BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1
Tinjauan Teori
2.1.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan akuntansi yang membicarakan tentang penentuan harga pokok dari suatu produk yang diproduksi, baik untuk memenuhi pesanan dari pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan yang akan dijual (Halim, 1997: 3).Harga pokok dapat digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Akuntansi biaya melakukan proses pencatatan, penggolongan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk dengan cara-cara tertentu yang sistematis. Menurut Mulyadi (1991:7) ada 3 manfaat utama yang diperoleh dari informasi akuntansi biaya, yaitu : 1) untuk menentukan harga pokok produksi, 2) pengendalian biaya dan 3) untuk pengambilan keputusan khusus. Informasi biaya digunakan oleh manajemen untuk mengukur apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah dari nilai keluarannya.Sehingga ukuran terdsebut dapat digunakan sebagai informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau sisa hasil usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan dan mempertahankan eksistensi perusahaannya. Tanpa adanya informasi biaya, manajemen juga tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi lain. Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang
8
9
memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibanding dengan nilai masukan dikorbankan.
2.1.2 Konsep Biaya dan Klasifikasi Biaya Dalam pelaksanaan tanggung jawab perencanaan dan pengendalian manajemen membutuhkan pemahaman akan arti biaya dan terminologi yang berkaitan dengan biaya. Pembebanan biaya atas produk, jasa, pelanggan dan objek lain yang merupakan kepentingan manajemen, adalah salah satu tujuan dasar sistem informasi akuntansi manajemen. Peningkatan keakuratan pembebanan biaya menghasilkan informasi yang lebih bermutu tinggi yang kemudian dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik. Memperbaiki penentuan biaya telah menjadi pengembangan utama dalam bidang manajemen biaya. 1. Konsep biaya Biaya (cost) dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu : aktiva atau aset dan beban atau expense. Biaya akan dicatat sebagai aktiva atau aset apabila memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan biaya akan dicatat sebagai beban atau expense jika memberikan manfaat pada periode akuntansi berjalan. Menurut Hansen dan Mowen (2006:40), biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Dalam usaha
10
menghasilkan manfaat saat ini dan di masa depan, manajemen suatu organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meminimumkan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat tertentu memiliki arti bahwa perusahaan menjadi lebih efisien. Biaya tidak harus ditekan, tetapi harus dikelola secara strategis. Menurut Mulyadi (1991:7) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.” 2. Klasifikasi biaya Klasifikasi biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuannya. Untuk tujuan perhitungan biaya produk dan jasa, biaya dapat diklasifikasikan menurut tujuan khusus atau fungsi-fungsi. Menurut Hansen dan Mowen (2006:50), biaya dikelompokkan kedalam dua kategori fungsional utama, antara lain : a. Biaya produksi (manufacturing cost) adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi : 1) bahan baku langsung, adalah bahan yang dapat ditelusuri ke barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya bahan langsung ini dapat dibebankan ke produk karena pengamatan fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap produk. Bahan yang menjadi bagian produk berwujud atau bahan yang digunakan dalam penyediaan jasa pada umumnya diklasifikasikan sebagai bahan langsung.
11
2) tenaga kerja langsung, adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Seperti halnya bahan langsung, pengamatan fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas karyawan yang digunakan dalam memproduksi suatu produk atau jasa. Karyawan yang mengubah bahan baku
menjadi
produk
atau
menyediakan
jasa
kepada
pelanggan
diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung. 3) overhead yaitu semua biaya produksi selain bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Kategori biaya overhead memuat berbagai item yang luas. Banyak input selain dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung diperlukan untuk membuat produk. Bahan baku langsung yang merupakan bagian yang tidak signifikan dari produk jadi umumnya dimasukkan dalam kategori overhead sebagai jenis khusus dari bahan tidak langsung. Hal ini dibenarkan atas dasar biaya dan kepraktisan. Biaya penelusuran menjadi lebih besar dibandingkan dengan manfaat dari peningkatan keakuratan. Biaya lembur tenaga kerja langsung biasanya dibebankan ke overhead. Dasar pemikirannya adalah bahwa tidak semua operasi produksi tertentu secara khusus dapat diidentifikasi sebagai penyebab lembur. Oleh karena itu, biaya lembur adalah hal yang umum bagi semua operasi produksi, dan merupakan biaya manufaktur tidak langsung. b. Biaya non produksi (non-manufacturing cost) adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi perancangan, pengembangan, pemasaran, distribusi, layanan pelanggan, dan administrasi umum. Terdapat dua kategori biaya non produksi yang lazim, antara lain : 1) biaya penjualan atau pemasaran, adalah biaya yang diperlukan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk
12
atau jasa. 2) biaya administrasi, merupakan seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian, pengembangan, dan administrasi umum pada organisasi yang tidak dapat dibebankan ke pemasaran ataupun produksi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat terealisasi. 2.1.3 Pengertian Harga Pokok Produksi Menurut Hansen dan Mowen (2006), harga pokok produksi mewakili jumlah biaya barang yang diselesaikan pada periode tersebut. Satu-satunya biaya yang diberikan pada barang yang diselesaikan adalah biaya produksi dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya lain-lain. Sedangkan menurut Soemarso (2004), biaya yang telah diselesaikan selama suatu periode disebut harga pokok produksi barang selesai (cost of good manufactured) atau disingkat dengan harga pokok produksi. Harga pokok ini terdiri dari biaya pabrik ditambah persediaan dalam proses awal periode dikurangi persediaan dalam proses akhir periode. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan semua biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang dinyatakan dalam satuan mata uang. Jumlah seluruh biaya yang diperlukan untuk memperoleh dan mempersiapkan barang untuk dijual disebut dengan harga pokok penjualan (cost of good sold). 2.1.4 Tujuan Penentuan Harga Pokok Produksi
13
Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap untuk dipakai dan dijual. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber informasi bagi pimpinan untuk mengambil keputusan. Adapun tujuan penentuan harga pokok prduksi yang lainnya, adalah sebagai berikut : 1. Sebagai dasar untuk menilai efisiensi perusahaan. 2. Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan pimpinan perusahaan. 3. Sebagai dasar penilaian bagi penyusunan neraca menyangkut penilaian terhadap aktiva. 4. Sebagai dasar untuk menetapkan harga penawaran atau harga jual kepada konsumen. 5.
Menentukan nilai persediaan dalam neraca, yaitu harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses pada akhir periode.
6.
Untuk menghitung harga pokok produksi dalam laporan laba/rugi perusahaan.
7.
Sebagai evaluasi hasil kerja.
8.
Pengawasan terhadap efisiensi biaya, terutama biaya produksi.
9.
Sebagai dasar pengambilan keputusan.
10. Untuk tujuan perencanaan laba. 2.1.5 Sistem BiayaTradisional dan Kelemahannya
14
Sistem akuntansi biaya tradisional adalah sistem yang menyediakan informasi mengenai kumpulan dan alokasi biaya dari objek biaya, dimana biaya ditelusuri ke setiap produk sebab setiap bagian produk mengkonsumsi sumber daya. Sistem biaya tradisional adalah semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya tetap dan biaya variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi. Dalam sistem akuntansi biaya tradisional istilah pemicu biaya ini dikenal sebagai basis alokasi (allocation bases) seperti jumlah jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan langsung, jumlah jam mesin dan jumlah unit yang dihasilkan. Semua basis alokasi ini merupakan pemicu biaya yang hanya berhubungan dengan volume atau tingkat produksi (volume related bases or unit level cost drivers) yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik. Sistem akuntansi biaya tradisional yang banyak dipakai perusahaanperusahaan saat ini tidak dapat digunakan untuk menghadapi persaingan dalam dunia bisnis modern sekarang ini. Peningkatan penggunaan sistem manajemen biaya, terutama pada perusahaan-perusahaan yang menghadapi peningkatan keragaman produk, kompleksitas produk yang lebih tinggi, daur hidup yang lebih pendek, meningkatnya persyaratan mutu, dan tekanan persaingan yang hebat. Untuk perusahaan yang beroperasi pada lingkungan produksi yang maju, sistem akuntansi biaya tradisional tidak dapat bekerja dengan baik. 1.
Kelemahan sistem biaya tradisional
15
Menurut Mulyadi dan Setiawan (2000:404-405) ada beberapa kelemahan dalam sistem biaya tradisional, yaitu : a) hanya menggunakan biaya tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Hal ini menimbulkan suatu kegagalan dalam menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk dan jasa individual, b) hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Maksudnya yaitu membagi biaya overhead ke dalam unit, sehingga biaya-biaya yang timbul tidak dapat tertelusur dan juga tidak dapat menemukan cara untuk mengurangi biaya karena produk dan jasa yang dihasilkan berdasarkan kuantitas, c) pusat biaya terlalu besar. Sistem tradisional terutama memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek, sehingga sistem tradisional ini jika digunakan untuk penetapan harga dan untuk mengidentifikasi produk dan jasa yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat diandalkan, d) tidak memperdulikan biaya pemasaran. Akuntansi biaya dalam sistem tradisional ini hanya sedikit memperdulikan biaya pemasaran, sehingga manajemen tidak memperoleh informasi biaya yang memungkinkan bagi manajemen untuk menganalisis profitabilitas saluran distribusi, metode pemasaran, jumlah order, daerah pemasaran dan sebagainya.
16
2.
Distorsi akibat penggunaan sistem akuntansi tradisional Sistem biaya tradisional akan dapat mengukur harga pokok produk dengan
tepat bila semua sumber daya yang dikonsumsi oleh produk memiliki proporsi yang sama dengan jumlah unit yang diproduksi, akan tetapi karena dalam sistem konvensional
menggunakan
dasar
pembebanan
ini,
sedangkan
produk
mengkonsumsi sebagian besar sumber daya pendukung yang proporsinya tidak sama dengan jumlah unit yang dihasilkan, sehingga terjadi distorsi biaya. Distorsi dari penggunaan sistem akuntansi tradisional dimulai ketika cost driver berdasarkan unit tidak mampu untuk membebankan biaya overhead secara tepat, yaitu proporsi biaya overhead yang tidak berhubungan dengan unit terhadap total biaya dan tingkat diversitas produk. Menurut Supriyono (1994:36) ada 2 macam distorsi biaya yaitu : biaya yang terlalu rendah (undercosted) untuk produk yang bervolume kecil dan biaya yang terlalu tinggi (overcosted) untuk produk yang bervolume besar. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara biaya yang dibebankan dengan sumber daya yang sebenarnya dikonsumsi. Sistem tradisional tidak hanya secara sistematis mendistorsi biaya produk.
Informasi
yang terdistorsi juga
mengakibatkan tidak tepatnya
perencanaan, pengendalian biaya dan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manajemen, sehingga dapat meningkatkan pemborosan dan kerumitan dalam produksi. Menurut Cooper dan Kaplan (2001), terdistorsinya informasi yang dihasilkan sistem akuntansi biaya tradisional disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
17
a.
Adanya biaya-biaya yang dialokasikan ke produk yang tidak berkaitan sama sekali dengan produk yang menimbulkan biaya-biaya tersebut.
b.
Adanya biaya-biaya yang tidak dihubungkan dengan produk yang dihasilkan ataupun dengan konsumen yang dilayani.
c.
Adanya perhitungan biaya produk hanya terdapat sebagian output dari perusahaan.
d.
Adanya pengalokasian biaya yang tidak akurat ke suatu produk.
e.
Adanya usaha untuk mengalokasikan joint cost dan common cost ke suatu produk.
2.1.6 Activity Based Costing (ABC)
ABC merupakan sistem informasi tentang pekerjaan (atau aktivitas) yang mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan nilai bagi customer (Mulyadi dan Setiawan,2000:405). Menurut Maher dan Deakin (1996), activity based costing adalah metode perhitungan biaya yang membebankan biaya pertama dan pada kegiatan untuk tiap produk. Menurut Blocher et al. (2000) ABC system adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas. Menurut Garrison dan Norren (2006) ABC adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Garrison menambahkan ABC biasanya digunakan
18
sebagai pelengkap bukan sebagai pengganti sistem biaya yang biasa dipakai perusahaan. Kebanyakan perusahaan yang menggunakan ABC memiliki dua sistem biaya, sistem biaya resmi yang disiapkan untuk laporan keuangan eksternal dan ABC yang digunakan untuk pengambilan keputusan internal dan untuk menjalankan aktivitas. Hansen dan Mowen (2006) mendefinisikan ABC adalah sistem yang pertama kali menelusuri biaya pada kegiatan/aktivitas kemudian pada produk. 1.
Kriteria Penerapan Activity Based Costing System Pada Perusahaan Dalam penerapannya, terdapat beberapa kriteria penerapan activity based
costing pada perusahaan, antara lain : a.
Product diversity Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman product families yang ditawarkan. Dalam hal ini semakin banyak produk yang dihasilkan, semakin cocok menggunakan analisis ABC. Hal ini dikarenakan jika semakin banyak ragam produk yang dihasilkan akan berakibat semakin beragam pula aktivitasnya sehingga semakin tinggi pula tingkat distorsi biaya.
b.
Support diversity Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas yang mengakibatkan tingginya pengeluaran biaya overhead. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead. Jadi, semakin banyak jumlah dan keanekaragaman aktivitas maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
19
c.
Common processes Menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk menghasilkan produk-produk tertentu sehingga biaya periode masing-masing produk sulit dipisahkan. Kegiatan bersama tersebut misalnya : kegiatan manufacturing, engineering, marketing, distribution, accounting, material handling dan sebagainya. Banyaknya departemen yang diperlukan dalam menjalankan operasi perusahaan akan menyebabkan banyaknya common cost. Hal itu berdampak pada sulitnya alokasi biaya per produk. Jadi, semakin tinggi tingkat common processes maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
d.
Period cost allocation Menunjukkan kemampuan sistem akuntansi biaya yang mengalokasikan biaya periode secara akurat. Biaya periode merupakan biaya uang diidentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlukan untuk memperoleh barang atau produk yang akan dijual. Untuk dapat memperkecil biaya produk maka lebih disarankan agar biaya periode menjadi proporsi yang paling besar dalam produk. Perusahaan yang telah menerapkan hal tersebut maka cocok untuk menggunakan analisis ABC.
e.
Rate of growth of period costs Menunjukkan tingkat kecepatan pertumbuhan biaya periode sepanjang tahun. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat akan sulit untuk mengalokasikan biaya, sehingga tingkat kemungkinan untuk terjadinya distorsi biaya menjadi tinggi. Maka perusahaan yang memiliki
20
tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat, cocok untu menggunakan analisis ABC. f.
Pricing freedom Menunjukkan tingkat independensi perusahaan dalam menentukan harga sehingga menghasilkan product profitability. Perusahaan yang memiliki ketidakbebasan dalam menentukan harga biasanya disebabkan adanya persaingan dengan kompetitor dalam pasar. Persaingan tersebut berdampak pada penentuan biaya yang tepat bagi perusahaan. Maka perusahaan yang tidak memiliki tingkat independensi untuk menentukan harga maka perusahaan tersebut cocok menggunakan analisis ABC.
g.
Periode expense ratio Menunjukkan kemungkinan terjadinya distorsi biaya produk secara material. Ini berkaitan dengan seberapa besar tingkat pengaruh penurunan ataupun kenaikan biaya dengan proporsi laba. Jika laba perusahaan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.
h.
Strategic considerations Menunjukkan seberapa penting informasi biaya dimanfaatkan dalam proses pengambilan
keputusan
manajemen.
Keputusan
yang
diambil
oleh
manajemen berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan, tidak hanya terbatas pada strategi pemasaran. Sehingga semakin penting informasi boaya dalam pengambilan keputusan maka perusaan cocok menggunakan analisis ABC.
21
i.
Cost reduction effort Menggambarkan seberapa penting akurasi pelaporan alokasi biaya periode untuk pengambilan keputusan internal manajemen. Adanya keakuratan pelaporan alokasi biaya periode juga berkaitan dengan evaluasi bagi internal manajemen. Pihak manajemen dapat menggunakan informasi yang disajikan dalam laporan tersebut untuk membuat kebijakan yang lebih tepat pada kemudian hari. Jadi, semakin tinggi tingkat kepentingan akurasi maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
j.
Analysis of frequency Menunjukkan tinggi rendahnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis biaya pada produk. Banyak kegiatan berkaitan dengan frekuensi kebutuhan informasi biaya. Semakin tinggi tingkat frekuensinya maka tingkat keakuratan alokasi biaya pun juga semakin dibutuhkan. Maka semakin tinggi tingkat frekuensinya, perusahaan semakin cocok menggunakan analisis ABC. Ada dua hal mendasar yang harus dipahami sebelum kemungkinan penerapan
metode ABC, yaitu : a.
Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisional pun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sistem ABC kehilangan relevansinya. Artinya, Activity Based costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.
22
b.
Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem ABC justru tidak tepat karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem ABC membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi, perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.
2.
Tahap-tahap penerapan activity based costing system Ada dua tahap prosedur dalam penerapan activity based costing yaitu : Tahap penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas meliputi empat langkah sebagai berikut :
a.
Penggolongan berbagai aktivitas. Berbagai aktivitas diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai suatu interprestasi fisik yang mudah dan jelas serta cocok dengan segmen-segmen
proses
produksi
yang
dapat
dikelola.
Aktivitas
dikelompokkan ke dalam 4 kategori aktivitas (Supriyono, 1994:237) : 1) Aktivitas berlevel unit Aktivitas berlevel unit (unit level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Semua aktivitas di level ini akan
23
menghasilkan biaya aktivitas berlevel unit, yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh penggunaan jam mesin akan menghasilkan biaya operasi mesin, jam tenaga kerja langsung akan menghasilkan biaya tenaga kerja langsung, penggunaan bahan penolong menghasilkan biaya bahan penolong, yang digunakan setiap unit produk dihasilkan. 2) Aktivitas berlevel batch Aktivitas berlevel batch (batch level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi. Contoh aktivitas ini adalah aktivitas set up, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan dan aktivitas inspeksi. Aktivitas ini menimbulkan biaya aktivitas berlevel batch, yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi jumlah batch produk yang diproduksi. Biaya ini bervariasi dengan jumlah batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap batch. Contohnya biaya set up dan biaya penjadwalan ulang. 3) Aktivitas berlevel produk Aktivitas berlevel produk atau aktivitas penopang produk (product sustaining activities) adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan.Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk untuk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, dan spesifikasi produk. Biaya
24
yang timbul karena aktivitas berlevel produk dinamakan biaya aktivitas berlevel produk, yaitu biaya atas aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Contohnya biaya penelitian dan pengembangan produk, biaya perekayasaan proses, dan biaya spesifikasi produk. 4) Aktivitas berlevel fasilitas Aktivitas berlevel fasilitas (facility level activities) atau aktivitas penopang fasilitas (facility sustaining activities) adalah aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas untuk memproduksi produk. Besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Contoh aktivitas berlevel fasilitas ini adalah manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, listrik dan penerangan, kebersihan, pajak bumi dan bangunan serta depresiasi pabrik. Aktivitas ini menghasilkan biaya aktivitas berlevel fasilitas, yaitu meliputi biaya atas aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk. Contoh biaya ini adalah biaya manajemen pabrik, biaya pemelihaaan bangunan, biaya keamanan, biaya listrik, biaya kebersihan dan biaya pajak bumi dan bangunan.
25
b. Menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktivitasnya Setelah menggolongkan berbagai aktivitas maka langkah berikutnya adalah menghubungkan berbagai biaya pada kelompok biaya level aktivitas tersebut. c.
Menentukan kelompok-kelompok biaya yang homogen Kelompok biaya (cost pool) yang homogen adalah sekumpulan biaya overhead yang terhubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan dan bebagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh penyebab biaya (cost driver) tunggal. Aktivitas-aktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk, supaya dapat dimasukkan ke dalam suatu cost pool yang homogen. Rasio konsumsi yang sama menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver. Cost driver harus dapat diukur sehingga overhead dapat dibebankan ke berbagai produk. Dua faktor utama yang harus diperhatikan dalam memilih cost driver atau penyebab biaya antara lain: 1) biaya Pengukuran maksudnya adalah dalam sistem ABC, sejumlah besar cost driver dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan,sangat penting untuk memilih cost driver yang menggunakan informasi yang siap tersedia. Informasi yang tidak tersedia pada sistem yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan, dan akibatnya akan meningkatkan biaya sistem informasi perusahaan. Kelompok biaya (cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah kemungkinan cost driver. Untuk keadaan ini, cost driver yang dapat digunakan pada system informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan meminimumkan biaya pengukuran. 2) pengukuran tidak
26
langsung dan tingkat korelasi maksudnya adalah mengganti cost driver yang secara langsung mengukur penggunaan suatu aktivitas dengan suatu cost driver yang secara tidak langsung mengukur penggunaan itu dapat dilakukan untuk meminimumkan biaya dalam memperoleh kuantitas cost driver. Penggantian ini dilakukan dengan syarat kuantitas dari aktivitas yang digunakan setiap transaksi kira-kira sama untuk setiap produk, Dalam kasus seperti ini, indirect cost driver yang mempunyai korelasi tinggi dan dapat digunakan. d.
Menentukan tarif kelompok Tarif kelompok (pool rate) adalah tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
Pada tahap kedua ini biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke berbagai jenis produk.Hal ini dilaksanakan dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk. Ukuran ini merupakan penyederhanaan kuantitas cost driver yang digunakan oleh setiap produk. 2. Cost driver Cost driver adalah setiap aktivitas yang menimbulkan biaya. Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biaya-biaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitas-aktivitas selanjutnya.
27
Landasan penting untuk menghitung biaya berdasarkan aktivitas adalah dengan mengidentifikasi pemicu biaya atau cost driver untuk setiap aktivitas. Pemahaman yang tidak tepat atas pemicu akan mengakibatkan ketidaktepatan pada pengklasifikasian biaya, sehingga menimbulkan dampak bagi manajemen dalam mengambil keputusan. 3.
Manfaat metode activity based costing(ABC). ABC membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh alokasi biaya
tradisional.ABC juga memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa, dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.Manfaat utama ABC adalah : a.
ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan stratejik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran modal.
b.
ABC menyediakan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan ‘product value’ dan ‘process value’ dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan ‘value’.
c.
ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.
28
4.
Keterbatasan metode activity based costing (ABC). Meskipun ABC memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk
individual secara lebih baik, tetapi juga mempunyai keterbatasan yang harus diperhatikan oleh manajer sebelum menggunakannya untuk menghitung biaya produk: a.
Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
b.
Mengabaikan biaya. Keterbatasan lain dari ABC adalah beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya produk total. Secara tradisional biaya pemasaran dan administrasi tidak dimasukkan dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan yang dikeluarkan oleh GAAP mengharuskan memasukkan ke dalam biaya periode.
c.
Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen
29
yang
inovatif,
biasanya
diperlukan
waktu
lebih
dari
satu
untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses. 5.
Activity based costing dalam organisasi jasa. ABC lebih sering digunakan pada perusahaan manufaktur, namun ABC dapat
juga digunakan pada organisasi jasa. Organisasi jasa memiliki aktivitas dan keluaran yang menimbulkan permintaan terhadap aktivitas itu sendiri. Karakteristik dasar yang membedakan organisasi manufaktur dengan organisasi jasa adalah dalam mengidentifikasi output. Untuk manufaktur, output berupa produk nyata sehingga mudah diidentifikasi, sedangkan organisasi jasa outputnya tidak berwujud. Namun demikian harus harus diidentifikasi agar dapat diukur biayanya. ABC telah dikembangkan dan diimplementasikan pada Alexandra Hospital, Union Pacific Railroad, Amtrak Auto-Ferry Service, Data Service Inc, AT&T, Fireman’s Fund, American Express, dan the Manvel Supply System Command(Blocher et al, 2000:138).
30
2.2
Kerangka Berpikir Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dan uraian teori, maka dapat
digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut : Laboratorium Klinik Prima
Laporan analisis beban operasional tahun 2013
Perhitungan dengan metode tradisional
Perhitungan dengan metode ABC sistem
Biaya pemeriksaan/ harga pokok yang berlaku saat ini
Biaya pemeriksaan/ harga pokok berdasar ABC sistem
Perbandingan biaya pemeriksaan/ harga pokok
Peningkatan keakuratan perhitungan biaya
Gambar 1 Kerangka Berpikir Penerapan Metode ABC Sistem
31
Keterangan gambar : Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka setelah data-data yang diperlukan yaitu laporan analisis beban dasar tahun 2013 kemudian dilakukan penghitungan menggunakan metode activity based costing untuk dapat mengetahui biaya pemeriksaan pada Laboratorium Klinik Prima. Penghitungan menggunakan metode activity based costing tersebut dilakukan dengan terlebih dulu menentukan kelompok aktivitas yang terjadi selama proses kerja laboratorium dan
cost driver nya yang kemudian akan digunakan untuk
menghitung biaya pemeriksaan laboratorium. Hasil penghitungan dengan metode activity based costing tersebut kemudian akan dibandingkan dengan biaya pemeriksaan yang selama ini sudah dihitung oleh pihak manajemen laboratorium dengan menggunakan metode tradisional, kemudian dari hasil perbandingan tersebut akan dapat diambil kesimpulan metode yang dapat lebih memberikan keakuratan penghitungan biaya pemeriksaan laboratorium.