BAB II TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan teori 1. Nifas a. Definisi masa nifas Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerpurium (nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010, p.1). Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul bari, 2002, p.N23). Masa nifas atau post partum disebut juga puerpurium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010, p.1). Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan sampai kepada keadaan sebelum hamil (Waryana, 2010, p.59).
Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-kira 6 minggu. b. Tahapan masa nifas Anggraeni (2010, p.3) menyatakan bahwa tahapan masa nifas di bagi menjadi 3 yaitu : 1) Puerpurium dini Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2) Puerpurium intermedial Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3) Remote puerpurium Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan. c. Perubahan fisiologi masa nifas 1) Uterus Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil dengan berat 60 gram.
Tabel 2.1 Perubahan uterus masa nifas Involusi uteri Plasenta lahir 7 hari (1 minggu) 14 hari (2 Minggu) 6 Minggu
Tinggi fundus uteri Setinggi pusat Pertengahan pusat simfisis Tidak teraba
Berat uterus 1000 gram 500 gram
Diameter uterus 12,5 cm 7,5 cm
Palpasi servik Lembut/lunak 2 cm
350 gram
5 cm
1 cm
Normal
60 gram
2,5 cm
Menyempit
Sumber : Ambarwati dan Wulandari, 2010, p.76.
2) Bekas luka implantasi plasenta dengan cepat mengecil, pada minggu ke 2 sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm (Anggraeni, 2010, p.36). 3) Luka-luka pada jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks umumnya bila tidak disertai infeksi akan sembuh per primam (Prawirohardjo, 2005, p.239). 4) Rasa sakit Yang disebut after pain (meriang dan mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 3-4 hari pasca persalinan (Anggraeni, 2010, p.35). 5) Lochea Menurut Waryana (2010, p.60), lochea dibagi menjadi : a) Lochea rubra Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vornik kaseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguilenta Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari 3-7 hari persalinan. c) Lochea serosa Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 hari pasca persalinan. d) Lochea alba Cairan putih setelah 2 minggu. e) Lochea purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. f) Locheastasis Lochea yang tidak lancar keluarnya. 6) Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong, berwarna merah kehitaman, konsistennya lunak. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Prawirohardjo, 2005, p.238). 7) Ligamen-ligamen Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendur (Prawirohardjo, 2005, p.239). d. Adaptasi psikologi masa nifas 1) Fase Taking in (1-2 hari post partum) Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada diri dan tubuhnya sendiri. Mengulang-ulang, menceritakan pengalaman proses bersalin yang dialami. Wanita yang baru melahirkan ini perlu istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala lelah, cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan (Anggraeni, 2010, p.80). 2) Fase hold period (3-4 hari post partum) Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuan menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu (Waryana, 2010, p.65). 3) Fase Letting go Pada fase ini pada umumnya ibu sudah pulang dari RS. Ibu mengambil tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi, begitu juga adanya grefing karena dirasakan dapat mengurangi interaksi sosial tertentu. Depresi post partum sering terjadi pada masa ini (Anggraeni, 2010, p.81).
e. Perawatan pasca persalinan 1) Kebersihan diri menurut Abdul bari (2002, pp.N24-N25), yaitu : a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh. b) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan kepada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar. c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari atau diseterika. d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka. 2) Istirahat menurut Abdul bari (2002, p.N25), yaitu : a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. b) Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal : (1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi. (2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan. (3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. 3) Latihan menurut Abdul bari (2002, p.N25), yaitu : a) Diskusikan pentingnya otot-otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung. b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu, seperti : (1) Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak 10 kali. (2) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul (latihan kegel). c) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot pantat dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke 6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30 kali.
2. Penyembuhan luka a. Pengertian Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2008, p.36). Pada ibu yang baru melahirkan, banyak komponen fisik normal pada masa postnatal membutuhkan penyembuhan dengan berbagai tingkat. Pada umumnya, masa nifas cenderung berkaitan dengan proses pengembalian tubuh ibu kekondisi sebelum hamil, dan banyak proses di antaranya yang berkenaan dengan proses involusi uterus, disertai dengan penyembuhan pada tempat plasenta (luka yang luas) termasuk iskemia dan autolisis. Keberhasilan resolusi tersebut sangat penting untuk kesehatan ibu, tetapi selain dari pedoman nutrisi (yang idealnya seharusnya diberikan selama periode antenatal) dan saran yang mendasar tentang higiene dan gaya hidup, hanya sedikit yang bisa dilakukan bidan untuk mempengaruhi proses tersebut.
b. Fisiologi penyembuhan luka menurut Smeltzer dan Suzanne C (2002, p.490) Beragam proses seluler yang saling tumpang tindih dan terus menerus memberikan kontribusi terhadap pemulihan luka, regenerasi sel, proliferasi sel, dan pembentukan kolagen. Respon jaringan terhadap cidera melewati beberapa fase yaitu : 1) Fase inflamasi Respon vaskuler dan seluler terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cidera. Vasokontriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplateler terbentuk dalam upaya untuk mengontrol perdarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi
venula.
Mikrosirkulasi
kehilangan
kemampuan
vasokontriksinya karena norepinefrin dirusak oleh enzim intraseluler. Sehingga
histamin
dilepaskan
yang
dapat
meningkatkan
permebialitas kapiler. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel-sel anak yang bermigrasi. Dengan aktivitas ini, enzim proteolitik disekresikan dan menghancurkan bagian dasar bekuan darah. Celah antara kedua sisi luka secara progresif terisi, dan sisinya pada akhirnya saling bertemu dalam 24 sampai 48 jam.
2) Fase proliferatif Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopolisakarida. Banyak vitamin, terutama vitamin C sangat membantu proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka. 3) Fase maturasi Jaringan parut tampak lebih besar, sampai fibrin kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi yang mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. c. Proses penyembuhan luka Luka dapat sembuh melalui proses utama (primary intention) yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan menjahitnya. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Oleh karena itu, dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal dan kontraksi sedikit berperan. Penyembuhan yang kedua yaitu melalui proses sekunder (secondary intention) terdapat defisit jaringan yang membutuhkan waktu yang lebih lama (Boyle, 2008, p.43).
d. Penghambat keberhasilan penyembuhan luka menurut Boyle (2008, pp.44-49) adalah sebagai berikut : 1) Malnutrisi Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan
luka,
meningkatkan
dehisensi
luka,
meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitas yang buruk. Defisien
nutrisi
(sekresi
insulin
dapat
dihambat,
sehingga
menyebabkan glukosa darah meningkat) tertentu dapat berpengaruh pada penyembuhan. 2) Merokok Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang dapat merusak penyembuhan luka, bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer. Merokok juga mengurangi
kadar
vitamin
C
yang
sangat
penting
untuk
penyembuhan. 3) Kurang tidur Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur meningkatkan anabolisme dan penyembuhan luka termasuk ke dalam proses anabolisme. 4) Stres Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga menghambat penyembuhan luka.
5) Kondisi medis dan terapi Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu seperti AIDS, ginjal atau penyakit hepatik dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatur faktor pertumbuhan, inflamasi, dan sel-sel proliperatif untuk perbaikan luka. 6) Apusan kurang optimal Melakukan apusan atau pembersihan luka dapat mengakibatkan organisme tersebar kembali disekitar area kapas atau serat kasa yang lepas ke dalam jaringan granulasi dan mengganggu jaringan yang baru terbentuk. 7) Lingkungan optimal untuk penyembuhan luka Lingkungan yang paling efektif untuk keberhasilan penyembuhan luka adalah lembab dan hangat. 8) Infeksi Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan granulasi serta pembentukan jaringan parut.
3. Tingkat kecukupan protein a. Pengertian Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Protein berasal dari kata yunani yaitu proteos yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Protein merupakan zat gizi ke dua yang banyak terdapat di dalam tubuh
setelah air, seperlima bagian dari tubuh manusia dewasa adalah protein (Sulistyoningsih, 2011, p.22). Konsumsi protein adalah jumlah protein dari pangan baik hewani maupun nabati yang dikonsumsi, dinyatakan dalam
satuan
gram
perkapita
perhari
(Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2007). b. Klasifikasi protein menurut Sulistyoningsih, (2011, pp.22-23) Berdasarkan sumbernya, protein dikelompokkan menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Jika dikelompokkan berdasarkan
proporsi
asam
amino
yang
terkandung,
protein
dikelompokkan menjadi : 1) Protein lengkap/ protein dengan nilai biologik tinggi/ bermutu. Protein yang mengandung semua asam amino esensial dalam proporsi yang mampu memberikan pertumbuhan secara optimal. 2) Protein tidak lengkap/ protein bermutu rendah. Protein yang tidak memiliki jumlah terbatas satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati merupakan protein tidak lengkap, kecuali kedelai. c. Metabolisme protein Protein dalam makanan baru akan mengalami proses pencernaan di lambung dengan adanya enzim pepsin yang bekerja sama dengan HCL untuk memecah protein menjadi metabolit intermediet tingkat polipeptida yaitu pepton, albumosa dan proteosa. Protein makanan dicerna total menjadi asam amino larut dalam air sehingga
dapat berdifusi secara pasif melalui membrane sel. Umumnya protein dicerna dan diserap secara sempurna sehingga di dalam tinja tidak ada protein makanan (Sulistyoningsih, 2011, p.23) d. Fungsi protein menurut Sulistyoningsih (2011, pp.23-24) Protein memiliki fungsi penting yang diperlukan tubuh diantaranya adalah: 1) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan Pertumbuhan atau penambahan otot juga pemeliharaan dan perbaikan jaringan hanya akan terjadi jika cukup tersedia campuran asam amino yang sesuai. Protein selalu dalam kondisi dinamis, secara bergantian akan dipecah dan disintesis kembali. Tubuh manusia akan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan yang lain. 2) Salah satu penghasil utama energi Apabila
pemenuhan
kebutuhan
energi
tidak
tercukupi
dari
karbohidrat, maka protein dapat digunakan sebagai sumber energi, 1 gram protein dapat menghasilkan 4 kkal. 3) Merupakan bagian dari enzim antibodi Menyediakan asam amino yang diperlukan dalam membentuk enzim pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang dibutuhkan.
4) Mengangkut zat gizi Protein memiliki peranan dalam mengangkut zat gizi dari saluran cerna melalui membran sel menuju sel. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat gizi. 5) Mengatur keseimbangan air Protein dan elektrolit berperan penting dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh. Penumpukan cairan dalam jaringan (oedema) merupakan salah satu tanda awal kekurangan protein. e. Sumber protein Protein terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Nilai biologi protein pada bahan pangan bersumber hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Bahan makanan hewani sumbernya yaitu dari ikan, susu, telur, daging, unggas dan kerang. Bahan makanan nabati yang memiliki kandungan protein adalah kedelai dan olahannya seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain, Kedelai merupakan bahan nabati dengan nilai biologi yang tertinggi (Sulistyoningsih, 2011, p.24). f. Kebutuhan ibu masa nifas menurut Ambarwati dan Wulandari (2010,pp.98-103) itu harus mengandung : 1) Sumber tenaga (energi) Untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein, jika sumber tenaga kurang, protein dapat digunakan sebagai
cadangan untuk memenuhi kebutuhan terdiri dari beras, sagu, jagung, tepung terigu dan ubi. 2) Sumber pembangunan (protein) Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati. Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap oleh sel mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe). Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu, telur dan keju, ketiga makanan tersebut juga mengandung zat kapur, zat besi dan vitamin B. Tabel. 2.2 Nilai protein dalam beberapa jenis bahan makanan Hewani Daging sapi Hati Babat Jeroan Daging ayam Ikan segar Kerang Udang segar Telur ayam Susu sapi
Protein (gr%) 18,8 19,7 17,6 14 18,2 17 16,4 21 12 3,2
Nabati Kacang kedelai kering Kacang merah Kacang hijau Kacang tanah terkelupas Beras Kentang Tempe Tahu Daun singkong Bayam
Protein (gr%) 34,9 29,1 22,2 25,3 7,6 2 18,3 7,8 6,8 3,5
Sumber : Daftar komposisi bahan makanan, Sulistyoningsih (2011) dalam buku almatsier (2003). 3) Sumber pengatur dan pelindung (Mineral, vitamin dan air) Unsur-unsur tersebut digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh. Ibu menyusui minum air sedikitnya 3 liter setiap hari
(anjurkan ibu untuk minum setiap kali habis menyusui). Sumber zat pengatur dan pelindung biasa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar. 4) Jenis-jenis mineral penting : a) Zat kapur Untuk pembentukan tulang, sumbernya yaitu susu, keju, kacangkacangan dan sayuran berwarna hijau. b) Fosfor Dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi anak, sumbernya yaitu susu, keju, daging. c) Zat besi Tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui karena dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah serta membentuk sel darah merah (HB) sehingga daya angkut oksigen mencukupi kebutuhan. Sumber zat besi antara lain kuning telur, hati, daging, kerang, ikan, kacang-kacangan dan sayuran hijau. d) Yodium dan Kalsium Sangat penting untuk mencegah timbulnya kelemahan mental dan kekerdilan fisik yang serius, sumbernya yaitu minyak ikan, ikan laut dan garam beryodium. Jenis-jenis vitamin : (1) Vitamin A Digunakan untuk pembentukan sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan saraf penglihatan, meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Sumbernya yaitu dari kuning telur, hati, mentega, sayuran berwarna hijau dan buah berwarna kuning (wortel, tomat, nangka). (2) Vitamin B1 (Thiamin) Dibutuhkan agar kerja syaraf dan jantung normal, membantu metabolisme karbohidrat secara tepat oleh tubuh, nafsu makan yang baik, membantu proses pencernaan makanan, meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mengurangi kelelahan. Sumbernya yaitu kuning telur, hati, susu, kacang-kacangan, tomat, jeruk, nanas dan kentang bakar. (3) Vitamin B2 (Riboflavin) Dibutuhkan untuk pertumbuhan, nafsu makan, pencernaan, sistem saraf, jaringan kulit dan mata. (4) Vitamin B3 (Niacin) Dibutuhkan dalam proses pencernaan, kesuburan kulit, jaringan saraf dan pertumbuhan. Sumbernya yaitu dari kuning telur, susu, daging, kaldu daging, hati, daging ayam, kacang-kacangan, beras merah, jamur dan tomat. (5) Vitamin B6 (Pyridoksin) Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Sumbernya yaitu gandum, jagung, hati dan daging.
(6) Vitamin B12 (Cyanocobalamin) Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan saraf. Sumbernya yaitu telur, daging, hati, keju, ikan laut dan kerang laut. (7) Folic acid Vitamin ini diperlukan untuk pertumbuhan pembentukan sel darah merah dan produksi inti sel. Sumbernya yaitu daging, hati, ikan jerman dan sayuran hijau. (8) Vitamin C Untuk pembentukan jaringan ikat dan bahan semua jaringan ikat (untuk penyembuhan luka), pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah. Sumbernya yaitu jeruk, tomat, melon, brokoli, jambu biji, mangga, pepaya dan sayuran. (9) Vitamin D Dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukan tulang dan gigi serta penyerapan kalsium dan posfor. Sumbernya yaitu antara lain minyak ikan, susu, margarin dan penyinaran kulit dengan sinar matahari pagi (sebelum pukul 09.00 wib). (10) Vitamin K Dibutuhkan
untuk
mencegah
perdarahan
agar
proses
pembekuan darah normal. Sumber vitamin K adalah kuning telur, hati, brokoli, asparagus dan bayam.
g. Penyakit akibat konsumsi protein Penyakit yang berhubungan dengan protein terjadi karena adanya 2 hal yaitu defisiensi protein serta adanya kelainan sintesis dan metabolisme protein. Timbulnya penyakit akibat defisiensi protein biasanya disertai dengan penyakit penyerta berupa infeksi, terutama penyakit infeksi saluran nafas serta infeksi saluran pencernaan. Terdapat dua kondisi defisiensi energi dan protein, yaitu marasmus dan kwashiorkor (Sulistyoningsih, 2011, pp.25-26). h. Batas anjuran konsumsi protein Angka kecukupan protein untuk orang dewasa menurut hasil penelitian mengenai keseimbangan nitrogen adalah 0,8-1,5 gr/kg BB. Angka kecukupan protein sangat dipengaruhi oleh mutu protein hidangan yang dinyatakan dalam skor asam amino (SAA), daya cerna protein (DP), dan berat badan seseorang (Sulityoningsih, 2011, p.26).
Tabel 2.3 Perbandingan angka kecukupan energi dan zat gizi wanita dewasa dan tambahannya untuk ibu hamil dan menyusui. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Zat gizi
Wanita dewasa
Ibu hamil
Ibu menyusui 0-6 bulan 7-12 bulan
Energi (kkal) Protein (gr) Vitamin A (RE) Vitamin D (mg) Vitamin E (mg) Vitamin K (mg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg)
2200 48 500
285 12 200
700 16 350
500 12 300
5
5
5
5
8
2
4
2
6,5
6,5
6,5
6,5
1,0 1,2
0,2 0,2
0,3 0,4
0,3 0,3
No Zat gizi 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Niasin (mg) Vitamin B 12 (mg) Asam folat (mg) Pyridoksin (mg) Vitamin C Kalsium (mg) Posfor (mg) Besi (mg) Seng (mg) Yodium (mg)
Wanita dewasa 9 1,0
Ibu hamil
150
150
50
40
1,6
0,6
0,5
0,5
60 500 450 26 15 150
10 400 200 20 5 25
25 400 300 2 10 50
10 400 200 2 10 50
0,1 0,3
Ibu menyusui 0-6 bulan 7-12 bulan 3 3 0,3 0,3
Sumber : Ambarwati dan Wulandari, (2010, p.103).
4. Hubungan tingkat kecukupan protein dengan penyembuhan luka Menurut Boyle (2008, p.45), protein memiliki peran utama dalam fungsi imun, karena protein dibutuhkan tubuh dalam pembelahan sel normal untuk menghasilkan komponen seluler. Antibodi dan agen vital lainnya juga menyusun asam amino. Oleh karena itu defisiensi protein akan mengakibatkan defek sistem imun. Asam amino penting untuk sintesis dan pembelahan sel yang sangat vital untuk penyembuhan luka. Kekurangan protein mengakibatkan penurunan angiogenesis, penurunan proliferasi fibroblast dan sel endotel, serta penurunan sintesis kolagen dan remodeling. Protein telur dan susu terutama penting untuk perbaikan jaringan yang rusak (Boyle, 2008, pp.62-63). Hasil penelitian serupa yaitu hasil penelitian Arif wibowo (2005), menunjukkan bahwa ada hubungan pola perilaku makan ibu post partum dengan proses penyembuhan luka episiotomi, sehingga perlu
adanya pola perilaku makan ibu post partum yang baik untuk mempercepat proses penyembuhan luka episiotomi.
B. Kerangka teori
Status nutrisi : a. Tingkat kecukupan protein. b. Vitamin C
Gaya hidup : a. Merokok b. Kurang tidur c. Stress
Penyembuhan luka perineum
Lingkungan : a. Kondisi medis dan terapi b. Lingkungan optimal untuk penyembuhan c. Apusan luka d. Infeksi
: tidak diteliti : diteliti Gambar 2.4 Kerangka teori Sumber : Boyle (2008, pp.43-49)
C. Kerangka konsep Variabel
Variabel
independen
dependen
Tingkat kecukupan protein
Penyembuhan luka perineum
Gambar 2.5 Kerangka konsep
D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan luka perineum ibu nifas.