BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masa Nifas (Postpartum) 2.1.1. Pengertian Ada beberapa pengertian masa nifas, diantaranya: a. Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya (JHPIEGO, 2002 dalam Wulandari, R, 2011). b. Masa nifas tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi (Bennet dan Brown, 1999 dalam Wulandari, R, 2011). Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Wulandari, R, 2011). 2.1.2. Klasifikasi Postpartum Nifas dibagi dalam 3 periode (Wulandari, R, 2011): 1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.
9 Universita Sumatera Utara
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan. 2.1.3. Adaptasi Psikologis Postpartum Ada 3 fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase taking in, fase taking hold, fase letting go (Lubis, 2010). a. Fase taking in Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah: a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan lain-lain. b) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan. c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
Universita Sumatera Utara
d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat tanpa membantu. b. Fase Taking Hold Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri. c. Fase Letting Go Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini. 2.1.4. Jenis Gangguan Psikologis Ibu Postpartum Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder (American Psychiatric Association, 2000) tentang petunjuk resmi untuk pengkajian dan diagnosis penyakit psikiater, bahwa gangguan yang dikenali selama postpartum adalah 1. Postpartum Blues Fenomena pasca postpartum awal atau baby blues merupakan sekuel umum kelahiran bayi, terjadi hingga 70% wanita.Postpartum blues, maternity blues atau
Universita Sumatera Utara
baby blues merupakan gangguan mood/efek ringan sementara yang terjadi pada hari pertama sampai hari ke 10 setelah persalinan ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur (Pillitteri, 2003). Bobak (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang terjadi setiap waktu setelah ibu melahirkan tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum dan memuncak antara hari kelima dan ke-14 postpartum yang ditandai dengan tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur. Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues mempunyai gejala antara lain rasa marah, murung, cemas, kurang konsentrasi, mudah menangis (tearfulness), sedih (sadness), nafsu makan menurun (appetite), sulit tidur (Pillitari, 2003; Lyn dan Pierre, 2007 dalam Macmudah, 2010). Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi postpartum. 2. Depresi Postpartum Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan (hopelessness), kesedihan, mudah menangis, tersinggung, mudah marah, menyalahkan diri sendiri, kehilangan energi, nafsu makan menurun (appetite), berat badan menurun,
Universita Sumatera Utara
insomnia, selalu dalam keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat, kehilangan minat untuk melakukan hubungan seksual dan ada ide untuk bunuh diri (Beck, 2001; Lynn dan Pierre, 2007 dalam Macmudah, 2010). 3. Postpartum Psikosis Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir (delusion, hallucinations and incoherence of association) yang dapat mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya sehingga sangat memerlukan pertolongan dari tenaga professional yaitu psikiater dan pemberian obat (Olds, 2000, Pilliteri, 2003, Lynn dan Pierre, 2007). Tabel 2.1. Perbandingan Jenis Gangguan Postpartum Blues, Depresi Postpartum dan Postpartum Psikosis
Insiden Gejala
Kejadian
Postpartum Blues 60-80% Labilitas mood, mudah menangis, nafsu makan menurun, gangguan tidur, biasanya terjadi dalam 2 minggu atau kurang dari minggu. 1-10 hari setelah melahirkan
Depresi Postpartum
Psikosis
10-20% Cemas, rasa kehilangan, sedih, kehilangan harapan (hopelessness), menyalahkan diri sendiri, gangguan percaya diri, kehilangan tenaga, lemah, gangguan nafsu makan (appetite), BB menurun, insomnia, rasa khawatir yang berlebihan, perasaan bersalah dan ada ide bunuh diri. 1-12 bulan setelah melahirkan
3-5% Semua gejala yang ada di depresi postpartum, ditambah gejala: halusinasi, delusi dan agitasi.
Umumnya terjadi pada bulan pertama setelah melahirkan
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penyebab
Postpartum Blues Perubahan hormonal dan perubahan/adany a stressor dalam hidup
Depresi Postpartum
Psikosis
Ada riwayat depresi, respon hormonal, kurangnya dukungan sosial.
Ada riwayat penyakit mental, perubahan hormon, ada riwayat keluarga dengan penyakit bipolar. Psychotherapy dan therapy obat
Tindakan
Support dan Konseling empati Dikutip dari : Lynn dan Pierre, 2007: Pillitteri, 2003.
Tabel 2.2. Perbandingan Simptom Depresi Postpartum Berdasarkan Gejala Fisik, Emosional dan Perilaku Symtom Fisik
Emosional
Baby Blues Kurang tidur Hilang tenaga Hilang nafsu makan atau nafsu makan berlebih Merasa lelah setelah bangun tidur Cemas dan khawatir berlebih Bingung Mencemaskan kondisi fisik secara berlebihan Tidak percaya diri Sedih Perasaan diabaikan
Depresi Postpartum Cepat lelah Gangguan tidur selera makan menurun Sakit kepala Sakit dada Jantung berdebar-debar Sesak napas Mual dan muntah Mudah tersinggung Perasaan sedih Hilang harapan Merasa tidak berdaya Mood swings Perasaan tidak adekuat sebagai ibu Hilang minat Pemikiran bunuh diri Ingin menyakiti diri sendiri dan orang lain (bayi, diri sendiri dan suami) Perasaan bersalah
Psikosa Menolak makan Tidak mampu menghentikan aktivitas Kebingungan akan kelebihan energi Sangat bingung Hilang ingatan Halusinasi
Universita Sumatera Utara
Tabel 2.2 (Lanjutan) Symtom Perilaku
Baby Blues Sering menangis Hiperaktif atau senang berlebihan Terlalu sensitif Perasaan mudah tersinggung Tidak peduli terhadap bayi
Depresi Postpartum Psikosa Panik Curiga Kurang mampu merawat Tidak rasional diri sendiri Enggan melakukan aktivitas menyenangkan Motivasi menurun Enggan bersosialisasi Tidak perduli pada bayi Terlalu peduli terhadap perkembangan bayi Sulit mengendalikan perasaan Sulit mengambil keputusan
Sumber : Symtoms of Postpartum Illness from Cleveland Clinic and National Mental Health Association (2010)
2.2. Depresi Depresi adalah gangguan mood, mood menggambarkan emosi seseorang, serangkaian perasaan yang menggambarkan kenyamanan atau ketidaknyamanan emosi. Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya (Lubis, 2009). 2.2.1. Gejala-Gejala Depresi Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Dapat dilihat dari segi fisik, segi psikis dan segi sosial.
Universita Sumatera Utara
1. Gejala Fisik a. Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur) b. Menurunnya tingkat aktivitas. Orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain. c. Menurunnya efisiensi kerja. Orang yang depresi akan sulit mengfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna. d. Menurunnya produktifitas kerja. e. Mudah merasa letih dan sakit. 2. Gejala Psikis a. Kehilangan rasa percaya diri. b. Sensitif c. Merasa diri tidak berguna d. Perasaan bersalah e. Perasaan terbebani 3. Gejala Sosial (Lubis, 2009) 2.2.2. Kriteria Diagnostik Major Depresive Episode Kriteria diagnostik dari DSM IV-TR untuk Major Depresive Episode: (Lubis, 2009).Lima (atau lebih) dari simtom di bawah ini telah ada selama 2 minggu berturutturut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya; paling sedikit dari simtom itu adalah 1) mood depresi, atau 2) kehilangan ketertarikan atau kesenangan.
Universita Sumatera Utara
1)
Mood depresi sepanjang waktu, hampir setiap hari, diindikasikan oleh laporan subjektif (misalnya merasa sedih atau kosong) atau pengamatan yang dibuat orang lain (misal tampak sedih)
2)
Ditandai menurunnya ketertarikan atau kesenangan pada semua hal, atau hampir semua, kegiatan sepanjang waktu, hampir setiap hari (diindikasikan oleh laporan subjektif atau pengamatan oleh orang lain)
3)
Kehilangan berat badan ketika tidak diet atau penambahan berat badan atau meningkat atau menurunnya selera makan hampir setiap hari.
4)
Insomnia atau hiperinsomnia hampir setiap hari.
5)
Peningkatan atau penurunan gerak hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain.
6)
Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari
7)
Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan atau tidak beralasan.
8)
Berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi atau tidak bisa memutuskan sesuatu, hampir setiap hari (baik melalui penilaian subjektif atapun pengamatan orang lain).
9)
Muncul secara berulang pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), pemikiran akan bunuh diri tanpa rencana yang spesifik, atau usaha bunuh diri atau sebuah rencana yang spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2.2.3. Jenis-jenis Depresi Menurut klasifikasi WHO, berdasarkan tingkat penyakitnya depresi dapat dibagi menjadi: (Lubis, 2009)
Universita Sumatera Utara
a. Mild depresian/minor depression dan dysthymic disorder Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depresi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala pada depressive episode. b. Moderate depression Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. c. Severe depression/major depression Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih simtom yang ditunjukkan dalam major depression episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.
2.3. Depresi Postpartum 2.3.1. Definisi Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan
Universita Sumatera Utara
tidur dan menurunnya selera makan (Wahyuni, 2010). Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya (Lubis, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah salah satu bentuk depresi yang timbul setelah ibu melahirkan bayi dan berlangsung pada tahun pertama setelah kelahiran bayi. Hal ini disebabkan karena periode tersebut merupakan periode transmisi kehidupan yang baru yang cukup membuat stress, dimana ibu harus beradaptasi perubahan fisik dan psikologis dan sosial yang dialaminya karena melahirkan dan mulai merawat bayi. Namun tidak semua ibu mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor sehingga timbul keluhan-keluhan antara lain berupa stress, cemas dan depresi. 2.3.2. Determinan Depresi Postpartum Menurut Kruckman dalam Soep (2008),terjadinya depresi postpartum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain 1) faktor biologis berupa perubahan kadar hormonal seperti estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat; 2) faktor demografi yaitu umur perempuan
Universita Sumatera Utara
yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu, umur yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun; 3) faktor pengalaman, depresi postpartum lebih banyak ditemukan pada perempuan yang baru pertama kali melahirkan (primipara) bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stress; 4) faktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anaknya; 5) faktor selama persalinan, hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi postpartum; 6) faktor dukungan sosial dari suami dan keluarga yang membantu pada saat kehamilan, persalinan, dan pascasalin, beban seorang ibu sedikit banyak berkurang. Menurut Pilliterri dalam Regina (2001), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya depresi postpartum yaitu: 1) kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal; 2) kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan tidak percaya diri untuk dapat
Universita Sumatera Utara
merawat bayinya yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada; 3) perasaan stress dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam rumah tangga; 4) perasaan kehilangan akan identitas, akan kemampuan diri, akan figur tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang menarik; 5) kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dillakukan sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama. Menurut Bownes (2003), yang mengutip pendapat Pillitteri faktor perubahan fisik yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis ibu yaitu: a. Involusio Uterus Involusio uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk maupun posisi. Selain uterus, vagina, ligament uterus dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil. Selama proses involusio, uterus menipis dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan endometrium baru. Proses involusio juga disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas sympisis pubis atau sekitar 12 cm. hal ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari ketujuh TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke 10 TFU tidak teraba di sympisis pubis. Seminggu setelah melahirkan, uterus sudah berada di dalam panggul dan pada minggu ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.
Universita Sumatera Utara
b. Ekskresi Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea dibedakan atas tiga yaitu 1) lochea rubra : lochea yang keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa postpartum. Dengan ciri darah segar, terdapat sisa jaringan plasenta, lanugo dan mekonium. 2) lochea sanguinolenta berwarna merah kecoklatan dan berlendir, berlangsung pada hari ke-4 sampai hari ke-7. 3) lochea serosa berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan laserasi jalan lahir, keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. 4) lochea alba mengandung leukosit, sel desidua, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati, berlangsung selama 2-6 minggu (Sulistyawati, 2009). c. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari organ ini tetap berada dalam keadaan kendur, setelah minggu ketiga rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia jadi lebih menonjol. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun episiotomi. d. Perubahan Sistem Endokrin Keadaan hormon plasenta menurun dengan cepat, hormon plasenta lactogen tidak dapat terdeteksi dalam 24 jam post partum, hormon HCG menurun dengan cepat, estrogen turun sampai 10%. Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu
Universita Sumatera Utara
estrogen dan progesteron yang menurunmengakibatkan prolaktin meningkat, FSH dan LH menurun. 2.3.3. Diagnosis Depresi Postpartum Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan dengan keluhan seperti sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh diri. Menurut Vandenburg (dalam Cunningham, dkk, 1995) menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60% wanita mempunyai karakteristik sebagai berikut: a) Mimpi buruk Karena mimpi-mimpi yang menakutkan, individu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat tidur kembali. b) Insomnia, biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia. c) Phobia, rasa takut yang irrasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh ibu, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irrasional adanya. d) Kecemasan, ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagaian besar tidak diketahuinya.
Universita Sumatera Utara
e) Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca melahirkan meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir atau waktu tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu. f) Perubahan mood, depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih-murung, terganggu dengan perubahan fisik,sulit konsentrasi, melukai diri, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Disisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar-benar memusuhi bayinya. Menurut Anshari dalam Soep (2008), secara global diperkirakan 20% wanita setelah melahirkan mengalami depresi postpartum dengan gejala-gejala yang hampir sama dengan gejala-gejala tersebut lebih khas antara lain: a. Perasaan yang negatif pada bayi yang dilahirkannya b. Kesulitan untuk tidur c. Sering menangis d. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit e. Rasa tidak berharga dan bersalah
Universita Sumatera Utara
f. Menjauhkan diri dari teman atau keluarga g. Kehilangan harapan dan pesimistik h. Sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar dan napas cepat i. Sulit untuk berkonsentrasi dan tidak dapat membuat keputusan j. Merencanakan dan percobaan bunuh diri 2.3.4. Penatalaksanaan Depresi Postpartum Menurut Albin (dalam Soep, 2008), banyak perempuan tidak mau bercerita bahwa mereka menderita depresi postpartum, karena merasa malu, takut dan merasa bersalah karena merasa depresi disaat seharusnya merasa bahagia, dan takutdikatakan tidak layak untuk menjadi ibu, ada beberapa bantuan yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi tersebut antara lain : 1. Banyak istirahat sebisanya, tidurlah selama bayi tidur. 2. Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah 3. Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan pada malam hari, mintalah pada suami untuk mengangkat bayi untuk disusui saat malam hari sehingga ibu dapat menyusui di tempat tidur tanpa harus banyak bergerak. 4. Bicarakan dengan suami, keluarga, teman, mengenai perasaan yang dimiliki. 5. Jangan sendirian dalam jangka waktu lama, pergilah keluar rumah untuk merubah suasana hati. 6. Bicaralah dengan ibunda agar dapat saling bertukar pengalaman.
Universita Sumatera Utara
7. Ikuti group support untuk perempuan dengan depresi melalui edukasi. 8. Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastis selama kehamilan seperti pindah pekerjaan, pindah rumah, memulai usaha baru, merenovasi atau membangun rumah. Pencegahan terjadinya gangguan psikologis selama periode postpartum adalah dengan mengurangi faktor resiko terjadinya gangguan tersebut, yaitu (Anonim dalam Macmudah, 2008) : 1. Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan maupun professional selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. 2. Mengkaji riwayat adanya gangguan psikologis pada ibu hamil dan ibu postpartum, sehingga jika terjadi gejala dapat dikenali dengan segera. 3. Mengkonsumsi makanan sehat, istirahat dan berolah raga minimal 15 menit setiap hari dan menjaga suasana hati tetap baik. 4. Mencegah pengambilan keputusan yang berat selama hamil. 5. Mempersiapkan diri secara mental terkait dengan perubahan fisik dan psikis kehamilan dan persalinan. 6. Menyiapkan seseorang untuk membantu pekerjaan dirumah. 7. Jika ada resiko mengalami gangguan psikologis, lakukan pengobatan profilaksis dan therapy psikologis selama kehamilan untuk mencegah dan menghilangkan gangguan. Menurut Erikania (1999), yang harus dilakukan jika seseorang mengalami perasaan negatif dan kacau setelah melahirkan, yaitu :1) tanamkan dalam pikiran
Universita Sumatera Utara
sesuatu yang positif dari gejala-gejala yang dirasakan setelah melahirkan; 2)carilah waktu istirahat sebanyak mungkin, berhentilah memaksa diri sendiri melakukan segala sesuatuagar dapat tidur dengan nyenyak dan perhatikan asupan makanan; 3) jangan menghabiskan waktu sendirian sesekali luangkan waktu untuk berduaan saja dengan suami. Mencurahkan perasaan pada suami, keluarga sahabat akan membantu seseorang yang depresi mengeluarkan perasaan tertekan yang dialaminya; 4) kalau anda sering menangis tanpa sebab jangan memaksa untuk mencari jawabannya, manfaatkan air mata yang keluar untuk mengikis perasaan khawatir yang mengendap di dalam hati; 5) bila gejala-gejala depresi tersebut tidak hilang dalam waktu dua minggu, sebaiknya carilah bantuan tenaga profesional.
2.4. Konsep Diri 2.4.1. Definisi Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “self concept”. Istilah self di dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan peran seseorang terhadap dirinya sendiri, dan suatu keseluruhan peoses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri. Arti yang pertama dapat disebut pengertian self sebagai objek karena pengertian ini menunjukkan sikap, perasaan dan pengamatan serta penilaian seseorang. Sedangkan self sebagai proses, dalam hal ini self adalah suatu kesatuan yang terdiri dari proses aktif seperti berfikir, mengingat dan mengamati (Suryabrata, 1993).
Universita Sumatera Utara
Menurut Hurlock (1992), konsep diri merupakan gambaran yang dimilki oleh seorang individu tentang dirinya yang meliputi kondisi fisik, psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis diri. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan dengan penampilan fisik, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelamin serta pentingnya berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga dirinya dimata orang lain. Sedangkan citra psikologisdiri sendiri didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi. Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, sifat-sifat seperti keberanian, kejujuran, kemandirian dan kepercayaan diri serta berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Cara individu melihat pribadinya secara utuh, menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Termasuk didalamnya persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, nilainilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tertentu, serta tujuan, harapan dan memandangkeinginan individu itu sendiri (Sunaryo, 2004). Konsep diri merupakan suatu konstruk yang mempengaruhi setiap aspek dari pengalaman hidup manusia seperti cara berfikir, emosi, persepsi dan perilaku individu (Calhoun, 1990). Self concept (konsep diri) merupakan evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian/penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin, 2001). Dengan kata lain, konsep diri merupakan gagasan kompleks yang memengaruhi ibu yang mengalami depresi postpartum dalam berfikir, berbicara,
Universita Sumatera Utara
bertindak, cara seseorang dalam memandang dan memperlakukan orang lain, pilihan yang harus diambil seseorang, kemampuan untuk memberi dan menerima cinta, serta kemampuan untuk bertindak dan mengubah sesuatu. 2.4.2. Aspek-aspek Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun dan Acocella, 1990). 1. Pengetahuan Pengetahuan yang dimilki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-lain dan sesuatu yang merujuk pada istilah-istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan bertemperamen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimilki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut dengan cara mengubah kelompok pembanding. 2. Harapan tentang siapa dirinya. Selain individu mempunyai pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu pandangan lain yaitu tentang kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang (Rogers dalam Calhoun dan
Universita Sumatera Utara
Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu. 3. Penilaian Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki setiap individu terdiri dari 3 aspek yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan mengenaidiri sendiri dan penilaian mengenai diri sendiri. Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri dengan kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki individu bisa berubah-ubah. Harapan adalah apa yang indivu inginkan untuk dirinya dimasa yang akan datang dan harapan bagi setiap orang berbeda-beda. Sedangkan penilaian adalah pengukuran yang dilakukan individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut dirinya dapat dan terjadi. 2.4.3. Komponen Konsep Diri Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004):
Universita Sumatera Utara
1. Gambaran diri/citra tubuh (body image) Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan terhadap dirinya (Sunaryo, 2004). Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri adalah sebagai berikut: Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol, bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mamae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis. Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam hidupnya. 2. Ideal diri (self ideal) Ideal diriadalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak. Saat ideal diri seseorang mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut cenderung tidak ingin berubah dalam kondisi saat ini. Sebaliknya jika ideal diri tersebut tidak sesuai dengan persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk
Universita Sumatera Utara
memperbaiki dirinya, Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah (Stuart & Sundeen, 2005). Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain: pembentukan ideal diri pertama kali pada masa anak-anak dan masa remaja terbentuk melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru dan teman, ideal diri individu dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting dalam memberikan tuntutan dan harapan, ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial. Faktor yang memengaruhi ideal diri yaitu; kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas kemampuan, faktor budaya yang mempengaruhi individu yang menetapkan ideal diri yaitu standar yang terbentuk ini kemudian akan dibandingkan dengan standar kelompok teman, ambisi dan keinginan untuk sukses dan melampaui orang lain, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri. 3. Harga diri (self esteem) Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya (Stuart & Sundeen, 2005). Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang
Universita Sumatera Utara
kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain, atau saat ia menjalani hubungan interpersonal yang buruk. Beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang antara lain dengan
memberikan
kesempatan
untuk
berhasil,
memberinya
gagasan,
mendorongnya untuk beraspirasi serta membantunya membentuk koping. 4. Peran diri (self role) Peran diri adalah serangkaian harapan tentang bagaimana seseorang bersikap atau berprilaku sesuai dengan posisinya. Sedangkan penampilan peran adalah serangkaian pola prilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial, yang terkait dengan fungsi individu di kelompok sosial. Dalam hal ini, peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani individu ketika ia tidak mempunyai pilihan. Sedangkan peran yang diterima adalah peran yang dipilih sendiri oleh individu. Konflik peran muncul ketika peran yang dijalani berlawanan atau tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan ketegangan peran muncul saat seseorang merasa, atau dibuat merasa, tidak adekuat atau tidak sesuai untuk menjalani suatu peran. Ini biasanya terkait dengan stereotipe peran berdasarkan jenis kelamin. Selain itu individu juga dapat mengalami ketidakjelasan peran, yakni ketika ia mendapat peran yang kabur dan tidak sesuai perilaku yang diharapkan. Ketidaksesuaian peran dapat terjadi ketika individu berada dalam peralihan, dan mengubah nilai serta sikapnya. Peran berlebih terjadi ketika individu mengalami banyak peran dalam kehidupannya (Mubarak, 2007).
Universita Sumatera Utara
5. Identitas diri (self identity) Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2005). Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat, 2006). Pembagian konsep diri juga dikemukakan oleh Calhoun (dalam Djudiyah, 2010) dibagi atas lima kategori yaitu: 1. Diri fisik (Physical self) adalah pandangan seseorang tentang fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya. 2. Diri keluarga (Family self) adalah pandangan dan penilaian seseorang sebagai anggota keluarga serta harga dirinya sebagai anggota keluarga. 3. Diri pribadi (Personal self) adalah bagaimana seseorang menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana ia menilai dirinya sendiri. 4. Diri moral etik (Moral-ethical self) adalah bagaimana pandangan seseorang terhadap hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa. 5. Diri sosial (Social self) adalah bagaimana nilai diri seseorang dalam melakukan interaksi sosial.
Universita Sumatera Utara
2.4.4. Klasifikasi Konsep Diri Individu dapat memiliki konsep diri positif maupun konsep diri negatif. Berikut ini adalah penjelasan mengenai konsep diri positif dan konsep diri negatif tersebut : a. Konsep diri positif Menurut Hurlock (1978), individu yang memiliki konsep diri positif akan mengembangkan sifat-sifat kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realistis. Kemudian ia dapat menilai hubunngan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Hurlock (1979) juga mengemukakan bahwa konsep diri mengarah pada penerimaan diri dan penyesuaian yang baik. Individu tersebut menunjukkan tingkat harga diri yang ringgi, memiliki sedikit perasaan tidak aman (insecurity), perasaan tidak mampu (inadequacy), dan perasaan rendah diri (inferiority), memperlihatkan sedikit perilaku pengganti dari sifat bertahan, mampu melihat dirinya seperti yang ia yakini orang lain, dan memiliki penyesuaian sosial yang baik. Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa dasar dari konsep diri positif bukanlah kebanggaan yang besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Yang menjadikan penerimaan diri mungkin adalah bahwa orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Jadi orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta atau informasi yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri dan tidak ada satu pun informasi tersebut yang merupakan ancaman baginya.
Universita Sumatera Utara
Karena konsep diri positif itu cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman mental seseorang, evaluasi tentang dirinya menjadi positif. Dia dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya atau bahwa dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan, namun dia merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Mengenai harapan, orang dengan konsep diri positif merancang tujuantujuan yang sesuai dan realistis. Realistis disini artinya terdapat kemungkinan besar bahwa ia dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut. Penjelasan lainnya mengenai konsep diri positif dikemukan oleh Burns dalam Rola (2006) yaitu konsep diri yang positif ini sebagai evaluasi diri yang positif, perasaan harga diri yang positif dan penerimaan diri yang positif. Individu yang memiliki perasaan harga diri yang positif lebih mampu menerima kegagalan atau berupaya
memperbaiki
wilayah-wilayah
kegagalannya.
Burns
(1993)
juga
mengemukakan bahwa tanda-tanda konsep diri positif adalah adanya kemampuan untuk memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sebelumnya dipegang dengan teguh dipandang dari sudut pengalaman yang baru, kepercayaan diri untuk menanggulangi masalah-masalah bahkan dihadapkan kepada kegagalan yang kadangkadang terjadi, penerimaan diri sebagai seseorang yang sama berharganya dengan orang-orang lain meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam bakat-bakat dan sifat-sifat yang spesifik dan sensitifitas terhadap kebutuhan dari orang lain. Konsep diri positif juga ditandai dengan ketiadaan kekhawatiran atau kecemasan terhadap
Universita Sumatera Utara
masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang ( Burns, 1993; Hamachek dalam Rahmat, 2005). b. Konsep diri negatif Menurut Hurlock (1978) individu yang memiliki konsep diri negatif akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Ia merasa ragu dan kurang percaya diri. Hal ini menyembuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk. Hurlock (1993) mengemukakan bahwa penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk dicerminkan dengan harga diri yang rendah, tidak menentu mengenai, percaya bahwa orang lain memiliki penilaian buruk terhadap dirinya, menarik diri dari hubungan sosial dan menggunakan banyak mekanisme pertahanan diri. Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa apa yang diketahui seseorang yang mempunyai konsep diri negatif tentang dirinya sendiri sangat sedikit. Hal tersebut bisa berarti dua hal; pertama, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, artinnya dia tiak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu ini tidak mengetahui siapa dirinya, apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya atau apa yang dia hargai dalam hidupnya. Pada orang dewasa hal itu mungkin suatu tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri. Kedua, konsep diri individu terlalau stabil dan terlalu teratur atau kaku. Hal ini dapat diakibatkan dari didikan yang sangat keras sehingga ia tidak mengizinkan sedikitpun adanya penyimpangan dari seperangkat konsep mengenai dirinya yang harus dijalani dengan teratur. Jadi, orang dengan konsep diri yang tidak teratur atau konsep diri yang sempit benar-benar tidak teratur atau konsep diri yang sempit benar-benar tidak memiliki
Universita Sumatera Utara
kategori mental yang dapat dikaitkan dengan informasi yang bertentangan dengan dirinya. Oleh karena itu, individu mengubahterus-menerus konsep dirinya atau dia melindungi konsep dirinya yang kokoh dengan mengubah atau menolak informasi baru. Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, konsep diri yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri. Apapun pribadi itu, dia tidak pernah cukup baik. Apa pun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Mengenai harapan, individu dengan konsep negatif percaya bahwa dirinya tidak dapat mencapai suatu apapun yang berharga. Berdasarkan penjelasan diatas, Calhoun dan acocella (1995) menyimpulkan bahwa ciri individu dengan konsep diri yang negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah. 2.4.5. Faktor yang Memengaruhi Konsep diri Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat perkembangan dan kematangan Dukungan mental, pertumbuhan, dan perlakuan terhadap anak akan memengaruhi konsep diri mereka. Seiring perkembangannya, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri individu akan mengalami perubahan. Sebagai contoh, bayi membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih sayang, sedangkan anak membutuhkan kebebasan untuk belajar dan menggali hal-hal baru.
Universita Sumatera Utara
2. Keluarga dan budaya Individu cenderung mengadopsi berbagai nilai yang terkait dengan konsep diri dari orang-orang terdekat dengan dirinya. Dalam konteks ini, anak-anak banyak mendapat pengaruh nilai dari budaya dan keluarga tempat ia tinggal. Selanjutnya perasaan akan diri (sense of life) mereka akan banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Sense of self ini akan terganggu saat anak harus membedakan harapan orang tua, budaya, dan harapan teman sebaya. 3. Faktor eksternal dan internal Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki dua sumber kekuatan, yakni sumber eksternal meliputi dukungan masyarakat yang ditunjang dengan kekuatan ekonomi yang memadai. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri dan nilai-nilai yang dimiliki. 4. Pengalaman Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman masa lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu akan membuat konsep diri rendah. Sebagai contoh, individu yang mengalami kegagalan cenderung memandang diri mereka sebagai orang yang gagal. Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan mengalami konsep diri yang lebih positif.
Universita Sumatera Utara
5. Penyakit Kondisi sakit juga dapat memengaruhi konsep diri seseorang. Seorang wanita yangmenjalani operasi tubektomi mungkin akan menganggap dirinya kurang menarik, dan akan memengaruhi caranya dalam bertindak dan menilai diri sendiri. 6. Stresor Stresor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu mengatasinya dengan sukses. Di sisi lain, stresor juga dapat menyebabkan respons maladaptif, seperti menarik diri, ansietas, bahkan penyalahgunaan zat. Mekanisme koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri, depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, dan marah, dan hal ini akan mempengaruhi konsep diri mereka (Mubarak, 2007).
2.5. Landasan Teori Landasan teori adalah teori Kohler dengan teori kognitifitas. Teori kognifitas mengatakan bahwa pembentukan perilaku manusia adalah respon kognitif terhadap stimulus, seperti pengamatan, pengetahuan, ide-ide, atau keyakinannya. Dalam pembentukan perilaku, manusia lebih banyak berperan aktif dalam mencapai tujuannya. Jadi manusia itu sendiri yang menentukan arah perilaku. Pembentukan perilaku adalah hasil respons dari stimulus-stimulus dari organisme yang bersangkutan.
Universita Sumatera Utara
Konsep pembentukan perilaku menurut teori Kohler : (S)→ (R) → (B) → overet/coveret
Keterangan: S →O-R R = F (S, O) R = Respon F = function S = stimulus O = organisme
2.6. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Konsep Diri Negatif - Diri Fisik (Physical Self) - Diri Moral Etik (MoralEthical Self) - Diri Pribadi (Personal Self) - Diri Keluarga (Family Self) - Diri Sosial (Social Self)
Depresi Postpartum
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universita Sumatera Utara