1
TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN DBC COKLAT & SPAGETI, BOGOR
HAFIFIL ZIKRI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Kosnsumen Restoran DBC Coklat & Spageti, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang bersal atau dikutip dari karya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Hafifil Zikri NIM H34034135
i
ABSTRAK HAFIFIL ZIKRI, Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti, Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA Gaya hidup dengan aktivitas yang padat membuat seseorang lebih memilih untuk makan di restoran ketimbang di rumah. Terlebih lagi, makan di luar rumah juga dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Restoran DBC Coklat dan Spageti menawarkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain makanan dan minuman, restoran ini juga menawarkan nuansa Gothic kepada konsumennya,namun beberapa tahun terakhir omset yang didapatkan oleh restoran ini masih berfluktuatif dan seringkali belum mencapai target omset restoran. Penelitian ini bertujuan menganalisis kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Metode pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling dengan jumlah sampel 100 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA), Costumer Satisfaction Index (CSI), dan piramida loyalitas konsumen. Tingkat kepuasan konsumen berada pada kriteria puas (65,46%). Nuansa gothic yang ditawarkan telah menciptakan kepuasan konsumen, ditunjukan pada atribut mengenai keunikan restoran yaitu dekorasi ruangan dan tampilan penyajian makanan telah memenuhi harapan konsumen. Tingkat loyaltias konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti mayoritas berada pada tingkat Switcher buyer (43%). Kata kunci: indeks, kriteria, nuansa gothic
ABSTRACT HAFIFIL ZIKRI, The Level Customer Satisfaction and Loyalty DBC Coklat & Spageti Restaurant, Bogor. Supervised by DWI RACHMINA Active life style makes people prefer to eat at restaurant than at home. Moreover, eating out is also done by the community to meet their social needs. DBC Coklat & Spageti restaurant provides service and product to meet those needs. Besides food and drinks, the restaurant also offers a Gothic feel of the consumers, but in the last few years the revenue genarated by the restaurant was fluctuated and often do not achieve the target. This research aimed to analyze the customer satisfaction and loyalty DBC Coklat & Spageti Restaurant. The sampling method used was convenience sampling method with a sample size of 100 respondents. The method used for the research was descriptive analysis, Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), and the loyalty consumer pyramid. The results showed the level of customer satisfaction the restaurant are at the criteria “satisfied” (65.46%). The Gothic nuance on offer have created customer satisfaction, shown on the attributes the uniqueness of restaurant is the decor of room and food dish shape has fulfilled consumer expectations. The level of consumer loyaltias DBC Coklat & Spageti Restaurant majority are at the level Switcher buyer (43%). Key words: gothic nuance, index, criteria
ii
iii
TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN DBC COKLAT & SPAGETI, BOGOR
Hafifil Zikri
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iv
v
vi
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai September 2016 ini adalah perilaku konsumen, dengan judul Tingkat Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti, Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran, Tintin Sarianti, SP, MM sebagai Dosen Evaluator, kemudian kepada Dr Ir Nunung Kusnaidi, MS sekalu dosen penguji umum dan Rahmat Januar, SP, MSi. Selain itu penulis ucapkan terimakasih kepada Ibu Agnes selaku mentor restoran yang telah memberikan izin penelitian dan karyawan yang telah membantu berjalannya penelitian sehingga dapat berjalan dengan lancar. Terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Agribisnis atas ilmu yang diberikan selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Hafifil Zikri
viii
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
PENDAHULUAN
1
Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA
1 3 5 5 5 6
Karakteristik umum konsumen restoran Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Kepuasan Konsumen Prioritas Perbaikan Atribut Analisis Loyalitas Konsumen KERANGKA PEMIKIRAN
6 7 8 9 10 11
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Operasional METODE PENELTIAN
11 21 23
Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
23 23 24 25 26 32
Sejarah Restoran DBC Coklat & Spageti Manajemen Operasional Restoran DBC Coklat & Spageti Struktur Organisasi Restoran DBC Coklat & Spageti Strategi Bauran Pemasaran Restoran DBC Coklat & Spageti HASIL DAN PEMBAHSAN
32 34 35 36 39
Karakteristik Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Proses Pengambilan Keputusan Pemebelian Restoran DBC Coklat & Spageti Analisis Kepuasan Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Prioritas Perbaikan Atribut Analisis Tingkat Loyalitas Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Hubungan Karakteristik dengan Kepuasan dan Loyalitas Restoran DBC Coklat & Spageti
39 44 54 56 66 69
x
Implikasi Manajerial Restoran DBC Coklat & Spageti
74
SIMPULAN DAN SARAN
77
DAFTAR PUSTAKA
78
LAMPIRAN
81
DAFTAR TABEL
1 Pengeluaran rata-rata kapita per tahun untuk konsumsi makanan dan minuman jadi 2009 sampai 2013 Kota Bogor 2 Perkembangan jumlah restoran di Kota Bogor, 2010 - 2014 3 Penjabaran atribut Penelitian Restoran DBC Coklat & Spageti 4 Kriteria tingkat kepuasan konsumen 5 Skor penilaian kinerja dan kepentingan 6 Jumlah tenaga kerja di Restoran DBC Coklat & Spageti 7 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin tahun 2016 8 Sebaran responden berdasarkan kelompok usia tahun 2016 9 Sebaran responden berdasarkan domisili tahun 2016 10 Sebaran responden berdasarkan status pernikahan tahun 2016 11 Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir tahun 2016 12 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan tahun 2016 13 Sebaran responden berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan tahun 2016 14 Sebaran responden menurut frekuesnsi makan di luar rumah selama satu minggu tahun 2016 15 Sebaran responden berdasarkan motivasi mengunnjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 16 Sebaran responden berdasarkan tujuan Konsumen mengunjungi Restoran tahun 2016 17 Sebaran responden menurut sumber informasi mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 18 Sebaran responden menurut informasi yang penting untuk diketahui mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 19 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan konsumen terhadap informasi yang terima tahun 2016 20 Sebaran responden terhadap evaluasi informasi yang diterima konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 21 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan dalam menentukan lokasi Restoran tahun 2016 22 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan jika produk mengalami kenaikan harga tahun 2016
1 2 23 29 29 36 39 40 41 42 42 43 44 45 45 46 47 47 48 49 49 50
xi
23 Sebaran responden berdasarkan pihak yang mempengaruhi dalam melakukan kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 24 Sebaran responden berdasarkan keputusan saat mengunjungi Restoran DBC Coklat dan Spageti tahun 2016 25 Sebaran responden berdasarkan frekuensi kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti dalam sebulan tahun 2016 26 Sebaran responden berdasarkan penentuan hari kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 27 Sebaran responden menurut waktu kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 28 Sebaran responden berdasarkan perasaan setelah mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 29 Sebaran responden berdasarkan minat konsumen datang kembali ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 30 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 31 Sebaran responden hubungan usia dengan kepuasan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 32 Sebaran responden berdasarkan hubungan pendapatan dengan kepuasan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 33 Sebaran responden berdasarkan hubungan usia dengan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 34 Sebaran responden berdasarkan hubungan pendapatan dengan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Cpoklat & Spageti tahun 2016
51 51 52 52 53 53 54 55 70 71 72 73
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6
Proses pengambilan keputusan konsumen Piramida loyalitas konsumen, sumber: Aaker (1997) Kerangka operasional penelitian Diagram kartesius Importance Performance Analysis Struktur organisasi Restoran DBC Coklat dan Spageti Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 7 Piramida Loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016
13 18 22 30 35 57 67
xii
1
PENDAHULUAN Latar belakang Kota Bogor merupakan salah satu kota besar di Propinsi Jawa Barat yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk di Kota Bogor setiap tahunnya juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dilihat dari tahun 2000 dengan jumlah penduduk sebesar 750 819 jiwa meningkat menjadi sebesar 990 334 jiwa pada tahun 2010, data terakhir menunjukan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1 047 922 jiwa (BPS Kota Bogor 2016). Peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor yang semakin meningkat setiap tahunnya memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah konsumsi masyarakat Kota Bogor, khususnya pada barang pangan. Peningkatan jumlah penduduk di Bogor diikuti dengan peningkatan konsumsi yang ditunjukan oleh pengeluaran perkapita khususnya terhadap barang pangan, terutama pada konsumsi makanan dan minman jadi (Tabel 1) yang menjadi pengeluaran terbesar bagi masyarakat, karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang akan selalu dibutuhkan oleh setiap individu selama hidup. Hal ini mengakibatkan perubahan gaya hidup masyarakat dan berimplikasi terhadap pola konsumsi masyarakat Kota Bogor. Tabel 1 Pengeluaran rata-rata kapita per tahun untuk konsumsi makanan dan minuman jadi 2009 sampai 2013 Kota Bogor Tahun Konsumsi makanan dan Persentase konsumsi rata-rata minuman jadi kapita per kapita per tahun berdasarkan total tahun (Rp/Kg) konsumsi pangan (%) 2009 1 052 220 29.60 2010 868 500 24.00 2011 1 108 092 27.12 2012 1 129 380 26.87 2013 1 239 768 27.40 Laju pertumbuhan konsumsi makanan jadi 27.00 Sumber : BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional Kota Bogor 2016
Gaya hidup terkait dengan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. Tidak terkecuali untuk konsumsi produk pangan. Menurut Engel, et al. (1995) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang mereka. Kesibukan masyarakat terhadap pekerjaan yang banyak menyita waktu sehingga mereka tidak lagi sempat untuk menyiapkan makanan di rumah mengakibatkan gaya hidup masyarakat yang cenderung berubah mengarahkan pola konsumsi untuk makan di luar rumah dengan mengkonsumsi makanan jadi (Tabel 1). Keadaan tersebut menuntut timbulnya sifat terhadap menghargai waktu dengan memenuhi kebutuhan, mengkonsumsi makanan serba praktis, berkualitas, dan cepat saji. Pola konsumsi adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
2
Selain itu terdapat semacam trend bahwa perilaku makan dan minum bukan lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan rasa lapar, tetapi sudah menjadi gaya hidup tersendiri (Wijaya 2005). Masyarakat menginginkan nilai lebih dari sekedar makan di restoran atau menemukan suasana berbeda yang jarang ditemukan bila makanan ini dinikmati dirumah. Masyarakat menjadikan sebagai tempat berkumpul, bersosialisasi, atau menjadikan tempat meeting dengan kolega bisnis dan perilaku makan dan minum di restoran memberikan prestige tersendiri. Berdasarkan hal tersebut mendorong pelaku bisnis untuk memberikan yang terbaik dari segi pelayanan ataupun dari produknya. Adanya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat Kota Bogor dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mendirikan usaha penyedia makanan, mengakibatkan perkembangan restoran yang ada di Bogor semakin beragam dan memiliki ciri khas. Terlihat pada Tabel 2 perkembangan restoran di Kota Bogor dari tahun 2010 sampai 2014. Semakin banyaknya bisnis makanan yang berkembang, kususnya bisnis restoran, tidak semuanya mampu bertahan lama. Sebagian besar bisnis tersebut jatuh atau bangkrut karena beberapa faktor, antara lain faktor manajemen yang masih sederhana, kekurangan modal usaha dan hilangnya konsumen untuk mencari alternatif produsen lain (Rachmawati 2011). Tabel 2 Perkembangan jumlah restoran di Kota Bogor, 2010 - 2014 Tahun Perkembangan restoran (Unit) Pertumbuhan restoran (%) 2010 225 2011 219 -2.67 2012 218 -0.46 2013 216 -0.92 2014 185 -14.35 Laju pertumbuhan restoran -4.60 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Prawisata Kota Bogor 2015
Beragamnya restoran di Kota Bogor, menunjukan beragamnya penawaran pada masyarakat akan menyebabkan pelanggan menghadapi lebih banyak alternatif produk, harga dan kualitas yang bervariasi, sehingga pelanggan akan selalu mencari nilai yang dianggap paling tinggi dari beberapa produk (Kotler 2005). Permintaan pangan yang terus meningkat karena merupakan kebutuhan dasar manusia berimbas terhadap peningkatan penawaran makanan. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand law). Oleh karena itu, bisnis dibidang makanan juga selalu meningkat dan berkembang dari waktu kewaktu. Menghadapi persaingan yang tinggi, pihak restoran harus menciptakan perbedaan atau diferensiasi rasa, mutu, suasana, maupun pelayanan yang ditawarkan. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan keunikan yang dapat memberikan kepuasan seperti yang diharapkan oleh konsumen. Salah satu restoran yang ikut bersaing yaitu Restoran DBC Coklat & Spageti. Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki keunikan konsep dengan tema Gothic (Unsur-unsur kematian) dengan memanfaatkan bangunnan tua. Konsumen yang berkunjung benar-benar merasakan suasana yang berkesan horor sesuai nama restoran (death=kematian) dengan adanya setiap sudut ruangan terdapat hiasan-hiasan yang berhubungan dengan kematian berupa tengkorak dan hantu dibeberapa sudut ruangan. Pada jam-jam tertentu di hari libur pihak restoran mempersebahkan tarian pemujaan dengan memunculkan tiga orang berjubah
3
hitam dengan membawa lonceng dan obor dan hantu-hantu yang menyeramkan datang menghapiri konsumen yang berkunjung. Restoran ini telah berdiri sejak tahun 2006 dan hingga saat ini masih tetap dengan kekhasannya sejak pertama kali berdiri. Restoran ini berada pada lokasi yang cukup strategis yaitu pada kawasan ramai dan tempat masyarakat Bogor banyak menghabiskan waktu luangnya. Restoran DBC Coklat & Spageti menyediakan menu utama kue coklat dan spageti. Kue coklat yang disajikan berbentuk kuburan yang dihiasi batu nisan dengan naman Death By Chocolate, adapun menu lainya dengan nama Pancake Srawbeery Wajah Hantu, Pancake Tengkorang, Es Bola Mata Frankinstein dan lainya. Fokus utama Restoran DBC Coklat & Spageti ini adalah berusaha untuk selalu meningkatkan profit dengan memberikan kepuasan konsumen yang berimplikasi terhadap pembelian ulang. Kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran perusahaan yang baik. Bauran pemasaran yang memuaskan pelanggan akan berpotensi menciptakan pelanggan yang melakukan pembelian ulang yang pada akhirnya akan membentuk suatu hubungan yang lebih berkelanjutan dan berjangka panjang. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka produsen harus mengenal bauran pemasaran perusahaan terhadap bagaimana perilaku konsumen pada pasarnya, apa yang dibutuhkan dan diharapkan konsumen sehingga konsumen merasakan puas. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan konsumen akan dapat dijadikan bahan perbaikan kinerja atribut pemasaran restoran untuk meningkatkan kualitasnya, baik kualitas produk maupun jasa. Penting bagi perusahaan membangun kinerja bauran pemasaran yang prima atau dapat menujukan kenerja yang baik agar dapat berdampak positif kepada evaluasi pasca pembelian. Kepuasan konsumen merupakan salah satu indikator terbentuknya loyalitas konsumen. Pada tingkat kompetisi yang tinggi mempertahankan pelanggan yang sudah ada jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan berkutat menarik pelanggan baru. Salah satu bentuk hambatan pindah adalah dengan membentuk atau menumbuhkan loyalitas dalam diri pelanggan (Kotler & Keller 2009). Loyalitas merupakan komitmen yang bersifat sukarela, yang dapat terjadi ketika seorang pelanggan setia terhadap suatu restoran, bahkan ketika mereka memiliki kesempatan untuk dapat bepindah sewaktu-waktu. Oleh karena itu untuk memberikan kepuasan yang maksimal dan loyalitas konsumen terhadap Restoran DBC Coklat & Spageti dapat dilakukan dengan menganalisis kepuasan dan loyalitas konsumen. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai bahan evaluasi bagi pihak restoran dalam mengembangkan dan memperbaiki kinerja restoran sehingga dapat memberikan kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap Restoran DBC Coklat & Spageti. Rumusan Masalah Restoran DBC Coklat dan Spageti yang telah berdiri sejak tahun 2006, berada di Jln Ceremei No 22 Bantar Jati, Kota Bogor. Restoran ini memiliki keunikan pada konsep ruangan bernuansa Gothic. Menu yang disajikan juga berbagai macam, terutama macam-macam hasil olahan dari coklat dan spageti, seperti menu utama dengan sebutan Death By Chocolate, sebuah kue coklat
4
dengan sajian berbentuk seperti kuburan (oval) berwarna coklat pekat ditambah dengan hiasan batu nisan diatasnya yang terbuat dari coklat padat. Keungulan menu tersebut yaitu komposisi coklat yang lebih banyak dibandingkan kue lainya dan berisi coklat cair di dalamnya, sedangkan olahan spageti berupa Spageti Hot Plate. Keunikan restoran ini dapat menjadi penentu target pasar yang dibidik, sehingga bagaimana karakteristik demografi dan karakteristik ekonomi konsumen di Restoran DBC Coklat & Spageti yang sesuai dengan keadaan tersebut. Peter & Olson 1999; Raab et al. 2008 menyatakan dalam Gunawan (2015) masyarakat memiliki kecenderungan untuk bersikap variety seeking, yaitu dimana pelanggan restoran tertarik untuk mencoba sesuatu hal yang baru dan berbeda terhadap produk yang ditawarkan oleh pesaing maupun karena merasa jenuh dengan produk yang dikonsumsi saat ini. Keunikan Restoran DBC Coklat dan Spageti dapat menjadi daya tarik konsumen untuk mengunjunginya. Selain untuk melengkapi kebutuhan, saat mengunjungi restoran masyarakat menginginkan suatu yang berbeda, sesuatu yang tidak didapatkan dirumah. Menghadapi berbagai perubahan gaya hidup yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat, mengharuskan manajemen restoran untuk terus melakukan evaluasi dan menigkatkan kualitas layanan bauran pemasaran. Selain itu adanya pesaing lain yang serupa yaitu restoran yang menyediakan produk olahan coklat ataupun spageti, seperti restoran Dapur coklat, Chocolava, Rumah coklat dan restoran yang menyajikan menu spageti. Akan tetapi perbedaannya pada restoran DBC Coklat & Spageti ini tidak hanya menawarkan produk dengan berbahan baku cokelat dan spageti, beragam menu makanan dan minuman lainya. Adanya restoran serupa menyebabkan Restoran DBC Coklat & Spageti mendapat persaingan sehingga memepengaruhi penerimaan restoran. Dari hasil wawancara dengan pihak manajemen restoran beberapa tahun terakhir omset yang didapatkan masih berfluktuasi dan seringkali belum mencapai target omset restoran. Pihak manajemen restoran mengatakan omset yang diterima mulai mengalami peningkatan yaitu sejak bulan Mei 2015 hingga sekarang. Hal tersebut menjadi motivasi Restoran DBC Coklat & Spageti untuk terus mempertahankan konsumen yang telah ada dengan dan mengembangkan usaha agar dapat terus bersaing dengan cara meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. Salah satu cara dengan mengetahui produk dan jasa yang ditawarkan oleh restoran telah sesuai dengan harapan konsumen, sehingga konsumen akan merasa puas dan melakukan pembelian ulang. Membangun kepercayaan konsumen serta memberikan kepuasan konsumen merupakan suatu hal yang penting dilakukan karena pada akhirnya dapat menimbulkan citra baik bagi restoran dan membentuk konsumen yang loyal. Sesuai dengan kondisi tersebut manajemen Restoran DBC Coklat dan Spageti membutuhkan pengetahuan mengenai penilaian dan perilaku konsumen terhadap produk dan jasa yang diberikan yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Pihak Restoran DBC Coklat dan Spageti harus mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja Restoran DBC Coklat dan Spageti ditinjau dari kesenjangan mutu pelayanan yang diterima dengan yang diharapkan. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen beserta proses keputusan pembeliannya dan atribut penting restoran yang membentuk kepuasan konsumen, serta tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Hal
5
inilah yang menyebabkan analisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen penting untuk dilakukan, dimana kepuasan konsumen akan dianalisis menggunakan atribut bauran pemasaran pada restoran tersebut. Kemudian melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Bogor? 2. Bagaimana proses pengambilan keputusan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. 3. Bagaimana tinggkat kepuasan dan loyalitas konsumen DBC Coklat & Spageti Bogor? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. 2. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. 3. Menganalisa tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditentukan, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Pihak restoran, dapat menjadi bahan masukan yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam meningkatkan performa Restoran dan evaluasi bauran pemasaran untuk memajukan usaha kulinernya. 2. Penulis, dapat menjadi pembelajaran dalam menerapkan teori-teori yang telah dipelajari selama perkuliahan, khususnya mengenai kepuasan dan loyalitas konsumen, serta menambah wawasan mengenai bisnis kuliner. 3. Pihak akademis, penambah informasi dan pengetahuan bagi yang ingin melakukan penelitian dengan permasalahan penelitian yang sejenis. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada ruang lingkup analisis konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti, Bogor. Fokus analisis penelitian ini adalah karakteristik konsumen, proses pengambilan keputusan pembelian, kepuasan, dan loyalitas konsumen di Restoran DBC Coklat & Spageti. Tingkat kepentingan dan kinerja atribut berdasarkan pada bauran pemasaran 7P. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen dan dapat mengetahui atribut yang perlu dilakukan perbaikan kepada Restoran DBC Coklat & Spageti. Penelitian hanya dilakukan kepada konsumen dan pihak Restoran dengan tidak melibatkan pesaing dari Restoran DBC Coklat & Spageti. Responden yang diteliti merupakan
6
pelanggan Restoran DBC Coklat & Spageti, yang telah melakukan pembelian lebih dari dua kali dalam kurun waktu dua bulan terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik umum konsumen restoran Karakteristik konsumen sangat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Karakteristik konsumen menurut Sumarwan (2011) tediri dari pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi konsumen. Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat diketahui karakteristik konsumen restoran. Pada umumnya konsumen yang mengunjungi restoran berusia dari 17 sampai 24 tahun. Konsumen bekerja sebagai mahasiswa atau pelajar dengan status belum menikah. Karakteristik konsumen tersebut dapat dikatan usia produktif yang cenderung menyukai hal-hal yang baru (Darmansayah 2014). Karakteristik konsumen tersebut menyukai paket hemat dan diskon harga yang diberikan oleh restoran, hal ini agar menghemat pengeluaran uang saku dan bisa mendapatkan kebutuhan primernya. Duri (2013) dari hasil pengamatanya adapun konsumen yang banyak berkunjung ke restoran berada pada rentang umur 25 sampai 35 tahun. Konsumen yang berkunjung pada umumnya lebih banyak perempuan dikarenakan perempuan cenderung lebih menyekuai hal baru dan suka berkumpul baik bersama keluarga, teman, maupun rekan kerja. Perempuan juga cenderung lebih suka berbincang-bincang dibandingkan dengan laki-laki. Novarianto (2014) sedangan konsumen berjenis kelamin pria cenderung memiliki rasa ingin tahu lebih besar terhadap makanan yang memiliki tantangan tersendiri, seperti menu yang memiliki tingkat kepedasan beragam. Pendidikan terakhir konsumen restoran yang memiliki keunikan, mayoritas tamatan Sekolah Menengah Atas, masih bekerja sebagai mahasiswa dan berstatus lebih banyak belum menikah (Novarianto 2014). Pada restoran tradisional Darmansyah (2014) dan Duri (2013) konsumen yang mengunjungi restoran dengan lebih banyak berpendidikan terakhir sarjana dan bekerja sebagai karyawan swasta. Status pernikahan konsumen rsetoran pada penelitian Darmansyah (2014) berstatus belum menikah. Perbedaan karakteristik konsumen pada beberapa tempat dikarenakan restoran berada pada lokasi yang strategis dengan keberadaan sekolah dan kampus disekitarnya. Bedasarkan penelitian terdahulu terdapat pengaruh lokasi terhadap karakteristik pekerjaan yang mengarah pada pendapatan konsumen. Pada penelitian sebelumnya konsumen yang berkunjung ke restoran memiliki rata-rata tingkat pendapatan atau uang saku kisaran Rp 1 000 000 sampai Rp 2 000 000 per bulan sesuai dengan pekerjaannya, bekerja sebagai pelajar atau mahasiswa yang masih menerima uang saku (Tiasany 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Duri (2013) dan Darmasyah (2014) rata-rata pendapatan konsumen yang mengunjungi restoran berkisar Rp 2 000 000 sampai Rp 5 000 000 per bulan, sesuai dengan karakteristik sebelumnya yang merupakan karyawan swasta yang berpendidikan terakhir sarjana.
7
Dengan demikian karakteritik konsumen restoran yaitu mayoritas berusia 17 sampai 24 tahun, berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai pelajar/mahasiswa dengan pendapatan atau uang saku Rp 1 000 000 sampai Rp 2 000 000 per bulannya. Status pernikahan belum menikah dan berdomisili di Bogor Novarianto (2014); Siregar (2013); Yulianti (2013); dan Tiasany (2013). Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Proses pengambilan keputusan pada penelitian terdahulu membagi menjadi lima proses yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi pasca pembelian. Berdasarkan penelitian sebelumnya pengenalan kebutuhan konsumen mengunjungi restoran karena aktifitas diluar rumah lebih banyak dibandingkan di rumah sendiri (Tiasany 2013). Dalam Novarianto (2014) motivasi mengunjungi restoran untuk bertemu dengan kolega ataupun teman. Sebagian besar responden menginginkan manfaat yang diberikan yaitu makanan cepat saji karenaagar dapat menghemat waktu aktifitas lainya (Darmasyah. 2014). Disisi lain kebanyakan konsumen memilih makan diluar rumah karena ingin mencoba hal yang baru atau unik terutama karakteristik konsumenn restoran berusia 17 sampai 23 tahun yang tergolong usia produktif (Tiasany 2013). Pada usia tersebut keinginan konsumen mencoba hal yang baru, sehingga menu makan dengan cita rasa khas atau cita rasa yang unik di sebuah restoran ataupun rumah makan menjadi nilai tambah untuk menarik konsumen yang cenderung mencari menu yang berbeda, yang tidak didapatkan jika makan di rumah (Yulianti 2013; dan Tiasany 2013). Intensitas kunjungan konsumen ke restoran barvariatif, rata – rata kunjungan konsumen 3 sampai 5 kali dalam seminggu hal ini menunjukan tingginya aktivitas kosumen di luar rumah membutuhkan penyedia jasa yang membantu memenuhi pangannya (Tiasany 2013). Pencarian informasi tentang restoran tersebut pada umumnya berasal dari pihak eksternal atau dapat dikatan berasal dari orang lain, tidak berupa informasi yang dicari sendiri. Pihak lain yang sangat berpengaruh dalam pencarian informasi yaitu teman. Hal ini dikarenakan konsumen lebih banyak berinteraksi dengan teman sehingga informasi yang terima lebih cepat dan teman merupakan media promosi yang efektif (Siregar 2013; Yulianti 2013). Teman merupakan sumber informasi dapat dipercaya karena informasi disampaikan berdasarkan pengalaman nyata. Fokus utama dalam pencarian informasi rata-rata pada cita rasa khas atau unik karena memenuhi kebutuhan demi mencapai kepuasan sesuai yang diharapan konsumen (Darmansyah 2014; dan Novarianto 2014; Tiasany 2013). Pencarian informasi mengenai promosi lebih banyak konsumen tertarik dengan paket hemat maupun diskon harga. Bentuk promosi tersebut, dalam Novarianto (2014) dan Tiasany (2013) dapat menjadi daya tarik konsumen restoran terutama konsumen dengan karakteristik sebagai mahasiswa dan memiliki uang saku Rp 1 000 000 sampai Rp 2 000 000 per bulan. Evaluasi alternatif dalam menentukan pilihan restoran, Darmasyah (2014) Rumah makan tradisional menjadi pilihan konsumen, hal ini dikarenakan konsumen lebih menginginkan cita rasa yang didapatkan. Pilihan tersebut mengakibatkan atribut cita rasa makanan menjadi prioritas yang utama dalam perhatian restoran. Adapun restoran oriental menjadi evaluasi alternatif konsumen
8
karena restoran tersebut memberikan pilihan menu makanan yang lebih variatif dan cita rasa yang khas seperti restoran jepang (Yulianti 2013). Konsumen mempertimbangkan penentuan lokasi restoran dengan akses tranportasi yang mudah dan lancar. Pilihan tersebut karena aktivas yang cukup tinggi agar penggunaan waktu dalam melengkapi kebutuhan menjadi lebih efisien. Keputusan konsumen dalam proses pengambilan keputusan, konsumen melakukan pembelian memutuskan kunjungan secara tidak terencana karena dipengaruhi oleh ajakan teman. Hal ini karena minat berkunjung dirasakan pada saat melewati ataupun membicarakan restoran (Siregar 2013; Tiasany 2013). Sedangkan Novarianto (2014) menyebutkan kunjungan tergantung dengan sutuasi, bisa terjadi karena ajakan teman, akan tetapi konsumen yang mudah untuk diajak berkunjung adalah konsumen yang sudah mempunyai rencana untuk mencoba menu makanan restoran tersebut. Dalam penelitian Yulianti (2013) konsumen yang mengunjungi restoran oriental pada awalnya sudah merencanakan untuk mengunjungi dan merasakan menu makanan yang memiliki cita rasa khas internasional. Waktu kunjungan konsumen ke restoran lebih banyak pada pukul waktu 15.00 sampai 19.00 WIB (Duri 2013; Siregar 2013). Tiasany (2013) menyatakan adapun konsumen yang mengujungi restoran oriental lebih sering pada pukul 18.00 sampai 22.00 WIB. Alasannya pada waktu tersebut rata-rata konsumen sudah menyelesaikan aktivitasnya di luar rumah dan ingin bertemu denga kolega atau temannya. Novarianto (2014) dan Duri (2013) konsumen tidak menentukan hari saat mengunjungi restoran, konsumen yang berkunjung pada umumnya pada hari-hari kerja karena konsumen terbanyak berdomisili beraktivitas di daerah Kota Bogor sehingga kunjungan bisa dilakukan kapan saja tidak hanya dilakukan pada hari libur (Siregar 2013; Tiasany 2013; Yulianti 2013). Pada tahap terkhir evaluasi pasca pembelian yaitu konsumen mengevaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Secara umum konsumen merasa puas dan akan melakukan kunjungan kembali pada Restoran tersebut. Hal ini dapat dikatakan kinerja restoran dan restoran sudah melakukan pelayanan yang baik sebagai penyedia makanan (Darmansyah 2014; Novarianto 2014; Siregar 2013; Tiasany 2013). Adapun konsumen yang tidak puas, akan melakukan kunjungan kembali (Yulianti 2013). Konsumen yang merasa puas dengan pelayanan dan produk restoran akan berkunjung kembali walaupun terjadi kenaikan harga makanan dan merekomendasikan kepada pihak lain (Duri 2013) Kepuasan Konsumen Penelitian terdahulu memiliki kesamaan dalam alat analisis yaitu menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI) dan Importance Performance Analysis (IPA) dalam menentukan nilai kepuasan konsumen serta atribut bauran pemasaran yang harus dibenahi untuk terus mempertahankan dan meningkatkan nilai kepuasan konsumen. Penelitian terdahulu juga dijadikan referensi dalam menentukan atributatribut yang akan digunakan dalam penelitian ini yang kemudian disesuaikan dengan kondisi dan juga kesepakatan dengan pihak pengelola Restoran DBC Coklat & Spageti.
9
Evaluasi pasca pembelian menjelaskan kepuasan konsumen diukur secara keseluruhan yang dirasakan setelah melakukan pembelian, sedangkan mengukur kepuasan menggunakan alat analisis CSI, kepuasan diukur menggunakan atributatribut bauran pemasaran yang terdapat pada restoran. Kepuasan dirasakan konsumen apabila tingkat kinerja perusahaan melebihi tingkat harapan konsumen, begitupun sebaliknya ketidak puasan konsumen dirasakan karena tingkat kinerja yang dirasakan konsumen lebih rendah dari tingkat harapan konsumen. Kepuasan dalam penelitian ini adalah membandingkan antara tingkat harapan konsumen dengan tingkat kinerja perusahaan. Kepuasan konsumen dalam penelitian Darmansyah (2014) Novarianto (2014), Siregar, Yulianti (2013) dan Tiasany (2013) rata-rata setiap restoran menghasilkan nilai kepuasan konsumen rentang 0.61 sampai 0.80. Pada rentang nilai tersebut, konsumen yang berkunjung sudah dapat dikatakan “puas” dapat dikatakan belum mencapai kepuasan maksimal. Hal tersebut menujukan kinerja yang diberikan belum sepenuhnya memberikan kepuasan untuk konsumen dengan demikian perlu adanya peningkatan atau perbaikan atribut. Penelitian Darmansyah (2014) menganalisis nilai dari Customer Satisfaction Index (CSI) dapat diketahui bahwa kepuasan konsumen baru mencapai 69.85 persen. Berdasarkan indeks kepuasan, nilai Customer Satisfaction Index (CSI) Ayam KQ5 berada pada kriteria “puas”. Namun, masih terdapat kekurangan sebesar 30.15 persen untuk mencapai kepuasan maksimal dari konsumen. Sedangkan pada proses pengambilan keputusan pada evaluasi pasca pemebelian persentase kepuasan konsumen lebih besar dibandingkan dengan hasil analisis melalui atribut-atribut pada restoran. Penelitian Novarianto (2014) tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut Waroeng Hotplate Odon berdasarkan CSI sebesar 77.74 persen, hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan Tiasany (2013) di Restoran Bull Wings Factory sebesar 73.91 persen. Sesuai dengan dengan evaluasi pasca pembelian rata-rata konsumen yang berkunjung merasakan kepuasan. Penelitian Siregar (2013); dan Yulianti (2013) menyatakan hal yang sama dengan penelitian Novariato (2014); dan Tiasany (2013), konsumen yang mengunjungi restoran evaluasi pasca pembelian konsumen sudah merasakan puas dan hasil analisis atribut restoran konsumen berada pada kriteria ”puas”. Prioritas Perbaikan Atribut Kepuasan maksimal terjadi ketika kinerja yang diberikan telah melebihi harapan konsumen, dan jika konsumen belum merasakan kepuasan maksimal maka terdapat beberapa kinerja atribut belum melebihi harapan konsumen. Dengan demikian restoran perlu mengetahui kinerja atribut bauran pemasaran yang harus diperbaiki dan menjadi prioritas utama. Memperbaiki atribut mengunakan metode Importance Performance Analysis (IPA). Atribut dipetakan dalam diagram kartesius yang terbagi menjadi empat kuadran. Kuadran I adalah prioritas utama, kuadran II pertahankan prestasi, kuadran III prioritas rendah, dan kuadran IV berlebihan. (Darmansyah 2014; Novarianto 2014; Siregar 2103; Yulianti 2013; dan Tiasany 2013). Darmansyah (2014) dan Novarianto (2014) nilai rata-rata dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja akan digunakan sebagai nilai tengah dalam diagram kartesius yang akan membagi diagram kartesius menjadi empat kuadran. Nilai kepentingan dan kinerja dari masing-masing atribut
10
akan diplotkan ke dalam diagram kartesius. Atribut yang berada pada kuadran I merupakan atribut prioritas utama yang harus dilakukan demi meningkatkan kepuasan konsumen. Hasil analisis IPA yang dilakukan Novarianto (2014) menujukan prioritas perbaikan atribut restoran yaitu penggunaan sosial media, kejelasan papan nama, atribut kebersihan restoran dan kemudahaan menjangkau lokasi. Kemudian atribut-atribut yang perlu diperbaiki yaitu kesigapan pramusaji, keramahan dan kesopanan pramusaji serta kecepatan dalam penyajian makanan. Selain itu ketersediaan Mushala, kebersihan ruangan serta kebersihan dan ketersediaan westafel dan toilet merupakan atribut yang harus diperbaiki oleh pihak restoran demi meningkatkan kepuasan konsumen (Yulianti 2013; dan Siregar 2013). Berdasarkan analisis tersebut, konsumen menganggap atribut-atribut tersebut penting, namun restoran belum memberikan kinerja yang baik. Analisis Loyalitas Konsumen Analisis loyalitas konsumen restoran dianalisis mengunakan metode piramida loyalitas dengan tingkatan loyalitas switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan committed buyer pada Novarianto (2014) dan Darmansyah (2014). Dalam analisis piramida loyalitas konsumen diberikan beberapa pertanyaan dimana masing–masing pertanyaan mempunyai skor untuk menentukan konsumen pada kategori loyalitas (Siregar 2013; Yulianti 2013). Restoran yang memiliki konsumen yang loyal dapat dikatakan sudah mencapai satu hal lebih maju dalam memuaskan konsumen. Darmansyah (2014) Tingkat loyalitas konsumen Ayam KQ5 berada pada tahap switcher buyer dengan nilai sebesar 44.2 persen atau dapat dikatakan konsumen yang tidak loyal. Piramida yang dihasilkan cenderung berbentuk piramida tegak lurus atau bukan piramida terbalik. Hal ini menandakan bahwa tingkat loyalitas dari konsumen Restoran Ayam KQ5 rendah. Dari kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa konsumen Restoran Ayam KQ5 adalah konsumen yang rasional. Konsumen akan membayar harga lebih mahal jika kenaikan harga tersebut sebanding dengan kualitas mutu dan pelayanan yang diperoleh dan diharapkan. Penelitian yang dilakukan Siregar (2013) konsumen yang berkunjung pada restoran Solaria Botani Square merupakan konsumen yang sesitif terhadap kenaikan harga, dengan demikian tingkat loyalitas konsumen retoran Solaria Botani Square berada pada kategori Switcher Buyer yaitu sebesar 58 persen. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Duri (2013) di Restoran Karimata Bogor, tingkatan loyalitas konsumen menunjukkan bahwa nilai yang didapatkan kategori switcher buyer sebesar 38.57 persen. Konsumen Restoran Karimata belum dikatakan loyal karena belum membentuk piramida segitiga terbalik dan konsumen Restoran Karimata dapat dikatakan konsumen yang sensitif terhadap harga yang diberikan. Konsumen menginginkan harga yang diberikan sesuai dengan penerimaan kualitas produk yang dirasakan. Yulianti (2013) pengunjung yang datang pada restoran Sushi Nest tingkat loyalitasnya berada pada kategori Habitual Buyer. Konsumen Sushi Nest pada kategori ini tidak terlalu memeperhatikan harga yang diberikan oleh restoran, tetapi konsumen ini belum bisa mengeluarkan biaya peralihan ke restoran lain. Pada penelitian Novarianto (2014) tingkat loyalitas konsumen Waroeng Hotplate
11
Odon didominasi oleh tingkat loyalitas committed buyer yaitu sebesar 38 persen dan pada umumnya konsumen sudah pernah merekomendasikan dan mengajak orang lain untuk berkunjung dan melakukan pembelian kemabali.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis Dasar teoritis dalam penelitian ini adalah teori permintaan individu, teori perilaku konsumen, teori pemasaran. Hal ini karena sebuah strategi pemasaran saat ini berawal dari fokus pada konsumen. Sehingga dalam mempelajari hal tersebut maka sebuah tindakan konsumen akan berawal dari permintaan individu konsumen. Permintaan tersebut selanjutnya dijelaskan oleh perilaku konsumen untuk mempelajari bermacam hal mengenai proses pengambilan keputusan konsumen. Teori permintaan individu Menurut Nicholson (2002) permintaan menggambarkan hubungan antara barang tertentu dengan jumlah yang diminta konsumen. Dalam proses terjadinya pemasaran senantiasa berawal dari proses pertukaran yang dimulai dari adanya hubungan antara kebutuhan, keinginan, permintaan, produk pertukaran dan transaksi. Dengan adanya kebutuhan dan keinginan tersebut, maka seseorang akan senantiasa memiliki berbagai pilihan dalam hidupnya. Pilihan tersebut dapat dijelaskan oleh teori pilihan (Nicholson 2002) yaitu hubungan timbal balik antar preferensi (pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya. Para ekonom merumuskan model preferensi individu dengan menggunakan konsep utilitas/kepuasan (utility), yang didefinisikan sebagai kesenangan, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan yang diperoleh seseorang dari aktivitas ekonominya (Nicholson 2002). Mengenai kepuasan konsumen ini, dapat melalui kurva indiferens yaitu kurva yang menunjukkan seluruh kombinasi barang dan jasa yang memberikan tingkat kepuasan yang sama (Nicholson 2002). Selain tingkat kepuasan yang diinginkan, tiap orang juga memiliki keterbatasan atas setiap barang yang dapat dibeli. Para ekonom menyebut keterbatasan tersebut dengan kendala anggaran (budget constrains). Kendala anggaran (Nicholson 2002) adalah batas yang diletakkan oleh pendapatan pada kombinasi barang-barang dan atau jasa-jasa yang dapat dibeli individu. Perilaku konsumen Menurut Kotler (2005) konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi. Sumarwan (2011) membedakan konsumen menjadi konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, digunakan anggota keluarga lain/seluruh anggota keluarga, atau mungkin untuk hadiah. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga
12
lainnya (sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit), dimana mereka harus membeli produk peralatan dan jasa – jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Prilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologi yang mendorong tindakan pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan 2011). Engel et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen menarik dan dinamis dan menggambarkan perkembangan ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan informasi yang terjadi di sekeliling konsumen. Jika suatu perusahaan ingin tetap berjalan dan terus tumbuh, maka perusahaan harus dapat menarik konsumen baru dan mempertahankan konsumen yang telah menjadi pelanggannya. Menurut Engel et al. (1994), model perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Agar dapat memasarkan produknya dengan baik, penting bagi pemasar untuk memahami perilaku konsumennya. Pemasar juga harus memahami alasan dan proses konsumen dalam mengambil keputusan konsumen, sehingga strategi pemasaran dapat dirancang dengan lebih baik Karakteristik konsumen Sumarwan (2011), menjelaskan terdapat tiga jenis karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi sikap dan persepsi terhadap proses pembelian konsumen yaitu karakteristik demografi, karakteristik ekonomi, dan kelas sosial. Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk maupun merek yang akan dibeli. Sumarwan (2011) membagi tiga karakteristik konsumen tersebut antara lain: 1. Karakteristik demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa,pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan, lokasi geografik, dan lain-lain. Menganalisis karakteristik demografi konsumen akan dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan pada produknya sesuai dengan karakteristik demografi konsumennya. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. 2. Karakterisitik ekonomi dapat dilihat dari pendapatan konsumen. Pendapatan yang dimaksud adalah dalam bentuk uang. Pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli konsumen. Dengan pendapatannya, konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya. 3. Karakteristik sosial dapat dilihat dari kelas sosial konsumen. Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk atau jasa dan merek yang dikonsumsi konsumen.
13
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen Proses pegambilan keputusan pembelian merupakan rangkaian proses yang dilewati konsumen sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Keputusan pembelian merupakan salah satu perilaku konsumen yang memiliki indikator membeli, menggunakan, menghabiskan, dan mengevaluasi Engel et al. (1995). Kegiatan konsumen yang berawal dari pengambilan keputusan hingga melakukan kegiatan membeli berjalan melalui suatu proses atau tahapan tertentu. Engel et al (1995) mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan konsumen memiliki lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi hasil. Berdasarkan ungkapan para ahli tersebut, maka proses keputusan konsumen merupakan perilaku konsumen yang memiliki indikator membeli, menggunakan, menghabiskan, dan mengevaluasi atas produk atau jasa, dimana terdapat lima tahap atau proses keputusan konsumen yang dapat dijelaskan seperti pada berikut ini: Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputus Pembelian
Evaluasi Pasca Pembelian
Gambar 1 Proses pengambilan keputusan konsumen Sumber: Engel et al. (1995) 1.
Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan merupakan proses awal dari keputusan konsumen. Engel et al. (1995) mengungkapkan bahwa pengenalan kebutuhan terjadi apabila konsumen mempresepsikan adanya perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. Menurut Sumarwan (2011), proses pembelian diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Berdasarkan ungkapan para ahli tersebut, maka pengenalan kebutuhan merupakan proses awal dari keputusan konsumen dengan adanya perbedaan persepsi antara keadaan yang dinginkan dan situasi aktual yang memadai, sehingga konsumen menyadari adanya masalah kebutuhan. 2.
Pencarian Informasi Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya berupa pembelian atau jasa. Sebelum memutuskan tipe produk, mereka spesifik, dan pemasok yang akan dipilih, konsumen biasanya mengumpulkan berbagai informasi mengenai alternatif yang ada. Pencarian informasi dapat bersifat internal atau eksternal. Pencarian internal melibatkan perolehan kembali pengetahuan dari ingatan, sementara pencarian eksternal terjadi ketika pencarian internal terbukti tidak mencukupi, sehingga konsumen mungkin memutuskan untuk mengumpulkan informasi tambahan dari lingkungan (Engel et al. 1995). Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan itu dapat dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi produk (Sumarwan 2011). Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, maka pencarian informasi merupakan tahap dimana konsumen mencari dan mendapatkan informasi dalam keputusan pembelian dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau memperoleh informasi dari lingkungan.
14
3.
Evaluasi Alternatif Menurut Engel et al. (1995), evaluasi alternatif didefinisikan sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Alternatif pilihan yang akan dievaluasi dapat berupa merek, harga, asal produk dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen pada tahap evaluasi alternatif adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Pada tahap ini, konsumen membentuk kepercayaan, sikap dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangkan. Setelah terkumpulnya berbagai alternatif solusi, kemudian mengevaluasi dan menyeleksinya untuk menentukan pilihan akhir. Proses evaluasi bisa sistemastis (menggunakan serangkaian langkah formal), bisa pula non-sistematis (memilih secara acak atau semata-mata mengandalkan intuisi). Kotler dan Armstrong (2008) menyatakan bahwa evaluasi alternatif ialah suatu proses bagaimana konsumen memproses informasi untuk sampai pada pilihan merek. Konsumen sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda melalui beberapa prosedur evaluasi. Pribadi konsumen dan situasi pembelian tertentu mempengaruhi bagaimana cara konsumen mengevaluasi alternatif. Beberapa konsep dasar dalam memahami proses evaluasi menurut Kotler dan Keller (2009) ialah: (1) konsumen berusaha memuaskan kebutuhan, (2) konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, (3) konsumen melihat masing- masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai manfaat untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. 4.
Keputusan Pembelian Engel et al. (1995), menjelaskan bahwa tahap keputusan pembelian terjadi apabila konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pembelian, antara lain niat dan pengaruh lingkungan dan/atau perbedaan individu (Engel et al. 1995). Selain itu, konsumen akan menentukan kapan membelinya, dimana membelinya, dan bagaimana membayarnya. Jika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian, maka langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi terhadap produk atau jasa tersebut setelah pembelian. Terdapat indikator dari keputusan pembelian, yaitu (Kotler 2005): kemantapan pada sebuah produk, kebiasaan dalam membeli produk, memberikan rekomendasi kepada orang lain, dan melakukan pembelian ulang. Berdasarkan penjelasan di atas, maka keputusan pembelian merupakan tahap dimana konsumen telah memperoleh alternative yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima, sehingga konsumen dapat memutuskan untuk melakukan pembelian. 5.
Evaluasi Hasil Setelah konsumen melakukan pembelian, maka konsumen akan mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah digunakan, dan konsumen dapat merasakan kepuasan atau ketidakpuasan dari produk yang mereka konsumsi (Engel et al. 1995). Selanjutnya konsumen akan menentukan untuk berkenjung kembali atau tidak. Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka evaluasi akhir merupakan tahap dimana konsumen telah melakukan pembelian dan evaluasi dari pilihan alternatif sehingga konsumen dapat merasakan kepuasan atau ketidakpuasan dari produk yang mereka konsumsi. Konsumen merasa puas apabila kinerja produk
15
dan pelayanan di suatu restoran lebih atau sama dengan yang diharapkan oleh konsumen. Sedangkan konsumen merasa tidak puas apabila ada kinerja produk atau pelayanan dari suatu restoran yang tidak disenangi atau diharapkan oleh konsumen. Kepuasan konsumen Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai respon konsumen terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara tingkat harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Menurut Kotler (2005), kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dengan harapannya. Kepuasan tesebut akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut, sedangkan ketidakpuasan akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut. Seorang pelanggan akan memberikan nilai yang tinggi terhadap produk atau jasa suatu perusahaan apabila dia merasa manfaat yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, serta produk atau jasa lain dari pihak kompetitor tidak mampu memberikan manfaat yang lebih baik (Kotler & Keller 2009). Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan, 2011). Dalam membeli produk atau jasa, apabila konsumen dapat memenuhi keinginannya yaitu mencapai kepuasan dalam membeli suatu produk atau jasa maka konsumen akan terdorong untuk membelidan mengkonsumsi secara berulang dan akan menjadi pelanggan terhadap suatu produk. Engel et al. (1994) mengungkapkan bahwa kepuasan yang diperoleh merupakan hasil evaluasi pasca konsumsi, bahwa sesuatu yang dipilih memenuhi atau melebihi harapannya. Sebuah proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya berakhir dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purna beli (terutama dalam pengambilan keputusan yang luas). Dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa datang. Menurut Kotler (2005) ada empat metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu sistem keluhan dan saran, survei kepuasan konsumen, belanja siluman (ghost shopping), analisis kehilangan konsumen. pada penelitian ini menggunkan metode survei kepuasan konsumen.Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui possurat, telephone, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini perusahaan dapat menciptakan komunikasi dua arah dan menunjukkan perhatiannya kepada konsumen. Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan yang bersangkutan. Dalam menilai tingkat kepuasan konsumen, Engel et al. (1995) membagi bentuk penilaian yang berbeda, yaitu:
16
1.
Diskonfirmasi Positif Diskonfirmasi positif menggambarkan kinerja yang telah dijalankan oleh perusahaan lebih baik dari apa yang diharapkan konsumen. Pengakuan positif dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dan memungkinkan terjadinya pembelian ulang. 2.
Konfirmasi Sederhana Situasi ini menunjukkan bahwa prestasi perusahaan sama dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Pengakuan sederhana akan memberikan kepuasan kepada konsumen dan memungkinkan terjadinya pembelian ulang. 3.
Diskonfirmasi Negatif Diskonfirmasi negatif menggambarkan kinerja yang telah dijalankan oleh perusahaan lebih buruk dari apa yang diharapkan konsumen. Pengakuan negatif dapat memberikan ketidakpuasan kepada konsumen dan memungkinkan tidak ada pembelian ulang. Loyalitas konsumen Menurut Sumarwan (2011), loyalitas merek diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu merek, konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa datang. Keinginan yang kuat tersebut dibuktikan dengan selalu membeli merek yang sama. Loyalitas menurut Hurriyati (2005), adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha–usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku Loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan beberapa tingkatan. Raab et al. (2008) dalam Gunawan (2015) Loyalitas merupakan pembelian ulang yang bersifat non-random, artinya pelanggan telah mengetahui secara spesifik apa yang akan dibeli dan dari mana memperoleh produk/jasa tersebut. Jika seorang pelanggan melakukan pembelian ulang, pelanggan tersebut belum tentu dapat dikategorikan sebagai pelanggan yang loyal. Raab et al. (2008) dalam Gunawan (2015) mengemukakan bahwa alasan pelanggan melakukan pembelian ulang berbeda-beda tergantung motif, yaitu: 1. Situasional Pelanggan melakukan pembelian ulang salah satunya karena motif situasional. Hal ini berhubungan dengan segala faktor eksternal. Sebagai contoh jarak yang dekat atau tempat yang strategis sehingga memudahkan pelanggan untuk menjangkau lokasi. Tidak hanya itu, pembelian berulang karena motif situasional bisa terjadi karena pelanggan telah terbiasa melakukan pembelian tersebut. Pelanggan yang sudah terbiasa akan secara otomatis membeli produk/jasa dari perusahaan yang sama tanpa ada rasa loyal kepada perusahaan tersebut. 2. Kontraktual adalah kontrak atau kondisi tertentu dimana pada waktu tertentu pelanggan mendapatkan keuntungan dari pembelian berulang kepada suatu perusahaan. Namun, ketika keuntungan tersebut telah berakhir atau habis maka pelanggan akan mengakhiri pembelian berulangnya. 3. Ekonomi Pelanggan melakukan pembelian berulang terhadap perusahaan karena produk/jasa yang ditawarkan perusahaan memberikan harga yang sesuai
17
dengan keadaan ekonomi si pelanggan atau karena pesaing belum bisa memberikan harga yang lebih rendah kepada produk/jasa sejenis. Pelanggan dengan motif ekonomi seperti ini bukanlah pelanggan yang loyal. Ketika pendapatan pelanggan tersebut meningkat dan mereka mampu membeli produk/jasa yang memiliki kualitas lebih baik dari perusahaan pesaing, maka pelanggan akan meninggalkan perusahaan tersebut. Dalam situasi lain, pelanggan juga dapat berpindah apabila perusahaan pesaing bisa menawarkan harga yang sama dengan perusahaan lama. 4. Teknikal atau Fungsional Pelanggan melakukan pembelian berulang berdasarkan manfaat yang dirasakan atas produk/jasa tersebut. Pelanggan telah komitmen dalam menetapkan standarnya terhadap produk/jasa yang akan digunakannya pada saat awal pembelian. Pergantian terhadap merek akan menurunkan standarnya dan menghadapi banyak persoalan baru sehingga pelanggan memutuskan untuk melakukan pembelian ulang terhadap perusahaan yang sama. 5. Psikologis Pada motif ini pelanggan tidak mendasari pembelian ulangnya berdasarkan keuntungan secara materi, melainkan pelanggan merasakan keterikatan dengan perusahaan. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang berdasarkan motif ini, sangat berpotensi untuk menjadi pelanggan yang loyal. Pelanggan ini akan kebal dalam menghadapi tarikan dari perusahaan pesaing karena pelanggan ini mendasari pembeliannya berdasarkan keterikatan. Setiap tingkatan menunjukkan tantangan yang harus dihadapi masing-masing konsumen. Menurut Durianto (2004) terdapat lima faktor yang menyebabkan konsumen menjadi loyal terhadap merek yang digunakannya. Faktor-faktor tersebut antara lain: a) Nilai merek (brand value) yaitu persepsi konsumen yang membandingkan biaya atau harga yang harus ditanggung dan manfaat yang dapat diterimanya. b) Karakteristik pelanggan (customer characteristic) yaitu karakter konsumen dalam menggunakan merek. Hal ini dikarenakan sikap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan individu yang lain. c) Hambatan pindah (switching barrier) yaitu hambatan-hambatan atau biaya yang harus ditanggung konsumen bila ia hendak berpindah dari satu merek ke merek lainnya. d) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yaitu hal yang berkaitan dengan pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak terhadap merek yang digunakan. Faktor ini menjadi sangat penting, namun kepuasan pelanggan saja tidak cukup menyebabkan seorang pelanggan tetap setia terhadap satu merek. e) Lingkungan yang kompetitif (competitive environment) yaitu hal yang berkaitan dengan sejauh mana kompetisi yang terjadi antara merek dalam satu kategori produk. Konsumen yang loyal atau setia akan melanjutkan penggunaan merek meskipun banyak bermunculan alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang unggul. Kunci untuk memberikan loyalitas pelangggan yaitu dengan memberikan mamfaat yang tinggi kepada konsumen terhadap produk dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama loyalitas pelanggan,
18
semakin banyak keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kata lain loyalitas merek (brand loyalty) menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain. Beberapa tingkatan yang digunakan dalam pengukuran loyalitas konsumen berdasarkan Aaker (1997) dengan menunjukan piramida loyalitas seperti pada Gambar 1. Commited Buyer Liking the Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer SwitcherBuyer
Gambar 2 Piramida loyalitas konsumen, sumber: Aaker (1997) Pada gambar piramida terbalik tersebut menunjukan bagaimana bentuk loyalitas merek. Konsumen yang memiliki loyalitas yang tinggi akan berada pada posisi paling atas dan lebar begitupun sebaliknya konsumen yang tidak loyal berada pada kriteria paling bawah piramida atau ujung piramida yang berbentuk segitiga terbalik. Kondisi piramida loyalitas merek yang baik adalah piramida dengan kondisi terbalik jika piramida belum berbentuk terbalik, maka perusahaan perlu meningkatkan kinerja agar loyalitas merek semakin meningkat. Tingkatan loyalitas tersebut antara lain: 1.
Switcher Buyer Tingkatan loyalitas konsumen yang paling dasar adalah switcher buyer. Apabila frekuensi konsumen terhadap proses pemindahan pembelian dari merek satu ke merek lainnya semakin tinggi, maka konsumen tersebut dapat dikategorikan sebagai konsumen yang tidak loyal. Konsumen yang termasuk dalam kategori tersebut adalah kelompok switcher buyer. Ciri kelompok switcher buyer adalah pembelian suatu merek karena harga. 2.
Habbitual Buyer Konsumen yang termasuk kategori habitual buyer adalah pembeli yang puas terhadap produk atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Kelompok habitual buyer membeli suatu merek karena alasan kebiasaan sehingga tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha. Namun,apabila merek tersebut justru mengalami perubahan baik terhadap usaha, biaya, dan risiko untuk mendapatkannya maka kelompok kategori ini juga tidak akan menanggung biaya peralihan yang ditimbulkan oleh merek tersebut. Pembeli yang termasuk kategori habitual buyer tidak menanggung biaya peralihan terhadap merek.
19
3.
Satisfied Buyer Satisfied buyer merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori satisfied buyer dapat menanggung switching cost atau biaya peralihan, seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek atau perubahan yang dilakukan merek tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut. 4.
Liking the Brand Pembeli yang termasuk kategori liking the brand merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Perasaan emasional pada kategori ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek tersebut sebelumnya. Kelompok kategori ini bisa dikatakan sebagai teman dari merek karena terdapat perasaan emosional yang terkait. 5.
Commited Buyer Commited buyer merupakan kategori pembeli yang setia. Pembeli pada kategori ini memiliki kebanggan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan,merek tersebut menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun ekspresidari penggunanya. Salah satu ciri commited buyer adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan merek yang telah digunakan kepada orang lain. Bauran pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009) definisi pemasaran dapat dibedakan antara definisi sosial dengan definisi manajerial dari pemasaran. Definisi pemasaran secara sosial adalah sebuah proses kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Definisi pemasaran secara managerial yaitu ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi manajerial pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk Kotler & Amstrong (2008) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai kumpulan alat pemasaran taktis yang dipadukan dengan kondisi perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran yang terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Bauran pemasaran atau marketing mix adalah sejumlah alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan – tujuan pemasarannya. Dalam menentukan tingkat kepuasan konsumen, perlu diketuhui atribut yang digunakan perusahaan yang dikategorikan bersarkan bauran pemasaran. Atribut tersebut digunakan untuk pembandingan apa yang dirasakan konsumen terhadap kenerja perusahaan. Sehingga perhitungan tersebut dapat menjadi penentu konsumen berada pada kriteria puas atau tidak puas. Alat pemasaran yang sangat
20
populer dibagi ke dalam empat kelompok yang dikenal dengan nama 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi atau komunikasi). Alat pemasaran untuk jasa dikenal dengan sebutan 7P (4P + 3P) atau 4P yang diperluas. Ke 3P itu adalah people (orang – orang), process (proses), dan physical evidence (bukti fisik) (Sumarwan 2011). Bauran pemasaran menurut Hurriyati (2005) dan Sumarwan (2011) adalah : 1.
Product Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan berupa barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan (Hurriyati 2005). 2.
Price Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk memperoleh produk. Penentuan harga merupakan titik kritis dalam bauran pemasaran karena harga menentukan pendapatan dari suatu usaha/bisnis. Penentuan harga dapat dilakukan dengan melihat daya beli konsumen dan jumlah yang cukup untuk menutupi biaya produksi (Hurriyati 2005). Harga merupakan jumlah nilai yang dipertukarkan kepada konsumen untuk memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi penentuan harga berpengaruh dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, serta kepuasan konsumen untuk membeli (Tjiptono & Chandra 2007). 3.
Place Keputusan distribusi yang dilakukan perusahaan untuk membuat produknya tersedia dan mudah didapatkan untuk konsumen sasaran (Hurriyati 2005). Dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Unsur tempat berkaitan dengan lokasi, prominence, aksesibilitas, saluran distribusi, dan cakupan distribusi diacu dalam Tjiptono & Chandra (2007). Lokasi sangat berpengaruh terhadap keinginan pelanggan untuk berkunjung dan berbelanja, sehingga seorang pelaku usaha akan selalu berusaha mencari lokasi strategis yang mudah dilihat dan dijangkau oleh pelanggan (Sumarwan 2011). 4.
Promotion Promosi adalah aktivitas menyampaikan manfaat produk dan jasa menggunakan komunikasi yang efektif sehingga dapat membujuk konsumen untuk membelinya. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran (Hurriyati 2005). 5.
People Orang – orang adalah staf atau karyawan perusahaan yang merupakan unsur penting yang akan memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen. Orang – orang tersebut harus memiliki kompetensi dan karakter tertentu, sehingga dapat memberikan jasa dengan standar kualitas yang dibutuhkan konsumen (Sumarwan 2011).
21
6.
Process Proses adalah bagaimana suatu jasa disampaikan dan dikonsumsi oleh konsumen. Ketika jasa dikonsumsi oleh konsumen, sering kali membutuhkan proses yang harus diikuti oleh konsumen dan orang – orang yang terlibat dalam memberikan jasa kepada konsumen (Sumarwan 2011). Proses merupakan prosedur, tugas-tugas, jadwal, mekanisme, kegiatan dan rutinitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa sebagai upaya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya (Hurriyati 2005). 7.
Physical Evidence Bukti fisik yang harus disampaikan kepada konsumen agar mereka meyakini bahwa jasa yang ditawarkan perusahaan memiliki standar kualitas yang dibutuhkan konsumen (Sumarwan 2011). Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang telah ditawarkan (Hurriyati 2005). Kerangka Operasional Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap Restoran DBC Coklat & Spageti. Pertumbuhan restoran restoran dipengaruhi oleh perubahan pola gaya hidup masyarakat, hal ini juga merupakan reaksi beragamnya selera konsumen akan kebutuhan konsumen. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi mempengaruhi masyarakat lebih memilih makanan jadi untuk dikonsumsi guna menghemat waktu. Kesibukan masyarakat menyebabkan masyarakat tidak mempunyai waktu untuk menyiapkan makanan di rumah. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya jumlah retoran di Bogor setiap tahunnya dan tingginya persaingan antar restoran di Bogor. Untuk mengatasi hal tersebut, restoran perlu meningkatkan kualitas produk agar dapat mempertahankan konsumen. Restoran DBC Coklat & Spageti yang berdiri sejak 2006. Restoran DBC Coklat & Spageti yang berada pada kawasan ramai dan tempat masyarakat menghabiskan waktu luang. Letak yang strategis dan konsep bernuansa Gothic dapat menjadikan salah satu faktor yang dapat membuat Restoran DBC Coklat & Spageti masih bertahan hingga sekarang. Untuk mempertahankan bisnis dengan pesaing lainnya manajemen restoran harus memiliki pengetahuan terkait dengan karakteristik konsumen, proses pengambilan keputusan pembelian, memperhatikan tingkat kepuasan konsumen melaluai tingkat harapan konsumen dan kinerja yang diberikan Restoran menggunakan atribut berdasarkan bauran pemasaran 7P, dan tingkat loyalitas konsumen. Pengambilan keputusan akan dibandingkan dengan hasil analisis atribut bauran pemasaran, apakah konsumen merasakan kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengunjungi restoran. Selanjutnya menentukan karakteristik konsumen yang merasakan puas berkunjung ke Restoran DBC Coklat dan Spageti. Pemahaman mengenai tingkat kepuasan konsumen akan memberikan masukan kepada Restoran terhadap perbaikan kinerja atribut sehingga konsumen menjadi puas. Kepuasan konsumen merupakan salah satu indikator terbentuknya loyalitas konsumen. Konsumen menjadi loyal atau tidak, dapat dilihat dari penilaian kepuasan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi serta mengetahui
22
karakteristik konsumen yang loyal. Konsumen yang loyal akan tetap melakukan pembelian meskipun terjadi perubahan pada restoran tersebut. 1. Gaya hidup mempengaruhi pola konsumsi 2. Meningkatkan kualitas produk 3. Perlunya mengetahui perilaku konsumen
- Perubahan pola konsumesi - Konsep restoran yang bertemakan Gothic - Pesaing dengan restoran sejenis
Identifikasi karakteristik umum: - Usia - Status pernikahan - Jenis kelamin - Pendidikan terakhir - Domisili - Pekerjaan - Pendapatan
Analisis tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut bauran pemasaran: - Produk - Harga - Tempat - Promosi - Orang - Proses - Bukti fisik
Proses Pengambilan Keputusan - Pengenalan kebutuhan - Pencarian informasi - Evaluasi alternatif - Keputusan pembelian - Evaluasi pasca pembelian
Analisis Tingkat loyalitas konsumen melalui Piramida Loyalitas: Commited buyer Liking the brand Satisfied buyer Habitual buyer Switcher buyer
Tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Gambar 3 Kerangka operasional penelitian
23
METODE PENELTIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang analisis kepuasan dan loyalitas konsumen DBC Coklat dan Spageti Restoran. Restoran DBC Coklat dan Spageti berada di Jalan Ceremai no 22 Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan tempat ini merupakan usaha kuliner yang cukup lama berdiri dan memiliki keunikan pada konsep restoran dengan hidangan coklat dan spageti. Lama waktu yang dibutuhkan dalam pengambilan data kurang lebih selama dua bulan mulai dari Maret hingga April. Jenis dan Sumber data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, serta berasal dari sumber internal dan eksternal perusahaan. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan hasil kuesioner yang diberikan kepada responden. Data yang diperlukan untuk menganalisis atribut berdasarkan bauran pemasaran 7P, kepuasan dan loyalitas konsumen. Penentuan atribut-atribut ini diperoleh melalui studi literatur dengan penelitian terdahulu dan diskusi peneliti dengan pihak Restoran (Tabel 3). Setiap atribut yang ditanyakan memiliki indikator yang akan menggambarkan atribut yang ditanyakan. Tabel 3 Penjabaran atribut penelitian Restoran DBC Coklat & Spageti Variabel 7P/atribut Product 1. Cita rasa makanan 2. 3. 4. 5. 6.
Porsi makanan Aroma Makanan Tekstur makanan Tampilan penyajian Kehigienisan makanan
Price 7. Harga menu makanan dan minuman Place 8. Kemudahan dalam menjangkau lokasi 9. Penunjuk arah restoran Promotion 10. Penggunaan media elektronik 11. Kejelasan papan nama
Indikator Rasa yang khas (bahan makanan) Asin, manis, pahit, asem,pedas dan lainya Sesuai dengan kebutuhan Berbau khas dari makanan dan beraroma segar Renyah, gurih, lembut mudah dipotong dan digigit Tertata rapi, terlihat menarik dan unik (sesuai tema gothic) Tidak terdapat benda asing (kotoran, debu, rambut, dan benda yang tidak ada dalam penyajian Harga yang terjangkau, sebanding dengan menu yang disajikan Mudah di jangkau dan diingat, akomodasi menuju restoran, kelancaran lalu lintas Terlihat jelas dan adanya informasi jarak Mudah ditemukan aplikasi social media, mudah diakses di intenet Posisi yang sesuai dan terlihat jelas, menarik untuk dilihat
24
Variabel 7P/atribut People 12. Kesigapan pramusaji
Indikator Kecepatan pramusaji dalam menanggapi dan merespon apa yang dibutuhkan konsumen Sikap sopan, tutur kata yang baik, memberikan penawaran bantuan pada konsumen Dapat menjelaskan setiap makanan yang akan disajikan
13. Keramahan dan kesopanan pramusaji 14. Pengetahuan pramusaji 15. Penampilan pramusaji Rapi dan Menarik Process 16. Kecepatan penyajian Memenuhi pemesanan konsumen kurang dari waktu 15 menit Physical Evidence 17. Dekorasi Ruangan Sesuai dengan tema restoran (Gothic) 18. Suasana restoran Suhu ruangan (sejuk), nyaman, dan tidak bising 19. Ketersediaan dan Jumlah westafel dan toilet, ketersedianya alat-alat kebersihan toilet kebersihan (sabun, tissu dan lain-lain) 20. Ketersediaan Mushala Letak mushala dalam restoran, ketersediaan perlengkapan shalat, adanya penunjuk arah kiblat 21. Kebersihan peralatan Bersih, tidak ada noda makan 22. Ketersediaan sarana Kapasitas tampung kendaraan, kemudahan parkir, adanya parkir penjaga parkir 23. Kebersihan Ruangan Tidak adanya kotoran, lumpur, debu dan sebaginya Kebersihan meja, kursi, halaman serta pajangan restoran
Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer, yaitu merupakan data yang didapat dari pihak manajemen atau pemilik, literatur-literatur atau instansi yang ada. Data ini dapat diperoleh dari manejemen Restoran DBC Coklat & Spageti, melalui lembaga-lembaga yang terkait, situs internet, penelitianpenelitian terdahulu, Badan Pusat Statistik, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode Pengambilan Sampel Penentuan pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling, dimana setiap anggota populasi tidak memberi peluang yang sama kepada setiap unit sampel untuk dipilih menjadi sampel dan karakteristik respoden sudah ditentukan (Umar 2003). Metode ini memiliki keunggulan yaitu praktis dan pertimbangan waktu serta biaya. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling, dimana setiap sampel dipilih berdasarkan atas ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya (berada di tempat dan waktu yang tepat) serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan screening kepada calon responden dan melihat apakah responden sesuai kriteria yang ditentukan peneliti.
25
Syarat konsumen yang menjadi responden adalah konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang berusia lebih dari 17 tahun dan sudah pernah melakukan pembelian lebih dari dua kali dalam kurun waktu dua bulan terakhir dan bersedia untuk mengisi kuesioner, dengan asumsi konsumen masih dapat mengingat hal yang dapat dirasakan ketika mengkonsumsi produk yang ditawarkan Restoran DBC Coklat & Spageti dalam rentang waktu dua bulan terakhir. Menurut Sumarwan (2011) konsumen yang berusia 17 tahun ke atas digolongkan ke dalam tahap remaja lanjut yang telah memiliki pemikiran yang matang dalam menentukan keputusan. Pada satu rombongan keluarga hanya satu orang yang berhak mengisi kuesioner agar jawaban dalam kuesioner agar tidak saling mempengaruhi. Terdapat dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu keharusan sebuah angket untuk valid dan reliable (Santoso 2005). Pengujian kuesioner dilakukan pada 30 orang responden di luar jumlah sampel yang diambil kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengukur ketepatan ukuran atribut yang akan ditanyakan. Dengan jumlah 30 orang, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal (Umar 2005). Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner yang sudah valid dan reliabel dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 100 responden. Menurut Siagian (2006), syarat minimal sampel data terdistribusi normal dalam statistik adalah 30 sampel, sehingga 100 responden sudah memenuhi syarat minimal. Selain itu, semakin banyak sampel maka ragam semakin kecil. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metode wawancara terstruktur dengan cara pengisian kuisioner lansung, wawancara dengan pihak Restoran dan observasi di lapang. Proses wawancara untuk pengisian kuesioner dilakukan dengan konsumen yang mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti yang digunakan untuk mengetahui karakteristik konsumen dan atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen. Jenis kuesioner tersebut berupa pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang jawabannya telah ditentukan sebelumnya, sehingga responden cukup memilih jawaban yang telah disediakan pada pertanyaan tersebut. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang selain memberikan pilihan juga menyediakan tempat untuk menjawab secara bebas apabila jawaban responden ada di luar alternatif pilihan yang tersedia. Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama adalah pertanyaan mengenai identitas responden, bagian kedua pertanyaan mengenai proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen, bagian ketiga mengenai tingkat kepentingan terhadap atribut-atribut Restoran DBC Coklat dan Spagetidan bagian keempat mengenai tingkat harapan terhadap atribut-atribut DBC Coklat dan Spageti Restoran.
26
Metode Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga alat analisis data yaitu analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA), dan Customer Satisfaction Index (CSI). Pengolahan data awal yang terkumpul menggunakan alat bantu software computer Microsoft Excel 2010. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan mengubah data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis karakteristik dan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Pada karakteristik konsumen melalui kuesioner menganalisis usia, jenis kelamin, domisili, status, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan rata-rata per bulan. Pada loyalitas konsumen, peneliti menganalisis dari tingkatan loyalitas konsumen yang terdiri dari 9 pertanyaan berdasarkan tingkatan yaitu switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand buyer, dan committed buyer. Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut-atribut yang ada dalam kuesioner sebelum digunakan penelitian perlu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas data agar data yang dikumpulkan nantinya konsisten dengan hasil yang diperoleh dan berkaitan dengan butir pernyataan. Menurut Umar (2005), pada umumnya uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan terhadap minimal 30 responden untuk memenuhi kurva normal. 1. Uji Validitas Validitas alat ukur atau dalam hal ini kuesioner dapat menunjukkan sejauh mana variabel tersebut dapat mengukur apa yang diinginkan dari data kuesioner (Umar 2005). Sehingga atribut-atribut dalam kuesioner apakah dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya mengenai responden yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Validitas suatu variabel (atribut) dapat dilihat pada hasil output SPSS pada tabel dengan judul Item-Total Satistic. Menilai valid atau tidaknya masing-masing variabel (atribut) dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masingmasing variabel (atribut). Suatu variabel dinyatakan valid jika nilai Corrected Item-Total Correlation > 0.381 dan tidak valid jika Corrected Item-Total Correlation < 0.381 (Nugroho 2005). Variabel (atribut) yang tidak valid harus dihilangkan dan tidak dipertanyakan kepada responden pada saat pengambilan data dalam penelitian. Dari hasil pengujian menggunkan softwere SPSS 17.0 terdapat 23 atribut dinyatakan valid dengan nilai Corrected Item-Total Correlation > 0.381 yaitu rentang nilai 0.463 sampai 0.699. Atribut yang tidak valid Corrected Item-Total Correlation < 0.381 sebanyak 4 atribut. Dengan rentang nilai 0.311 sampai 0.345. Pada penelitian ini atribut yang dinyatakan tidak valid tidak lakukan pergantian atribut, bertujuan memudahkan dalam perhitungan selanjutnya.
27
2. Uji Reliabilitas Pada tahap selanjutnya, jika alat ukur telah dinyatakan valid, selanjutnya alat ukur tersebut diuji secara reliabilitasnya Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Pengujian reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Umar 2005). Jika tidak reliabel, maka variabel (atribut) yang memiliki nilai Alpha if item Deleted terbesar harus dihilangkan dan tidak ditanyakan kepada responden pada saat pengambilan data. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Dalam hal ini apakah kuesioner mempunyai kekonstanan hasil jika dilakukan pengujian secara berulang-ulang kepada kelompok responden yang sama (Simamora 2002). Dalam penelitian ini, teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach karena skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert (1-5). Menurut (Sanusi 2012) skala likert adalah skala yang didasarkan pada penjumlahan sikap responden dalam merespon pernyataan berkaitan indikator-indikator suatu konsep atau variabel yang sedang diukur. Skala likert menggunakan ukuran ordinal sehingga hanya dapat membuat ranking, tetapi tidak dapat diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya dalam skala (Nazir 2011). Sama halnya dengan uji validitas, uji reliabilitas juga dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Reliabilitas suatu variabel dapat dilihat pada hasil output SPSS pada tabel dengan judul Cronbach's Alpha. Menilai reliabel atau tidaknya masing-masing variabel (atribut) dapat dilihat dari nilai Alpha. Indikator reliabilitas variabel-variabel (atribut-atribut) adalah sebagai berikut (Nugroho 2005): 1. Alpha 0.00-0.20 = tidak reliabel 2. Alpha 0.21-0.50 = kurang reliabel 3. Alpha 0.51- 0.60 = cukup reliabel 4. Alpha 0.61-0.80 = reliabel 5. Alpha 0.81-1.00 = sangat reliabel Uji reliabilitas data kuesioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan metode Cronbach’s Alpha dengan rumus: [
][
∑
]
Keterangan: 11 = reliabilitas instrumen K = banyak butir pertanyaan = jumlah ragam butir = jumlah ragam total Rumus untuk mencari nilai ragam adalah: ∑
(∑
)
28
Keterangan: 2 = ragam X = nilai skor yang dipilih n = jumlah responden Pengujian reliabilitas diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0 kepada 30 responden yang mana variabel-variabel (atribut-atribut) dapat dilihat reliabel atau tidaknya melalui Alpha. Hasil output SPSS menunjukkan atribut yang sudah valid dapat dinyatakan relibel. Nilai yang didapatkan rentang 0.914 sampai 0.921 dari nilai Alpha Indikator reliabilitas variabel-variabel (atribut-atribut) dinyatakan sangat reliabilitas.
Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction Index merupakan metode yang menggunakan indeks untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut tertentu. Atribut yang diukur dapat berbeda untuk masing-masing perusahaan. Hal ini tergantung pada kebutuhan informasi yang ingin didapatkan perusahaan terhadap konsumen. Menurut Dickson terdapat empat langkah dalam perhitungan CSI, yaitu: 1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS). Nilai ini berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap responden: ∑
dan
∑
Keterangan: n = Jumlah Responden Yi= Nilai Kepentingan Atribut ke-i Xi= Nilai Kinerja atribut ke-i
2. Membuat Weight Factors (WF) Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. ∑ Keterangan: p = Jumlah Atribut Kepentingan i = Atribut bauran pemasaran ke-i
3. Membuat Weight Score (WS) Bobot ini merupakan perkalian antara Weight Factors (WF) dengan rata-rata tingkat kepuasan (MSS). = Keterangan: i= Atribut bauran pemasaran ke-i
4 Weight Total (WT), merupakan fungsi total dari Weight Score (WS) atribut 1 hingga atribut n.
29
5. Menetukan Customer Satisfaction Index (CSI) Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen. Kepuasan tertinggi dicapai bila CSI menunjukkan 100%. Rentang kepuasan berkisar dari 0 - 100% . Berdasarkan Simamora (2004), untuk membuat skala linear numerik, pertama-tama kita cari rentang skala (RS) dengan rumus, untuk penelitian ini rentang skalanya adalah 5:
Keterangan : m = skor tertinggi n = skor terendah b = jumlah kelas atau kategori yang akan dibuat Skala kepuasan konsumen yang umum digunakan dalam interpretasi indeks adalah skala nol hingga satu. Seperti yang dijabarkan pada Tabel 4. Tabel 4 Kriteria tingkat kepuasan konsumen Angka Indeks Interpretasi 0.81-1.00 Sangat Puas 0.61-0.80 Puas 0.41-0.60 Cukup puas 0.21-0.40 Tidak Puas 0.00-0.20 Sangat Tidak Puas Importance Performance Analysis (IPA) Importance Performance Analysis adalah alat analisis untuk mengukur tingkat kinerja dan kepentingan dari atribut-atribut yang menjadi variabel penelitian dalam kuesioner. Alat ukur ini berkaitan dengan penelitian mengenai kepuasan konsumen DBC Coklat dan Spageti Restoran. Tingkat kepuasan konsumen diukur dengan menganalisis tingkat kepentingan dari atribut restoran pada kuesioner yang juga menunjukkan sebagai harapan dari konsumen dan kinerja yang sesungguhnya dari apa yang dirasakan oleh konsumen. Pengukuran tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut dengan menggunakan skala likert 1 sampai 4, hal ini bertujuan menghindari responden yang ragu dalam menentukan jawabannya (angka tengah). Pertanyaan yang diberikan bersifat tertutup karena telah disediakan pilihan jawabannya dengan tujuan memudahkan responden untuk menjawabnya yaitu dengan skala likert tersebut. Penentuan bobot pada kepentingan dan kinerja lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Skor 1 2 3 4
Tabel 5 Skor penilaian kinerja dan kepentingan Tingkat kepentingan Tingkat kinerja Sangat tidak penting Sangat tidak baik Tidak penting Tidak baik Penting Baik Sangat penting Sangat baik
Perhitungan tingkat kinerja dan kepentingan dari responden dilakukan dengan menjumlahkan bobot dari masing-masing atribut lalu digambarkan dalam
30
diagram kartesius dalam nilai rata-rata dari kepentingan dan kinerja dari setiap atribut. Untuk skor rata-rata dari suatu atribut kepentingan (X) digambarkan pada garis sumbu X dan skor dari suatu atribut kinerja (Y) digambarkan pada garis sumbu Y. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kepentingan dan harapan tersebut yaitu:
̅
∑
̅
∑
Keterangan: Xi= skor rata-rata tingkat kinerja Yi= skor rata-rata tingkat kepentingan n = jumlah data responden Diagram kartesius digunakan sebagai bagan untuk menjabarkan hasil dari analisis hubungan kepentingan dan kinerja atribut-atribut yang dibagi menjadi empat bagian yaitu kuadran I, II, III, dan IV dimana kuadran tersebut dibentuk oleh garis tegak lurus pada sumbu X dan Y. Pada sumbu X untuk kinerja dan sumbu Y untuk kepentingan. Rumus untuk mencari titik , tersebut yaitu
̅
∑
̅
∑
Keterangan: atas sumbu tingkat kinerja atas sumbu tingkat kepentingan k = Banyaknya atribut yang diteliti Diagram kartesius tersebut digambarkan pada Gambar 2 di bawah ini
High
I
II
III
IV
Importance
Low
Low
Performance
High
Gambar 4 Diagram kartesius Importance Performance Analysis Hasil perhitungan nilai X dan Y akan digunakan sebagai pasangan koordinat beberapa titik yang memposisikan suatu dimensi pada diagram kartesius. Setiap hasil akan menempati salah satu kuadran dalam diagram kartesius yang terdiri dari
31
1. Kuadran I: pada posisi ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi dalam kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel pada kuadran ini harus dilakukan perbaikan oleh Restoran agar kepuasan konsumen dapat terpenuhi. 2. Kuadran II: pada posisi ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Vatiabel pada kuadran ini harus tetap dipertahankan karena telah memberikan kepuasan kepada konsumen. 3. Kuadran III: pada posisi ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya kurang bagus. Peningkatan kualitas pada variabel di kuadran ini perlu pertimbangan lebih dalam karena pengaruhnya yang dirasakan konsumen sangat kecil. 4. Kuadran IV: pada posisi ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel dalam kuadran ini dapat dikurangi untuk menghemat biaya.
Analisis Tingkat Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen adalah aset yang sangat berharga bagi perusahaan karena dalam jangka waktu kedepan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan tanpa harus mencari konsumen baru karena memerlukan biaya pemasaran. Loyalitas konsumen berkorelasi dengan loyalitas terhadap merek dari sebuah produk karena tingkat loyalitas konsumen dapat diukur terhadap tingkat loyalitas merek jika dihadapkan pada berbagai merek lain yang memiliki keunggulan yang lebih dari segi atributnya. Menurut (Aaker, 1997), penyusunan pertanyaan dan pemberian skor merupakan modifikasi berdasarkan penjabaran mengenai tingkat loyalitas. Adapun ketentuan dan tahapan pemetaan sebagai berikut: Masing – masing butir pertanyaan untuk setiap tingkatan diberikan tiga alternatif jawaban, dimana tiap jawaban tersebut memiliki skor 1, 2, hingga 3. Dari setiap skor yang diberikan merupakan indikator yang menggambarkan perilaku dari konsumen tersebut. Menghitung nilai tengah suatu tingkatan loyalitas dengan rumus: Skor = 2 x jumlah pertanyaan dalam suatu tingkatan. Skor 2 merupakan nilai tengah yang menjadi patokan konsumen tersebut termasuk dalam suatu tingkatan tertentu. Misal, suatu tingkatan loyalitas terdiri dari 2 pertanyaan, nilai tengah dari suatu tingkatan loyalitas tersebut adalah: Skor = 2 x 2 = 4 Apabila total skor konsumen ternyata lebih kecil atau sama dengan 4 menunjukkan bahwa konsumen tersebut tergolong dalam suatu tingkatan loyalitas yang dimaksud. Dengan kata lain, konsumen tidak perlu disaring ke tingkatan loyalitas yang lebih tinggi. Namun, apabila total skor yang diperoleh konsumen lebih dari 4, maka konsumen tersebut dapat melanjutkan penyaringan ke tingkatan loyalitas yang lebih tinggi. Konsumen akan disaring mulai dari tingkatan loyalitas yang paling dasar, yaitu switcher buyer, dimana terdapat dua pertanyaan dalam tingkatan ini. Maka nilai tengahnya adalah: Skor = 2 x 2 = 4 Jika skor total konsumen kurang dari atau sama dengan nilai tengahnya ≤ 4 maka konsumen tergolong switcher buyer dan
32
penyaringan dapat dihentikan sampai pada batas nilai tersebut. Namun, jika skor total konsumen lebih dari nilai tengahnya (>4), maka ada kemungkinan konsumen tergolong dalam tingkatan loyalitas selanjutnya sehingga dapat melanjutkan pertanyaan ke tingkat loyalitas habitual buyer dan satisfied buyer. Tingkatan selanjutnya penyaringan konsumen yang termasuk kategori habitual buyer dan satisfied buyer. Pada dasarnya kedua tingkatan loyalitas hampir sama, namun yang membedakannya adalah biaya peralihan yang ditanggung oleh konsumen. maka pertanyaan tingkatan ini dapat disatukan. Terdapat dua pertanyaan, sehingga nilai tengahnya adalah: Skor = 2 x 2 = 4. Responden yang termasuk habitual buyer adalah responden yang lulus pada kategori switcher buyer dan memiliki skor dua sampai empat pada kategori habitual buyer dan satisfied buyer artinya responden tersebut merupakan pembeli yang rela menanggung biaya peralihan berupa waktu, biaya, dan risiko. Responden yang termasuk satisfied buyer merupakan responden yang lulus pada kategori switcher buyer, serta memiliki skor lebih dari empat pada kategori habitual buyer dan satisfied buyer, tetapi tidak lulus kategori liking the brand. Responden tersebut rela menanggung switching cost tetapi belum sepenuhnya menyukai restoran tersebut. Responden yang termasuk liking the brand adalah responden yang telah lulus pada kategori switcher buyer, habitual buyer, dan satisfied buyer serta memiliki skor lebih dari empat pada kategori liking the brand. Responden kategori ini telah menyuaki merek tetapi belum terbentuk komitmen yang tinggi seperti merekomendasikan dan mengajak orang lain. Responden yang termasuk committed buyer adalah responden yang telah lulus pada kategori switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, dan committedbuyer serta memiliki skor lebih dari empat pada kategori committed buyer. Setelah melakukan pemetaan loyalitas ke dalam tingkatannya, selanjutnya adalah menginterpretasikan dan menarik kesimpulan dari apa yang telah dipetakan. Interpretasi tersebut dilakukan dengan analisis deskriptif.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Restoran DBC Coklat & Spageti Restoran DBC Coklat & Spageti merupakan restoran yang menyediakan produk sejenis kue bronis berbahan dasar cokelat dan menyediakan makanan pasta berupa spageti. Restoran ini berdiri pada tanggal 18 Agustus 2006 yang didirikan oleh tiga orang dan sekaligus menjadi owner restoran ini, yaitu Baby Ahnan, Tintin Kuraesin, dan Susi Gunadi. Mereka tergabung dalam Pia Apple Pie (PAP) Group yang memiliki delapan usaha restoran di Kota Bogor yang meliputi Pia Apple Pie, Macaroni Panggang, MP. Steak, DBC Coklat & Spageti, Lasagna Gulung, Pastel & Pizza Rijstaffel (Roasted Chicken), Rumah cup cake dan Rumah Apel. Namun sekarang restoran DBC Coklat & Spageti sepenuhnya dipegang oleh Baby Ahnan. Restoran DBC Coklat & Spageti berada di kulurahan Bantar Jati yang berdekatan dengan Taman Kencana dengan memanfaatkan rumah tua di Jalan Ceremai Nomor 22 Bogor.
33
Ide awal berdirinya Restoran DBC Coklat & Spageti berdasarkan pengamatan adanya peluang pasar akan produk olahan coklat dan kue bronis yang digemari oleh hampir semua orang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para pemilik, maka diperoleh produk yang unik yaitu Death by Chocolate. Wacana “Death by Chocolate” muncul dalam sejarah Perang Dunia II zaman Nazi dulu. Hitler menggempur Inggris dengan strategi memasukkan bom ke dalam batang-batang cokelat. Serdadu Inggris yang memakan cokelat tersebut akan meninggal setelah bom yang terdapat di dalamnya meledak dalam hitungan waktu tujuh detik. Seiring berjalannya waktu produk Death By Chocolate mulai dikembangkan. Makna Death by Chocolate dalam sejarah kuliner dimulai ketika salah seorang chef dari restoran di Inggris membuat kue cokelat pertama dengan nama tersebut. Keunggulan restoran ini adalah menu yang diberi nama Death by Chocolate, makanan serupa kue cokelat yang disajikan dengan unik, berbentuk kuburan oval dengan hiasan berupa batu nisan yang terbuat dari cokelat dan terdiri dari tiga lapisan dengan lelehan cokelat pada layer kedua. Prinsip kue Death by Chocolate adalah mengandung sedikit tepung dan kaya sekali butiran cokelat. Pada awalnya restoran ini hanya mengunggulkan kue Death by Chocolate, tetapi seiring dengan perkembangan usaha restoran ini menyajikan menu-menu spageti yang juga menjadi menu andalan. Menu olahan spageti yang disajikan beragam dan sajian berupa spageti Hot Plate (spageti panggang). Restoran DBC Coklat & Spageti mempunyai konsep dan tampilan yang sangat unik dibandingkan dengan restoran lainya, yaitu restoran yang bertemakan Gothic yang terkesan horor sesuai nama restoran (death=kematian) dengan layout yang didominasi oleh warna hitam yang melambangkan kematian dan cokelat yang berarti cokelat itu sendiri. Konsep tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi restoran menjadi pembeda dengan restoran lainnya. Disetiap ruangan di design dengan adanya patung, ataupun atribut yang berhubungan dengan konsep restoran yaitu gothic, Restoran juga menyediakan tempat area berfoto bagi pengunjung. Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki cara yang unik untuk meningkatkan daya tarik konsumenya. Pada pukul 20.00 WI setiap hari jum’at, Sabtu, Minggu dan pada hari libur lainnya seluruh lampu dalam ruangan restoran dimatikan. Selanjut dalam kegelapan akan muncul beberapa sosok dengan jubah hitam dan hantu-hantu berjalan secara beriringan dengan membawa lonceng, obor, lilin, serta memakai topeng yang melakukan persembahan (menari) diiringi musik seram seperti musik bernuansa kematian. Sosok-sosok itu akan datang ke meja para pengunjung satu persatu untuk mengucapkan selamat datang kepada para pengunjung. Hal tersebut merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh tim restoran DBC Coklat & Spageti memberikan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan restoran-restoran lain. Visi dan misi Restoran DBC Coklat & Spageti sama dengan halnya restoran lainnya yaitu bagaimana meningkatkan profit. Restoran juga memilki visi dan misi dalam mengambangkan karyawan. Pengembangan karyawan baik dalam dalam bentuk kinerja, perilaku, pendidikan dan hal lainya sehingga menghasilkan karyawan yang berkualitas. Selain itu visi dan misi restoran yaitu terus melakukan pengembangan usaha, inovasi produk merupakan salah satu target restoran yaitu setiap tiga bulan sekali menambah menu atau produk baru untuk ditawarkan.
34
Manajemen Operasional Restoran DBC Coklat & Spageti Jam Operasional Restoran DBC Coklat & Spageti beroperasi setiap hari, pada hari Senin sampai Jum’at buka mulai pukul 07.00 WI sampai dengan pukul 22.00 WI , sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu buka sampai dengan pukul 24.00 WIB. Tujuannya yaitu agar dapat menjangkau konsumen yang ingin berkunjung pada jam-jam tertentu, dengan demikian menu yang diberikan cukup beragam, terdapat menu untuk sarapan pagi, makan siang dan malam. Sedangkan penerimaan pesanan terakhir 15 menit sebelum jam operasional ditutup yaitu pukul 09.45 pada hari senin sampai jum’at dan pukul 23.45 pada hari sabtu dan minggu. Manajemen Sumber Daya Manusia Jam kerja karyawan restoran DBC Coklat & Spageti adalah selama sepuluh jam kerja dengan satu jam lembur otomatis dan satu jam istirahat. Tenaga kerja restoran dibagi menjadi dua shift. Shift pertama bekerja pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB dan shift kedua bekerja pada pukul 12.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB. Karyawan bekerja setiap hari dan diberikan hari libur sebanyak satu hari dalam seminggu dan satu orang dalam satu divisi. Hari libur hanya hari Senin sampai dengan hari Kamis, sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Minggu tidak diberikan karyawan yang libur, hal ini dikarenakan pada harihari tersebut jumlah konsumen yang mendatangi restoran DBC Coklat & Spageti cukup banyak, sehingga dibutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dari hari biasanya. Karyawan parttime hanya bekerja pada hari Jumat, Sabtu dan minggu. Dalam meningkatkan sumber daya manusia restoran memberikan beasiswa bagi tenaga kerja yang ingin melanjutkan pendidikan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja untuk mendapatkan beasiswa tersebut yaitu telah bekerja lebih dari dua tahun, menyerahkan proposal beasiswa, kemudian tim audit dari bagian pendidikan Pia Apple Pie Grup memeriksa proposal tersebut dan kemudian memantau ke tempat keryawan tersebut melanjutkan pendidikannya. Sebelum melanjutkan pendidikan SDM harus mengikuti bimbingan belajar yang telah disediakan oleh pihak restoran dan kemudian mengikuti tes kualifikasi untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Manajemen restoran juga memberikan tunjangan dan bonus berupa barang ketika keuntungan yang diterima melebihi target restoran. tunjangan yang diberikan berupa tunjangan kesehatan, pemeriksaan gigi setiap enam bulan sekali, dan dana pensiun sesuai dengan aturan DEPNAKER. Dana pensiun diberikan kepada karyawan yang telah mengundurkan diri atau tidak berkerja dan sudah mengabdi lebih dari 5 tahun. Bonus yang berikan kepada karyawan berupa kebutuhan primer dan rekreasi dua kali dalam setahun, satu kali rekreasi seluruh karyawan Pia Apple Pie Grup dan satu kali hanya karyawan restoran DBC Coklat & Spageti. Manajemen Restoran DBC Coklat & Spageti Dalam mengatur manajeman restoran, beberapa diantaranya telah ditentukan dari pusat yaitu manajemen Pia Apple Pie Grup maupun dari sumber daya restoran sendiri. Seperti halnya dalam menentukan strategi pengembangan
35
usaha, harga produk atau menu baru langsung ditentukan oleh pusat, selain itu dalam pengembangan dan perekrutan sumberdaya manusia, serta administrasi restoran berupa surat izin usaha dan lainya. Sedangkan manajemen di restoran sendiri yaitu menentukan menu baru atau menggati menu yang sudah mulai kurang diminati oleh konsumen, penentuan atau penjadwalan kerja tenaga kerja dan lainnya. Namun hal tersebut setiap akan direncanakan maupun yang dilaksanakan restoran, laporan mengenai keuangan dan tenaga kerja, serta informasi keadaan dan situasi restoran selalu disampaikan dari restoran ke pusat dan begitupun sebaliknya. Struktur Organisasi Restoran DBC Coklat & Spageti Struktur organisasi di restoran DBC Coklat & Spageti dimulai dari pendiri restoran tersebut yaitu pemilik sekaligus manajer Pia Apple Pie Grup yaitu Baby Ahnan. Rasa kekeluargaan juga menjadi perioritas sehingga karyawan dapat saling membantu satu sama lain. Semua pihak merupakan elemen penting bagi kemajuan restoran sehingga hubungan antara pemilik dan karyawan dapat terjalin dengan baik dan tidak kaku. Restoran DBC Coklat & Spageti mempunyai struktur organisasi yang dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut: Owner Mentor Tim Supervisor
Waiters
Produksi
Bar
Umum
Counter
Gambar 5 Struktur organisasi Restoran DBC Coklat dan Spageti sumber: Restoran DBC Coklat & Spagetinn (2016) Struktur organisasi restoran DBC Coklat & Spageti langsung dipegang oleh pendiri restoran tersebut, satu orang mentor, tim supervisor yang terdiri dari tiga orang, dan lima kepala divisi. Pemilik restoran DBC Coklat & Spageti juga merupakan manajer Pia Apple Pie Grup. Pemilik sekaligus manajer bertugas untuk menentukan harga jual produk dan perkembangan restoran dan tenaga kerja. Apabila terjadi kenaikan bahan baku, divisi gudang bertugas melaporkan hal tersebut kepada supervisor dan kemudian dilanjutkan kepada pemilik. Mentor di restoran DBC Coklat & Spageti bertugas memantau perkembangan restoran dan membina karyawan serta membantu pengawasan supervisor. Tim Supervisor terbagi dalam tiga orang, setiap orang memiliki tugas masing-masing. Tim supervisor terbagi menjadi supervisor produksi, supervisor karyawan dan supervisor keuangan. Supervisor produksi bertugas untuk mengatur persediaan bahan baku, jadwal produksi, serta kegiatan produksi makanan dan minuman di restoran. Supervisor Karyawan bertugas untuk mengawasi kinerja
36
karyawan dan menangani masalah-masalah yang ada di restoran serta memberikan motivasi kepada para karyawan restoran. Supervisor keuangan bertugas untuk mengatur arus kas dan mengawasi perkembangan naik atau turunnya pendapatan restoran serta melihat penyebab perubahan tersebut, kemudian bersama-sama pemilik mencari solusinya. Secara umum tugas supervisor yaitu bertanggung jawab dalam mengawasi operasional DBC Coklat dan Spageti yang hubungannya dengan restoran dan karyawan, melaksanakan kebijakan yang telah ditentukan, serta membimbing karyawan. Divisi produksi bertugas untuk membuat menu utama seperti Death By Chocolate, Frittata, Rice, Spaghetti dan lain-lain serta mengatur produksi makanan setiap harinya. Divisi produksi terbagi menjadi dua yaitu menyediakan dan membuat makanan untuk para konsumen serta membuat makanan para karyawan. Divisi bar terbagi menjadi dua, yaitu bar makanan yang bertugas membuat appetizer seperti Salad, dan lain-lain dan dessert seperti Chocolate Pudding, Fruit Caramel, dan lain-lain, serta bar minuman yang bertugas membuat semua jenis minuman seperti Hot by Chocolate, aneka juice dan lain-lain. Divisi waiters bertugas memberikan pelayanan kepada konsumen. Divisi Counter bertugas untuk melayani pembayaran dan mengatur keluar masuk keuangan di restoran. Divisi umum bertanggung jawab dalam hal mengalokasikan bahan baku makanan dan minuman yang tersedia di restoran serta segala peralatan dan perlengkapan di restoran dan juga bertanggung jawab pada kebersihan Restoran, peralatan makan dan minum Restoran DBC Coklat & Spageti. Setiap divisi memiliki kepala divisi dan beranggotan 4 sampai 5 orang. Pada saat hari ramai kunjungan, anggota beberapa divisi seperti umum dan Counter delebur untuk membantu divisi lainya. Sedangkan yang bertugas menjadi sosok-sosok hantu diambil dari satu orang dari setiap divisi. Berikut ditujukan pada Tabel 6 jumlah tenaga kerja di Restoran DBC Coklat & Spageti. Tabel 6 Jumlah tenaga kerja di Restoran DBC Coklat & Spageti Jabatan/Bagian Karyawan tetap Karyawan Parttime Mentor 1 orang Supervisior 3 orang Divisi produksi 5 orang Divisi Bar 6 orang Divisi umum 4 orang 2 orang Divisi Waiters 4 orang 2 orang Divisi Counter 2 orang Sumber: Manajemen Restoran DBC Coklat & Spageti (2016)
Strategi Bauran Pemasaran Restoran DBC Coklat & Spageti Dalam mencapai keunggulan bersaing, Restoran DBC Coklat & Spageti tidak lepas dari peranan penting strategi pemasaran. Dalam menjual produk dan jasa kepada konsumen, restoran DBC Coklat & Spageti memiliki tujuh unsur strategi pemasaran yang diterapkan untuk mempengaruhi permintaan dari konsumen. Tujuh unsur strategi pemasaran yang telah diterapkan oleh restoran DBC Coklat & Spageti saat ini yaitu:
37
Bauran Pemasaran Produk Restoran DBC Coklat & Spageti merupakan restoran yang menyediakan produk-produk berbahan dasar coklat dan spageti. Restoran DBC Coklat & Spageti ini memiliki menu makanan dan minuman yang cukup bervariasi. Menu appetizer hingga dessert tersedia di restoran ini. Makanan dan minuman yang disajikan restoran DBC Coklat & Spageti juga memiliki kualitas yang baik karena setiap bahan baku makanan dan minuman masih dalam keadaan segar. Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki menu-menu special untuk hari tertentu seperti adanya hari Gothic, Valentine, Natal, Idul Fitri, dan New Year. Menu-menu special ini diberikan agar konsumen restoran DBC Coklat & Spageti tertarik untuk datang dan berkunjung ke restoran. Selain membuat tertarik, adanya menu special diharapkan dapat meningkatkan kepuasan konsumen di restoran DBC Coklat & Spageti. Bauran Pemasaran Harga Harga yang ditetapkan oleh restoran DBC Coklat & Spageti bervariasi menyesuaikan dengan komposisi produk tersebut. Harga makanan di restoran DBC Coklat & Spageti berkisar antara Rp7 000 sampai Rp 69 000. Harga terendah ditetapkan pada Biscuit dan Chocolate Stick. Sedangkan harga tertinggi ditetapkan pada menu Cheese Spaghetti Hot Plate dan Schotel Spaghetti. Harga minuman yang ditetapkan berkisar antara Rp 11 000 sampai Rp 48 000. Harga terendah ditetapkan pada minuman Es Jeruk Nipis Selasih. Sedangkan harga tertinggi ditetapkan pada Hot by Chocolate + Liqueur. Harga menu andalan yaitu Death by Chocolate adalah Rp 55 000. Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki harga jual yang belum termasuk pajak yaitu sebesar 10 persen dari total pembelian. Penetapan harga yang dilakukan oleh restoran DBC Coklat & Spageti disesuaikan dengan harga bahan baku, biaya operasional, biaya produksi, dan tingkat marjin laba yang diinginkan oleh perusahaan. Penetapan harga ini disesuaikan dengan kualitas produk yang ditawarkan oleh restoran DBC Coklat & Spageti. Bauran Pemasaran Tempat Restoran DBC & Spageti berada di kawasan strategis yaitu tidak jauh dari Taman Kencana, Bogor. Restoran ini terletak tidak jauh dari sekitar pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, perumahan, perkantoran, kampus dan sekolahan. Kawasan ini dipilih oleh pihak manajemen juga karena kenyamanan, suasana yang sejuk, dan dengan konsep yang unik dan berbeda dari restoran lainnya, sehingga dapat membuat konsumen merasa nyaman untuk berada di dalam restoran DBC Coklat & Spageti dan ingin berkunjung kembali. Bauran Pemasaran Promosi Restoran DBC Coklat & Spageti menetapkan strategi pemasaran untuk promosi yaitu dengan cara memasang papan reklame, media sosial, brosur, iklan di koran Kompas satu kali seminggu, wisata kuliner di televisi dan mini banner ketika pengenalan produk baru. Tetapi promosi yang lebih sering dilakukan adalah dengan menerima tawaran dari stasiun televisi untuk datang dan meliput wisata kuliner atau menjadi tempat shooting di Restoran DBC Coklat & Spageti serta pemasaran menggunakan media sosial.
38
Bauran Pemasaran Orang Restoran DBC Coklat & Spageti merupakan usaha yang bergerak dibidang jasa pelayanan makanan dan minuman. Restoran ini memiliki pramusaji yang bersikap baik, sopan santun, ramah, dan memiliki pengetahuan yang baik tentang produk restoran, selain itu pramusaji restoran dituntut bersikap dan saling bekerja sama. Peningkatan pramusaji juga merupakan salah satu visi dan misi dari manajemen restoran. Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki jumlah pramusaji sebanyak 28 orang dan mereka dilatih sebagai pramusaji yang sigap dalam melayani semua konsumennya. Penampilan pramusaji juga sangat diperhatikan oleh manajemen restoran DBC Coklat & Spageti. Pramusaji di restoran DBC Coklat & Spageti memiliki beberapa seragam yang digunakan untuk hari-hari tertentu. Pada hari senin, selasa, dan rabu seragma yang digunakan tidak di tentukan yag terpenting masih dalam batas-batas kesopanan dan rapi yang dilengkapi celemek berwarna hitam. Pada hari kamis menggunakan baju kaos hitam, pada hari jumat pramusaji diberikan seragam batik. Pada hari sabtu diberikan seragam kaos berwarna hitam dengan selogan jangan datang bila takut, sedangkan di hari minggu berwarna seragam kaos putih yang berhubungan dengan Restoran DBC Coklat & Spageti ataupun Pia Apple Pie Grub. Pada hari jumat, sabtu, dan minggu, setiap jam delapan malam, pramusaji menggunakan seragam dengan jubah tengkorak sesuai dengan konsep yang dimiliki oleh. Bauran Pemasaran Bukti Fisik Bukti fisik yang ada di Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu dengan menjaga kebersihan ruang makan dalam dan luar restoran DBC Coklat & Spageti serta kebersihan toilet dan mushola restoran. Hal ini dilakukan pihak restoran karena dengan menjaga kebersihan dari setiap sudut ruangan di restoran akan membuat konsumen merasa nyaman untuk berada di dalam restoran. Kebersihan dari setiap sudut ruangan juga mencerminkan kepribadian dari restoran itu sendiri, dan kebersihan produk serta peralatan makan pada restoran DBC Coklat & Spageti. Dekorasi restoran juga merupakan strategi pemasaran yang ditetapkan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti. Konsep dekorasi yang digunakan adalah tema Gothic yang berkesan horor sesuai nama restoran (death=kematian) dengan layout yang didominasi oleh warna hitam yang melambangkan kematian dan cokelat yang berarti cokelat itu sendiri. Pada beberapa ruangan terdapat patung rangka manusia dan beberapa pemberitahuan mengenai konsep restoran tersebut. Selain itu, papan nama restoran juga menjadi bukti fisik di restoran DBC & Spageti. Papan nama tersebut berwarna coklat dan hitam dengan tulisan berwarna putih diletakkan di depan restoran dan di persimpangan jalan menuju ke arah Taman Kencana. Bauran Pemasaran Proses Proses penyajian produk dan transaksi pembayaran di restoran DBC & Spageti relatif cepat. Setiap pramusaji dididik untuk menjadi pramusaji yang sigap dan mampu untuk memenuhi semua kebutuhan konsumen selama berada di dalam restoran. Waktu yang dibutuhkan dalam penyajian minuman yaitu selama 3-5 menita, sedangkan waktu penyajian makanan dibutuhkan kurang lebih 7-15 menit. Makanan dan minuman yang ditawarkan merupakan makanan baru jadi (fresh
39
from the oven), sehingga memerlukan waktu yang agak sedikit lama tetapi untuk hasil yang terbaik. Sedangkan proses transaksi pembayaran, pihak restoran mengusahakan lama transakasi kurang lebih dua menit untuk masing-masing konsumen, hal ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi semua pelanggan restoran DBC Coklat & Spageti.
HASIL DAN PEMBAHSAN Karakteristik Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Pemahaman mengenai konsumen penting dilakukan dengan menganalisis karakteristik umum konsumen. Pada dasar menentukan karakteristik konsumen bertujuan untuk menentukan segmen pasar yang akan di capai oleh perusahaan (Tjiptono 2008). Konsumen yang menjadi responden adalah konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang sedang berada ditempat penelitian ketika dilakukan survei dan sudah berkunjung minimal dua kali ke Restoran DBC Coklat & Spageti. Jumlah konsumen yang dipilih menjadi responden sebanyak 100 orang. Konsumen yang berkunjung ke Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Latar belakang ini dapat menjadi faktor bagi konsumen memilih untuk berkunjung ke Restoran DBC Coklat & Spageti. Memiliki pengetahuan mengenai perbedaan pada latar belakang konsumen dapat membantu pihak manajemen Restoran DBC Coklat & Spageti membuat suatu perencanaan bisnis. Karakteristik umum responden yang digunakan berdasarkan karakteristik demografi dan karakteristik ekonomi, hal ini dikarenakan demografi merupakan pendekatan yang paling mudah diukur secara objektif. Hasil identifikasi demografi tentunya bermanfaat bagi perusahaan untuk mengetahui pasar yang potensial dalam upaya mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepuasan kepada pasar potensial tersebut. Karakteristik yang dinalisis meliputi jenis kelamin, usia, domisili, pendidikan terakhir, pekerjaan, status pernikahan, dan pendapatan per bulan (uang saku per bulan bagi pelajar atau mahasiswa). Sebaran Responden Berdasarkan Jenis kelamin Berdasarkan hasil analisis dengan mensurvei 100 responden yang mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti, konsumen berjenis kelamin perempuan dengan persentase 52 persen dan konsumen berjenis kelamin pria sebesar 48 persen. Jumlah konsumen berjenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin pria. Hasil analisis sebaran berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin tahun 2016 Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%) Laki-laki 48 48 Perempuan 52 52 Total 100 100
40
Keunikan restoran menjadi daya tarik tersendiri bagi kosnumen wanita. Sama halnya dengan penelitian terdahulu konsumen berjenis kelamin wanita lebih suka mengunjungi restoran dikarenakan perempuan lebih menyukai hal-hal baru dan unik. Menu yang ditawarkan restoran yang berkonsep gothic, berbahan dasar coklat memiliki rasa manis dengan beraneka rasa dan topping yang disukai kalangan perempuan (Fatlanah 2013). Adanya prestage mengunjungi restoran, mendorong rasa keingintahuan untuk mencoba sesuatu hal yang baru lebih tinggi karena konsumen perempuan cendrung lebih banyak dipengaruhi oleh sisi emosionalitas dibanding rasionalis (Dittmar et al. 2003) dalam Ftria (2015). Restoran menjadi tempat dalam memenuhi kebutuhan sosial, konusmen perempuan memanfaatkan hal tersebut karena perempuan cenderung lebih suka berbincang-bincang dibandingkan dengan laki-laki dan berkumpul baik bersama keluarga, teman, maupun rekan kerja (Duri 2013). Konsumen wanita telah bekerja dengan waktu lebih banyak beraktivitas di luar rumah dan memiliki pendapatan sendiri. Dengan demikian perempuan memiliki pendapatan sendiri dan akan mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Dari pengamatan tersebut, perempuan lebih memungkinkan untuk memberikan informasi melalui mulut ke mulut mengenai apa yang telah dirasakannya setelah mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti kepada keluarga, teman, dan orang lain. Sebaran Responden Berdasarkan Usia Perusahaan dapat melihat pasar yang lebih potensial dari hasil identifikasi karakteristik responden, artinya pasar ini menyajikan peluang yang lebih besar bagi perusahaan dalam upaya mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai kepuasan. Michael Lanning dalam Kotler (2009) mengatakan bahwa perusahaan harus merangsang proporsi nilai yang unggul yang diarahkan pada segmen pasar khusus. Depkes RI (2009), mengkategorikan usia menjadi masa balita (0 – 5 tahun), masa kanak – kanak (5 – 11 tahun), masa remaja awal (12 – 16 tahun), masa remaja akhir (17 – 25 tahun), masa dewasa awal (26 – 35 tahun), masa dewasa akhir (36 – 45 tahun), masa lansia awal (46 – 55 tahun), masa lansia akhir (56 – 65 tahun), dan masa manula (lebih dari 65 tahun). Usia dalam penelitian ini dibatasi paling rendah adalah 17 tahun karena dianggap sudah bisa memberikan penilaian. Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan kelompok usia tahun 2016 Usia (tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 17-25 53 53 26-35 41 41 36-45 4 4 46-55 1 1 Lebih dari 55 1 1 Total 100 100 Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2011). Berdasarkan hasil survei responden menunjukan bahwa kelompok usia yang menjadi mayoritas mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu kelompok usia remaja akhir rentang umur
41
17 sampai 25 tahun dengan jumlah persentase 53 persen. Konsumen pada kelompok ini tergolong pada usia yang masih produktif serta tingkat mobilitas yang tinggi. Usia tersebut juga cenderung ingin mencoba hal-hal baru atau unik khususnya mengenai produk yang ditawarkan. Selain itu, usia tersebut juga cenderung lebih sering bersosialisasi dengan rekannya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan keunikan restoran dengan nuansa gothic diminati oleh kalangan anak muda dengan usia produktif. Mengunjungi restoran dengan keunikannya (gothic) menjadi nilai tambah untuk diakui atau diterima bagi lingkungan sosial pada usia tersebut. Berdasarkan penelitian ini, juga didapatkan bahwa banyak dari konsumen datang karena dipengaruhi teman. Selanjutnya jumlah terbanyak kedua yaitu konsumen dalam kategori masa dewasa awal yaitu berumur 26 sampai 35 tahun dengan presentase 41 persen. Sama halnya dengan konsumen remaja akhir, konsumen dewasa awal juga memiliki waktu lebih banyak beraktivitas, hanya saja memiliki lebih banyak uang, sehingga keadaan keuangan merekapun lebih baik dari pada kelompok konsumen muda (Kotler dan Keller 2009). Sebaran Responden Berdasarkan Domisili Domisili atau tempat tinggal konsumen perlu diperhatikan pemasar karena dengan mengetahui domisili konsumen, pihak pemasar dapat menentukan letak restoran yang strategis dan dapat dicapai oleh konsumen. Seperti yang ditujukan pada Tabel 9 mengenai sebaran responden yang mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti berdasarkan domisili. Pada umumnya konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berdomisili di daerah Bogor yaitu sebesar 57 persen. Hal ini dikarenakan lokasi restoran berada di Kota Bogor , cukup strategis dengan daerah perkantoran dan sekolah ataupun kampus, sehingga mudah dijangkau oleh konsumen yang berdomisili di Bogor. Sebesar 43 persen (43 orang) sisanya berdomisili di luar Bogor seperti Jakarta, Depok, Bekasi, dan lainya. Namun konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang berdomisili diluar bogor banyak berasal dari Jakarta sebesar 21 persen, dan selanjutnya dari Kota Depok sebanyak 11 persen. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan domisili tahun 2016 Domisili Jumlah (Orang) Persentase (%) Bogor 57 57 Jakarta 21 21 Depok 11 11 Bekasi 7 7 Luar Bogor 4 4 Total 100 100 Berdasarkan hasil wawancara, konsumen yang berdomisili dari luar Bogor melakukan kunjungan Restoran DBC Coklat & Spageti depengaruhi oleh ajakan teman. Konsumen ingin mencoba menu cita rasa khas, tapilan penyajian yang berbeda dan menikmati susana Restoran DBC Coklat & Spageti yang memiliki keunikan dengan nuansa gothic. Selain itu motivasi konsumen yang berasal dari luar Kota Bogor mengunjungi restoran dengan tujuan berlibur ke Kota Bogor dan
42
sekaligus mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti untuk melihat penampilan penari dan sosok-sosok hantu. Sebaran Responden Berdasarkan Status pernikahan Sebaran responden berdasarkan status pernikahan, myoritas responden yang belum menikah sebanyak 71 persen dan sudah menikah sebanyak 28 persen, adapun berstatus duda sebesar 1 persen. Hal ini dikarenakan usia konsumen yang berkunjung ke Restoran DBC Coklat & Spageti berkategori usia remaja akhir (1725), yang dapat dikatakan usia produktif. Konsumen yang belum menikah pada umumnya lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah dibandingkan dengan orang yang sudah menikah sehingga banyak responden yang belum menikah melakukan konsumsi di luar rumah dalam memenuhi kebutuhan pangan. Responden yang belum menikah cendrung mengunjungi restoran bersama dengan teman dan kerabat serta kebutuhan unruk bersosialisasi sangat tinggi, sedangkan konsumen yang sudah menikah mengunjungi restoran untuk bercengkrama bersama keluarga. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan status pernikahan tahun 2016 Status pernikahan Jumlah (Orang) Persentase (%) Belum menikah 71 71 Sudah menikah 28 28 Duda/janda 1 1 Total 100 100 Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Restoran DBC Coklat & Spageti, konsumen dengan pendidikan terkhir sarjana lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainya yaitu sebesar 55 pesen, selanjutnya kedua terbesar diikuti dengan latar belakang pendidikan terakhir SMA sebesar 25 persen. Hasil tersebut menujukan bahwa responden Restoran DBC Coklat & Spageti merupakan orang-orang yang berpendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka akan semakin tinggi pula pengetahuan responden mengenai produk yang akan dikonsumsi. Responden yang tingkat pendidikan tinggi dengan mempunyai informasi yang cukup dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan pendidikan terakhir tahun 2016 Pendidikan terakhir Jumlah (Orang) Persentase (%) SD SMP SMA 25 25 Diploma 15 15 Sarjana 55 55 Pasca sarjan 5 5 Total 100 100
43
Tingginya pendidikan membuat seseorang terbuka terhadap hal-hal baru serta pesatnya perubahan yang terjadi di masyarakat dan juga dapat mempengaruhi pola konsumsi dan gaya hidup seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk, sehingga muncul kebiasaan menghabiskan waktu di luar rumah. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berpikir, cara pandang, dan presepsinya dalam suatu masalah. Tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki konsumen lebih sangat rensponsif terhadap informasi dan akan mempengaruhi konsumen tersebut pada proses keputusan pembelian dan menentukan produk ataupun merek (Sumarwan 2011). Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin pintar pula konsumen dalam menerima dan memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu hal baru yang dinilai baik untuk informasi. Informasi mengenai restoran menjadi daya tarik konsumen untuk mengunjunginya. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan yang dilakukan konsumen akan mempengaruhi gaya hidupnya (Engel et al. 1994). Mayoritas responden pada penelitian ini memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 50 persen. Hal ini berdasarkan letak lokasi restoran yang dapat dikatakan cukup strategis. Lokasi restoran berada pada pusat keramaian perkantoran, sekolahan dan kampus. Sehingga bagi karyawan atau pegawai yang mengunjunginya menjadi lokasi yang strategis untuk bertemu dan berdiskusi bersama koleganya maupun relasi bisnis bagi wiraswasta. Motivasi konsumen beralasan mengunjungi restoran untuk melepas penat setelah keseharian aktifitas kerja, dengan cara juga mengunjungi dn menikmati restoran yang memiliki susana yang berbada, kunikan Restoran DBC Coklat & Spageti memenuhi keinginan konsumen dirasa tidak didapatkan direstoran lain. Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan tahun 2016 Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Pegawai negeri 8 8 Pegawai swasta 50 50 Wiraswasta 10 10 Pelajar/Mahasiswa 23 23 Ibu rumah tangga BUMN 4 4 TNI/Polri 1 1 Konsultan 2 2 Kontraktor 1 1 Dokter 1 1 Total 100 100
Sebaran Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-rata per bulan Pendapatan atau uang saku rata-rata per bulan berkaitan erat dengan latar belakang pekerjaan responden, pendapatan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap daya beli. Mayoritas rata-rata pendapatan atau uang saku per bulan responden yaitu lebih dari Rp 5 500 000 sebesar 25 persen dan selanjutnya diikuti dengan pendapatan Rp 4 500 000 sampai Rp 5 500 000 sebasar
44
24 persen, sesuai dengan latar belakang pendidikan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu berpendidikan terakhir sarjana, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi juga pendapatan yang akan diterimanya, semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka semakin kuat keinginan mereka untuk membelanjakan uangnya (Engel et al 1994). Dengan hasil yang ditunjukan pada Tabel 13 pihak Restoran DBC Coklat & Spageti dapat mengetahui kemampuan daya beli konsumen restoran dengan pendapatan yang dapat dikatakan cukup tinggi. Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan tahun 2016 Pendapatan atau uang saku/bulan Jumlah (Orang) Persentase (%) Rp 500.000 – Rp 1.499.999 12 12 Rp 1.500.000 – Rp 2.499.999 9 9 Rp 2.500.000 – Rp 3.499.999 16 16 Rp 3.500.000 – Rp 4.500.000 14 14 Rp 4.500.000 – Rp 5.500.000 24 24 Lebih dari Rp 5.500.000 25 25 Total 100 100% Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai karakteristik konsumen, menyatakan bahwa mayoritas pengunjung Restoran DBC Coklat & Spageti konsumen yang berkunjung lebih banyak berjenis perempuan, dengan usia 17 sampai 25 tahun. Mayoritas konsumen berstatus belum menikah dan berdomisili di Bogor dengan latar belakang pendidikan terakhir sarjana. Tingkat pendidikan yang cukup tinggi, mayoritas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki pendapatan lebih dari Rp 4 500 000 per bulannya. Proses Pengambilan Keputusan Pemebelian Restoran DBC Coklat & Spageti Pengenalan kebutuhan Pengenalan kebutuhan pada hakekatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual yang sesuai dengan situasi konsumen sekarang dan keadaan yang diinginkan konsumen (Engel,1995). Menurut Sumarwan (2011), pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Pada Restoran DBC Coklat & Spageti pengenalan kebutuhan memerlukan informasi yang cukup untuk mengetahui alasan atau motivasi konsumen dalam mengunjungi restoran tersebut. Aktivitas di luar rumah yang tinggi cendrung merubah pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat, menyebabkan intensitas masyarakat melengkapi kebutuhan sekunder di luar rumah tinggi. Frekuensi makan di luar rumah juga merupakan salah satu pembahasan dalam studi perilaku konsumen (Sumarwan 2011). Dengan mengetahui frekuensi konsumen dalam melakukan kegiatan makan di luar rumah, pihak restoran dapat mengetahui seberapa besar kebutuhan
45
konsumen sebagai penyedia makanan di luar rumah. Berikut sebaran responden menurut frekuensi makan di luar rumah selama satu minggu pada Tabel 14. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan makan di luar rumah dalam seminggu sebanyak 5 kali seminggu (Tabel 14). Hasil tersebut menunjukan bahwa konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti cenderung memenuhi kebutuhan makan di luar rumah yang berarti menunjukkan tingkat aktivitas konsumen di luar rumah sangat padat seperti bekerja, sesuai dengan mayoritas konsumen restoran DBC Coklat & Spageti bekerja sebagi peagawai swasta. Dengan kata lain, konsumen membutuhkan jasa penyedia makanan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dengan demikian restoran DBC Coklat & Spageti dapat menjadi penyedia makanan dalam membentu konsumen memenuhi kebutuhanya. Tabel 14 Sebaran responden menurut frekuesnsi makan di luar rumah selama satu minggu tahun 2016 Frekuesnsi makan di luar rumah selama Jumlah (Orang) Persentase (%) satu minggu Setiap hari 18 18 6 kali 7 7 5 kali 21 21 4 kali 12 12 3 kali 17 17 2 kali 16 16 1 kali 9 9 Total 100 100 Pada umumnya yang memiliki frekuensi makan 5 sampai 7 kali dalam seminggu merupakan konsumen yang bekerja sebagai pegawai kantor, baik pegawai swasta maupun pegawai negeri, begitu juga para pelajar dan mahasiswa. Sesuai dengan karakteristik konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang didominasi oleh pelajar atau mahasiswa dan pegawai swasta pada kelompok usia 17 sampai 25 tahun yang cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah dan masih memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk selalu ingin mencoba hal baru dan keinginan bersosialisasi yang tinggi dengan teman ataupun kolega. Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan motivasi mengunnjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Motivasi mengunnjungi Restoran Jumlah Responden Persentase DB Coklat dan Spageti (Orang) (%) Menikmati makanan 39 39 Rekreasi atau berlibur 22 22 Suasana tempat yang nyaman 34 34 Simbol status sosial 2 2 Lainya 3 3 Total 100 100
46
Motivasi merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Tabel 15 menujukan sebaran responden berdasarkan motivasi konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu menikmati makanan yang disajikan oleh restoran (39%). Menu Restoran DBC Coklat & Spageti cukup unik dan bervariasi, baik menu yang disajikan dengan makanan dasar coklat dan spageti, restoran juga memiliki menu makanan lainya, berupa makanan berat seperti nasi goreng Item, ayam asap, dan lain-lain. Adapun motivasi konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti kerena menginginkan suasana tempat yang nyaman sebesar 44 persen, konsumen menginginkan untuk melepas penat setelah beraktivitas dengan bersantai di restoran. Tempat yang nyaman seperti tidak ada kegaduhan, tidak bising, suhu ruangan yang sejuk dan sebagainya. Selain itu motivasi konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti karena berlibur atau berekreasi ke Kota Bogor dan sekaligus mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Adanya tren masyarakat mengenai wisata kuliner dengan mengunjungi restoran-restoran yang memiliki daya tarik tersendiri. Beberapa konsumen sengaja mengunjungi restoran pada saat hari libur untuk melihat sosok-sosok hantu. Hal tersebut menunjukan restoran DBC Coklat & Spageti telah memenuhi kebutuhan biologis dan fisiologis konsumen. Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan tujuan Konsumen mengunjungi Restoran tahun 2016 Tujuan Konsumen mengunjungi Jumlah responden Persentase Restoran (orang) (%) Kebutuhan pangan 19 19 Bertemu kenalan atau rekan bisnis 6 6 Berkumpul dengan teman 41 41 Mencoba makanan jenis baru 24 24 Lainya 10 10 Total 100 100 Tujuan konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu berkumpul dengan teman sebesar 41 persen. Makan di luar rumah memberi manfaat memenuhi kebutuhan sosial terutama dalam bersosialisasi dengan teman dan keluarga, ataupun untuk melepas kejenuhan selepas aktivitas bekerja. Dapat dikatakan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti memiliki sosial yang tinggi. Konsumen juga ingin meluangkan waktu di tempat yang nyaman, suasana yang tidak memungkinkan didapat di rumah. Tujuan konsumen mengunjungi restoran juga karena memenuhi kebutuhan dan menikmati makanan jenis baru agar menemukan kepuasan tersendiri dalam merasakan hidangan bernuansa gothic. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Tiasany (2014) yang menyatakan tujuan konsumen makan di luar rumah adalah ingin mencoba makanan yang unik. Pencarian Informasi Tahapan setelah pengenalan kebutuhan dalam proses pengambilan keputusan konsumen adalah pencarian informasi. Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya berupa pembelian atau jasa. Pencarian informasi merupakan sumber dimana konsumen dapat mengetahui
47
suatu tempat makan yang nyaman, memiliki cita rasa yang khas, dan pelayanan yang baik. Sumber informasi berasal dari kelompok acuan merupakan kelompok yang memberi pengaruh yang kuat terhadap si pengambil keputusan.Kelompok ini biasanya sangat memengaruhi pikiran konsumen sebagai pengambil keputusan pembelian (Engel et al. 1995). Sumber informasi dapat diperoleh dari teman, anggota keluarga, media cetak (brosur), iklan, kenalan, dan jejaring sosial. Dalam penelitian ini menganalisis mengenai pencarian informasi utama yang didapatkan konsumen dan pertimbangan dalam mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Sebelum melakukan pembelian mengenai kebutuhan yang akan dipenuhi konsumen melakukan pengumpulan infomasi mengenai kebutuhuan tersebut. Berikut pada Tabel 17 sebaran responden menurut sumber informasi mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti. Tabel 17 Sebaran responden menurut sumber informasi mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Sumber Informasi ekternal Jumlah Responden Persentase mengenai restoran (Orang) (%) Keluarga atau saudara 13 13 Teman 53 53 Diri sendiri 15 15 Papan Nama 3 3 Lainya 16 16 Total 100 100 Sumber informasi yang diterima konsumen mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti lebih banyak berasal dari teman (53%), internet (16%), selanjutnya informasi diterima dari keluarga atau saudara (13%) dan kemudian diri sendiri (15%). Teman dapat dikatakan sebagai faktor pengaruh lingkungan, individu yang dapat mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian (Engel et al 1995). Informasi disampaikan berdasarkan pengalaman pribadi memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi, sehingga komunikasi cukup efektif yang didukung kedekatan psikologis. Selanjutnya sumber informasi lainnya bersal dari Internet, hal ini didukung oleh kecanggihan teknologi memudahan konsumen mencari sesuatu di internet, namun tingkat kepercayaan tidak sebesar informasi yang diterima dari teman. Informasi yang diterima dari dunia maya pada umumnya berasal dari media sosial seperti Facebook, Instagram, twitter, maupun situs blog lainnya. Tabel 18 Sebaran responden menurut informasi yang penting untuk diketahui mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Informasi yang penting untuk Jumlah Responden Persentase diketahui (Orang) (%) Cita rasa 40 40 Harga yang ditawarkan 6 6 Lokasi Restoran 14 14 Pelayanan 2 2 Kenyamanan tempat (restoran) 38 38 Total 100 100
48
Dari sekian informasi yang diterima konsumen dari sumber informasi, hasil wawancara dengan konsumen informasi yang paling penting diketahui adalah cita rasa makan dengan persentase sebesar 40 persen (Tabel 18). Cita rasa menu menjadi penting untuk diketahui karena pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa mayoritas konsumen makan di luar rumah karena memenuhi terutama kebutuhan primer dan mencari menu yang unik yang tidak didapatkan jika makan di rumah. Cita rasa menu yang khas atau unik membuat konsumen tertarik untuk mencoba dan melakukan pembelian. Kemudian informasi yang penting untuk diketahui konsumen yaitu kenyamanan restoran dikarenakan konsumen mencari tempat yang cocok untuk melepaskan penat setelah keseharian beraktivitas, dan suasana yang nyaman untuk berkumpul dengan teman. Suasana restoran yang tidak bising, suhu ruangan yang sejuk dan lainnya. Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan konsumen terhadap informasi yang terima tahun 2016 Pertimbangan responden terhadap Jumlah Responden Persentase informasi yang terima (Orang) (%) Terpengaruh untuk membeli 57 57 Tidak terpengaruh untuk membeli 4 4 Mempertimbangkan untuk membeli 39 39 Total 100 100 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 19 sebesar 57 persen informasi yang terima membuat konsumen terpengaruh untuk melakukan pembelian produk atau mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Hal ini dirasa apa yang dibutuhkan konsumen bisa terpenuhi oleh restoran atau konsumen menginginkan produk atau jasa tersebut dengan merasakan suatu hal yang baru yang tidak didapatkan di tempat lain. Keunikan restoran menjadi daya tarik untuk dikunjungi konsumen dengan tujuan ingin mengetahui cita rasa makanan yang hidangkan dalam bentuk nuansa gothic. Konsumen akan mempertimbkan untuk mengunjugi restoran dalm artian konsumen menunda untuk membeli dan akan mencari inforsi lainya. Dengan demikian pencarian informasi oleh konsumen mengenai Restoran DBC Coklat & Spageti banyak berasal dari teman. Teman dapat dikatakan sebagai pemrakarsa. Pemrakarsa (Inisiator) merupakan orang yang menyadari, dan mengusulkan ide untuk mengunjungi produk atau jasa (Kotler dan Keller 2009). Informasi yang menjadi prioritas utama diterima oleh konsumen mengenai Restoran yaitu Informasi mengenai cita rasa dan kenyamanan restoran. Informasi yang terima membuat konsumen terpengaruh untuk membeli produk atau mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Evaluasi Alternatif Tahap ketiga dalam proses pengambilan keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada tahap ini konsumen akan menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan keinginan konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Evaluasi alternatif pada penelitian ini akan dijelaskan dengan data atribut yang menjadi pilihan utama untuk membeli atau mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti, petimbangan
49
dalam menetukan lokasi restoran, serta petanyaan mengenai pilihan konsumen seandainya produk Restoran DBC Coklat & Spageti mengalami kenaikan harga. Setelah menerima berbagai informasi mengenai kebutuhan yang akan dipenuhi konsumen akan mempertimbangkan infomasi tersebut dan mengevaluasinya. Hasil dari evaluasi alternatif, berdasarkan Tabel 20 faktor yang menjadi pertimbangan awal konsumen mengunjungi restoran yaitu cita rasa makanan sebesar 39 persen, seperti halnya pada pencarian informasi, informasi yang penting diterima untuk mengunjungi restoran yaitu cita rasa dan kemudian menjadi faktor konsumen untuk mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Tabel 20 Sebaran responden terhadap evaluasi informasi yang diterima konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Pertimabangan awal terhadap Jumlah Responden Persentase evaluasi informasi yang diterima (Orang) (%) Harga 12 12 Cita rasa 39 39 Lokasi Restoran 13 13 Suasana 29 29 Promosi 2 2 Pelayanan 3 3 Lainya 1 1 Total 100 100 Konsumen mengunjungi restoran untuk menikmati makan yaitu untuk memenuhi kebutuhan pokok dan merasakan menu makanan yang memiliki cita rasa yang khas atau penyajian yang unik. Selanjutnya pertimbangan konsumen memilih restoran yaitu suasana restoran (29 persen). Konsumen menginginkan susana yang nyaman untuk melepas penat setelah bekerja. Selaras dengan tujuan konsumen mengunjungi restoran yaitu ingin berkumpul dengan teman yang menginginkan restoran yang nyaman, dan leluasa bercengkrama saat berkumpul. Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan dalam menentukan lokasi Restoran tahun 2016 Pertimbangan konsumen dalam Jumlah Responden Persentase menentuan lokasi restoran (Orang) (%) Lokasi dekat dengan tempat tinggal 26 26 Lokasi yang dekat dengan tempat kerja 16 16 Lokasi strategis dan mudah di janggkau 58 58 Total 100 100 Lokasi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan restoran yang akan dikunjungi. Jauh dekatnya lokasi memiliki pengaruh dalam mendapatkan produk yang diinginkan.Berdasarkan. Tabel 21 evaluasi alternatif terhadap apa yang diinginkan konsumen mengenai lokasi restoran yaitu Lokasi yang strategis dan mudah di jangkau sebesar 58 persen. Konsumen melakukan kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti bisa dikatakan melakukan kunjungan berdasarkan lokasi restoran yang strategis dan mudah dijangkau. Kemudian diikuti oleh lokasi yang dekat dengan tempat tinggal/kampus/sekolah.
50
Hal ini sesuai dengan karakteristik konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang memiliki pekerjaan dominan sebagai pelajar atau mahasiswa dan pegawai swasta sehingga memilih tempat makan yang dekat dengan tempat kerja, sekolah, kampus, tetapi hal terpenting lokasi yang memiliki akses transportasi yang mudah dan lancar. Setelah lelah dengan aktivitas harian biasanya konsumen memilih tempat makan yang mudah dijangkau. Konsumen mengatakan lebih senang dengan letak restoran yang mudah dicapai, strategis, dan mudah terlihat seperti yang dikatakan juga di dalam Sumarwan (2011). Lokasi yang strategis akan lebih menguntungkan karena dapat menarik pelanggan lebih banyak untuk berkunjung. Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan jika produk mengalami kenaikan harga tahun 2016 Pertimbangan konsumen jika produk Jumlah Responden Persentase mengalami kenaikan harga (Orang) (%) Tetap Akan Membeli 37 37 Tidak jadi membeli 23 23 Pindah ke restoran lain 34 34 Lainya 6 6 Total 100 100 Berdasarkan Tabel 22 pertimbangan konsumen jika produk mengalami kenaikan harga mayoritas konsumen memilih tetap akan membeli sebesar 37 persen, sesuai dengan karateristik konsumen yang memiliki pendapatan perbulannya lebih dari Rp 3 500 000. Dengan latar belakang pendidikan mayoritas sarjana konsumen akan mempertimbangan jika harga produk restoran mengalami kenaikan. Dengan latar belakang tersebut dapat dikatakan perilaku konsumen semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi juga pendapatan yang akan diterimanya, semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka semakin kuat keinginan mereka untuk membelanjakan uangnya (Sumarwan 2011). Keputusan Pembelian Tahap keempat dalam proses pengambilan keputusan pembelian adalah keputusan pembelian. Setelah mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada, selanjutnya konsumen memutuskan untuk membeli satu produk dengan kriteria evaluasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, seberapa sering membeli, kapan membeli, di mana membeli, bagaimana cara membeli (Sumarwan 2011). Keputusan pembelian konsumen yang bermacam-macam dapat dipengaruhi oleh faktor situasi. Pengaruh situasi ini dapat timbul dari pengaruh fisik (lokasi, tata ruang, suara, warna), lingkungan sosial (orang lain),waktu atau momen, tugas (tujuan dan sasaran), serta keadaan dan suasana hati (kondisi sementara konsumen) (Engel et al. 1995). Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 23 Mayoritas kosumen yang mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti dipengaruhi oleh ajakan teman dengan persentasi 51 persen, kemudian hal lain yang mempengaruhi yaitu keluarga sebesar 29 persen dan selanjutnya inisiatif sendiri sebesar 13 persen.
51
Tabel 23 Sebaran responden berdasarkan pihak yang mempengaruhi dalam melakukan kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Pihak yang mempengaruhi Jumlah Responden Persentase kunjungan (Orang) (%) Keluarga 29 29 Inisiatif sendiri 13 13 Teman 51 51 Lainya 7 7 Total 100 100 Seperti yang disebutkan sebelumnya teman merupakan sumber informasi tingkat kepercayaan lebih tinggi, sehingga ajakan teman dapat langsung ditanggapi dan mempengaruhi untuk mengunjungi, selain itu motivasi konsumen mengunjungi restoran yaitu selain memenuhi kebutuhan makan, konsumen juga bertujuan berkumpul dengan teman atau kenalan dengan demkian teman menjadi sumber yang mempengaruhi dalam kepetusan pembelian dan teman juga merupakan orang yang menemani datang mengunjungi restoran. Keluarga juga menjadi pihak yang mempengaruhi untuk mengunjungi Restoran DBC Coklat dan Spageti yaitu sebesar 29 persen, dari pengamatan di lapang pada umumnya konsumen yang sudah menikah datang mengujungi restoran bersama keluarga. Tabel 24 Sebaran responden berdasarkan keputusan saat mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Keputusan mengunjungi Restoran Jumlah Responden Persentase DBC Coklat & Spageti (Orang) (%) Terencana 43 43 Tidak terencana 55 55 Lainya 2 2 Total 100 100 Tabel 24 menujukan konsumen saat memutuskan kunjungan bersifat tidak terencana mengunjungi ke Restoran DBC Coklat & Spageti (55 persen). Keputusan mengunjungi ketika konsumen melewati, ketika ada waktu luang dan tiba-tiba mengajak. Pada umumnya konsumen seperti ini akan lebih mudah terpengaruh oleh teman dan tampilan restoran yang menarik. Kotler (2005) mengatakan salah satu indikator pada tahap keputusan pembelian yaitu kemantapan pada sebuah produk. Berdasarkan Tabel 25 keputusan kunjungan terencana sebesar 43 persen. Sifat kunjungan terencana merupakan keputusan pembelian sudah yakin pada produk tersebut. Konsumen telah merencanakan kunjungan dengan niat merasakan cita rasa makanannya yang khas. Pada umumnya konsumen yang merencanakan kunjungan merupakan konsumen yang sedang berlibur atau sedang berekreasi. Selain itu indikator keputusan pembelian menurut Kotler (2005) yaitu melakukan pembelian ulang. Dapat dilihat pada Tabel 26, sebaran responden berdasarkan frekuensi kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti dalam sebulan. Frekuensi kunjungan ke restoran DBC Coklat & Spageti merupakan salah satu bentuk tindakan konsumen melakukan kunjungan ulang. Frekuensi kunjungan yang dilakukan oleh konsumen dalam sebulan paling banyak yaitu satu kali dalam sebulan dengan persentase 63 persen, berdasarkan hasil tersebut
52
konsumen restoran belum dapat dikatankan loyal, konsumen yang bersifat dinamis yang masih suka berpindah tempat makan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini akan mendorong pihak restoran untuk meningkatkan pelayanan dan penawaran yang menarik kepada konsumen sehingga frekuensi berkunjung konsumen akan meningkat. Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan frekuensi kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti dalam sebulan Kunjungan ke Restoran dalam Jumlah Responden Persentase sebulan (Orang) (%) 1 kali 63 63 2 kali 11 11 3 kali 6 6 4 kali 0 0 5 kali 2 2 6 kali 2 2 Lainya 16 16 Total 100 100% Selanjutnya diikuti oleh konsumen yang mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti Lainya (1 kali dalam 2 bulan) sebesar 16 persen dan kemudian konsumen yang mengunjungi 2 kali dalam sebulan 11 persen. Frekuensi kunjungan yang dilakukan oleh konsumen dalam 5 sampai 6 kali dalam sebulan sebesar 2 persen. Konsumen ini dapat katakan konsumen yang loyal dengan kunjungan 3 sampai 6 kali dalam sebulan. Tabel 26 Sebaran responden berdasarkan penentuan hari kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Hari kunjungan ke restoran Jumlah Responden Persentase (Orang) (%) Hari kerja 9 9 Hari libur 43 43 Tidak tentu 48 48 Total 100 100% Tahap keputusan pembelian salah satunya yaitu kapan konsumen akan membeli, baik hari saat membeli, maupun waktu saat pembelian. Dalam menentukan hari kunjungan, mayoritas responden Restoran DBC Coklat & Spageti memilih tidak tentu saat mengunjungi restoran. Masudnya yaitu konsumen mendatangi restoran pada hari kerja senin samapai jum’at maupun hari libur (sabtu dan minggu). Dapat dilihat pada Tabel 26 konsumen tidak menentukan hari saat mengunjunngi restoran (48%), selanjunya konsumen melakukan kunjungan pada saat hari libur sebesar 43 persen dan pada hari kerja sebesar 9 persen. Hal ini selaras dengan karakteristik konsumen restoran yaitu pelajar atau mahasiswa dan pegawai sosial yang lebih banyak mengunjungi restoran setelah menyelesaikan aktivitas di luar rumah, selain itu 57% konsumen restoran berdomisili di daerah Bogor, sehingga dapat melakukan kunjungan kapan saja, baik pada saat hari libur maupun hari kerja. Sama dengan sifat kunjungan yang tidak terncana yang berhubungan penentuan hari kunjungan yang tidak
53
ditentukan. Dari hasil pengamatan konsumen yang melakukan kunjungan pada hari libur diantaranya merupakan konsumen yang berdomisili di luar daerah Bogor. Tabel 27 Sebaran responden menurut waktu kunjungan ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Waktu kunjungan ke restoran Jumlah Responden Persentase (Orang) (%) Pagi hari (07.00 s/d 11.00) 0 0 Siang hari (11.00 s/d 14.00) 16 16 Sore hari (14.00 s/d 18.00) 43 43 Malam hari ( 18.00 s/d 22.00) 41 41 Total 100 100% Waktu kunjungan ke restoran merupakan salah satu bentuk penentuan kapan konsumen akan membeli. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 27, menunjukkan sebaran responden dalam menentukan waktu kunjungan. Mayoritas konsumen yaitu 43 persen berkunjung pada sore hari dan konsumen yang berkunjung pada malam hari yaitu 41 persen, konsumen yang berkunjung pada siang hari 16 persen. Hal ini dikarenakan mayoritas konsumen restoran berprofesi sebagai pekerja kantoran dan pelajar atau mahasiswa. Mereka melakukan kunjungan pada saat semua aktivitas pekerjaan telah selesai dan mayoritas konsumen melakukan kunjungan bersama rekannya. Pada saat pengamatan dilapang, waktu kunjungan dilakukan oleh konsumen banyak berdatangan pada saat sore hari hingga malam, sedangkan pada hari libur konsumen mulai banyak berdatangan pada waktu siang hari. Evaluasi Pasca pembelian Pada suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukan. Hasil dari evaluasi pada pascapembelian adalah kepuasan dan ketidakpuasan. Konsumen yang puas biasanya akan melakukan pembelian ulang. Demikian sebaliknya konsumen yang tidak puas akan merasa kecewa dan tidak akan melakukan pembelian ulang. Pada evaluasi pasca pembelian, merupakan kepuasan pelanggan model afektif yaitu perhitungan konsumen terhadap suatu produk berdasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan kebutuhan subjektif (Tjiptono 2008). Penilaian ini lebih mengarah pada tingkat aspirasi, perasaan spesifik (kepuasan, keengganan dan lain-lain) dan perilaku konsumen sendiri. Berikut pada Tabel 28 Sebaran responden berdasarkan perasaan puas atau tidak puas setelah mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Tabel 28 Sebaran responden berdasarkan perasaan setelah mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Perasaan setelah Jumlah Responden Persentase mengunjungi restoran (Orang) (%) Puas 98 98 Tidak puas 2 2 Total 100 100
54
Berdasarkan hasil penelitian, perasaan konsumen setelah menikmati menu yang disajikan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti, mayoritas merasakan puas yaitu sebesar 98 persen dan hanya 2 persen merasa tidak puas dari 100 orang. Hasil ini merupakan positif bagi Restoran DBC Coklat & Spageti. Dengan demikian dapat dikatakan alternatif yang dipilh telah memenuhi harapan dan kebutuhan konsumen, konsumen merasakan kepuasan. Konsumen yang merasakan puas berimplikasi terhadap tindakan konsumen dalam melakukan pembelian ulang. Seperti yang ditujukan pada Tabel 28 Konsumen merasa puas dikarenakan pihak Restoran DBC Coklat & Spageti mampu memberikan pelayanan, penampilan, dan penyajian produk yang menarik serta mampu memberikan cita rasa yang tinggi yang sesuai dengan keinginan konsumen. Di sisi lain, pihak manajemen restoran harus dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari restorannya agar setiap konsumen yang berkunjung merasa puas dengan produk dan jasa yang diberikan sehingga perasaan setelah mengunjungi restoran kepuasan yang dirasakan konsumen mencapai 100 persen. Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan minat konsumen datang kembali ke Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Minat untuk benrkunjung Jumlah Responden Persentase kembali (Orang) (%) Datang kembali 96 96 Tidak datang kembali 4 4 Total 100 100 Berdasarkan hasil analisis terhadap minat konsumen untuk datang lagi menunjukkan mayoritas konsumen yaitu 96 orang (96 persen) berminat untuk berkunjung kembali. Hasil ini juga mengindikasikan kinerja dari restoran yang baik secara keseluruhan sebagai jasa penyedia makanan. Walaupun ada beberapa konsumen yang merasa tidak puas dan tidak berminat untuk datang kembali, namun masih dapat ditolerir. Berdasarkan hal tersebut, maka perusahaan perlu mempertahankan dan meningkatkan kinerja mereka sehingga kepuasan konsumen tetap terjaga dan terjadi pembelian berulang.
Analisis Kepuasan Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Pada proses hasil pengambilan keputusan pembelian, jumlah konsumen yang merasa puas dan ingin berkunjung kembali, hampir seluruhnya konsumen merasa puas dan ingin berkunjung kembali, namun pengukuran kepuasan ini dilakukan secara keseluruhan mulai dari awal konsumen merencanakan untuk membeli hingga konsumen membeli dan selanjutnya mengevaluasi hasil dari yang diterima oleh konsumen. Pada bagian ini akan diukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan model kognitif yaitu konsumen didasarkan pada penilaian antara suatu kombinasi atribut yang dipandang ideal (standar harapan) dengan penilaian kombinasi atribut pada kenyataanya dengan katalain selisih atau perbedaan antar ideal dengan aktual (Tjiptono 2008). Penilaian kombinasi atribut tersebut mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dari atribut bauran pemasaran Restoran DBC Coklat & Spageti.
55
Menurut Sumarwan (2011), dalam The Expectancy Disconfirmation Model, kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk atau jasa, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi. Karakteristik dan preferensi konsumen yang berbedabeda membuat konsumen bisa saja merasa puas pada satu atribut tetapi belum puas terhadap atribut lain. Penelitian ini menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI) untuk menghitung tingkat kepuasan konsumen. Perhitungan pada metode CSI memerlukan skor rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut yang terdapat pada Restoran DBC Coklat & Spageti. Tabel 30 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Atribut Rata-rata Weight Fator Rata-rata Weight Score Restoran kepentingan kinerja x1 3.52 0.0442 3.38 0.15 x2 3.35 0.0421 3.40 0.14 x3 3.55 0.0446 3.37 0.15 x4 3.49 0.0439 3.39 0.15 x5 3.48 0.0437 3.46 0.15 x6 3.41 0.0429 3.36 0.14 x7 3.50 0.0440 3.10 0.14 x8 3.47 0.0436 3.19 0.14 x9 3.31 0.0416 3.05 0.13 x10 3.48 0.0437 3.10 0.14 x11 3.40 0.0427 3.18 0.14 x12 3.36 0.0422 3.33 0.14 x13 3.40 0.0427 3.33 0.14 x14 3.53 0.0444 3.34 0.15 x15 3.33 0.0419 3.18 0.13 x16 3.54 0.0445 3.36 0.15 x17 3.53 0.0444 3.37 0.15 x18 3.51 0.0441 3.43 0.15 x19 3.51 0.0441 3.28 0.14 x20 3.40 0.0427 3.15 0.13 x21 3.47 0.0436 3.33 0.15 x22 3.50 0.0440 2.99 0.13 x23 3.52 0.0442 3.19 0.14 Total 79.56 1 75.26 3.273 Costumer Satisfaction Index 65.46% Berdasarkan hasil analisis Tabel 30 nilai dari Costumer Satisfaction Index (CSI) pada Restoran DBC Coklat dan Spageti adalah sebesar 65.46 persen. Berdasarkan indeks kepuasan, nilai Costumer Satisfaction Index (CSI) Restoran DBC Coklat & Spageti 65.46 persen berada pada rentang 0.61 – 0.80 atau 66%
56
57
daya manusia. Keterbatasan tersebut menyebabkan pihak restoran harus memprioritaskan atribut mana saja yang perlu dilakukan perbaikan. Atribut yang perlu diprioritaskan adalah atribut yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi bagi konsumen namun pada kenyataannya tingkat kinerja atributnya masih dinilai rendah oleh konsumen sehingga kepuasan yang diperleh konsumen masih sangat rendah. Atribut-atribut yang harus diprioritaskan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti dapat diidentifikasi melalui salah satu metode dengan alat bantu Importance Performance Analysis (IPA). Melalui metode Importance Performance Analysis (IPA) dapat menunjukkan prioritas perbaikan dari kinerja masing-masing atribut melalui diagram kartesius yang terbagi menjadi empat kuadran. Penentuan letak-letak atribut dalam keempat kuadran tersebut dapat ditentukan melalui rata-rata tingkat kepentingan dan nilai rata-rata tingkat kinerja. Adapun nilai rata-rata atribut Restoran DBC Coklat & Spageti berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 29. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan nilai rata-rata tingkat kinerja tersebut kemudian dijadikan nilai tengah pada diagram kartesius sehingga dapat terbagi menjadi empat bagian kuadran. Keempat kuadran dalam diagram kartesius tersebut masing-masing menggambarkan keadaan yang berbeda-beda, hal ini terdapat pada Gambar 5 Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) Restoran DBC Coklat & Spageti. Berikut adalah gambar diagram kartesius Importance Performance Analysis (IPA) untuk atribut-atribut Restoran DBC Coklat dan Spageti dimana sumbu X menggambarkan tingkat kinerja atribut dan sumbu Y menggambarkan tingkat kepentingan atribut.
Gambar 6 Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016
58
Keterangan: Kuadran I 7. Harga menu makanan 8. Kemudahan menjangkau lokasi 10. Penggunaan sosial media 22. Ketersediaan sarana parkir 23. Kebersihan ruangan
Kuadran III 9. Penunjuk arah restoran 11. Kejelasan papan nama 15. Penampilan pramusaji 20. Ketersediaan mushala
Kuadran II 1. Cita rasa makanan 3. Aroma makanan 4. Tektur makanan 5. Tampilan dan penyajian makanan 14. Pengetahuan pramusaji 16. Kecepatan penyajian 17. Dekorasi ruangan 18. Suasana restoran 19. Ketersediaan dan kebersihan toilet 21. Kebersihan peralatan makan Kuadran IV 2. Porsi makanan 6. Kehigienis makanan 12. Kesigapan pramusaji 13. Keramahan dan kesopanan pramuuaji
Pemetaan yang dilakukan seperti Gambar 5 dapat memudahkan pihak Restoran DBC Coklat & Spageti untuk melakuan prioritas perbaikan atributatribut yang dianggap penting bagi konsumen namun kinerjanya belum memuaskan. Perbaikan kinerja atribut-atribut tersebut dapat dilakukan sesuai dengan posisinya masing-masing kuadran. Kuadran I (Prioritas Utama) Kuadran I pada diagram kartesius Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa atribut-atribut yang terdapat didalamnya memiliki tingkat kepentingan yang tinggi bagi konsumen namun pada kenyataannya, kinerjanya belum dapat bekerja secara maksimal. Atribut-atribut yang terdapat pada Kuadran I inilah yang perlu dilakukan perbaikan atau menjadi prioritas utama bagi pihak Restoran DBC Coklat & Spageti agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan kepuasan untuk konsumen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengolahan data, atribut yang terdapat pada kuadran I di Restoran DBC Coklat & Spageti adalah sebagai berikut. a.
Harga menu makanan (7) Harga berbagai menu makanan yang ditawarkan di Restoran DBC Coklat & spageti adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk dapat menikmati menu yang disajikan. Pada proses keputusan pembelian konsumen, harga memang bukan pertimbangan awal dalam mengunjungi restoran. Indikator harga berbagai menu yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah harga yang ditetapkan sesuai dengan apa yang dirasakan oleh konsumen dan tidak perlu mengorbankan kebutuhan lain. Tingkat kepentingan atribut yang tinggi dan tingkat kinerja yang rendah menyebabkan atribut ini menjadi atribut yang diprioritaskan untuk diperbaiki kinerjanya oleh pihak restoran. Atribut ini dianggap penting bagi konsumen, namun kinerja dari atribut ini belum dapat memuaskan konsumen karena harganya yang ditawarkan belum sesuai dengan yang diharapkan konsumen walaupun berdasarkan kualitas produk yang
59
ditawarkan oleh pihak Restoran DBC Coklat & Spageti. Oleh karena itu, perlu memperbaiki harga menu makanan agar konsumen semakin puas. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pihak Restoran DBC Coklat & Spageti untuk memperbaiki kinerja atribut ini adalah mengurangi porsi tanpa mengurangi cita rasa makanan dan minuman, menyesuaikan harga dengan banyaknya porsi yang telah dikurangi, tidak menghilangkan promosi yang membuat konsumen tertarik terkait promosi harga pada menu yang ada di Restoran DBC Coklat & spageti. b.
Kemudahan menjangkau lokasi (8) Pemilihan tempat atau lokasi usaha merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan suatu usaha. Sebelum merencanakan sebuah usaha hendaknya para pengusaha mempertimbangkan penentuan lokasi usahanya, karena memberikan sebuah daya dorong terhadap pertumbuhan usaha secara nyata. Sering ditemui adanya usaha yang kurang berkembang karena terkendala faktor lokasi. Lokasi merupakan atribut yang harus diperhatikan oleh restoran agar lebih mudah diakses keberadannya oleh konsumen dan banyak dikunjungi. Hal ini terlihat dalam diagram kartesius dimana atribut kemudahan dalam menjangkau lokasi dirasa penting oleh konsumen namun kinerjanya dirasa belum puas. Berdasarkan proses pengambilan keputusan, pentimbangan konsumen mengujungi restoran yaitu konsumen menginginkan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Salah satu cara yang dapat dilakukan pihak manajemen Restoran DBC Coklat & spageti untuk meningkatkan kepuasan konsumen dalam atribut ini adalah dengan memperbaiki akses menuju restoran. Alternatif lain adalah dengan membuka cabang atau pindah ke lokasi yang lebih mudah dijangkau konsumen dan akses jalan yang baik. c.
Penggunaan social media (10) Social media merupakan suatu jaringan komunikasi melalui dunia maya. Penggunaan social media sebagai salah satu bentuk promosi menjadi suatu alat yang ukup efektif dalam memesarkan produk yang didukung oleh gaya hidup masyarakat pada saat sekarang sudah banyak menggunkan social media, dengan demikian banyak restoran yang memanfaatkan teknologi ini untuk mempromosikan produk–produk yang ditawarkan agar menarik minat konsumen. Hanya saja Restoran DBC Coklat & Spageti perlu menigkatkan pemasaran menggunkan social media, hal ini dikarenakan konsumen menganggap penggunaan social media penting namun kinerja restoran belum sesuai dengan harapan konsumen. Social media memiliki peranan penting dalam pembentukan tren makan saat ini, makan di restoran dilakukan bukan dalam rangka untuk makan namun lebih kepada menyiar-nyiarkan hal tersebut di social media (Fitria 2015). Perbaikkan atribut ini diprioritaskan guna menarik lebih banyak perhatian
konsumen yang gaya hidupnya tidak terlepas dari internet/social media. Penggunaan social media sebagai alat promosi harus dikemas dengan cara kreatif karena penggunaan karakter yang terbatas. Tujuannya adalah konsumen tertarik pada pandangan pertama. Berdasarkan hasil penelitian, atribut penggunaan social media dianggap penting oleh konsumen. Namun kinerjanya masih berada di bawah harapan konsumen.
60
d.
Ketersediaan sarana parkir (22) Maksud dari ketersediaan sarana parkir adalah ada tidaknya kapasitas parkir yang cukup dan memadai untuk kendaraan milik konsumen. Ketersediaan sarana parkir yang memadai merupakan atribut yang dinilai konsumen sangat penting. Hal ini disebabkan sebagian besar konsumen yang datang ke Restoran DBC Coklat & Spageti menggunakan kendaraan pribadi (motor dan mobil) dan konsumen akan memparkirkan kendaraannya dalam jangka waktu cukup lama oleh karena itu konsumen menganggap atribut ini sangat penting. Luas lahan sarana parkir yang disediakan Restoran DBC Coklat & Spageti tidak dapat menampung kendaraan dalam jumlah banyak terutama pada saat hari libur. Pada saat hari libur, kondisi tempat parkir penuh dengan kendaraan pengunjung sehingga beberapa konsumen memarkirkan kendaraan pribadinya di tepi jalan raya sekitar restoran. Oleh sebab itu, pihak Restoran DBC Coklat & Spageti sebaiknya menata tempat parkir agar bisa memuat lebih banyak kendaraan atau memperluas lahan parkir yang ada. e.
Kebersihan ruangan (23) Kebersihan restoran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat kebersihan Restoran DBC Coklat dan spageti, baik ruangan, lantai, meja, kursi dan halaman. Kebersihan rumah makan akan mencerminkan tanggapan konsumen terhadap kebersihan makanan dan minuman yang ditawarkan sehingga memengaruhi minat konsumen untuk melakukan pembelian di rumah makan. Berdasarkan diagram kartesius dapat dilihat bahwa kebersihan restoran berada dalam kuadran I yang artinya konsumen merasa belum puas dengan atribut ini. Atribut yang dirasa konsumen tinggkat kepentingannya tinggi namun kinerja restoran belum sesuai dengan harapan konsumen. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan konsumen mengunjungi restoran yaitu merasakan kenyamanan tempat dengan suasana yang nyaman. Oleh karena itu pihak restoran harus memperhatikan atribut ini untuk meningkatkan kepuasan konsumen dengan meperhatikan kebersihan setiap celah ruangan agar terhindar dari debu, kabut, kontoran lainya, serta kebersihan halaman dan sekitarnya dari hama berupa rumput liar dan lainya. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) Kuadran II menunjukkan atribut yang dianggap penting oleh konsumen dan telah dilaksanakan dengan baik serta membuat konsumen puas. Hal ini menuntut Restoran DBC Coklat & Spageti untuk dapat mempertahankan kinerja dari atribut-atribut tersebut. Adapun atribut-atribut yang perlu dipertahankan kinerjanya adalah sebagai berikut. a.
Cita rasa makanan (1) Cita rasa makanan dan minuman merupakan salah satu atribut yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi makanan atau tidak. Rasa makanan dan minuman yang sesuai dengan keinginan atau selera konsumen akan membuat konsumen merasa puas, dan sebaliknya. Kepuasan konsumen tidak dapat dipisahkan dari beberapa faktor yang menyebabkan kinerja atribut tersebut dinilai sudah memberikan kepuasan kepada konsumen, diantaranya adalah bahan baku produk makanan dan minuman yang dibuat memiliki jaminan produk yang terpercaya yaitu halal, higienis dan
61
aman untuk dikonsumsi, sehingga secara tidak langsung mampu menghasilkan kualitas produk yang dipercaya oleh konsumen. Cita rasa makanan dan minuman yang enak menjadi salah satu daya tarik konsumen untuk mengunjungi. Indikator cita rasa pada penelitian ini adalah rasa yang enak, bumbu masakan yang khas, dan dapat membuat konsumen untuk mencoba kembali. Oleh sebab itu, Restoran DBC Coklat & Spageti harus mempertahankan kinerja cita rasa makanan yang telah dilakukan selama ini karena atribut ini sudah dianggap baik dan sangat baik oleh konsumen, serta atribut ini merupakan atribut yang paling dipertimbangkan konsumen ketika mengunjungi. b.
Aroma makanan (3) Aroma makanan adalah tingkat keharuman makanan yang disajikan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti sehingga dapat menggugah selera makan konsumen. Berdasarkan diagram kartesius atribut ini sudah memberikan kepuasan kepeda konsumen, kinerja yang diberikan oleh restoran melebihi harapan konsumen. Hal ini disebabkan aroma makanan yang ditawarkan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti sangat khas dan dapat menggugah selera. Pada pengambilan keputusan pembelian konsumen dalam melakukan pembelian yaitu sebagian besar konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti karena cita rasa makanan. c.
Tektur makanan (4) Tekstur makanan adalah tingkat kelembutan, kerenyahan, kekenyalan dari makanan yang ditawarkan dan yang dapat membuat konsumen merasa puas. Berdasarkan hasil penelitian, kinerja restoran terhadap tektur makanan dalam menyajikan makanan sudah sesuai dengan harapan konsumen sehingga konsumen merasakan kepuasan setalah mengkonsumsi menu yang disajikan. Hal ini dikarenakan menu yang disajikan berasal dari bahan baku yang segar. Dengan demikian kinerja atribut ini harus tetap dipertahankan agar konsumen merasa puas dan minat untuk membeli kembali tetap terjaga. Kinerja yang baik ini harus dipertahankan dan terus ditingkatkan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti agar konsumen yang datang selalu merasakan kepuasan. d.
Tampilan dan penyajian makanan (5) Tampilan penyajian makanan adalah ukuran kerapihan dan susunan makanan diatas wadah yang memperlihatkan keindahan sehingga dapat menggugah selera. Tampilan penyajian makanan dapat dilihat dari penataan makanan diatas wadah berupa piring, mangkuk, gelas, dan hotplate, kerapihan penataannya, hingga hiasan yang digunakan dalam penyajian makanan. Tampilan penyajian makanan sudah menarik bagi konsumen dan sudah memenuhi keinginan konsumen sehingga konsumen merasa puas terhadap kinerja dari penampilan makanan yang menarik. Konsumen menilai bahwa tampilan penyajian makanan yang disajikan Restoran DBC Coklat & Spageti sudah tertata rapih, menggugah selera yang didukung dengan hiasan-hiasan yang menarik dan memberikan keunikan pada makanan tersebut, bentuk menu makanan yang telah sesuai tampilan penyajian makanan dengan konsep restoran tersebut. Kinerja atribut ini sudah memuaskan bagi konsumen sehingga kinerja dari atribut ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar konsumen yang datang tetap merasa puas.
62
e.
Pengetahuan pramusaji (14) Pengetahuan pramusaji terhadap menu yang ditawarkan adalah kemampuan pramusaji untuk menjelaskan dan memberikan pengertian berbagai menu yang disediakan di Restoran DBC Coklat & Spageti yang ingin diketahui oleh konsumen. Pramusaji sudah melakukan kinerjanya dengan baik, hal ini terlihat dari nilai rata-rata kinerja pengetahuan pramusaji terhadap menu yang ditawarkan sudah berada diatas nilai rata – rata kinerja seluruh atribut. Konsumen sudah merasa puas dengan informasi yang diberikan pramusaji tentang menu yang ditawarkan Restoran DBC Coklat & Spageti. Kinerja ini harus dipertahankan untuk mempertahankan kepuasan konsumen. f.
Kecepatan penyajian (16) Kecepatan penyajian yang dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan pramusaji Restoran DBC Coklat & Spageti untuk memenuhi pesanan yang diinginkan konsumen. Indikator kecepatan penyajian dalam penelitian ini adalah tenggang waktu pramusaji dapat memenuhi pesanan konsumen kurang dari 7 menit hingga makanan dan minuman yang dipesan tersedia di depan konsumen. Berdasarkan hasil penlitian kinerja kecepatan penyajian sudah memenuhi harapan konsumen, sehingga kecepatan penyajian dapat memberikan dan meningkatkan kepuasan konsumen. Hal ini juga dikarenakan pihak restoran menargetkan kecepatan penyajian kurang dari 7 menit agar konsumen tidak menunggu terlalu lama dan efisinsi dalam pemenuhan setiap pesanan. Selain itu motivasi konsumen mengunjungi restoran DBC Coklat & Spageti yaitu memenuhi kebutuhan makan di luar rumah agar mendapakan makanan cepat saji sehingga efisiensi dalam memenuhi kebutuhan dan aktivitas kesehariannya. g.
Dekorasi ruangan (17) Dekorasi ruangan merupakan penataan interior dan eksterior serta hiasan yang ada pada restoran. Indikator dari dekorasi ruangan restoran adalah kerapian dalam penataan ruangan dan hiasan yang sesuai tema restoran. Dekorasi restoran DBC Coklat & Spageti memiliki konsep dan tampilan yang sangat unik dengan tema Gothic yang berkesan horor sesuai nama restoran (death=kematian) dengan layout yang didominasi oleh warna hitam yang melambangkan kematian dan cokelat yang berarti cokelat itu sendiri. Mayoritas konsumen yang berkunjung ke restoran DBC Coklat & Spageti adalah untuk mencari makanan, mencari suasana tempat yang nyaman, baik itu untuk bertemu dengan kenalan atau relasi, maupun untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Atribut ini harus dipertahankan karena restoran ini memiliki konsep yang unik dan berbeda dengan restoran-restoran lainnya yang ada di Bogor sehingga konsumen dapat merasakan kepuasan. h.
Suasana restoran (18) Suasana restoran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suasana restoran yang tenang, nyaman, dan menyenangkan sehingga dapat membuat konsumen betah berlama-lama berada di restoran. Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti merasa kenyamanan restoran merupakan hal yang penting, dan mereka sudah merasa kinerja dari atribut ini sudah memberikan kepuasan bagi mereka. Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti merasakan kenyamanan karena didukung dengan bangunan yang memiliki kelancaran sirkulasi udara yang membuat aliran udara yang terjadi membuat sejuk, selain itu juga terdapat tempat
63
duduk lesehan yang membuat konsumen nyaman untuk duduk dan mengobrol berlama-lama di Restoran, daerah yang tidak terlalu ramai dilalui kendaraan sehingga terhindar dari kebisingan jalan. i.
Ketersediaan dan kebersihan toilet dan wastafel (19) Ketesediaan dan kebersihan wastafel dalam penelitian ini adalah adanya toilet dan wastafel yang bersih dan harum, serta tersedianya tempat sampah, sabun, dan tissue di toilet maupun wastafel yang dapat memberikan kenyamanan saat konsumen menggunkan fasilitas yang disediakan oleh pihak restoran. tingkat kenerja yang dirasakan oleh konsumen terhadap atribut telah melebihi apa yang diharapkan konsumen sehingga dapat menambah tingkat kepuasan konsumen. Kebesihan toilet dan westafel selalu di jaga oleh pihak restoran, hal ini di dukung dengan informasi mengenai pengunaan toilet dan kebersihan toilet. Kinerja restoran pada atribut ini perlu dipertahankan agar kenyaman konsumen terpelihara saat menggunakan toilet dan westafel sehingga kepuasan konsumen tetap bertahan. j.
Kebersihan peralatan makan (21) Kebersihan peralatan makan merupakan hal yang penting karena peralatan makan merupakan benda yang dipakai langsung oleh konsumen restoran untuk menikmati hidangan. Indikator kebersihan peralatan makan pada penelitian ini adalah peralatan makan yang digunakan adalah yang bersih tidak terdapat noda, atau kotoran diperalatan makan tersebut. Kebersihan peralatan makan dinilai penting bagi konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti dan kinerjanya di Restoran DBC Coklat & Spageti sudah bekerja secara baik dan membuat konsumen puas. Kebersihan peralatan makan tersebut terjaga karena selalu dibersihkan sebelum digunakan, setelah di cuci sendok, garpu dan pisau yang akan digunakan konsumen selalu dibungkus dengan tissue. Sedangkan peralatan makan berupa sedotan, sumpit dan lainya masih baru di diberikan dalam bentuk terbungkus. Pihak Restoran DBC Coklat & Spageti perlu mempertahankan kinerja atribut kebersihan peralatan makan yang digunakan oleh konsumen agar mereka tetap merasa puas. Kuadran III (Prioritas Rendah) Kuadran III merupakan wilayah yang memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen (pengaruhnya kurang penting bagi konsumen) dan pada kenyataannya kinerja dari atribut-atribut tersebut tidak terlalu istimewa. Prioritas perbaikan atribut yang berada pada kuadran ini menjadi rendah karena dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen. Perbaikan atau peningkatan kinerja atribut-atribut pada kuadran ini masih dapat dipertimbangkan lagi karena pengaruhnya kecil terhadap konsumen. Adapun atribut-atribut yang berada pada kuadran ini adalah sebagai berikut. a.
Penunjuk arah restoran (9) Penujuk arah restoran merupakan atribut Place sederhana yang mempunyai pengaruh untuk menarik perhatian konsumen. Penunjuk arah restoran juga dibutuh unutk mempermudah konsumen untuk mengetahui letak dan keberadaan suatu restoran terutama jika lokasi restoran tidak berada pada lokasi yang banyak dilalui oleh masyarakat. Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah jelas atau
64
tidaknya posisi penunjuk arah restoran sehingga memudahkan konsumen untuk melihat dan menemukan letak restoran serta menarik atau tidaknya penunjuk arah restoran dimata konsumen. Berdasarkan diagram kartesius penunjuk arah restoran berada pada kuardan III yaitu konsumen menganggap tingkat kepentingan penunjuk arah restoran tidak terlalu penting dan kinerja dari restoran dirasakan konsumen masih rendah. Hal ini dikarenakan konsumen dapat menemukan lokasi restoran menggunakan internet dan lebih menunjukan akses menuju restoran. dengan demikian jika pihak restoran akan melakukan evaluasi atribut, penujuk arah restoran tidak menjadi prioritas utama karena atribut ini tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan kepuasan konsumen. b.
Kejelasan papan nama (11) Papan nama mempunyai pengaruh besar untuk menarik perhatian konsumen. Papan nama juga membantu konsumen mengetahui letak dan keberadaan suatu restoran. Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah kesesuaian posisi dan kejelasan papan nama restoran sehingga memudahkan konsumen untuk melihat letak restoran serta menarik atau tidaknya papan nama dimata konsumen. Umumnya konsumen belum merasa puas dengan kinerja atribut ini namun dirasa juga tidak terlalu penting oleh konsumen. Menurut pengamatan di lapang, posisi papan nama berada di samping kanan restoran, dan di sekitar papan nama terdapat pohon yang cukup rimbang, sehingga suatu ketika dapat menutupi papan nama restoran. Selain itu warna dasar dari papan nama restoran berwarna hitam dan coklat yang warnanya kurang mencolok terutama di malam hari. Pihak manajemen restoran perlu memperbaharui papan nama baik dari letak ataupun design papan nama itu sendiri. Tujuannya agar konsumen bisa lebih tertarik dengan papan nama dan lebih mudah menemukan posisi restoran karena papan nama merupakan suatu alat promosi yang memeliki pengaruh besar untuk menarik konsumen. c.
Penampilan pramusaji (15) Penampilan pramusaji adalah penampilan fisik yang dipakai oleh pramusaji dalam menjamu konsumen yang datang sehingga konsumen merasa percaya dengan pelayanan yang diberikan oleh pramusaji Restoran DBC Coklat & Spageti. Indikator penampilan pramusaji yaitu pramusaji terlihat rapi/tidaknya seragam pelayan, bersih/tidaknya seragam pelayan, dan menarik/tidaknya penampilan pelayan. Berdasarkan diagram kartesius penampilan prumusaji berada di kuadran III yaitu konsumen merasakan atribut penampilan pramusaji tidak terlalu penting begitupun kinerja restoran yang dirasakan konsumen mengenai penampilan pramusaji masih kurang. Setiap pramusaji di restoran DBC Coklat & Spageti wajib menggunkan celemek berwana hitam dan menggunakan nemtek setiap harinya. Pada hari jum’at sampai minggu pramusaji menggukan seragam yaitu seragam batik pada hari jum’at, seragam kaos hitam pada hari sabtu dan baju kaos putih pada hari minggu. d.
Ketersediaan mushala (20) Ketersediaan mushala merupakan atribut yang perlu dimiliki oleh restoran dikarenakan mayoraitas masyarakat indonesia memeluk agama Islam, memiliki tanggung jawab beribadah lima waktu dalam sehari. Aktivitas masyarakat yang lebih banyak berada di luar rumah sehingga restoran dapat membantu dan
65
mempermudah konsumen melaksakan ibadahnya. Indikator ketersediaan mushala yaitu penunjuk arah kiblat, kebersihan mushala, kapasitas tampung mushala dan tersedianya peralatan beribadah. Berdasarkan diagram kartesius ketersediaan mushala dirasa kinerja konsumen masih rendah dan tingkat kepentingan konsumen tidak terlalu penting. Mushala restoran DBC Coklat dan Spageti cukup menampung orang beribadah jamaah dan tersedianya peralatan ibadah. Kuadran IV (Berlebihan) Kuadran IV ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting pengaruhnya bagi konsumen, akan tetapi pelaksanaannya telah dijalankan dengan sangat baik oleh pihak Restoran DBC Coklat & Spageti. Kinerja dari atributatribut pada kuadran ini dapat dikurangi oleh agar pihak Restoran DBC Coklat & Spageti dapat menghemat biaya. Adapun atribut-atribut yang masuk kedalam kuadran IV ini adalah sebagai berikut. a.
Porsi makanan minuman (2) Porsi makanan dan minuman menggambarkan ukuran makanan dan minuman yang dapat memberikan rasa kenyang dan dahaga bagi konsumen yang menikmati menu yang dihidangkan. Indikator porsi makanan dan minuman dalam penelitian ini adalah ukuran besar kecilnya makanan yang dapat membuat konsumen merasa kenyang. Setiap konsumen memiliki kapasitas makan yang berbeda-beda, tergantung dengan umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuhnya. Porsi makanan bagi konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti merupakan atribut yang dirasa tidak terlalu penting karena konsumen tidak mempertimbangkan porsi makanan dan minuman saat memutuskan untuk membeli makana dan minuman di Restoran DBC Coklat & Spageti. Namun pada kenyataannya, kinerja dari atribut porsi makanan dan minuman sudah sangat baik dan membuat konsumen merasa puas dengan artian porsi makana dan minuman di Restoran DBC Coklat & Spageti sudah dapat membuat konsumen merasa kenyang saat memakan makanan dan minuman. Dapat dikatakan tingkat kepentingan tidak terlalu penting tetapi kinerja restoran sudah baik. Namun, untuk mengurangi porsi dari makanan dan minuman lebih baik dipertimbangkan kembali karena dapat mengurangi kepuasan dari konsumen itu sendiri walaupun konsumen kurang mempertimbangkan porsi dalam memutuskan untuk membeli di Restoran DBC Coklat & Spageti. b.
Kehigienis makanan (6) Kehigienisan makanan merupakan atribut yang berpengaruh besar terhadap kinerja restoran. makanan yang higienis akan memberikan mamfaat baik bagi konsumen, baik dari segi kesehatan maupun kepuasan yang dirasakan konsumen. Indikator kehigienis makanan yaitu tidak terdapat benda asing berupa kotoran, debu, rambut dan benda-benda yang tidak termasuk dalam penyajian. Kinerja atribut ini sudah baik dirasakan konsumen, seperti halnya dengan porsi makanan tingkat kepetingan tidak begitu penting oleh konsumen. Dalam melakukan evaluasi sebaiknya atribut ini lebih baik tidak mengurangi kinerja karena dapat mengurangi mamfaat dari makanan dan kepuasan konsumen walaupun berdasarkan diagram kartesius atribut pada kuadran ke IV dianggap berlebihan dan sebaiknya dikurangi.
66
c.
Kesigapan pramusaji (12) Aspek yang diukur pada atribut kesigapan pramusaji dalam penelitian ini adalah ketangkasan dan kepekaan pelayan restoran dalam memberikan perhatian dan respon kepada konsumen yang meminta bantuan. Kesigapan pramusaji dibutuhkan saat konsumen pertama datang untuk memberikan buku menu, saat ingin memesan makanan, saat ingin meminta billing pembayaran, dan juga saat menanggapi berbagai keluhan yang diutarakan oleh konsumen. Peningkatan kinerja pramusaji merupakan salah satu visi dari restoran. Dalam melakukan pekerjaannya pramusaji sudah memahami stadar operasional prosedur disetiap kegitanya. Berdasarkan diagram kartesius kesigapan pramusaji dapat dikatan memberikan kepuasan pada konsumen, tingkat kinerja restoran sudah melebihi harapan konsumen. Hal ini dirasakan ketika konsumen datang ke restoran, pramusaji sudah siaga menyambut konsumen dan juga saat pemesanan. Kinerja yang baik ini harus dipertahankan dan terus ditingkatkan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti agar konsumen yang datang selalu merasakan kepuasan. d.
Keramahan dan kesopanan pramusaji (13) Keramahan dan kesopanan pramusaji merupakan sapaan dan sikap pramusaji yang dapat membuat konsumen merasa senang dan dihormati. Keramahan dan kesopanan akan terukur pada saat pramusaji berinteraksi dengan konsumen secara ramah, senyum, bertutur kata yang baik dan memberikan penawaran bantuan kepada konsumen serta menanggapi apa yang dinginkan konsumen. Konsumen merasa puas terhadap atribut keramahan dan kesopanan pramusaji Restoran DBC Coklat & Spageti karena konsumen merasa dilayani dengan baik dan sopan. Konsumen yang datang ke restoran ini akan disapa oleh pramusaji dengan sopan dan senyum lebar kemudian mengantarkan ke kursi yang kosong dan menawarkan menu yang ada. Pramusaji juga melayani konsumen yang membutuhkan bantuan ketika menikmati hidangan, serta mengucapkan terima kasih saat konsumen selesai melakukan pembelian.
Analisis Tingkat Loyalitas Konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Konsumen yang loyal atau setia akan melanjutkan penggunaan merek meskipun banyak bermunculan alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang unggul. Loyalitas terhadap merek adalah perilaku niat untuk membeli sebuah produk dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama loyalitas pelanggan, semakin banyak keuntungan yang diperoleh perusahaan, dengan kata lain loyalitas merek (brand loyalty) menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain. Analisis loyalitas konsumen di Restoran DBC Coklat & Spageti perlu dilakukan untuk mengetahui pemetaan tingkat loyalitas konsumen yang akan tertuang pada piramida loyalitas. Pada penelitian ini untuk dapat melihat tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti konsumen diberikan pertanyaan-pertanyaan indikator yang ditunjukan untuk masing-masing kategori loyalitas. Pertanyaan-pertanyaan mengenai tingkat loyalitas dalam bentuk bertingat dan adanya pemberian skor. Hal ini dilakukan untuk lebih lebih
67
menegaskan penggolangan tingkat loyalitas responden di Restoran DBC Coklat & Spageti tersebut. Commited Buyer 17% .
Liking The Brand 13% Statisfied Buyer 18% Habbitual Buyer 9% Switcher Buyer 43%
Gambar 7 Piramida Loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti Dari hasil analisis data yang didapatkan, loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti termasuk kedalam kriteria Swicther Buyer yaitu sebesar 43 persen. Dapat dilihat pada Gambar 6 hasil yang didapatkan dari analisis loyalitas konsumen belum berbentuk piramida terbalik, sehingga dapat dikatakan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti masih belum dapat dikatakan loyal terhadap restoran. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dari produk dan jasa dari Restoran DBC Coklat & Spageti untuk meningkatkan tingkat loyalitas konsumennya. Berikut akan dijabarkan dari setiap tingkat loyalitas dari piramida loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Analisis Switcher Buyer Tingkatan loyalitas switcher buyer ini menempati tempat pertama yang paling banyak konsumennya yaitu sebesar 43 persen, sehingga konsumen Restoran DBC Coklat & spageti belum dapat dikatakan loyal. Banyak konsumen yang masuk kedalam kategori swticher buyer dikarenakan karakteristik konsumen yang datang adalah usia 17-25, usia yang sangat rentan dengan kenaikan harga di Restoran DBC Coklat & Spageti dan mudah tertarik dengan promosi diskon harga yang diberikan oleh restoran lain (Siregar 2013). Indikasi dari konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang sensitif pada perubahan harga adalah apabila harga rata-rata menu makanan dan minuman di Restoran DBC Coklat & Spageti mengalami peningkatan maka konsumen akan pindah ke restoran lain yang sejenis yang menawarkan harga lebih murah namun ada kemungkinan untuk mengunjungi kembali Restoran DBC Coklat & Spageti. Sama halnya denga penelitian sebelumnya, Darmansyah (2014) Dari kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti adalah konsumen yang rasional. Konsumen akan membayar harga lebih mahal jika kenaikan harga tersebut sebanding dengan kualitas yang diharapkan. Sehingga konsumen pada tingkatan ini berpikir adanya kesesuaian dari kenaikan harga yang dibayar dengan mutu dan pelayanan yang diperoleh konsumen. Pihak restoran perlu memperhatikan konsumen yang termasuk dalam kategori ini
68
dengan memberikan menu promosi harga dan sebagainnya agar meningkatkan tingkat loyalitas mereka. Analisis Habitual Buyer Konsumen yang berada pada kategori habitual buyer adalah konsumen yang telah mengalami kepuasan terhadap produk yang dikonsumsinya atau setidaknya konsumen tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Berdasarkan Gambar 6 menyatakan bahwa konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti yang termasuk dalam kategori habitual buyer sebanyak 9 persen. Hasil ini merupakan kriteria loyalitas terkecil pada tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti. Restoran DBC Coklat & Spageti harus dapat mengorganisir habitual buyer dengan baik agar dapat naik pada tingkatan loyalitas selanjutnya karena konsumen pada tingkat habitual buyer sudah merasa puas. Indikasi konsumen yang masuk kedalam kategori habital buyer dapat dilihat melalui beberapa perubahan. Perubahan tersebut diantaranya konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tidak ingin menunggu jika Restoran sedang penuh atau memberikan batas waktu maksimal. Konsumen pada tipe ini bisa disebut juga sebagai pembeli dengan kebiasaan yang tidak terpengaruh akan kenaikan harga, adanya paket diskon, dan lainnya, hanya saja konsumen ini akan beralih ke restoran lain jika dibutuhkan usaha dan waktu jika Restoran DBC Coklat & Spageti tutup atau pindah lokasi yang jaraknya lebih jauh karena mereka tidak bersedia mengeluarkan biaya peralihan jika rastoran pindah atau tutup. Analisis Satisfied Buyer Konsumen yang berada pada kategori satisfied buyer adalah konsumen yang merasa puas dengan merek yang mereka konsumsi namun konsumen ini bersedia menanggung biaya peralihan (switching cost), baik dalam hal waktu, uang, maupun risiko kinerja akibat dari perubahan yang dilakukan merek tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Berdasarkan analisis loyalitas, konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti masuk ke dalam kriteria konsumen satisfied buyer sebesar 18 persen. Hal-hal tersebut terjadi karena konsumen merasakankepuasan yang diberikan oleh restoran lain tidak lebih puas dibandingkan kepuasan yang diberikan Restoran DBC Coklat & Spageti. Apabila jika biaya peralihan yang ditanggung konsumen lebih besar dibandingkan kepuasan yang mereka dapat ketika tetap bertahan pada Restoran DBC Coklat & Spageti, maka konsumen memilih untuk berpindah ke Restoran lain. Pihak restoran harus menjaga dan meningkatkan konsumen pada kategori ini dengan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut restoran sehingga konsumen yang masuk pada kategori loyalitas sebelumnya dapat menjadi konsumen yang loyal pada kategori liking the brand. Analisis Liking the brand Konsumen yang termasuk dalam kategori liking the brand adalah konsumen yang benar – benar menyukai Restoran DBC Coklat & Spageti. Konsumen liking the brand adalah konsumen yang merasa puas dengan Restoran DBC Coklat & Spageti, biasanya tidak akan berpindah ke rumah makan/restoran lain karena mereka juga menyukai Restoran DBC Coklat & Spageti. Konsumen pada kategori
69
ini merasakan ada sesuatu yang kurang jika mereka tidak melakukan pembelian di Restoran DBC Coklat & Spageti dalam kurun waktu tertentu. Dari hasil analisis loyalityas konsumen, konsumen pada kriteria ini sebesar 13 persen. Konsumen pada tingkatan liking the brand sudah memiliki loyalitas yang baik, namun belum pada tahap merekomendasikan dan mengajak orang lain untuk berkunjung ke Restoran DBC Coklat & Spageti. Konsumen pada tahap ini biasanya bersedia untuk membayar lebih apabila Restoran DBC Coklat & Spageti menawarkan produk dengan porsi lebih besar ataupun dengan tambahan fasilitas seperti ada, live music dan lainya. Konsumen juga bersedia menjadi member di Restoran DBC Coklat & Spageti dengan biaya keanggotaan dengan fasilitas yang diberikan Analisis Committed Buyer Tingkatan teratas dari tingkat loyalitas yaitu committed buyer. Konsumen pada tahap ini merupakan konsumen yang setia, mereka memiliki suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek bahkan merek tersebut menjadi penting bagi mereka baik dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi siapa mereka sebenarnya. Berdasarkan penelitian, responden Restoran DBC Coklat & Spageti yang termasuk dalam kategori committed buyer sebesar 17 persen dan pada umumnya sudah pernah merekomendasikan dan mengajak orang lain untuk berkunjung dan melakukan pembelian di Restoran DBC Coklat & Spageti. Hal ini perlu dipertahankan pihak Restoran DBC Coklat & Spageti karena pada tingkatan ini merupakan konsumen potensial yang dapat menjaga kontinuitas produksi dan profit Restoran DBC Coklat & Spageti.
Hubungan Karakteristik dengan Kepuasan dan Loyalitas Restoran DBC Coklat & Spageti Pada bagian ini menjelaskan bagaimana karakteristik konsumen yang puas dan loyal berdasarkan karakteristik usia dan pendapatan. Berdasarkan hasil analisis tingkat kepuasan konsumen sebesar 65.46 persen atau sebesar 0.6546 pada indeks kepuasan konsumen (0.60-0.80 yaitu pada kriteria “puas”. Selain itu hasil analisis Importance Performance Analysis (IPA), pada kuadran 1 menunjukan beberapa atribut yang harus diprioritaskan untuk diperbaiki karena atribut-atribut tersebut dianggap penting oleh konsumen namun kinerjanya masih belum mampu memuaskan konsumen. Berdasarkan piramida loyalitas konsumen, konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti belum berbentuk piramida terbalik dan mayoritas konsumen berada pada tingkat loyalitas Switcher Buyer sebesar 43 persen. Agar dapat lebih memastikan apakah responden berada pada kondisi puas atau tidak, maka dilakukan perhitungan terhadap posisi kepuasan Responden Restoran DBC Coklat & Spageti dalam skala tingkat kepuasan. Analisis hubungan usia dengan kepuasan konsumen Analisis hubungan usia dengan kepuasan konsumen bertujuan untuk menentukan seberapa besar konsumen konsumen merasakan puas menurut usia konsumen. Karakteristik konsumen berdasarkan kelompok usia kemudian dikelompokan ke dalam kriteria tingkat kepuasan konsumen yaitu pada kriteria
70
cukup puas, puas, dan sangat puas. Karakteristik usia merupakan salah satu hal pada faktor sumber daya individu pada perbedaan individu yang dapat mempengaruhi prilaku konsumen. Hasil tersebut dapat menjadi evaluasi strategi yang akan dilakukan oleh pihak restoran untuk menikatkan kepuasan kosumen. Tabel 31 Sebaran responden hubungan usia dengan kepuasan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016
Usia
17-25 Count % within usia 26-35 Count % within usia 36-45 Count %within usia 46-55 Count % within usia >56 Count % within usia Total Count % within usia
cukup puas 4 7.4% 5 14.3% 0 0% 0 .0% 0 .0% 9 9.0%
Kepuasan Puas sangat puas 49 0 92.6% .0% 35 1 83.3% 2.4% 3 1 75% 25% 1 0 100.0% .0% 1 0 100.0% .0% 89 2 89.0% 2.0%
Total 53 100.0% 41 100.0% 4 100.0% 1 100.0% 1 100.0% 100 100.0%
Berdasarkan hasil crosstab pada Tabel 31 karakteristik usia dengan tingkat kepuasan konsumen setelah melakukan pembelian di Restoran DBC Coklat & Spageti menunjukan konsumen terbesar yang merasa puas adalah kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 49 orang dari keseluruhan konsumen yang berusia 17-25. Pada kelompok usia 26-35 kepuasan konsumen berada pada kriteria “puas” yaitu sebesar 83 persen, begitupun dengan kelompok usia 36 sampai 45 yaitu sebesar 75 persen dibandingkan denga kriteria kepuasan lainnya. Namun pada tabel tersebut menunjukan sebanyak 9 orang konsumen berada pada kriteria cukup puas. Konsumen pada kriteria cukup puas merupakan konsumen yang cendrung lebih sering bersosialisasi dengan rekanya, selain itu menyukai hal-hal baru dan cita rasa yang khas atau unik. Oleh karena itu kelompok usia pada kriteria cukup puas menjadi fokus perhatian pihak restoran. Selain itu masih terdapat konsumen pada beberapa kelompok usia yang masih merasa kurang puas dan tidak puas dan meningkatkan kepuasan konsumen menjadi sangat puas. Perlunya strategi difensif yang harus dilakukan pihak restoran untuk mempertahankan konsumenya yaitu strategi membentuk suatu rintangan pengalihan, sehingga konsumen merasa rugi untuk pindah ke restoran lain (Tjiptono 2008). Analisis hubungan pendapatan dengan kepuasan konsumen Konsumen dengan tingkat pendapatan tinggi pada umumnya tidak hanya memperhatikan kualitas produk saja tetapi juga kualitas pelayanan, harga pada umumnya tidak menjadi masalah bagi konsumen asalkan sesuai dengan kualitas yang ditawarkan. Analisis ini memberikan masukan kepada perusahaan bahwa
71
pendapatan konsumen merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian kepuasan terhadap atribut-atribut/kinerja yang ditawarkan perusahaan. Sumber daya konsumen yaitu temporal (pendapatan atau ekonomi) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perlikaku konsumen. Tabel 32 Sebaran responden berdasarkan hubungan pendapatan dengan kepuasan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Pendapatan cukup puas Rp 500 000-Rp Count 0 1 500 000 % within pendapatan .0% Rp 1 600 000- Count 0 Rp 2 500 000 % within pendapatan .0% Rp 2 60 000-Rp Count 1 3 500 000 % within pendapatan 6.3% Rp 3 60 000-Rp Count 3 4 500 000 % within pendapatan 21.4% Rp 4 60 000-Rp Count 2 5 500 000 % within pendapatan 8.0% lebih Rp 5 600 Count 3 000 % within pendapatan 12.5% Total Count 9 % within pendapatan 9.0%
Kepuasan Puas sangat puas 12 0 100.0% .0% 9 0 100.0% .0% 15 0 93.8% .0% 11 0 78.6% .0% 21 1 88.0% 4.0% 21 1 83.3% 4.2% 89 2 89.0% 2.0%
Total 12 100.0% 9 100.0% 16 100.0% 14 100.0% 24 100.0% 25 100.0% 100 100.0%
Dapat dilihat pada Tabel 32 mengenai bentuk kepuasan konsumen berdasarkan karakteristik pendapatan. Berdasarkan hasil crosstab menunjukan hubungan karakteristik pendapatan dengan kepuasan yang paling besar yaitu konsumen pendapatan Rp 4 600 000-Rp 5 500 000 dengan persentase 21 orang, 88 persen, sesuai dengan pendidikan terakhir mayoritas bependidikan terakhir sarjana. Kemudian memiliki pendapatan per bulan lebih dari Rp 5 600 000 sebanyak 21 orang, 83 persen. Terdapat 9 orang konsumen berada pada kriteria cukup puas. Konsumen terbut menujukan kinerja restoran belum mencapai apa yang diharapkan konsumen. Hal terbut perlu menjadi perhatian pihak restoran karena konsumen yang merasakan cukup puas merupakan konsumen yang berpenghasilan cukup tinggi. Analisis hubungan usia dengan tingkat loyalitas konsumen Dari hasil analisis, tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti belum berbentuk piramida terbalik, hal tersebut menunjukan tingkat loyalitas konsumen restoran belum dapat dikatakan loyal sehinga pihak restoran perlu memperbaiki kinerja restoran agar tingkat loyalitas berbentuk piramida terbalik. Konsumen restoran DBC Coklat & Spageti masih belum dapat dikatan loyal, kerena konsumen restoran berada pada kriteria switcher buyer.
72
Tabel 33 Sebaran responden berdasarkan hubungan usia dengan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti tahun 2016 Usia 17-25 26-35 35-45 46-55 Lebih dari 55 Total
Count % within usia Count % within usia Count % within usia Count % within usia Count % within usia Count % within usia
switcher Habbitual buyer buyer 23 3 43.4% 5,6% 20 3 48.7% 7.3% 1 25.0% 0 1 .0% 33.3% 0 1 .0% 100.0% 43 9 43.0% 9.0%
Loyalitas satisfied liking the commited buyer brand buyer 10 10 7 18.9% 18.9% 13.2% 7 3 8 17.0% 7.3% 19.5% 1 0 2 25.0% .0% 50.0% 0 0 0 .0% .0% 66.7% 0 0 0 .0% .0% .0% 18 13 17 18.0% 13.0% 17.0%
Total 53 100% 41 100% 4 100.% 1 100% 1 100% 100 100%
Tingkat keloyalitasan konsumen dapat berbeda-beda pada tiap kategori karakteristik usia dan pendapatan konsumen. Berdasarkan Tabel 33 Konsumen yang memiliki tingkat loyalitas yang tinggi berada pada kategori usia 26 sampai 35 tahun, yaitu berada pada tingkatan committed buyer sebanyak 8 orang. Namun kriteria loyalitas lainya didominasi oleh kelompok usia 17-25, kriteria switcher buyer sebagian besar berusia 17 sampai 25 yaitu sebesar 23 orang dan kemudian diikuti dengan usia 26-35 sebsar 20 orang. Pada kriteria habbitual buyer dan statisfied buyer di dominasi kelompok usia 17 sampai 25 sebesar 3 orang dan10 orang. Selain mempunyai rasa memiliki yang besar dan mencoba menu baru, konsumen dengan kategori kelompok usia 17 sampai 25 tahun juga memiliki. Jika ada rumah makan lain yang kinerjanya lebih tinggi dan mampu memenuhi harapannya, maka konsumen bisa saja berpindah tempat. Analisis hubungan pendapatan dengan tingkat loyalitas konsumen Responden menilai apakah responden akan datang kembali untuk mengunjungi, tetap membeli meskipun harga di Restoran DBC Coklat & Spageti mengalami peningkatan, dan responden akan merekomendasikan pada orang lain sesuai dengan perasaan konsumen setelah melakukan pembelian pada saat penelitian berlangsung. Indikator utama yang dicari konsumen di tingkat ekonomi ini adalah kenyamanan dalam mengkonsumsi dan kualitas produk. Jika kualitas produk baik dan kenyamanan bisa didapatkan maka konsumen bersedia membayar lebih. Berdasarkan tingkat loyalitas konsumen, konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berada pada tingkat switcher buyer, merupakan konsumen yang sensitif terhap harga. Kenaikan harga sebagai suatu masalah dalam melakukan pembelian di restoran. Tabel 34 menunjukan hubungan pendapatan dengan tingkat loyalitaskonsumen restoran DBC Coklat & Spageti.
73
Tabel 34 Sebaran responden berdasarkan hubungan pendapatan dengan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Cpoklat & Spageti tahun 2016 Pendapatan (pdtn) Rp 500 000- Count Rp 1 500 000 % within pendapatan Rp 1 600 000- Count Rp 2 500 000 % within pendapatan Rp 2 60 000- Count Rp 3 500 000 % within pendapatan Rp 3 60 000- Count Rp 4 500 000 % within pendapatan Rp 4 60 000- Count Rp 5 500 000 % within pendapatan lebih Rp 5 600 Count 000 % within pendapatan Total Count % within pendapatan
Loyalitas switcher Habbitual satisfied liking commited buyer buyer buyer the bran buyer Total 8 0 3 1 0 12 66.7% .0% 25.0% 8.3% .0% 100.0% 6 66.7%
0 .0%
1 11.1%
2 22.2%
0 9 .0% 100.0%
8 50.0%
0 12.5%
1 6.25%
2 12.5%
5 16 31.25% 100.0%
7 50.0%
1 7.1%
4 28.6%
2 14.3%
0 14 .0% 100.0%
8 33.3%
2 8.3%
5 20.8%
2 8.3%
7 24 29.2% 100.0%
6 24%
6 24%
4 16%
4 16%
5 25 20% 100.0%
43 43.0%
9 9.0%
18 18.0%
13 13.0%
17 100 17.0% 100.0%
Pada Tabel 33, rata-rata setiap kelompok pendatan berada pada tingkat loyalitas switcher buyer. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, hal ini menjadi fokus perhatian restoran karena mayoritas setiap kelompok pendapatan masih belum dapat dikatakan loyal. Sedangkan pada kriteria habbitual buyer merupakan komsumen dengan pendapatan lebih dari Rp 5 500 000 per bulan sebanyak 6 orang. Tingkat satisfied buyer terbanyak pada kelompok pendapatan Rp 4 500 0000- Rp 5 500 000 sebanyak 5 orang dikiuti dengan pendapatan lebih dari Rp 5 600 000 per bulanya sebnayak 4 orang. Konsumen yang loyal mayoritas berpendpatan lebih dari Rp 4 600 000 perbulannya, berpada pada tingkat loyalitas Liking the brand sebanyak 6 orang dan Commited buyer sebnyak 12 orang . Berdasarkan hasil crosstab hubungan kepuasan konsumen dengan karakteristik usia dan pendapatan, dapat disimpulkan bahwa karakteristik konsumen yang paling banyak merasakan kepuasan yaitu kelompok umur konsumen 17 sampai 25 tahun dan kemudian kelompok umur 26 sampai 35 tahun. Karakteristik konsumen konsumen berdasarkan pendapatan per bulan merasakan puas paling banyak yaitu berpendapatan sebesar Rp 4 600 000 sampai Rp 5 500 000 per bulannya. Konsumen yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi cenderung lebih kritis dengan apa yang mereka konsumsi. Hunbungan loyalitas
74
dengan karaakteristik pendapatan, pada kategori switcher buyer rata-rata setiap kelompok pendapatan berada pada kategori tersebut. Namun konsumen yang berada pada kategori commited buyer terbanyak pada kelompok pendapatan dari Rp 4 600 000-Rp 5 500 000 per bulannya dengan rentang umur 26-35 tahun. Sedangkan konsumen pada kategori satisfied buyer terbanyak oleh konsumen berpendapatan Rp 4 600 000 – Rp 5 500 000 perbulanya. Implikasi Manajerial Restoran DBC Coklat & Spageti Implikasi manjerial merupakan hasil analisis strategi bauran pemasaran untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen. Berdasarkan hasil penelitian ketujuh bauran pemasaran tersebut belum sepenuhnya mampu memenuhi kepuasan konsumen terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat pada Restoran DBC Coklat & Spageti. Tingkat kepuasan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berada pada kriteria puas sebesar 65.46 persen. Konsumen restoran ini juga belum dapat dikatakan loyal karena berada pada kriteria switcher buyer. Oleh karena itu Restoran DBC Coklat & Spageti memerlukan perbaikan bauran pemasaran untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen. Berikut alternatif strategi bauran pemasaran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian : Product Motivasi konsumen mengunjungi restoran yaitu untuk menikmati makan sehingga cita rasa menjadi fokus perhatian paling utama bagi konsumen. Berdasarkan hasil analisis IPA, konsumen merasakan atribut bauran pemasaran produk sudah baik karena banyak dari atribut-atribut berada pada kuaran II diantaranya cita rasa makanan, aroma makanan, tekstur makanan, tampilan penyajian serta kehigienisan makanan. Dengan demikan pihak restoran harus memepertahan kinerja atribut tersebut agar konsumen tetap puas. Atribut yang perlu di evaluasi yaitu porsi makanan dengan cara mengurangi beberapa porsi menu makanan yang dirasa berlebih bila dikonsumsi oleh konsumen dengan tidak mengurangi komposisi bahan makanan tersebut. Hal ini bisa lakukan dengan menanyakan lansung kepada konsumen pada saat transaksi bagaimana porsi makanan yang disajikan sudah cukup sesuai dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Price Harga merupakan jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk mendapatkan manfaat menggunakan produk dan jasa. Berdasarkan dengan tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berada pada tingkat switcher buyer yaitu konsumen yang sensitif terhadap harga. Konsumen merasakan kineja atribut belum sesuai dengan harapan konsumen. Hal ini menunjukkan atribut ini sebagai prioritas utama untuk dilakukan perbaikan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pihak Restoran DBC Coklat & Spageti untuk memperbaiki kinerja atribut ini adalah mengurangi biaya sumber daya yang dianggap berlebihan seperti atribut yang berada di kuadran IV. Salah satunya mengurangi porsi makanan tanpa mengurangi cita rasa makanan dan minuman, menyesuaikan harga dengan banyaknya porsi makanan yang telah dikurangi, tidak menghilangkan promosi
75
yang membuat konsumen tertarik terkait promosi harga pada menu yang ada di Restoran DBC Coklat & Spageti. Biasanya paket harga disediakan pada hari terstentu seperti hari perayaan halloween, perayaan tahun baru, dan lainya, akan lebih baik paket harga diadakan setiap hari atau pada jam-jam tertentu agar konsumen lebih tertarik mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti. Penetapan peket harga berupa harga yang ditawarkan konsumen mendapatkan makanan dan minuman, paket hemat bagi konsumen yang datang dengan pasangannya atau bersama keluarga. Selain itu perlu dilakukan analisis willingnes to pay kepada konsumen yaitu pengujian terhadap keinginan atau kerelaan seseorang terhadap sesuatu yang akan dibayarkan pada barang atau jasa yang diterima. Dengan kata lain konsumen kan menlai seberapa pantas harga tersebut terhadap manfaat yang diterima konsumen. Place Tempat merupakan keputusan distribusi yang dilakukan perusahaan untuk membuat produknya tersedia dan mudah didapatkan untuk konsumen sasaran. Unsur place berkaitan dengan lokasi, prominence, aksesibilitas, saluran distribusi, dan cakupan distribusi. Atribut bauran pemasaran tempat yang menjadi prioritas utama dalam perbaikan yaitu kemudahan dalam menjangkau lokasi. Lokasi restoran berada tidak jauh dari pusat keramaian yang berjarak berjarak 500 meter, hanya saja tidak berada pada daerah jalan ramai lalulitas menjadikan susana restoran menjadi cukup tenang sesuai dengan motivasi konsumen mengunjungi restoran yaitu suasana tempat yang nyaman. Tetapi hal tersebut tidak banyak masyarakat mengetahui lokasi restoran secara lansung walaupun restoran selalu mencantumkan denah lokasi restoran pada brosur yang dibagikan kepada kekonsumen. Tranportasi umum yang mendukung menuju restoran tidak terlalu banyak. Alternatif strategi yaitu membuka cabang atau pindah ke lokasi yang lebih mudah dijangkau konsumen dan akses jalan yang baik. Promotion Promosi digunakan untuk meperkenalkan produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Atribut promosi yaitu pengunaan social media dan kejelasan papan naman. Berdasarkan analisis IPA penggunaan social media dirasa sangat penting oleh konsumen namun kinerja belum sesuai dengan harapan konsumen. Social media yang dimiliki restoran hanya Instagram facebook dan twitter, akan lebih baik pihak restoran menambah berbagai macam akun social media yang banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan promosi yang disampaikan, diterima oleh masyarakat yang memiliki berbagi macam akun social media. Penggunaan social media sebagai alat promosi harus dikemas dengan cara kreatif karena penggunaan karakter yang terbatas. Strategi lainya dapat berupa paket diskon harga, potongan harga 10% bagi konsumen yang mengunggah foto yang mengandung unsur atribut restoran minimal pada 3 akun social media konsumen sendiri. Atribut kejelasan papan nama juga perlu dilakukan perbaikan walupun konsumen merasakan tidak terlalu penting dan kinerja masih redah. Pihak manajemen restoran perlu memperbaharui papan nama. Tujuannya agar konsumen bisa lebih tertarik dengan papan nama dan lebih mudah menemukan posisi restoran karena papan nama merupakan suatu alat promosi yang memiliki
76
pengaruh besar untuk menarik konsumen. Perbaikan papan nama dengan merubah design dan warna dasar dengan warna yang dapat menarik perhatian serta letak papan nama. Tujuannya yaitu untuk menarik perhatian kosumen yang sesekali melewati restoran yang dikarenakan lokasi restoran berada pada jalan lalulitas yang tidak terlalu ramai. Memfokuskan iklan pada segmen-segmen pasar agar meningkatkan daya tarik bagi restoran dengan bentuk design iklan (brosur, famplet, konran, banner). People Pramusaji merupakan bagian yang selalu melekat dengan restoran karena restoran bukan hanya menjual produk kepada konsumen melainkan pelayanan jasa juga menjadi atribut yang ditawarkan kepada konsumen. Atribut orang terkait dengan pramusaji, diantaranya kesigapan, pengetahuan, penampilan, keramahan dan kesopanan pramusaji. Kecepatan dan pengetahuan pramusaji sudah dirasakan baik oleh konsumen dan memenuhi harapan konsumen. Pihak restoran harus tetap mempertahan kinerja atribut ini karena pramusaji yang lansung berhubungan dengan konsumen. Atribut yang dirasa berlebihan yaitu keramahan dan kesopanan pramusaji, konsumen merasakan pramusaji sudah sangat ramah dan sopan kepada konsumen. Selain itu penampilan pramusaji dianggap tidak terlalu penting dan kinerja tidak terlalu baik. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen salah satu strategi pramusaji yaitu pada saat melayani konsumen, pramusaji memperkenalkan nama agar konsumen merasa lebih merasakan pelayanan yang diberikan. Process Proses adalah bagaimana suatu jasa disampaikan dan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan analiasis IPA atribut proses yaitu kecapatan penyajian konsumen merasakan puas karena kinerja restoran telah sesuai dengan harapan konsumen (kuadran II). Hal ini perlu dipertahankan pihak retoran agar konsumen selalu merasakan puas. Selain itu dengan adanya area untuk berfoto menjadi nilai tambah bagi pihak restoran untuk menghilangkan kejenuhan ketika konsumen menunggu makanan yang disajikan bila menu yang dipesan konsumen dirasa cukup lama dalam menyajikanya. Physical Evidence Bukti fisik termasuk di dalamnya fasilitas-fasilitas utama dan pendukung yang ada di restoran dan dapat memberikan kenyamanan kepada konsumen ketika sedang mengonsumsi pesanannya. Atribut dari bukti fisik yang dinilai konsumen adalah dekorasi ruangan, susana restoran, kebersihan ruangan restoran, kebersihan peralatan makan, kebersihan wastafel, toilet, dan mushola, ketersediaan dan kapasitas tempat parkir. Atribut yang masuk ke dalam kuadran I adalah kebersihan ruangan restoran, ketersediaan sarana parkir. Hal ini perlu dilakukan perbaikan terutama mengenai kebersihan restoran. Kebersihan restoran mencakup semua yang terdapat di restoran, perhatian utama yaitu terletak pada bagian atas restoran dan pajangan didinding reatoran karena pada bagian tersebut sering terdapat debu, sarang laba-laba dan lainnya. Dengan demikian pihak restoran perlu merancang dekorasi ruangan agar memudahkan dalam melakukan pembersihan disetiap sysut ruangan, walaupun dekorasi ruangan sudah dirasa sesuai dengan harapan kosnumen. Atribut lainya sudah menujukan kinerja yang
77
baik seperti dekorasi ruangan, susana restoran, kebersihan toilet dan westafel serta kebersihan perlatan makan dan minum. Pihak restoran perlu mempertahankan kinerja atribut tersebut agar konsumen tetap mersakan puas.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan karakteristik konsumen di Restoran DBC Coklat & Spageti terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah lebih banyak perempuan, mayoritas berumur 17 sampai 25 tahun, berdomisili di daerah Bogor, bertastus belum menikah, dan bekerja sebagi pegawai swasta. Karakteristik selanjutnya konsumen restoran berpendidikan terakhir sarjana dengan pendapatan lebih dari Rp 4 600 000 per bulanya. Konsumen melakukan pembelian telah mengikuti alur proses pengambilan keputusan. Tahap pengenalan kebutuhan, motivasi konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti untuk menikmati makanan dan suasana tempat yang nyaman dengan tujuan mencoba makanan baru dan berkumpul dengan teman. Tahap kedua pencarian informasi yang dicirikan dengan sumber informasi mayoritas berasal dari teman mengenai cita rasa makanan dan kenyamanan tempat. Informasi yang diterima mempengaruhi konsumen untuk membeli. Setelah itu konsumen melakukan evaluasi alternatif pada informasi, pertimbangan konsumen mengunjungi Restoran DBC Coklat & Spageti yaitu cita rasa makanan dan lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Tahap keempat keputusan pembelian, indikatornya yaitu konsumen dipengaruhi oleh teman dengan sifat kunjungan tidak terencana. Mayoritas konsumen frekuensi mengunjungi restoran satu kali dalam sebulan dengan penentuan hari tidak tentu. Waktu kunjungan mayoritas pada sore hari (pukul 14.00 s/d 18.00). Evaluasi pasca pembelian dicirikan oleh konsumen merasakan puas dan berniat untuk berkunjung kembali. Kepusan konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berada pada kriteria puas sebesar 65.46 persen. Nuansa gothic yang ditawarkan telah memberikan kepuasan, atribut yang berhubungan dengan konsep restoran menunjukan Gap yang kecil. Prioritas perbaikan atribut restoran yang memiliki tingkat kepentingan tinggi namun kenerja atribut dirasa rendah yaitu harga menu makanan dan minuman, kemudahan menjangkau lokasi, penggunaan media sosial, ketersesiaan sarana parkir, dan kebersihan ruangan. Tingkat loyalitas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti masih tergolong rendah, piramida loyalitas belum berbentuk piramida terbalik. Mayoritas konsumen Restoran DBC Coklat & Spageti berada pada tingkat loyalitas Switcher buyer. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi dari penelitian ini yaitu pihak Restoran DBC Coklat & Spageti perlu meningkatkan strategi promosi dengan mengembangkan penyampaian informasi agar target yang tercapai dan
78
memperkuat promosi tersebut bahwa restoran memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi konsep restoran maupun produk yang diciptakan oleh Restoran DBC Coklat & Spageti. Pihak restoran lebih meningkatkan iklan menggunakan social media karena masyarakat pada umumnya memiliki akun social media. Meberikan paket menu dangan harga yang cukup terjangkau pada hari biasa, tidak hanya pada hari tertentu. Strategi lainya dapat berupa strategi paket diskon harga bagi konsumen yang mengunggah foto yang mengandung atribut restoran ke social media. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengujian willingnes to pay untuk menentukan harga berdasarkan daya beli konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Aaker ADavid. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta (ID). Spektrum Mitra Utama. [BPS] Badan Pusat Statistika Kota Bogor. 2016. Jumlah Penduduk Kota Bogor 1102001.3271. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistika Kota Bogor. 2016. Pengeluaran Rata-rata Per kapita sebulan Untuk Sub Golongan Makanan Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan Kota Bogor 1102001.3271. Bogor (ID): BPS Kota Bogor. Darmansyah, Deri. 2014 Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen Ayam Kq5 Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Depkes RI (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta (ID) : Depertemen Republik Indonesia. Durianto, darmandi. Sugiarto, dan Tony Sitinjak 2004. Strategi Menaklukkan Pasar melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Duri, Syajaroh. 2013. Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran Karimata Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. 2015. Buku Data Pariwisata Kota Bogor. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Bogor (ID). Engel James F, Blackwell Roger D, Miniard Paul W. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Budiyanto FX, penerjemah. Terjemahan dari: Consumer Behaviour. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Budijanto, penerjemah. Terjemahan dari: Consumer Behaviour. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Fitria, Herlinda. 2015. Hiperrealitas dalam social media (studi kasus: makan cantik di senopati pada masyarakat perkotaan). Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Fatlahah, Aniek. Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s Magnum. Jurnal Ilmu Manajemen | Volume 1 Nomor 2 Maret 2013
79
Gunawan, Arumi Fitriani. 2015. Pengaruh bauran pemasaran terhadap
loyalitas melalui kepuasan pelanggan Restoran Happy Cow Steak [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung (ID). Alfabeta. Kotler Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi ke-11. Molan B, penerjemah. Jakarta (ID): PT.Indeks. Terjemahan dari: Marketing Management. 11th Edition. Kotler P, G and Amstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi ke-12. Bob Sabran, penerjemah. Adi Maulana, Devri Barnadi, Wibi Hardani, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Marketing. 12th Edition. Kotler Philip and Keller Kevin. Lane. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi ke-13. Bob Sabran, penerjemah. Adi Maulana, Wibi Hardani, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Management. 13th Edition. Nazir, Muhammad. 2011. Metode Penelitian. Bogor (ID). Ghalia Indonesia. Nicholson, Walter. 2002. Teori Ekonomi. Prinsip dasar dan perluasanya. Edisi ke-5. Penerjemah: Daniel Wirajaya. Jakata (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan Micreconomic Theory. Basic Principle and Extensions. New York: Harcort Brace Colege Publishers
Novarianto, Ahmad Fajar. 2014 Tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen Waroeng Hotplate Odon Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nugroho Bhuono, Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Penerbit Andi. Yogyakarta. Rachmawati, Rina. 2011. Peranan bauran pemasaran (marketing mix) terhadap peningkatan penjualan (sebuah kajian terhadap bisnis restoran). Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2 Sanusi, Anwar. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta (ID): Salemba Empat. Santoso, 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif, Jakarta : Prestasi Pustaka. Siagian, Dergibson. 2006. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta(ID): Gramedia. Siregar, Margaretta Seftiana. 2013. Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran Solaria Botani Square Bogor. Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID).Ghalia Indonesia. Tiasany, Mada Felisita. 2014 Analisis kepuasan konsumen Restoran Bull Wings Factory Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Tjiptono Fhandy, Chandra Gregorius. 2007. Service, Quality, and Satisfaction. Ed ke-2. Yogyakarta(ID): CV Andi Offset. Umar Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia
80
Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, Serli. 2005. Studi Eksploratif Perilaku Mahasiswa UK. Petra Dalam Memilih Fast Food Restaurant dan Non Fast Food Restaurant di Surabaya. Jurnal Manajemen Perhotelan, 2. Yulianti, Nurma. 2013.Analisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen Restoran Sushi Nest Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
81
LAMPIRAN
82
83
Lampiran 1 Uji Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary N % Cases Valid 30 100,0 a Excluded 0 ,0 Total 30 100,0
Cronbach's Alpha ,921
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,923
N of Items 27
Item-Total Statistics
X1
Scale Mean if Item Deleted 89,97
Scale Variance if Item Deleted 61,964
Corrected ItemTotal Correlation ,595
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,917
X2
90,03
61,895
,541
,918
X3
90,00
60,345
,643
,916
X4
90,03
62,240
,500
,918
X5
89,87
62,533
,517
,918
X6
90,20
62,993
,483
,919
X7
89,93
62,133
,568
,917
X8
90,20
61,614
,581
,917
X9
90,17
62,420
,535
,918
X10
90,13
63,430
,341
,921
X11
89,93
62,754
,345
,922
X12
90,07
62,547
,473
,919
X13
89,93
61,857
,604
,917
X14
89,83
61,109
,707
,915
X15
89,80
62,166
,576
,917
X16
89,87
60,671
,760
,914
X17
90,00
61,241
,699
,915
X18
89,90
61,886
,525
,918
X19
89,77
64,254
,311
,921
X20
90,07
63,857
,318
,921
X21
89,87
61,568
,563
,917
X22
89,93
62,478
,524
,918
X23
89,77
62,254
,575
,917
X24
89,80
62,441
,539
,918
X25
89,83
62,971
,464
,919
X26
89,70
63,183
,477
,919
X27
89,80
62,234
,567
,917
84
Lampiran 3 Tampilan Restoran DBC Coklat & Spageti
Restoran DBC Coklat & Spageti dengan tema Gothic, dekorasi ruangan dihiasi dengan patung hantu.
Tampilan ruangan dalam restoran DBC Coklat & Spageti dihiasi dengan patung tengkorak, mummi dan lainya.
Penyajian menu Death By Chocolate (kue coklat) berbentuk seperti Kuburan dilengkapi dengan nisan.
85
Riwayat Hidup Hafifil Zikri lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada tanggal 10 November 1992. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Zulkarnaini dan Ibu Yurmaini. Pada tahun penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 01 Payakumbuh. Pada tahun penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada perkuliahan sebelumnya penulis pernah melaksanakan praktik kerja lapangan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan selama 6 Minggu pada tahun 2012 dan PT Super Unggas Jaya selama13 Minggu pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melajutkan pendidikan Sarjana program Alih Jenis Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu selama kuliah penulis juga mengikuti beberapa organisasi kampus yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa MAX!! (Musik/Agrikulture/Xpresion) 2010 sampai 2013, OMDA (organisasi mahasiswa daerah) FAMILI (Forum Mahasiswa Minang Diploma IPB) pada tahun 2010 sampai 2013 dan FASTER (Forum Of Agribusiness Transfer Program Student) pada tahun 2014 sampai 2015.