TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas Tanaman nenas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman buah yang berasal dari Amerika tropis yaitu Brazil, Argentina dan Peru. Tanaman nenas telah tersebar ke seluruh penjuru dunia, terutama di sekitar daerah khatulistiwa yaitu antara 25 0LU dan 25 0LS. Di Indonesia tanaman nenas sangat terkenal dan banyak dibudidayakan di tegalan dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi. Daerah penghasil nenas di Indonesia yang terkenal adalah Subang, Bogor, Riau, Palembang dan Blitar (Sunarjono, 2005). Tanaman nenas merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae. Tanaman nenas merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan yang mempunyai tinggi antara 50 – 100 cm, daun berbentuk pedang yang panjangnya mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggiran daunnya berduri, berujung lancip. Buahnya berupa senokarp (cenocarpium) yang terbentuk dari penebalan yang luar biasa dari poros perbungaan dan dari peleburan masingmasing bunga yang kecil dan dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral yang disebut mahkota atau crown (Verheij dan Coronel, 1997). Berdasarkan karakteristik tanaman dan buah, nenas dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yang berbeda yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi dan Maipure. Pengelompokan tersebut berdasarkan ukuran tanaman dan ukuran buah, warna dan rasa daging buah serta pinggiran daun yang rata dan berduri (Nakasone dan Paul, 1998). Karakteristik nenas Queen antara lain mempunyai ukuran tanaman, daun dan buah yang lebih kecil. Secara umum memiliki ciri-ciri tepi daun berduri, bobot buah sekitar 0,5 – 1,1 kg, bentuk buah konikal, mata menonjol, warna kulit kuning, warna daging buah kuning tua, hati kecil, rasa manis, kandungan asam dan serat rendah serta kurang baik untuk pengalengan (Sari, 2002).
Syarat Tumbuh Nenas Nenas dibudidayakan antara 25 0LU dan 25 0LS. Kisaran suhu di areal penanamannya adalah 23 – 32 0C, akan tetapi dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai 10 0C, tanaman nenas tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap sinar matahari. Pertumbuhan tanaman meningkat sejalan dengan semakin jauh dari garis ekuator dan semakin tinggi tempat tumbuhnya (Verheij dan Coronel, 1997). Tanaman nenas toleran terhadap kekeringan karena mempunyai sel-sel penyimpan air yang efektif (sukulenta) dan kisaran curah hujannya antara 1000 – 1500 mm per tahun. Kondisi berawan pada musim hujan menyebabkan pertumbuhan terhambat, buah menjadi kecil, kualitas menurun dan kadar gula menjadi berkurang. Tanaman nenas menyukai tanah liat berpasir karena mudah dikeringkan dan mengandung bahan organik tinggi dengan pH 4,5 – 6,5 serta mempunyai drainase yang baik karena tanaman yang terendam air akan mudah mengalami pembusukan akar. Akan tetapi, tanaman nenas dapat dibudidayakan pada tipe tanah yang sangat bervariasi, seperti tanah gambut yang mempunyai pH 3 – 5 (Verheij dan Coronel, 1997).
Perbanyakan Vegetatif Nenas Tanaman nenas dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif. Teknik generatif jarang dilakukan dalam perbanyakan nenas dan biasanya dipergunakan di balai penelitian untuk memperoleh varietas baru melalui perkawinan silang. Hal ini dikarenakan perbanyakan dari biji membutuhkan waktu yang lama dan mempunyai keragaman yang tinggi (Tohir, 1981). Stek adalah salah satu teknik pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan cara melakukan pemisahan atau pemotongan bagian batang, akar atau daun dari pohon induknya. Perbanyakan yang dilakukan dengan cara stek akan terbentuk individu baru dengan genotipe sama dengan induknya (Hartmann et. al., 1990). Dengan demikian di samping bertujuan untuk perbanyakan, teknik ini juga sangat membantu program pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk mempertahankan sifat induknya.
Menurut Hartamnn et. al. (1990) perbanyakan dengan menggunakan stek mempunyai beberapa kelebihan antara lain : (1) bibit dapat diperoleh dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat, (2) tanaman cukup homogen dan dapat dipilih dari bahan tanaman yang mempunyai kualitas tinggi yang diturunkan dari induknya, (3) membutuhkan bahan stek yang sedikit, (4) populasi tanaman yang dihasilkan relatif seragam, dan (5) mudah dan tidak memerlukan teknik yang rumit. Menurut Collins (1960), bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai bibit nenas antara lain : (1) sucker yaitu tunas yang tumbuh dari batang yang terletak di bawah permukaan tanah, (2) shoot yaitu tunas yang tumbuh dari mata tunas aksilar pada batang, (3)
hapas yaitu tunas yang tumbuh dari pangkal
tangkai buah, (4) slips yaitu tunas yang tumbuh di dasar buah, perkembangan dari mata tunas pada tangkai buah, dan (5) crown yaitu tunas yang tumbuh di pucuk buah.
Gambar 1. Morfologi Tanaman Nenas Sumber : Coppens dan Leal (2003)
Naibaho et. al., (2008) menyatakan bahwa dari beberapa metode perbanyakan yang ada, biasanya petani menggunakan bibit yang berasal dari anakan yang tidak diketahui kesehatannya dan tidak seragam. Ketersediaan bibit anakan jugasangat terbatas yaitu 2 anakan per tanaman per tahun. Salah satu pilihan teknologi yang berpotensi menghasilkan biit yang lebih banyak yaitu dengan menggunakan stek basal daun mahkota nenas.
Media Tanam Media perakaran yang baik adalah media yang cukup kuat dan padat sehingga bisa menahan stek tetap tegak, mengandung bahan yang dapat menahan kelembaban, mempunyai sistem aerasi dan drainase yang baik, salinitasnya rendah, bebas dari penyakit dan dapat disterilkan tanpa mempengaruhi unsurunsur yang terkandung di dalam media tanam (Hartmann dan Kester, 1983). Arang sekam adalah sekam atau kulit padi yang dibakar dengan teknik sedemikian rupa sehingga menghasilkan sekam menjadi arang. Sekam sendiri merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah yang terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan (Departemen Pertanian, 2008). Arang sekam dapat mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Arang sekam memiliki bobot yang ringan, porositas dan retensi yang tinggi. Sifat inilah yang memudahkan terjadinya penetrasi akar (Handayani dan Dinarti, 2002). Media arang sekam dapat meningkatkan C-organik, N total, pH dan P tersedia sehingga dapat menjadikan media tanam ini gembur tetapi cenderung mudah lapuk. Arang sekam juga merupakan bahan organik yang dapat menjadikannya sebagai sumber energi bagi perkembangan jasad renik tanah sehingga jumlah CO2 yang dihasilkan menjadi cenderung lebih meningkat (Dalimoenthe, 1996). Cocopeat merupakan bahan organik alternatif yang dapat digunakan sebagai media tanam. Cocopeat berasal dari serabut buah kelapa yang telah direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa tanin yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Anonim, 2008).
Cocopeat mempunyai kemampuan menahan air cukup tinggi sampai 73 %. Pemberian air yang berlebih akan menyebabkan media terlalu lembab sehingga dapat menyebabkan busuk akar. Oleh sebab itu, dalam penggunaan media cocopeat biasanya dicampur dengan media tanam lain yang daya ikat airnya tidak terlalu tinggi. Cocopeat mempunyai banyak kandungan hara essensial seperti Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium dan Fosfor (Wiguna, 2007). Pasir digunakan sebagai media alternatif yang menggantikan tanah. Pasir dianggap sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman dan perakaran stek batang tanaman. Pasir berukuran antara 0.5 sampai 0.2 mm sehingga cukup baik digunakan sebagai media tanam karena media tanam menjadi lebih mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan (Wiguna, 2007). Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, kotoran hewan dan lain-lain. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab (Murbandono, 2006). Penggunaan kompos sebagai media tanam sangat baik, karena dapat memperbaiki
mutu
dan
sifat
tanah.
Kompos
mempunyai
kemampuan
menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air serta mampu menyimpan air tanah lebih lama (Murbandono, 2006).
Zat Pengatur Tumbuh Auksin Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendorong (promote), menghambat (inhibit) maupun mengubah berbagai proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu bahan sintetis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel (Hartmann et. al., 1990).
Salah satu zat pengatur tumbuh yang terkenal mendorong perpanjangan sel pucuk dan merangsang pertumbuhan akar adalah auksin. Auksin yang banyak digunakan adalah IAA (Indolacetic Acid), IBA (Indolebutyric Acid) dan NAA (Naphtaleneacetic Acid). Auksin sintetik banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan akar dari stek tanaman berkayu dan berbatang lunak. Mekanisme kerja IAA dan IBA yaitu untuk mendorong pembelahan sel (Wattimena, 1998). Rootone-F merupakan salah satu merek dagang yang biasa digunakan untuk mendorong pertumbuhan akar pada bahan stek. Menurut Weaver (1972) terdapat tiga metode aplikasi auksin antara lain : (1) commercial powder preparation (metode pasta) ; (2) dilute solution soaking method (metode perendaman) ; (3) concentrated solution dip method (metode celup cepat). Menurut Hartmann dan Kester (1983) pada umumnya konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara 20 ppm untuk spesies yang mudah berakar dan 200 ppm untuk spesies yang sulit berakar.