BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase perkembangan manusia tersebut, salah satu yang paling penting dan paling menjadi pusat perhatian adalah masa remaja. Pada masa ini, remaja memiliki karakteristik yang khas jika dibandingkan dengan periode-periode perkembangan lainnya. Masa remaja dikatakan Hurlock (1999) sebagai periode yang penting, peralihan, masa perubahan, usia bermasalah, pencarian identitas diri, usia yang ditakutkan, masa yang tidak realistis, dan ambang dari masa dewasa. Pada masa perubahan, remaja mengalami penyesuaian sosial terhadap jenis kelamin yang berlainan. Remaja melakukan penyesuaian sosial dengan melakukan perubahan dalam perilaku sosialnya. Perubahan ini terlihat dengan adanya sikap dan perilaku dalam relasi heteroseksual. Remaja yang tadinya tidak menyukai keterlibatan dengan lawan jenis mulai menyukai keterlibatan dengan lawan jenis. Secara umum, dapat dikatakan bahwa minat terhadap lawan jenis meningkat. Remaja mulai mencari dan membangun hubungan dengan lawan jenis yang mereka sukai, serta menjalin percintaan. Cinta (love) merupakan salah satu tema yang paling umum dalam kehidupan sehari-hari seorang remaja. Mayoritas remaja memiliki pacar pertama pada usia 12
dan 16 tahun, kurang dari 10 persen memiliki pacar pertama sebelum usia 10 tahun, dan pada usia 16 tahun, lebih dari 90 persen telah berkencan sekurang-kurangnya satu kali. Lebih dari 50 persen murid sekolah menengah atas, rata-rata berkencan satu kali atau lebih per minggu (Dickinson, dalam Santrock, 2002). Kira-kira 15 persen berkencan kurang dari sekali per bulan, dan kira-kira tiga dari empat murid telah berkencan sekurang-kurangnya sekali pada sekolah menengah atas (Santrock, 2002). Berkencan mengandung suatu makna tambahan selama masa remaja (Connolly & Johnson, 1993; Dowdy & Howard, 1993 dalam Santrock, 2002). Remaja meluangkan banyak sekali waktu, baik untuk berkencan atau berpikir tentang berkencan. Pada umumnya, remaja ingin selalu berada di dekat pasangannya dan ingin sering berjumpa. Namun, dalam menjalani suatu hubungan berpacaran, tidak selamanya remaja dapat bertemu dan berdekatan dengan pasangannya, karena perbedaan tempat tinggal atau bersekolah dan bekerja pada kota yang berbeda, pulau yang berbeda, bahkan negara ataupun benua yang berbeda, sehingga remaja harus menjalani hubungan jarak jauh (longdistance). Dalam menjalani hubungan jarak jauh, pasangan tidak selalu dapat bertemu dan melakukan kontak fisik sesering yang individu inginkan, sehingga menyebabkan individu jarang berkencan, jarang melalukan aktivitas bersama-sama, dan jarang dapat mengungkapkan ekspresi non-verbal. Rasa setia terhadap pasangan menjadi lebih sulit untuk diungkapkan, dimana individu tidak bisa melihat pasangan secara fisik dan tidak tahu keseharian pasangannya. Sulitnya pasangan untuk bertemu ketika saling membutuhkan, dapat mempengaruhi hubungan pasangan dan mengakibatkan pasangan sulit untuk saling mempertahankan hubungan.
Seseorang yang ingin mempertahankan berhubungan jarak jauh membutuhkan komitmen dalam menjalani hubungannya. Menurut Sears, Peplau, Freedman, dan Taylor (1998), komitmen merupakan prediktor paling kuat dari hubungan yang berlangsung lama. Komitmen mengacu pada kekuatan niat seseorang untuk melanjutkan hubungan (Blood & Robert, 1969). Sementara itu, Sprecher (dalam Arriaga & Agnew, 2001) menjelaskan bahwa komitmen lebih diartikan sebagai bagian dari ikatan yang tetap membuat pasangan terus bersama-sama sepanjang masa. Menurut Bird dan Melville (1994), komitmen merupakan pengakuan individu untuk tetap bersama karena hubungan mereka dipandang berharga dan bersifat jangka panjang. Sedangkan, Rusbult (1983) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk mempertahankan suatu hubungan yang meliputi orientasi jangka panjang, kedekatan dan keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan hubungan dengan pasangan. Pada hubungan jarak jauh, seseorang membutuhkan komitmen agar dapat mempertahankan hubungannya. Komitmen dapat membuat seseorang merasa lebih terikat dengan pasangan, sehingga pasangan tidak dengan mudah mengakhiri hubungan, dan akan terus bersama dalam waktu yang panjang. Namun, berhasil tidaknya hubungan jarak jauh tergantung dari masing-masing individu yang terlibat dalam
hubungan
tersebut.
Rusbult
(1983)
memberikan
tiga
faktor
yang
mempengaruhi tinggi dan rendahnya komitmen yang dikenal dengan Investment Model of Commitment. Faktor yang pertama adalah satisfaction, yaitu tergantung pada evaluasi individu di dalam suatu hubungan merasa puas atau tidak puas dengan hubungan mereka. Faktor yang kedua adalah quality of alternatives, yaitu
perbandingan individu dengan alternatif (orang lain di luar hubungan) lebih menarik atau tidak dibandingkan pasangannya. Faktor yang ketiga adalah investment size, yaitu tergantung pada seberapa banyak individu menginvestasikan sumber-sumber ke dalam hubungan mereka (uang, waktu, dan usaha). Seperti yang dialami oleh Koko, berusia 21 tahun, menjalani pacaran jarak jauh dikarenakan pasangannya melanjutkan pendidikan di luar negeri: Gue pacaran sejak sma kelas 3, terus pisah gara-gara cewek gue kuliah di luar negri. Awalnya gue sama dia ragu, takut kalo selingkuh ato pisah.. tapi yah karena kita bisa saling percaya, janji buat saling setia, gak selingkuh, sampe sekarang masih bertahan deh.. udah mau hampir 2 taun. Awalnya sih pasti rasanya gak enak, kangen, mikirin dia mulu, tadinya ketemu terus di sekolah trus pisah, gak bisa ketemu, cuma bisa telpon, sms, chatting gitu kan, ketemu juga paling kalo pas libur-libur gitu, libur semester, kalo gak tanggal merah, baru gue bisa ketempat dia, ato dia balik kesini. Ehm.. yang penting sih komunikasi lancar lah, sering crita-crita, pengertian, sabar.. (hasil wawancara dengan subyek, Juni 2010). Hal ini menunjukkan bahwa individu dapat mempertahankan hubungan karena memiliki komitmen. Individu itu berjanji untuk saling setia, tidak akan saling mengkhianati (selingkuh) dan percaya dengan pasangan. Pada awal hubungan individu itu merasakan ketidak nyaman, rindu, dan sulit untuk bertemu dengan pasangan, artinya individu tidak merasakan satisfaction atas hubungannya. Individu itu juga meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan lancar dan bertemu dengan pasangan di setiap kesempatan, artinya individu memiliki investment size dalam menjaga hubungannya. Berbeda dengan yang dialami oleh Rara, berusia 16 tahun, menjalani pacaran jarak jauh selama 3 bulan.
Kalo menurut gue sih pacaran jarak jauh tuh susah, susah buat ketemuan, mau ketemu jauh, kalo mau ngomong gak bisa langsung, kadang-kadang bisa salah paham, gak nyambung, terus berantem. Capek.. bawaannya curigaan, takut nanti dia naksir sama cewek lain lah, gak bisa ngawasin dia juga kan. Sekarang gue lagi LDR sama cowok gue. Cowok gue itu kerja di luar kota terus sibuk lah gak ada waktu sama gue, jadinya yah itu tadi sering berantem, curiga. Emang sih maunya setia gitu kan, janji buat gak selingkuh, tapi susah ngejalaninnya. Gimana yah? Gak bisa ngertiin, gue kan mau nya diperhatiin sama dia, tapi dianya kayak gitu, sibuk. Temen-temen gue ajah lebih peduli kali sama gue dibandingin dia. Jadi pengen putus aja jadinya.. (hasil wawancara dengan subyek, Juni 2010). Pacaran jarak jauh dirasakan sulit karena kurang memiliki keyakinan terhadap komitmen. Individu itu merasa curiga, dan kurang percaya terhadap pasangannya dan memiliki niat untuk mengakhiri hubungannya. Satisfaction individu itu tidak dapat terpenuhi, dimana ia merasa sulit untuk bertemu, sulit untuk berbicara secara langsung dan dimengerti oleh pasangannya. Temen-teman dirasakan lebih perduli dibandingkan dengan pasangannya, artinya quality of alternatives dengan orang lain dipersepsi lebih tinggi dibandingkan dengan pasangannya. Seseorang dapat berhasil dalam menjalin hubungan jarak jauh, dikarenakan adanya kemauan untuk mengikat diri dalam sebuah komitmen. Komitmen merupakan suatu keputusan antara dua pihak untuk tetap mencintai dan mempertahankan cinta dengan pasangan. Ketika salah satu atau kedua pasangan tidak puas, tergoda oleh pilihan yang memikat, atau bebas pergi setiap waktu, dapat memperlemah komitmen pasangan sehingga dapat mempengaruhi keputusan mereka. Ketika pasangan merasa puas (bahagia), ukuran investasi meningkat, dan lemahnya alternatif maka komitmen pasangan meningkat dan hubungan mereka akan tetap bertahan (Rusbult, 1983).
B. Identifikasi Masalah Remaja yang sedang menjalani suatu hubungan cinta atau berpacaran biasanya akan merasa sulit untuk berpisah dengan pasangannya. Namun, karena perbedaan tempat tinggal, alasan dan kepentingan individu, misalnya untuk sekolah atau bekerja di lain kota bahkan diluar negeri, kadangkala menyebabkan individu harus berpisah dengan pasangannya dan menjalani hubungan yang dinamakan dengan hubungan pacaran jarak jauh. Dalam menjalani pacaran jarak jauh, seseorang membutuhkan komitmen agar dapat mempertahankan hubungannya. Kesulitan pasangan untuk bertemu, melakukan kontak fisik, berkencan, melakukan aktivitas bersama-sama, mengungkapkan ekspresi non-verbal, dapat mempengaruhi rasa setia pasangan dan rasa saling bergantung mempertahankan hubungan. Rusbult (1983) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk mempertahankan suatu hubungan yang meliputi orientasi jangka panjang, kedekatan dan keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan hubungan dengan pasangan. Sternberg dalam Deaux, et. Al (1993), mengatakan bahwa komitmen sangat diperlukan dalam menjalin hubungan. Apabila pasangan memang saling mencintai dan memutuskan untuk tetap berada dalam suatu hubungan, maka kedua individu harus lebih memperhatikan masalah komitmen. Adanya komitmen dapat membuat individu merasa lebih terikat dengan pasangan dan tetap mempertahankan hubungan, sehingga individu tidak dengan mudah mengakhiri hubungan, tetap setia dan bersama dengan pasangan dalam waktu yang panjang. Sebaliknya, pacaran jarak jauh tanpa adanya komitmen, membuat pasangan sulit dalam menjalin hubungan, dimana pasangan
tidak saling mengikat diri untuk mempertahankan hubungan dan apabila pasangan mengalami suatu masalah, hubungan mereka memiliki kemungkinan untuk berakhir. Berhasil atau tidaknya individu dalam menjalani hubungan jarak jauh, dikarenakan adanya kemauan untuk mengikat diri dalam sebuah komitmen. Rusbult (1983) memberikan tiga faktor yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya komitmen yang dikenal dengan Investment Model of Commitment, yang terdiri dari satisfaction, quality of alternatives, dan investment size. Tiga faktor ini berfokus pada stabilitas hubungan, dimana apabila satisfaction terpuaskan, quality of alternatives lemah kualitasnya, dan investment size meningkat, maka komitmen pasangan meningkat dan hubungan mereka akan tetap bertahan. Sebaliknya apabila satisfaction tidak terpuaskan, quality of alternatives kuat kualitasnya, dan investment size rendah, maka memperlemah komitmen pasangan sehingga hubungan dapat berakhir. Mengingat bahwa komitmen sangat diperlukan dalam menjalani suatu hubungan, maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran komitmen remaja yang menjalani pacaran jarak jauh.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain, adalah : 1. Mengetahui tinggi rendah komitmen remaja yang menjalani pacaran jarak jauh berdasarkan faktor Investment Model of Commitment.
2. Mengetahui tinggi rendah komitmen remaja yang menjalani pacaran jarak jauh berdasarkan data penunjang (jenis kelamin, usia, status, lama berpacaran, dan alasan menjalani pacaran jarak jauh). 3. Mengetahui faktor dominan dari Investment Model of Commitment (satisfaction, quality of alternatives, dan investment size) remaja yang menjalani pacaran jarak jauh.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: a. Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan pada bidang Psikologi, khususnya yaitu pada Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan, menyangkut gambaran komitmen remaja yang mengalami pacaran jarak jauh. b. Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi dan informasi mengenai gambaran komitmen pasangan remaja yang berpacaran jarak jauh, memberikan masukan bagi individu yang sedang berpacaran jarak jauh, maupun individu yang berpotensi berpacaran jarak jauh.
E. Kerangka berpikir Kehidupan seorang remaja tidak terlepas dari hubungan heteroseksual yang mengarah ke hubungan intim dengan lawan jenis. Havighurt (dalam Mukhtar, 2002) mengatakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mempersiapkan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Sebelum memulai suatu hubungan yang mengarah ke jenjang pernikahan, tentunya remaja menjalin hubungan percintaan atau hubungan romantis yang sering disebut dengan pacaran (Sarwono, 1999). Disaat menjalin suatu hubungan dengan seseorang, atau yang biasa disebut pacaran, individu biasanya senang melewati waktu bersama pasangannya. Individu biasanya pergi jalan-jalan, menonton bioskop, makan malam romantis, atau bahkan sekedar berbincang-bincang di rumah, di sekolah, di kampus, atau dimanapun untuk saling mengenal dan memahami pasangan masing-masing. Namun, tidak selamanya individu dapat melewati waktu bersama-sama dengan pasangannya. Seorang remaja, selain memiliki minat dengan lawan jenis (pacaran), juga memiliki minat pada bidang lainnya, yaitu pendidikan dan pekerjaan (Hurlock, 1999). Pasangan remaja dapat berpisah karena perbedaan tempat tinggal, adanya keinginan dan kebutuhan dari salah satu individu, baik untuk sekolah atau bekerja di kota atau negara yang berbeda, sehingga hubungan jarak jauh tidak dapat dihindari. Dalam menjalani suatu hubungan jarak jauh, dibutuhkan komitmen agar hubungan tetap terjalin. Kedua individu yang sudah memutuskan untuk saling setia dan mempertahankan hubungan, agar tetap pada hubungannya walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh, membutuhkan sebuah komitmen. Rusbult (1983)
mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan yang mengarahkan seseorang untuk mempertahankan suatu hubungan yang meliputi orientasi jangka panjang, kedekatan dan keinginan untuk terus bersama-sama melanjutkan hubungan dengan pasangan. Komitmen yang dibutuhkan pasangan jarak jauh lebih sulit dibandingkan dengan pasangan yang hubungan tanpa jarak. Pada hubungan jarak jauh, pasangan tidak selalu dapat bertemu dan melakukan kontak fisik sesering yang individu inginkan, sehingga menyebabkan individu jarang berkencan, jarang melalukan aktivitas bersama-sama, dan jarang dapat mengungkapkan ekspresi non-verbal. Rasa setia terhadap pasangan menjadi lebih sulit untuk diungkapkan, dimana individu tidak bisa melihat pasangan secara fisik dan tidak tahu keseharian pasangannya, begitu pula sebaliknya. Tanpa adanya komitmen hubungan jarak jauh tidak dapat dijalankan, karena diantara kedua individu tidak ada ikatan untuk tetap saling setia dan memutuskan untuk mempertahankan hubungannya. Seorang pasangan dapat berhasil dalam menjalin hubungan jarak jauh, dikarenakan adanya kemauan pasangan untuk mengikat diri dalam sebuah komitmen. Rusbult (1983) memberikan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen yang dikenal dengan Investment Model of Commitment. Faktor yang pertama adalah satisfaction, yaitu tergantung pada evaluasi individu di dalam suatu hubungan merasa puas atau tidak puas dengan hubungan mereka. Pasangan yang mengalami pacaran jarak jauh dapat merasa bahwa hubungan yang dijalani puas atau tidak puas. Ketika pasangan merasa bahwa hubungan yang diperoleh lebih baik daripada yang diharapkan, maka individu akan merasa puas dan akan terus mempertahankan hubungannya. Namun
jika hubungan yang diperoleh ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka individu akan merasa tidak puas dan dapat mengakhiri hubungannya. Faktor yang kedua adalah quality of alternatives, yaitu perbandingan individu dengan alternatif (orang lain di luar hubungan) lebih menarik atau tidak dibandingkan
pasangannya.
Individu
yang
berpacaran
jarak
jauh
dapat
membandingkan bahwa orang lain, selain pasangannya, lebih menarik atau tidak, dibandingkan dengan pasangannya yang dapat mempengaruhi hubungan mereka. Individu yang mempersepsikan pilihan atau alternatif lain di luar hubungan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan pasangannya, dapat meningkatkan komitmen pasangan. Sebaliknya, individu yang mempersepsikan pilihan atau alternatif lain diluar hubungan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pasangannya, dapat merendahkan komitmen dan mempengaruhi berapa lama hubungan akan bertahan serta dapat mengakhiri hubungan yang ada. Faktor yang ketiga adalah investment size, yaitu bergantung pada seberapa banyak individu menginvestasikan sumber-sumber ke dalam hubungan mereka (uang, waktu, dan usaha). Sesuatu yang individu berikan dalam berpacaran jarak jauh merupakan sebuah investasi. Apabila investasi yang diberikan memberikan hasil yang diinginkan individu, maka individu akan merasa puas. Sebaliknya, apabila investasi yang diberikan tidak memberikan hasil yang diinginkan individu, maka individu akan merasa tidak puas. Ketika salah satu atau kedua pasangan tidak puas, tergoda oleh pilihan yang memikat, atau bebas pergi setiap waktu, dapat memperlemah komitmen pasangan sehingga dapat mempengaruhi keputusan mereka. Ketika pasangan merasa puas
(bahagia), ukuran investasi meningkat, dan lemahnya alternatif maka komitmen pasangan meningkat dan hubungan mereka akan tetap bertahan (Rusbult, 1983).
Perbedaan tempat tinggal, kebutuhan dan kepentingan (sekolah, bekerja, dll)
Remaja
Terpisah dengan Pasangan
Pacaran Jarak Jauh Tidak dapat selalu berada dekat dengan kekasih, tidak dapat bertemu ketika saling membutuhkan, sulit meluangkan waktu, melakukan kontak fisik, berkencan, melakukan aktivitas bersama-sama, mengungkapkan ekspresi non-verbal, dll.
Komitmen
Satisfaction
Quality Alternatives Gambar 1.1ofKerangka Berpikir
Tinggi
Rendah
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
Investment Size