BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Keracunan Kehamilan Keracunan kehamilan merupakan kesatuan penyakit yang timbul pada ibu hamil, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuria, dan edema, yang terkadang disertai dengan kejang dan koma. Keracunan kehamilan terdiri dari preeeklampsia dan eklampsia.12 Kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang sebelumnya mempunyai tensi normal, atau dapat memperberat hipertensinya pada mereka yang sebelumnya sudah menderita hipertensi. Edema yang menyeluruh, proteinuria atau kedua-duanya sering didapatkan bersama hipertensi yang disebabkan atau diperberat oleh kehamilan. Kejang-kejang dapat timbul pada keadaan hipertensi, terutama pada wanita dimana hipertensinya tidak diperhatikan. Keracunan kehamilan merupakan komplikasi kehamilan dan sebagai salah satu dari trias komplikasi, yang tetap merupakan penyebab kematian ibu. Keracunan kehamilan juga dianggap sebagai penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang tinggi.13 2.1.1. Preeklampsia Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu atau dalam trimester ketiga kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.6,14 Hipertensi biasanya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Hipertensi apabila :
Universitas Sumatera Utara
a.
Tekanan sistolik≥ 140 mmHg atau kenaikannya≥ 30 mmHg diatas tekanan yang biasanya.
b.
Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg atau kenaikannya ≥ 15 mmHg di atas tekanan yang biasanya.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 4 jam, pada keadaan istirahat.15 Edema apabila terjadi penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.14 Kenaikan berat badan yang mendadak sebanyak 1 kg atau lebih dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan adalah indikasi preeklampsia.16 Proteinuria adalah konsentrasi protein dalam urine melebihi 0,3 g/liter dalam urine 24 jam yang dikeluarkan dengan kateter yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu enam jam.17 Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.18 Preeklampsia dibedakan atas : a. Preeklampsia ringan Preeklampsia ringan apabila ditemukan adanya dua dari tiga jenis gejala yaitu hipertensi, proteinuria, dan edema. Ketiga gejala tersebut dapat digolongkan preeklampsia ringan apabila : 12
Universitas Sumatera Utara
i.
Tekanan darah≥ 140/90 mmHg atau kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg atau kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg teta
pi kurang dari
160/110 mmHg. ii.
Proteinuria 0,3 gr/liter atau lebih dalam urine 24 jam.
iii.
Edema pada kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu selama trimester II
b. Preeklampsia berat Preeklampsia berat apabila ditemukan gejala preeklampsia ringan yang meningkat yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg, proteinuria ≥ 5 gr/l dalam urine 24 jam, edema paru dan sianosis. Disamping itu, bisa juga ditemukan satu atau lebih gejala atau tanda di bawah ini :19 i.
Oliguria, urine < 400 ml/24 jam.
ii.
Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
iii.
Nyeri epigastrium dan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
iv.
Trombositopenia.
v.
Pertumbuhan janin terhambat.
vi.
Adanya HELLP syndrome ( Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count).
2.1.2. Eklampsia Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Halilintar”. Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Eklampsia merupakan penyakit akut yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang ditandai dengan kejang
Universitas Sumatera Utara
dan kadang diikuti dengan koma yang panjang atau singkat, dan biasanya mengalami hipertensi, proteinuria dan terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan.12 Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda-tanda preeklampsia.14 Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh preeklampsia, sangat penting pengawasan antenatal yang teliti dan teratur. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.20 Fase kejang pada eklampsia dibedakan atas 4 tingkat yaitu : a. Tingkat Awal atau Aura Bola mata penderita terbuka, berputar atau membelalak, tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian juga dengan otot tangan kejang-kejang. Terjadi penurunan kesadaran. Keadaan ini berlangsung kira-kira 10-20 detik.12 b. Tingkat Kejang Tonik Dalam tingkat ini seluruh otot berkontraksi dengan kuat, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, anggota badan dan bibir menjadi biru, gigi terkatup dan mata menonjol, muka menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. Keadaan ini dapat terjadi kira-kira 10-20 detik.21 c. Stadium susulan, Kejang Klonik Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol, dari mulut keluar air liur yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis.12 Penderita menjadi tidak sabar dan pernapasan sulit. Kejang berhenti dan penderita menaruk napas dengan mendengkur. Keadaan ini berlangsung 1-2 menit.16
Universitas Sumatera Utara
d. Tingkat Koma Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam, tergantung individu, secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar kembali. Selama serangan tekanan darah tinggi, nadi cepat dan suhu tubuh meningkat. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti lidah tergigit, nafas ngorok dan cepat, muka bengkak, selanjutnya dapat terjadi kejang karena itu perlu hati-hati dan pemberian obat penenang.12
2.2. Patofisiologi Penyebab keracunan kehamilan belum diketahui secara pasti, banyak teori yang mengemukakan mengenai patofisiologi terjadinya keracunan kehamilan, diantaranya adalah : 2.2.1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis dan dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
Universitas Sumatera Utara
penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga juga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.14 Pada keracunan kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalam “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plsenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis keracunan kehamilan selanjutnya.14 Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.18 2.2.2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel. Berdasarkan teori invasi trofoblas, pada keracunan kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia dan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan dan radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu keracunan kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.14 Pada keracunan kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.18 Sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak dapat mengakibatkan kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel maka akan terjadi :14
Universitas Sumatera Utara
a. Gangguan metabolisme prostagladin, karena salah satu fungsi endotel, adalah memproduksi prostagladin, yaitu menurunnya produksi prostagladin (PGE2) : suatu vasodilatator kuat. b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) : Suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/ tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilasator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan terjadi tekanan darah. c. Perubahan
khas
pada
sel
endotel
kapilar
glomerolus
(glomerular
endotheliosis). d. Peningkatan permeabilitas kapilar. e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresos, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. f. Peningkatan faktor koagulsi. 2.2.3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin Wanita yang hamil normal respon imunnya tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.14
Universitas Sumatera Utara
Adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel natural killer. Pada plasenta keracunan kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecendrungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.14 2.2.4. Teori Adaptasi Kardiovaskuler Pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor pada kehamilan normal. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin.14 Keracunan kehamilan mengakibatkan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasopresor yaitu daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Universitas Sumatera Utara
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasopresor pada keracunan kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi keracunan kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.14 2.2.5. Teori Genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula.18 2.2.6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden keracunan kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan banyak mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk mengonsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
Universitas Sumatera Utara
preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.14
2.3. Diagnosa Diagnosa dini harus diutamakan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dan dicegah dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna.12 Pada umumnya diagnosa preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari tiga tanda utama : hipertensi, edema dan proteinuria. Adanya satu dari tanda harus menimbulkan kewaspadaan. Diagnosa preeklampsia pada kehamilan ditegakkan bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih atau peningkatan 30 mmHg sistolik dan 15 mmHg diastolik diatas tekanan darah biasanya. Pengukurannya paling sedikit 2 kali dengan jarak selang waktu 6 jam serta dijumpai salah satu gejala proteinuria dan edema.12,20 Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal kadang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun tekanan darah yang meninggi sebelum hamil. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Proteinuria pada preeklampsia jarang timbul sebelum trimester ke-3. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.14
Universitas Sumatera Utara
Diagnosa eklampsia umunya tidak mengalami kesukaran dengan adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul dengan serangan koma. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dengan epilepsi dan koma karena perdarahan otak dan meningitis.14
2.4. Epidemiologi 2.4.1. Distribusi Frekuensi a. Orang Setiap ibu hamil memiliki peluang untuk menderita keracunan kehamilan. Ibu yang pernah mengalami keracunan kehamilan pada kehamilan terdahulu, ibu yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia juga mempunyai resiko menderita keracunan kehamilan.22 Keracunan kehamilan lebih banyak dijumpai pada primigravida, dan jarang terjadi paada kehamilan berikutnya, kecuali pada kelebihan berat badan, diabetes mellitus, hipertensi essensial atau kehamilan kembar.13 Pada penelitian yang dilakukan Sitti Nur Djannah dan Ika Sukma Arianti dapat dilihat bahwa kejadian preeklampsia/eklampsia di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2007–2009 lebih didominasi oleh kelompok ibu primigravida 69,5%, dan angka terendah terjadi pada kelompok multigravida 30,5%.10 Hasil penelitian Rozikhan tahun 2007 di rumah sakit Dr. H. Soewondo Kendal diperoleh bahwa proporsi ibu yang mengalami preeklampsia berat pada hamil pertama (primigravida) 64,58 %.9
Universitas Sumatera Utara
Wanita remaja yang berusia di bawah 20 tahun pada kehamilan pertama dan wanita yang berusia di atas 35 tahun, mempunyai resiko sangat tinggi.23 Semua status sosial mempunyai resiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya. Bahkan orang yang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan medis walaupun tersedia.23 b. Tempat Kejadian keracunan kehamilan dikebanyakan tempat di dunia merupakan penyebab kedua kematian ibu hamil setelah perdarahan. Biasanya sindrom preeklampsia ringan sering tidak diperhatikan oleh ibu sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat akan mengalami preeklampsia berat dan eklampsia.23 Angka kematian ibu akibat keracunan kehamilan di negara berkembang masih tinggi. Tingginya angka kematian ibu pada kasus keracunan kehamilan di negaranegara berkembang disebabkan oleh kurangnya pemeriksaan antenatal, upaya pencegahan yang kurang dan terlambatnya mendapat penanganan yang tepat.6 Proporsi penderita preeklampsia/eklampsia di Rumah Sakit dr. Soewondo Kabupaten Kendal tahun 2001 adalah sebesar 8,72%, tahun 2002 sebesar 9,34%, tahun 2003 sebesar 9,12%, tahun 2004 sebesar 9,25%, tahun 2005 sebesar 13,60% dengan CFR 8,69%, dan pada tahun 2006 proporsinya sebesar 10,23% dengan CFR 15,5%.9
Universitas Sumatera Utara
c. Waktu Keracunan kehamilan sering ditemukan pada trimester ketiga kehamilan, setelah minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida muda dan jarang terjadi pada kehamilan berikutnya, kecuali pada kelebihan berat badan, kencing manis, hipertensi esensial, atau kehamilan kembar.23 Keracunan kehamilan yang tidak ditangani sedini mungkin dapat membahayakan nyawa ibu dan juga dapat berakibat buruk pada janin, karena meningkatnya keadaan penyakit tidak dapat diramalkan.13 Berdasarkan penelitian Ketut Sudhaberata di RS Tarakan Kalimantan Timur tahun 1996-1998 didapatkan proporsi preeklampsia/eklampsia terbanyak pada kelompok usia kehamilan > 37 minggu yaitu sebesar 86,44%.24 2.4.2. Determinan Penyebab preeklampsia dan eklampsia belum diketahui sampai sekarang. Banyak teori yang dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab penyakit tersebut. Karena itulah penyakit ini sering disebut “The Disease of Theory”. Namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang banyak dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “Iskemia Plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Ternyata tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Menurut epidemiologi, penyakit keracunan kehamilan dapat ditimbulkan oleh serangkaian proses sebab akibat yang disebut “The Web Of Causation”, yaitu faktor yang ditemukan sering kali sulit ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.12
Universitas Sumatera Utara
Meskipun penyebab terjadinya keracunan kehamilan belum pasti, tetapi beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan beberapa karakteristik individual yang berpengaruh terhadap terjadinya keracunan kehamilan yaitu : a. Umur Ibu Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Pada usia muda organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu, maka kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetri salah satunya keracunan kehamilan. Sedangkan pada usia di atas 35 tahun memiliki resiko untuk hamil dan melahirkan karena pada saat itu telah terjadi penurunan fungsi alat-alat reproduksi sehingga memudahkan untuk terjadi berbagai masalah obstetri termasuk keracunan kehamilan. Risiko kematian ibu pada kelompok umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat yaitu pada umur 20-34 tahun.
23,25
Ibu dengan
paritas nullipara dengan usia perkawinan diatas 35 tahun mempunyai resiko 2-3 kali mengalami keracunan kehamilan dibanding dengan usia sebelumnya.21 Hasil penelitian Rozikhan di Rumah Sakit dr. Soewondo Kabupaten Kendal tahun 2007 didapatkan bahwa proporsi penderita preeklampsia/eklampsia pada responden yang umurnya < 20 tahun adalah 75% dari 16 responden, sedangkan responden yang umurnya antara 20 - 35 memiliki proporsi preeklampsia berat 45,61% dari 171 orang respondennya, dan responden yang umurnya > 35 tahun memiliki proporsi preeklampsia berat 77% dari 13 orang responden. Hasil penelitian diatas dapat di katakan bahwa ibu hamil yang usianya < 20 tahun dan > 35 tahun
Universitas Sumatera Utara
mengalami kecenderungan terjadi preeklampsia berat bila dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20-35 tahun.9 b. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk menentukan tingkat peran serta masyarakat. Demikian juga partisipasi ibu dalam memelihara kesehatannya terutama pada masa kehamilan, erat kaitannya dengan pendidikan ibu. Ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya lebih rendah. Selain itu juga pendidikan dan pengetahuan ibu yang lebih baik akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam menangani berbagai masalah kesehatan dan pertolongan yang harus diperoleh.26 Berdasarkan hasil penelitian Ketut Sudaberata di RSU Tarakan, Kalimantan Timur tahun 1996-1998 didapatkan proporsi preeklampsia dan eklampsia pada ibu tidak berpendidikan sebesar 20,3%.24 Pendidikan sangat berperan dalam menentukan tingkat penyerapan terhadap informasi kesehatan, dengan latar belakang pendidikan ibu yang rendah akan menyulitkan penyuluhan kesehatan. Akibatnya mereka tidak mengetahui cara pemeliharaan kesehatan terutama pada ibu hamil. Semakin lama seorang ibu mendapat pendidikan (formal), diharapkan semakin meningkat kesadarannya terhadap kemungkinan adanya kesulitan dalam persalinan, sehingga diharapkan dapat timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.12
Universitas Sumatera Utara
c. Pekerjaan Pekerjaan ibu maupun suami akan mencerminkan keadaan sosioekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan mereka terutama dalam pemenuhan makanan bergizi khususnya bagi ibu hamil.6 Ibu hamil dengan kondisi sosioekonomi yang rendah akan memaksanya untuk tetap bekerja, meskipun dalam keadaan hamil. Di samping itu, ibu hamil dengan kondisi sosioekonomi keluarga yang sudah cukup tinggi juga masih banyak yang bekerja. Jika wanita hamil yang tinggal di rumah rata-rata mengalami peningkatan tekanan darah sekitar 2,1 mmHg, maka rata-rata wanita yang bekerja di luar rumah ternyata mengalami peningkatan tekanan darah sekitar 6,6 mmHg selama kehamilannya. Hal ini sangat memberikan resiko yang besar untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang berhubungan dengan tekanan darah atau kelelahan yang dialami ibu hamil yang bekerja.25 d. Paritas Paritas merupakan jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Paritas dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu : 12 1.
Golongan nullipara adalah golongan ibu dengan paritas 0
2.
Golongan primipara adalah golongan ibu dengan paritas 1
3.
Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-5
4.
Golongan Grandemultipara adalah golongan ibu dengan paritas > 5
Universitas Sumatera Utara
Paritas juga dapat memengaruhi kehamilan dan persalinan. Paritas ibu yang sehat adalah pada paritas dua sampai tiga. Keracunan kehamilan sering terjadi pada kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia > 35 tahun dan meningkat pada kehamilan berikutnya terutama pada ibu yang mengalami kelebihan berat badan, diabetes, kehamilan kembar, dan hipertensi essensial. Keracunan kehamilan biasanya cenderung meningkat pada persalinan pertama hal itu disebabkan pada persalinan pertama (nullipara) mempunyai resiko relatif tinggi dan akan menurun pada persalinan selanjutnya. Beberapa penelitian mendapatkan risiko preeklampsia pada kehamilan pertama 10-20 kali lebih tinggi dibanding pada kehamilan berikutnya.23 Kejadian preeklampsia/eklampsia di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2007–2009 berdasarkan paritas sangat didominasi oleh kelompok primigravida dengan jumlah 82 orang (69,5%), sedangkan 36 orang (30,5%) terjadi pada kelompok multigravida.10
Pengaruh paritas sangat besar
terhadap proporsi preeklampsia dimana hampir 20% nullipara dan primipara memiliki riwayat preeklampsia selama persalinan, dan masa nifas bila dibanding dengan proporsi pada multipara sebesar 7%.13 Kehamilan dengan preeklampsia lebih umum terjadi pada primigravida, keadaan ini disebabkan secara imunologik pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna sehingga timbul responimun yang tidak menguntungkan terhadap histoincompability placenta.13 e. Usia Kehamilan Pada umumnya preeklampsia dan eklampsia dapat timbul setelah usia kehamilan 20 minggu, pada molahidatidosa dapat terjadi sebelum minggu ke-20.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi sebagian besar kasus keracunan kehamilan terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu dan semakin tua usia kehamilan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi keracunan kehamilan. Hal ini terjadi berkaitan dengan semakin tua usia kehamilan maka plasenta juga semakin tua dimana telah terjadi penurunan sirkulasi darah intra plasenter.16,27 Menurut penelitian yang dilakukan Betty Novita Tarigan di RSUD Deli Serdang tahun 2003-2007 melaporkan proporsi keracunan kehamilan pada usia kehamilan >37 minggu sebesar 74%.11 Menurut penelitian yang dilakukan Ketut Sudhaberata pada tahun 1996-1998 di RSU Tarakan Kalimantan Timur, proporsi preeklampsia dan eklampsia pada usia kehamilan 37-42 minggu sebesar 86,44%.24 f. Riwayat Kehamilan Buruk Sebelumnya Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko yaitu pernah mengalami perdarahan, abortus, dan preeklampsia/eklampsia. Keracunan kehamilan lebih sering ditemukan pada anak dan cucu wanita dari ibu yang pernah menderita preeklampsia dan eklampsia. Hal ini diduga karena adanya suatu gen resesif autosom yang mengatur respon imun ibu, dimana jika ada riwayat preeklampsia dan eklampsia pada ibu , maka risiko untuk terjadinya keracunan kehamilan menjadi lebih besar. Wanita yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami keracunan kehamilan mempunyai risiko 13-45 kali untuk menderita keracunan kehamilan pada kehamilan berikutnya. Dengan memperhatikan riwayat kehamilan yang lalu, diharapkan risiko kehamilan dapat dideteksi dengan mudah dan pencegahan serta pengobatan dapat dilakukan sedini mungkin.19
Universitas Sumatera Utara
g. Ras dan Suku Bangsa Berbagai penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan angka kejadian preeklampsiapaada golongan etnik dan ras tertentu. Insiden preeklampsia pada orang berkulit hitam dan indian lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berkulit putih. Pada penelitian yang dilakukan di RS Parkland pada tahun 1986 ditemukan proporsi preeklampsia sebesar18% pada kulit putih, 20% wanita hispanik, dan 22% pada kulit hitam. Insiden preeklampsia pada multipara adalah 6,2% ada kulit putih, 6,6% pada Hispanik, dan 8,5% pada kuli hitam.13 Hasil penelitian Betty Novita Tarigan di RSUD Deli Serdang tahun 20032007 melaporkan proporsi keracunan kehamilan berdasarkan suku, pada suku Melayu 18,9%.11
2.5. Pencegahan Kejadian Preeklampsia dan Eklampsia 2.5.1. Pencegahan Primordial Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya keracunan kehamilan.14 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menjaga berat badan ibu hamil agar tetap ideal, mengatur pola makan sehat dan menghindari stress serta istirahat yang cukup.28 2.5.2. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya awal sebelum seseorang menderita penyakit atau upaya untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat. Dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan pendekatan komuniti berupa penyuluhan faktor-faktor risiko terutama pada kelompok risiko tinggi. Pencegahan dapat dilakukan dengan : i. Penyuluhan kepada ibu hamil tentang manfaat istirahat, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan. ii. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia dan eklampsia bila ada faktor prediposisi. iii. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsia bukan penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakat awam. 12,14 Selain itu, pencegahan timbulnya preeklampsia juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan antenatal care secara teratur yaitu minimal 4 kali kunjungan yaitu masing-masing 1 kali pada trimester I dan II , serta 2 kali pada trimester III.25 2.5.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah orang yang telah sakit agar tidak menjadi parah , dengan menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini serta mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Upaya pencegahan ini dilakukan dengan : 14 i. Pemeriksaan antenatal yang teratur, bermutu dan teliti mangenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang sesuai agar penyakit tidak menjadi berat.29 ii. Terapi preeklampsia ringan di rumah yaitu istirahat ditempat tidur, berbaring pada sisi kiri dan bergantian ke sisi kanan bila perlu, dengan istirahat biasanya edema dan hipertensi bisa berkurang.
Universitas Sumatera Utara
iii. Memberikan suntikan sulfamagnesium 8 gr intramuskuler untuk mencegah kejang. iv. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya 37 minggu ke atas, apabila setelah dirawat inap tanda-tanda preeklampsia berat tidak berkurang. 2.5.4. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau membatasi kecacatan yang terjadi serta melakukan tindakan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan 12,14: i. Setelah melahirkan, tekanan darah diperiksa setiap 4 jam selama 48 jam. ii. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum. iii. Lakukan pemantauan jumlah urine.
Universitas Sumatera Utara