BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Pengertian Judul laporan tugas akhir yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut: •
Sistem pemanenan air hujan atau rainwater harvesting
adalah suatu cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan rendah. (Budi Harsoyo, 2010: 33-34). •
Rumah Susun Umum Sewa
adalah hunian susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang disewakan. (Perda DKI Jakarta No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi). Berdasarkan terminologi di atas, judul laporan tugas akhir “Sistem Pemanenan Air Hujan pada Rumah Susun Umum Sewa di Jakarta Timur” ini memiliki arti sebagai berikut: perencanaan penggunaan sistem untuk mengumpulkan atau menampung air hujan saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu air hujan rendah yang diterapkan pada hunian susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang disewakan, yaitu Rumah Susun Sewa Cakung Barat, Jakarta Timur. 2.2. Tinjauan Umum 2.2.1. Karakteristik Rusun Berdasarkan peraturan pemerintah UU No 20 Tahun 2011, karakteristik rumah susun di Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut: •
Satuan rumah susun - Mempunyai ukuran standar minimum 18m2, lebar muka minimal 3 meter. - Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain (ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama. - Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin kelancaran dan kemudahan, sistem penyediaan daya listrik yang cukup, serta sistem pemompaan air. - Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang tebuka. 9
10 - Berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Bab 2 Paragraf 2 Pasal 5, disebutkan bahwa standar luasan lantai untuk tempat tinggal layak huni minimal 7,2 m2 per anggota keluarga. •
Benda bersama Benda bersama dapat berupa prasarana lingkungna dan fasilitas lingkungan.
•
Bagian bersama Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur dan kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
•
Prasarana lingkungan Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran, listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya.
•
Fasilitas lingkungan Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan dan perbelanjaan, lapangan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, pelayanan umum, serta taman.
2.2.2. Klasifikasi Rumah Susun Menurut Perda DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang bangunan gedung pasal 10 ayat 6, gedung bertingkat dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat ketinggian lantai, yaitu: •
Bangunan bertingkat rendah (Low Rise Building): memiliki jumlah lantai sampai dengan 4 lantai.
•
Bangunan bertingkat sedang (Medium Rise Building): memiliki jumlah lantai 5-8 lantai.
•
Bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building): memiliki jumlah lantai lebih dari 8 lantai.
2.2.3. Kriteria Perancangan Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2007, kriteria perancangan rumah susun terdiri dari: Kriteria Umum
11 Penyelenggaraan rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi kriteria umum perencanaan sebagai berikut: •
Bangunan rumah rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan fungsional, andal, efisien, terjangkau, sederhana namun dapat mendukung peningkatan kualitas lingkungan di sekitarnya dan peningkatan produktivitas kerja.
•
Kreativitas desain hendaknya tidak ditekankan kepada kemewahan material, tetapi pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungsi teknik dan fungsi sosial bangunan, dan mampu mencerminkan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.
•
Biaya operasi dan pemeliharaan bangunan gedung sepanjang umurnya diusahakan serendah mungkin.
•
Desain bangunan rusuna bertingkat tinggi dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat dilaksanakan dalam waktu yang pendek dan dapat dimanfaatkan secepatnya.
•
Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus diselenggarakan oleh pengembang atau penyedia jasa konstruksi yang memiliki Surat Keterangan Ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kriteria Khusus •
Rusuna bertingkat tinggi yang direncanakan harus mempertimbangkan identitas setempat pada wujud arsitektur bangunan tersebut.
•
Masa bangunan sebaiknya simetri ganda, rasio panjang lebar (L/B) < 3, hindari bentuk denah yang mengakibatkan puntiran pada bangunan.
•
Jika terpaksa denah terlalu panjang atau tidak simetris: pasang dilatasi bila dianggap perlu.
•
Lantai Dasar dipergunakan untuk fasos, fasek dan fasum, antara lain : Ruang Unit Usaha, Ruang Pengelola, Ruang Bersama, Ruang Penitipan Anak, Ruang Mekanikal-Elektrikal, Prasarana dan Sarana lainnya, antara lain Tempat Penampungan Sampah/Kotoran
•
Lantai satu dan lantai berikutnya diperuntukan sebagai hunian yang 1 (satu) Unit Huniannya terdiri atas: 1 (satu) Ruang Duduk/Keluarga, 2 (dua) Ruang Tidur, 1 (satu) KM/WC, dan Ruang Service (Dapur dan Cuci) dengan total luas per unit adalah 30 m2.
12 •
Luas sirkulasi, utilitas, dan ruang-ruang bersama maksimum 30% dari total luas lantai bangunan.
•
Denah unit rusuna bertingkat tinggi harus fungsional, efisien dengan sedapat mungkin tidak menggunakan balok anak, dan memenuhi persyaratan penghawaan dan pencahayaan.
•
Struktur utama bangunan termasuk komponen penahan gempa (dinding geser atau rangka perimetral) harus kokoh, stabil, dan efisien terhadap beban gempa.
•
Setiap 3 (tiga) lantai bangunan rusuna bertingkat tinggi harus disediakan ruang bersama yang dapat berfungsi sebagai fasilitas bersosialisasi antar penghuni.
•
Sistem konstruksi rusuna bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi kualitas, kecepatan dan ekonomis (seperti sistem formwork dan sistem pracetak) dibanding sistem konvensional.
•
Dinding luar rusuna bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak sedangkan dinding pembatas antar unit/sarusun menggunakan beton ringan, sehingga beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya pembangunan.
•
Lebar dan tinggi anak tangga harus diperhitungkan untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan, dengan lebar tangga minimal 110 cm.
•
Railling/pegangan rambat balkon dan selasar harus mempertimbangkan faktor privasi dan keselamatan dengan memperhatikan estetika sehingga tidak menimbulkan kesan masif/kaku, dilengkapi dengan balustrade dan railing.
•
Penutup lantai tangga dan selasar menggunakan keramik, sedangkan penutup lantai unit hunian menggunakan plester dan acian tanpa keramik kecuali KM/WC.
•
Penutup dinding KM/WC menggunakan pasangan keramik dengan tinggi maksimum adalah 1.80 meter dari level lantai.
•
Penutup meja dapur dan dinding meja dapur menggunakan keramik. Tinggi maksimum pasangan keramik dinding meja dapur adalah 0.60 meter dari level meja dapur.
•
Elevasi KM/WC dinaikkan terhadap elevasi ruang unit hunian, hal ini berkaitan dengan mekanikal-elektrikal untuk menghindari sparing air bekas dan kotor menembus pelat lantai.
•
Material kusen pintu dan jendela menggunakan bahan alumunium ukuran 3x7 cm, kusen harus tahan bocor dan diperhitungkan agar tahan terhadap tekanan
13 angin. Pemasangan kusen mengacu pada sisi dinding luar, khusus untuk kusen yang terkena langsung air hujan harus ditambahkan detail mengenai penggunaan sealant. •
Plafond memanfaatkan struktur pelat lantai tanpa penutup (exposed).
•
Seluruh instalasi utilitas harus melalui shaft, perencanaan shaft harus memperhitungkan estetika dan kemudahan perawatan.
•
Ruang-ruang mekanikal dan elektrikal harus dirancang secara terintegrasi dan efisien, dengan sistem yang dibuat seefektif mungkin (misalnya: sistem plumbing dibuat dengan sistem positive suction untuk menjamin efektivitas sistem).
•
Penggunaan lift direncanakan untuk lantai 6 keatas, bila diperlukan dapat digunakan sistem pemberhentian lift di lantai genap/ganjil.
2.2.4. Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, dibuatlah ketentuan sebagai berikut: a.
Persyaratan Penampilan Bangunan Gedung 1. Bentuk denah bangunan gedung rusuna bertingkat tinggi sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. 2. Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, atau panjang lebih dari 50 m, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau delatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah. 3. Denah bangunan gedung berbentuk simetris (bujursangkar, segibanyak, atau lingkaran) lebih baik daripada denah bangunan yang berbentuk memanjang dalam mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa. 4. Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang ringan untuk mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.
b.
Perancangan Ruang Dalam 1. Bangunan rusuna bertingkat tinggi sekurang-kurangnya memiliki ruangruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan pribadi, kegiatan keluarga/ bersama dan kegiatan pelayanan
14 2. Satuan Rumah Susun sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan dapur, kamar mandi dan kakus/WC c.
Persyaratan Tapak Besmen Terhadap Lingkungan 1. Kebutuhan besmen dan besaran koefisien tapak besmen (KTB) ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan daerah setempat. 2. Untuk keperluan penyediaan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP) yang memadai, lantai besmen pertama (B-1) tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap besmen kedua (B-2) yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman.
d.
Sirkulasi dan Fasilitas Parkir 1. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah, jelas dan terintegrasi dengan sarana transportasi baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. 2. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki termasuk penyandang cacat dan lanjut usia. 3. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya. 4. Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, ramburambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika. 5. Setiap bangunan rusun bertingkat tinggi diwajibkan menyediakan area parkir dengan rasio 1 (satu) lot parkir kendaraan roda 4 untuk setiap 5 (lima) unit hunian yang dibangun. 6. Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan. 7. Perletakan Prasarana parkir bangunan rusuna bertingkat tinggi tidak diperbolehkan mengganggu kelancaran lalu lintas, atau mengganggu lingkungan di sekitarnya.
e.
Pertandaan (Signage)
15 1. Penempatan pertandaan (signage), termasuk papan iklan/reklame, harus membantu orientasi tetapi tidak mengganggu karakter lingkungan yang ingin diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada bangunan, kaveling, pagar, atau ruang publik. 2. Untuk
penataan
bangunan
dan
lingkungan
yang
baik
untuk
lingkungan/kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat mengatur pembatasanpembatasan ukuran, bahan, motif, dan lokasi dari signage. f.
Pencahayaan Ruang Luar Bangunan Gedung 1. Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan memperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur bangunan. 2. Pencahayaan
yang dihasilkan
harus memenuhi keserasian
dengan
pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan dari jalan umum. 3. Pencahayaan yang dihasilkan dengan telah menghindari penerangan ruang luar yang berlebihan, silau, visual yang tidak menarik, dan telah memperhatikan aspek operasi dan pemeliharaan. 2.2.5. Luas Lahan Berdasarkan SNI 03-7013-2004, luas lahan rumah susun harus memenuhi ketentuan sesuai dengan tabel 6. Tabel 6. Peruntukan Luas Rumah Susun No 1 2 3 4
Jenis Peruntukan Bangunan untuk hunian Bangunan fasilitas Ruang Terbuka Prasarana Lingkungan
Luas Lahan Maksimum (%) Minimum (%) 50 10 20 20
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-2004).
2.2.6. Jenis Fasilitas Rumah Susun Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas Iingkungan berupa ruang dan atau bangunan sesuai dengan tabel 7. Tabel 7. Jenis Fasilitas Lingkungan Rumah Susun No. 1
Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas niaga
2
Fasilitas pendidikan
3
Fasilitas kesehatan
Fasilitas Yang Tersedia Warung Toko-toko perusahaan dan dagang Pusat perbelanjaan - Ruang belajar untuk pra belajar - Ruang belajar untuk sekolah dasar - Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama - Ruang belajar untuk sekolah menengah umum - Posyandu Balai pengobatan - BKIA dan ruamah bersalin - Puskesmas - Praktek dokter
16
Tabel 7. Jenis Fasilitas Lingkungan Rumah Susun No. 3 4
Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas kesehatan Fasilitas peribadatan
5
Fasilitas pelayanan umum
6
Ruang terbuka
Fasilitas Yang Tersedia - Apotek - Musola - Masjid kecil - Kantor RT - Kantor/balai RW - Post hansip/siskamling - Pos Polisi - Telepon umum - Gedung serba guna - Ruang duka - Kotak Surat - Taman - Tempat bermain - Lapangan olah raga - Peralatan usaha - Sirkulasi - Parkir
Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7013-2004).
Berdasarkan SNI 03-7013-2004, berikut sarana yang akan disediakan di rusun: Fasilitas Niaga (Warung) •
Jumlah minimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 jiwa atau 50 KK (kepala keluarga).
•
Berfungsi sebagai tempat penjual sembilan bahan pokok pangan.
•
Lokasinya di pusat lingkungan yang mudah dicapai.
•
Jarak radius maksimal 300 meter dari unit hunian.
•
Posisinya ditempatkan pada lantai dasar.
•
Luas lantainya 18-36 m2. Apabila merupakan bangunan tersendiri harus memiliki luas lahan 72 m2 dengan KDB 50%.
Fasilitas Pendidikan (Tingkat Pra Belajar) •
Jumlah minimal 1.500 penghuni yang mendukung, dimana anak-anak usia 5-6 tahun sebanyak 8%.
•
Berfungsi sebagai tempat menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun.
•
Letaknya di tengah-tengah kelompok unit keluarga atau digabung dengan taman bermain di RT/RW.
•
Memiliki jarak radius pencapaian 500 meter yang dihitung dari unit terjauh dan lantai tertinggi.
•
Luas lantai yang dibutuhkan 125 m2 atau 1,5 m2 per siswa.
Fasilitas Kesehatan •
Balai Pengobatan
17 - Jumlah minimal penghuni yang dilayani 1.000 jiwa. - Berfungsi sebagai tempat memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan. - Terletak di tengah-tengah lingkungan keluarga atau dekat dengan kantor RT/RW. - Memiliki jarak radius pencapaian maksimal 400 meter yang dihitung dari unit terjauh dan lantai tertinggi. - Luas lantai yang dibutuhkan 150 m2. •
Apotek - Jumlah minimal penghuni yang dilayani adalah 10.000 jiwa. - Berfungsi sebagai tempat melayani penduduk dalam pengadaan obat. - Letaknya berada di antara kelompok unit hunian. - Memiliki jarak radius pencapaian maksimal 1.000 meter yang dihitung dari unit terjauh dan lantai tertinggi. - Kebutuhan minimal fungsi ruang adalah sebuah ruang penjualan, ruang racik obat, dan ruang tunggu. - Luas lantai yang dibutuhkan minimal 36 m2.
Fasilitas Peribadatan Jumlah penghuni minimal yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu musholla. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan satu musholla untuk tiap satu blok, dengan luas lantai 9-36 m2. Jumlah penghuni minimal untuk setiap satu masjid kecil adalah 400 KK. Fasilitas Pemerintah Dan Pelayanan Umum •
Kantor atau Balai RW - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1.000 penghuni. - Lokasinya beradadi tengah-tengah lingkungan dan menjadi satu dengan ruang serbaguna. - Posisinya dapat berada pada lantai unit hunian. - Luas lantai minimal 36 m2.
•
Pos Hansip atau Siskamling - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 200 jiwa. - Lokasinya berada di tengah-tengah lingkungan. - Memiliki jarak maksimal dari unit hunian 200 meter.
18 - Posisinya dapat diletakkan padalantai dasar unit hunian. - Luas lantai minimal 4 m2. •
Gedung Serbaguna - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1.000 jiwa. - Lokasinya berada di tengah-tengah lingkungan. - Jarak pencapaian dari unit hunian maksimal 500 meter. - Posisinya diletakkan pada lantai dasar. - Luas lantai minimal 250 m2. Apabila merupakan bangunan tersendiri, maka luas lantai minimal 500 m2.
•
Kotak Pos - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 1.000 jiwa. - Lokasinya di bagian depan tiap bangunan hunian. - Posisinya diletakkan pada lantai dasar.
Ruang Terbuka •
Taman - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani 40-100 keluarga. - Jarak pencapaian maksimal 400-800 meter. - Luas areal minimal 60 m2. - Lokasinya berada di antar bangunan dan atau pada batas lingkungan rumah susun.
•
Tempat Bermain - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani adalah 250 keluarga. - Jarak pencapaian maksimal 400-800 meter. - Luas areal minimal 70-180 m2. - Lokasinya di antar bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang dapat diawasi atau dapat disatukan dengan sekolah.
•
Lapangan Olah Raga - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani 30.000 jiwa. - Jarak pencapaian maksimal 1.000 meter. - Lokasinya di pusat lingkungan atau dapat digabung dengan sekolah.
•
Peralatan Usaha - Jumlah maksimal penghuni yang dapat dilayani 100-400 keluarga. - Jarak pencapaian maksimal ±600 meter.
19 - Luas areal minimal 40-100 m2. - Lokasi pada tempat yang memungkinkan untuk digunakan pada waktu tertentu. •
Tempat Parkir Penghuni Jarak maksimal dari tempat parkir roda 2 ke blok hunian terjauh 100 m, sedangkan untuk roda 4 ke blok hunian terjauh 400 m.
2.3. Tinjauan Khusus 2.3.1. Kebutuhan Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan
efek
samping
(Ketentuan
Umum
Permenkes
No.416/Menkes/PER/IX/1990). Kebutuhan air dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga, industri, pengelolaan kota dan lain-lain. Untuk memproyeksi jumlah kebutuhan air bersih dapat dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam tujuan ditambah perkiraan kehilangan air. Standar kebutuhan air ada 2 macam (Ditjen Cipta Karya, 2000), yaitu : a.
Kebutuhan Domestik Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada
tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti; memasak, minum, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Tabel 8. Standar Kebutuhan Air yang Direkomendasikan Untuk Kebutuhan Manusia Kebutuhan Air Minum Kebutuhan sanitasi Mandi Kebutuhan di dapur Total kebutuhan air yang direkomendasikan
Recommended Minimum (liter per orang per hari) 5 20 15 10 50
Range (liter per orang per hari) 2-5 0 - 75< 5 - 70 10 - 50
Sumber: Basic Water Requirements for Human Activities: Meeting Basic Needs, 1996.
Tabel 9. Standar Kebutuhan Air per Orang per Hari Penggunaan Air Minum Masak Mandi Membersihkan atau mencuci Bilas toilet Jumlah
Liter 5 5 30 15 45 100
Persentase 5% 5% 30% 15% 45% 100%
20 Sumber: Departemen Kesehatan, 2007.
b.
Kebutuhan non domestik Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik antara lain: 1. Penggunaan komersil dan industry, yaitu penggunaan air oleh badan-badan komersil dan industri. 2. Penggunaan umum, yaitu penggunaan air untuk bangunan-bangunan pemerintah, rumah sakit, sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah. 2.3.2. Kualitas Air Bersih Dan Ssitem Filtrasi Standar kualitas air di Indonesia diatur dalam Permenkes Nomor 416 Thun 1990, Permenkes Nomor 492 Tahun 2010dan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air bersih dan pengendalian pencemaran air. Berikut tabel hubungan jenis kebutuhan air bersih, kualitas air, dan sistem filtrasi. Tabel 10. Hubungan Jenis Kebutuhan Air Bersih, Kualitas Air, Dan Sistem Filtrasi Jenis Kebutuhan Standar Kualitas Air Sistem Filtrasi Sumber Air Bersih Minum Permenkes No 492 Air hujan > tangki reactor Tahun 2010 tentang (chlorine) > sand filter > iron Masak persyaratan kualitas air manganese filter > carbon a minum filter > cartridge filter > ultra violet sterilisator > air bersih Mandi Permenkes No 416 Air hujan > saringan pasir Tahun 1990 tentang cepat/saringan pasir lambat > b Membersihkan standar kualitas air iron manganese filter > carbon atau mencuci bersih dan air minum filter > air bersih. Bilas toilet Kulaitas air kelas III (PP Air hujan > saringan pasir No 82 Tahun 2001)** cepat/saringan pasir lambat > c air bersih. Keterangan: a. http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Akua/akua.html, Cara Pengolahan Air Sumur Untuk Kebutuhan Air Minum, diakses tanggal 10 Fevruari 2016. b. http://www.unpad.ac.id/inspirasi/saringan-air/, Saringan Air, diakses tanggal 10 Februari 2016. c. Tritya, Tania. (2014). Sistem Pemanenan Air Hujan Pada Rumah Susun Di Jakarta Utara. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta. ** Favor, R. E. A. dan Suprihanto N. Reduksi Penggunaan Air Dengan Sistem Penampungan Air Hujan Dan Daur Ulang Air Buangan Di Kluster Hunian Dan Perkuliahan ITB Jatinagor. Skripsi S1. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Sumber: Dari Berbagai Sumber.
2.3.3. Prinsip Dasar Sistem Pemanenan Air Hujan Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada dasarnya rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air hujan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural, dan manajemen lingkungan.
21
Gambar 5. Komponen Dasar Sistem Pemanenan Air Hujan Sumber: Rainwater Harvesting for Dosmetic Use, 2006
Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting, antara lain: a.
Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air hujan.
b.
Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah ditangkap dari penangkap atau permukaan atap ke bak penyimpanan.
c.
Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu dipergunakan.
2.3.4. Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan Sistem Pemanenan Air Hujan (PAH) umumnya terdiri dari beberapa sistem yaitu: tempat menangkap hujan
(catchment area),
saluran air hujan yang
mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank),
saluran pembuangan, dan pompa.
Gambar 6 menunjukkan skema ilustrasi sistem PAH dengan menggunakan atap rumah
Gambar 6. Skema Teknik Panen Hujan dengan Atap Rumah Sumber: Harsoyo, Budi, 2011.
22 a.
Area Penangkapan (Catchment Area) Area penangkapan air hujan (catchment area) merupakan tempat penangkapan
air hujan dan bahan yang digunakan dalam konstruksi permukaan tempat penangkapan air hujan mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan. Bahan-bahan yang digunakan untuk permukaan tangkapan hujan harus tidak beracun dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas air hujan. Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan anti karat seperti alumunium, besi galvanis, beton, fiber-glass shingles, dll. Pada area penangkap air hujan perlu diperhatikan koefisien runoff atau aliran airnya yang tergantung dari pemakaian bahan. Semakin tinggi koefisien runoff-nya semakin air dapat mengalir sehingga dapat mengambil air hujan secara maksimal pada permukaan penangkap air tersebut.
Gambar 7. Runoff Coefficients Sumber: Harvesting Rainwater for Landscape Use, Patricia H, 2006.
Ada beberapa jenis elemen bangunan yang dapat digunakan sebagai area tangkapan air hujan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Atap Bangunan Elemen ini merupakan elemen yang lazim digunakan untuk menangkap air hujan. Sesuai dengan namanya, teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan pada prinsipnya dilakukan dengan memanfaatkan atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) sebagai daerah tangkapan airnya (catchment area) dimana air hujan yang jatuh di atas atap kemudian disalurkan melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan ditampung ke dalam tangki, seperti terlihat pada gambar 8. Menggunakan atap rumah secara individual
23 memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun apabila diterapkan secara masal maka air yang terkumpul akan sangat melimpah.
Gambar 8. Ilustrasi Sistem PAH Menggunakan Atap Sumber: Anie, 2011.
Menurut Renhata Katili, 2012, keuntungan dari penggunaan atap sebagai pengumpul air hujan adalah air yang terkumpul akan lebih sedikit terkontaminasi karena posisinya berada di atas bangunan. Selain itu, tidak membutuhkan biaya tambahan untuk menangkap air hujan karena atap itu sendiri sudah pasti tersedia di setiap rumah. Namun, ada beberapa kekurangan tipe pengumpulan air hujan dengan menggunakan atap yaitu ukurannya yang terbatas. Dan akan sangat mahal apabila atap ini dibuat ekstra sendiri untuk menangkap air hujan (tidak ada dalam eksisting). 2. Permukaan Tanah Menggunakan permukaan tanah merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air hujan. Dibandingkan dengan sistem atap, PAH dengan sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air ini dapat ditampung dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan sebagian air yang tertampung akan meresap ke dalam tanah.
24
Gambar 9. Ground Catchment Sumber: Anie, 2011.
3. Balkon Pada acara The Rainwater Utilization Idea Contest, ada beberapa ide yang memikirkan air hujan akan mengalir di dinding bangunan. Kazuo Nagado mengusulkan mengumpulkan air hujan ini dengan membangun atap di lantai pertama (Rainwater and You,1995).
Gambar 10. Penangkap Air Hujan Menggunakan Balkon dan Kanopi Sumber: Rainwater and You, 1995.
4. Blooming Flowers
25
Gambar 11. Blooming Flowers Sumber: Rainwater and You, 1995.
Apa yang dimaksud dengan "rain-blooming flowers?" Jika anda memiliki payung vinyl ekstra yang dibeli pada saat hujan yang tak terduga, mengapa tidak memanfaatkan ekstra baiknya dari kelebihan tersebut. Yuko Kanbayashi muncul dengan ide kreatif. Pertama, membuat dua lubang di batang payung hanya di mana ia bergabung dengan pipa penghubung. Kemudian, potong sekitar 1 cm dari ujung poros. Pasang tabung vinyl pada ujung poros tersebut. Cukup menggantungkannya secara terbalik, payung ini akan mengumpulkan air hujan yang akan mengalir melalui tabung vinyl. Dengan cara ini pengumpulan air hujan sangat mudah dilakukan bahkan di kompleks perumahan (Rainwater and You,1995).
Gambar 12. Blooming Flowers Sumber: Rainwater and You, 1995.
26 Ada anggota lain yang memiliki gagasan rain-blooming flowers, Kaoru Hotta dan putranya. Mereka mengubah tenda kerai di balkon menjadi tangkapan air hujan. Yang perlu dilakukan hanya memperbaiki ujung tenda menjadi polyvinyl chloride selokan, dan bergabung dengan pipa fleksibel (bukan downspout) ke selokan. Baru-baru ini, desain tenda yang sangat berwarna-warni, jadi jika banyak jenis rainwater-cathchment-flowers mekar pada balkon, akan menyenangkan pandangan (Rainwater and You,1995). 5. Dinding Bangunan Mengumpulkan air hujan dari atap dan atap menghadap langit adalah umum, tetapi air hujan juga dapat dikumpulkan dari permukaan vertikal bangunan karena hujan biasanya tidak jatuh tepat vertikal. Dalam banyak kasus, itu jatuh pada miring dan dalam beberapa kasus, "jatuh bangun". Jumlah air hujan yang dikumpulkan dari permukaan vertikal bangunan seperti yang telah dianggap sebagai 50% dari yang dari permukaan horizontal dari daerah yang sama, tetapi ada laporan bahwa itu benar-benar diukur 7%. Bahkan jika itu hanya 7% jumlah total air hujan yang dikumpulkan akan menjadi besar karena bahkan salah satu dinding bangunan beberapa kali lebih besar atap dan ada banyak gedung-gedung tinggi di daerah perkotaan (Rainwater and You,1995).
Gambar 13. Tangkapan Air Hujan Menggunakan Dinding Sumber: Rainwater and You, 1995.
27 b.
Sistem Pengalir Air Hujan Sistem pengaliran air hujan (conveyance system) biasanya terdiri dari saluran
pengumpul atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan (cistern or tanks). Saluran pengumpul atau pipa mempunyai ukuran, kemiringan dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat tertampung semaksimal mungkin. Ukuran saluran penampung bergantung pada luas area tangkapan hujan, biasanya diameter saluran penampung berukuran 20-50 cm (Abdulla et al., 2009).
Gambar 14. Saluran Pengumpul Sumber: Anie, 2011.
Gambar 15. Pipa Pengumpul dan Dop Cap Sumber: Anie, 2011.
c.
Filter Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik, ranting, dll) yang
ikut bersama air hujan dalam saluran penampung, sehingga kualitas air hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan mudah dan dibersihkan dari sampah. Berikut kompnen saringan air menurut Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih Dan Limbah Cair BPPT:
28
Gambar 16. Sistem Saringan Air Minum Sumber: http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Akua/akua.html, diakses tanggal 10 Februari 2016.
• • • • • • d.
Tangki Reactor berfungsi untuk tempat reaksinya chlorine terhadap air. Chlorine berfungsi untuk membunuh kuman atau bakteri E-Coli. Sand Filter berfungsi untuk menyaring oksida besi atau oksida mangan. Terdapat 2 macam, yaitu; saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat. Iron Manganese Filter berfungsi untuk menghilangkan zat kimia besi dan mangan Saringan Karbon Aktif berfungsi untuk menghilangkan polutan mikro, seperti zat organic, bau, dll. Catridge Filter berfungsi untuk menghilangkan partikel-partikel halus. Ultra Violet Sterilisator berfungsi untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme secara sempurna. Tangki (Cistern or tank) Tangki alami (kolam atau dam) dan tangki buatan (Cistern or tank) merupakan
tempat untuk menyimpan air hujan. Berdasarkan buku panduan Rainwater Harvesting Guidebook Planning and Design (2009), penempatan tempat penyimpanan air dibagi menjadi 3, yaitu: 1.
Penyimpanan air atas tanah (Above-Ground Storage) Teknik penympanan tangki atas tanah adalah dengan meletakkan tangki air di
atas tanah. Air hujan dialirkan dengan daya gravitasi.
29
Gambar 17. Sistem Tangki Penyimpanan Atas Tanah Sumber: Guidelines for Installing a Rainwater Collection and Utilization System, 2009.
2.
Penyimpanan air bawah tanah (Below-Ground Storage) Metode tangki penyimpanan bawah tanah adalah dimana tangki air
ditempatkan di dalam tanah. Air hujan digunakan kembali menggunakan pompa.
Gambar 18. Sistem Tangki Penyimpanan Bawah Tanah Sumber: Guidelines for Installing a Rainwater Collection and Utilization System, 2009.
3.
Penyimpanan di permukaan bangunan (Surface Storage) Untuk metode penyimpanan air di permukaan bangunan, air hujan bisa
ditampung di atas atap yang rata. Atap bangunan ini harus menggunakan bahan yang tidak mudah larut dan tidak mudah bocor. Aplikasi ini jika digunakan dalam area perumahan akan terbatas dan lebih sesuai digunakan di bangunan institusi, komersial dan industri.
30
Gambar 19. Sistem Tangki Penyimpanan Permukaan Bangunan Sumber: Renhata Katili, 2009.
Gambar 20. Bentuk Tangki Penyimpanan Air Hujan Dekat Area Tangga Sumber: Sistem Pengumpulan dan Penggunaan Semula Air Hujan, 2012.
Sistem pemanenan air hujan di Rumah Susun telah dilaksanakan di flat biaya rendah Proyek Perumahan Rakyat Sri Stulang, Johor Baru, Malaysia seperti dalam Gambar 20. Tangki beton dibangun sebagai bagian dari struktur bangunan dan air hujan digunakan untuk mencuci tangga dan lantai.
Gambar 21. Sistem Tangki Penyimpanan Permukaan Bangunan Sumber: Rainwater and You, 1995.
Tangki pada gambar 21 disebut juga sebagai "tangki air hujan ultra tipis". Tangki ini terbuat dari blok beton dan tampak seperti hanya sebuah dinding blok
31 beton biasa. Namun, masing-masing blok berlubang sehingga air hujan dapat disimpan di dalamnya. Blok seharusnya tidak memiliki partisi dalam, tidak ada ujung tersembunyi dan juga sebaiknya harus tahan air. Blok harus ditempatkan secara bergantian di atas pondasi beton bertulang yang berlabuh oleh tulangan di setiap sudut dinding dan setiap 1,8 m. Blok berlabuh oleh tulangan harus diisi dengan beton. Pipa untuk bergabung setiap bagian blok harus dimasukkan ke dalam lapisan terendah. e.
First Flush Device First flush device: apabila kualitas air hujan merupakan prioritas, saluran
pembuang air hujan yang tertampung pada menit-menit awal harus dibuang. Tujuan fasilitas ini adalah untuk meminimalkan polutan yang ikut bersama air hujan. f.
Pompa (Pump) Pompa (Pump) dibutuhkan apabila tangki penampung air hujan berada di
bawah atau permukaan tanah. 2.3.5. Perancangan Sistem Pemanenan Air Hujan Berdasarkan Rainwater harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 4 langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting. Tahap 1. Merancang area penangkap air hujan. Tahap 2. Merancang sistem pengiriman air hujan. Tahap 3. Menentukan ukuran penyimpanan air yang diperlukan. Tahap 4. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang bersangkutan.
Gambar 22. Rainwater Collection System Sumber: http://www.allthingsrainwater.com/ diakses 20 April 2015.
32 a.
Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan adalah kebutuhan air
per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut didapati persamaan: Kebutuhan Air = Rata-rata konsumsi air per orang x 365 hari Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid. Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang akan diterima. Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien runoff, maka dapat diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima. Supply = Rainfall x Area x Runoff coefficient Supply
= Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun
Rainfall
= Rata-rata curah hujan tahunan
Area
= Area penangkap air hujan
Runoff coefficient
= Koefisien Runoff Tabel 11. Koefisien Runoff Type Galvanised iron sheets Tiles (glazed) Aluminium sheets Flat cement roof Organic (e.g. thatched)
Run-off Coefficient >0.9 0.6-0.9 0.8-0.9 0.6-0.7 0.2
Sumber: Rainwater harvesting for Domestic Use, 2006.
Pengertian dan Definisi istilah aliran Runoff dipergunakan untuk menunjukan adanya variasi proses pengumpulan air mengalir yang akhirnya menghasilkan aliran sungai. Variasi proses aliran itu adalah sebagai berikut: 1. Air hujan yang langsung pada tubuh perairan sungai adalah air hujan yang pertama langsung menjadi satu dengan aliran sungai. 2. Aliran di atas permukaan tanah (overland flow) adalah air hujan yang meninggalkan daerah aliran sungai (DAS) setelah terjadi hujan (badai) atau disebut sebagai bagian air dari aliran sungai yang terjadi dari hujan neto yang tidak lagi mengalami infiltrasi ke tanah mineral, dan mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai terdekat. 3. Aliran permukaan (surface runoff) adalah sinonim dengan overland flow, tetapi lebih banyak dipergunakan untuk pengukuran air di pemukaan sungai.
33 4. Aliran langsung di bawah permukaan (sub surface storm flow) bagian aliran sungai yang dipasok dari sumber air di bawah permukaan tanah, dan sampai di saluran sungai secara langsung. Proses ini tidak dapat diamati dengan mata, namun menambah debit sungai. Kadang-kadang dipergunakan kata sinonim, yaitu aliran dalam (interflow), tetapi kata ini sering dipergunakan untukaliran di bawah permukaan tanah yang tidak berada di atas permukaan air tanah. 5. Aliran permukaan langsung (direct runoff, strom flow); merupakan total dari ketiga komponen aliran sungai yaitu curah hujan yang langsung tersalur aliran ke sungai di atas permukaan tanah (overland flow, surface runoff), dan aliran cepat di bawah permukaan tanah (sub surface storm flow,interflow) yang umumnya dipergunakan untuk mencirikan banjir akibat karakteristik DAS. 6. Aliran dasar (base flow, grand water outflow): keluaran dari equifer air tanah yang dihasilkan dari air perkolasi vertical melalui profil tanah ke air tanah, dan ditopang oleh aliran perlahan-lahan dari zona aerasi (zone of aeration) pada daerah miring. b.
Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas rata-
rata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen. Selain menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan dapat menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan. c.
Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi se-efisien
mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural. Pada umumnya, rainwater harvesting pada hunian menggunakan sistem pengiriman dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf “v”.
34
Gambar 23. Contoh Jenis Talang Sumber: Utilitas Bangunan, Penyediaan Jaringan Air Hujan.
Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area penangkap air hujan dengan desain khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim. Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4 Inchi yang juga digunakan pada landed house pada umumnya. d.
Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan tahap 1. Berdasarkan
kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui volume tangki air, yaitu: Volume Tangki Air = Hasil Tangkapan - Kebutuhan Air e.
Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada
kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan. 2.3.6. Pembahasan Perhitungan Jumlah Air yang Dapat Dipanen Heryani (2009) dalam tulisannya yang berjudul Teknik Panen Hujan: Salah Satu Alternatif Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Domestik menjelaskan bahwa potensi jumlah air yang dapat dipanen (the water harvesting potential) dari suatu
35 bangunan atap dapat diketahui melalui perhitungan secara sederhana, sebagai berikut: (Q)Debit air yang dapat dipanen (m³) = (C) Koefisien Run Off x (I) Intensitas Air Hujan (mm) x (A) Luas area (m²)
Gambar 24. Ilustrasi Bangunan Penampung Air Hujan Dari Atap Rumah Sumber: Harsoyo, Budi, 2011.
Sebagai ilustrasi, untuk suatu areal tangkapan hujan dengan luas 200 m², curah hujan tahunan 500 mm, maka jumlah air yang dapat dipanen ditetapkan sebagai berikut: •
Dengan luas area = 200 m2 dan jumlah curah hujan tahunan = 500 mm, maka volume air hujan yang jatuh di area tersebut: = 20.000 dm2 x 5 dm = 100.000 liter
•
Dengan asumsi hanya 80% dari total hujan yang dapat dipanen (20% hilang karena evaporasi atau kebocoran), maka volume yang dapat dipanen : = 100.000 x 0.8 = 80.000 liter/tahun.
2.4. Studi Banding 2.4.1. Studi Banding Sistem Pemanenan Air Hujan a.
Pusat Kesenian Kota oleh KAMJZ Architects
Arsitek
: KAMJZ Architects
Lokasi
: Taichung, Taiwan
Klien
: Taichung City
Project Leader
: Maciej Jakub Zawadzki
Partner in Charge
: Marek Kuryłowicz
Collaboration
: Buro Happold
Chief Design Consultant
: Prof. Ewa Kuryłowicz
36 Tim
: Bartosz Świniarski, Michał Polak, Łukasz Wenclewski, BoguszOstalski, Zuzanna Góra, Magdalena Mularzuk
Ukuran
: 63,000 sqm
Proposal desain Pusat Kesenian Kota Taichung oleh KAMJZ Arcihtects ini bertujuan untuk memberikan peluang untuk menggunakan fitur lokal untuk melindungi lokasi itu sendiri, mengubah faktor-faktor pembatas yang ada menjadi sebuah fitur proyek yang menarik. Dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.500 mm dan iklim sangat dipengaruhi oleh musim hujan, Taiwan merupakan negara yang menerimabanyak air hujan. Oleh karena itu, para arsitek berfokus pada agenda pengendalian air lokal, ‘Water Damper Towers’, dengan bangunan sebagai perwujudannya.
Gambar 25. City Cultural Center by KAMJZ Architects Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Taiwan secara resmi diklasifikasikan oleh PBB sebagai ‘negara defisit air’ dengan jumlah air hujan per orang hanya 1/6 dari rata-rata dunia dan kekurangan air biasanya muncul setiap tahun antara bulan Maret dan Mei. Dikarenakan populasi yang tinggi, dan juga topografi dengan bukit yang terjal menyebabkan air mengalir ke laut dan distribusi hujan terdistribusi tidak merata, dan hanya 20% dari air yang tersisa untuk konsumsi air, hal ini membuat air hujan sebagai sumber daya yang sangat penting dan berharga di pulau itu. Jika sumber daya air tidak dapat dialokasikan dengan baik, masalah-masalah lain yang terkait akan terus bertambah. Gempa Bumi – Permasalahan Besar Negara Taiwan Taiwan merupakan zona seismik aktif, pada Pacific Ring of Fire di tepi barat dari piringan pantai Filipina. Para geologis telah mengidentifikasi 42 kejanggalan aktif pada pulau ini. Gempa bumi paling sering terjadi di pantai timur dan menyebabkan kerusakan kecil namun gempa yang lebih kecil di bawah pulau itu
37 sendiri secara historis ternyata terbukti lebih merusak. Diantara tahun 1901 dan tahun 2000, telah terjadi 91 gempa bumi besar di Negara Taiwan, 48 diantaranya mengakibatkan korban jiwa. Gempa bumi yang paling terakhir terjadi adalah berupa 921 gempa bumi, yang menyerang pada tanggal 21 September 1999, dan memakan 2415 korban jiwa. Pemantauan potensi bencana saja tidak cukup. Standar konstruksi yang buruk telah disalahkan atas korban-korban yang disebabkan oleh gempa bumi besar ini. Banyak bangunan dan fasilitas modern di Taiwan yang telah dibangun dengan pemikiran konstruksi yang aman dari gempa bumi tetapi kesluruhan strategi diterapkan dari bawah ke atas yang dapat membantu untuk meningkatkan ketahanan gempa dari seluruh kepentingan kota untuk bangkit.
Gambar 26. City Cultural Center by KAMJZ Architects Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Untuk mencapai standar Zero Carbon and Energi Plus dan mengamankan keselamatan bangunan, banyak perangkat teknologi yang digunakan. Biaya produksi mereka mahal dan terkadang tidak berkelanjutan. Di Taichung City Cultural Center mereka mengusulkan sebuah bangunan yang melalui kinerjanya mengumpulkan sumber daya, menghasilkan energi dan dengan melakukan hal ini merupakan langkah pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang bermusuhan ini. Semua faktor pembatas seperti udara terlalu panas dan polusi akan diperangi dengan cara alami dengan angin dan air. Mitigasi Bencana – Melawan Gempa dengan Mengumpulkan Air. Dengan mengumpulkan air, bangunan dapat terlindungi dari bencana lokal. Massa bangunan ini akan berperan sebagai mekanisme defensif peredam gempa. Gelombang dan berat air yang bergerak di dalam tangki tertutup terbukti menjadi penyeimbang kekuatan gempa dan membantu untuk mengatur osilasi dari struktur bangunan. Dibarengi dengan sistem struktur primitif, meminimalkan koneksi
38 diagonal, profil tinggi dan bentuk bertingkat yang berperan terbaik di lokasi seismic, fasilitas tersebut akan menjadi bangunan tahan bencana.
Gambar 27. City Cultural Center by KAMJZ Architects Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Pertahanan Sumber Daya – Bangunan sebagai Ladang Air Keberlanjutan dalam arsitektur selalu dimasukkan ke dalam pendekatan topdown, dimana bangunan tersebut menerima asupan-asupan yang berkelanjutan untuk mendapatkan produksi energi. Dalam rangka untuk menghasilkan sistem energi yang optimal, desain harus memiliki pendekatan bottom-up yang lebih. Seluruh daerah mungkin dan harus digunakan untuk memanen air. Keuntungan yang paling baik di permukaan akan jauh lebih besar jika tidak ada bangunan sama sekali. Untuk meningkatkan hal ini sebanyak mungkin, di TCCC bangunan dirancang untuk meminimalkan rasio cakupan. Dengan mengangkat bagian dari lanskap, seluruh kompleks diperhalus dari penggalian bawah tanah yang meningkatkan ketahanan air dan menyediakan ruang hijau sebanyak mungkin. Plaza utama, seluruh jalan masuk dan trotoar dan area lantai dasar dengan sistem pengumpulan multi-layer memiliki desain berpori permeable untuk menyimpan air. Teras Air – Sebuah Tipologi Bangunan Baru Bangunan ini akan dibangun dengan kompilasi bertulang antara kolam bertingkat beton membentuk sistem pengumpulan air hujan, rantai kolektor akan bermula pada plaza yang diangkat. Area lantai dasar akan bebas dan terbuka yang dimana akan memaksimalkan keuntungan dari air sebanyak mungkin. Plaza ini akan menampilkan serangkaian bukaan yang akan diperlukan untuk menurunkan air terhadap lapisan lantai dasar. Konsep bentuk Pragmatic Formless – Pergerakan Air sebagai Inspirasi Utama. Fasad dirancang untuk estetis yang menarik namun praktis, menempatkan fokus yang kuat pada pengumpulan air hujan dan perbaikan terhadap kualitasnya
39 pula. Terdiri dari serangkaian patung dengan bentuk cair, yang mendorong gerakan alami dari air dengan menyalurkan ke teras, dimana hal ini akan berperan sebagai satu set talang besar hujan di bagian atas dan kolam di bagian bawah dari bangunan mengumpulkan limpasan air yang akan bergerak terus menerus.
Gambar 28. City Cultural Center by KAMJZ Architects Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Rangkaian modifikasi permukaan spiral akan membentuk jalan air untuk mendorong air untuk beperan secara alami. Pergerakan air tergantung pada kecepatan itu dan cara jatuh bisa menciptakan ambient berbeda dan armosfer di tempat-tempat itu akan diperlukan. Aliran yang deras akan memperkeras suara yang dihasilkan dan tidak tepat bila ditempatkan di area membaca dimana aliran air yang lambat akan lebih dibutuhkan sebagai contoh. Dari setiap tingkatan air akan disimpan dan dipindahkan ke core utama dimana akana di filtrasi di tangki air. Ketika terjadi air yang ditampung terlalu banyak oleh kolam tunggal, air limpasan akan tumpah keluar dan kaskade akan turun menuju teras selanjutnya atau ke plaza utama yang berlubang yang nantinya akan mengarah ke lantai dasar.
40
Gambar 29. Section Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Water Circulation / Gathering / Cooling Air hujan aiakan ditangkap oleh atap dan teras bangunan. Ruang baca, Ruang pameran, dan ruang arsip dengan tumpukan buku dan karya seni yang berharga akan dipisahkan menggunakan fasad dari aliran air yang memungkinkan untuk menciptakan dan memelihara iklim mikro yang diinginkan. Fasad air yang akan berperan sebagai perangkat pendingin dan membawa sinar matahari siang di tempattempat khusus. Hal ini akan menampilkan tingkat di mana air akan dikirim langsung ke tangki inti yang akan disaring dan didaur ulang. Air dari atap akan mengalir ke tangki peredam yan gjuga akan tampil sebagai filtering dan perangkat penyimpanan. Ekstra limpasan air akan jatuh ke plaza dan kemudian melalui lubang pada lapisan penahan di lantai dasar. Air yang telah disaring kemudian akan mengalir ke tangki pengumpul air di tingkat bawah tanah yang juga akan menggunakan tenaga hidrolik untuk mengusir kotoran dari air kota yang melayang selama musim topan. Pada saat yang sama tidak akan mempengaruhi pasokan air hilir dan kapasitasnya. Daur ulang air yang tersimpan akan digunakan untuk membilas toilet dan penyiram api (Archdaily.com, 2014).
41
Gambar 30. City Cultural Center by KAMJZ Architects Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
b.
Capture The Rain Duo Ryszard Rychlicki dan Agnieszka Nowak, dari H3AR, dianugerahi
penghargaan khusus untuk usulan mereka dalam kompetisi 2010 pencakar langit eVolo.Kompetisi eVolo menarik desainer inovatif dan telah menerima ratusan proposal eksentrik. Untuk proyek ini, dirancang oleh mahasiswa tahun ke-4, pencakar langit ini terdiri dari sistem talang untuk menangkap curah hujan sebanyak mungkin. Air ditangkap dan diproses oleh gedung dapat digunakan untuk pembilasan toilet, mesin cuci, menyiram tanaman, membersihkan lantai dan aplikasi domestik lainnya.
Gambar 31. Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Air yang telah dipanen oleh bangunan akan memasok 85 litres air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk (masing-masing rata-rata penggunaan air harian 150 liter/hari)
42
Gambar 32.Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Awalnya, dalam merancang menara, siswa difokuskan pada membentuk dan pemodelan permukaan atap untuk mengoptimalkan air hujan yang dikumpulkan. Namun setelah bekerja dengan sistem atap, siswa mengembangkan skin treatment untuk membuat bangunan berubah menjadi mesin raincollecting yang kohesif.
Gambar 33. Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Di bawah permukaan atap, penampungan air dalam bentuk corong besar dan bidang buluh, berfungsi sebagai unit pengolahan air hydro botanic. Unit memproses air menjadi air yang dapat digunakan yang selanjutnya ditransmisikan ke apartemen (Archdaily.com, 2014).
43
Gambar 34. Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Gambar 35. Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Gambar 36. Capture The Rain by H3AR Sumber: archdaily.com, diakses pada 20 April 2015.
Kesimpulan : Dari 2 proyek diatas yang menggunakan sistem pemanenan air hujan, dapat disimpulkan bahwa air hujan mampu ditangkap oleh berbagai macam elemen-elemen bangunan dari mulai atap, fasad, pelat lantai dan sebagainya, serta perletakan penyimpanan air hujan tersebut yang fleksibel seperti yang terdapat pada Pusat
44 Kesenian Kota di Taiwan yang meletakkannya pada core bangunan sekaligus sebagai elemen yang mempercantik ruangan. 2.4.2. Studi Banding Rumah Susun
45
46
47
48 Kesimpulan: Berdasarkan hasil studi banding ketiga rumah susun, dapat disimpulkan bahwa: •
Gubahan massa rumah susun pada umumnya memiliki massa bangunan yang tersusun dengan sistem grid dan unit huniannya menggunakan sistem cluster.
•
Kebutuhan air bersih rumah susun berasal dari air PAM.
•
Pembuangan air limbah ke riol kota.
•
Sistem pemadam kebakaran disediakan sprinkle di koridor dan unit (dapur) dan terdapat box hydrant di dekat tangga darurat.
•
Penghawaan alaminya berasal dari penghawaan alami dan AC Split.
•
Memiliki fasilitas penunjang, yaitu: kantor RW, ruang serbaguna, tempat usaha, apotek, klinik, masjid, lapangan olahraga, taman kanak-kanak, pos jaga, tempat parkir motor dan tempat parkir mobil.
2.5. State of The Art Menurut jurnal “Water International” karya Peter H. Gleick, M. IWRA, standar kebutuhan air yang direkomendasikan untuk kebutuhan manusia adalah 50 liter per hari per orang. Dimana, 5 liter untuk minum, 20 liter untuk sanitasi, 15 liter untuk mandi, dan 10 liter untuk masak dan kebutuhan dapur. Menurut “Journal of The American Water Resources Association” karya Chao Hsien Liaw dan Yao Lung Tsai, bentuk atap untuk area penangkapan air hujan tidak mempengaruhi dari optimalisasi hasil penangkapan air hujan karena hasilnya sama semua. Menurut jurnal “Desalination” karya Moo Young Han, sistem pemanenan air hujan merupakan sistem yang efisien dan murah dimana bahannya mudah didapatkan, instalasi yang mudah dan dapat disesuaikan dengan teknologi di berbagai area, dan dalam hal maintenance juga mudah dilakukan. Menurut Cyntia dalam “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota” dan menurut Sofyan dalam “Jurnal Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Fakultas Teknologi 6”, biaya untuk skala besar lebih murah dari pada skala individual. 2.6. Hipotesa Berdasarkan studi literatur dan studi banding yang dilakukan, dapat ditarik suatu hipotesa bahwa, untuk dapat memanen air hujan diperlukan tangkapan yang berupa elemen-elemen bangunan, seperti atap, fasad, pelat lantai dan sebagainya. Dalam penggunaan sistem pemanenan air hujan, variabel yang digunakan adalah curah hujan yang turun pada daerah tersebut, luas penampang penangkap air hujan yang
49 dirancang, serta kebutuhan air yang akan digantikan oleh air hujan. Bentuk dan material atap yang digunakan juga akan mempengaruhi debit air hujan yang dapat dihimpun. Itu semua pada akhirnya akan mempengaruhi luasan tangki yang diperlukan untuk menyimpan air yang telah dihimpun. Sehingga, perlu diperhatikan pula bentuk tangkapan air hujan dan material yang digunakan di perancangan Rumah Susun ini. Rumah Susun yang diselenggarakan terutama untuk MBR berupa rumah susun sewa. Dalam perancangan Rumah Susun perlu juga memperhatikan pengorganisasian fungsi ruang dan sirkulasi-sirkulasi di dalamnya. Dalam pengorganisasian fungsi ruang perlu memperhatikan kebutuhan ruang dan besaran luas ruang yang dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni didalamnya. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba merancang sistem pemanenan air hujan yang akan diterapkan pada Rumah Susun yang terletak di Jelambar. Kemudian diprediksikan jumlah air yang dihasilkan oleh sistem pemanenan air hujan pada rumah susun yang mampu memenuhi kebutuhan bilas toilet para penghuni Rumah Susun Sewa Cakung Barat, Jakarta Timur sepanjang tahun, baik saat musim penghujan maupun musim kemarau. Serta akan merancang bangunan Rumah Susun yang fungsi ruang dan sirkulasi didalamnya dapat tertata dengan baik dan berkelanjutan.
50