5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori 1. Masa Nifas Masa nifas disebut juga masa postpartum yaitu waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan dengan saat melahirkan (Suherni, 2008) Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium) adalah: a.
Puerperium dini : masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan,
b.
Puerperium intermedial : masa kepulihan menyeluruh dari organorgan genital, kira-kira antara 6-8 minggu,
c.
Remot Puerperium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mengalami komplikasi (Suherni, 2008). Perubahan yang terjadi pada masa nifas :
a.
Posisi uterus atau tinggi fundus uteri kembali keukuran atau bentuk semula.
b.
Pengeluaran kolostrum atau ASI.
c.
Penurunan berat badan (Suherni, 2008).
6
2. Vitamin A a. Pengertian vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak. Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi (Soejarwo, 2002). Vitamin A merupakan komponen penting dari retina (selaput jala), maka fungsi utama adalah untuk penglihatan. Disamping itu vitamin A juga membantu pertumbuhan dan mempunyai peranan penting dalam jaringan epitel (Karta Sapoetra & Warsetyo, 2003). b. Sumber vitamin A Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, ASI tetap menjadi sumber penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayursayuran). Karoten dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat sintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya (Dinkes Jateng, 2007).
7
c. Kekurangan vitamin A Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan beberapa gangguan terhadap kesehatan tubuh, antara lain : a)
Hemeralopia atau rabun ayam, rabun senja;
b) Frinoderma, pembentukan epitel kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan dan / atau tampak bersisik; c)
Perdarahan pada selaput usus, ginjal, dan paru-paru;
d) Kerusakan pada kornea dengan menimbulkan bintik, seroftalmin (kornea mengering), dan akhirnya kerotik; e)
Terhentinya proses pertumbuhan;
f)
Terganggunya pertumbuhan bayi (Depkes RI, 2005).
d. Kebutuhan vitamin A Kebutuhan vitamin A yang dianjurkan untuk anak balita 250 mikrogram retinol (vitamin A) atau 750 mikrogram beta-karotin sehari (Kardjati, dan Alisjahbana, 2005).
Sedangkan kebutuhan wanita
menyusui berumur 19 tahun keatas dianjurkan mengkonsumsi 1.300 mikrogram vitamin A per hari. Vitamin A atau aseroftol mempunyai fungsi-fungsi penting di dalam tubuh yaitu : 1. Pertumbuhan sel-sel epitel; 2. Proses oksidasi dalam tubuh; 3. Mengatur rangsang sinar pada saraf mata (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003).
8
3.
Konsumsi kapsul vitamin A Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2005). Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang Vitamin A (KVA). Berhubungan erat dengan kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya risiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007). Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal di negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di negara berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI akan berisiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai
9
studi yang dilakukan mengenai Vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda. Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI. Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Oleh karena itu, pemberian secara periodik dilakukan kepada: 1.
Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
2.
Anak balita umur 1-5 tahun, bulan, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
10
3.
Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2003).
4.
Perilaku kesehatan Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. a. Faktor-faktor perilaku Kesehatan Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut: a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu nifas diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang
11
manfaat pemeriksaan ibu nifas, baik bagi kesehatan sendiri dan bayinya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa masa nifasnya. Misalnya, orang yang sudah melahirkan tidak perlu memeriksakan diri karena sudah dianggap sudah tidak apa-apa.
Faktor-faktor
ini
terutama
terutama
yang
positif
mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. b) Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan
sampah,
tempat
pembungan
tinja,
ketersediaan
makanaan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ibu tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya: Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakikatnya
12
mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktornya disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin. c) Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku Tokoh Masyarakat (Toma), Tokoh Agama (Toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undangundang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku
sehat,
masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para Toma, Toga, para Petugas, lebih-lebih para Petugas Kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga
diperlukan
peraturan
atau
perundang-undangan
yang
mengharuskan ibu hamil memerlukan pemeriksaan kehamilan. Oleh
sebab
itu
intervensi
pendidikan
hendaknya
dimulai
mendiagnosis tiga faktor penyebab (determinan) tersebut kemudian intervensinya
juga
diarahkan
terhadap
tiga
faktor
tersebut.
Pendekatan ini disebut model precede, yakni: predisposing, reinforcing and enabling couse in educational diagnosis and evaluation.
13
b. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a) Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. c) Evaluation (menimbang – nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007).
14
5.
Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia
diperoleh
melalui
mata
dan
telinga.
Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). b. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan tercakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ternyata ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
obyek
yang
diketahui,
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
dan
dapat
15
3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
16
d. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 1. Pengalaman Pengetahuan
dapat
diperoleh
dari
pengalaman
baik
dari
pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. 2. Ekonomi (pendapatan) Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih lebih tercukupi bila dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kedalam kebutuhan sekunder. 3. Lingkungan sosial ekonomi Manusia adalah makhluk sosial dimana didalam kehidupan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan lebih besar ia terpapar informasi. 4. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauhmana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
17
5. Paparan media massa atau informasi Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan lain- lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pemah terpapar informasi media massa. 6. Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan Mudah/sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh
terhadap
pengetahuan
khususnya
dalam
hal
kesehatan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
e. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notatmodjo (2002), cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Cara Tradisional atau Non-Ilmiah Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis.
18
Cara penentuan pengetahuan secara tradisional antara lain : a. Coba – coba salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum ada peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba – coba saja. Cara coba – coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. b. Cara Kekuasaan (otoritas) Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu mengkaji atau membuktikan kebenarannya. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap apa yang dikemukakan sudah benar. c. Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan.
Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
19
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis. d. Melalui jalan pikiran Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dan memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran
pengetahuan
manusia
telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 2. Cara Baru atau Modern Cara Baru atau Modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian (Research Methodology). f. Sumber Pengetahuan Suriasumantri (2003) mengemukakan ada 4 sumber pengetahuan yaitu : 1. Intuisi Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
20
2. Wahyu Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia yang diperantarai oleh para Nabi. 3. Rasio Rasio merupakan pengetahuan yang didapat melalui kemampuan berpikir rasional. 4. Pengalaman Pengalaman merupakan pengetahuan yang mendasar diri kepada panca indera sebagai alat dalam menangkap gejala fisik yang nyata.
21
B. Kerangka teori Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan : FAKTOR PEMUNGKIN v Umur v Pendidikan v Sikap v Tradisi dan Kebiasaan v Sistem Nilai v Pengetahuan v Sosial Ekonomi FAKTOR PENDUKUNG v Tersediadanya sarana dan prasarana v Fasilitas kesehatan
PERILAKU KESEHATAN : KONSUMSI KAPSUL VITAMIN A
FAKTOR PENGUAT v Sikap dan Perilaku Toma v Sikap dan Perilaku petugas kesehatan v Undang-undang dan Peraturan Skema 2.1. kerangka Teori Penelitian Sumber : Modifikasi L. Green (1991) dalam Notoatmojo (2003)
22
C. Kerangka konsep :
Variabel independen Pengetahuan ibu nifas tentang vitamin A
Variabel dependen Konsumsi kapsul vitamin A pada ibu nifas
Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian D. Hipotesis Ada hubungan antara pengetahuan tentang vitamin A dengan konsumsi kapsul vitamin A pada ibu nifas