BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Nifas atau Puerperium Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Prawiharjo, 2009).Meskipun puerperium secara harafiah didefinisikan sebagai periode sejak mulai persalinan, selama dan segera sesudah melahirkan, hal tersebut kemudian ditambah dengan minggu-minggu berikutnya dimana alat reproduksi pulih kembali seperti keadaan tidak hamil.Pola perawatan lanjutan yang sampai sekarang dilaksanakan oleh sebagian besar pakar obstetrik, menyebabkan 6 minggu pertama setelah melahirkan, biasanya dianggap sebagai puerperium.Pada periode tersebut, alat reproduksi secara anatomik pulih kembali seperti keadaan waktu tidak hamil, dan termasuk pula perubahan struktur permanen dalam serviks, vagina, dan perineum yang trejadi sebagai akibat persalinan dan kelahiran. Selain itu, 6 minggu setelah melahirkan, atau tidak lama setelah itu, pada sebagian besar ibu yang tidak menyusukan anaknya akan terjadi lagi
“kerjasama
hipofise-ovarium”
(“pituitary-ovarian
synchrony”),
yang
memungkinkan terjadinya ovulasi (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). 2.1.1 Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi fundus uteri berada kurang lebih di pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi.Korpus uteri pada waktu itu terutama terdiri dari miometrium yang terdiri dilapisi oleh serosa dan lapisan desidua basalis.Dinding anterior dan
7
Universitas Sumatera Utara
posterior saling menepel dengan ketebalan 4-5 cm. uterus pada masa nifas tampak lebih pucat dibandingkan pada masa hamil berwarna ungu kemerahan.dua hari kemudian, besar uterus kurang lebih masih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat lagi diraba diatas simfisis. Berikut tabel perubahan uterus setelah melahirkan (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). Involusi
TFU
Berat Uterus
Setelah Setinggi 1000 gr plasenta lahir pusat 1 minggu Pertengahan 500 gr antara pusat dan simphisis 2 minggu Tak teraba 350 gr
6 minggu
Normal
60 gr
Diameter bekas Keadaan melekat Servik plasenta 12,5 cm Lembut/lunak 7,5 cm
Dapat dilalui dua jari 2 cm
5 cm
Dapat dimasuki satu jari 1 cm Menyempit
2,5 cm
Tabel 2.1 perubahan uterus setelah melahirkan Menurut Kenneth (2009) dalam Ikhtiarinawati dan Dwi (2013), proses penurunan TFU dikatakan cepat jika pada hari pertama nifas TFU >1 jari dibawah pusat dan pada hari ke-3 berada >3 jari dibawah pusat. Dikatakan normal jika pada hari pertama TFU 1 jari dibawah pusat, dan pada hari ke-3 TFU 3 jari dibawah pusat.Tapi dikatakan lambat jika pada hari ke-1 TFU berada <1 jari dibawah pusat, dan pada hari ke-3 TFU setinggi <3 jari dibawah pusat. Laju penurunan ketinggian fundus adalah sedikit lebih besar dari satu sentimeter (1/2 atau 1 jari) per hari.Pengamatan laju involusi ini sangat
Universitas Sumatera Utara
penting, dokter harus terus diinformasikan jika ditemukan perlambatan yang jelas, khususnya jika hal itu disertai penurunan lokea atau retensi bekuan darah.Pengukuran tinggi uterus sebaiknya dilakukan setelah kandung kemih dikosongkan, karena kandung kemih yang penuh meningkatkan ketinggian uterus (Reeder & Martin, 1997). Hal
ini
adalah
indikasi-indikasi
menunjukkan
involusi
tidak
berlangsung dengan baik, seperti ukuran uterus tidak mengecil secara progresif, kontraksi uterus tetap lemah (lunak), nyeri atau ketidaknyamanan pelvis menetap, perdarahan berat yang menetap (Reeder & Martin, 1997). Pada involusi plasenta, permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan
endometrium
baru
dibawah
permukaan
luka.Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka (Padila, 2014). Lokea adalah cairan secret
yang keluar pada postpartum.Ia
mengandung darah dari lokasi plasenta, partikel desidua nekrotik, dan mukus. Lokea normalnya memiliki bau seperti daging mirip cairan menstruasi.Ia dikenali dengan warna, jumlah, durasi, berperan dalam penyembuhan di lokasi plasenta. Kuantitas lokea berkurang secara drastis dan menjadi sedang dan kemudian berkurang. Lokea terberat selama satu hingga dua jam pertama paska persalinan. Awalnya, lokea adalah berwarna merah cerah, umumnya disebut lokia rubra (1 hingga 3 hari), dan ia dapat mengandung bekuan-bekuan
Universitas Sumatera Utara
darah kecil. Cairan vagina pucat dan menjadi merah muda hingga kecoklatan setelah 3 hari, dinamakan lokea serosa.Lokea serosa tidak mengandung bekuan darah. Dalam 10 hari postpartum, discharge vagina menjadi kuning hingga keputihan, dinamakan lokea alba. Lokea alba dapat berlangsung, ratarata, 3 minggu postpartum (Burroughs & Leifer, 2001). Kuantitas lokea bervariasi pada individu, namun umumnya lebih besar pada multipara. Seperti yang diperkirakan bahwa ketika ibu bangun dari tempat tidur untuk pertama kali dapat ditemukan peningkatan yang jelas dalam jumlah discharge (Reeder & Martin, 1997).Bau lochea normal adalah seperti bau darah menstruasi (amis) dan jumlah lochea normal 240 - 270 cc. hal penting yang perlu diingat bahwa semua daerah yang keluar pervaginam tidak selalu merupakan lochea. Hal lain yang merupakan sumber pendarahan pervaginam setelah melahirkan adalah adanya laserasi serviks atau adanya robekan pada vagina (Bobak, 2005). Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang
meregang
pada
waktu
partus
setelah
bayi
lahir
berangsur-
angsurmengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor.Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan (Padila, 2014). Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara.Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pelepasan plasenta.Selain itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin dimana keadaan ini membantu kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah plasenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesterone dan hormone laktogen plasenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas (Padila, 2014). Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi dan glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 postpartum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesterone dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi (Padila, 2014). Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yang baru saja melahirkan bayinya. Pada hari ke-3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau aerola mammae dipijat, keluarlah cairan putting dari putting susu. Hal yang mempengaruhi susunan
Universitas Sumatera Utara
air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu (Padila, 2014). 2.1.2 Kebutuhan Dasar Ibu Selama Masa Nifas 2.1.2.1 Nutrisidan Cairan Sesaat setelah melahirkan, setelah beberapa jam tanpa makanan dan cairan, ibu akan menunjukkan hasrat untuk makan. Kecuali ia telah mendapat anestesi umum atau sedang mual. Biasanya tidak ada kontraindikasi untuk memberikan asupan.Ibu pada umumnya menikmati diet normal (Reeder & Martin, 1997).Masalah diet pada masa nifas perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat memengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Saleha, 2009). Dua faktor yang di pikiran ketika mempertimbangkan diet ibu adalah menyediakan nutrisi umum bagi ibu dan menyediakan cukup untuk menyuplai kalori tambahan dan nutrisi yang dibutuhkan selama laktasi. Jika kebutuhan nutrisi ini disediakan, penyembuhan ibu akan lebih cepat, kekuatannya akan pulih lebih cepat, dan kualitas serta kuantitas ASI akan lebih baik. Ibu juga akan lebih resisten terhadap infeksi (Reeder & Martin, 1997). 2.1.2.2 Mobilisasi Dini Mobilisasi dini memiliki nilai pendukung kesehatan bagi ibu yang baru melahirkan.Dengan peningkatan latihan, sikulasi distimulasi sehingga menurunkan komplikasi trombopeblitis.Kemudian, fungsi kandung kemih dan
Universitas Sumatera Utara
pencernaan meningkat, oleh sebab itu menurunkan komplikasi kandung kemih untuk kateterisasi.Distensi abdomen dan konstipasi semakin jarang muncul (Reeder & Martin, 1997). Jika ibu yang telah dianestesi yang terhantar sampai pada duramater, ibu harus berada dalam posisi terlentang selama delapan jam pertama. Banyak dokter merasa bahwa mempertahankan posisi ibu datar di tempat tidur selama jam tersebut membantu mencegah timbulnya nyeri kepala postspinal, karena nyeri kepala ini disebabkan dan dipicu ketika posisi kepala ditinggikan. Nyeri kepala postspinal diduga disebabkan kebocoran cairan spinal melalui lubang tusukan di duramater dan akibat penurunan volume dan tekanan cairan serebrospinal.Untuk itu, mempertahankan posisi pasien terlentang setelah lubang tusukan ditutup dan menyuplai ibu untuk memakai cairan (untuk mempercepat pergantian cairan) dapat membantu mengatasi kondisi ini. Mayoritas ibu-ibu sehat didorong untuk bangkit dari tempat tidur dalam empat hingga delapan jam (Reeder & Martin, 1997). Saat pertama ibu bangkit dari tempat tidur, dia akan merasa pusing sebentar sebelum benar-benar bangkit. Kemudian biasanya dia dapat berjalan beberapa langkah dari tempat tidur dan duduk di tempat duduk untuk sesaat.Setelah berhasil melakukannya, ibu dapat meningkatkan aktivitas secara bertahap. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan seseorang untuk membantunya bangkit dari tempat tidur dan menemaninya ketika ia hendak ke kamar mandi. Perawat hendaknya tetap berada di samping ibu ketika berada di kamar mandi sehingga ia dapat secepatnya membantu jika ibu melemah atau
Universitas Sumatera Utara
kesakitan. Penting sekali bagi perawat untuk menjelaskan tujuan ambulasi dini pada ibu dan menolong mereka untuk belajar bagaimana mendapatkan kombinasi yang efektif dari duduk, berjalan dan berbaring di tempat tidur (Reeder & Martin, 1997). 2.1.3 Sectio Caeserea Sectio caesarea, atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (laparotomy) dan dinding uterus (histerectomi). Defenisi ini tidak termasuk melahirkan janin melalui rongga perut (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). 2.1.3.1 Indikasi Indikasi-indikasi sectio caesarea secara rinci terdapat di dalam bagian dimana dibicarakan komplikasi-komplikasi pada ibu atau janin yang memerlukan tindakan seksio sesarea. Secara umum, sectio caesarea dilaksanakan dalam keadaan dimana penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan janin, ibu atau keduanya, sedangkan kelahiran pervaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
2.1.3.2 Perawatan Post Sectio Caesarea Perawatan ibu sectio dalam pemberian obat yaitu pemberian Analgesia. Untuk wanita dengan ukuran sedang, diberikan meperidine 75 mg intramuskular tiap 3 jam apabila diperlukan untuk mengatasi rasa nyeri, atau dengan mor[hine 10 mg. Jika ibu kurus cukup meperidine 50 mg atau jika gemuk 100 mg. Ibu juga di evaluasi tanda-tanda vitalnya tiap jam selama
Universitas Sumatera Utara
paling sedikit 4 jam yang meliputi tekanan darah, nadi, produksi urine, jumlah perdarahan dan keadaan fundus uteri. Setiap kelainan harus dilaporkan.Setelah itu, untuk 24 jam pertama, pemerikaan tersebut dilakukan tiap 4 jam termasuk pula suhu badan (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). Jika terdapat kekurangan cairan ekstraseluler (diuretika, pantang garam, muntah, panas tinggi, partus lama tanpa pemberian cairan yang adekuat), pada puerperium ditandai dengan ekskresi cairan, yang tertimbun dan menjadi berlebihan selama kehamilan, sejak terjadinya kelahiran.Selain itu, pada seksio sesarea tidak terjadi penimbunan cairan dalam dinding atau lumen usus, kecuali jika dilakukan pemasangan kasa abdomen untuk menyingkirkan usus dari lapangan operasi atau terjadi peritonitis. Karena itu, pada wanita yang mengalami sectio caesarea jarang sekali terbentuk kompartemen cairan. Sebaliknya, wanita tersebut secara normal memulai operasi dengan trimester tiga yang didapat selama kehamilan, yaitu edema kehamilan fisiologis yang kemudian dimobilisasi dan diekskresi setelah kelahiran.Karena itu, cairan intravena yang diperlukan untuk penggantian cairan ekstraseluler selama dan setelah operasi tidak banyak. Umumnya, 3 lcairan termasuk larutan Ringer Laktat, cukup adekuat selama operasi dan 24 jam pertama setelah operasi. Tetapi jika urine dibawah 30 ml perjam, penderita harus segera dievaluasi ulang.Penyebab oliguria dapat meliputi mulai dari perdarahan yang tidak terduga sampai efek antidiuretik pemberian oksitosin.Jika tidak terdapat manipulasi intraabdominal yang berlebihan atau sepsis, ibu nifas umunya dapat menerima cairan peroral sehari setelah
Universitas Sumatera Utara
operasi.Bila belum, maka cairan intravena harus dilanjutkan.Pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar wanita telah dapat menerima diet biasa (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). Perawatan kandung kemih dan usus. Kateter pada umumnya dapat dilepas 12 jam setelah operasi. Kemampuan mengosongkan kandung kemih harus dipantau seperti pada kelahiran pervaginam sebelum terjadi distensi yang berlebihan.Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga.Rasa mulas akibat gas usus karena aktifitas usus yang tidak terkoordinasi dapat mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi. Pada umumnya, pemberian suppositoria per rektal akan diikuti degan defekasi, bila belum berhasil dilakukan dengan pemberian enema (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991). Pada sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah operasi, ibu nifas harus turun sebentar dari tempat tidur dengan dibantu, paling sedikit dua kali.Mobilisasi dapat diatur sedemikian rupa sehingga analgesia yang baru diberikan dapat mengurangi rasa sakit. Pada hari kedua setelah operasi, ibu nifas dapat berjalan kekamar mandi dengan bantuan. Dengan mobilsasi dini, thrombosis vena dan emboli paru jarang terjadi.Pada perawatan luka, harus diperiksa setiap hari.Biasanya, jahitan kulit (atau klips kulit) dilepas pada hari keempat setelah operasi.Pada hari ketiga, penderita dapat mandi tanpa membahayakan luka operasi (Pritchard, MacDonald & Gant, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Fisiologi Penyembuhan luka Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat luka mengenai fisiologi penyembuhan luka adalah setiap terdapat kejadian luka, baik luka yang tidak disengaja (misalnya luka kecelakaan lalu lintas atau luka tergores) maupun luka yang dibuat (misalnya luka episiotomy atau luka opersai caesar) tentu semuanya mengharapkan terjadinya kesembuhan luka.Penyembuhan luka merupakan suatu fenomena yang menakjubkan.Dalam hal ini, intervensi perawat dapat membantu proses penyembuhan luka dengan berusaha keras untuk merawat dan melindung proses biologis yang terjadi pada tingkat seluler.Proses-proses tersebut dipengaruhi oleh peristiwa fisiologis dan psikologis.Oleh karena itu dalam merawat luka, yang perlu dikaji bukan hanya pengkajian pada lukanya saja, tetapi juga pengkajian pada manusia seutuhnya.Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Oleh karena itu, penting bagi praktisi pemerhati perawatan luka untuk memiliki pengetahuan/pemahaman tentang proses fisiologis penyembuhan luka, dengan beberapa alasan seperti mengetahui/memahami fisiologi kulit bisa membantu memahami proses penyembuhan luka,mengetahui/memahami fisiologi penyembuhan luka, memungkinkan praktisi dapat mengenali kondisi luka yang abnormal, mengetahui/memahami kebutuhan proses penyembuhan luka tentang sejauh apa nutrisi yang tepat untuk diberikan pada pasien (Maryunani, 2014). Lama penyembuhan luka berdasarkan fase penyembuhan luka adalah fase inflamasi (berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4), fase proliferasi
Universitas Sumatera Utara
(berlangsung 3-24 hari), fase maturasi dimulai padaminggu ke-3 setelah perlukaan dan memerlukan waktu lebih dari 1 tahun (Perry & Potter, 2006). Selama Bedah Caesar, dokter akan membuat dua sayatan. Sayatan dapat vertikal keduanya, horisontal dua-duanya atau satu vertikal dan satu horisontal. Sayatan di perut dan rahim akan dijahit dengan benang yang dapat diserap tubuh. Jika mendapatkan bius spinal atau epidural, ada resiko nyeri kepala spinalis yang sangat kecil.Rasa nyeri di sayatan membuat pasien sangat terganggu pada awalnya. Tetapi akan menghilang perlahan dengan bantuan obat pereda nyeri. Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri, diantaranya luka setelah dilakukannya sectio caesarea. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi maupun emosional (Alimul Hidayat, 2006).Sectio cesarea dapat berpengaruh kepada ibu baik secara fisik maupun secara psikologis. Pada psikologis, akan berkaitan dengan pemahaman nyeri selama hamil dan melahirkan. Stres pada situasi ini menstimulasi sistem saraf simpatis untuk melepaskan neurotransmiter hormonal noradrenalin dan adrenalin.Nyeri dan kecemasan bekerja secara sinergis dan silindris yang saling memperburuk (Mary Billington, 2009). Pada fisik akan dilakukan pembedahan yang menimbulkan adanya trauma pada jaringan. Nyeri pasca bedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan akan mengganggu ibu dalam merawat bayi (Penny Simkin, P.T, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.1 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Beberapa faktor umum penyembuhan luka adalah gaya hidup dan mobilisasi.Nutrisi adalah aspek yang paling penting dalam pencegahan dan pengobatan pada luka.Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian nutrisi pada tubuh.Pasien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe dan Zn.Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan.Asupan nutrisi yang mempengaruhi penyembuhan lukaUntuk penyembuhan luka yang optimal diperlukan asupan protein, vitamin A dan C, tembaga, zinkum, dan zat besi yang adekuat, yang dikelompokkan sebagai berikut, Protein: terjadi peningkatan kebutuhan protein saat terjadinya luka,Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan untuk proses inflamasi, imun dan perkembangan jaringan granulasi. Protein yang utama disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen.Kekuatan kolagen menentukan kekuatan kulit luka seusai sembuh.Protein mensuplai asam amino yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi, tubuh harus mempunyai suplai protein sebanyak 100 gram per hari agar dapat menetralisir penyembuhan luka dengan baik.Kekurangan protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka, kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan menunda penyembuhan luka pasca bedah. Kadar serum albumin rendah akan menurunkan difusi oksigen dan membatasi kemampuan neutrofik untuk membunuh bakteri. Dalam kaitan ini, oksigen rendah pada tingkat kapiler membatasi proliferasi jaringan granulasi yang sehat (Maryunani, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Faktor lainnya adalah vitamin. Vitamin A diperlukan untuk sintesis epitelisasi, vitamin C diperlukan untuk sintesis kolagen dan integrase kapiler, vitamin-vitamin lainnya yang berperan adalah vitamin B dan K. Vitamin B: vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolic termasuk penyembuhan luka.Vitamin K: vitamin K juga berperan dalam penyembuhan luka. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu protein berupa asam glutamate (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat (gla).Gla disebut juga gla-protein.Gla protein dapat mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan darah.Ion
kalsium
berguna
untuk
mengaktifkan
faktor
pembekuan.Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan tidak aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka (operasi) (Maryunani, 2014). Mineral juga merupakan salah satu faktor dalam penyembuhan luka.Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi dan seng yang diuraikan sebagai berikut.Zinkum/Zinc/Seng/Zn: seng juga berperan dalam penyembuhan luka, dimana zinkum diperlukan untuk sintesis epitelisasi, sintesis kolagen dan intgrasi kapiler.Zat Besi/Fe: zat besi diperlukan untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh, juga diperlukan untuk pembentukan kolagen yang efektif. Defisiensi zat besi dapat melambatkan kecepatan epitelisasi dan menurunkan kekuatan luka dan kolagen.Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga defisiensi besi membuat penyembuhan luka tertunda (Maryunani, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Mobilisasi sangat penting dilakukan oleh ibu nifas post sectio.Tujuan mobilisasi dini post Sectio Caesaria, yaitu membantu proses penyembuhan ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah operasi Sectio Caesaria, mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi, menurut Potter dan Perry (2006), ada 3 faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain,Faktor Fisiologis: frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe penyakit, status kardiopulmonar, status musculoskeletal, pada tidur, nyeri, frekuensi aktivitas dan kelainan hasil laboratorium.Faktor Emosional:faktor emosional yang mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati (mood), depresi, cemas, motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri. Faktor Perkembangan: faktor perkembangan yang mempengaruhi mobilisasi adalah usia, jenis kelamin, kehamilan, perubahan massa otot karena perubahan perkembangan, perubahan sistem skeletal.Rentang gerak dalam mobilisasiterdapat tiga rentang gerak yaitu,rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.Rentang gerak aktif,hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya saat berbaring dan pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional,berguna untuk
Universitas Sumatera Utara
memperkuat otot – otot dan sendi dengan melakukan aktivitas yang diperlukan (Carpenito, 2000). Menurut Kasdu (2003), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap mobilisasi dini pada post Sectio Caesaria yaitu, tahap 1: setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca Sectio Caesaria harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Tahap 2: setelah 6-10 jam, ibu diharuskan dapat miring kiri dan kanan mencegah trombosis dan trombo emboli. Makan dan minum dibantu, mengangkat tangan, mengangkat kaki, menekuk lutut, dan menggeser badan. Tahap 3: setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk. Dapat mengangkat tangan setinggi mungkin, balik kekiri dan kekanan tanpa bantuan, latihan pernafasan serta makan dan minum tanpa dibantu. Tahap 4: setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan. Dapat berjalan kekamar mandi, melakukan aktivitas ringan, dan kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Indikator pemulihan post sectio caesaria dengan mobilisasi. Pada hari ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke rumah apabila tidak terjadi komplikasi.Perkembangan kesembuhan ibu Pasca Sectio Caesaria dapat dilihat dari hari kehari.Hari kedua setelah operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya di kamar mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya ibu baru akan buang air besar, dimana saat awal setelah persalinan ibu mengalami
Universitas Sumatera Utara
sembelit. Pada hari keempat lokia pada ibu pasca sectio caesarea normalnya 2 kali ganti doek/ hari, perubahan ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan ukuran yang normal. Pada hari kelima fundus uteri berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2003). Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi seperti, peningkatan suhu tubuh, Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari gejala infeksi adalah peningkatan suhu tubuh. Perdarahan yang abnormal,dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.Involusi uterus yang tidak baik, tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, 2007).
2.2 Kebiasaan Melakukan Pantangan 2.2.1 Kebiasaan Istilah habituasi atau kebiasaan sering digunakan di kalangan masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang sering dilakukan oleh seseorang. Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan atau perilaku berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Perilaku sehat
Universitas Sumatera Utara
adalah segala tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).Kebiasaan secara umumnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang di dalam kegiatannya sehari-hari. Apabila kita
menelusuri
tentang
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
kebiasaan/habituasi, kita dapati ada berbagai pendapat di kalangan masyarakat termasuk pendapat dari kalangan ahli, guru, maupun dari tokoh agama mengatakan bahwa kebiasaan seseorang itu dapat dipengaruhi melalui beberapa faktor seperti faktor lingkungan, keluarga, rekan-rekan seusia, kebutuhan dan sebagainya (Norazlan, 2011). Masyarakat juga sering membagikan kebiasaan kepada dua jenis kebiasaan berdasarkan akibat yang dapat terjadi dari kebiasaan seseorang, yaitu kebiasaan yang membawa kebaikan/manfaat dan kebiasaan yang dapat merugikan seseorang.Antara contoh kebiasaan yang merugikan adalah seperti kebiasaan merokok, kebiasaan meminum minuman keras, dan kebiasaankebiasaan lain yang dilakukan secara sadar dan berulang yang dapat mengancam kesehatan seseorang (Norazlan, 2011). 2.2.2 Pantangan Makanan Pantang makan adalah anjuran yang tidak diperbolehkan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI. Ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Baumali (2009), pantang atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan superpower yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan tersebut. Pada kenyataannya hukuman ini tidak selalu terjadi.Pantangan merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orangtua, terus ke generasi-generasi di bawahnya. Hal ini menyebabkan orang tidak tau lagi kapan suatu pantangan atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Seringkali nilai sosial ini tidak sesuai dengan nilai gizi makanan. Pantangan makanan adalah bahan masakan dan makanan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang bersifat budaya.Adat menantang yang diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang ditaati tidak terlalu faham atau yakin dari alasan melakukan pantang makanan, jenis pantangan (Jannah, 2013). Pantangan makanan pada masa nifas dapat menurunkan asupan gizi ibu yang akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu, pemulihan tenaga, penyembuhan luka dan produksi ASI bagi bayi. Hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, sayuran dan buahan yang mengandung vitamin dan mineral, protein hewani, protein nabatiserta banyak minum setiap hari (Suprabowo, 2006).Berpantang makanan dalam waktu lama dapat berakibat buruk terhadap kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
angka kesakitan ibu. Kecukupan zat gizi sangat bereperan dalam proses penyembuhan luka. Tahapan penyembuhan luka memerlukan protein sebagai dasar untuk pembentukan fibroblast dan terjadinya kolagen, disamping elemen-elemen lain yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka seperti vitamin C yang bereperan dalam proses kecepatan penyembuhan luka. Vitamin A berperan dalam pembentukan epitel dan system imunitas.Vitamin A dapat meningkatkan jumlah monosit, makrofag di lokasi luka, mengatur aktifitas kolagen dan meningkatkan reaksi tubuh pada fase inflamasi awal. Zat gizi lain yang bereperan yaitu vitamin E yang merupakan antioksidan lipopilik utama dan berperan dalam pemeliharaan membrane sel, menghambat terjadinya peradangan dan pembentukan kolagen yang berlebihan. Untuk ibu nifas yang berpantang makanan, kebutuhan nutrisi akan berkurang, ini akan mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka, yaitu mengakibatkan luka menjadi tidak sembuh dengan baik atau buruk. Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti kebiasaan melakukan berpantang makanan seperti yang telah dikatakan oleh orangtua, sehingga bisa juga menyebabkan proses kesembuhan luka menjadi krang baik, artinya sembuh sedang. Sedangkan ibu nifas dan nutrisinya sudah cukup maka proses penyembuhan luka akan lebih cepat dan sembuh dengan baik konsumsi nutrisi semakin baik penyembuhan luka karena makanan yang memenuhi syarat gizi dapat mempercepat penyembuhan luka (Manuaba, 2008). Menurut Ramona (2013) dalam Jannah (2013), kebiasaan pantang makan pada ibu nifas antara lain, tidak boleh makan ikan, telur dan daging
Universitas Sumatera Utara
supaya jahitan cepat sembuh.Pada ibu nifas, justru pemenuhan kebutuhan protein semakin meningkat untuk membantu penyembuhan luka baik pada dinding rahim maupun pada luka jalan lahir yang mengalami jahitan. Protein ini dibutuhkan sebagai zat pembangun yang cukup, maka ibu nifas akan mengalami keterlambatan penyembuhan bahkan berpotensi infeksi bila daya tahan tubuh kurang akibat pantang makanan bergizi. Protein juga diperlukan untuk pembentukan ASI. Ibu nifas sebaiknya mengkonsumsi minimal telur, tahu, tempe, dan daging atau ikan bila ada. Kecuali bila ibu nifas alergi dengan ikan laut tertentu atau alergi telur sejak sebelum hamil, maka sumber protein yang menyebabkan alergi tersebut dihindari.Bila memang alergi jenis protein tertentu misal ikan laut, ibu nifas boleh mencari ganti sumber protein dari daging ternak dan unggas juga dari protein nabati seperti kacangkacangan. Tidak boleh makan berkuah dan tidak boleh banyak minum air putih takut luka lama kering.Tubuh ibu nifas membutuhkan banyak cairan terutama mengganti cairan tubuh yang hilang baik saat mengalami perdarahan, keringat, untuk pembentukan ASI. Bila cairan tubuh ibu nifas tidak tercukupi, maka akan terjadi kekurangan cairan, mengalami panas dan produksi ASI sedikit. Sebaiknya ibu nifas minum air putih yang cukup kurang lebih 8 gelas sehari disertai dengan asupan susu maupun jus buah. Bila setiap selesai minum ibu nifas akan sering buang air kecil justru lebih baik. Tidak perlu khawatir jahitan pada daerah perineum (luka jahitan jalan lahir) akan basah dan tidak sembuh, justru sebaliknya. Semakin sering dibersihkan terutama dengan sabun dan air
Universitas Sumatera Utara
lalu dikeringkan setiap buang air kecil, maka jahitan akan segera pulih. Perawatan luka pada jalan lahir berbeda dengan pada bagian tubuh yang lain misalnya pada tangan. Luka dijalan lahir dijahit dengan benang khusus yang cukup kuat dan bagian dalam luka (otot) benangnya akan menyatu dengan tubuh sedangkan bagian luar (kulit) jahitan akan lepas sendiri lalu mengering. Jangan makan buah-buahan selama menyusui karena bayi bisa diare. Konsumsi buah sangat baik untuk menjaga kebugaran tubuh dan sama sekali tidak berpengaruh buruk terhadap mutu ASI. Jangan kuatir mengkonsumsi buah tidak menyebabkan diare pada bayi.Selain itu ibu nifas juga memerlukan asupan makana berserat seperti buah dan sayur mayur untuk memperlancar buang air besar. Pada ibu nifas kebutuhan serat sangat penting untuk membantu proses pencernaan, kadar vitamin dan air dalam buah juga sangat baik untuk menjaga kesehatan tubuh. Misalnya air jeruk, buah pisang dan pepaya.Sebaiknya ibu nifas selalu menyertakan menu buah setiap makan agar tidak mengalami sembelit. Tidak boleh makan terlalu banyak supaya tetap langsing.Pada ibu nifas, makanan bergizi dan porsi makan perlu ditingkatkan lebih baik dari sebelum kehamilan. Sumber karbohidrat, lemak, vitamin dan protein sangat dibutuhkan untuk proses pemulihan fisik ibu selama nifas dan melawan infeksi. Selain itu, berguna untuk pembentukan ASI agar berlangsung lancar. Langsing bukan diet ketat pascapersalinan, tetapi dengan melakukan senam nifas dan menyusui bayi secara ekslusif tanpa bantuan susu formula. Dengan
Universitas Sumatera Utara
cara demikian, pembakaran lemak pada tubuh akan berlangsung lebih baik dan ibu akan cepat ramping kembali seperti saat sebelum hamil. 2.2.3 Gangguan Mobilisasi Menurut Potter dan Perry (2006), ada 2 hal yang menyebabkan gangguan mobilisasi antara lain: Tirah Baring merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada ditempat tidur untuk tujuan terapeutik. Tirah Baring mempunyai pengertian yang berbeda-beda diantara perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya. Lamanya tirah baring tergantung penyakit dan status kesehatan klien sebelumnya.Tujuan tirah baring adalah mengurangi kebutuhan fisik dan kebutuhan oksigen untuk tumbuh, mengurangi nyeri, mengembalikan kekuatan dan memberikan kesempatan kepada klien yang lebih untuk istirahat tanpa gangguan. Imobilisasi
yang
menjadi
salah
satu
dalam
gangguan
mobilisasi.Gangguan Mobilisasi fisik (Imobilisasi) adalah suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Perubahan dalam tingkat imobilisasi fisik dapat mengakibatkan kontraksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggerakan alat bantu eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik. Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan.Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat
Universitas Sumatera Utara
imobilisasi yang dialami. Imobilisasi juga berpengaruh terhadap fisiologis (perubahan metabolik, sistem respiratori, kardiovaskuler, musculoskeletal, sistem integumen, perubahan eliminasi urine dan psikososial) (Potter dan Perry, 2006).
Universitas Sumatera Utara