid, monomethyl succinate, phenyl malonic acid, cyclopentanol, 2-methyl-acetate dan methylpyroglutamate akan dihidrolisis menjadi succinate, malonic acid, acetate dan glutamate. Hasil hidrolisis ini sangat penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, sehingga mempercepat proses metabolisme dalam tubuh ayam. Hal yang perlu diwaspadai adalah daun katuk mengandung zat antinutrisi yang dapat menggangu penyerapan kalsium dan fosfor oleh saluran pencernaan. Hasil penelitian Wiradimadja et al. (2004) menunjukkan bahwa pemberian 15% tepung daun katuk pada puyuh menurunkan konsentrasi hormon estradiol dan sehingga memperlambat umur dewasa kelamin puyuh. Burhanuddin et al. (2004) menemukan bahwa pemberian 15% tepung daun katuk menghasilkan kadar kolesterol kuning telur yang lebih rendah jika dibandingkan dengan 0, 7,5%, namun kadar lemak kuning telur yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Wiradimadja et al. (2004) menemukan bahwa pemberian daun katuk 15% dalam ransum ayam memberikan kualitas telur terbaik dibandingkan dengan 0% dan 7,5% yang ditandai oleh meningkatnya warna kuning telur, tebal kerabang dan kadar vitamin A kuning telur. Subekti et al. (2008) menemukan bahwa penggunaan tepung daun katuk mampu meningkatkan fertilitas dan daya tetas pada puyuh. Selanjutnya dijelaskan bahwa peningkatan ini berkaitan dengan tingginya kandungan nutrisi dalam daun katuk. Selain itu tingginya karotenoid, vitamin C, vitamin E dan fitosterol dalam daun katuk berperan dalam peningkatan fertilitas dan daya tetas. Sebagai contoh, fitosterol itu adalah precursor hormon steroid yang berperan dalam fungsi reproduksi unggas. Fitosterol secara struktural dan fungsional sama dengan 17β-estradiol, yaitu 82
isoflavon,atau estrogen sintetik misalnya dietilstilbestrol, yaitu lignan. Metabolisme fitoestrogen menyerupai aksi estrogen endogen, beraksi sebagai estrogen antagonis, mengubah pola sintesis dan metabolisme hormone endogen, dan memodifikasi kadar reseptor hormon. Fitosterol bersifat estrogenik pada wanita menopouse(Wu et al., 2005).
83
BAB IX RESEP MASAKAN KATUK Begitu banyak manfaat daun katuk bagi kesehatan manusia, maka logislah jika daun katuk menjadi asupan sehari-hari. Berikut resep masakan daun katuk yang saya unduh dari berbagai sumber.
Sup Katuk Daging 1. 300 gram daging sapi, potong-potong 2. 600 cc air 3. 60 gram jagung manis, pipil 4. 2 buah wortel, potong-potong 5. 1 buah tomat, potong-potong 6. 1 tangkai daun bawang, otong-potong 7. 3 buah kentang, potong-potong 8. 150 gram daun katuk 9. 1 sendok teh garam 10. ½ sendok teh lada bubuk 11. ½ sendok teh penyedap rasa. Jika suka 12. ¼ sendok teh pala bubuk. Cara Membuat Resep Masakan Sup Katuk Daging: 1. Rebus daging sapi hingga empuk, masukkan kentang wortel, jagung, masak setengah matang. 2. Masukkan tomat, daun bawang, lada, penyedap rasa, air, garam, pala, masak hingga matang. 3. Masukkan daun katuk, masak sebentar, Angkat. 4. Hidangkan. ( http://resepmasakanmu.com/resep-masakan-sup-katuk-daging.htm)
Rerep Tumis Katuk Ebi Bahan:
1 ikat daun katuk (cuci dan siangi, ambil daunnya saja)
84
200 gram ebi (boleh diganti teri), cuci bersih, tiriskan
3 butir bawang putih, iris halus
3 butir bawang merah, iris halus
4 buah cabai merah, iris serong
1/2 buah tomat, belah jadi 2
daun salam
garam halus secukupnya
gula pasir secukupnya
minyak untuk menumis
air secukupnya
Cara membuat : 1. Goreng ebi dengan minyak secukupnya hingga kering. Setelah itu, masukkan bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, dan daun salam. Tumis hingga harum. 2. Masukkan daun katuk, biarkan sedikit layu. Lalu tambahkan air. 3. Terakhir, berikan garam dan gula pasir secukupnya, masak hingga matang. 4. Tumis katuk siap dihidangkan.
Sayur Bening Jagung Katuk Bahan:
1 ikat daun katuk, cuci dan siangi
1 buah jagung manis, pipil
2 buah wortel, iris melingkar
bawang merah, iris tipis
daun salam
garam halus
gula pasir
air secukupnya
Cara membuat:
85
1. Panaskan air dalam panci, masukkan bawang merah yang sudah diiris tipis, dan daun salam. Lalu masukkan wortel dan jagung pipil. Biarkan sampai mendidih dan wortel menjadi lebih empuk. 2. Masukkan daun katuk, tambahkan gula dan garam lalu masak hingga matang. 3. Sayur bening siap disajikan.
Sayur Santan Daun Katuk Bahan:
1 ikat daun katuk, cuci dan siangi
1 buah jipan atau labu siam, potong dadu
1 genggam kulit buah melinjo
3 buah cabai hijau, potong menyerong
3 buah bawang putih, iris tipis
daun salam
500 ml santan
garam halus
gula pasir
Cara membuat: 1. Masak santan dengan api sedang. Masukkan bawang putih, cabai hijau, dan daun salam. 2. Masukkan jipan atau labu siam yang sudah dipotong dadu, dan kulit melinjo. Masak hingga mendidih. 3. Setelah mendidih, masukkan daun katuk. Tambahkan gula dan garam, lalu masak hingga matang 4. Sayur santan daun katuk siap disantap. (http://www.rumahbunda.com/foods-drinks/resep-resep-sayur-daun-katuk-untuklancar-asi/) Sayur Daun Katuk Bumbu Gurih
86
Bahan-bahan/bumbu-bumbu : 1 ikat (130 gram) daun katuk, disiangi 150 gram jagung putren, dipotong serong 8 butir telur puyuh 2 lembar daun salam 2 cm lengkuas, dimemarkan 1 sendok makan garam 2 sendok teh gula pasir 1.200 ml santan dari 1/2 butir kelapa 1 sendok makan minyak untuk menumis 2 sendok makan bawang merah goreng untuk taburan
Bumbu Halus: 4 siung bawang putih 10 butir bawang merah 1 cm kunyit, dibakar 1 sendok teh ebi, disangrai 3 butir kemiri, disangrai Cara Pengolahan : 1.
Panaskan minyak. Tumis bumbu halus, daun salam, dan lengkuas sampai harum. Tambahkan telur puyuh dan jagung putren. Aduk rata.
2.
Masukkan santan, garam, dan gula pasir. Masak sampai mendidih. Tambahkan daun katuk. Masak sampai matang.
3.
Sajikan dengan taburan bawang merah goreng.
Untuk 4 porsi
(Sajiansedap dalam http://resepmasakandanduniaibu.blogspot.com/2013/04/resepsayur-daun-katuk-bumbu-gurih.html) Resep Tumis Daun Katuk Bahan 87
1 ikat daun katuk, dipetiki 100 gram jagung manis pipil 50 gram keputren, dipotong serong 6 butir bawang merah, diiris tipis 3 buah cabai merah keriting, diiris 1 cm 3 buah cabai rawit merah, diiris 1 cm 1 lembar daun salam 1 buah tomat merah, dipotong kotak ½ sendok teh garam ¼ sendok teh merica bubuk ¼ sendok teh gula pasir ¼ sendok teh kaldu ayam bubuk 100 ml air 2 sendok makan minyak untuk menumis
Cara membuat Panaskan minyak. Tumis bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan daun salam sampai harum. Tambahkan jagung, keputren, dan tomat. Aduk rata. Masak sampai setengah layu. Masukkan daun katuk, gram, merica bubuk, gula pasir, dan kaldu ayam bubuk. Aduk rata. Tuang air. Aduk rata. Masak sampai matang dan meresap. ( http://resep-masakkanku.blogspot.com/2013/03/resep-tumis-daun-katuk.html) Sup Daun Katuk Bahan:
2 siung bawang putih, haluskan
2 cm jahe, iris tipis
1 lembar daun salam
2 sdm minyak untuk menumis
15 buah ampela ayam, masing-masing potong 4 bagian memanjang
500 ml air
2500 ml kaldu daging
88
1 sdt pala bubuk
1 1/2 sdm kecap asin
3 3/4 sdt garam
1/2 sdt merica bubuk
2 1/2 sdt gula pasir
300 gr tahu, potong ukuran 2 cm, rebus
125 gr daun katuk, ambil daunnya jadi 50 gr
1 batang daun seledri, potong-potong
Cara Membuat: 1. Panaskan minyak goreng, tumis bawang putih, jahe dan daun salam sampai harum 2. Masukkan ampela, aduk sampai berubah warna. Tambahkan air, rebus sampai ampela matang 3. Masukkan kaldu, pala, kecap, garam, merica, dan gula pasir. Didihkan 4. Tambahkan tahu, daun katuk dan daun seledri. 5. Masak sampai semua bahan matang (http://resepmasakanpraktis.com/menu-sehat/sup-daun-katuk/) Resep Daun Katuk
Bahan-bahan Bahan:
200 gr daun katuk
250 gr labu siam, kupas, potong dadu 2 cm
200 gr baby corn
1000 ml air
Bumbu halus:
3 butir bawang merah
1 cm kunyit
1 sdt garam
89
1 sdt gula pasir
2 lembar daun salam
1 cm lengkuas
Cara membuat 1. Rebus air, masukkan bumbu halus, daun salam dan lengkuas. Didihkan. 2. Masukkan labu siam, masak hingga setengah matang. 3. Masukkan baby corn dan daun katuk. 4. Masak sebentar hingga daun katuk layu. Hidangkan hangat. ( http://www.bacaresepdulu.com/resep-daun-katuk/) Stik Daun Katuk Bahan -
100 g tepung tapioca
-
½ sdt merica bubuk
-
150 g keju parut
-
1 butir telur, kocok lepas
-
100 g tepung terigu
-
1 sdt garam
-
50 g daun katuk, haluskan
-
5 sendok makan, cairkan
-
600 cc minyak goring
Cara membuat 1. Campur dan aduk rata tepung terigu, tepung tapioca, garam, daun katuk dan keju. Tambahkan mentega cair dan telur kocok, aduk hingga kalis. 2. Gilas adonan hingga tipis, potong sesuai selera. 3. Goring adonan di atas minyak dengan api sedang hingga matang kuning keemasan.
90
4. Angkat dan tiriskan, simpan dalam wadah kedap udara, sajikan sebagai penganan di sore hari atau cemilan. (http://www.kembarqueen.com/resep-stik-daun-katuk-cocok-untuk-bundaa-yangsedang-menyusui/) Sayur katuk masak santan Bahan-bahan/bumbu-bumbu : 1 ikat (50 gram) daun katuk 1.300 ml santan dari 1 butir kelapa 10 buah petai bakar, diiris panjang 2 lembar daun salam 2 cm lengkuas, dimemarkan 2 1/4 sendok teh garam 1/2 sendok teh merica bubuk 2 sendok makan minyak untuk menumis
Bumbu Halus: 6 butir bawang merah 3 siung bawang putih 3 butir kemiri 1 sendok makan gula merah Cara Pengolahan : 1. Panaskan minyak. Tumis bumbu halus, daun salam, dan lengkuas sampai harum. Tambahkan petai. Aduk sampai layu. 2. Masukkan santan, garam, dan merica bubuk. Didihkan. Masukkan daun katuk. Masak sampai matang. Untuk 5 porsi ( http://www.sajiansedap.com/recipe/detail/8526/sayur-katuk-masak-santan) Daun Katuk Masak Telur Puyuh
91
Bahan: 2 ikat daun katuk, disiangi 10 butir telur puyuh rebus 1 buah cabai merah, diiris serong 4 buah bawang merah, diiris 2 siung bawang putih 2 lembar daun salam 3 cm temu kunci 1 1/2 sendok teh garam 1/2 sendok teh merica bubuk 1 1/2 sendok teh gula pasir 1 blok kaldu ayam 1.500 ml air Cara membuat: 1. Rebus bawang, cabai, daun salam, dan temu kunci samapai harum. 2. Masukkan daun katuk dan telur puyuh. Tambahkan bahan yang lainnya. Masak hingga matang. Untuk 5 porsi ( http://www.sajiansedap.com/recipe/detail/14156/daun-katuk-masak-telur-puyuh)
Sayur Bening Daun Katuk Bahan: - 3 ikat daun katuk, ambil daun yang masih muda dan tidak terlalu keras - 500 - 600 ml air
Bumbu: - 4 butir bawang merah, iris halus - 1 sendok makan gula pasir - 1/4 sendok makan garam, tambahkan jika kurang asin Cara membuat:
92
Rebus air bersama bawang merah hingga mendidih, masukkan daun katuk, garam dan gula. Masak hingga daun empuk dan matang. Cicipi rasanya dan angkat. Sayur bening siap dihidangkan dengan nasi putih. Seger banget lho!
(Wikipedia - Katuk dalam
http://www.justtryandtaste.com/2011/05/sayur-bening-
daun-katuk.html) Sayur Daun Katuk Bahan: * Daun katuk 2 ikat , ambil daunnya , cuci bersih * Jagung manis 1 buah, potong bagi 5 * Air 500 ml Bumbu * Bawang merah 5 siung, iris halus * Bawang putih 3 siung, iris halus * Temu kunci 5 btg, memarkan * Gula pasir 3 sdm * Garam 1 sdt Cara Membuat: 1. Didihkan air dalam panci, masukkan semua bumbu ke dalamnya, hingga tercium aroma harum 2. Tambahkan potongan jagung manis, masak hingga matang 3. Terakhir masukkkan daun katuk ke dalam panci, masak hingga mendidih. 4. Angkat, hidangkan hangat-hangat. (http://www.koleksiresepku.com/2012/11/resep-sayur-bening-daun-katuk/) Omelet Daun Katuk Bahan: 25 g daun katuk diseduh, dicincang kasar ¼ buah bawang Bombay, dicincang halus 50 g daging giling 3 butir telur 2 sendok makan susu cair
93
½ sendok the garam ¼ sendok the merica bubuk 1 buah tomat, dibuang biji, dipotong kecil 1 sendok makan margarine untuk menumis Cara membuat: 1. Tumis bawang Bombay dengan margarine sampai harum. Tambahkan daging giling. Aduk sampai berubah warna. Angkat 2. Kocok lepas telur, garam dan merica bubuk. Tambahkan susu cair, tomat, daun katuk dan bahan tumisan. Aduk rata. 3. Tuang di wajan datar yang dioles margarine. Aduk dan biarkan sampai setengah matang, lipat dua. Tutup dan biarkan matang. ( http://www.eresep.com/3048/5/resep-masakan-Omelet-daun-katuk-recipes/)
94
BAB X EFEK SAMPING KATUK Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa obat-obatan yang beasal dari produk alami tidak mempunyai efek samping (pengaruh negatif) bagi kesehatan manusia. Anggapan masyarakat ini sebagai hasil iklan produk herbal yang selalu menyatakan bahwa obat herbal tidak mengandung efek negatif. Anggapan ini mengakibatkan perilaku yang berbahaya, yaitu mengkonsumsi obat herbal secara berlebihan dan tidak teratur. Padahal, obat herbal sebagaimana obat sintetik juga mempunyai efek negatif yang tidak bisa diabaikan. Sebelum membahas efek samping daun katuk saya bermaksud menguraikan beberapa efek samping obat herbal. Selain masalah di atas, banyak penelitian obat herbal yang belum tuntas tapi sudah diproduksi secara masal dan dijual bebas. Padahal suatu bahan obat untuk bisa dijadikan obat yang aman harus melalui tahapan uji tertentu yang memakan waktu lama. Nah, akibat belum tuntasnya tahapan yang harus dilalui oleh obat herbal membuat tingkat keamanan obat herbal tersebut sangat diragukan. Oleh sebab itu, masyarakat harus jeli dalam memberi dan mengkonsumsi obat herbal agar tidak terjebak dalam efek samping yang berbahaya. Telah banyak contoh efek samping dari obat herbal, sehingga di beberapa negara obat herbal tertentu dilarang karena mempunyai efek samping yang sangat berbahaya. Beberapa obat pelangsing yang dijual di Amerika dan Eropa telah terbukti membawa efek samping yang berbahaya seperti 30 kasus gagal hati akut, sehingga akhirnya obat herbal tersebut dilarang beredar. Beberapa teh herbal yang banyak digunakan di Amerika telah terbukti menimbulkan hepatitis akut. Demikian beberapa obat Cina yang berfungsi sebagai pelangsing ternyata terbukti bersifat racun, menyebabkan gagal ginjal, fibrosis ginjal bahkan kematian. Oleh sebab itu, sebelum mengkonsumsi obat herbal perlu pengetahuan yang memadai mengenai obat herbal tersebut seperti dosis penggunaan, efek samping dll. Reaksi Alergi Beberapa obat herbal menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Royal jelly misalnya dikaitkan dengan bronchospasm yang berat, sementara obat herbal lain dikaitkan dengan reaksi alergi dalam lupus-like syndrome. Reaksi Racun Banyak obat herbal mengandung flavonoid. Memang benar bahwa flavonoid mempunyai manfaat yang banyak seperti sebagai antioksidan atau penurunan pada 95
flavrmeabiltas vaskular. Namun ternyata flavonoid juga mempunyai efek samping seperti menyebabkan anemia hemolitik, diare konis, nephropathy berat dan colitis. Efek Mutagenik Beberapa obat herbal yang dinyatakan aman ternyata jika penggunaannya dalam waktu yang lama (10-30 tahun) dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya seperti dapat menyebabkan kanker usus besar dan kanker saluran pencernaan. Interaksi Obat Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinan interaksi obat herbal yang diminumnya. Banyak diantara masyarakat yang minum obat herbal beberapa macam untuk beberapa keperluan tanpa resep dokter. Mereka hanya mengandalkan informasi pada iklan, penjual obat dan rekaan mereka sendiri. Padahal dalam obat herbal terdapat berbagai macam senyawa kimia yang bisa jadi berinteraksi satu sama lain. Nah, interaksi obat herbal ini dapat menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Kontaminasi Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan obat herbal adalah kemungkinan adanya kontaminasi. Untuk itu, pembuatan obat herbal harus memenuhi standard pembuatan obat agar kontaminasi dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Beberapa akibat kontaminasi antara lain adanya racun, bahan terkontaminasi arsenik dan logam berat lainnya dll. Tentu saja masih banyak efek samping lain yang dapat ditimbulkan oleh obat herbal. Untuk itu saya sarankan hati-hatilah dalam mengkonsumsi obat herbal sebagaimana kita hati-hati dalam mengkonsumsi obat sintetik. Minum obat secara sembarangan – baik obat herbal maupun obat sintetik – akan menimbulkan gangguan kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Gangguan kesehatan itu bisa ringan, sedang, berat dan bahkan menimbulkan kematian.
Efek Samping Katuk Daun katuk sudah dikonsumsi di Taiwan dalam bentuk jus katuk mentah (150 g) sebagai obat pelangsing. Mengkonsumsi jus katuk selama 2 minggu sampai 7 dengan dosis di atas menimbulkan efek samping seperti sulit tidur, tidak enak makan dan sesak nafas. Hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang mengkonsumsi jus katuk mentah terkena Bronkiolitis obliterasi. Kao et al. (1999) menemukan bahwa mengkonsumsi katuk menyebabkan luka pada paru-paru. Lin et al. (1996) daun katuk 96
menyebabkan flu-like illness yang lama dengan batuk kering, dyspnea dan sesak nafas. Penyebab gejala ini diduga adalah papaverine yang ada dalam daun katuk meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa papaverine tidak selalu ada dalam daun katuk. Daun katuk secara selektif dapat merusak sel MRC-5 yang berasal dari paru-paru manusia, dibandingkan dengan sel Hep G2 yang berasal dari hati manusia. Tidak terdapat kerusakan yang secara nyata pada materi genetik sel Hep G2 (Xin et al., 2011). Toksisitas Sauropus androgynus telah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LD_(50) untuk tikus pada dosis di atas 10 g/kg dan meningkatkan abnormalitas sperma ditemukan pada tikus. Uji selama 30 hari menunjukkan bahwa S.androgynus dapat merusak hati, ginjal, limfa, jantung, paru-paru dan testis dari tikus. Tingkat kerusakan menjadi lebih berat dengan peningkatan dosis penggunaan katuk..Selama 30 pemberian S.androgynus, dosis maksimal inaktif adalah kurang dari 2,5 g/kg, yang menunjukkan bahwa S.androgynus mempunyai toksisitas akumulatif dan kurang layak untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan (Guo et al., 2005). Di Taiwan 44 orang mengkonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2 minggu - 7 bulan, terjadi efek samping dengan gejala sukar tidur, tidak enak makan dan sesak nafas. Gejala hilang setelah 40-44 hari menghentikan konsumsi jus daun katuk. Hasil biopsi dari 12 pasien menunjukkan Bronkiolitis obliterasi. Sejumlah 178 pasien mengkonsumsi jus daun katuk mentah dengan dosis 150 g / hari (60,7 %), digoreng (16,9 %), campuran (20.8 %), dan digodok (1,7 %), selama 7 bulan - 24 bulan. Terdapat efek samping setelah penggunaaan selama 7 bulan berupa gejala obstruksi bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan atau lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang permanen. Di Amerika, sejak tahun 1995 daun katuk goreng, salad daun katuk, dan minuman banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai obat antiobesitas (pelangsing tubuh). Penelitian dilakukan terhadap 115 kasus Bronkiolitis obliterasi (110 perempuan dan 5 pria), berumur antara 22-66 tahun yang sebelumnya mengkonsumsi daun katuk. Pada uji fungsi paru terlihat obstruksi sedang sampai parah. Pengobatan dengan campuran kortikosteroid, bronkodilatasi, eritromisin, dan zat imunosupresi hampir tidak berkhasiat. Setelah 2 tahun bronkiolitis obliterasi berkembang menjadi parah dan terjadi kematian pada 6 pasien (6,1 %). Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat mengurang i sampai meniadakan sifat racun daun katuk. 97
Batang dan daun katuk yang biasa digunakan sebagai obat pelangsing mempunyai efek negatif, yaitu menyebabkan kelainan pada paru-paru. Uji toksisitas telah dilakukan pada senyawa yang diisolasi dari katuk, yaitu 3-O-b -D-glucosyl(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK), secara oral selama 18 hari. Enam puluh milligram GGK menurunkan konsumsi pakan sebesar 15%, yang menyebabkan turunnya berat badan tikus. Konsentrasi trigliserida dalam serum secara nyata turun dengan adanya GGK. Tidak ada perubahan histopatologis yang nyata. Jadi GGK merupakan senyawa yang potensial sebagai obat antiobesitas. (Yu et al., 2006). Daun katuk dapat menyebabkan keguguran, sebab daun katuk meningkatkan kontraksi uterus pada hewan percobaan, yaitu kelinci (Djojosoebagio, 1964). Daun katuk mengandung alkaloid papaverin yang dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk dan konstipasi. Namun, senyawa ini tidak selalu ada dalam daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EDK sebesar 18 g/kg ransum menghasilkan warna daging dada yang lebih pucat. Selain itu, daun katuk mengandung banyak kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita penyakit batu ginjal daun katuk berbahaya dikonsumsi sebagai sayuran. Namun tingginya kalsium oksalat diimbangi oleh tingginya kadar kalium dalam daun katuk. Kalium diketahui mempunyai fungsi menghancurkan batu ginjal. Selain itu, daun katuk juga mengganggu metabolism mineral khususnya kalsium dan fosfor, sehingga dapat menyebabkan osteoporosis. Hal ini disebabkn oleh karena metabolism senyawa aktif daun katuk menghasilkan glokokortikoid. Hasil penelitian di Taiwan mennunjukkan bahwa penggunaan jus daun katuk yang dibuat dari daun segar selama 10 minggu dapat mengakibatkan gagal nafas pada manusia. Untuk itu dianjurkan agar mengkonsumsi daun katuk yang telah dimasak, karena pengaruh negatifnya akan berkurang. Penggunaan daun katuk terutama menyebabkan meningkatnya masalah cardio-pulmonary seperti: dyspnea, heart bum, batuk, dan palpitation (Jiang et al., 1998).. Untuk mengurangi efek samping dari daun katuk, maka harus diperhatikan hal-hal berikut: 1) mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang sedikit (maksimal 50 g per hari), 2) daun dimasak terlebih dahulu, 3) tidak mengkonsumsi daun katuk secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan.
98
BAB XI BUDIDAYA KATUK Tidak terlalu sulit untuk menanam katuk. Saat ini katuk ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman sela. Cara menanamnyapun mudah, yaitu dengan hanya menanam setek maka katuk akan tumbuh dengan baik. Katuk mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Katuk juga sangat toleran terhadap naungan, sehingga dapat ditanam sebagai tanaman sela. Katuk juga sangat toleran terhadap berbagai jenis tanah. Katuk sangat cocok dibudidayakan di daerah dengan suhu udara lingkungan antara 21-32o Cdengan kelembaban sekitar 50-80 %. Untuk menghasilkan produksi yang optimal, katuk sebaiknya ditanam pada tanah yang gembur, subur. banyak mengandung humus, beraerasi dan berdrainase baik dengan pH berkisar 5,5 – 6,5.
9.1. Tanah Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organic sebagai hasil perlapukan sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari factor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan. Berdasarkan definisi di atas maka dilihat dari sudut pertanian, tanah adalah alat atau factor produksi yang dapat menghasilkan berbagai produk pertanian. Peranan tanah sebagai alat produksi pertanian adalah sebagai berikut: a. Tanah sebagai tempat berdirinya tanaman. b. Tanah sebagai gudang tempat unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman. c. Tanah sebagai tempat persediaan air bagi tanaman. d. Tanah dengan tata udara yang baik merupakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Melihat fungsinya, maka tanah sangat penting artinya bagi pertumbuhan tanaman kita. Oleh sebab itu, tanah sebelum dimanfaatkan, perlu diolah untuk mengoptimalkan produktivitas tanah serta menjaga tanah dari kerusakan sehingga kelestarian tanah terjaga. Jika tanah terancam kelestariannya, hal ini dapat berakibat kepada penurunan produktivitas melalui semakin buruknya beberapa sifat tanah. Secara tidak langsung ancaman ini akan menurunkan ketahanan pangan dunia.
99
9. 2. Pengolahan Tanah Disiapkan berupa bedengan, umumnya 2 meter lebarnya. Struktur tanah butir yang dikehendaki untuk penanaman stek dan agak dipadatkan. Fungsi bedengan untuk drainase dan aerasi yang memadai. Jarak tanam 4-5 cm x 20 cm, arah barisan melintang bedengan. Diberi pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha. Pupuk lainnya kebanyakan urea, dan kadang KCl dan TSP. Jarak antar bedengan 40-60 cm berupa parit yang berfungsi sebagai drainase dan jalan untuk mempermudah pemeliharaan dan penanaman. Pupuk kandang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan sehingga dapat tercampur merata dengan tanah. Tanah gambut dapat pula digunakan sebagai media tumbuh yang baik bagi tanaman katuk (Hermanto, 1997)
9. 3. Pola Tanam Pola tanam dapat monokultur artinya hanya katuk, atau dapat juga tumpangsari. Beberapa model tumpangsari dilakukan untuk menambah produktivitas lahan, memberikan lingkungan tumbuh (naungan) yang lebih baik bagi katuk dan menekan gulma. Ketela pohon merupakan jenis tanaman yang paling cocok untuk tumpangsari. Jarak antar ketela pohon adalah 1-1,5 meter.
9. 4. Perbanyakan Bahan perbanyakan tanaman yang dianjurkan untuk budidaya katuk adalah berasal dari setek bawah dan tengah. Setek akan berakar umur 2 minggu. Setelah setek berakar dapat dipindahkan ke kebun. Pnjang setek katuk 30 cm dengan kedalaman 12,5 cm akan menghasilkan hasil terbaik pada pengamatan 3 bulan setelah penanaman (Djauhariya dan Emmyzar, 1997).
9. 5. Pemeliharaan Tanaman katuk sangat mudah untuk dibudidayakan dan tidak memerlukan perawatan khusus. Dengan pemeliharaan yangsederhana saja dapat dilakukan pemanenan selang waktu 40-60 hari selama 5 tahun atau lebih. Umur produksi 5-7 tahun. Penyiangan gulma merupakan pekerjaan rutin yang harus dilakukan setelah pemanenan karena pada saat itu lahan menjadi terbuka, sehingga gulma meningkat dengan cepat. Pengendaliaan gulma juga dapat mempergunakan mulsa jerami yang 100
dihamparkan di sela-sela barisan tanaman katuk. Cara ini cukup efektif menekan pertumbuhan gulma dalam waktu yang lebih lama, menghemat tenaga, waktu dan relatif lebih ekonomis. Pemupukan dilakukan bersama-sama dengan penyiangan yaitu dengan menebarkan pupuk urea 30-50 kg/1000 m2 di sela-sela barisan tanaman. Pemberian pupuk kandang dilakukan apabila produktivitas tanaman mulai menurun. Agar daun menjadi subur perlu pula disemprotkan pupuk daun.
9. 6. Pemanenan Panen pertama hasilnya masih sedikit, yaitu 3-4 ton/ha umumnya 4 ton. Panen selanjutnya jumlah tahun pertama 6-7 kali panen, hasil yang baik mencapai 21-30 ton/ha. Hasil panen tahun berikutnya yang baik adalah berkiasar antara 30-40 ton/ha. Katuk pada awal penanaman baru bisa mulai dapat dipangkas setelah 2-2,5 bulan setelah tanam.
9. 7. Pengaruh Cahaya Tumbuhan berhijau mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH melalui proses fotosintesis. Molekul ini kemudian menyediakan energi untuk mengikat CO2 atmosfir dan sintesis karbohidrat, dimana 80-90% berat kering tanaman berasal dari karbon hasil fotosintesis (Noggle dan Fritz, 1983). Dari sejumlah 263.000 langley (1 langley = 1 g kalori/cm) energi matahari yang diterima di bagian luar atmosfir bumi, 140.000 langley benar-benar mencapai permukaan bumi. Jumlah input energi ini tersedia untuk tanaman dan hewan. Yang sangat penting untuk pertanian adalah energi peninaran di bagian nampak dan spektrum cahaya. Perhatian kita tertuju pada bgian ini, akrena di daerah itu tumbuhtumbuhan mampu mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dengan proses fotosintesis. Bahan mentah dan hasil akhir dari fotosintesis dapat diringkaskan dengan persamaan berikut: 673.000 kal 6 CO2 + 12 H2O
→
C6h12O6 + 6 O2 + 6 H2O
Klorofil, enzim & kofaktor
101
Energi matahari yang digunakan tanaman berasal hanya dari panjang gelombang 0,4 – 0,7 mikron. Oleh karena itu, intensitas cahaya yang diterima oleh suatu tumbuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Tabel 39. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan katuk Intensitas
Jumlah
Panjang
Jumlah
Jumlah
Panjang
Cahaya (%)
tunas
tunas (cm)
cabang
daun
akar (cm)
100
2,36
18,53
11,54
83,0
26,04
50
2,11
24,12
10,12
82,34
24,17
25
1,89
19,70
8,45
59,48
19,38
Sumber: Darwati dan Rosita (1996)
Dari tabel tersebut, maka dapat dibaca bahwa pertumbuhan katuk dapat tumbuh dengan baik pada tingkat naungan yang cukup tinggi. Sampai tingkat naungan 50% jumlah tunasnya sebanding dengan tanpa naungan (intensitas cahaya 100%), dengan panjang tunas yang lebih panjang, sementara panjang akar sedikit lebih pendek. Panjang tunas yang lebih panjang diduga sebagai akibat kegiatan hormon auksin. Hormon auksin berfungsi menaikkan tekanan osmotik sel, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan sel (Abidin, 1983). Pada daerah yang ternaung terdapat konsentrasi auxin yang lebih besar daripada bagian tanaman yang terkena sinar. Sinar dapat merusak, mengurangi kegiatan auxin atau meindahkannya ke daerah yang ternaung. Akibatnya, konsentrasi dan kegiatan auksin pada daerah ternaung lebih besar dibandingkan dengan daerah yang tidak ternaung. Oleh karena pada daerah ternaung jumlah dan kegiatan auksin lebih tinggi, maka kegiatan pemanjangan sel lebih tinggi daripada daerah yang terkena sinar.Hal ini mengakibatkan panjang tanaman pada daerah ternaung lebih panjang. Auxin mempengaruhi pengembangan dinding sel, hal mana mengkibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplasma. Oleh karena tekanan dinding sel berkurang, protoplasma mendapat kesempatan menyerap air lebih besar, sehingga akan diperoleh sel-sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar. Pada tingkat naungan 75% panjang tunas menurun sehingga relatif sama kembali dengan kelompok yang tidak mendapat naungan. Hl ini dapat terjadi karena
102
terbatasnya sinar matahari yang diterima tumbuhan, sehingga kegiatan fotosintesis menurun drastis. Padahal hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat merupakan kerangka dasar pembentukan triptofan yang merupakan senyawa organik terpenting dalam proses biosintesis auxin. Auxin terbentuk dari triptofan yang merupakan senyawa dalam inti indole dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman. Triptofan berubah menjadi IAA (indole-3-acetic acid = endogenius auxin) dengan membentuk indole pyruvic acid dan indole-3-acetaldehyde. IAA ini dapat pula terbentuk dari triptamin yang selanjutnya menjadi indole-3-acetaldehyde, selanjutnya menjadi indole-3-acetic acid (IAA). Meskipun produksi bahan kering dau lebh rendah pada naungan 50% jika dibandngkan dengan yang 0%, namun masih dapat dipertanggungjawabkan (Darwati dan Rosita, 1996). Turunnya produksi bahan kering pada daerah ternaungi disebabkan terbatasnya cahaya matahari yang diterima tanaman pada daerah yang ternaung, yang mengakibatkan proses fotosintesis terhambat. Dwidjoseputro (1980) menyatakan apabila sinar kurang banyak akan menghambat kegiatan fotosintesis, walaupun suhu dan CO2 tersedia cukup. Turunnya proses fotosintesis mengakibatkan turunnya produksi karbohidrat. Sayangnya pada penelitian ini tidak dianalisis pengaruh naungan terhadap komposisi kimia tanaman. Berdasarkan data hasil penelitian ini, maka katuk dapat ditanam di bawah tanaman lain. Oleh sebab itu, tanah-tanah kosong di sela-sela tanaman perkebunan ataupun lainnya dapat dimanfaatkan untuk tanaman katuk, sehingga produktivitas lahan menjadi lebih baik. Tingkat naungan 0-25% yang setara dengan intensitas radiasi 281,3-375,0 kal./cm2/hari memberikan pengaruh yang baik terhadap jumlah tunas, bobot basah daun. Tingkat naungan 25% memberikan nilai tertinggi (Pitono et a., 1997).
9.8. Pengaruh zat pengatur tumbuh Zat pengatur tumbuh terdiri dari lima kelompok yaitu auxin, gibberellin, cytokinin, ethylene dan inhibitor. Auxin merupakan senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan struktur kimia dicirikan oleh adanya cincin indole. Sementara gibberellin adalah senyawa yang mengandung gibban skeleton, mesnstimulasi pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduanya. Cytokinin adalah senyawa yang mempunyai bentuk dasar adenine (6-amino purin) yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Ethylene 103
adalah senyawa yang terdiri dari dua atom karbon dan empat atom hidrogen. Dalam keadaan normal zat pengatur tumbuh ini akan berbentuk gas, dan mempunyai peranan dalam proses pematangan buah pada fase klimakterik. Zat inhibitor merupakan kelompok zat pengatur tumbuh yang menghambat dalam proses biokimia dan fisiologi bagi aktivitas keempat zat pengatur tumbuh diatas. Pemberian zat pengatur tumbuh ini bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Sampai saat ini penggunaan ZPT pada pertanaman katuk belum banyak dilakukan.
Tabel 40. Pengaruh ZPT (2,4 D) terhadap pertumbuhan katuk Perlakuan
Diameter
Jumlah
Panjang
Jumlah
Jumlah
batang
tunas
tunas (mm)
daun
anak daun
(mm)
majemuk
0
2,07
1,40
10,15
5,80
35,28
1,5 ml/l
2,09
1,78
9,14
6,14
43,28
2,0 ml/l
2,07
2,01
10,52
6,42
40,30
Sumber: Rachmat et al. (1997)
Dari tabel di atas dapat dibaca bahwa pemberian 2,4-D (hidrasil) mampu meningkatkan jumlah tunas katuk. Pemberian dosisi 2 ml/l dapat meningkatkan jumlah tunas 27,14 – 43,57%. Pemberian ZPT 2,4-D tidak berpengaruh banyak terhadap biomasa katuk. Pada hasil penelitian Darwati dan Rosita (1997) pemberian IBA 250 ppm memberikan persentase stek yang berakar dan bertunas cenderung paling tinggi dengan mutu stek yang lebih baik. Pemberian IBA 200-250 ppm meningkatkan jumlah akr. Hal ini berarti IBA mempunyai daya kerja yang baik dalam merangsang perakaran. Pemberian IBA juga meningkatkan bobot kering akar. Hal ini diduga selain karena adanya jumla akar yang tinggi juga karena adanya bulu-bulu akar yang lebih banyak. Adanya bulu bulu akar menyebabkan meningkatnya luas pertukaran serpan hara dari tanah. Dengan perakran yang baik, maka wajarlah jika pemberian IBA 250 ppm menghsilkan pertumbuhan yang terbaik. Rachmat et al. (1997) membandningkan berbagai ZPT seperti atonik, hidrosil, siosim, dekamon, dharmasir, Rootone F. Dari hasil persentase umuh stek tertinggi
104
sebesar 70% diperoleh dengan perlakuan dekamon, sedangkan terendah pada perlakuan sitosim sebesar 60%, sedangkan tanpa ZPT sebesar 63,33%. Namun pemberian sitosim 2 ml/l memberikan jumlah tnas tertinggi. Disimpulkan bahwa empat ZPT dapat menghasilkan mutu stek yang baik adalah atonk, rootone F, sitosim dan dekamon dengan dosis 2 ml/l (utuk atonik dan sitosim), atau ,5 ml/l (untuk dekamon). Terlihat bahwa pada dasarnya semua ZPT yang diuji menunjukkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang tanpa ZPT, sehingga semuanya dapat digunakan untuk mempersiapkan bahan tanam yang baik untuk penanaman di lapangan. Penggunaan ZPT akan lebih efektif jika cukup tersdia unsur hara dalam media tanam. Penggunaan 2,4-D (0,5 ml/l) pada media tanah + pupuk kandang (1:2) memberikan pertumbuhan dan hasil tanam yang lebih baik (Moko dan Rachmat, 1997). Rusmin et al. (1996) melaporkan bahwa pada panen pertama, pemberian Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi daun katuk, sedangkan pemberian kasting 20% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi daun katuk. Pemberian kasting 30 dan 40% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi daun pada panen kedua jika dibandingkan oleh Rootone-F. Kasting dapat mempertahankan kestabilan aerasi tanah. Kasting mengandung nitrogen dan fosfor. Kasting atau kotoran cacing tanah merupakan hasil ekskresi cacing tanah. Kasting juga mengandung humus, zat perangsang tumbuh seperti auxin, gibberallin dan sitokinin serta enzim-enzim seperti protease, amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan organik
Pengaruh pemupukan Pemupukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan katuk perlu pemupukan, baik pupuk organik maupun buatan. Hasil penelitian Moko dan Rachmat (1997) menunjukkan bahwa penggunaan media anah = pupuk kandang (1:2) memberikan hasil pertumbuhan dan biomasa yang baik. Jenis pupuk kandang juga berpengaruh terhaap pertumbuhan stek. Pupuk kandang dengan dosis 30% mempunyai bobot segar tanaman terbaik. Pupuk kandang tersebut dapat diberikan pada saat penyetekan maupun untuk pemupukkan berkutnya 105
di lapangan. Satu hektar memerlukan 12 ton pupuk kandang (sapi) dengan populasi 50.000 tanaman/ha (Muhammad et al., 1997). Pemberian pupuk urea (nitrogen) juga dapat meningkatkan pertumbhan katuk. Menurut Januwati et al. (1997) dosis sebesar 5 g/tanaman atau 250 kg/ha. Menurut Pitono et al. (1997) ZPT 2,4-D dosis 2 ml/l dan pemupukkan nitrogen dengan dosis 2,5 g/tanaman memberikan pertumbuhan stek yang baik. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang dosis ZPT, pemupukkan NPK dan pupuk organik yang optimal bagi pertumbuhan stek dan produksi optimal pada panen kesatu kedua dan seterusnya.
9.9 Serangga Perusak Daun Katuk Mardiningsih dan Iskandar (1997) melaporkan serangga perusak daun katuk adalah Menolepta sp (kumbang pemakan daun), kutu kebul Bemisia labaci, kutu daun, ulat epnggulung daun, ulat jengka, ulat kantung dan thrip.
9.10. Gulma. Puspitaningtyas et al. (1997) menemukan terdapat 17 spesies tumbuhan yang tercatat sebagai gulma potensial diantaranya 3 spesies yang cukup dominan baik pada model tanaman katuk monokultur maupun tumpangsari, yaitu Paspalum conjugatum Berg., Alturnanthera sessilis (L) Br. dan Cyperus rotundus L.
106
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Cetakan I. Angkasa. Bandung. Hal. 6, 14 dan 19-20. Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 31-33. Andarwulan, N., R. Batari, D. A. Sandrasari, B. Bolling and H. Wijaya. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chemistry 121 (2010) 1231–1235. Anonimus. 1986. Medicinal Herbs Index in Indonesia. PT Eisai Indonesia. Hal. 134. Anonimus. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan RI. Hal. 5354. Anonimus. 1995. Khasiat katuk sebagai tanaman obat. Trbus no. 307, Jakarta. Anonimus. 1999. Egg consumption. Poultry International. Watt Poultry Statistical Yearbook 1999. Hal. 38-40. Anonimus. 1999. Poultry meat consumption. Poultry International. Watt Poultry Statistical Yearbook 1999. Hal. 42-44. Astuti, N. B., Wahjoedi dan M. W. Winarno. 1997. Efek diuretik infus akar katuk terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 42-43. Brody, M. Nutritional Biochemistry. 1994. Academic Press, Inc., California. Burhanuddin, H., D. Saefulhadjar, dan R. Wiradimadja. 2004. Profil Asam lemak pad Telur Ayam yang Diberi Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus L.Merr) dalam Ransum. Laporan Penelitian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Burkill, I. H. M. A. F. L. S. 1935. A dictionary of the economic products of Malay Peninsula. Goverments of the Straits Settlements and Federated Malay States. Hal. 1968. Cheeke, P. R. and L. R. Shrell. 1985. Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. Avi Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Ching, L. S. and S. Mohamed. 2001. Alpha-tocopherol content n 62 edible tropical plants. J. Agric. Food Chem. 49:3101 – 3105. Christi, V. E. I., G. N. Perumal, M. Karpagavalli and S. A. Malarkodi. 2011. Phramacognostical, physio-chemical and antimicrobial studies of Sauropus androgynus leaf. Herbal Tech. Industry. Februari 2011: 12-16. 107
Darise, M. dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 37-38. Darwati, I. dan S. M. D. Rosita. 1996. Pengaruh intensitas cahaya dan ergostim terhadap pertumbuhan katuk (Sauropus andrognus Merr). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik Apinmap: 387-391. Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes, Bogor. Djauhariya, E. dan Emmyzar. 1997. Pengaruh kedalaman tanam terhadap daya tumbuh setek katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 24-25. Djojosoebagio,S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus Merr (katuk) terhadap fungsi fisiologis dan produksi air susu. Seminar Nasional Penggalian Sumber Alam Indonesia Untuk Farmasi. Yogyakarta. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan I. Gramedia. Jakarta. Hal. 13. Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. Gayathramma, K., K. V. Pavani and R. Raji. 2012. Chemical constituents and antimicrobial activities of certain plant parts of Sauropus androgynus .L. Int. J. Pharma Bio Sci., 3: B561-B566. Georgievskii, V. I., B. N. Annenkov and V. I. Samokhin. 1982. Mineral Nutrition of Animals. Butterworths, London. Guo, J. X., X. Yang and L. L. Guo. 2005. Studies on the toxicology of Sauropus androgynus, a wild vegetable in South China. Journal of South China Agricultural University. 2005-04. Gusmawati. 2000. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Performnas dan Organ Dalam serta Over Feed Cost Broiler. Skripsi S1. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Koperasi Karyawan. Departemen Kehutanan. Hal. 1144-1145 Hulshoff, P.J.M., C. Xu, P. Van De Bovenkamp, Muhilal and C.E. West. 1997. Application of a validated method for the determination of provitamin A carotenoids in Indonesian foods of different maturity and origin. J. Agric. Food Chem. 45: 1174 – 1179
108
Hermanto, E. 1997. Pengaruh macam media tumbuh dan setek terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 28-29. Januuwati, M. 1992. Beberapa tumbuhan penunjang program ASI di Jawa. Prosiding Seminar Etnobotani. Hal. 415-419. Jiang, D. D., T. J. Lin and J. F. Deng. 1998. Investigation of the pathogenic factors of Sauropus androgynus poisoning (in the Epidemiology Bulletin Vol.6 No.10), Abstract. Kamariyah, N. 2012. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sauropus androgynus (L). Merr. (Katu) terhadap Kadar Prolaktin Tikus Menyusui dan Sel Neuraglia Anak Tikus. Tesis, Stikes, Yarsis. Kao, C. H., Y. J. Ho, C. L Wu and S. P. Changlai. 1999. Using 99mTc-DTPA radioaerosol inhalation lung scintigraphies to detect the lung injury induced by consuming Sauropus androgynus vegetable and comparison with conventional pulmonary function tests. Respiration, 66: 46-51. Kasmirah, D., Y. Fenita dan U. Santoso. 2013. Pengaruh penggunaan tepung daunkatuk (Sauropus androgynus) terhadap kadar kolesterol telur itik Mojosari (Anas javanica). Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 8: 77-86. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Mnyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Li, X., M.F. Chen, X. J. Chen, X. K. Xiong, Q. Li and F. Y. Wang. 2011. Safety assessment
of
Sauropus
androgynus
L.
Merr.
In
vitro.
doi:1
0.3969/j.issn.1004-616x.2011.03.016. Lin, T. J., C. C. Lu, K. W. Chen, and J. F. Deng. Outbreak of obstructive ventilatory impairment associated with consumption of Sauropus androgynus vegetable. J. Toxicol. Clin. Toxicol., 34: 1-8. Malik, A. 1997. Tinjauan fitokimia, indikasi penggunaan dan bioaktivitas daun katuk dan buah trengguli. Warta Tumbuhan Obat 3: 39 – 41. Mardiningsih, T. L. dan M. Iskandar. 1997. Serangga perusak daun katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 22-24. Marsono. 1999. Himpunan peraturan tentang pemerintah daerah. Penerbit Djambatan. Jakrta. Miean, K. H. And S. Mohamed (?).Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants. Faculty of Food Science and Biotechnology, University Putra Malaysia, 43400 Serdang Selangor, Malaysia. 109
Moko, H. Dan E. M. Rachmat, S. 1997. Pengaruh media tumbuh dan zat pengatur tumbuh 2,4-D terhadap pertumbuhan dan hasil tanamana katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 18-19. Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway dan A. A. Spector. 1993. Biokimia. Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus (diterjemahkan oleh M. Ismadi). Jilid 1 dan 2. UGM Press. Yogyakarta. Muhammad, H., J. Pitono dan R. Permana. 1997. Pengaruh dosis dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan setek tanaman katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 16-17. Munadjim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Gramedia. Jakarta. Nugraha, A. P. D. 2008. Respon Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr.) dalam Ransum terhadap Kolesterol Itik Lokal. Skripsi, Fakultas Peternakan, IPB. Nuraeni, E. Warnoto dan U. Santoso. 2014. Pengaruh level protein dan level suplementasi ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap performa broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 9: 13-22. Nurdin, C. M. Kushartono, I. Tanzihan dan M. Januwati. 2009. Kandungan klorofil berbagai jenis daun tanaman dan Cu-turunan klorofil serta karakteristik fisiko-kimianya.Jurnal Gizi dan Pangan, 4 (1): 13-19. Oei, K.N. 1987. Daftar analisis bahan makanan. Unit Gizi Diponegoro. Badan Litbangkes. Depkes.Jakarta. Februari 1987. 18–19. Padmavathi, P dan M. P. Rao. 1990. Nutritive value of Sauropus androgynus leaves. Plant Foods Human Nut. 40: 107 – 113. Paul, M. and K. B. Anto. 2011. Antibacterial activity of Sauropus androgynus (L.) Merr. Int. J. Plant Sci., 6 (1): 189-192. Pitono, J., M. Januwati dan M. Iskandar. 1997. Tangap tanaman katuk pada berbagai dosis pupuk NPK dan tingkat naungan. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 13-14. Pradjonggo. 1983. Penelitian pendahuluan pengaruh daun Sauropus androgynus (L) Merr.
Terhadap gambaran histologi kelenjar susu mencit betina yang
menyusui. Fak Farmasi Unair, Surabaya.gh Prajogo, B. E. W. dan I. G. P. Santa. 1997. Studi taksonomi Sauropus androgynus (L) Merr. (Katuk). Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 34-35.
110
Puspitaningtyas, D. M., Sutrisno dan Immanuddin. 1997. Inventarisasi jenis gulma pada budidaya katuk di desa Cilebut Barat, Bogor. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 9-10. Puspitaningtyas, D. M., Sutrisno dan S. B. Susetyo. 1997. Usaha tani di desa Cilebut Barat Kabupaen Bogor. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 9-10. Putra, A., U. Santoso, M. C. Lee and F. H. Nan. 2013. Effects of dietary katuk leaf extract on growth performance, feeding behavior and water quality of grouper Epinephelus coioides. AIJST, 2 (1): 17-25. Qotimah, S., U. Santoso and Warnoto. 2014. Pengaruh Level Protein dan Suplementasi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Kualitas Karkas Broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 9: 31-36. Rachmat, E. M., E. Djauharya dan U. Mansur. 1997. Pengaruh beberapa macam zat pengatur tumbuh terhadap daya tumbuh dan mutu setek katuk di pembibian. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 27-28. Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung. Rusmin, D., M. Hazaña dan S. Sufiani. 1996. Pengaruh pemberian Rootone-F dan karting terhadap pertumbuhan dan produksi daun katuk (Sauropus androgynus). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik Apinmap: Hal. 411-416.. Sadi, N. H. 1983. Katuk sebagai sumber karoten dalam makanan tambahan Anakanak. Laporan PKL di Puslitbang Gizi, Bogor Samad, A.P.A., U. Santoso, M.C. Lee and F.H. Nan. 2013. Effects of Dietary Katuk leaf Extract on Growth Performance, Feeding Behavior and Water Quality of Grouper Epinephelus coioides. Aceh International Journal of Science andTechnology, 2 (l): I 7-25. Samad, A.P.A., U. Santoso, M.C. Lee and F.H. Nan. 2014. Effects of dietary katuk (Sauropus androgimus L. Merr.) on growth, non-specific immune and diseases resistance against Vibrio alginolyticus infection in grouper Epinephelus coioides. Fish & Shellflsh Immunology, 36: 582-589. Santoso, U. 1997. Effect of early feed restriction-refeeding on growth, body composition and lipid accumulation in mixed-sex broiler chicks. Research Report. ITSF. Jakarta.
111
Santoso, U. 1998. Effect of early feed restriction on growth, breast and thigh composition and fat deposition in mixed-sex broiler. Research report. Bengkulu University. Bengkulu. Santoso, U. 1999. Mengenal daun katuk sebagai feed additive pada broiler. Poultry Indonesia, 242: 59-60. Santoso U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Carcass Quality of Broiler Chicks. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7:22-28. Santoso U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Performance of Broiler. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7:15-21. Santoso U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broilers meat. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7 (2): 162-169. Santoso, U., Y. Fenita, Kususiyah and I.G.I.N Bidura. 2015. Effect of Fermented Sauropus androgynus Leaves on Meat Composition, Amino Acid and Fatty Acid Compositions in Broiler Chickens. Pakistan J. Nutr., 14: 799-807. Santoso, U. Y. Fenita and Kususiyah. 2015. Effect of fermented Sauropus androgynus leaves on blood lipid fraction and haematological profile in broiler chickens. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 40: 199-207. Santoso, U., Kususiyah dan Y. Fenita. 2010a. The effect of Sauropus androgynus extract and lemuru oil on fat deposition and fatty acid composition of meat in broiler chickens. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 35: 48-54. Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita. 2015. The effect of Sauropus androgynus leaves extract plus turmeric powder on fat deposition, carcass quality and blood profile in broilers fed low protein diets. . Indon. Trop. Anim. Agric., 40: 121-129. Santoso, U., T. Suteky, Heryanto and Sunarti. 2002. Pengaruh cara pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam pedaging. JITV, 7: 143-148. Santoso, U., T. Suteky dan Y. Fenita. 2010b. Effects of supplementation of alkaloid and non alkaloid from Sauropus androgynus leaves on egg production and lipid profil in layer chicken. Animal Production (Unsoed), 12: 184-189.
112
Santoso, U., K. Tanaka and S. Ohtani. 1995a. Early skip-a-day feeding of female broiler chicks fed high-protein realimentation diets. Performance and body composition. Poultry Sci. 74: 494-501. Santoso, U., K. Tanaka and S. Ohtani. 1995b. Does feed-restriction refeeding program improve growth characteristics and body composition in broiler chickens? Anim. Sci. Technol. (Jpn) 66: 7-15. Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani and B. S. Youn. 1993. Effects of early feed restriction on growth performnace and body composition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6: 401-409. Santoso, U., Y. Fenita dan W. G. Piliang. 2004. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk sebagai Feed Additive untuk Memproduksi Meat Designer. Laporan Penelitian. Universitas Bengkulu. Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita 2013. Effect of Sauropus androgynus leaves extract on fat deposition in broiler fed low protein diets. J. Indon. Trop. Anim. Agric.38: 176-184. Santoso U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:346-350. Santoso U, Suharyanto and E Handayani. 2001b. Effects of Sauropus androgynus (katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 6:220-226. Sari, I. P. 2003. Daya laktagogum jamu uyup-uyup dan ekstrak daun katu (Sauropus androgynus Merr.) pada glandula ingluvica merpati. Majalah Farmasi Indonesia, 14 (1): 265-269. Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Sa’roni, T. Sadjimin, M. Sja’bani dan Zulaela. 2004. Effectiveness of the Sauropus androgynus (L.) Merr Leaf Extract in increasing mother’s breast milk producton. Media Litbang Kesehatan, 16 (3): 20-24. Scott, M.L., M.C. Nesheim, R.J. Young, 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M.L. Scott & Association. Ithaca, New York. Selvi, V. S., G. Govindaraju and A. Basker. 2011. Antifungal activity and phytochemical analysis of Cympogon citrates, Sauropus androgynus and Spilanthes acmella plants. World J. Fungal Plant Biol., 2 (1): 6-10.
113
Selvi, V. S., and A. Basker. 2012.Phytochemical analysis and GC-MS profiling in the leaves of Sauropus androgynus (L) Merr. Int. J. Drug Dev. & Res., JanMarch 2012, 4(1): 162-167 Setyowati, F. M. 1997. Arti katuk bagi masyarakat Dayak Kenyah, Kalimantan Timur. The Journal on Indonesian Medicine Plants 3 (3) : 54. Sidik. 1994a. Pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai sumber genetik bagi bioindustri (Pembahasan makalah Boenyamin Setiawan). Lokakarya Nasional Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset nasional. Jakarta. Sidik. 1994b. Pengembangan industri fitofarmaka di Indonesia. Lokakarya Nasional Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset nasional. Jakarta. Siemonsma, J. S. Dan K. Piluek. 1994. Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Pages. 244-246. Simanjuntak, R., U. Santoso dan T. Akbarillah. 2013. Pengaruh pemberian tepung daun katuk dalam ransum terhadap kualitas telur itik Mojosari. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 8: 65-76. Simorangkir, C. R. D. 2008. Penampilan Anak Babi Menyusu Dengan Taraf dan Waktu Pemberian Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus ( L . ) Merr) Yang Berbeda Dalam Ransum Induknya. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sinaga, S. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dalam ransum babi terhadap konsumsi induk, pertambahan bobot badan dan berat sapih anak. Soegihardjo,C.J., Koensoemardiyah dan S. Pramono. 1997. Sediaan katuk dan kontrol kualitas. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 3: 58-59. Sai, K. S. And S. N. Srividya. 2002. Blood glucose lowering effect of the leaves of Tinospora cordifolia and Sauropus androgynus in diabetic subjects. J. Nat. Remedies, Vol. 2/1 (2002) 28 – 32 Subekti, S. 2003. Kualitas Telur dan Karkas Ayam Lokal yang Diberi Tepung Daun Katuk dalam Ransum. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
114
Subekti, S. 2007. Komponen Sterol dalam Ekstrak Daun Katuk
(Sauropus
androgynus L. Merr) dan Hubungannya dengan Sistem Reproduksi Puyuh. Disertasi S3, IPB, Bogor. Subekti, S., S. S. Sumarti dan T. B. Murdiarti. 2008. Penggunaan Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam Ransum Meningkatkan Fungsi Reproduksi pada Puyuh. JITV 13(3): 167-173. Sudarto, Y. 1990. Katuk sayuran yang dapat dipetik setiap saat. Sinar Tani 11 April 1990. Sudradjat, S. 1999. Wujudkan peternak tangguh berbasis sumberdaya local. Poultry Indonesia, 233: 8-13. Sudiarto, M. Iskandar, R. Rurnamaningsih dan H. Resmiati. 1997. Pengaruh pupuk kandang dan atonik terhadap hasil katuk (Sauropus androgynus Merr). Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 6-7. Sukendar. 1997. Pengenalan morfologi katuk (Sauropus androgynus Merr L.) Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 53. Sumardi. 2008. Tampilan Kadar Trigliserida dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah Friesian Holstein akibat Penambahan Tepung Daun Katu dalam Ransum. Agromedia, 26 (2): 11-18. Sunarto.1991. Pengaruh pemberian isolate fase eter ekstrak daun katu (Sauropus androgynus L. Merr) terhadap peningkatan sekresi air susu mencit betina yang menyusui. FF Unair. Suprayogi, A. 1993. Meningkatkan produksi susu kambing melalui daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Agrotek, 1 (2): 61-62. Suprayogi A. 2000. Studies on the Biological Effets of Sauropus androgynus (L.) Merr: Effects on Milk Production and the Possibilities of Induced Pulmonary Disorder in Lactating Sheep. Cuviller Verlag Gottingen. Suprayogi, A., U. ter Meulen, T. Ungerer and W. Manalu. 2001. Population of secretory cells and synthetic activities in mammary gland of lactating sheep after consuming Sauropus androgynus (L.) Merr. Leaves. Indon. J. Trop. Agric., 10 (1): 1-3. Suteja, L., L. B. S. Kardono dan H. Agustina. 1997. Sifat antiprotozoa daun katuk (Sauropus androgynus Merr). Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 47-49. Suwarta, F. X. 1988. bahaya colesterol dapat dihindarkan. Poultry Indonesia 107/IX. Jakarta. 115
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1985. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Ueda, H., A. Matsumoto and S. Goutani. 1996. Effets of soybean saponin dan soybean protein on serum cholesterol concentration in cholesterol-fed chicks. Anim. Sci. Technol. (Jpn), 67: 415-422. Wahju, J. 1995. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke 3. UGM Press, Yogyakarta. Wei, L. S., W. Wee, J. Y. F. Siong and D. F. Syamsumir. 2011. Characterization of antimicrobial, antioxidant, anticancer properties and chemical composition of Sauropus androgynus stem extract. Acta Medica Lituanica, 18 (1): 12–16 Wijono, S. H. S. 2004. Isolasi dan identifikasi asam fenolat pada daun katu (Sauropus androgynus (L.) Merr.). Makara Kesehatan, 8 (1): 32-36. Wiradimadja, R., W. G. Piliang, M. T. Suhartono dan W. Manalu. 2009. Umur Dewasa Kelamin Puyuh Jepang Betina yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus, L. Merr.). IPB, Bogor. Wiradimadja, R., H. Burhanuddin dan D. Saefulhadjar. 2004. Peningkatan Kadar Vitamin A pada Telur Ayam melalui Penggunaan Daun Katuk (Sauropus androgynuss L. Merr) dalam Ransum. Laporan Penelitian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Wu, W.H., L.Y. Liu, C.J. Chung, H.J. Jou and T.A. Wang. 2005. Estrogenic efffect of yam ingestion in healthy post menopousal women. J. Am. Coll. Nutr. 24: 235 -243. Wuryaningsih, L. E., M. D. Eva dan S. Widayat. 1997. Uji teratogenik infusa daun katuk pada mencit hamil. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 50-51. Yahya, Y., A. Nasoetion dan F. Anwar. 1992. Pengaruh pengolahan dan kandungan viamin C terhadap penyerapan zat besi (Fe) dengan cara in vitro pada beberapa jenis saturan daun hijau. Media Gizi dan Keluarga 16 (1): 11-17. Yasil, H. 1997. Penelitian pengaruh daun katuk terhadap frekuensi dan lama menyusui bayi. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3); 41-42. Yu, S. F., C. T. Shun., T. M. Chen and Y. H. Chen. 2006. 3-O-b -D-Glucosyl-(1→6)b -D-glucosyl-kaempferol Isolated from Sauropus androgenus Reduces Body Weight Gain in Wistar Rats. Biol. Pharm. Bull. 29(12) 2510—2513 (2006) Yulianis, S. dan T. Marwati. 1997. Tinjauan katuk sebagai bahan makanan tambahan yang bergizi. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 55-56. 116
Lampiran 1. Rekomendasi kebutuhan gizi pada manusia Umur
Berat
Tinggi
Vitamin
(tahun)
(kg)
(cm)
E
VitaminK Vitamin
(mg (μg)
α-TE) Bayi
Niacin
B12
(mg
(mg)
NE)
0-0,5
6
60
3
5
0,4
5
0,5-1
9
71
4
10
0,5
6
1-3
13
90
6
15
0,8
9
4-6
20
112
7
20
1,1
12
7-10
28
132
7
30
1,2
13
11-14
45
157
10
45
1,5
17
15-18
66
176
10
55
1,8
20
19-24
72
177
10
60
1,7
19
25-50
79
176
10
60
1,7
19
50+
77
173
10
60
1,4
15
11-14
46
157
8
45
1,3
15
15-18
55
163
8
55
1,3
15
19-24
58
164
8
60
1,3
15
25-50
63
163
8
65
1,3
15
50+
65
160
8
65
1,2
13
Hamil
10
65
1,6
16
Menyusui 6 bln. 1
12
65
1,8
6 bln. 2
12
65
1,7
Anak
Pria
Wanita
117
Lampiran 2. Penjelasan beberapa istilah Istilah
Penjelasan
Abu
: Sisa pembakaran makanan dalam tungku pada suhu 500-600 oC sehingga semua bahan organik terbakar habis.
Ad libitum
: Makanan/pakan yang disediakan tidak terbatas.
Air
: Senyawa yang disusun oleh unsur hidrogen (H) dan oksigen (O) dengan rumus kimia H2O.
Air kencing
: Ekskresi cair hasil aktivitas ginjal yang dikeluarkan melalui organ genital.
Air susu jolong
: Air susu yang disekresikan sejak hari pertama sampai beberapa hari setelah hewan induk melahirkan.
Akar
: Organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahanbahan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fungsi
akar
antara
lain
adalah
penyerapan,
penambahan,
penyimpanan, transpor dan pembiakan. Akar juga merupakan sumber utama beberapa pengatur pertumbuhan tanaman. Antibiotika
: Zat yang dihasilkan mikroorganisme yang berbahaya bagi organisme lain.
Asam amino
: Unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino mempunyai sekurang-kurangnya satu gugusan amino pada posisi alpa dari rantai karbon dan satu gugusan karboksil.
Atherosclerosis : Penyempitan pembuluh darah. Diare
: Naiknya frekuensi defekasi dan bertambah cairnya kotoran (feses).
Enzim
: Suatu katalisator dalam makhluk hidup yang berfungsi untuk mempercepat reaksi kimia/metabolisme dalam tubuh makhluk hidup.
Karbohidrat
: Derivat aldehida atau keton dari alkohol polihidrik (lebih dari satu gugus OH) atau sebagai senyawa yang menghasilkan derivat-derivat ini pada hidrolisisnya.
Kasein
: Suatu protein yang terdapat dalam susu merupakan bahan dasar keju.
Katalase
: Enzim yang dapat memecahkan hidrogen peroksida menjadi air dalam molekul oksigen.
118
Konsumsi
: Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
pakan Konversi
: Perbandingan pertambahan berat badan dengan konsumsi pakan.
pakan
Semakin kecil konversi pakannya, maka semakin efisien.
Laktose
: Gula susu yang terdapat dalam air susu. Laktose ini disakarida yang terdiri dari glukose dan galaktose.
Lebar akar
: Pembesaran sel-sel ujung yang merupakan hasil dari meristem lateral atau pembentukan kambium, yang memulai pertumbuhan sekunder dari meristem kambium.
Lemak
: Ester gliserol dengan asam lemak, kondensasi alkohol dengan asam lemak, alkoholnya berupa gliserol; asam lemaknya beragam dan berikatan dengan gliserol dengan ikatan ester.
Lemak perut
: Lemak yang tampak yang meliputi usus dari rempelo sampai dengan kloaka.
Lipida
: Semua substansi yang dapat diekstraksi dari bahan-bahan biologik dengan pelarut lemak (eter, kloroform, benzena karbon, tetrakloride, asetone dll.
Mineral
: Semua unsur tubuh hewan, manusia dan tumbuhan yang tidak tergolong ke dalam organogen.
Panjang akar
: Hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem ujung.
Prolaktin
: Salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipofise yang berfungsi mempertahankan
corpus
leteum,
memacu
dihasilkannya
progesteron oleh corpus luteum, dan merangsang perkembangan kelenjar susu. Hormon ini juga disebut sebagai Leteotropik hormon atau LTH. Protein
: Senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen, nitrogen dan unsur tambahan lainnya.
Rakitis
: Menjelaskan keadaan penyakit tulang yang berhubungan dengan kekurangan vitamin D, Ca, P, dan lain-lain.
Simplisia
: Bahan obat yang berasal dari produk alami yang telah dikeringkan.
Susut masak
: Banyaknya cairan yang hilang selama pemasakan produk ternak pada suhu 80oC selama 20 menit. Biasanya dinyatakan dalam
119
persen. Taksonomi
: Ilmu yang mempelajari identifikasi, klasifikasi, dan nomenklatur tumbuhan.
Vitamin
: Senyawa organik yang tidak ada hubungannya satu sama lain dan yang diperlukan hanya dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kehidupan.
Zat anti
: Suatu substansi protein (suatu modifikasi dari serum darah globulin) dibuat oleh jaringan limfoid dari tubuh akibat rangsangan antigenik. Setiap antigen menghasilkan zat anti khusus. Pada pertahanan suatu penyakit si hewan harus telah mengadakan perlawanan dengan antigen sebelum zat anti terdapat dalam darah.
Zat gizi
: Suatu zat yang memelihara proses-proses metabolik dari tubuh. Merupakan salah satu dari berbagai hasil akhir dari pencernaan.
Zat
pengatur : Substansi (bahan) organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang
tumbuh
dalam jumlah sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis.
120
Lampiran 3. LANGSING DENGAN DAUN KATUK1 Urip Santoso2 Para hadirin yang terhormat, assalamu’alaikum wr. wb. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya menyampaikan orasi ilmiah popular saya dengan judul “Langsing dengan Daun Katuk”. Hadirin yang terhormat, mengapa judul ini saya ambil. Karena saya ingin langsing. Karena banyak orang ingin langsing. Semua ingin langsing kecuali orang Flores. Menurut berita dari seberang, wanita yang cantik bagi orang Flores adalah wanita yang gemuk dan gendut. Segendut Valentina Vilanoeva dalam telenovela Mi Gorda Bella yang pernah ditayangkan di RCTI OK. Langsing bukan lagi milik kaum wanita. Ia pun telah menjadi idola para pria. Pria ingin tampil langsing, atletis dan kuat. Para haridin yang terhormat, seperti kata pepatah banyak jalan menuju Roma. Demikian pula banyak jalan menuju langsing. Jika anda bertanya kepada ahli Reiki Tummo tentang kiat langsing. Mungkin ia akan menjawab dengan ber-diet, olahraga dan terutama melakukan terapi ala Reiki Tummo. Tentu saja lain pula kiatnya jika anda bertanya pada ahli Tetada Kalimasada. Yah, banyak orang berpantang ini berpantang itu hanya karena ingin langsing. Pokoknya segala jalan alternatif ditempuh. Banyak yang gagal (seperti saya), tetapi banyak pula yang berhasil. Mengapa kita ingin langsing? Apakah karena hanya ingin tampil seksi, atletis atau semacamnya? Yah, dewasa ini orang ingin langsing bukan saja karena ingin seksi, tetapi juga dikarenakan
tubuh yang ideal memberi dampak positif bagi
kesehatan. Telah diketahui secara luas bahwa badan yang gemuk merupakan sumber penyakit. Kegemukkan dapat merangsang timbulnya berbagai penyakit antara lain kencing manis, penyakit jantung koroner, kanker, kelainan pada paru-paru, stroke, penyempitan pembuluh darah, menurunkan daya kekebalan tubuh dan sejumlah penyakit degeneratif lainnya. Penyakit jantung koroner misalnya merupakan salah satu penyebab kematian penduduk di negara maju maupun negara berkembang. Bahkan, penyakit ini semakin hari semakin bertambah kasusnya. Penyebab utamanya adalah karena perubahan pola makan dari pola makan berserat tinggi ke pola makan berserat rendah, tinggi kalori dan tinggi lemak. 1 2
Disampaikan pada Judisium Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu pada tanggal 24 Juli 2004. Guru Besar Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.
121
Banyak penelitian epidemiologi, laboratorium dan klinis yang memperlihatkan adanya hubungan antara tingginya kolesterol total dan kolesterol jahat (LDL-k) dengan terjadinya penyakit jantung koroner dan penyempitan pembuluh darah. Oleh karena itu, telah dikembangkan obat-obatan dari bahan sintetis maupun tradisional dan produk makanan yang berpotensi menurunkan kolesterol. Namun, perlu saya tegaskan disini bahwa kolesterol dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kolesterol sangat berguna untuk memproduksi hormon steroid yang penting dalam kehamilan, perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita dan pria, kesuburan dll. Lalu, apa kaitan semua ini dengan daun katuk? Daun katuk telah digunakan oleh wanita Taiwan untuk menurunkan berat badan. Untuk keperluan ini, daun katuk diblender dan dibuat jus katuk. Jus katuk ini diyakini cukup efektif untuk menurunkan berat badan, obat tekanan darah tinggi, hiperlipidemia dan konstipasi. Dr. Agik Suprayogi dari IPB telah mengembangkan teh katuk untuk keperluan diet. Namun, seberapa jauh teh katuk mampu menurunkan berat badan perlu penelitian lebih lanjut. Daun katuk kaya akan saponin dan tannin, suatu senyawa yang berperan menurunkan berat badan dan lemak tubuh. Diketahui tannin secara umum mengganggu berbagai aspek dalam proses pencernaan, sementara saponin meningkatkan
permeabilitas
sel
mukosa
usus
halus,
yang
menyebabkan
penghambatan transpor aktif zat gizi dan juga kesempatan pengambilan zat gizi oleh saluran pencernaan menjadi terhambat. Selain itu, tannin dan saponin cenderung menurunkan nafsu makan yang juga memberikan kontribusi kepada penurunan berat badan. Penelitian di laboratorium dengan menggunakan model ayam, ternyata daun katuk sangat baik untuk menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL-k), kadar kolesterol total dan menaikkan kadar kolesterol baik (HDL-k). Berdasarkan data tersebut, maka dapat diprediksi tingkat resiko terkena
penyakit penyempitan pembuluh darah.
Ternyata, hasil perhitungan menunjukkan turunnya angka resiko terkena penyakit tersebut. Turunnya angka resiko tersebut menunjukkan bahwa daun katuk dapat mengurangi
terjadinya penyakit stroke, darah tinggi dan jantung koroner. Hasil
penelitian Djojosoebagio (1964) pada kelinci juga menunjukkan bahwa infusa daun katuk mampu menurunkan tekanan darah dan menurunkan suhu badan. Selain itu, hasil penelitian pada ayam menunjukkan bahwa pemberian daun katuk secara drastis menurunkan (30-50%) lemak perut, dan juga menurunkan 122
penimbunan lemak di berbagai tempat seperti paha, leher, usus, daging, telur dan dll. Terjadi penurunan kadar kolesterol dalam telur sebanyak 40% oleh daun katuk. Penurunan kadar kolesterol telur ini sangat baik, karena itu berarti mengurangi resiko terkena penyakit yang disebabkan oleh kolesterol ketika mengkonsumsi telur. Dianjurkan kepada hadirin untuk mengkonsumsi satu butir telur setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan kolesterol. Para hadirin terhormat, senyawa yang berperan dalam penurunan penimbunan lemak belum diketahui secara pasti. Namun, hasil penelitian pada ayam menunjukkan bahwa baik partisi alkaloid maupun partisi non-alkaloid secara efektif menurunkan penimbunan lemak. Senyawa non-alkaloid yang terdapat dalam daun katuk antara lain tannin, saponin, monomethyl succinate, cis-2-methyl cyclopentanol acetate, phenyl maloic acid dan asam benzoat. Senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun katuk antara lain adalah 2-pyrrolidinon dan methylpyroglutamate. Para hadirin terhormat, penurunan penimbunan lemak biasanya akan meningkatkan
pembentukkan
protein
dalam
tubuh.
Perubahan
ini
sangat
menguntungkan bagi kesehatan tubuh, karena protein banyak diperlukan bagi pertumbuhan
sel-sel tubuh. Selain itu, peningkatan pembentukkan protein akan
merangsang pertumbuhan otot, sehingga tubuh selain langsing juga padat dan berisi. Senyawa yang berperan dalam peningkatan pembentukkan protein diduga adalah methylpyroglutamate. Senyawa ini dapat diubah menjadi glutamate dalam saluran pencernaan dan kemudian meningkatkan pembentukkan protein. Glutamate merupakan bahan utama bagi sel mukosa saluran pencernaan. Glutamate juga berperan sebagai bahan utama bagi pembentukkan glutamine dan glutatione dalam musoka usus halus yang berperan penting dalam menjaga mukosa dari kerusakkan karena racun dan reaksi peroksidatif. Para hadirin yang terhormat, daun katuk juga berpotensi untuk meningkatkan daya seksual baik pada wanita maupun pria. Menurut Dr. Agik Suprayogi dari IPB daun katuk mengandung senyawa androstan 17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha yang berfungsi sebagai prekursor atau tahap antara dalam sintesis senyawa hormon-hormon steroid seperti progesterone, estradiol/estrogen, testosteron dan glukokortikoid. Hasil penelitian pada ayam juga menunjukkan bahwa pemberian daun katuk mampu meningkatkan konsentrasi hormon estradiol. Hormon-hormon steroid tersebut berperanan penting dalam menjaga dan meningkatkan kesuburan pada wanita dan pria, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan seksual, mempertahankan 123
kehamilan agar tidak keguguran, serta menjaga tubuh agar tetap seksi. Dan juga halus dan mulus. Manfaat lain dari daun katuk adalah meningkatkan produksi ASI. Para hadirin, daun katuk selain bermanfaat juga mengandung pengaruh negatif. Pengaruh negatif pertama adalah daun katuk dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan penyerapan mineral. Hal ini dapat berakibat lebih lanjut pada keroposnya tulang. Selain itu daun katuk juga dapat mengakibatkan kelainan pada paru-paru dan menyebabkan keguguran pada kelinci. Daun katuk juga banyak mengandung kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita penyakit batu ginjal dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daun katuk. Menurut Dr. Agik Suprayogi, untuk memperoleh manfaat yang optimal tanpa berakibat negatif, disarankan untuk mengkonsumsi daun katuk paling banyak 50 g/hari/kapita. Di Taiwan, masyarakat disana mengkonsumsi daun katuk sebanyak 6 – 303 g sebagai sayur mayur, sementara di Kuala Lumpur, Malaysia daun katuk sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayur mayur rata-rata sebanyak 180 g/minggu/orang. Akhir kata, jika tadi ada lulusan dengan predikat cum laude. Maka, saya merasa lega karena saya telah berhasil menyampaikan orasi ilmiah ini dengan predikat kungkum ing laut alias berendam di laut. Terakhir, kepada wisudawan/wati perhatikan peribahasa dari Negeri Sakura “atatte kudakeyo”. Artinya, jangan pikirkan berhasil atau tidaknya suatu rencana, lakukanlah dulu dengan sungguh-sungguh. Niscaya berhasil. Kepada para pemimpin simaklah peribahasa dari Jepang “baka to hasami wa tsukai you”.. Artinya, tempatkanlan seseorang itu pada tempat yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Niscaya negara menjadi aman, sentosa dan makmur. Gemah ripah loh jinawi kata orang Jawa. Sekali lagi, kobo ni mo fude no ayamari. Tak ada gading yang tak retak, saya mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan saya dalam menyampaikan orasi ini. Assalamu’alaikum wr. wb.
Daftar Pustaka Agustal, A., M. Harapini and Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 31-33. Bender, A. E. dan K. S. Ismail. 1975. Nutritive value and toxicity of Malaysian food, Sauropus albicans. Plant Food Man 1: 139-143.
124
Darise, M. and Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 37-38. Darise, M. and S. Wiryowidagdo. 1997. Isolasi dan identifikasi kandungan kimia daun katuk asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 35-36. Djojosoebagio, S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus (L.) Merr. terhadap fungsi fisiologis dan produksi air susu. Makalah dalam Seminar Nasional Penggaliaan Sumber Alam Indonesia untuk Farmasi, Jakarta. Lai, R. S., A. A. Chiang, M. T. Wu, J. S. Wang, N. S. Lai, J. Y. Lu and L. P. Ger. 1996. Outbreak of bronchiolitis obliterans associated with consumption of Sauropus androgynus in Taiwan. Lancet, 348: 83-85. Liu, T., J. Peng, Y. Xiong, S. Zhou and X. Cheng. 2002. Effects of dietary glutamine and glutamate supplementation on small intestinal structure, active absorption and DNA, RNA concentrations in skeletal muscle tissue of weaned piglets during d 28 to 42 days of age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 238-242. Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk sebagai feed additive pada broiler. Poultry Indonesia 242: 59-60. Santoso, U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of broiler chicks. B I P P, 7: 22-28 Santoso, U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of broiler. B I P P, 7: 15-21. Santoso, U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. B I P P, 7 (2): 162-169. Santoso, U. 2002. Aplikasi Teknologi Ekstrak Daun Katuk pada Broiler. Public Service. Bengkulu University, Bengkulu. Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 346-350. Santoso, U., Suharyanto and E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgynus (Katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens. J I T V, 6: 220-226. 125
Santoso, U., J. Setianto and T. Suteky. 2002a. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah Lingkungan pada Ayam Petelur. Research Report, Bengkulu University, Bengkulu. Santoso, U., T. Suteky, Heryanto and Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam pedaging. J I T V, 7: 143-148. Sim, J. S., W. D. Kitts and D. B. Bragg. 1984. Effect of dietary saponin on egg cholesterol level and laying hen performance. Can. J. Anim. Sci. 64:977984. Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk dalam ransum. PPS IPB, Bogor. Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of Sauropus androgynus (L) Merr.: Effects on milk production and the possibilities of induced pulmonary disorder in lactating sheep. George-August, Universitat Gottingen Institut fur Tierphysiologie und Tierernahrung.
126
Lampiran 4. Mengenal Daun Katuk dan Manfaatnya Berikut ini materi dialog di BTV (Bengkulu TV) yang sutingnya telah dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2009. A. Komposisi Kimia Daun Katuk Oleh: Urip Santoso A.1. Komposisi gizi Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Katuk per 100 gram No
Komponen gizi
Kadar
1
Energi (kkal)
59
2
Protein (g)
4,8-6,4
3
Lemak (g)
1,0
4
Karbohidrat (g)
9,9-11,0
5
Serat (g)
1,5
6
Abu (g)
1,7
7
Kalsium (mg)
204
8
Fosfor (mg)
83
9
Besi (mg)
2,7-3,5
10
Vitamin A (SI)
10.370
11
Vitamin C (mg)
164-239
12
Vitamin B1 (mg)
0,1
13
Vitamin B6 (mg)
0,1
14
Vitamin D (µg)
3.111
15
Karotin (mcg)
10.020
16
Air (g)
81
Daun katuk merupakan sayuran yang paling kaya akan klorofil (zat hijau daun) Tabel 2. Perbandingan komposisi vitamin C per 100 gram bahan pangan
127
No
Bahan Pangan
Kadar Vitamin C (mg/100 g)
1
Jambu biji
87
2
Pepaya
78
3
Jeruk
49
4
Rambutan
58
5
Mangga
30
6
Belimbing
35
7
Durian
53
8
Jeruk Bali
43
9
Bayam
80
10
Daun Katuk
239
11
Kembang kol
69
12
Sawi
102
A.2. Komposisi senyawa metabolic sekunder 1. monomethyl succinate, cis-2-methyl-cyclopenthanol acetate, benzoic acid, phenyl malonic acid, methylpyroglutamate dan 2-pyrolidinone (Agustal et al., 1997). 2. androstan-17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha (steroid), 3,4-dimethyl-2oxocyclopent-3-enylacetic acid, octadecanoic acid, 9-eicosyne, 5,8,11heptadecatrienoic acid ethyl ester, 11,14,17-eicosatrienoic acid methyl ester (Agik Suprayogi, 2000). 3. Enam senyawa flavonoid antara lain rutin dan golongan flavonol OH-3 tersulih atau golongan flavon. 4. Senyawa steroid/triterpenoid yang diduga stigmasterol. 5. Efedrin yang sangat baik bagi penderita influenza. 6. Alkaloid: a) papaverin, b) methylpyroglutamate, c) 2-pyrolidinone
128
B. Manfaat B.1. Manfaat tradisional Manfaat tradisional daun katuk antara lain digunakan sebagai: 1) obat bisul, 2) obat borok, 3) obat koreng, 4) obat demam, 5) pelancar ASI, 6) darah kotor, 7) pewarna makanan seperti kelepon, tape ketan dan kue lapis, 8) akar berfungsi sebagai obat frambusia, susah kencing dan penurun panas. B.2. Hasil penelitian B.2.1. Pelancar Air Susu Ibu (ASI) Pada tahun 2000, telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk, beredar di Indonesia. Bahkan ekstrak daun katuk telah digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun katuk 3 x 300 mg/hari selama 15 hari pada ibu menyusui meningkatkan produksi susu sebanyak 50,7%. Senyawa yang menyebabkan meningkatnya produksi ASI masih kontroversial. Djojosoebagio (1965) menduga senyawa yang berperan meningkatkan ASI adalah alkaloid, sementara menurut Prajonggo (12) adalah sterol. Suprayogi (1996) bahwa senyawa aktif dalam daun katuk mampu meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesis laktosa sehingga produksi ASI meningkat. B.2.2. Menurunkan penimbunan lemak (kolesterol, trigliserida) pada ayam. Ekstrak daun katuk dan tepung daun katuk mampu menurunkan kadar kolesterol dalam daging dan telur. Pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 9 gram/kg ransum ayam mampu menurunkan kadar kolesterol dalam telur sebanyak 40%, sementara pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum mampu menurunkan kadar lemak dalam daging broiler dan menurunkan penimbunan lemak pada perut.
129
Senyawa aktif yang diduga berperan dalam penurunan kolesterol adalah partisi alkaloid dan non alkaloid. Terdapat tiga jenis alkaloid dalam daun katuk yaitu a) papaverin, b) methylpyroglutamate, c) 2-pyrolidinone. B.2.3. Meningkatkan fungsi reproduksi pada ayam, sehingga produksi telur meningkat. Pemberian ekstrak daun katuk pada ayam petelur mampu meningkatkan produksi telur. Peningkatan produksi telur kemungkinan disebabkan oleh lebih banyaknya produksi dan pematangan sel telur. Dengan demikian jumlah telur yang dikeluarkan menjadi lebih banyak. Senyawa yang berperan dalam peningkatan fungsi reproduksi diduga adalah steroid. Steroid ini dalam tubuh akan menstimulasi sintesis hormon-hormon reproduksi seperti testosteron, estrogen dll. B.2.4. Menurunkan suhu tubuh (rektal) pada kelinci dan ayam. B.2.5. Menurunkan kadar gula darah pada mencit dan ayam. Dengan demikian daun katuk juga berpotensi sebagai obat penurun kadar glukosa dalam darah. B.2.6. Meningkatkan mutu daging dan telur ayam, yaitu: a) meningkatkan warna kuning telur dan karkas, warna daging dan rasa daging dan telur, menurunkan bau amis daging dan telur. B.2.7. Obat pelangsing tubuh. Di Taiwan telah dijual jus daun katuk mentah sebagai pelangsing tubuh. B.2.8. Pelancar air kencing Hasil penelitian pada mencit menunjukkan bahwa pemberian akar katuk meningkatkan jumlah air kencing yang dihasilkan. Hasil penelitian pada ayam, daun katuk juga berpotensi meningkatkan jumlah air kencing. B.2.9. Mencegah anemia Karena kandungan besinya tinggi, maka daun katuk juga berpotensi untuk mencegah dan mengobati anemia.
130
C. Efek samping C.1. Mengganggu penyerapan kalsium dan fosfor disebabkan oleh dihasilkannya glukokortokoid dari metabolisme senyawa aktif daun katuk. C.2. Sulit tidur, tidak enak makan, sesak nafas, pada dosis 150 g jus daun katuk mentah yang dikonsumsi 2 minggu sampai 7 bulan. C.3. Batu ginjal karena adanya kalsium oksalat, tapi hal ini diimbangi oleh tingginya kadar kalium yang berfungsi sebagai penghancur batu ginjal. C.4. Kelainan paru-paru. Efek samping utama daun katuk adalah konstriksi bronkiolitis yang permanen. Ini dapat terjadi jika daun katuk dikonsumsi dalam jumlah yang besar dalam jangka waktu yang lama. Senyawa yang menyebabkan kelainan tersebut diduga papaverin. C.5. Meningkatkan kontraksi uterus (rahim) pada kelinci. Jadi daun katuk ada kemungkinan dapat menyebabkan keguguran. C.6. Mengurangi efek samping: 1) mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang sedikit (maksimal 50 g per hari), 2) daun dimasak terlebih dahulu, 3) tidak mengkonsumsi daun katuk secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan. D. Kesimpulan Katuk merupakan sayuran tropika yang bermutu tinggi dan disarankan untuk mengkonsumsinya dalam jumlah yang sedikit (≤ 50 g per hari).
131
Lampiran 5. BIOTEKNOLOGI MEAT DESIGNER Oleh: Prof. Ir Urip Santoso, M.Sc., Ph.D. Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Universitas Bengkulu Rabu, I I Mei 2005 Para hadirin yang terhormat, assalarnu’alaikum wr. wb. Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan Pidato pengukuhan - dengan judul”Bioteknologi Meat Designer”. Apa yang dimaksud dengan meat designer? Meat designer adalah daging yang mempunyai beberapa kriteria sebagai berikut: daging yang enak dan tidak amis, tinggi proteinnya dengan komposisi asarn amino yang seimbang, bebas residu obat dan mikrobia pathogen, seimbang imbangan asam lemak jenuh dan tidak jenuh, rendah koles-terol dan trigliserida (lemak). Daging dengan criteria tersebut merupakan daging idaman bagi konsumen terutama di Negara maju dan diperkotaan. Selain itu, industri peternakan dituntut untuk dapat menekan seminimal mungkin tingkat polusi baik polusi udara, tanah dan air. Mengapa mereka menginginkan meat designer? Para hadirin terhon-nat, mengkonsumsi lemak seperti trigliserida dan kolesterol dalarn. jumlah yang berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit seperti obesitas, atherosclerosis, jantung koroner, stroke, kanker dan bahkan kelainan paru-paru. Dengan mengkonsurnsi daging dengan imbangan asam lemak jenuh dan asam. lemak tak jenuh yang baik dapat mencegah penyakit-penyakit tersebut di atas serta dapat meningkatkan kecerdasan pada anak-anak. Selain itu, kadar protein yang tinggi dengan komposisi asam amino yang seimbang dalarn daging sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan sel-sel otak pada anak-anak dan mencegah kerusakan sel-sel otak serta mengganti sel-sel tubuh yang telah mati. Sementara daging yang bebas residu obat dan mikrobia pathogen menjamin keamanan konsumen dari akibat negatif yang ditimbulkannya. Dan terakhir, daging yang enak dan tak amis dapat meningkatkan selera konsumen untuk mengkonsumsinya. Para hadirin yang terhormat, lalu bagaimana cara memproduksi meat designer? Inilah serangkaian penelitian yang telah kami lakukan. Yang pertama adalah dengan memanfaatkan mikrobia efektif. Mikrobia efektif merupakan sekelompok mikrobia baik dari jenis bakteri, kapang, jamur d1l. yang berperan dalam. mengoptimalkan fungsi organ hewan dan manusia, sehingga akan diperoleh
132
pertumbuhan dan. perkembangan tubuh yang optimal dan seimbang. Ada banyak mikrobia efektif serta berbedabeda peranannya. Para hadirin yang terhormat, beberapa mikrobia efektif yang sangat terkenal dan telah banyak digunakan baik sebagai feed additive pada. pakan ternak maupun produk fermentasi makanan manusia antara lain adalah Lactobacillus bulgaricus, Saccaromyces cereviceae, Rhyzopus oligosporus, Aspergllus niger, Bacillus subtilis, ragi roti d1l. Para hadirin. terhormat, mikrobia efektif ini jika dikonsumsi akan menekan pertumbuhan mikrobia pathogen dalam, saluran. pencernaan, sehingga keseimbangan mikroflora dalam. saluran pencernaan akan meMbaik. Dengan membaiknya. keseimbangan tersebut, maka proses pencern.aan dan penyerapan zat gizi akan optimal, sehingga produktivitas meningkat dan mutu daging akan lebih baik. Oleh karena mikrobia efektif merupakan mikrobia alami yang sudah terdapat dalam saluran pencernaan serta sangat berperan dalarn proses metabolisme, zat gizi, maka penggunaan mikrobia ini sebagai pengganti antibiotika akan dapat menghasilkan daging, telur dan susu yang bebas residu antiblotika dan obat-obatan sintetik lainnya. Para hadirin yang terhormat, pemberian mikrobia efektif akan menurunkan kadar lemak seperti kolesterol dan triullserida dalam daging broiler. Sebagai contoh penelitian tentang pemberian profuk fermentasi ekstrak ikan mackerel. Pemberian produk fermentasi ini sebesar 2% dari total pakan pada broiler mampu menurunkan kadar lemak karkas, dan kolesterol dagring broiler. Turunnya kolesterol daging, disebabkan oleh turunnya aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryi-CoA reductase di hati, suatu enzim pembatas dalam sintesis kolesterol. Jadi rendahnya kolesterol daging ini disebabkan oleh turunnya sintesis k-olesterol di hati. Sementara itu rendahnya kadar trigliserida dan lemak total daging broiler disebabkan oleh turunnya sintesis asam lemak di hati sebagai akibat turunnya aktivitas enzim malat dan citrate cleavage enzyme di hati. Pernberian produk ini juga meningkatkan kadar protein daging dengan asam amino yang seimbang serta menghasilkan daging broiler yang bebas residu antibiotic dan senyawa sintetik lainnya. Produk ini kaya akan polipeptida. Telah diketahui bahwa polipeptida seperti makrokortin dan khemotaktik menghambat aktivitas enzim fosfolipase A2 yang bekerja melepas asarn arakhidonat dari fosfolipid. Tampaknya peptide dalam produk im juga berperan dalam penurunan deposisi lemak dan sintesis kolesterol. 133
Para hadirin yang terhormat, produk fermentasi ikan mackerel ini juga berpotensi sebagai obat pencegah terjadinya atherosclerosis. Pernberian produk ini sebanyak 2% meningkatkan HDL-kolesterol (kolesterol baik) dan menurunkan konsentrasi LDL-kolesterol (kolesterol jahat) dalam darah. Para hadirin yang terhormat. pada penelitian lainnya, kami telah meneliti kultur Bacillus subtilis. Bacillus subtilis ini banyak terdapat dalarn produk seperti natto (tempe Jepang) dan terasi. Pernberian Bacillus subtilis pada ternak secara berkesinambungan akan menyebabkan inokulasi Bacillus subtilis dalam saluran pencernaan. Bacillus subtilis dapat tinggal dan melekat pada dinding saluran pencernaan dan meningkatkanjumlah Lactobacillus alami, dan kernudian akan menurunkan perturnbuhan mikrobia pathogen seperti Escherichia coli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kultur ini sebesar 1% menurunkan kadar lernak- total, trigliserida dan kolesterol dalam daging broiler. Penurunan kadar trigliserida tersebut disebabkan antara lain oleh penurunan sintesis asam lemak di hati. Penurunan kadar kolesterol daging dapat disebabkan oleh penurunan sintesis kolesterol dan atau peningkatan sintesis asarn empedu di hati. Sayangnya, kultur ini tidak mampu meningkatkan kadar protein daging broiler. Para hadirin terhormat, pemberian mikrobia efektif juga mampu memodifikasi kandungan asam lemak dalam daging. Suatu penelitian dimana kedelal difermentasi dengan Aspergillus membuktikan hal ini. Pemberian produk fermentasi ini mampu meningkatkan kadar protein dan abu serta menurunkan kadar lemak daging broiler. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Sujono menunjukkan bahwa broiler yang diberi dedak yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus menghasilkan daging dengan kadar asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) yang meningkat. Telah diketahui bahwa mengkonsumsi PUFA seperti DHA dan EPA dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif Selain itu, hasil penelitian di Laboratorium Petemakan, Fakultas Pertanian UNIB menunjukkan bahwa pemberian ragi tape mampu menurunkan kadar lemak pada broiler clan sapi Bali serta meningkatkan mutu daging. Kami juga telah mengembangkan produk kotoran ayam yang difermentasi oleh EM4 untuk pakan ayarn broiler. Hasilnya, produk fermentasi ini menghasilkan mutu daging broiler yang baik. Para -hadirin yang terhormat, begitu besar manfaat mikrobia efektif bagi kesehatan. Oleh sebab itu saya mengajak para hadirin “Mari kita, makan bakteri”. Tapi bukan sembarang bakteri! 134
Para hadirin terhormat, cara kedua yang telah saya teliti untuk menghasilkan meat designer adalah program pernbatasan pakan pada broiler. Pada clasarnya program pembatasan pakan merupakan program untuk memberikan pakan pada temak sesuai dengan kebutuhan hiclup pokoknya pada umur dan periode tertentu. Program ini didasarkan kepada asumsi bahwa pemberian pakan secara terus menerus merupakan
kondisi
buatan,
sedangkan
pembatasan
pakan
adalah
upaya
mengembalikan ternak pada kondisi alaminya. Para hadirin yang terhormat, kami telah meneliti program ini pada broiler dan telah menemukan program pembatasan pakan yang tepat untuk broiler umur potong 28, 42 clan 56 hari. Dengan program yang tepat, maka daging broiler yang dihasilkan berlemak (trigliserida dan kolesterol) yang rendah tanpa menurunkan berat badannya. Hasil penelitian pada broiler betina dimana broiler diberi pakan sebanyak 75%, 65%, 55% dan 45% ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa broiler yang dibatasi pakannya sebesar 45% ad libitum menghasilkan lemak karkas yang lebi-h rendah tanpa meningkatkan kadar protein. Sebaliknya pada broiler jantan, program ini justru meningkatkan kadar protein karkas dengan hanya sedikit menurunkan kadar lemaknya. Penurunan lemak karkas ini berkorelasi positif dengan kecenderungan penurunan aktivitas enzim fatty acid synthetase di hati. Penurunan ini dapat mengakibatkan turunnya sintesis asarn lemak dan trigliserida di hati dan pelepasannya di darah. Mekanisme ini merupakan salah satu penyebab, turunnya lemak karkas. Turunnya deposisi lernak juga disebabkan oleh turunnya, hyperplasia sel lemak, sehingga membatasi pertumbuhan sel lernak. Para hadirin yang terhormat, program pembatasan model tersebut lidak mampu menurankan kolesterol karkas. Oleh sebab itu karni kernudian memodifikasi program tersebut. Program skip-a-day feeding selarna 6 hari yang kernudian diikuti dengan pemberian pakan bebas berprotein tinggi marnpu menurunkan kadar kolesterol karkas. Selain itu, program tersebut j uga mampu meningkatkan kadar protein karkas. Para hadirin yang terhormat, namun program pembatasan pakan tersebut hanya berlaku bagi broiler untuk umur potong 56 hari. Masalahnya adalah di Indonesia broiler dipotong pada umur 42 hari. Berdasarkan masalah tersebut, kami kemudian melakukan modifikasi program tersebut. Untuk menghasilkan daging dengan renclah lemak tanpa menurunkan berat badan, broiler dapat diberi pakan sebanyak 75% ad libitum selama 3 hari dimulai umur 6 hari. 135
Para hadirin yang terhormat, program ini selain dapat menurunkan lemak (trigliserida dan kolesterol), program ini juga mampu meningkatkan rasa dan kadar mineral serta meningkatkan kekenyalan daging broiler. Rasa enak - seenak ayam. kampung-ini diduga disebabkan karena meningkatnya kadar kallum dan asam. glutamate dalarn daging. Diketahui bahwa senyawa aktif yang berperan dalarn rasa daging ayam adalah ion K, IMP dan asarn glutamate. Meningkatnya kekenyalan daging sangat disukai oleh konsumen Indonesia. Selain itu, meningkatnya kadar mineral daging juga sangat baik bagi konsumen karena dengan mengkonsumsi daging tersebut kebutuhan akan mineral clapat dipenuhi. Mekanisme naiknya kadar mineral diduga karena pembatasan pakan mampu meningkatkan pencernaan dan penyerapan mineral. Para hadirin yang terhormat, kami juga telah mengembangkan program pembatasan pakan untuk broiler umur potong 28 hari. Metode yang kami temukan adalah pertama-tama broiler diberi pakan hanya la untuk kebutuhan hiclup pokok se ma 6 hari dimulai umur 7 hari. Selanjutnya broiler diberi pakan berprotein plus berlernak tinggi secara bebas sampai umur 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan broiler normal, sementara terjadi penurunan yang drastic kadar kolesterol, trialiserida dan fibsfolipid pada karkas. Demikianlah, pembatasan pakan yang tepat ternyata sangat efektif untuk menghasilkan meat designer yang baik. Para hadirin yang terhormat, metode ketiga untuk menghasilkan meat designer adalah pemberian tumbuhan obat sebagai feed additive. Tumbuhan obat yano, secara intensif telah kami teliti adalah daun katuk. Para hadirin yang terhormat, daun katuk kaya akan provitarnin A (β-karotin) dan vitamin C. Suplementasi daun katuk dan ekstraknya akan meninckatkan kandungan β-karotin pada karkas. β-karotin selain memberi warna kuning pada karkas, ia juga berftingsi sebagai antioksidan. Di dalarn tubuh β-karotin dapat diubah menjadi vitamin A. Vitamin A ini sancyat penting terutama bagi kesehatan mata. β-karotin juga berftingsi sebagai penurun penimbunan lemak. Senyawa penting lain adalah PUFA, saponin, tannin dan metilpiroglutamat. Telah diketahui bahwa PUFA, saponin dan tannin merupakan senyawa aktif penurun lemak. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika pernberian daun katuk dan ekstraknya secara drastris menurunkan kadar lemak (trigliserida dan kolesterol) dalarn daging. Pernberian ekstrak daun katuk mampu
meningkatkan
kadar
PUFA
dalarn
daging.
Seiain
itu,
senyawa 136
metilpiroglutamat dalam saluran pencernaan dapat diubah menjadi asarn glutamate. Asam glutamate ini berperan dalarn sintesis asam amino lainnya dan merangsang sintesis protein dalam tubuh. Oleh sebab itu, pemberian daun katuk dan ekstraknya akan meningkatkan kadar protein dalam daging. Para hadirin yang terhormat, pemberian daun katuk dan ekstraknya ternyata mampu meningkatkan rasa daging dan menurunk-an bau amis daging. Senyawa aktif yang berperan bagi peningkatan rasa daging diduga metilpiroglutarnat. Metil piroglutarnat dapat diubah menjadi asain glutamate. Asam glutamate inilah yang merupakan senyawa aktif rasa pada. daging avam. Selain itu, senyawa aktif lain yang berperan bagi peningkatan rasa daging adalah kalium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk dan ekstraknya banyak mengandung mineral kalium. Para hadirin terhormat, selain daun katuk kami juga telah meneliti daunt u-chung, buah mengkudu dan daun keji beling. Tumbuhan obat tersebut di atas ternyata sangat efektif untuk menurunkan penimbunan lemak pada, ayam. Memang, penelitian yang intensif masih sangat diperlukan untuk mengembangkan tumbuhan obat tersebut sebagai feed additive pada ayam. Daun katuk dan ekstraknya juga mampu menurunkan konsentrasi LDL-kolesterol dan meningkatkan konsentrasi HDL-kofesterol dalarn darah, sehingga dapat disimpulkan bahwa daun katuk berpotensi mencegah penyakit atherosclerosis. Pemberian daun katuk dan ekstraknya juga mampu menurunkan kadar kolesterol dalam telur sebesar 40%. Para hadirin yang terhormat, sebagai selingan perlu saya sampaikan bahwa daun katuk berpotensi untuk meningkatkan daya seksual baik pada pria maupun wanita.
Menurut
Agik
Suprayogi
daun
katuk
mengandung
17-one,
3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha yang berfungsi sebagai precursor atau tahap antara dalam sintesis senyawa hormon steroid seperti progesterone, estradiol/estrogen, testosterone dan glukokortikoid. Hasil penelitian pada ayam juga menunjukkan bahwa pemberian daun katuk mampu meningkatkan konsentrasi hormone estradiol. Hormon-hormon steroid tersebut berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan kesuburan pada wanita dan pria, mempertahankan dan meningkatkan kernampuan seksual, serta menjaga tubuh agar tetap seksi. Akhir kata, kepada para hadirin perhatikan peribahasa dari Negeri Sakura “atatte kudakeyo”. Artinya, jangan pikirkan berhasil atau tidaknya suatu rencana, lakukan dulu dengan sungguh-sungguh. Niscaya berhasil. Kepada, para pernimpin simaklah peribahasa dari Negeri Matahari Terbit “baka to hasami wa tsukai you”. 137
Artinya, tempatkanlah seseorang itu pada tempat yang sesuai dengan kernampuan yang dimilikinya. Niscaya Negara menjadi aman, sentosa, dan makmur. Terakhir, kobo ni mo fude no ayamari-- tiada gading yang tak retaksaya mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan saya dalam menyarnpaikan pidato pemgukuhan ini.
Daftar Pustaka Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dengan GCMS. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 31-33. Bender, A. E. dan K. S. Ismail. 1975. Nutritive value and toxicity of Malaysian food, Sauropus albicans. Plant Food Man. 1: 139143. Chah, C. C., C. W. Carlson, G. Semeniuk, 1. S. Palmer dan C. W. Hesseltine. 1975. Growth-promoting effets of fermented soybean for broilers. Poultry Sci. 54: 600-609. Darise, M. dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 3738. Darise,
M. dan S. Wiryowida-do. 1997. Isolasi dan identifikasi kandungan kimia daun katuk asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 35-36.
Djojosoebagio, S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus (L.) Merr. Terhadap fungsi fisiologis dan produksi air susu. Makalah dalam Seminar Nasional Penggalian Sumber Alam Indonesia untuk Farmasi, Jakarta. Lai, R. S., A. A. Chiang, M. T. Wu, J. S. Wang, N. S. Lai, J. Y. Lu dan L. P. Ger. 1996. Outbreak of bronchiolitis obliterans associated with consumption of Sauropus androgynus in Taiwan. Lancet, 348: 83-85. Lui, T., J. Peng, Y. Xiong, S. Zhou dan X. Cheng. 2002. Effects of dietary glutamine and glutarnate supplementation on small intestinal structure, active absorption and DNA, RNA concentrations in skeletal muscle tissue of weaned piglets during d 28 to 42 days of age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 239-242. Santoso, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang rasional.
Bhratara
Karya Aksara, Jakarta.
138
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk. sebagai feed additive pada broiler. Poultry Indonesia, 242: 59-60. Santoso, U. 2000. Reduction of triglyceride content by early feed restriction in broiler chicks. Buletin Peternakan 24: 57-56. Santoso, U. 2000. Effect of sex on growth, body composition and fat deposition inb broiler strain Chunky. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (3): 51-56. Santoso, U. 2000. Effect of keji beling extract on growth and fat accumulation in broiler chickens. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2): 10-14. Santoso, U. 2000. Effect of fermented chub mackerel extract on
cholesterol
metabolism of rats. Seri Akta Agrosia 4 (2): 279282. Santoso, U. 200O.Pengaruh strain terhadap, aktivitas enzim lipogenik, kadar fraksi lipid dan komposisi kimia karkas pada broiler. Seri Akta Agrosia 4 (2): 282-284. Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of broiler chicks. B I P P, 7: 22-28. Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of broiler. B I P P, 7: 15-21. Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. B I P P, 7 (2): 162-169. Santoso, U. 2001. Effects of early feed restriction on growth, fat accumulation and meat composition in unsexed broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 1585-1591. Santoso, U. 2001. The usefulness of Sauropus androgyrius as feed supplement in broiler chickens. Poultry International. Santoso, U. 2001. Pengaruh pemberian pakan berprotein tinggi plus berlemak tinggi selama refeeding terhadap pertumbuhan dan akumulasi lemak pada broiler umur duapuluh delapan hani. Jurnal Peternakan dan Lingkungan, 7 (3):1-5. Santoso, U. 2001. Effects of early feed restriction and high-fat realimentation diet on growth and fat deposition in broiler chicks. Media Veteriner, (1): 18-22. Santoso, U. 2002. Aplikasi Teknologi Ekstrak Daun Katuk pada Broiler. Public Service. Bengkulu University, Bengkulu. Santoso, U. 2002. Effect of high-protein realimentation diet on lipid accumulation in broiler chicks. Buletin Peternakan, 26 (1): 8-12. 139
Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on breast and leg composition and serum lipid concentration in unsexed broiler chickens reared in cages. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 13191325. Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on the occurrence of compensatory growth, feed conversation efficiency and mortality in unsexed broiler chickens reared in cages. AsianAust. J. Anim. Sci. 15: 1475-1481. Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on internal or-gan and carcass weight of unsexed broilers. Jumal Pengembangan Peternakan Tropis, 27: 61-66. Santoso, U. 2002. Effect of early physical feed restriction on growth, serum lipid fraction and meat composition in unsexed broiler chickens. Majalah Ilmiah Peternak-an, 5 (3): 75-79. Santoso, U. 2002. Pengaruh produk fermentasi Bacillus subtilis terhadap fraksi lipid pada karkas broiler. Jurnal Pengembangan Petemakan Tropis, 27: 103-106.Santoso, U. 2002. Pengar-uh tipe kandang dan pembatasan pakan di awal pertumbuhan terhadap performans dan akumulasi lemak pada broiler unsexed. JITV 7 (2): 84-89. Santoso, U. 2003. Studi perbandingan karakteristik performans dan metabolisme lemak pada broiler yang dipelihara-pada musim panas dan musim gugur. JUrnal Pengembangan Peternakan Tropis, 28: 185-190. Santoso, U. 2003. The beneficial effect of early feed restriction on growth, body composition and fat accumulation in broiler chickens. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, 28 (1): 39-48. Santoso, U. 2003. Pengaruh tipe pembatasan pakan dan pemberian pakan berprotein berbeda selama refeeding terhadap akumulasi lemak pada broiler. Majalah Ilmiah Peternakan, 6: 51-55. Santoso, U. 2004. Perbaikan penampilan dan komposisi kirnia karkas broiler oleh pemberian kultur Bacillus subtilis selama refeeding. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, 29: 76-79. Santoso, U., M. Ishikawa dan-K. Tanaka. 2000. Effects of fermented, chub mackerel extract on lipid metabolism of rats fed a high-cholesterol diet. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 13: 516-520.
140
Santoso, U., M. Ishikawa and K. Tanaka. 200 1. Effect of fermented chub mackerel extract on lipid metabolism of rats fed diets without cholesterol. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 535-539. Santoso, U., D. Kurniati dan J. Setianto. 2004. Chemical composition change of layer feces fermented by effective microorganism (EM4). Majalah Ilmiah Petemakan (in press). Santoso, U., A. Rozal, F. Nengsih, J. Setianto and S. Kadarsih. 2004. The effect of fermented feces on growth, fat deposition and carcass quality in broiler chickens. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, 29: 27-32. Santoso, U., S. Ohtani, K. Tanaka dan M. Sakaida. 1999. Dried Bacillus subtilis culture reduced ammonia gas release in poultry house. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 12: 806-809. Santoso, U. dan Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 346-3 50. Santoso, U., J. Setianto, T. Suteky. 2004. Effect of Sauropus androgynus (katuk) extract on egg production and lipid metabolism in layers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. (in press). Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky. 2002. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah Lingkungan pada Ayam Petelur. Research Report, Bengkulu University, Bengkulu. Santoso, U., Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius (katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens. J I T V, 6: 220-226. Santoso, U dan K. Tanaka. 200 1. Effect of age on hepatic lipogenic enzyme activities and fat accumulation in broiler chicks. JITV, 6 (2): 89-93. Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1993. Effects of early skip day feeding on growth performance and body composition in broilers. Asian-Aust. J. Anim. Scl. 6: 451-461. Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1995. Early skip-a-day feeding of female broiler chicks fed high-protein realimentation diets. Performance and body composition. Poultry Sci. 74: 494-501.
141
Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1995. Effect of dried Bacillus subtilis culture on growth and lipogenic enzyme activity in female broiler chicks. Br. J. Nutr. 74: 52′ )-529. Santoso,
U., K. Tanaka, dan S. Ohtani. 1995. Does feed-restriction refeeding program improve growth characteristics and body composition in broiler chicks? Anim. Scl. Technol. 66: 7-15.
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani than M. Sakaida. 2001. Effect of fermented product from Bacilus subtilis on feed conversion efficiency, lipid accumulation and ammonia production in broiler chicks. Asian-Aus J. Anim. Sci. 14: 535-539 Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani dan B. S. Youn. 1993. Effects of early feed restriction on growth performance and body compositicn in broilers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6: 401-4 10. Santoso, U., T. Suteky, Heryanto dan Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas ayam pedaging. J I T V, 7: 143148. Sim, I S., W. D. Kitts dan D. B. Bragg. 1984. Effect of dietary saponin on egg cholesterol level and laying hen performance. Can. J. Anim. Sci. 64: 977-984. Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas a am local yang diberi tepung daun katuk dalam ransum. PPS IPB, Bogor. Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of Sauropus androgynus (L.) Merr.: Effects on milk production and the possibilities of induced pulmonary disorder in lactating sheep. George-August, Universitat Gottingen Institut fur Tierphysiologie und Tierernahrung. Tanaka, K., B. S. Youn, U. Santoso, S. Ohtani dan M. Sakaida. 1992. Effects of fermented products from chub mackerel extracts on growth and carcass compotion, hepatic lipogenesis and on contents of various lipid fractions in the liver and the thigh muscle of broiler. Anim. Sci. Technol. 63: 32-37.
142
Lampiran 6. Kumpulan Abstrak Hasil Riset Daun Katuk Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus (katuk) leaf meal supplementation U. Santoso and Sartini Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia Abstract: The present study was designed to evaluate the usefulness of Sauropus androgynus leaf (SAL) meal on reducing fat accumulation in broiler chickens. Eighty unsexed broiler chickens were allocated to four treatment groups with five replicates of four chickens each. SAL meal supplementation had no effect on body, leg, back, breast, wing, liver and heart weights, carcass protein, moisture and ash cotnets (P>0.05). Broiler fed diets supplemented with 30 g of SAL meal had lower feed intake with better feed conversion ratio (P<0.05) than did the control chickens. SAL supplementation at all levels significantly reduced fat accumulation in abdomen region, and liver (P<0.01), and in carcass (P<0.05). Higher SAL supplementation resulted in lower fat accumulation in the carcass (r2= 0.94; P<0.01), abdomen (r2=0.99; P<0.01) and liver (r2=0.98; P<0.01). The current study showed that a 30 g supplementation of SAL meal to the broiler diet (30 g SAL meal/kg diet) was effective to improve feed conversion ratio without reducing body weight. SAL meal supplementation to the diet reduced fat accumulation in broiler chickens (AsianAustralasian Journal of Animal Science, 2001, 14 (3): 346-350) Key words: Sauropus androgynus leaf meal, caracass fat, abdominal fat, broiler Effect of feeding methods of katuk (Sauropus androgynus) extract on performance and carcass quality of broiler chickens. U. Santoso, T. Suteky, Heryanto and Sunarti Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia ABSTRACT The present experiment was conducted to evaluate effect of feeding methods of katuk
143
extract on performance and carcass quality of broilers. Sixty 20-d-old male broilers were distributed to 5 treatment groups of 4 replicates with 3 birds each. One treatment group was fed basal diet without katuk extract (P0), whereas other treatment groups were fed basal diet plus 18 g katuk extract/kg diet (P1), basal diet plus 9 g katuk extract/l drinking water (P2), basal diet plus 9 g katuk extract/kg diet plus 4.5 g katuk extract/l drinking water (P3), and basal diet plus 4.5 katuk extract/kg diet plus 2.25 g katuk extract/l drinking water (P4). Experimental results showed that weight gain of P1 and P4 were significantly higher (P<0.05) than those of P0 and P2. Feed conversion ratio of P1 and P4 were significantly lower than those of P0 and P2 (P0.05), but the weight of intestine was significantly affected (P<0.05). Abdominal fat of P4 was significantly lower than that of P0, P1 and P2 (P<0.05). Cascass color of P4 was significantly better than that of P0, P1, P2 and P3 (P0.05). P4 had better meat color than P0, P1 and P2 (P0.05). In conclusion, in order to improve performance and carcass quality, broiler chickens could be given katuk extract through diet plus drinking water at level of 4.5 g/kg diet plus 2.25 g/l drinking water (Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 7 (3): 144-149. Key words: Katuk extract, performance, carcass quality, abdominal fat. Effect of Sauropus androgynus extract on egg quality and internal organ weight in layers U. Santoso Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia ABSTRACT The present research was conducted to evaluate the effect of Sauropus androgynus extract on egg quality and internal organ weight. Forty-eight layer aged 40 weeks (strain RIR) were distributed to 6 treatment groups as follows. One group was fed diet without Sauropus androgynus extract (SAE) (P0), and five groups were fed diet plus SAE-hot water at level of 9 g/kg (P1), diet plus SAE-ethanol at level of 0.9 g/kg (P2), diet plus SAE-ethanol at level of 1.8 g/kg (P3), diet plus SAE-methanol at level of 0.9 g/kg (P4), and diet plus SAE-methanol at level of 1.8 g/kg (P5). Experimental results showed that SAE supplementation had no effect on eggshell tickness, yolk index, yolk
144
colour index, albumen weight, smell and taste of eggs, number of Salmonella sp., toxicity percentage, internal organ weights (P<0.05), but they had effect on (P<0,05) number of Staphylococcus sp., egg weight, HU, yolk weight, eggshell weight and length of intestine. In conclusion, SAE supplementation was not effective to improve egg quality and had no toxicity. SAE-ethanol supplementation at level of 0.9 or 1.8 g/kg, and SAE-methanol at level of 0.9 g/kg was effective to reduce the number of Staphylococcus sp. To improve egg quality by SAE, the future research should be designed to use the level of SAE higher than the level applied in this experiment (Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 2 (1):…). Key words: Sauropus androgynus extract, egg quality, internal organ Effects of Sauropus androgynus (Katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens U. Santoso, E. Handayani and Suharyanto Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia Abstract A study was conducted to determine the effects of Sauropus androgynus leaf extract on growth, carcass quality and the number of fecal microorganisms in broiler chickens. Forty-eight male Arbor Acres broiler chickens (21-d-old) obtained from a commercial hatchery were used in the present study. Experiment consisted of four treatment groups with four pen replicates of three broilers allocated randomly to each dietary treatment from day 21-42 old. One group was the control with no additional Sauropus androgynus leaf extract (SAE) (P0), and other three groups were given drinking water supplemented with 1.5 g (P1), 3.0 g (P2) or 4.5 g SAE/l water (P3). The diet used was a commercial mix (crude protein: 19% and Metabolizable Energy 3.200 kcal/kg). Feed intake significantly reduced in P2 or P3 as compared with the control (P<0.05). A decrease in feed conversion ratio was observed in treatment groups as compared with the control (P<0.05). Abdominal fat, neck fat and liver fat content were significantly reduced by SAE (P<).05), while carcass fat content was not significantly different. Number of fecal Escherichia coli in P1 or P3 (P<0.01) and fecal Streptococcus sp. and Salmonella sp. were significantly (P<0.01) reduced by SAE supplementation as compared with the control, while fecal Bacillus subtilis in P2 145
and Lactobacillus sp. in P1 (P<0.01) were significantly higher as compared with other groups. SAE (P2 or P3) also significantly improved meat taste, shank color but lowered meat color (P<0.05) as compared with the control group. It was found that the number of fecal Streptococcus sp. was suitable to predict abdominal fat. In conclusion, the inclusion of SAE at 4.5 g/l drinking water resulted in the best performance and carcass quality (Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 6 (4): 220-226. Key words: Sauropus androgynus leaf extract, fat accumulation, broilers. Effect of Sauropus androgynus (katuk) Extract on Production, Nitrogen and Phosphor Contents, and Number of Colonized Microbia in Feces of Layers Urip Santoso Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia ABSTRACT The present study was conducted to evaluate effect of Sauropus androgynus extract (SAE) on feces production, nitrogen and phosphor contents and microflora in feces of layers. Forty eight 40-week days layers (strain RIR) were distributed to 6 treatment groups. One group was fed diet without SAE (P0), and groups were fed diets plus hotwater-SAE at level of 9 g/kg (P1), diets plus ethanol-SAE at level of 0,9 g/kg (P2), diets plus ethanol-SAE at level of 1,8 g/kg (P3), diets plus methanol-SAE at level of 0.9 g/kg (P4), and diets plus methanol-SAE at level of 1.8 g/kg (P5). Experimental results show that 9 g hot-water-SAE or 0.9 g SAE-methanol supplementation significantly reduced nitrogen content and production of faces. However, SAE inclusion had no effect on phosphor content of faeces (P<0,05). SAE inclusion significantly affected the number of Salmonella sp., Staphylococcus sp., Escherichia coli, Lactobacillus sp., Bacillus subtilis (P<0,05) and Streptococcus sp. (P<0,01). In conclusion, inclusion of ethanol-SAE at level of 1.8 g/kg diets was effective to reduce Salmonella sp and Escherichia coli in feces. Inclusion of 9 g hot-water-SAE or 0.9 g methanol-SAE was effective to reduce nitrogen production and content in feces (Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis). Key words: Sauropus androgynus extract, microbia, nitrogen, feces
146
Effect of Sauropus androgynus (Katuk) Extract on Egg Production and Lipid Metabolism in Layers U. Santoso
J. Setianto and T. Suteky
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia _____________________________________________________________________ _ ABSTRACT: The present study was conducted to evaluate effect of Sauropus androgynus extract (SAE) on egg production and lipid metabolism in layer chickens. Forty-eight layers aged 42 weeks (strain RIR) were distributed to 6 treatment groups as follows. One group was fed diet without SAE as the control (P0), and other five groups were fed diet plus hot water-extracted SAE at level of 9 g/kg diet (W9), diet plus ethanol extracted SAE at level of 0.9 g/kg diet (E0.9), diet plus ethanol extracted SAE at level of 1.8 g/kg (E1.8), diet plus methanol extracted SAE at level of 0.9 g/kg (M0.9), and diet plus methanol extracted SAE at level of 1.8 g/kg (M1.8). It was shown that SAE inclusion significantly increased egg production (p<0.05). Methanolextracted SAE groups had lower egg production than ethanol-extracted SAE group (p<0.05). SAE supplemented groups had better feed conversion efficiency than the unsupplemented group (p<0.05). It was shown that ethanol extracted SAE resulted in the lowest feed conversion efficiency among the SAE supplemented groups (p<0.05). SAE supplementation significantly reduced abdominal fat, gizzard surrounded fat, liver fat (p<0.05), serum triglyceride, total cholesterol, VLDL+LDL-c (p<0.01), atherogenic index (p<0.05), egg cholesterol and triglyceride (p<0.05), but it had no effect on mesenteric fat, sartorial fat and fatty liver
score. In conclusion, SAE
supplementation could increase egg production but reduced egg cholesterol (AsianAustralasian Journal of Animal Science, 2005, 18 (3): 364-369. Key Words: Egg Production, Sauropus androgynus, Cholesterol, Atherogenic Index Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat
147
Urip Santoso Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Abstract The aim of this research was to evaluate effect of Sauropus androgynus leaf extract (SAE) on organ weight, toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. Forty 20-day-old male chicks were divided into four treatment groups with five replicate each. Each replicate consisted of two male broilers. Complete randomized design was used in this experiment. One groups was fed basal diet + 0 g SAE, and other three groups were fed basal diet + 9 g/kg diet, basal diet + 13.5 g/kg diet, or basal diet + 18 g/kg diet. Basal diet contained 19% crude protein and ME 3.200 kcal/kg. It was shown that SAE supplementation did not significantly affect gizzard weight and spleen weight, but it significantly increased liver weight in broilers fed diet supplemented 13.5 g SAE/kg and toxicity (P<0.05), and significantly reduced heart weight in broilers fed diet supplemented 18 g SAE/kg. SAE significantly reduced the number of Salmonella sp and Escherichia coli of meat (P<0.05). In conclusion, 18 g supplementation of SAE to the diet resulted in lower heart weight with no toxicity observed, and resulted in met with lower contamination of pathogenic bacteria BIPP, 7 (2): 162-169 (2001). Key words: Sauropus androgynus extract, organ weight, toxicity, Salmonella sp., Escherichia coli Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of broiler U. Santoso Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Abstract The aim of this research was to evaluate effect of Sauropus androgynus leaf extract (SAE) on performance of broiler chicks. Forty 20-day-old male chicks were divided into four treatment groups with five replicate each. Each replicate consisted of two male broilers. Complete randomized design was used in this experiment. One groups
148
was fed basal diet + 0 g SAE, and other three groups were fed basal diet + 9 g/kg diet, basal diet + 13.5 g/kg diet, or basal diet + 18 g/kg diet. Basal diet contained 19% crude protein and ME 3.200 kcal/kg. It was shown that SAE supplementation did not significantly affect body weight and body weight gain, but it significantly reduced feed intake at all levels whereas feed conversion ratio was significantly reduced in broilers fed 18 g SAE. Income over feed cost was highest in broiler chicks received 18 g SAE. In conclusion, 18 g supplementation of SAE to the diet resulted in the best performance and income over feed cost BIPP, 7 (1): 15-21 (2001). Key words: Sauropus androgynus extract, performance, income over feed cost Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of broiler chicks Urip Santoso Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu Abstract The aim of this research was to evaluate effect of Sauropus androgynus leaf extract (SAE) on carcass quality of broiler chicks. Forty 20-day-old male chicks were divided into four treatment groups with five replicate each. Each replicate consisted of two male broilers. Complete randomized design was used in this experiment. One groups was fed basal diet + 0 g SAE, and other three groups were fed basal diet + 9 g/kg diet, basal diet + 13.5 g/kg diet, or basal diet + 18 g/kg diet. Basal diet contained 19% crude protein and ME 3.200 kcal/kg. It was shown that SAE supplementation did not significantly affect carcass percentage, meat bone ratio and cooking loss. SAE supplementation significantly reduced total fat accumulation as compared breast and thigh lesion score (P<0.05). 18 g SAE supplementation had lower total fat accumulation as compared to the control, 9 g or 13.5 g treatment group. 13.5 g or 18 g SAE supplementation had less smell and less color of meat than other groups (P<0.05). 18 g SAE supplementation had better taste of meat than the control group (P<0.05). In conclusion, 18 g supplementation of SAE to the diet resulted in the best carcass quality BIPP, 7 (1): 22-28 (2001). Key words: Sauropus androgynus extract, carcass quality, broiler
149
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN KATUK TERHADAP KUALITAS TELUR DAN BERAT ORGAN DALAM Urip Santoso Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu.
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak daun katuk terhadap kualitas telur. Empat puluh delapan ekor ayam petelur umur 40 minggu (strain RIR) didistribusikan menjadi 6 kelompok perlakuan sebagai berikut. Satu kelompok diberi ransum tanpa EDK (P0), dan lima kelompok lainnya diberi ransum plus EDK-air panas pada level 9 g/kg (P1), ransum plus EDK-etanol pada level 0,9 g/kg (P2), ransum plus EDK-etanol pada level 1,8 g/kg (P3), ransum plus EDKmetanol pada level 0.9 g/kg (P4), dan ransum plus EDK-metanol pada level 1.8 g/kg (P5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun katuk berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tebal kerabang, tinggi rongga udara, indeks kuning telur, indeks warna kuning telur, berat putih telur, bau dan rasa telur, jumlah Salmonella sp., pada kerabang telur, persentase toksisitas, berat organ dalam, tetapi berpengaruh secara nyata (P<0,05) terhadap Staphylococcus sp., berat telur, HU, berat kuning telur, berat kerabang telur dan panjang usus halus. Dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak katuk kurang efektif meningkatkan kualitas telur dan tidak bersifat toksit. Penambahan EDK-etanol sebesar 0,9 atau 1,8 g/kg, dan EDK-metanol sebesar 0,9 g/kg cukup efektif untuk menurunkan jumlah Staphylococcus sp pada kerabang telur. Untuk meningkatkan mutu telur melalui ekstrak daun katuk, maka perlu dilakukan penelitian penggunaan ekstrak tersebut di atas tingkat penambahan pada penelitian ini. (Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 2 (1): 5-10, 2007).
Kata kunci: Ekstrak katuk, kualitas telur, organ dalam
150
Lampiran 7. Mengenal Daun Katuk sebagai Feed Additive pada Broiler Oleh: Urip Santoso Dewasa ini paket teknologi pembuatan produk hewani yang murah dan bermutu tinggi sangat mendesak. Ada beberapa hal yang menjadi dasar alasan. Pertama, untuk meningkatkan tingkat gizi masyarakat Indonesia, maka produksi protein hewani harus lebih ditingkatkan mengingat target kebutuhan protein hewani asal ternak belum terpenuhi. Kedua, tingkat pendapatan masyarakat Indonesia rata-rata masih belum memenuhi standard hidup jika tingkat kebutuhan gizi dijadikan standard kebutuhan hidup untuk pangan. Oleh karena itu penurunan harga produk ternak menjadi sangat penting. Namun penurunan harga produk ternak ini diharapkan tidak menurunkan tingkat keuntungan peternak. Untuk itu, peningkatan efisiensi usaha menjadi hal yang sangat urgen. Selain itu, diketahui bahwa ternak lebih banyak menghasilkan lemak daripada protein sebagai akibat seleksi ternak berdasarkan pertambahan berat badan, sehingga tujuan peternakan sebagai penghasil protein belum tercapai. Untuk itu perlu adanya perubahan orientasi ke arah produktivitas protein daripada berat badan. Hal ini sangat relevan dengan tuntutan konsumen — terutama di perkotaan– terhadap kualitas produk ternak. Telah terbukti bahwa mengkonsumsi daging berlemak tinggi merupakan salah satu faktor predisposisi terkena penyakit degeneratif seperti atherosclerosis, kanker, kegemukan dan jantung koroner. Disamping itu, tingginya tingkat kontaminasi mikrobia dalam daging akan memperbesar tingginya resiko tertransfernya mikrobia berbahaya dari daging kr manusia seperti Salmonella sp. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dicari pemecahan untuk memproduksi daging yang aman, efisien dan menghasilkan warna, bau dan rasa yang dikehendaki oleh konsumen. Katuk Tanaman katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat yang mempunyai zat gizi tinggi, mengandung zat antibakteri, serta tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan mengandung beta-karotin sebagai zat aktif warna karkas.
151
Katuk sebagai sayuran mengandung zat gizi yang baik. Vitamin A dalam bentuk karotin terkandung sebanyak 10020 mikrogram, vitamin C 164 mg, mineral 334,5 mg, protein kasar 6,4%, dan energi 59 kalori dalam 100 g daun katuk. Menurut Djojosoebagio (1964) daun katuk mengandung 6,46% protein, 1,76% lemak, 2,18% serat kasar, 78,21% air dan 2,04% abu. Oomen et al. (1984) menyatakan bahwa dalam 100 g daun katuk terkandung bahan kering 19 g, kalori 58 kalori, protein 4,8 g, kapur 50 mg, besi 2,7 mg, karotin 6200 mikrogram, vitamin C 8,5 mg. Sartini (1996) pada tepung daun katuk tua mengandung kadar air 10,8%, bahan kering 89,18%, protein kasar 15,02%, lemak kasar 20,08%, serat kasar 31,19%, abu 12,71% dan BETN 10,18%. Perbedaan kandungan gizi yang ditemukan oleh para peneliti barangkali disebabkan oleh perbedaaan umur panen, lingkungan, dan varietas. Menurut Anonimus (1995) bahwa hasil ekstraksi yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI Bogor dan Fakultas Farmasi UNTAG dengan menggunakan 3 macam zat yakni heksana, eter dan etil asetat. Ekstraksi heksana menunjukkan beberapa senyawa alifatik, pada ekstraksi eter terdapat 3 senyawa utama yaitu monometil suksinat, asam benzoat dan asam fenil manolat dan 5 senyawa minor. Ekstraksi dengan etil eter, terdeteksi 3 senyawa utama yaitu cis-2-metil siklopentanol asetat, 2piridinon dan metil piroglutamat dan satu senyawa minor. Dinyatakan bahwa daun katuk mengandung alkaloid papaverin. Katuk juga mengandung saponin, flavonoid dan tanin. Manfaatnya pada broiler Hasil penelitian Santoso (1997a) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katuk sebesar 3% menurunkan akumulasi lemak dan menaikkan efisiensi pakan tanpa menurunkan berat badan. Hasil yang sama diperoleh dengan menggunakan ekstrak daun katuk pada pemberian 4,5 g/l air (Santoso, 1997b). Hasil penelitian Santoso et al. (1999) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg pakan ternyata mampu meningkatkan efisiensi pertumbuhan, menurunkan akumulasi lemak, meningkatkan rasa daging, menurunkan bau amis daging, serta mampu menekan jumlah Salmonella sp dan E. coli daging dengan tingkat keuntungan yang lebih baik daripada broiler yang tidak diberi ekstrak daun katuk.
152
Santoso (1997b) melaporkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk sebesar 4,5 g/l air mampu menurunkan akumulasi lemak perut serta jumlah Salmonella sp, E. coli, dan Streptococcus namun tidak menurunkan Lactobacillus sp dan Bacillus subtilis dalam feses broiler. Penurunan lemak dan Salmonella sp serta peningkatan efisiensi pertumbuhan mengikuti garis linier, sehingga diduga pada level yang lebih tinggi akan terjadi penurunan yang lebih besar. Selain itu, warna karkkas yang diberi daun katuk ternyata lebih kuning. Hal ini sangat wajar karena daun katuk kaya akan karoten. Ekstrak katuk mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Salmonella typhosa dan Escherichia coli. Khasiat tambahan pada ternak adalah bahwa daun katuk mampu menurunkan tekanan darah dan suhu tubuh pada kelinci. Namun, pada broiler ekstrak katuk tidak mampu menurunkan suhu rectal. Dikatakan bahwa daun katuk berkhasiat melancarkan ASI, obat demam, bisul dan borok. Namun hasil penelitian pada kelinci, daun katuk bersifat meningkatkan kontraksi usus dan uterus, sehingga daun katuk dapat menyebabkan keguguran. Pembuatan Ekstrak Katuk Cara membuat ekstrak katuk cukup mudah. Daun katuk segar dimasak dalam kuali tanah dengan perbandingan air dan daun katuk $:1. Daun katuk direbus selama 20 menit pada suhu 90oC. Setelah itu, hasil rebusan tersebut diperas onella typhosa dan Escherichia colidengan menggunakan kain kasa. Ampasnya kemudian diesktrak kembali sebanyak satu kali. Hasil perasan dikeringkan pada suhu 55-60oC sampai kering atau berbentuk pasta. Jika ekstrak dibuat kering maka ekstrak itu digiling halus dan siap digunakan. Agar lebih awet, tepung ekstrak disimpan dalam kantong plastic. Berdasarkan uraian tersebut, maka daun katuk dan ekstraknya dapat diberikan pada broiler sebagai feed additive untuk meningkatkan efisiensi dan mutu daging/karkas pada broiler. Sebagai rekomendasi ekstrak daun katuk dapat diberikan pada broiler sebanyak 18 g/kg ransum (Poultry Indonesia, 1999).
153