BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Perilaku Masyarakat
2.1.1 Batasan Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau akitivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan, manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai akitivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau akitivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentengan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007) Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skinner dalam (Notoatmodjo, 2007) membedakan adanya dua respons yaitu : 1. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting
stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang yang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya yang mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraanya dengan mengadakan pesta dan sebagainya. 2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikiuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi melaksanakan tugasnya. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua : 1. Perilaku tertutup (cover behavior), respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahun/kesadaran, dan sikap yang rejadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut
cover behavior
atau
unobservable behavior, misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa
kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. 2. Perilaku terbuka (overt behavior), respons seseorang dalam bentuk stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktik (practice) misal, seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur, dan sebagainya Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning menurut Skiner adalah sebagai berikut. a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforce berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang akan membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering di lakukan. e. Terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang kemudian di beri hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. 2.1.2 Perilaku Kesehatan Sejalan dengan pembatasan perilaku menurut Skiner tersebut maka perilaku kesehatan (Health Behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain pelayanan kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (Observable) maupun yang tidak dapat diamati (Unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2010) Oleh sebab itu, perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, (Notoatmodjo, 2010) yakni: 1) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang mencakup perilakuperilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atu menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku promotif). Contoh : makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok dan meminum-minuman keras, menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah makan, cuci tangan pakai sabun sebelum makan, dan sebagainya. 2) Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan , untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tinadakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepas dari masalah kesehatan yang dideritanya. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal), maupun pengobatan modern atau professional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya).
Becker dalam (Notoatmodjo, 2010) membuat klasifikas lain tentang perilaku kesehatan, dan membedakannya menjadi tiga, yaitu : 1. Perilaku Sehat Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain : a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup. c. Tidak merokok dan meminum-minuman keras serta menggunakan narkoba. d. Istirahat yang cukup. e. Pengendalian atau manajemen stress. f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.
2. Perilaku Sakit (Illness behavior) Perilaku sakit adalah berakaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain : a. Didiamkan saja (no action)
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication). c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni : Tradisional dan pelayanan kesehatan modern atau professional.
3. Perilaku Peran Orang Sakit Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Perilaku peran orang sakit ini antara lain : a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan. c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihatnasihat dokter atau perwat untuk mempercepat kesembuhannya. d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. e. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.
2.1.3 Pengukuran Dan Indikator Perilaku Kesehatan
Seperti telah diuraikan sebelumnya , bahwa perilaku mencakup 3 dominan, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktik (practice). Oleh sebab itu, mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan juga mengacu kepada 3 domain tersebut, secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengetahuan kesehatan (health knowledge) Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memeliharanya kesehatan ini meliputi: 1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejala peyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya cara mengatasi atau menangani sementara). 2. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuanga air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya. 3. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun yang tradisional. 4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas dan tempat-tempat umum.
Oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti tersebut diatas, adalah dengan mengajukkan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya presentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan. Misalnya, berapa % responden atau masyarakat yang tahu tentang cara-cara mencegah penyakit demam berdarah, atau berapa % masyarakat atau responden yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang penyakit tifoid, dan sebagainya.
b. Sikap terhadap kesehatan (health attitudeI) Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkualitas dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurangkurangnya 4 variabel, yaitu: 1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda tanda-tanda atau gejalanya, penyebabnya cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menaganinya sementara). 2. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya.
3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional. 4. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang hygiene perorangan, bagaimana pendapat responden tentang sanitasi lingkungan, dan sebagainya. c. Praktik Kesehatan (health practice) Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangaka memelihara kesehatan. Tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4 faktor seperti pengetauan dan sikap kesehatan tersebut di atas, yaitu: a. Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan penyakit menular dan tidak menular dan praktik tentang mengatasi atau menangani sementara penyakit yang diderita. b. Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.
c. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan. d. Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya: kebiasaan responden sebelum makan, apa mencuci tangan dengan sabun atau tidak, makanan yang di konsumsi masih hangat atau tidak, dan sebagainya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan. (Notoatmodjo, 2010) 2.2 Tifoid 2.2.1 Definisi Tifoid Tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang di sebabkan oleh Salmonella Thypi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang di sebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit di atas di sebut
tifoid. Terminology lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus abdominalis atau enterik (Widoyono, 2011). 2.2.2 Penyebab Demam Tifoid Penyebab dari penyakit Demam Tifoid adalah Salmonella Thypi. Salmonela adalah bakteri Gram- negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan 570C selama beberapa menit. Kuman ini mempunyai antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu : a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik group b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik. c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses dengan lutinasi antigen oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. d. Quter Membrane Protein (QMP). Antigen QMP Salmonella Thypii merupakan bagian dari dinding sel terluar yang terletak di luar sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. (Ramadhani, R. 2011). 2.2.3 Epidemiologi Indonesia merupakan Negara endemik demam tifoid. Diperkirakan terdapat
800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit lebih bersifats poradis dan bukan epidemik. Dalam suatu daerah terjadi kasus yang berpencar-pencar dan tidak mengelompok. Sangat jarang di temukan beberapa kasus pada satu keluarga pada saat yang bersamaan (Widoyono, 2011). 2.2.4
Gejala Gejala klinis Demam Tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang lama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersengamat. (Inawati 2010) Demam tifoid mengakibatkan 3 kelainan pokok, yaitu: 1. Demam berkepanjangan 2. Gangguan system pencernaan 3. Gangguan kesadaran Demam lebih dari tujuh hari merupakan gejala yang paling menonjol. Demam ini biasa diikuti oleh gejala tidak khas lainnya, seperti anoreksia atau batuk. Gangguan saluran pencernaan yang sering terjadi adalah konstipasi dan obstipasi (sembelit),
meskipun diare juga biasa terjadi. Gejala lain pada saluran pencernaan adalah mual, muntah, atau perasaan tidak enak di perut. Pada kondisi yang parah, demam tifoid biasa di sertai dengan gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan, apatis, samnolen, hingga koma. Komplikasi yang bisa terjadi adalah: 1. Perforasi usus 2. Perdarahan usus 3. Neuropsikiatri (koma). (Widoyono, 2011). 2.2.5 Patogenesis Kuman Salmonella Thypi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Basil di serap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah dan menyebar keseluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengikatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh kelainan pada usus. (Takasihaeng, Jan.DGS : 2000) 2.2.6
Pengendalian dan Pencegahan
Demam Tifoid yang tersebar diseluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit usus meskipun lingkungan hidup umunya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Maka pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan : a. Penyediaan sumber air minum yang baik b. Penyediaan jamban yang sehat c. Sosialisasi budaya cuci tangan d. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum e. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman f. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui g. Imunisasi. (Widoyono, 2011) Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit ini, maka pengendalian penyakit ini harus dilakukan dengan menerapkan dasar - dasar hygiene dan kesehatan masyarakat. Pencegahan demam Tifoid dilakukan dengan dua suntikan suspense Salmonella Thypii, yang dimatikan dengan aseton, diikuti oleh suntikan“booster” beberapa bulan kemudian, memberikan kekebalan sebagian terhadap sejumlah kecil kuman tifoid penyebab infeksi, tetapi tidak pada jumlah kuman yang besar. Pemberian melalui mulut strain, mutan hidup yang virulen dari Salmonella Thypii memberikan perlindungan yang bermakna pada daerah yang endemitasnya tinggi. Vaksin Salmonella lainnya memberikan perlindungan yang lebih dan tidak dianjurkan.
(Tapaan, E.MHA, 2004) 2.3
Faktor – Fakor yang berhubungan dengan kejadian tifoid Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit Demam
tifoid. Faktor-faktor tersebut adalah : 1.
Faktor-faktor Karasteristik
a)
Umur : semua kelompok umur dapat tertular Demam Tifoid , tetapi paling banyak adalah golongan umur dewasa muda. Di daerah endemik Demam Tifoid, insiden tertinggi didapatkan pada anak – anak, orang dewasa sering mengetahui infeksi yang sembuh sendiri dan menjadi kebal.
b) Jenis Kelamin : distribusi jenis kelamin antara penderita pria dan wanita pada demam tifoid tak ada perbedaan, tetapi pria lebih banyak terpapar dengan kuman Salmonella thyphii dibandingkan dengan wanita, karena aktivitas diluar rumah lebih banyak. Hal ini memungkinkan pria memiliki risiko lebih besar. c)
Tingkat Pendidikan : tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan kemampuan baca tulis seseorang, sehingga seseorang yang punya kemampuan baca tulis akan berpeluang menerima informasi dan pengetahuan lebih. Pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi persepsi seseorang akan
konsep sehat dan sakit pada akhirnya akan mempengaruhi kebiasaan individu dan keluarga untuk hidup sehat termasuk upaya individu dan keluarga didalam melakukan pencegahan penyakit. (Nurul, M.H : 2008)
2.
Sanitasi Lingkungan Usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan, sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dilihat. (Notoatmodjo: 2007) 3.
Perilaku Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungan.
Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut. (Notoatmodjo, 2003) Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikianpula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, yakni faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayan kesehatan di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status
kesehatan akan tercapai secara optimal, apabila keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang normal), maka status kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal. (Notoatmodjo, 2003)
2.4
Kerangka Berfikir
2.4.1 Kerangka Teori
Perilaku
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Status Kesehatan Penyakit Tifoid
Sehat
2.4.2 Kerangka Konsep
Sakit
Pengetahuan masyarakat tentang Tifoid PERILAKU MASYARAKAT
Sikap masyarakat tentang Tifoid
Tindakan masyarakat terhadap Tifoid
Keterangan = Variabel Bebas = Variabel Terikat
PENDERITA TIFOID