NIFAS 1. Pengertian nifas Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Sunarsih, 2011). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran palsenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembai seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu ( 42 hari ) setelah itu (Vivian, Tri sunarsih 2011). 2. Tujuan asuhan masa nifas Tujuan masa nifas menurut Tri Sunarsih (2011) antara lain : a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas. Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindari/ mendeteksi adanya kemungkinan adanya perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh karena itu, penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang- kurangnya satu jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. c. Melaksanakan skrining secara komprefensif. Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah , mengobati, dan merujuk apabila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Pada
hal ini bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan konsisstensi rahim, dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila ditemukan permasalahan, maka harus segera dilakukan tinndakan sesuai dengan standar pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas. d. Memberikan pendidikan kesehatan diri. Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi , KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi sehat. Ibu- ibu postpartum harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut. 1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari 2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. 3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum sebelum menyusui). 4) Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara, yaitu sebagai berikut. a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering b) Menggunakan bra yang menyokong payudara c) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet d) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadi bendungan ASI.
5) Konseling mengenai KB Bidan memberikan konseling mengenai KB, antara lain seperti berikut ini. a) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang- kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. b) Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu, penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah persalinan. c) Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektiviitasnya, efek samping, untung ruginya, serta kapan metode tersebut dapat digunakan. d) Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik. 3. Perubahan fisiologis pada masa nifas a. Perubahan sistem reproduksi 1) Involusi Uterus Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kemabli ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot- otot polos uterus. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalandesidua/ endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat,
warna dan jumlah lokhea. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.
Tabel 2.3 Perubahan- perubahan normal pada uterus selama postpartum Involusi uteri Tinggi Fundus Berat Uterus Diameter Uterus Uteri Plasenta lahir
Setinggi pusat
7 hari (1 minggu)
Pertengahan pusat 500 gram dan simfisis
14 hari minggu)
1000 gram
12,5 cm 7,5 cm
(2 Tidak teraba
350 gram
5 cm
Normal
60 gram
2,5 cm
6 minggu
Sumber : Heryani Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta timur : CV. Trans Info Media
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : a) Iskemia Miometrium Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi b) Atrofi jaringan Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat pelepasan plasenta. c) Autolisis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamailan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron. d) Efek oksitosin Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu dalam mengurangi perdarahan 2) Involusi Tempat Plasenta Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira- kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi ditempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. 3) Perubahan Ligamen Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun”.
4) Perubahan Serviks Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri cincin. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Selesai involusi, estium eksternum lebih besar, tetap ada retak- retak dan robekan- robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. 5) Lokia Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dengan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Karena perubahan warnanya, nama deskriptif lokia berubah menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa, dan alba.
Lokhea Rubra
Tabel 2.4 Pengeluaran lokhea pada masa nifas Waktu Warna Ciri- cirri 1-3 hari
Merah kehitaman
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari
Putih bercampur merah
Sisa darah bercampur lender
Serosa
Kekuningan/ kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, terdiri dari leukosit dan
7-14 hari
robekan laserasi plasenta Alba
>14 hari Putih
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati
Sumber : Heryani Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta timur : CV. Trans Info Media
6 ) Perubahan Vulva, Vagina, dan Perineum Segera setelah melahirkan, vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema. Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae imbul kembali pada minggu ketiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecildan dalam b. Perubahan sistem pencernaan Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestron darah, dan melambatkan kontraksi otot- otot
polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemorroid, laserasi jalan lahir. Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan antara lain: 1) Nafsu makan Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. 2) Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesik dan anastesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. 3) Pengosongan usus Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain : a) Pemberian diet/ makanan yang mengandung serat b) Pemberian cairan yang cukup c) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan d) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir
e) Bila usaha diatas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.
c. Perubahan sistem perkemihan Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan
fungsi
ginjal.
Begitu
sebaliknya,
pada
pasca
melahirkankadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain : 1) Hemostatis internal Tubuh terdiri dari air dan unsur- unsur yang larut didalamnya, dan 70% dari cairan tubuh terletak didalam sel-sel yang disebut dengan cairan intraseluler. Kandungan air sisanya disebut cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi antara plasma darah dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk sel- sel yang disebut cairan interstisial. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dihidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti. 2) Keseimbangan asam basa tubuh Batas normal ph cairan tubuh adalah 7,35- 7,40. Bila ph > 7,4 disebut alkalosis dan jika ph < 7,35 disebut asidosis. 3) Pengeluaran sisa metabolisme
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama : urea, asam urat, dan kreatinin. Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu postpartum antara lain: a) Adanya edema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin. b) Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretensi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan. c) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan sehingga menyebabkan miksi. d. Perubahan sistem musculokeletal Pada saat postpartum sistem musculokeletal akan berangsur- angsur pulih kembali.ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan utnuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri. Adaptasi sistem musciulokeletal apada masa nifas meliputi: 1) Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pascapersalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. 2) Kulit abdomen Selama masa kehamilan kulit abdomen akan melebar, melonggar dan menggendur hingga berbulan- bulan. Otot- otot dari dinding abdomen dapat normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan postnatal.
3) Striae Striae adalah perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. e. Perubahan tanda- tanda vital Beberapa perubahan tanda- tanda vital biasa terlihat jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistole maupun diastole dapat ttimbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan. Fungsi pernapasan kembali pada fungsi saat wanita tidak hamil yaitu pada bulan keenam setelah wanita melahirkan. 1) Suhu badan 24 jam postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5- 38ºC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun ada kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genitalis, atau sistem lain. 2) Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/ menit. Setelah melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. 3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsia postpartum. 4) Pernapasan Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal pernapasan akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas. f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler 1) Volume Darah Perubahan darah bergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskular (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada persalinan pervaginam, ibu kehilangan darah sekitar 300- 400 cc. Bila kelahiran melalui SC, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri atas volume darah dan hematokrit. Pada persalinan pervaginam hematokrit akan naik, sedangkan pada SC hematokrit cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. 1) Curah Jantung Denyut jantung dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan keadaan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-
60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkulasi uteroplasenta tiba- tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran.
g. Perubahan sistem hematologi Selama minggu- minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor- faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat yaitu jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik sampai 25.000- 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awalawal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah. Semua itu juga dipengaruhi oleh status gizi wanita tersebut. Kira- kira selama kelahiran dan postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke-3 sampai ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum. (Heryani, 2012). 4. Proses Adaptasi Psikologi Ibu pada Masa Nifas Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan pembelajaran perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi. Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
a. Adaptasi Psikologis Ibu Nifas 1) Fase taking in Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat yang cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi. Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah : 1. Kekecewaan pada bayinya 2. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang alami 3. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya 4. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya 2) Fase taking hold Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidaknyamana, rasa tanggungjawab dan perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dari bayinya. 3) Fase letting go Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Hal-hal yang diperlukan selama nifas adalah sebagai berikut :
a) Fisik : istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih b) Psikologi : dukungan dari keluarga sangat diperlukan c) Sosial : perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih
1. PostPartum Blues Postpartum blues atau sering disebut maternity blues atau sindrom ibu baru, dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek ringan pada minggu pertama setelah persalinan dengan ditandai gejala-gejala berikut ini. a. Reaksi depresi b. Sering menangis c. Mudah tersinggung d. Cemas e. Labilitas perasaan f. Cenderung menyalahkan diri sendiri g. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan h. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya i. Perasaan bersalah j. Mudah sedih Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Kunci untuk mendukung wanita dalai melalui periode ini adalah memberikan perhatian dan dukungan yang baik baginya, serta keyakinan padanya bahwa ia adalah orang yang berarti bagi keluarga dan suami. Hal yang terpenting, berikan kesempatan untuk beristirahat yang cukup. Selain itu,
dukungan positif atas keberhasilannya menjadi orang tua dari yang bayi lahir dapat membantu memulihkan kepercayaan diri terhadap kemampuannya.
k. Kesedihan dan Duka Cita Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yag mengalami infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya), yang mendapat bayinya hidup, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Dalam hal ini “berduka” di bagi dalam 3 tahap, antara lain : 1) Tahap syok Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, iso;asi, mati rasa, menangis, frustasi, dan kurang konsentrasi. 2) Tahap penderitaan (fase realitas) Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuiakan diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia kan selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marash, rasa bersalah dan takut. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini, kehidupan orang
yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3) Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna) Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuain telah komplet, dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya penanaman kembali emosi seseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telah tergantikan, tetapi bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan ddan membentuk hubungan yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingat selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan internal (nanny,dewi,sunarsih, 2011). 5. Program dan kebijakan teknis masa nifas Pada kebijakan program nasional masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang hharus dilakukan. Hal ini untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah- masalah yang terjadi antara lain sebagai berikut. a. 6-8 jam setelah persalinan 1) mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri 2) mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah saatu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 4) Pemberian ASI awal 5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir 6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. Catatan: jika petugas kesehatan menolong persalinan ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. b. 6 hari setelah persalinan 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau 2) Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi, dan perdarahan abnormal 3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda- tanda penyulit 5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusatt, serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari c. 2 minggu setelah persalinan Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba bagian rahim d. 6 minggu setelah persalinan 1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit- penyulit yang ia atau ibu alami 2) Memberikan konseling untuk KB secara dini (Dewi vivian, 2011)
6. Tanda bahaya pada masa nifas a. Demam tinggi hingga melebihi 380C. b. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk. c. Nyeri perut hebat/rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung, serta ulu hati. d. Sakit kepala parah/terus-menerus dan panda ngan kabur/masalah pada pengelihatan. e. Pembengkakan pada wajah, jari-jari atau tangan. f. Rasa sakit, merah atau bengkak di bahian betis atau kaki. g. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam. h. Putting payudara berdarah atau merekah, sehingga sulit untuk menyusui. i. Tubuh lemas dan terasa seperti mau pingsan, merasa sangat letih atau nafas terengah-engah. j. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama. k. Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu buang air kecil. l. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau dirinya sendiri. (Siti Nunung, 2013) 7. Proses Laktasi Fisiologi Pengeluaran ASI Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara ransangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormone. Pengaturan hormon
terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut. a. Pembentukan kelenjar payudara Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus yang baru, percabanga-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratiroid dan hormone pertumbuhan. Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis atau hipofisis anterior mulai meransang kelenjar air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini, pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh esterogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat, hanya aktivitas dalai pembuatan kolostrum yang ditekan. Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai meransang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari ransangan hormone-hormon terhada pengeluaran air susu. b. Pembentukan air susu Pada ibu yang menyusui memiliki dua reflek yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai berikut. 1) Reflek prolaktin Pada akhir kehamilan, hormone prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas prolaktin dihambat oleh esterogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi. Isapan bayi yang meransang putting susu akan meransang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi
sebagai reseptor mekanik. Ransangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan meransang hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini meransang selsel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. 2) Reflek let down Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior, ransangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke hipofisi posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormone ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus, selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi reflek let down adalah sebagai berikut. 1. Melihat bayi 2. Mendengarkan suara bayi 3. Mencium bayi 4. Memikirkan untuk menyusui bayi Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti keadaan bingung atau pikiran kacau, takut dan cemas. c. Pemeliharaan pengeluaran air susu Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama menyusui.
d. Mekanisme menyusui 1) Reflek mencari ( Rooting reflex ) Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan ransangan yang menimbulkan reflek mencari pada bayi. Keadaan ini yang menyebabkan kepala bayi berputar menuju putting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian putting susu ditarik masuk ke dalam mulut. 2) Reflek menghisap ( Sucking reflex ) Puting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan lidah ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang payudara dibelakang puting susu yang pad saat itu sudah terletak pada langit-langit keras. Tekana bibir dan gerakan rahang yang terjadi secara berirama membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus sehingga air susu akan mengalir ke puting susu pada langit-langt yang mengakibatkan air susu keluar dari putting susu. Cara yang dilakukan oleh bayi tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu. 3) Reflek menelan ( Swallowing reflex ) Pada saat sir susu keluar dari putting susu, akan disusul dengan gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan akan berbeda bila bayi diberi susu botol di mana rahang mempunyai peranan yan sedikit saat menelan dot botol, sebab susu mengalir dengan mudah dari lubang dot. Dengan adanya gaya berat, yang disebabkan oleh posisi boto, yang dipegang ke arah bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi, keadaan ini
akan membantu aliran air susu sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk menghisap susu menjadi miniml (nanny, dewi, sunarsih, 2011) 1. Kebutuhan kesehatan dasar ibu nifas Kebutuhan dasar ibu pada masa nifas antara lain sebagai berikut : a. Kebutuhan gizi ibu menyusui Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi akan sangat mempengaruhi produksi ASI. Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan sebesar 800 kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri. Selama menyusui, ibu dengan status gizi yang baik rata- rata memproduksi ASI sekitar 800 cc yang mengandung sekitar 600 kkal, sedangkan pada ibu dengan status gizi kurang biasanya memproduksi kurang dari itu. Walaupun demikian, status gizi tidak berpengaruh besar terhadap mutu ASI, kecuali volumenya. b. Energi Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pascapartum mencapai 500 kkal. Sesungguhnya, tambahan kalori tersebut hanya sebanyak 700 kkal, sementara sisanya (sekitar 200 kkal) energi diambil dari cadangan indogen, yaitu timbunan lemak selama hamil.mengingat efisiensi konversi energi hanya 80-90% maka energi dari makanan yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan menjadi energi ASI sebesar 400-450 kkal. c. Protein Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein di atas normal sebesar 20 gram/ hari. Dasar ketentuan ini adalah tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 gram protein. Dengan demikian, 830 cc ASI mengandung 10 gram protein. Ibu menyusui juga dianjurkan untuk mendapatkan tambahan asupan dari nutrisi lain. selain nutrisi
tersebut, ibu menyusui juga dianjurkan makan makanan yang mengandung asam lemak Omega 3 yang banyak terdapat dalam ikan kakap, tongkol, dan lemburu. Asam ini akan diubah menjadi DHA yang akan dikeluarkan melalui ASI. Kalsium terdapat pada susu, keju, teri, dan kacang- kacangan. Zat besi terdapat pada makanan laut. Vitamin C banyak terdapat pada buah- buahan yang memiliki rasa kecut, seperti jeruk, mangga, sirsak, apel, tomat, dan lain- lain. vitamin B-1 dan B2 terdapat pada padi, kacang- kacangan, hati, telur, ikan dan sebagainya. Selain nutrisi, tidak kalah penting untuk ibu menyusui adalah cairan (air minum). Kebutuhan minimal adalah 3 liter sehari, dengan asumsi 1 liter setiap 8 jam dalam beberapa kali minum, terutama setelah selesai menyusui bayinya. Dengan penjelasan tersebut, akhirnya dapat dirumuskan beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi ibu menyusui, antara lain : 1) Mengkonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal 2) Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral, dan vitamin 3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui 4) Mengkonsumsi tablet zat besi selama masa nifas 5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. d. Ambulasi dini (Early Ambulation) Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru- paru, demam, dan keadaan lain yang masih memerlukan istirahat.
Adapun keuntungan dari ambulasi dini, antara lain : 1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat. 2) Faal usus dan kandung kemih kembali menjadi lebih baik. 3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya. Ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan jalan- jalan ringan sambil bidan melakukan observasi perkembangan pasien dari jam demi jam sampai hitungan hari. Kegiatan ini dilakukan secara meningkat secara berangsur- angsur frekuensi dan intensitas aktivitasnya sampai pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendampingan sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi. e. Eliminasi Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat buang air kecil. Semakin lama urine tertahan dikandung kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi. Biasanya, pasien menahan kencing karena takut akan merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera mungkin setelah melahirkan akan mengurangi komplikasi postpartum. Dalam 24 jam pertama, pasien harus dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya untuk buang air besar dengan lancar. Feses yang semakin lama tertahan dalam usus akan mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus. Bidan harus dapat meyakinkan pasien untuk tidak takut buang air besar karena buang air besar tidak akan menambah parah luka jalan lahir. Untuk meningkatkan volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat dan banyak minum air putih.
f. Kebersihan diri Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil, biasanya ibu postpartum masih belum cukup kooperatif untuk membersihkan dirinya. Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan personal hygiene secara mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat melibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu. Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu postpartum antara lain: 1) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi. Kulit ibu yang kotor karena keringat atau debu dapat menyebabkan kulit bayi mengalami alergi melalui sentuhan kuliit ibu dengan bayi 2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah anus. 3) Mengganti pembalut setiap kali pembalut sudah penuh atau minimal 2 kali dalm sehari. Kadang hal ini terlewat untuk disampaikan kepada pasien. Masih adanya luka terbuka didalam rahim dan vagina sebagai satu- satunya jalan masuk kuman penyebab infeksi rahim, maka dari itu ibu harus senantiasa menjaga suasana keasaman dan kebersihan vagina dengan baik. 4) Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali ia selesai membersihkan daerah kemaluan 5) Jika mempunyai luka episiotomi, hindari untuk menyentuh daerah luka. Ini yang kadang kurang diperhatikan oleh pasien dan tenaga kesehatan. Karena rasa ingin tahunya, tidak jarang pasien berusaha menyentuh luka bekas jahitan di perineum
tanpa memperhatikan efek yang dapat ditimbulkan dari tindakannya ini. Apalagi pasien kurang memperhatikan kebersihan tangannya sehingga tidak jarang terjadi infeksi sekunder. g. Istirahat Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energi menyusui bayinya nanti. Kurang istirahat pada ibu postpartum akan mengakibatkan beberapa kerugian, misalnya : 1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi 2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan 3) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk kembali melakukan pekerjaan rumah tangga harus dilakukan secara perlahan- lahan dan bertahap. Selain itu, pasien juga perlu diingatkan untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayinya tidur. Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang.
h. Seksual Secara fisik, aman untuk berhubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan. i. Latihan / senam nifas Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit postpartum. Sebelum memulai bimbingan cara senam nifas, sebaiknya bidan mendiskusikan terlebih dahulu dengan pasien mengenai pentingnya otot perut dan panggul untuk kembali normal. Dengan kembalinya kekuatan otot perut dan panggul, akan mengurangi keluhan sakit punggung yang biasanya dialami oleh ibu nifas. Latihan tertentu beberapa menit setiap harii akan sangat membantu untuk mengencangkan otot bagian perut (Sulistyawati, 2009) 2. Kebutuhan kesehatan pada ibu nifas dengan masalah Gangguan nyeri pada masa nifas banyak dialami pada persalinan normal meskipun tanpa komplikasi, hal tersebut menimbulkan ketidaknyaman pada ibu. Gangguan rasa nyeri yang dialami pada ibu diantaranya : a. After Pain / keram perut hal ini disebabkan kontraksi relaksasi yang terusmenerus pada uterus dan biasanya banyak terjadi pada multipara. 1) Penyebab : a) kontraksi dan relaksasi uterus berurutan yang terjadi secara terus-menerus b)
Penurunan tonus otot uterus secara bersamaan menyebabkan intermitten
(sebentar – sebentar). Berbeda pada wanita primipara, yang tonus uterusnya masih kuat dan uterus tetap berkontraksi tanpa relaksasi intermitten 2) Pencegahan : anjurkan ibu untuk mengsongkan kandung kemih, tidur
tengkurep dengan bantal dibawah perut b. Masalah Payudara 1) Bendungan Payudara Terjadi karena adanya peningkatan aliran vena dan limfe sebagai tahapan proses laktasi. Biasanya ditandai dengan rasa nyeri dan tegang Penanganan : a) Bila ibu menyusui 1. Susukan sesring mungkin pada kedua payudara 2. Lakukan pemijatan saat akan menyusui 3. Lakukan kompres air hangat untuk memperlancar produksi ASI dan air dingin untuk mengurangi rasa nyeri di antara waktu akan menyusui 4. Bila perlu berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam 5. Lakukan evaluasi setelah 3 hari b) Bila ibu tidak menyusui 1. sangga payudara dan kompres dengan menggunakan kompres air dingin agar mengurangi rasa nyeri 2. Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg oral setiap 4 jam 3. Jangan lakukan pemijatan atau pengompresan dengan air hangat karena akan meransang memproduksi ASI 2) Mastitis Terjadi jika terdapat luka oleh bakteri anaerob ( Strabilacocus ). Biasanya ditandai dengan payudara tegang, adanya nyeri dan tegang Penanganan :
a) Berikan kloksasilin 500mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang b) Lakukan peyanggaan pada payudara c) lakukan kompres dingin d) Bila diperlukan berikan paracetamol 500mg per oral setiap 4 jam e) Lakukan evaluasi 3 hari 3) Abses Payudara Biasanya ditandai dengan tegang, padat, dan adanya pus Penanganan : a) Bila ibu menyusui 1. Susukan sesring mungkin pada kedua payudara 2. Lakukan pemijatan pada saat akan menyusui 3. Lakukan kompres air hangat untuk memperlancar produksi ASI dan air dingin untuk mengurangi rasa nyeri diantara waktu menyusui 4. Bila perlu berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam 5. Lakukan insisi pada bagian yang terdapat pus dan lakukan pengeluaran. Jika ada pus jangan dulu disusukan tetapi keluarkan ASI dengan cara manual 6. Lakukan evaluasi setelah 3 hari
b) Bila ibu tidak menyusui 1. Sangga payudara dan kompres dengan menggunakan kompres dingin agar mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan 2. Bila diperlukan berikan paracetamol 500mg setiap 4 jam
3. Jangan lakukan pemijatan atau pengompresan dengan air hangat karena akan meransang produksi ASI. 4) Masalah yang kaitannya dengan ASI eksklusif Bayi bingung puting Tanda dan gejala : a) Bayi menghisap putting seperti menghisap dot b) Menghisap sebentar-sebentar c) Bayi menolak menyusu pada ibu