STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
Prospek Pertanian Organik Dalam Melestarikan Musuh Alami Pada Tanaman Hortikultura Riduan Sembiring1) Meriksa Sembiring2) 1)&2)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Quality
ABSTRACT With High-dose use of inorganic materials in the form of pesticides an fertilizers, raises new problem in horticulture of agriculture, organism in the soil decreased and nutrient availability also declined as a result. The use of festicedes in the means of pest and desease controlgive negative impact on environment and the loss of natural enemies in the field. Judging from the problem that couse from the use of inorganic, need to change the attitude of farmer in the way of farming. The farmers should implement agricultural utilization of the natural resources such as weathering of organic plants and animal that can be applied to the field of agriculture. Utilization of organic materials can provide double benefits, such as the use of wasted materials, free of contaminated agricultural product as well as plant protection with one of IPM in the presence of natural anemies. This writing based on literature studies and interviews, which can be useful as a reference for farmers, researcher and who needs it. Keywords: prospects, organic agriculture, natural enemy, horticulture Saat ini sebagian besar petani Indonesia terutama petani hortikultura yang masih menerapkan sistem pertanian yang konvensional dengan banyak bertumpu pada penggunaan bahan buatan seperti penggunan pupuk buatan, pestisida penggunan tanaman monokultur disamping pengolahan tanah yang intensif. Sistem pertanian yang menggunakan bahan buatan masih berjalan terus dilanjutkan akan tetapi semakin membahayakan lingkungan hidup, kesehatan masyarakat konsumen, produsen dan secara tidak langsung akan semakin dan pencemaran terhadap air, udara dan tanah. Dengan peningkatan penggunaan bahan buatan ini mengakibatkan produksitivitas tanaman hortikultura akan semakin sulit
Pendahuluan Sumatera Utara dikenal sebagai daerah penghasil hortikultura di Indonesia, khususnya Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi dan Tapanuli Utara. Hasil pertanian hortikultura Sumatera Utara terutama sayur-sayuran selain untuk konsumsi di dalam negeri juga sebagian besar diekspor ke luar negeri seperti Malaysia, Singapore, Jepang, Taiwan, Hongkong, Eropa dan Timur Tengah. Pengeksporan terutama ke Malaysia dan Singapore sudah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda dan sejak dari tahun 1989 sayuran di ekspor memasuki pasaran Taiwan, Hongkong, Timur tengah dan Jepang (Sagala B, 1996).
[ 57 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
selama satu musim tanaman kubis, penyemprotan 14 - 18 kali dengan interval penyemprotan 3 - 4 hari. Demikian juga tanaman lain seperti tomat, cabai, penyemprotan di lakukan secara terus sampai menjelang panen. Untuk menghadapi era globalisasi perdagangan bebas baik melalui GATT atau AFTA yang diberlakukan tahun 2003 di berbagai kawasan dunia dan tahun 2020 untuk kawasan Asia Pasifik, produk pertanian yang dihasilkan petani harus kompetitif dan memenuhi standar yang salah satunya bebas residu pestisida. Hal ini telah terlihat peraturan bahwa dalam mengekspor produk hortikultura di pasar internasional sangat ditentukan oleh kemampuan produsen untuk memenuhi persyaratan yang dituntut oleh konsumen global tentang label lingkungan (Eco-Labelling). Berkaitan dengan hal ini dalam era pasar bebas saat ini sudah saatnya kita merintis pertanian organik dengan pemakaian bahan pestisida, pupuk secara organik yang berwawasan ramah lingkungan dan dengan memanfaatkan semua sumber daya alam yakni musuh alami sebagai satu komponen utama pengendalian OPT pada tanaman hortikultura.
ditingkatkan disebabkan pencemaran lingkungan semakin meningkat, (Untung 1996; Pracaya, 2012). Undang-undang No. 4 tahun 1982 memuat ketentuan-ketentuan pokok dalam pengolahan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungan sehingga makin kuat dasar kebijaksanaan yang digunakan dalam pengolahan lingkungan hidup, sekaligus mendukung penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu (Anonim, 1982). Menurut Untung (1993) pada Inpres 3/1986 merupakan tonggak sejarah dalam penataan system perlindungan tanaman di Indonesia. Sejak tahun 1989 Indonesia telah menerapkan secara luas Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman padi dan sayuran dataran tinggi melalui pelaksanaan program pertanian. Pelatihan SLPHT sampai tahun 1996 telah berhasil melatih sekitar 350.000 orang petani padi dan 10.000 petani sayuran termasuk para petani di Sumatra utara dan Petani Sayuran di Kabupaten Karo (Untung, 1993, 1996). Dengan diberlakukannya UU No. 12 tahun 1992 berarti bahwa perlindungan Tanaman di Indonesia harus berdasar pada konsep PHT dan mengutamakan cara-cara pengendalian non kimiawi. Meskipun demikian selama praktek penerapan sistem PHT masih banyak kendala dan kekurangan, Melalui seminar sehari tentang PHT di UKA tanggal 2 Mei 1996, terungkap kondisi pertanian modern di Kabupaten Karo pada khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya yang masih menggunakan masukan dengan penggunaan pestisida dan pemupukan buatan yang sangat intensif. Menurut hasil penelitian Bakti, dkk, (1996) mengungkapkan bahwa
Dampak Negatif Pestisida Kimia Telah begitu banyak informasi tentang dampak negative penggunaan pestisida kimia, sehimgga pemerintah memberlakukan UU N0.12 Tahun 1992. Dari hasil analisis residu, contoh sayuran dari Tanah Karo belum lama ini di ketahui mengandung residu pestisida kimia diatas ambang ekonomi yang telah di tentukan (Christanti Sumardiyono, 1996; Untung, 2006).
[ 58 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
bahan pestisida, pupuk secara organik yang berwawasan ramah lingkungan dan dengan memanfaatkan semua sumber daya alam yakni musuh alami sebagai satu komponen utama pengendalian OPT pada tanaman hortikultura.
Hasil penelitian Sri Noegrahati (1992) menemukan adanya DDT pada Air Susu Ibu (ASI) didaerah Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta. Buah dan sayuran segar pada umumnya mengandung residu pestisida yang telah bersenyawa dengan jaringan tanaman, sehingga memperburuk keadaan dari pengaruh racun dari pestisida terhadap pernapasan. Terdapat beberapa pengaruh negatif dari pestisida antara lain: 1. Menimbulkan pengaruh terhadap reproduksi atau merusak system endokrin (Colborn, 1993). 2. Dapat menyebabkan rasa mual, muntah-muntah, otot bergetar, pandangan buram, pupil mengecil, koma bahkan mati. Dari hasil penelitian Wiles dan Campbell, (1993), dengan penelitian terhadap tanaman bayam didapai 25 persen dari sampel bayam, seledri, wortel, dan selada yang dianalisis oleh perusahaan supermarket memiliki residu lebih dari 2 jenis pestisida perusak endrokin. Bahan makanan yang telah diteliti sebagai perusak endokrin meningkat dengan penggunaan pestisida yang sama terhadap bahan pangan dan sayuran. Berkaitan dengan dampak negative pestisida ini terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan, dan dalam menghadapi era pasar bebas tahun 2000, maka sudah saatnya kita beralih dari pertanian konvensional menuju pertanian organik yang berwawasan lingkungan.
Hasil dan Pembahasan Dari pengamatan penelitian yang dilakukan di lapangan, prospek pertanian organik dalam melestarikan musuh alami pada tanaman hortikultura dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut; Pertanian Organik Pertanian organik merupakan sistim pertanian yang bertujuan untuk tetap menjaga keselarasan dengan ekosistim alami dengan memanfaatkan dan mengembangkan semaksimal mungkin proses-proses alami dalam pengelolaan usaha tani. Pertanian organik merupakan teknik pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia seperti pupuk buatan dan pestisida dan memanfaatkan kembali limbah-limbah organik yang dihasilkan oleh hasil buangan kegiatan pertanian. Beberapa pelaksanaan pertanian, organik menurut Blake (1994) dalam Untung (1996) antaralain : 1. Perbaikan siklus biologi, termasuk daur jasad renik, fauna tanah, tanaman dan binatang untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. 2. Pergiliran tanaman secara berkelanjutan 3. Penggunaan secara ekstensif dan nasional pupuk kandang dan limbah sayuran 4. Penggunaan teknik pengolahan tanah yang tepat
Bahan dan Metode Berdasarkan dampak negatif pestisida kimia dan berkaitan dengan hal ini; di era pasar bebas sudah saatnya penelitian yang merintis pertanian organik dengan pemakaian
[ 59 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
hewan (konsumen tingkat 1) memakan tumbuhan (produsen) yang terkontaminasi zat kimia nonbiodegrable, seperti chlordane (sejenis senyawa sintetis yang pekat dan beracun yang digunakan sebagai insektisida dan DDT (diclorodiphenyltrichloroethane), maka akan diserap ke jaringan otot atau organ binatang yang bersentuhan langsung dengan zat tersebut. Bila binatang lain (konsumen tingkat 2) memakan binatang (konsumen tingkat 1) yang terkontaminasi, maka zat tersebut akan berpindah melalui jenjang rantai makanan yang makin ke atas akan menyebabkan konsentrasi polutan yang terkontaminasi semakin meningkat. Sebagai contoh, di tubuh burung pemakan ikan ditemukan tingkat kontaminasi DDT yang mencapai 10 hingga 50 kali lebih tinggi dari pada yang terkandung dalam ikan itu sendiri. Kemudian meningkat menjadi 600 kali lebih tinggi dari plankton yang dimakan oleh ikan dan 10 juta kali lebih tinggi dari pada air tempat ikan dan plankton tersebut hidup. Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa binatang yang berada pada puncak rantai makanan, yaitu manusia, adalah yang paling beresiko menderita kanker, masalah reproduksi, dan kematian akibat dari konsentrasi DDT yang menumpuk (John Hart, 2008). Untuk menyuburkan tanah menggunakan pupuk. Ada berbagai macam pupuk yang digunakan serta berbagai keunggulan dan kelemahan dari masing-masing bahan yang terkandung didalamnya. Pupuk yang dimaksud adalah pupuk kompos (Hadi Prabawa dkk, 1999). Di antara insektisida dan herbisida tersebut, diantaranya merupakan bahan yang bisa diurai kembali (biodegradable) dan cepat membusuk
5. Tidak menggunakan pupuk cair dalam bentuk garam mineral 6. Pelarangan penggunaan pestisida kimiawi 7. Penggunaan teknik peternakan yang sesuai dengan sifat fisiologi binatang, dan kebutuhan perilaku dan kesehatan ternak. Pertanian organik sangat terkait dengan polutan pupuk kimia, yang berakibat kepada musuh alami, secara sederhana kuantitas pemakaian bahanbahan pencemar yang dipakai dalam perbaikan mutu tanaman seperti, insektisida, herbisida, pestisida, dan pupuk anorganik yang dipakai oleh petani. Hasil pengamatan yang didapatkan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari literatur-literatur. Dengan demikian hasilnya akan ditimbulkan dari bahan-bahan polutan tersebut dan berakibat terhadap musuh alami. Pupuk dan Lingkungan
Pengaruhnya
Bagi
Untuk menghadapi serangan hama, petani itu menggunakan insektisida sebagai pengendali dan pemusnahnya. Insektisida merupakan bahan kimia yang dibuat khusus untuk memberantas insect (serangga) seperti wereng, kutu daun, belalang, dan ulat. Insektisida dibedakan menjadi dua, yaitu jenis yang hanya membasmi serangga tanpa mematikan hewan lain seperti ular dan ikan apabila tercemar oleh air tersebut dan jenis yang bisa mematikan semua jenis hewan yang ada dalam ekosistem tersebut,tidak terkecuali ikan dan ular, bahaya pada petani yang belum mengetahui kesesuaian pestisida dengan hama yang dibasmi (Wawancara, 6 Maret 2009). Selain mematikan, pestisida juga menimbulkan masalah lain yang lebih serius. Seperti ditulis John Hart, apabila
[ 60 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
Jumlah unsur hara dalam tanah umumnya sedikit, namun unsur tersebut dapat ditambahkan dengan pemberian pupuk organik. Pengaruh kompos terhadap sifat fisik tanah ternyata lebih baik dibandingkan dengan pengaruh pupuk kimia. Kompos dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Tanah lempung berat akan menjadi cepat jenuh karena air, sehingga akan menghalangi udara dan air yang masuk. Penambahan kompos pada tanah tersebut akan membantu melonggarkan partikel tanah yang padat. Yaitu dengan cara membuka pori-pori tanah yang merupakan saluran atau jalan udara dan air. Humus yang terdapat di dalam kompos dapat memecah tanah liat menjadi tanah yang lebih remah. Dengan penambahan kompos, struktur tanah liat menjadi lebih remah dan akan terbentuk lapisan tipis air yang sehingga mudah diserap akar.
menjadi unsur-unsur yang tidak berbahaya. Sedangkan sebagian yang lain berupa bahan yang tidak bisa diurai (non biodegradable) sehingga tetap mengandung unsur-unsur yang berbahaya dalam jangka waktu yang lama. Bila terkena gelontoran air hujan atau air irigasi, maka unsur-unsur berbahaya itu akan terserap ke dalam tanah (mencemari air tanah) dan akan menuju ke sungai-sungai atau danaudanau (mencemari air permukaan tanah) (John Hart, 2008). Saat ini dunia pertanian tidak lepas dari penggunaan bahan kimia, baik untuk pemupukan, pemacu pertumbuhan, dan perekat, perata, maupun pengendali hama dan penyakit. Bahan kimia umumnya merupakan bahan beracun sehingga bila digunakan dapat meracuni tanah, tanaman, udara, air, dan lingkungan hidup lainnya. Karena meracuni lingkungan hidup, maka berpengaruh kepada kesehatan manusia, misalnya gangguan pada paruparu, jantung, ginjal, hati, darah, alat vital, serta timbul penyakit kanker, dan disfungsi seksual.
Peranan Musuh Pengendalian Hama
Alami
Dalam
Dalam pelaksanaan pertanian organik yang berwawasan lingkungan peran dari musuh alami sangat penting, namun kesemuanya ini tergantung pada sikap manusia dalam melaksanakan pertanian organik tersebut. Dari segi kepentingan manusia musuh-musuh alam dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama di lapangan agar fluktuasi kepadatan rata-rata populasi hama tanaman selalu dalam keadaan rendah. Dengan demikian hama tersebut tidak mendatangkan kerugian bagi usaha tani. Menurut Van Den Boseh et al, 1985, Pimentel et al 1986; Untung, 2006; diketahui bahwa musuh- musuh alam dapat digolongkan sebagai berikut :
Keunggulan Pertanian Organik Kebutuhan unsur hara setiap tanaman berbeda-beda. Kebutuhan tersebut dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu dalam jumlah banyak (makro), sedang (madya), dan sedikt (mikro). Yang termasuk unsur hara makro yaitu: Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Karbon (C), Hydrogen (H), dan Oksigen (O). Sedangkan unsur kimia yang dibutuhkan dalam jumlah menengah yaitu; Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Belerang (S). Adapun unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah mikro yaitu besi (Fe), tembaga (Cu), Seng (Zn), Mangaan (Mn), Boron (Br), Molibdenum (Mo), Klor (Ch), Kobalt (Co), dan Silisium (Si).
[ 61 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
Parasitoid adalah memarasit inang, predator atau pemangsa memakan mangsa seperti Rodolia cardinalis dapat mengendalikan kutu perisai Icerya purchase yang menyerang perkebunan Jeruk di California (Askew, 1971; Untung, 2006). Diadegma semiclausum adalah parasitoid ulat kubis Plutella xylostella yang didatangkan dari Eropa ke Indonesia lewat Selandia baru pada tahun 1938 (Kalshoven, 1984). Parasitoid Diadegma sp terhadap ulat P. Xylostella telur dan hama kelapa berhasil dikendalikan dengan parasit telur Leefmansia bicolour di Sulawesi Utara (Untung 2006). Parasitoid ini sudah mapan diberbagai daerah penghasil kubis di Jawa maupun Sumatera. Selain dari pada Diadegma semiclausum juga sebagai musuh alami lain adalah Apenteles plutellae dari Malaysia namun belum berhasil karena kemapanan musuh alami belum sempurna (Sastrosiswoyo, 1994). Pada tanaman kentang kita kenal parasitoid ulat Chelonus sp yang mengendalikan Phtorimaea oppercullela. Parasitoid tersebut juga digunakan untuk mengendalikan hama kelapa chedra sp (Kalshoren, 1981). Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus terhadap hama Spodoptera litura pada tanaman pangan dan perkebunan mempunyai potansi tinggi mengendalikan hama. Pada tanaman kembang didaerah Wonosobo ditemukan Virus Granulosis yang dapat mematikan penggerek umbi kentang (Zeddam in Mangoendiharjo, 1996) dan (Carrer dan Suryawan 1993).
1. Predator 2. Parasitoid 3. Patogen serangga (jamur, bakteri, virus, nematode) 4. Vertebrata (mamalia, burung, amphibian, ikan) Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya (Untung, 2006). Kelompok musuh alami Patogen berupa penyakit pada serangga yang diserangnya. Kelompok pathogen termasuk bakteri, jamur, virus, rikettsia dan nematode. Beberapa kelompok penyakit seperti virus NPV (Nucleopolyedro virus) digunakan untuk mengendalikan hama Trichoplusia sp (1970-an) dan sampai sekarang dikenal untuk mengendaikan hama Helicoverpa sp dan Spodoptera sp (Untung, 2006). Beberapa kelompok jamur pathogen terhadap serangga, dimana pathogen ini berkembang pada tubuh inang sampai inang menjadi mati dalam jangka sekitar 7 hari. Setelah inang terbunuh, jamur membentuk konidia primer dan sekunder dalam kondisi cuaca yang sesuai. Konidia keluar dari kutikula serangga dan menyebar sporanya melalui angin, hujan air dll. Sebagai contoh jamur Metarhizium anisophilae mengendalikan hama kelapa Oryctes rhinoceros, wereng coklat, ulat jengkal (Ectropis bhurmitra). Jamur Beauveria bassiana parasit pada wereng coklat, hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei), Helopetis sp (Untung, 2006). Kelompok bakteri parasit pada hama seperti Bacillus popiliae merupakan parasit pada kumbang jepang Popiliae japonica dan Bacillus thuringiensis dapat mengendalikan hama Lepidoptera, larva nyamuk (B. Fibourgenesis), hama uret (Melolontha melolontha).
Kesimpulan 1. Petani hortikultura menerapkan system
[ 62 ]
supaya produksi
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. III No. 01-Januari 2013
Health Perspectires. 101 (5) – 378384.
konvensional dengan menggunakan bahan organik (Pestisida maupun pupuk) organik . 2. Bahan organik dapat menjaga dan melestarikan lingkungan dan pelestarian musuh alami.
Hart, John. 2008. “Water Pollution”, dalam Encarta Encyclopedia, Microsoft Corporation. Kalshoren, L.G.E. 1981. Rev & Trans.by Van der Laan. The Pests of Corp in Indonesia. Pt Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta. 701 pp.
Daftar Pustaka Askew, R,R. 1971. Parasitic Insect, Heinemann Education Books Ltd, London, 316 pp.
Mangoendaharjo, S. 1996. Pengelolaan Hama Tanaman Sayuran. Seminar Sehari Fakultas Pertanian UKA Kabanjahe. 9 pp.
Anonim. 1982. Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982. Tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangun dan Lingkungan Hidup. Jakarta. 15 pp.
Sastrosiswoyo, Sudarwohadi. 1994. Perpaduan Pengendalian Secara Hayati Dan Kimiawi Hama Ulat dan Kubis (Plutella Xylostella L), (Lepidoptera : Y Ponomucutidal) Pada Tanaman Kubis. Tesis III Universitas Padjajaran 388 pp.
Bakti, D,M, Saragih dan J. Sagala. 1996. Dampak Aplikasi Insektisida Terjadwal Terhadap Parasitoid Diadegma Semiclausum di Tanah Karo. Bahan Yang akan disampaikan pada seminar nasional pengendalian hayati, di UGM Yogyakarta pada tanggal 2324 November 1996.
Sagala, B. 1996. Prospek dan Masalah Pemasaran Hasil Pertanian Hortikultura Yang Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara. Ceramah disampaikan dalam seminar sehari di USI tanggal 29 Juli 1996, 19pp. Sri Noegrohati, 1992. Residu Analysis of the Environment. Journal of Ecology. Vol. 5; 127-233.
Christanti Sumardiyono. 1996. Masalah Resisten Pestisida Menghadapi Abad 21. Seminar Atas Kemajuan IPTEK Pertanian Memasuki abad Yogyakarta. 8 pp.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. 275 p.
Colborn, Theo, Grederick S, Vom Saal, And Ana M. Soto. 1993. Developmental of Endocrine Distrupting Chemicals in Wildlife and Humand, Environmental
Wiles, Richard and Chris Campbell. 1993. Pesticides in Children’s Food Washington,DC; Environmental Working Group.
[ 63 ]