BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Masa Nifas a. Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, dari mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar,2002) Masa nifas atau masa puerperium adalah masa di mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, 2005) Masa nifas (puerpurium) masa di mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil selama 6 minggu ( Saifudin, A.B 2002).
b. Periode nifas Menurut Rustam Mochtar nifas di bagi menjadi 3 periode: 1) Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah di perbolehkan berdiri dan berjalan-jalan 2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lama 6-8 minggu. 3) Remote puerperium yaitu waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
11
12
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
c. Perubahan-perubahan 1) Perubahan fisik Terjadi pada uterus yaitu uterus-uterus secara berangsurangsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi. Tabel 2.1 Involusi
TFU
Berat uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Uri lahir
2 jari bawah pusat
750 gram
1 minggu
Pertengahan pusat simfisis
500 gram
2 minggu
Tidak terabadi atas simfisis
350 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
13
Bekas implantasi uri yaitu placenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya pulih. Luka-luka yaitu luka pada jalan lahir bila tidak di sertai infeksi akan sembuh 6-7 hari. Rasa sakit ini di sebut after pains, di sebabkan kontraksi rahim. Biasanya rasa sakit ini berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Ada beberapa tahap atau proses lochia yaitu : a) Lochia Rubra yaitu berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban. Sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan. b) Lochia sanguinolenta yaitu berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Lochia ini terjadi keluar pada pada hari ke 3-7 pasca persalinan. c) Lochia Serosa yaitu berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi. Terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan. d) Lochia alba yaitu cairan putih, terjadi setelah 2 minggu pasca persalinan. e) Lochia purulenta yaitu terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah berbau busuk. Servik terjadi perubahan setelah persalinan bentuk servik agak menganga
seperti
corong
berwarna
merah
kehitaman,
14
konsistensinyalunak. Kadang-kadang terdapat perlukaan, rongga rahim, setelah 2 jam dapat di lalui oleh 2-3 jari setelah 7 hari hanya dapat di lalui 1 jari. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
2) Perubahan Psikologi Gangguan psikologis yang sering terjadi pada masa nifas meliputi: a) Post partum blues adalah merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar 2 hari hingga 2 minggu sejak kelahiran bayi di tandai dengan cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak percaya disensitif, mudah tersinggung, dan merasa kurang menyayangi bayinya. b) Post partum syndrome (PPS) adalah merupakan kesedihan dan kemurungan yang biasa bertahan dua sampai satu tahun. Depresi post partum adalah ibu yang merasakan kesedihan kebebasan, interaksi social, dan kemandiriannya berkurang.
15
2. Perawatan Pasca Persalinan Luka perineum a. Pengertian Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan jalan lahir baik maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin ( Wiknjosastro,2005). Ruptura perineum adalah robekan
yang
terjadi
pada
perineum
sewaktu
persalinan
(Mochtar,2002). Robekan jalan lahir adalah luka atau robekan jaringan yang tidak teratur (Depkes RI 2004). b. Perawatan luka perineum Perawatan luka perineum adalah membersihkan daerah vulva dan perineum pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca salin dan masih menjalani rawat inap di rumah sakit ( Wiknjosastro, 2005). Menurut Halminton perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang di batasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil. ( Setiady, 2006) c. Lingkup Perawatan Menurut Feerer lingkup perawatan perineum di tujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang di sebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang
16
terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung (pembalut) lochea (Setiady,2006) Sedangkan menurut Hamilton, lingkup perawatan perineum adalah mencegah kontaminasi dari rectum, menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau (Setiadiy,2006). d. Waktu Perawatan Menurut Feerer waktu perawatan perineum adalah 1) Saat mandi Pada saat mandi ibu post partum pasti melepas pembalut setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut untuk itu maka perlu di lakukan penggantian pembalut demikian pula pada perineum ibu untuk itu perlu di lakukan pembersihan perineum. 2) Setelah buang air kecil Pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rectum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu di perlukan pembersihan perineum. 3) Setelah buang air besar Pada saat buang air besar di perlukan pembersihan sisa-sisa kotoran di sekitar anus untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka di
17
perlukan
proses
pembersihan
anus
dan
perineum
secara
keseluruhan. e. Tujuan perawatan luka perineum 1) Mencegah iritasi dan infeksi 2) Meningkatkan rasa nyaman ibu 3) Mengurangi rasa nyeri
3. Perilaku a. Batasan Perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat di simpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang di amati langsung, maupun yang tidak di amati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skiner seorang ahli psikologi, yang di kutip oleh notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dalam teori Skiner di bedakan adanya dua respon:
18
1) Respondent respons atau flexife, yakni respon yang di timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini di sebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap. 2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian di ikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini di sebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. Di lihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua: 1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respon
seseorang
terhadap
stimulus
dalam
bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat di amati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka (over behavior) Respon sesorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice)yang dengan mudah dapat di amati atau di lihat oleh orang lain (Notoatmodjo,2003)
19
b. Domain perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organism (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau factorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda di sebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat di bedakan menjadi dua, yakni: a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin,dan sebagainya. b. Determinan atau factor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Factor lingkungan ini sering merupakan factor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007). Benyamin Bloom (1908) yang di kutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini di modifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).
20
c. Pembentukan perilaku Menurut ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku di antaranya: 1)
Kondisioning atau kebiasan
2)
Pengertian (insight)
3)
Menggunakan model
d. Beberapa teori perilaku Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia di dorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku ( Ircham, 2005). Teoriperilaku menurut ircham (2005), di antaranya: a) Teori insting Menurut McDougall perilaku itu di sebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan akan mengalami perubahan karena pengalaman. b) Teori dorongan (drive theory) Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu dorongandorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organism yang mendorong organism berperilaku.
21
c) Teori insentif (incentive theory) Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu di sebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga di sebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif.Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme dalam berbuat. Sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman dan akan menghambat organisme berperilaku d) Teory atribusi Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku itu di sebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadan eksternal (Ircham, 2005) e. Pengukuran perilaku Pengukuran atu cara mengamati perilaku dapat di lakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan atau (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara
kesehatannya.Sedangkan
secara
tidak
langsung
menggunakan metode mengingat kembali (recall).Metode ini di lakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa
22
yang telah di lakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
4. Factor-faktor perilaku Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori Lawrence Green: a. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor
ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas,
23
termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang
terkait
dengan
kesehatan
untuk
berperilaku
sehat
(Notoatmodjo, 2003).
5. Pengetahuan a.
Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
b.
Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension)
24
Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real atau sebenarnya. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis
menunjukkan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan krtiteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
25
c.
Cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan mejadi dua yaitu: 1) Cara memperoleh kebenaran non ilmiah Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: a. Secara kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang yang bersangkutan. b. Kekuasaan atau otoritas Kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi ke generasi berikutnya.Kebiasaan seperti ini bukan hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern.Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, para pemuka agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. c. Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
26
d. Akal sehat (Common Sense) Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.Misal dengan menghukum anak sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran,
bahwa hukuman
merupakan
metode bagi
pendidikan anak.Pemberian hadiah dan hukuman masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan. e. Kebenaran malalui wahyu Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima oleh pengikut-pengikutnya, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan. f. Kebenaran secara intuitif Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. g. Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
27
pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. h. Induksi Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman empiris yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala. i. Deduksi Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataanpernyataan umum ke khusus. Ariestoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme ini merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik.
2) Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperolah pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah.Cara ini disebut
28
metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu: a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan b) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan. c) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejalagejala
yang
berubah-ubah
pada
kondisi
tertentu
(Notoatmodjo,2010).
d.
Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
6. Sikap a. Pengertian sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).
29
LaPierre (1934) dalam Azwar (2010), mendefinisikan sikap sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.Sedangkan Secord & Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. b. Aspek-aspek sikap Terdapat dua aspek pokok dalam hubungan antara sikap dengan perilaku, yaitu: 1) Aspek keyakinan terhadap perilaku Keyakinan terhadap perilaku merupakan keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu. Aspek ini merupakan aspek pengetahuan individu tentang objek sikap.Pengetahuan individu tentang objek sikap dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap objek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya.
30
2) Aspek evaluasi akan perilaku Evaluasi akan akibat perilaku merupakan penilaian yang diberikan oleh individu terhadap tiap akibat atau hasil yang dapat diperoleh apabila menampilkan perilaku tertentu. Evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat menguntungkan dapat juga merugikan, barharga atau tidak berharga, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Semakin positif evaluasi individu akan akibat dari suatu objek sikap, maka akan semakin positif pula sikap terhadap objek tersebut, demikian pula sebaliknya (Fishbein and Ajzen , 1975 dalam Azwar 2010) c. Teori-teori sikap Terdapat beberapa pandangan/teori tentang konsistensi sikap, yang pada umumnya berasumsi bahwa orang mencari konsistensi diantara kognisi, yaitu: a) Teori Keseimbangan dari Heider Menurut Freitz Heider asumsi dasar teori ini menekankan pada
adanya
hubungan
keseimbangan
atau
ketidakseimbangan antara unsure-unsur individu (I), orang lain(O) dan objek sikap (Ob). Keadaan seimbang terjadi jika hubungan antara (I), (O), dan (Ob) berjalan harmonis, sedangkan jika hubungan ketiganya tidak harmonis menyebabkan bahwa persepsi orang terhadap bentuk hubungan antara unsure (I), (O), dan (Ob) memegang
31
peranan penting dalam menentukan keseimbangan yang terjadi.Dengan demikian menurut teori ini perubahan sikap dapat dilakukan dengan menciptakan kesamaan persepsi antara (I) dan (O) terhadap (Ob) sikap (Azwar, 2010). b) Teori Konsistensi Afektif-Kognitif dari Rosenberg Menurut Rosenberg (1960) dalam Fishbein and Ajzen (1965), teori ini berasumsi bahwa komponen afeksi senantiasa berhubungan dengan komponen kognisi dan hubungan
tersebut
berusaha
membuat
dalam
keadaan
kognisinya
konsisten.Orang
konsisten
dengan
afeksinya. Dengan kata lain, keyakinan seseorang, pendirian seseorang dan pengeetahuan seseorang tentang suatu fakta sebagian
ditentukan
oleh
pilihan
afeksinya.
Konsekuensinya bila terjadi perubahan dalam komponen afeksi akan menimbulkan perubahan pada komponen kognisi. Untuk itu dalam mengubah sikap, maka komponen afeksi diubah lebih dahulu kemudian akan mengubah komponen kognisi serta diakhiri dengan perubahan sikap (Azwar, 2010).
32
c) Teori Dimensi Kognitif dari Festinger Menurut Leon Festinger (1957), asumsi dasar dari teori ini adalah
sikap
berubah
demi
mempertahankan
konsistensinya dengan perilaku nyata. Seringkali manusia dihadapkan pada adanya konflik antara berbagai kognisi, sikap, bahkan antara sikap dengan perilaku.Keadaan ini disebut
disonasi.Usaha
mengurangi
disonasi
dapat
dilakukan dengan mengubah salah satu atau kedua unsure kognisi, bahkan dapat juga dilakukan dengan menambah kognisi baru.Cara spesifikyang dilakukan, menurut Azwar (2000), adalah dengan mengubah perilaku, mengubah unsur kognisi dari lingkungan dan menambah unsur kognisi yang baru (Azwar, 2010). d) Teori Kesesuaian Osgood dan Tannenbaum Pokok prinsip kesesuaian (congruity principle) yang dirumuskan oleh Osgood dan Tanennbaum (1955), dalam Secord and Backman (1964) mengatakan baha unsureunsur kognitif mempunyai valensi positif atau valensi negatif dalam berbagai intensitas atau mempunyai valensi nol. Unsur-unsur yang relevan satu sama lain dapat mempunyai hubungan positif ataupun negatif.
33
Kesesuaian akan terjadi apabila kesemua hubungan bervalensi nol atau bila dua diantaranya bervalensi negatif dengan intensitas yang sama (Azwar, 2010). e) Teori Fungsional Katz Teori
fungsional
yang
dikemukakan
oleh
Katz
mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak perubahan haruslah berangkat dari dasar motivasional sikap itu sendiri.Apa yang dimaksud oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan (Azwar, 2010). f) Teori Tiga Proses Perubahan Kelman Kelman (1958) dalam brigham (1991), mengemukakan teorinya mengenai organisasi sikap dengan menekankan konsepsi mengenai berbagai cara atau proses yang sangat berguna dalam memahami fungsi pengaruh social terhadap perubahan sikap. Lebih jauh, teori Kelman sangat relevan dengan permasalahan pengubahan sikap manusia. Secara khusus Kelman menyebutkan adanya tiga proses sosial yang berperan dalam proses perubahan sikap, yaitu ketersediaan (compliance), identifikasi (identification) dan internalisasi ( internalization).
34
g) Teori Nilai-Ekspektansi Teori nilai-ekspentasi (expectancy-value theory) mengenai sikap dikemukakan oleh banyak ahli psikologi. Edward Chace
Tolman
(1932)
dalam
Hergenhahn
(1982)
mengemukakan konsepnya mengenai perilaku bertujuan (purposive) dimana manusia belajar akan suatu harapan atau ekspentasi yaitu rasa percaya bahwa suatu respons perrilaku akan membawa pada suatu peristiwa atau hal tertentu. Peristiwa atau nilai ini memiliki nilai positif apabila sesuai dengan harapan (dalam istilah Tolman disebut konfirmasi) dan akan memiliki nilai negatif apabila tidak sesuai dengan harapan atau tidak terjadi konfirmasi. Konfirmasi akan memperkuat rasa percaya manusia bahwa suatu respon memang akan membawa kepada hal tertentu itu (kognisi). Jadi manusia belajar utuk megulang perilaku yang memiliki nilai positif (Azwar, 2010). d.
Komponen Sikap Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1)
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2)
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3)
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
35
Ketiga komponen ini secara barsama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007, p. 144). e.
Tingkatan sikap 1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat ketiga. 4) Bertanggungjawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.Secara langsung dapat
36
dilakukan
dengan
pernyataan-pernyataan
hipotesis,
kemudian
ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang.Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap.Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel.Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif ysang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2010). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2010) : − X − X T = 50+10 s
37
Keterangan : Χ : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T −
X : Mean skor kelompok S : Deviasi standar kelompok 7. Perawatan organ genetalia eksterna a. Organ genetalia eksterna Sistem reproduksi perempuan terdiri atas genetalia eksterna dan genetali interna (Setiadi, 2007). Alat kandungan luar (genetalia eksterna) dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat di lihat dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar di khususkan untuk kopulasi atau koitus (Mochtar,2002). Organ genetalia eksterna yaitu bagian organ reproduksi yang berada di bagin luar badan, pada wanita merupakan struktur kompleks yang keseluruhannya di sebut vulva. Bagian paling luar dari vulva terdiri atas lipatan kulit mengandung lemak di sebut labia mayora (sepasang), di sebelah dalamnya terdapat sepasang lipatan kulit, banyak jaringan vascular tanpa lemak di sebut labia minora. Di sebelah kaudoanterior masih terbungkus oleh labia minora terdapat satu organ erektilyang homolog dengan penis pada pria di sebut klitoris.
38
Diantara klitoris dan rongga vagina yaitu pada vulva bermuara saluran uretra (1 buah). Pada seorang gadis, ada lapisan tipis di vagina yang di sebut himen (Syahrum,2000). Menurut Setiadi (2007)genetalia eksterna secara kesatuan di sebut vulva atau pudendum. Genetalia eksterna terdiori dari: 1) Mons pubis 2) Labia mayora 3) Labia minora 4) Klitoris 5) Vestibula 6) Orifisium uretra 7) Mulut vagina 8) Perineum b.
Tujuan dan manfaat perawatan organ genitalia eksterna Alat reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitive dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi (Siswono,2001). Tujuannya adalah menjaga kesehatan dan kebersihan vagina, mempertahankan Ph derajat keasaman vagina normal, yaitu 3,5 sampai 4,5, mencegah
rangsangan
mencegah munculnya virus.
tumbuhnya jamur,bakteri, protozoa,
39
Manfaatnya adalah menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman, mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal, menjaga agar Ph vagina tetap normal. c. Cara merawat organ genetalia eksterna Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh kita lembab, terutama pada organ seksual,dan reproduksi yang tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap serta infeksi. Untuk itulah kita perlu menjaga keseimbangan ekosistem vagina. Dalam keadaan normal, vagina mempunyai bau yang khas. Tetapi bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau yang mengganggu, seperti bau yang tidak sedap, menyengat dan amis yang di sebabkan jamur, bakteri atau kuman lainnya. Jika infeksi yang terjadi di vagina ini di biarkan, bias masuk sampai kedalam rahim (Wijayanti, 2009). Menurut Wijayanti (2009) cara merawat organ intim wanita antara lain: 1) Mandi dengan teratur dengan membasuh vagina dengan air hangat dan sabun yang lembut. 2) Cuci tangan sebelum menyentuh vagina.
40
3) Setelah buang air besar dan kencing, selalu “cebok”dengan arah dari depan ke belakang (kearah anus). Jangan arah sebaliknya, karena hal ini akan membawa bakteri dari anus ke vagina. 4) Selalu gunakan celana dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun. Bahan lain misalnya nylon dan polyester akan membuat gerah, panas dan membuat vagina menjadi lembab. Kondisi ini sangat di sukai bakteri dan jamur untuk berkembang biak. 5) Hindaripenggunaan deodorant, cairan pembasuh (douches) sabun yang keras, serta tissue yang berwarna dan berparfum. 6) Hindari juga menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina 7) Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina. (Wijayanti, 2009) Ingat, cara membasuh yang benar adalah dari arah depan (vagina) ke belakang (anus),jangan terbalik , karena akan menyebabkan bakteri yang ada di sekitar anus terbawa masuk ke vagina. Gunakan air bersih, lebih baik lagi air hangat, tetapi jangan terlalu panas karena bisa menyebabkan kulit yang sensitif di daerah vagina melepuh dan lecet. Setelah itu, sebelum memakai celana lagi, keringkan dahulu menggunakan handuk atau tissue yang tidak berparfum. d. Efek perawatan yang salah pada alat reproduksi eksternal Syarif (2007) mengatakan bahwa efek samping dari kesalahan dalam merawat alat reproduksi eksternal, yaitu:
41
1) Jika ada pembersih/sabun berbahan daun sirih di gunakan dalam waktu lama, akan menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu. 2) Produk pembersih wanita yang mengandung bahan poviodine iodine mempunyai efek samping dermatitis kontak sampai reaksi alergi yang berat.
8. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Perawatan organ Genitalia Eksterna Seperti yang di kemukakan dalam teory Lawrence Green (Notoatmodjo,2003) bahwa perilaku kesehatandi pengaruhi oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi. Di samping itu juga perilaku yang di dasari oleh pengetahuan atau kognitif akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari pengetahuan, dan orang yang banyak mempunyai pengetahuan akan cenderung mudah mengeksplorasi keinginannya dalam bentuk tindakan. Dari jurnal penelitian di dapatkan dari penelitian yang telah di lakukan 66 responden berpengetahuan cukup, 53 berpengetahuan baik dan 14 berpengetahuan kurang. Namun dari seluruh responden yang memiliki perilaku tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dengan kenyataan di lapangan. Bahwa tidak selalu seseotrang dengan pengetahuan yang baik akan memiliki perilaku yang baik, begitu pula sebaliknya.
42
Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor baik dari pengetahuan maupun dari perilaku. Di mana seseorang yang memiliki pengetahuan baik mungkin terhalang beberapa faktor untuk melakukan perilaku baik, misalnya karena status ekonomi, yang kurang mendukung, atau karenatidak adanya dukungan dari keluarga. Begitu juga sebaliknya seseorang yang hanya memiliki pengetahuan kurang atau cukup, bisa saja berperilaku baik karena adanya pengalaman atau adanya fasilitas yang baik.
9. Hubungan Sikap dengan Perilaku Perawatan Organ Genitalia Eksterna Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bertindak atau merupakan predisposisi tindakan (perilaku). dari hasil penelitian di peroleh 76 siswi mempunyai sikap tidak mendukung dan 57 siswi mempunyai sikap mendukung. Sedangkan sebanyak 95 siswi berperilaku tidak baik dan hanya 38 siswi yang berperilaku baik. Hal ini menunjukkan bahwa yang mempunyai sikap negative atau kurang mendukung terhadap perawatan organ genitalia eksterna akan cenderung mempunyai perilaku kurang terhadap perawatan organ genitalia eksterna.
43
B.
KERANGKA TEORI Berdasarkan teori di atas di susun kerangka teori sebagai berikut: Faktor predisposisi: a. Pengetahuan b. Sikap c. Tradisi d. Sistem nilai e. Persepsi f. Kepercayaan Faktor pendukung: Perilaku perawatan organ a. Ketersediaan sarana Genetalia eksterna pada ibu
dan prasarana b. Keterjangkauan
post partum
Faktor pendorong: a. Motivasi b. Sikap dan perilaku masyarakat c. Sikap dan perilaku d.
petugas kesehatan
e. Fasilitas peralatan dan f. yang memadai Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber; Teori Lawrence Green (Notoatmodjo 2003)
44
C.
KERANGKA KONSEP Kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel bebas
Pengetahuan
Variabel terikat
perawatan
organ genetalia eksterna Perilaku perawatan organ genitalia eksterna pada ibu post partum Sikap perawatan organ genitalia eksterna
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
D.
Hipotesis 1.
Ada hubungan antara pengetahuan perawatan organ genetalia eksterna dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada ibu nifas di RB Nur Hikmah Kuwaron Gubug.
2.
Ada hubungan antara sikap perawatan organ genetalia eksterna dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada ibu nifas di RB Nur Hikmah Kuwaron Gubug.