STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Mempelajari Pengaruh Lama Fermentasi Dan Lama Penyangraian Biji Kakao Terhadap Mutu Bubuk Kakao Sentosa Ginting Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Quality Medan
ABSTRACT The research was performed to find the effect or fermentation time and roasting time of cacao nuts (Theobroma cacao L) on the quality of cocoa powder. The research had been performed using factorial completely randomized design with two factors i.e : fermentation time (T) : (0, 2, 4 and 6 days) and roasting time (P) : (0, 25, 50 and 75 minutes). Parameter analysed were moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic values (flavour, colour and taste). The result showed that fermentation time had highly significant effect on moisture content, ash content, fat content and organoleptic values (flavour, colour and taste) and had no significant effect on solubility. Roasting time had highly significant effect on moisture content, organoleptic values (flavour and taste) but had no significant effect on ash content, fat content, solubility and organoleptic value colour. The interaction of fermentation time and roasting had highly significant effect on organoleptic value flavour, had significant effect on organoleptic value taste but had no significant effect on moisture content, ash content, fat content, solubility and organoleptic colour. The 4 fermentation time and 50 minutes roasting time produced the best quality of cocoa powder. Keywords : cocoa powder, fermentation time, roasting time
Pendahuluan Bubuk kakao (cocoa powder) merupakan salah satu produk olahan dari biji cokelat/ kakao. Bubuk kakao adalah produk kakao berbentuk bubuk yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan lemaknya dengan atau tanpa perlakuan alkalisasi. Proses pengolahan biji kakao akan menentukan mutu produk akhir dari kakao tersebut. Fermentasi biji kakao merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu produk akhir dari kakao olahan karena dalam proses fermentasi terjadi pembentukan calon
Pada kehidupan sehari – hari hampir semua orang mengenal cokelat yang merupakan bahan makanan yang banyak digemari masyarakat terutama bagi anak – anak dan remaja. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan lemak cokelat bersifat mencair dan meleleh pada suhu tubuh. Disamping itu makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena didalamnya terdapat protein dan lemak dan unsur – unsur penting lainnya (Khomsen, 2002).
[6]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
25 menit, 50 menit dan 75 menit pada suhu 90°C. Fermentasi biji kakao dilakukan didalam peti kayu sesuai dengan faktor lama fermentasi, kemudian biji dicuci, dikeringkan dalam oven selama 50 jam pada suhu 50°C hingga kadar air biji kakao mencapai 7%. Penyangraian dilakukan pada suhu 90°C sesuai dengan faktor lama penyangraian dengan wadah kuali tanah. Selanjutnya biji kakao digiling halus kemudian hasil gilingan di press (hydroulic press) untuk memisahkan lemak kakao (cocoa butter) dengan bungkil inti biji. Bungkil inti dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 20 menit, kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan 50 mesh sehingga diperoleh bubuk kakao (cocoa powder). Pengujian parameter mutu dilakukan terhadap kadar air menggunakan metode oven (AOAC, 1984), kadar abu (Sudarmadji, et al., 1989), kadar lemak metode Soxhlet (Sudarmadji, et al., 1989), daya larut dalam air (SNI-06-1451-1989) dan organoleptik (aroma, rasa dan warna) menggunakan metode Soekarto, 1985 dengan skala numerik. Aroma (4 = sangat kuat, 3 = kuat, 2 = agak kuat, 1 = tidak kuat), warna (4 = sangat cokelat, 3 = cokelat, 2 = agak cokelat dan 1 = tidak cokelat) dan rasa (4 = tidak pahit, 3 = agak pahit, 2 = pahit dan 1 = sangat pahit)
cita rasa (Precursor) yang khas dari kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki seperti rasa sepat dan pahit. Demikian juga halnya dengan proses penyangraian (roasting) berperan serta dalam menentukan mutu dari bubuk kakao yang dihasilkan. Fermentasi dan penyangraian biji mengakibatkan sifat – sifat cita rasa bubuk kakao berbeda – beda misalnya intensitas cocoa, flavour, rasa pahit, astringent dan keasaman. Acidifikasi biji kakao oleh asam asetat selama fermentasi berlangsung sangat penting untuk pengembangan flavour atau cita rasa dan berkurangnya polifenol terlarut, theobromine, caffeine serta komponen volatile. Penyangraian menyebabkan pengembangan aroma yang spesifik dengan adanya reaksi Maillard, karamelisasi gula, degradasi protein dan pembentukan komponen – komponen volatile seperti pyrazin yang merupakan salah satu komponen flavour yang diinginkan. (Departemen Pertanian, 2008) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan lama penyangraian biji kakao terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan.
Bahan dan Metode Penelitian dilakukan diLaboratorium Teknologi Hasil Pertanian Departemen Tekhnologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan (Januari – Maret 2009). Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) factorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah lama fermentasi (T) yang terdiri dari 4 taraf yaitu : 0 hari, 2 hari, 4 hari, dan 6 hari. Faktor kedua adalah lama penyangraian (P) yang terdiri dari empat taraf yaitu : 0 menit,
Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian setelah dianalisis secara statistik menunjukkan bahwa lama fermentasi dan lama penyangraian memberi pengaruh terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 serta pengaruh interaksinya pada Tabel 3.
[7]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 Tabel 1. Pengaruh lama fermentasi terhadap parameter mutu bubuk kakao
Uji Organoleptik Aroma Warna Rasa 0 hari 5,81 A 6,64 A 27,30 A 88,54 A 2,16 C 1,94 D 1,85 C 2 hari 5,02 B 5,50 B 23,66 B 89,59 A 2,90 B 2,61 C 2,75 B 4 hari 3,64 C 4,98 C 22,83 B 90,97 A 3,40 A 3,65 A 3,55 A 6 hari 3,46 D 3,84 D 22,53 B 41,69 A 3,26 A 3,26 B 3,40 A Keterangan : Angaka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji beda rataan terkecil (LSR). Lama Fermentasi
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Kadar Lemak (%)
Daya Larut (%)
Tabel 2. Pengaruh lama penyangraian terhadap parameter mutu bubuk kakao Kadar Kadar Kadar Daya Uji Organoleptik Air Abu Lemak Larut Aroma Warna Rasa (%) (%) (%) (%) 0 menit 5,00 A 5,28 A 24,28 A 88,02 A 2,56 C 2,74 A 2,61 C 25 menit 4,56 B 5,25 A 23,92 A 90,39 A 2,91 B 2,82 A 2,81 B 50 menit 4,33 C 5,12 A 23,80 A 91,16 A 3,17 A 2,91 A 3,03 A 75 menit 4,04 D 5,30 A 24,30 A 91,21 A 3,08 A 2,95 A 3,08 A Keterangan : Angaka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji beda rataan terkecil (LSR). Lama Penyangraian
Semakin lama proses fermentasi biji kakao maka kadar lemak bubuk kakao yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena aktivitas mikroba semakin aktif mendegradasi senyawa komplek menjadi senyawa sederhana sehingga memudahkan pengeluaran lemak dari biji kakao pada proses pengepressan akibatnya kadar lemak bubuk kakao semakin berkurang atau menurun. Aroma bubuk kakao yang dihasilkan semakin meningkat dengan semakin lama fermentasi biji kakao hingga lama fermentasi 4 hari. Pada fermentasi 6 hari aroma bubuk kakao semakin menurun dengan skor numerik 3,26 yang artinya aroma bubuk kakao masih kuat atau tajam sedangkan pada biji kakao yang tidak difermentasi (lama fermentasi 0 hari) skor numerik 2,16 yang menunjukkan aroma bubuk kakao agak kuat. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi biji kakao terjadi penguraian secara hidrolisis terhadap senyawa – senyawa polifenol, protein dan gula oleh enzim – enzim
Hasil analisis data secara statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap mutu bubuk kakao yang dihasilkan. Semakin lama fermentasi dilakukan maka kadar air bubuk kakao semakin menurun. Hal ini disebabkan karena aktivitas mikroba dan enzim dalam mendegradasi jaringan komplek (pulp) menjadi senyawa organik sederhana lebih aktif sehingga pulp hancur akibatnya pori - pori menjadi terbuka yang memudahkan pengeluaran air selama pengeringan (Nasution, et al., 1985) Kadar abu bubuk kakao semakin menurun dengan semakin lama fermentasi biji kakao. Hal ini sebagai akibat dari banyaknya mineral – mineral yang larut dalam air dan dalam lemak sehingga akan bersama – sama keluar selama proses pengolahan yaitu proses pengeringan dan pengepresan yang dilakukan akibatnya kadar abu akan semakin rendah bila fermentasi semakin lama dilakukan.
[8]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
biji kakao dan produk olahannya termasuk bubuk kakao yang dihasilkan. Lama penyangraian berpengaruh terhadap kadar air, aroma dan rasa tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar abu, kadar lemak, daya larut dan warna bubuk kakao berdasarkan uji statistik seperti terlihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin lama penyangraian maka kadar air semakin menurun. Kadar air bubuk kakao sebesar tertinggi 5% terdapat pada perlakuan tanpa penyangraian dan kadar air bubuk kakao terendah sebesar 4,04% terdapat pada penyangraian selama 75 menit. Hal ini disebabkan karena semakin lama penyangraian dilakukan maka semakin banyak air yang dapat diuapkan akibatnya kadar air bubuk kakao semakin rendah jika penyangraian semakin lama dilakukan. Lama penyangraian berpengaruh terhadap aroma bubuk kakao. Semakin lama penyangraian maka aroma bubuk kakao semakin meningkat. Skor numerik aroma bubuk kakao tertinggi terdapat pada perlakuan lama penyangraian selama 75 menit dengan skor 3,08 yang berarti aroma bubuk kakao sangat kuat (bau khas cokelat) sedangkan skor aroma terendah 2,55 terdapat pada perlakuan tanpa penyangraian. Komponen cita rasa khas cokelat terbentuk selama penyangraian atau roasting dari calon – calon pembentuk cita rasa (precursor) seperti asam amino, peptide, gula produksi dan kuinon. Selama penyangraian maka precursor cita rasa tersebut akan bereaksi satu sama lain melalui reaksi maillard yang menghasilkan komponen – komponen mudah menguap dan beraroma khas cokelat termasuk didalamnya golongan alkohol, ester, furan, tiazol, ester, aldehid, pirazin dan pirol (Winarno, 1997).
menjadi senyawa – senyawa precursor aroma, rasa dan perubahan warna (Widyomoto, et al., 2004) dan Departemen Pertanian, 2006). Flavour kakao terbentuk setelah biji kakao mengalami proses fermentasi diikuti oleh proses pengeringan. Dua tipe reaksi biokimia yang bertanggung jawab untuk memproduksi precursor flavour kakao yaitu reaksi hidrolisis saat fermentasi dan reaksi oksidasi selama penyangraian biji kakao (Lopez, 1986). Lama fermentasi berpengaruh terhadap warna bubuk kakao yang dihasilkan. Pada fermentasi yang berlangsung selama 4 hari mengahasilkan warna bubuk kakao dengan skor 3,65 (berwarna cokelat) sedangkan pada biji kakao tanpa fermentasi skor numeriknya 1,96 yang berarti bubuk kakao yang dihasilkan belum berwarna cokelat. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi biji kakao terjadi perubahan warna biji kakao dari warna ungu atau violet (belum difermentasi) menjadi berwarna cokelat setelah mengalami proses fermentasi dan penyangraian. Lama fermentasi berpengaruh terhadap rasa bubuk kakao yang dihasilkan. Skor numerik rasa tertinggi 3,55 (tidak pahit) diperoleh pada perlakuan fermentasi 4 hari sedangkan skor terendah 1,85 (agak pahit) terdapat pada biji kakao yang tidak difermentasi. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi berlangsung terjadi degradasi senyawa – senyawa penyebab rasa pahit dan sepat (astringent) sehingga semakin lama fermentasi maka degradasi senyawa tersebut semakin besar akibatnya rasa bubuk kakao yang dihasilkan menjadi tidak pahit dan tidak kelat. Menurut Misnawi (2005) bahwa fermentasi yang sempurna akan menentukan cita rasa
[9]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
berpengaruh nyata, sedangkan organoleptik rasa dan aroma berpengaruh sangat nyata seperti terlihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rasa dan aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 4 hari dan lama penyangraian 50 menit dengan skor 3,85 yang berbeda sangat nyata dengan rasa dan aroma pada perlakuan tanpa fermentasi dan tanpa penyangraian. Peningkatan organoleptik rasa dan aroma ini terjadi akibat degradasi komponen polifenol, protein dan gula oleh enzim semakin sempurna diikuti oleh penyangraian yang semakin baik sehingga pembentukan cita rasa dan aroma semakin sempurna akibatnya rasa dan aroma bubuk kakao yang dihasilkan menjadi semakin baik. Apabila fermentasi dilakukan dengan baik dan benar desertai dengan penyangraian yang cukup maka akan menghasilkan rasa dan aroma cokelat yang khas sehingga menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik.
Lama penyangraian berpengaruh terhadap organoleptik rasa bubuk kakao. Semakin lama penyangraian maka nilai organoleptik rasa bubuk kakao yang dihasilkan semakin meningkat dengan nilai skor tertinggi 3.08 (rasa agak pahit) terdapat pada lama penyangraian 75 menit dan terendah dengan nilai 2,61 (rasa pahit) terdapat pada perlakuan tanpa penyangraian. Biji kakao yang telah disangrai memiliki aroma cokelat yang khas dengan rasa sepat, pahit dan asam yang rendah. Selama penyangraian hampir seluruh komponen tanin terurai sehingga rasa sepat dan pahit menjadi hilang (Minifie, 1999). Tabel 3. Pengaruh lama fermentasi dan lama penyangraian Perlakuan T1P1
Organoleptik Rasa (Numerik) 1,75 H
Organoleptik Aroma (Numerik) 2,05 I
T1P2
1,80 H
2,15 I
T1P3
1,90 H
2,20 I
T1P4
1,95 H
2,25 I
T2P1
2,55 G
2,60 H
T2P2
2,70 FG
2,85 FGH
T2P3
2,80 EFG
3,15 DEF
T2P4
2,98 EF
3,00 EFG
T3P1
3,10DE
2,85 FGH
T3P2
3,45 BC
3,25 SDE
T3P3
3,85 A
3,85 A
T3P4
3,80 AB
3,65 AB
T4P1
3,05 DEF
2,70 GH
T4P2
3,35 CD
3,40 BCD
T4P3
3,55 ABC
3,50 BC
T4P5
3,65 ABC
3,45 BCD
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik (Aroma, warna dan rasa) dan tidak berpengaruh terhadap daya larut dalam air. Lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan organoleptik aroma dan rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, daya larut dalam air dan organoleptik warna. Interaksi antara lama fermentasi dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma dan rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya
Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji beda rataan terkecil (LSR).
Pengaruh interaksi lama fermentasi dan lama penyangraian biji kakao terhadap mutu bubuk kakao setelah dianalisis secara statistik menunjukkan bahwa kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya larut dan organoleptik warna tidak
[ 10 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 Indonesia. Badan Nasional, Jakarta.
larut dalam air dan organoleptik warna. Lama fermentasi 4 hari dan lama penyangraian 50 menit menghasilkan mutu bubuk kakao yang terbaik.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1989. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan. Liberty, Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaja Utama, Jakarta.
AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C. Departemen Pertanian, 2008. Desain Teknologi Pengolahan Pasta, Lemak, dan Bubuk Cokloat untuk Kelompok Tani. http://agribisnis.deptan.go.id. [8 Maret 2009]. Departemen Pertanian, 2006. Komposisi dan Teknologi Pengolahan Biji Kakao [8 http://agribisnis.deptan.go.id. Maret 2009]. Khomsan, A. 2002. Cokelat Baik untuk Jantung dan Suasana Hati. http://kolom.pacific.net.id/ind. [1 Maret 2009]. Lopez,A.S., 1986. The Cocoa Pulps Soft Drink Industry In Brazil and its Effects On Head Fermentation. International Cocoa Research Conference. Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. WartaPusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21 (3). Oktober 2005, Jember. Nasution, Z., M.C. Wahyudi dan S.L. Betty, 1985. Pengolahan Coklat. Agroindustri. IPB-Press, Bogor. Soekarto, E., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan Dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Standar Nasional Standarisasi
Standarisasi
Indonesia, 2000. Mutu Cokelat
[ 11 ]