BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Postpartum 1. Pengertian Postpartum Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009). 2. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam masa postpartum Mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu, dan Mengadakan kolaborasi antara orang tua dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
3.
Tahapan Masa Postpartum Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah : (1). Puerperium dini :
Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.(2). Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kirakira 6-8 minggu.(3). Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni, 2009). 4. Kebijakan Program Nasional Nifas Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit 4 kali bidan harus melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi. Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam masa nifas, ada beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya. Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan): Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri; Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila perdarahan berlanjut; Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri; Pemberian ASI awal; Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir; Menjaga bayi tetap sehatdengan cara mencegah hipotermi; Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
Universitas Sumatera Utara
Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): Memastikan involusi uterus berjalan normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau; Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal; Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat; Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit; Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti kunjungan hari keenam. dan Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan): Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; Memberikan konseling untuk KB secara dini (Suherni, 2011). B.
Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum Nutrisi dan cairan Pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat
perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum. Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu postpartum
diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua
postpartum. Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan. Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti (Jannah, 2011). Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011). Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni, 2009). C. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum 1. Perubahan Sistem Reproduksi Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi
Universitas Sumatera Utara
sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009). 2.
Perubahan pada Sistem Pencernaan Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009). 3.
Perubahan Perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)
Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
Universitas Sumatera Utara
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009). 4.
Perubahan dalam Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
Universitas Sumatera Utara
5.
Perubahan Tanda- tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lainlain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
Universitas Sumatera Utara
D.
Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa
nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :(1). Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.(2). Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.(3). Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya.
Universitas Sumatera Utara
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran barunya. E.
Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah : (1). Demam tinggi hingga melebihi 38°C. (2). Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.(3). Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu hati. (4). Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.Sementara itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum
Universitas Sumatera Utara
terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :(1).Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.(2). Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa plasenta, infeksi, sub-involusi. F. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum 1. Konsep Budaya Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa budaya berasal dari kata budi-daya yang berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya dari budi itu berarti cipta, karsa, dan rasa (Mulyadi, 2000). Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan manusia sebagai mahkluk Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang utuh dan unik. Teori kebutuhan manusia, memandang manusia sebagai keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir karena pengetahuan sosial budaya penting sekali dikuasai oleh profesi
Universitas Sumatera Utara
bidan dalam menjalankan tugasnya karena bidan dalam menjalankan tugasnya katena bidan akan berhadapan dengan berbagai macam kelompok sosial dengan beragam latar belakang agama, status pendidikan dan sebagainya. Sosial budaya sangat berkaitan dengan cara pendekatan dalam melakukan perubahan prilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-masalah kependudukan karena proses perkawinan dapat mengakibatkan kelahiran dan kelahiran itu merupakan resiko yang tinggi bagi ibu-ibu di seluruh dunia (Syafrudin, 2009). Penyebaran orang minangkabau jauh dari daerah asalnya ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka yang merantau, yang disebabkan oleh dua hal. Pertama,
ialah
keinginan
mereka
untuk
mendapatkan
kekayaan
tanpa
mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingan diri sendiri. Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain. Keadaan ini kemudian ditambah dengan keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang berlaku pada masa akhir-akhir ini. Pendukung kebudayaan Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan yang ganjil di antara suku-suku bangsa yang lebih dahulu maju di Indonesia, yaitu sistem kekeluargaan yang matrilineal. Inilah biasanya dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
Minangkabau, yang terutama dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada bagian pertama dari abad ke-20 (Koentjaraningrat, 2007) 2. Konsep Budaya Minang Tentang Perawatan Postpartum Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan kebudayaannya di seluruh dunia memiliki aneka persepsi, interprestasi dan respons perilaku dalam menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan. Fisiologis kelahiran secara universal adalah sama, namun proses kelahiran ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat, karena itu hal-hal yang bekenaan dengan proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi serta pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan ibunya perlu dilihat dari aspek biososiokulturalnya sebagai suatu kesatuan. Menurut pendekatan biososiokulturalnya dalam kajian antropologi ini, kehamilan dan kelahiran bukan hanya dilihat semata-mata dari aspek biologis dan fisiologisnya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal, seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta peraeatan bayi dan ibunya (Swasono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing suku dan bangsa itu memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar, ada yang agak kecil, dan ada yang cukup halus (Prayitno, 2004). Salah satu contoh pengaruh sosial budaya yang masih melekat adalah enggannya ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan ke sarana kesehatan yg sudah tersedia. Mereka masih ada yang lebih memilih melahirkan di rumah yg di tolong oleh dukun, ada pula yang percaya saat melahirkan bayinya lebih senang pergi ke ladang untuk melahirkan disana, serta pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil dan bayinya. Hal kepercayaan mereka terhadap budaya yang seperti ini mengakibatkan tingginya angka kematian ibu saat melahirkan karena komplikasi serta angka kematian bayi dan balita akibat kurangnya asupan giji melalui ibu dikarenakan banyaknya pantangan-pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat hamil (Syafrudin, 2010). Orang Minangkabau merupakan suatu contoh dari masyarakat yang mementingkan aspek sosial dari kelahiran. Bayi perempuan dianggap sebagai pelanjut dari parurik atau kaum. (klen matrilineal) sedangkan bayi laki-laki kelak diharapkan untuk menjadi penjujung nama kerabat separuiknya, dan menjadi pembela kaum wanita dan klennya. Masayarakat Minang juga percaya bahwa ketika seorang wanita sedang hamil 7 bulan, keluarga suaminya (bako sang calon bayi) datang berkunjung sambil membawa berbagai macam makanan berupa nasi lengkap dengan lauk-pauk, ditambah dengan beberapa jenis kue. Tujuannya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan “hati tulus dan muka jernih” terhadap kelahiran bayi. Menurut norma yang ideal dalam kebudayaan minangkabau, hubungan antara kerabat kedua orangtua sang bayi diperkuat melalui kebersamaan mereka dalam upacara menyambut kelahirannya, masing-masing dalam porsi kewajibannya sendiri terhadap si bayi. Selain itu pada suku Minang sekitar seminggu menjelang bayi lahir, para bako kembali datang membawa beras segantang dan dua butir kelapa. Dimana, sebutir kelapa diserahkan untuk menambah bahan pembuat lauk rendang daging, sedangkan yang lainnya ditujukan untuk di tanam di kebun sang ibu. Hal ini melambangkan harapan para bako anak yang lahir nanti, yang mereka sebut sebagai anak pisang, akan menjadi seorang yang muka dan hatinya bagai air kelapa itu. Singkatnya, ia di harapkan akan berguna bagai masyarakat, seperti pohon kelapa yang dari akarnya hingga pucuk daunnya bermanfaat bagi kehidupan manusia (Swasono, 2011).
G.
Fenomenologi Penelitian fenomenologi bersifat induktif, pendekatan yang dipakai adalah
deskriptif
yang
dikembangkan
dari
filsafat
fenomenologi.
Fokus
filsafat
fenomenologi adalah pemahaman tentang respons kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar pemahaman bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman apa yang dialami oleh orang dalam kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain. Contoh penelitian fenomenologi adalah studi mengenai daur hidup masyarakat tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat, misalnya menggunakan air
Universitas Sumatera Utara
bersih, menu makanan, kepedulian terhadap usaha pengobatan anggota keluarga yang sakit, dan lain-lain. Penelahaan masalah dilakukan dengan multiperspektif atau multi sudut pandang (Emzir, 2011).
Universitas Sumatera Utara