BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebuah kehidupan pada dasarnya merupakan serangkaian perkembangan yang berkesinambungan dari lahir sampai mati. Setiap perkembangan mengandung pengertian adanya suatu proses menuju kematangan yang meliputi aspek jasmaniah, rohaniah dan sosial. Bila seorang individu telah mencapai periode kematangan, baik aspek fisik, psikis maupun sosial, yang umumnya dicapai pada usia remaja hingga dewasa, maka periode berikutnya adalah periode pemantapan dan untuk selanjutnya menuju periode penurunan. Bagi para wanita, perubahan yang mengkhawatirkan adalah masa klimakterium yang merupakan suatu proses fisiologis dalam siklus kehidupan wanita. Klimakterium bukan merupakan suatu keadaaan patologis tapi masa wanita menyesuaikan diri dengan menurunnya produksi hormon-hormon di ovarium yang membuat wanita tidak dapat memproduksi ovum, biasanya terjadi selama 710 tahun. Klimakterium terdiri dari 3 fase, yaitu premenopause, menopause dan pasca menopause. Persiapan wanita dalam menghadapi masa klimakterium sebaiknya dimulai dari masa premenopause. Masa premenopause adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju menopause. Pada masa premenopause ini akan terjadi perubahan, yaitu mulai menurunnya fungsi reproduksi, perubahan hormon, perubahan fisik, maupun perubahan psikis (Nugroho, 2012). Pada periode ini,
1
2
umumnya tingkat produksi hormon estrogen dan progesteron berfluktuasi, naik dan turun tak beraturan. Siklus menstruasipun bisa tiba-tiba memanjang atau memendek. Biasanya, masa premenopause ini terjadi di usia 40-an, tapi banyak juga yang mengalami perubahan ini saat usianya masih di pertengahan 30-an (Proverawati, 2010). Pada tahun 2013, jumlah wanita di dunia yang memasuki menopouse diperkirakan mencapai 1,2 milyar orang. Saat ini Indonesia baru mempunyai 14 juta wanita menopouse. Namun menurut proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2013 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk wanita berusia di atas 50 tahun adalah 16,9 juta orang. Bahkan pada 2025 di perkirakan akan ada 60 juta wanita menopause (www.bps.go.id). Yang sering menjadi keluhan wanita premenopause ini adalah gejala dari premenopause meliputi ketidakteraturan siklus haid, hot flashes (gejolak panas), night sweat (keringat di malam hari), dryness vaginal (kekeringan pada vagina), berkurangnya elastisitas kulit, insomnia (sulit tidur), osteoporosis (kerapuhan tulang), penurunan kebugaran fisik, inkontinensia urin, penurunan gairah seksual, rasa sakit dan tidak nyaman saat berhubungan seks (Hunter, 2015). Selain perubahan fisik, perubahan psikologis juga terjadi dalam masa ini seperti kecemasan, mudah lupa, mudah tersinggung, kadang merasa stress atau depresi (Steward, 2006). Ada beberapa cara dalam mengatasi masalah pada premenopause diantaranya mengkonsumsi makanan sehat, relaksasi, tidur cukup, rajin olahraga dan terapi hormon (Ring, 2012). Bagi wanita premenopause, olahraga sangat
3
banyak manfaatnya dan bertujuan memelihara kesehatan, meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah osteoporosis, menurunkan kecemasan, mengurangi depresi dan memperbaiki mood (Miller, 2009). Olahraga rutin minimal 3 kali dalam seminggu dengan intensitas tepat yaitu denyut nadi 65-80% denyut nadi maksimal (DNM), dengan durasi 30 sampai 60 menit sekali latihan. Jenis olahraga yang boleh dilakukan tergantung pada kondisi kesehatan, tapi umumnya olahraga yang tepat adalah olahraga bersifat aerobik seperti jogging, renang, bersepeda dan senam aerobik (Waluyo dan Marhaendra, 2010). Untuk mendapatkan kebugaran fisik yang diharapkan olahraga dianjurkan dilakukan dengan takaran yang cukup. Lama berolahraga adalah minimal 25 menit dan frekuensi minimal adalah 3 kali seminggu (Ashok, 2008). Salah satu jenis olahraga aerobik adalah senam aerobik. Senam aerobik itu sendiri terdiri dari berbagai jenis, dan jenis yang sesuai untuk premenopause adalah senam aerobik low impact yang merupakan latihan menggerakkan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan terus menerus, berirama, maju, berkelanjutan dan dengan benturan ringan atau low impact (Yonkuro, 2006). Ditinjau dari segi keperawatan, teoris keperawatan Myra Estrine Levine menggambarkan tiga konsep utama wholeness atau keutuhan dari wanita premenopause sendiri dengan gejala-gejala fisiologis yang melekat padanya, adaptasi
yang
merupakan
sebuah
proses
perubahan
yang
bertujuan
mempertahankan integritas individu dan yang terakhir adalah konservasi atau hasil dari adaptasi.
4
Empat prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial yang berfokus pada pelestarian keutuhan individu wanita premenopause, memperhatikan gejala yang biasa timbul pada masa itu dan intervensi yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan kebugaran fisik dalam proses adaptasi yang bertujuan mempertahankan integritas individu yang diharapkan dapat megurangi gejala premenopause dan ketidaknyamanan lainnya. Pada studi pendahuluan di Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarame, Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan terdapat 1.549 wanita premenopause dan hanya sebagian kecil dari wanita premenopause tersebut yang sadar akan pentingnya olahraga. Hal ini dapat dilihat dari 1 pusat kebugaran dan 2 sanggar senam yang ada di kelurahan Sukajaya Palembang tercatat hanya sedikit wanita premenopause yang rutin mengikuti senam aerobik low impact, padahal pada masa premenopause ini penting sekali untuk meningkatkan kebugaran fisik, dimana kebugaran fisik adalah derajat sehat dinamis seseorang yang memiliki kemampuan jasmani dasar untuk dapat melaksanakan tugas yang harus dilaksanakan (Giriwijoyo, 2013). Latihan aerobik juga mampu menurunkan gejala vasomotor dan gejala premenopause lainnya (Daley, 2009). Ada beberapa cara berupa tes untuk mengukur kebugaran fisik menurut Suharjana dan Purwanto (2008), diantaranya tes kecepatan (speed), kekuatan (strength), daya tahan (endurance) dan daya ledak (power). Cara lain yang lebih mudah dilakukan dalam pengukuran kebugaran fisik adalah dengan metode step test. Metode step test yang terkenal ada tiga yaitu Harvard, Sharkey dan Kasch Step Test. Metode
5
Kasch step test lebih mudah dilakukan karena durasi waktu melangkah pada bangku hanya 3 menit sehingga tidak menimbulkan kelelahan dan kebosanan serta dapat menghasilkan peng-ukuran tingkat kebugaran dengan optimal. Dari uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak senam aerobik low impact terhadap tingkat kebugaran dan gejala premenopause pada wanita premenopause.
B. Rumusan Masalah Pada masa premenopause sangat penting sekali meningkatkan kebugaran fisik dengan melakukan olahraga secara teratur. Salah satu olahraga yang menyenangkan dan mudah dilakukan oleh wanita premenopause adalah senam aerobik low impact. Latihan aerobik itu sendiri mampu menurunkan gejala vasomotor dan gejala premenopause lainnya pada wanita premenopause. Rumusan masalah dalam penelitian ini adakah dampak senam aerobik low impact terhadap tingkat kebugaran dan gejala premenopause pada wanita premenopause?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi dampak senam aerobik low impact terhadap tingkat kebugaran dan gejala premenopause pada wanita premenopause. 2. Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi tingkat kebugaran wanita premenopause di Kelurahan Sukajaya Palembang.
6
2) Mengidentifikasi gejala premenopause pada wanita premenopause di Kelurahan Sukajaya Palembang. 3) Menganalisa perbedaan tingkat kebugaran wanita premenopause yang mengikuti senam aerobik low impact dan yang tidak mengikuti senam aerobik low impact. 4) Menganalisa perbedaan gejala premenopause pada wanita premenopause yang mengikuti senam senam aerobik low impact dan yang tidak mengikuti senam aerobik low impact.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evidence based yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dampak senam aerobik low impact terhadap tingkat kebugaran dan gejala premenopause pada wanita premenopause. 2. Bagi peneliti Memberi kesempatan pada peneliti untuk melaksanakan fungsi perawat sebagai educator dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di institusi pendidikan dalam praktek nyata terutama pada lingkup keperawatan maternitas dan biostatistik dalam melakukan pengukuran tingkat kebugaran dan penilaian gejala premenopause pada wanita premenopause. 3. Bagi wanita premenopause Memberikan pemahaman tentang pentingnya melakukan senam aerobik low
7
impact dengan rutin, sehingga mampu menjaga tingkat kebugaran dan mengurangi gejala premenopause.
E. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran kepustakaan, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan dampak atau efek senam aerobik low impact terhadap tingkat kebugaran dan gejala premenopause pada wanita premenopause. 1.
Schiffer Thorsten, et al (2008), Aerobic Dance: Health and Fitness Effect on Middle-Aged Premenopausal Women. Penelitian ini mengukur efek aerobic dance atau senam aerobik pada 2 kelompok intervensi dan kontrol. Hasilnya adalah terdapat penurunan sel darah merah dan kadar lipoprotein pada kelompok pelatihan setelah post test. Ada perubahan yang signifikan (p <0,01) pada daya tahan kekuatan perut dalam kelompok pelatihan setelah periode pelatihan yang diukur dalam satu menit setengah tes sit-up, namun kekuatan isometrik otot punggung tidak berubah secara signifikan setelah pelatihan.
Persamaan
dengan
penelitian
ini
adalah
pada
variabel
independennya yaitu senam aerobik dan sampel penelitiannya yaitu wanita premenopause. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penelitian, tujuan penelitian dan cara pengumpulan data. 2.
Daley A.J. et al (2009), Exercise to reduce vasomotor and other menopausal symptoms: A review. Hasil pada penelitian ini adalah bahwa latihan aerobik terbukti menurunkan gejala vasomotor dan gejala lainnya pada wanita premenopause. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada sampel
8
penelitian, topik penelitian, metode penelitian, variabel independen yaitu latihan aerobik dan salah satu variabel dependen yaitu gejala premenopause. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian dan latar belakang partisipan. 3.
Smith AJ. et al (2011), Effects of Aerobic Exercise on Premenopausal Sex Hormone Levels: Results of the WISER Study, a Randomized Clinical Trial in Healthy, Sedentary, Eumenorrheic Women. Penelitian ini dilakukan pada 319 wanita premenopause dengan hasil pada kelompok senam (n=166) mengalami peningkatan yang signifikan dalam kebugaran tubuh, massa tubuh tanpa lemak, dan penurunan persen lemak tubuh dibandingkan dengan kelompok kontrol (n=153). Tetapi tidak ada perubahan signifikan dalam berat badan dan panjang siklus menstruasi antara 2 kelompok. Progesteron juga dilaporkan mengalami penurunan secara signifikan dalam kelompok senam. Persamaan pada penelitian ini adalah topik penelitian, variabel independen yaitu senam aerobik, variabel dependen yaitu kebugaran tubuh dan sampel penelitian. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penelitian, desain penelitian, tempat penelitian dan latar belakang partisipan.
4.
Campbell Kristin et al (2007), Effect of Aerobic Exercise Training on Estrogen Metabolism in Premenopausal Women: RCT. Hasil dari penelitian ini adalah: volume oxygen maximal (VO2max) meningkat pada 14% peserta kelompok intervensi dan ada perbaikan dalam lemak tubuh, dalam arti tubuh kelompok intervensi menjadi ramping. Persamaan penelitian ini adalah topik penelitian dan variabel independen yaitu senam aerobik, variabel dependen
9
yaitu wanita premenopause. Perbedaan penelitian ini pada metode penelitian, desain penelitian, tempat penelitian dan cara pengumpulan data. 5.
Inawati, F. (2010), Pengaruh Senam Aerobik pada Wanita Usia 40 ke atas terhadap Tingkat Kebugaran Tubuh. Hasil dari penelitian ini adalah: Tingkat indeks kebugaran jasmani rata-rata pada wanita usia 40-45 tahun yang melakukan senam aerobik adalah 68,6±10,98, nilai tersebut termasuk kategori sedang. Sedangkan tingkat indeks kebugaran jasmani rata-rata pada wanita usia 40-45 tahun yang tidak melakukan senam aerobik yaitu 44,4±11,04, nilai tersebut termasuk kategori jelek. Tingkat kebugaran wanita usia 40-45 tahun yang melakukan senam aerobik lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan wanita usia 40-45 tahun yang tidak melakukan senam aerobik (p=0,00). Frekuensi senam antara 2-5 kali per minggu tidak berkorelasi dengan tingkat kebugaran yang dicapai wanita usia 40-45 tahun (p=0,22). Persamaan penelitian ini adalah salah satu tujuan penelitian, yaitu mengetahui tingkat kebugaran pada wanita usia di atas 40 tahun yang mengikuti senam aerobik dan tidak mengikuti senam aerobik, topik penelitian dan variabel independen yaitu senam aerobik, varibel dependen yaitu tingkat kebugaran. Perbedaan penelitian ini pada metode penelitian, desain penelitian dan tempat penelitian.