BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sebuah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan informasi dengan referensi geografis [13]. Menurut Shunji Murai, Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Komponen utama SIG adalah sistem komputer, data geospatial dan pengguna. Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur untuk penyusunan pemasukan data, pengolahan, analisis, pemodelan, dan penayangan data geospatial. Setiap data yang merujuk lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis. Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya. Data SIG dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut [6]. SIG adalah suatu sistem untuk mendayagunakan dan menghasilgunakan; pengolahan dan analisis data spasial (keruangan) serta data non spasial (tabular),
dalam memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan, baik yang berorientasi ilmiah, komersil, pengelolaan maupun kebijaksanaan [10]. Berikut adalah beberapa keuntungan penggunaan SIG : 1. SIG mempunyai kemampuan
untuk memilih dan mencari detail
yang
diinginkan, menggabungkan satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya, melakukan perbaikan data dengan lebih cepat dan memodelkan data serta menganalisis suatu keputusan. 2. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik yang dapat digunakan untuk menampilan informasi-informasi tertentu. Peta-peta tematik tersebut dapat dibuat dari peta-peta yang sudah ada sebelumnya, hanya dengan memanipulasi atribut-atributnya. 3.
SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi menjadi beberapa layer data spasial. Dengan layer, permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali .
2.1.1 Sub-Sistem SIG Yuliadji [10], menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis pada dasarnya dapat dirinci menjadi tiga sub sistem yang saling terkait, yaitu : 1. Input Data (Data Input) Input data dalam SIG terdiri dari data grafis atau data spasial dan data atribut. Kumpulan data tersebut disebut database. Database tersebut meliputi data tentang posisinya di muka bumi dan data atribut dari kenampakan geografis yang disimpan dalam bentuk titik-titik, garis atau vektor, area dan piksel atau grid. Sumber database untuk SIG secara konvensional dibagi dalam tiga kategori : a. Data atribut atau informasi numerik, berasal dari data statistik, data sensus, catatan lapangan dan data tabuler lainnya. b. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas. c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari satelit (Landsat, SPOT, NOOA).
2. Pengelolaan Data (data management) Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara menambah, mengurangi atau memperbaharui. 3. Manipulasi dan Analisis Data (data manipulation and analysis) Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga dan dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi data. 4. Output Data Sub-sistem ini berfungsi menayangkan informasi dan hasil analisis data geografis secara kualitatif maupun kuantitatif atau
dapat berfungsi menampilkan atau
menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk soft copy maupun dalam bentuk hard copy, seperti tabel, grafik, peta arsip elektronik.
2.1.2 Representasi Grafis Suatu Objek Informasi grafis suatu objek dapat dimasukan dalam bentuk: titik, garis, polygon [8]. a.
Titik adalah representasi grafis yang paling sederhana untuk suatu objek. Tidak memiliki dimensi tetapi dapat diidentifikasikan di atas peta dan dapat ditampilkan pada layer monitor dengan menggunakan simbol-simbol. Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur bor:
Gambar 2.1 Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur bor
b. Garis adalah bentuk linier yang akan menghubungkan paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek-objek satu dimensi. Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan:
Gambar 2.2 Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan c. Poligon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi, seperti danau, bataspropinsi, batas kota, batas persil tanah, dll. Suatu poligon paling sedikit dibatasi oleh tigagaris yang saling terhubung diantara ketiga titik. Di dalam basis data, semua bentuk area duadimensi direpresentasikan oleh bentuk poligon.
Gambar 2.3 Contoh representasi objek poligon untuk data landuse
d. Objek Tiga Dimensi Setiap fenomena fisik memiliki lokasi di dalam ruang. Akibatnya, model data yang lengkap harus mencakup dimensi yang ketiga (ruang 3 dimensi). Hal ini berlaku untuk permukaan tanah, menara, sumur, bangunan, batas-batas, dll.
Gambar 2.4 Contoh representasi objek permukaan 3D
2.1.3
Model Data Spasial
Model dunia nyata dapat memudahkan manusia dalam studi area aplikasi yang dipilih dengan cara mereduksi sejumlah kompleksitas yang ada. Jika model dunia nyata ini akan digunakan, model ini harus diimplementasikan di dalam basis data. Bentuk representasi entity spasial adalah konsep vekor dan raster. Dengan demikian, data spasial direpresentasikan di dalam basisdata sebagai vektor atau raster [8]. a. Model Data Raster Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya dipermukaan bumi. Entity spasial raster di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh unsur spasial raster adalah citra satellite (Landsat, Ikonos), citra rada, dan sebagainya.
Gambar 2.5 Contoh data spasial model raster
b. Model Data Vektor Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis (kurva atau poligon) beserta atributnya. Bentuk dasar representasi data spasial dalam model data vector didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x,y). Garis atau kurva merupakan sekumpulan titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan luasan atau poligon disimpan sebagai sekumpulan daftar titik-titik dimana titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama.
Gambar 2.6 Contoh data spasial model vektor
2.1.4
Digitasi
Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data raster menjadi data vektor [1]. Dalam sistem informasi geografis dan pemetaan digital, data vektor banyak digunakan sebagai dasar analisis dan berbagai proses. Digitasi pada Arcview dilakukan pada dokumen view. Dalam pembentukan peta digital, data grafis harus disimpan di dalam sebuah shapefile (file .shp). Oleh karena itu, proses digitasi didahului dengan pembuatan sebuah shapefile kosong. Peta hasil digitasi selanjutnya dapat dugunakan dalam proses overlay.
2.1.5
Overlay
Overlay merupakan tumpang-susun antara dua peta yang menghasilkan satu unit peta analisis baru [1]. Overlay peta sering dilakukan bersamaan dengan proses skoring. Namun tidak setiap proses tumpang-susun peta selalu menggunakan skoring. Dalam beberapa hal, overlay juga dilakukan antara suatu peta dengan citra satelit atau foto udara. Overlay digunakan sebagai pemadu berbagai indikator yang berasal dari peta tematik hingga menjadi satu peta analisis. Peta analisis ini pada akhirnya digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan untuk suatu kasus.
+
=
Gambar 2.7 Contoh proses overlay
2.2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970-an. AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria [9]. AHP dikembangkan
pada
musim
semi
1970
dalam
menghadapi
masalah
perencanaan militer Amerika Serikat untuk menghadapi berbagai pilihan (contingency planning). Kemudian diaplikasikan dalam pengembangan rencana transportasi di Sudan. Kemudian pengunaan AHP semakin meluas ke pemerintahan dan perusahaan di berbagai negara di dunia. Metode AHP diimplementasikan di berbagai instansi pemerintah termasuk Departemen Pertahanan AS dan Departemen Energi AS. Pada dasarnya, proses pengambilan keputusan adalah memilih suatu alternatif. AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Metode AHP merupakan suatu teori umum tentang suatu konsep pengukuran. Metode ini digunakan untuk menemukan suatu skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandinganperbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia akan prioritas antara satu elemen dengan elemen yang lainnya. Keberadaan hirarki memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur dalam sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hirarki. Beberapa kelebihan penggunaan metode AHP adalah sebagai berikut (Suryadi dan Ramdhani): 1. Struktur yang berbentuk hirarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi
inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan
daya
tahan
atau
ketahanan
keluaran
analisis
sensitivitas pembuat keputusan. Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap
elemen
dalam
hirarki.
Jadi metode AHP merupakan
suatu
bentuk
pemodelan pembuatan keputusan yang sangat komprehensif. Terdapat 4 aksiomaaksioma yang terkandung dalam model AHP: 1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x. 2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru. 3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya. 4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
2.2.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode AHP Pada dasarnya terdapat beberapa langkah
yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani 1998): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat
struktur
dilanjutkan dengan
hirarki
yang
diawali
subtujuan-subtujuan,
dengan
kriteria
tujuan
dan
umum
kemungkinan
alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan
perbandingan
berpasangan
sehingga
diperoleh
nilai
judgment seluruhnya yaitu sebanyak n x [ (n-1)/2 ] buah dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. 5. Menghitung nilai lamda max dan menguji konsistensinya
jika tidak
konsisten maka pengambilan data diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilai lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki. 2.2.2 Prinsip Dasar AHP Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah: 1. Membuat Hirarki Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen elemen pendukung, menyusun elemen secara hirarki, dan menggabungkannya atau mensistesisnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.8.
Penentuan Wilayah
Wilayah Pemukiman
Kriteria 1
Kriteria 2
Wilayah 1
Wilayah 2
…
Kriteria n
…
Wilayah n
Wilayah Industri
Kriteria 1
Kriteria 2
…
Kriteria n
Wilayah 1
Wilayah 2
…
Wilayah n
Gambar 2.8 Struktur Hirarki AHP
2. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty [9], untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intesitas Kepentingan 1 3 5 7
Keterangan Kedua elemen sama pentingnya. Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang lainnya.
9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya.
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan
Kebalikan
aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.
Pengisian nilai
tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan
kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1
A2
A3
1
A1
1
A2
1
A3
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. Pengujian konsistensi dilakukan terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.3 Random Index Urutan 1 2 Matriks (RI) 0.00 0.01
3
4
5
0.58
0.90
1.12
6
7
8
1.24 1.32 1.41
9
10
1.45
1.49
3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas) Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa menghasilkan
disesuaikan bobot
dan
dengan
judgement
prioritas.
Bobot
yang atau
telah
ditentukan
untuk
dihitung
dengan
prioritas
manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4. Logical Consistency (Konsistensi Logis) Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
2.3 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis pengetahuan (manajemen pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi perusahaan,atau lembaga pendidikan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah yang spesifik. Menurut Kusrini [3], Sistem Pendukung keputusan dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saatsaat yang tidak biasa. 2.3.1 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan Dari pengertian Sistem Pendukung Keputusan maka dapat ditentukan karakteristik antara lain : 1. Mendukung
proses
pengambilan
keputusan,
menitik
beratkan
pada
management by perception. 2.
Adanya tatap muka manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kendali proses pengambilan keputusan.
3.
Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur dan tak struktur.
4.
Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.
5.
Memiliki subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item.
6.
Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen.
2.3.2
Komponen Sistem Pendukung Keputusan
a. Subsistem Manajemen Basis Data Subsistem data merupakan bagian yang menyelediakan data – data yang dibutuhkan oleh Data Base Management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data – data yang merupakan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan. Kemampuan subsistem data yang diperlukan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan, antara lain : a.
Mampu mengkombinasikan sumber – sumber data yang relevan melalui proses ekstraksi data.
b.
Mampu menambah dan menghapus secara cepat dan mudah.
c.
Mampu menangani data personal dan non personal, sehingga user dapat bereksperimen dengan berbagai alternatif keputusan.
d.
Mampu mengolah data yang bervariasi dengan fungsi manajemen data yang luas.
b. Subsistem Manajemen Model Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan alternatif solusi. Intergrasi model – model dalam Sistem Informasi Manajemen yang
berdasarkan integrasi data – data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan. Kemampuan subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan antara lain : 1.
Mampu menciptakan model – model baru dengan cepat dan mudah
2.
Mampu mengkatalogkan dan mengelola model untuk mendukung semua tingkat pemakai
3.
Mampu menghubungkan model – model dengan basis data melalui hubungan yang sesuai
4.
Mampu mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dengan database manajemen
c. Subsistem Dialog Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme kontrol selama proses analisa dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak merupakan komponen – komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga, antara lain : 1.
Bahasa Aksi (The Action Language) Merupakan tindakan – tindakan yang dilakukan user dalam usaha untuk membangun komunikasi dengan sistem. Tindakan yang dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem tersebut tergantung rancangan sistem yang ada.
2.
Bahasa Tampilan (The Display or Presentation Langauage) Merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan – tampilan akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap masukan – masukan yang telah dilakukan.
3.
Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language) Meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap permasalahan yang dihadapi dilakukan diluar sistem, sebelum user menggunakan sistem untuk mengambil keputusan.
2.4 Wilayah Industri dan Pemukiman 2.4.1 Wilayah Industri Wilayah industri merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
yang
ditetapkan
oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan [12]. Karakteristik dan kesesuaian lahan untuk wilayah industri berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007 adalah sebgai berikut:
a. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan digunakan untuk melihat daya dukung lahan yaitu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sumber daya lahan untuk suatu penggunaan tertentu,
seperti
lokasi
industri. Lahan yang dimaksud adalah
lahan kering yang tidak berada di wilayah yang sudah eksisting pemukiman atau yang sudah padat penduduk.
b. Geologi Geologi yang dimaksud adalah jenis tanah yang ada di kota Medan. Karakteristik tanah yang cocok untuk kawasan industri
adalah
bertekstur sedang sampai
kasar (Marin, Aluvial).
c. Hidrologi Hidrologi yang dimaksud adalah ketersediaan air di kota Medan. Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi memberikan kemudahan dalam penyediaan air untuk industri, karena air sangat diperlukan untuk proses rangkaian kegiatan industri. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PAM. d. Aksesibilitas Aksesbilitas yang dimaksud adalah jalur transportasi yang terdapat di kota Medan. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut tol,
jenisnya, yaitu
jalan
jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan
secara manual.
e. Topografi Topografi
juga berpengaruh penting
industri. Semakin
tinggi
lokasi
terhadap kelancaran proses kegiatan yang
akan
digunakan
semakin
menghambat aktivitas industri. Ketinggian tempat menggunakan kriteria yaitu wilayah tersebut mempunyai ketinggian di bawah 100 meter dpl.
2.4.2 Wilayah Pemukiman Wilayah pemukiman merupakan kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi kehidupan [12]. Karakteristik dan kesesuaian lahan untuk wilayah pemukiman berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007 adalah sebgai berikut:
a. Hidrologi Hidrologi yang dimaksud adalah ketersediaan air di kota Medan. Wilayah yang mempunyai ketersediaan air tinggi memberikan kemudahan dalam penyediaan
air untuk warga, karena air sangat diperlukan untuk proses kehidupan manusia. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PDAM.
b. Aksesibilitas Aksesbilitas yang dimaksud adalah jalur transportasi yang terdapat di kota Medan. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol,
jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan
secara manual.
c. Sarana Umum Sarana umum untuk wilayah pemukiman mencakup sarana kesehatan, perniagaan, dan pendidikan.
d. Topografi Topografi
juga berpengaruh penting
industri. Ketinggian
terhadap kelancaran proses kegiatan
tempat menggunakan
kriteria yaitu wilayah tersebut
mempunyai ketinggian di bawah 100 meter dpl.
2.4.3 Persamaan Antara Kriteria Wilayah Industri dengan Pemukiman Berdasarkan kriteria di atas, terdapat beberapa persamaan kriteria antara wilayah industri dan pemukiman, yaitu:
a. Hidrologi Untuk kriteria hidrologi, wilayah industri dan pemukiman sangat memerlukan pasokan air demi berjalannya kegiatan industri dan proses kehidupan manusia. Ketersediaan air ini dapat berupa air sungai atau air PDAM.
b. Aksesibilitas Wilayah industri dan pemukiman sangat memerlukan aksesbilitas yang memadai bagi kelancaran kegiatan di wilayah industri maupun untuk pemukiman. Dalam penelitian ini jalan dibedakan menurut jenisnya, yaitu jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan local, dan rel kereta api yang ditentukan secara manual.
c. Topografi Untuk wilayah industri dan pemukiman, ketinggian tempat yang dapat digunakan adalah dibawah 100 meter dpl. Untuk kota Medan, rata-rata ketinggian wilayah berada dibawah 100 meter dpl.