STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Pengaruh Propagula Dan Varietas Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum Linn.) Sabar Ginting Dosen Fakultas Pertanian Universitas Quality Medan
ABSTRACT This study aims to determine the effect propagula and varieties on growth and yield of potato (Solanum tuberrosum L.) in the highlands, a pot experiment conducted in a plastic house in Pasir Sarongge (Cipanas) at an altitude of 1080 m above sea level, using the method research Completely Randomized Design (CRD) with 2 factors: the first factor of Type Varieties (Granola (V1), Desiree (V2), and Cipanas (V3)), the second factor of Type Propagula (bud cuttings of tubers (P1), cuttings books single (P2), tuber buds intact compound (P3), and tuber sprouts intact single (P4). Variable parameters were growth (plant height, number of plants, number of segments, the average segment length, leaf area, harvest index, number of branches below ground, the number of branches on the ground, weight brangkasan brangkasan wet and dry weight), production variables consisted of wet tuber weight, tuber dry weight, water content of tubers, total tuber number, average tuber weight, percentage of root and tuber dry matter percentage). Keywords: variety, propagula, potatoes.
Pendahuluan infrastruktur dan faktor-faktor kemudahan lainnya yang sudah tersedia, serta kemungkinan pemasaran dan pengelolaan hasil di daerah, beberapa provinsi mempunyai potensi untuk mengembangkan komoditi kentang (Ditjen Pertanian Tanaman Pangan, 1984). Tanaman kentang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan antara lain di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Barat dan daerah pengembangan baru adalah Kalimantan Barat, Bengkulu dan Aceh (Perhimpunan Hortikultura Indonesia,
Kentang (Solanum tuberosum Linn.) merupakan salah satu komoditi hortikultura penting di Indonesia yang diusahakan oleh petani secara komersial terutama di dataran tinggi. Produksi kentang selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor. Di Indonesia tanaman kentang merupakan salah satu jenis sayuran dataran tinggi yang dapat menaikkan pendapatan petani. Berdasarkan syarat agroklimat yang harus dipenuhi bagi produksi dan pertimbangan agroekonomi, sarana transportasi, faktor kelengkapan
[ 31 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
batang, stek buku tunggal dan stek tunas ketiak daun (Bryan, 1980; Graza, 1985). Selanjutnya Bryan (1980) mengatakan bahwa kombinasi beberapa tehnik perbanyakan cepat akan memberikan kecepatan pelipat gandaan sebesar 1 : 40 atau lebih. Gambar 1 memperlihatkan kombinasi cara-cara perbanyakan tanaman tersebut dan jenis propagula yang dihasilkan. Tehnik ini perlu diuji sebelum disebar luaskan di tingkat petani. Dari latar belakang tersebut di atas timbullah minat penulis untuk meneliti beberapa metodik perbanyakan cepat dengan menggunakan stek tunas umbi dan stek buku tunggal dan mengukur perbedaan pertumbuhan dan produksinya dibandingkan dengan propagula lainnya yaitu umbi utuh tunas majemuk dan umbi utuh tunas tunggal pada tiga varietas kentang. Untuk mengetahui pengaruh jenis propagula dan jenis varietas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang di dataran tinggi.
1987). Dalam program pengembangan tanaman kentang ada beberapa kendala yang dihadapi yaitu masalah bibit kentang bebas virus, masalah penyakit dan penggunaan sarana produksi secara tepat dan efisien. Pada tahun 1975 dan tahun 1976 kontaminasi dengan virus oleh Aphids adalah merupakan masalah penting (Marinus, 1985). Huraerah Abu (1984) mengemukakan bibit yang ditanam di daerah-daerah berasal dari generasi yang telah berulang kali ditanam sehingga perlu dibebaskan dari virus yang telah terakumulasi itu. Eliminasi penyakit memakan waktu yang lama dan produksi bibit kentang yang bebas virus sukar dilakukan di Indonesia. Produksi bibit sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan bibit yang meningkat setiap tahunnya. Untuk peningkatan produksi pertanian, bibit bermutu merupakan faktor utama. Srie Ati (1982) menyatakan umumnya kentang dibiakkan secara vegetatif dengan umbi sehingga ada kemungkinan penyakit terbawa melalui umbi. Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam negeri, maka dilakukan impor bibit dari luar negeri. Bibit impor ini disamping memerlukan devisa yang besar, juga kemungkinan membawa penyakit berbahaya yang belum ada di Indonesia. Penanggulangan masalah bibit kentang di Indonesia dapat dilakukan melalui: (1) biji botanis, (2) kultur jaringan dan (3) perbanyakan cepat. Masalah perbanyakan dengan biji adalah ketidakseragaman tanaman, umur tanaman yang panjang serta umbi yang dihasilkan kecil-kecil (Sahat Sudjoko dan Sunarjono, 1985). Perbanyakan cepat bibit melalui kultur jaringan memakan waktu yang lama dan peralatan yang khusus dibandingkan dengan perbanyakan cepat melalui stek tunas umbi, juga stek
Bahan dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kentang varietas Granola, Desiree dan Cipanas, stek tunas umbi, stek buku tunggal dari masing-masing varietas, tanah andosol, pupuk kandang ayam, pasir, humus, pupuk buatan (urea, TSP, dan KCl), pupuk NPK (15:15:15), Antracol, Benlate, Lannate L, Dithane M-45, Agrept 25 WP. Alat Gelas ukur (10 ml dan 1000 ml), ember plastik, bak plastik ukuran 37 x 28 x 5 cm3, kantong plastik kecil warna putih ukuran 8 x 12 cm2, kantong plastik hitam yang besar ukuran 40 x 60 cm2,
[ 32 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
stek tunas umbi (P1), tunas dirompes dan bersama-sama dengan stek buku tunggal (P2) direndam dalam Benlate, Lannate L, Dithane M-45 dan Agrepth 25 WP masing-masing 0,2% selama 10 menit untuk setiap perendaman. Selanjutnya stek tunas umbi dan stek buku tunggal ditanam dalam polybag putih berukuran 8 x 12 cm2. Media yang dipakai terdiri dari humus dan pasir 2:1 yang disteril. Tanaman dibiarkan tumbuh selama 16 hari.
oven, timbangan, kertas karton, papan, bambu, kawat, plastik putih untuk naungan, alat pengolah tanah (babat, cangkol, skop), goni, tong untuk sterilisasi tanah, tissue, pisau silet, deterjen lysol, spidol dan cat, selang untuk menyiram, ember, gembor dan sprayer. Metode Penelitian Percobaan ini adalah percobaan faktorial dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama terdiri dari tiga jenis kentang yaitu Granola (V1), Desiree (V2) dan Cipanas (V3). Faktor kedua terdiri dari empat jenis propagula yaitu stek tunas umbi (P1), stek buku tunggal (P2), umbi utuh tunas majemuk (P3) dan umbi utuh tunas tunggal (P4).
Pertanaman
Langkah awal dari penelitian ini adalah mempersiapkan bibit yang bobotnya kurang lebih 35 g/umbi sebanyak 25 kg. Umbi direndam dalam Benlate 0,2 % selama 10 menit untuk menghindari kebusukan umbi. Sebahagian umbi disimpan di lemari pendingin. Untuk memperoleh stek buku tunggal sebahagian umbi ditumbuhkan dalam bak plastik ukuran 37 x 28 x 5 cm3 dengan jarak tanam 5 x 5 cm2 dengan media tanah dan pupuk kandang ayam 2 : 1 yang telah disterilkan. Tanaman dibiarkan tumbuh selama 16 hari (berdaun 5-6 daun tunggal), kemudian dilakukan penyetekan dengan membiarkan satu buku dan satu daun tunggal. Tiga hari sebelum dilakukan penyetekan tanaman disemprot NPK (15:15:15).
Dua hari sebelum penanaman ke polybag besar, umbi dikeluarkan dari lemari pendingin. Keempat jenis propagula dari ketiga varietas ditanamkan bersama-sama dalam polybag berukuran 40x60 cm yang telah diisi tanah andosol dan pupuk kandang (2:1) yang telah steril sebanyak 12,5 kg per polybag. Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan pemupukan dengan urea 3,6 g/polybag, TSP 7,2 g/polybag dan KCl 3,5 g/polybag. Penanaman dilakukan secara acak sesuai dengan bagan percobaan. Selanjutnya tiap tanaman diberi ajir pada umur 15 hari setelah tanam, penyiraman dilakukan setiap hari. Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur dua minggu. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan dengan urea 3,6 g/polybag. Pencegahan terhadap hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan Lannate L, Benlate, Dithane M45 dan Agrepth 25 WP masing-masing 0,2% dengan interval sekali seminggu. Penyemprotan dilakukan sampai menjelang seminggu sebelum panen.
Pembibitan
Pengamatan
Dari lemari pendingin sebahagian umbi dikeluarkan untuk memperoleh
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan dan produksi. Pertumbuhan tanaman diukur mulai
Pelaksanaan Penelitian Persemaian
[ 33 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 Persemaian
dari umur 15 HST dilakukan dua minggu sekali, produksi diukur pada saat panen. Peubah pertumbuhan : 1. Tinggi tanaman (cm) 2. Jumlah tanaman dihitung 2 minggu sekali 3. Jumlah ruas dan panjang ruas dihitung 2 minggu sekali 4. Luas daun (cm) diambil secara destruktif 5. Indeks panen adalah nisbah bobot umbi kering dengan bobot kering total tanaman data diambil pada saat tanaman berumur 75 hari setelah tanam 6. Jumlah cabang dibawah tanah didefenisikan sebagai batang yang keluar dan tumbuh dari dalam tanah berkembang menjadi batang baru baik tunas maupun batang utama di hitung pada saat panen 7. Jumlah cabang diatas tanah (pada saat panen) 8. Bobot brangkasan basah (g) 9. Bobot brangkasan kering
Di pesemaian terlihat adanya beberapa perbedaan pertumbuhan antara varietas Granola (V1), Desiree (V2) dan Cipanas (V3). Dalam pembentukan tunas varietas Granola dan Cipanas lebih cepat dibanding Desiree, tetapi Desiree mempunyai jumlah tunas lebih banyak. Daun Granola dan Cipanas lebih lonjong, sedangkan Desiree lebih bulat. Di pesemaian semua umbi menghasilkan tunas. Pembibitan Ternyata stek tunas umbi (P1) dan stek buku tunggal (P2) yang ditanam di polybag kecil, pertumbuhannya seragam untuk ketiga varietas yang digunakan. Pertanaman Pada umur 15 hari setelah tanam propagula stek tunas umbi (P1) dan stek buku tunggal (P2) tunasnya lebih tinggi dibandingkan dengan propagula umbi utuh tunas majemuk (P3) dan umbi utuh tunas tunggal (P4). Hal ini disebabkan oleh kondisi awal saat pemindahan stek tunas umbi dan stek buku tunggal telah tumbuh lebih dahulu (gambar 2). Primordia bunga hanya kelihatan pada varietas Desiree pada umur 60 hari setelah tanam, tetapi tidak berlanjut ke pembentukan bunga. Penyakit layu yang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum ada menyerang beberapa tanaman pada umur 30 hari setelah tanam, tetapi setelah dilakukan penyemprotan dengan Agrept 25 WP ternyata serangan dapat diatasi. Pada saat panen lebih kurang 3% umbi dilubangi oleh anjing tanah (Gryllotalpa sp) dan serangan itu merata kesemua perlakuan.
Peubah produksi: 10. Bobot umbi basah (g) 11. Bobot umbi kering (g) 12. Kadar air umbi data diperoleh dari Kadar air = Bobot umbi basah – bobot umbi kering Bobot Umbi Basah
13. Jumlah Umbi total (umbi). 14. Bobot umbi rataan (g). 15. Persentase klas umbi : a.Klas umbi ukuran kecil yang bobotnya <30 g/umbi, b.Klas umbi ukuran besar yang bobotnya >30 g/umbi. 16. Persentase bahan kering umbi (%). Persentase bahan kering umbi = Bobot umbi kering x 100% Bobot umbi basah
Hasil dan Pembahasan Keadaan Umum
[ 34 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Menurut Williams dan Joseph (1970) pengukuran tinggi tanaman ada kalanya lebih sesuai, khususnya untuk mengetahui respon tanaman terhadap lingkungannya daripada pengukuran bobot kering tanaman, dalam hal ini tinggi tanaman merupakan indeks suatu pertumbuhan tanaman. Dari hasil analisis ternyata tinggi tanaman pada awal pertumbuhan sampai umur 45 hari setelah tanam tidak dipengaruhi oleh varietas, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya Desiree (V2) paling tinggi diikuti oleh Granola (V1) dan terendah Cipanas (V3). Perbedaan tinggi tanaman tersebut disebabkan oleh jumlah ruas terbanyak pada Desiree kemudian Granola dan terendah Cipanas. Untuk propagula ternyata pada awal pertumbuhan sampai umur 30 hari setelah tanam berbeda sangat nyata (tabel 2). Propagula stek tunas umbi (P1) dan stek buku tunggal (P2) lebih tinggi dibandingkan dengan umbi utuh tunas majemuk (P3) dan umbi utuh tunas tunggal (P4). Pada P1 tinggi tanaman diakibatkan oleh jumlah ruasnya, pada P2 dan P3 akibat jumlah ruas dan panjang ruas, sedangkan pada P3 karena pengaruh panjang ruasnya. Pada akhir percobaan tidak terdapat perbedaan antara jenis propagula (tabel 3). Gambar 4 menunjukkan adanya pola pertumbuhan yang hampir sama untuk semua perlakuan. Sampai umur 60 hari setelah tanam terlihat pertumbuhan cepat, diikuti pertumbuhan lambat pada tahap berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Okazawa (1973) yang menyatakan pada minggu keenam dan ketujuh mulai terjadi pertumbuhan lambat, karena terjadinya awal dari pembentukan umbi dan penumpukan pati.
Respons peubah yang diukur Pada tabel 2 dapat dilihat hasil analisis sidik ragam dari semua peubah yang diukur. Dari hasil itu dapat dilihat bahwa ada peubah yang: 1. Tidak berbeda nyata pada pengaruh varietas, propagula maupun interaksinya yaitu tinggi tanaman 45 HST, panjang ruas rataan 45 dan 60 HST, bobot umbi rataan, persentase umbi ukuran lebih kecil dari 30 g/umbi maupun ukuran lebih besar atau sama dengan 30 g/umbi. 2. Berbeda sangat nyata hanya pada pengaruh varietas yaitu tinggi tanaman pada umur 60 dan 75 HST, jumlah ruas 60 HST dan 75 HST. 3. Berbeda sangat nyata hanya pada pengaruh propagula yaitu tinggi tanaman pada umur 15 dan 30 HST, jumlah tanaman pada umur 30,45,60 dan 75 HST, jumlah ruas 30 dan 45 HST, jumlah cabang di bawah tanah, cabang di atas tanah, bobot umbi basah, jumlah umbi total dan berbeda nyata pada jumlah ruas 75 HST dan panjang ruas rataan 75 HST. 4. Berbeda sangat nyata pada pengaruh propagula dan interaksinya nyata yaitu bobot umbi kering. 5. Berbeda sangat nyata pada pengaruh varietas, propagula dan interaksinya yaitu bobot berangkasan basah. Pengaruh varietas dan propagula sangat nyata, interaksi antara varietas dengan propagula nyata yaitu bobot brangkasan kering. Sedangkan yang pengaruh varietasnya sendiri berbeda nyata, pengaruh propagula sangat nyata dan interaksi varietas dengan propagula nyata terhadap bobot kering total tanaman. Peubah Pertumbuhan Tinggi Tanaman
[ 35 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
Umur 60 hari setelah tanam, propagula tidak berbeda nyata, tetapi pada umur 75 hari setelah tanam berbeda nyata, terbanyak P1, P4 dan P2 terendah P3. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya persaingan dalam pembentukan jumlah ruas. Untuk panjang ruas pada awal pertumbuhan jenis propagula tidak berpengaruh, tetapi pada umur 75 hari setelah tanam berbeda nyata, terbanyak P3, P4, P2 terendah P1. Ternyata semakin banyak jumlah ruas, semakin pendek ruasnya dan sebaliknya.
Jumlah Tanaman Perkembangan jumlah tanaman sejak awal pertumbuhan sampai tanaman berumur 75 hari setelah tanam, tidak dipengaruhi oleh varietas, tetapi sebaliknya propagula sejak awal pertumbuhan sampai berumur 75 hari berbeda sangat nyata (tabel 2). Jenis propagula yang jumlah tanamannya terbanyak P3 dan P1, ini kemungkinan karena semua tunas pada umbi dibiarkan tumbuh, sehingga tanaman pada P3 dapat berupa cabang di bawah tanah atau batang utama. Pada P1 walaupun dari satu tunas rompesan, pada dasar tunas terdapat banyak tunas yang aktif, mata-mata tunas ini akan tumbuh menjadi tanaman baru.
Luas daun Menurut Moorby dan Milthorpe (1975) indeks luas daun semakin besar, memberikan hasil umbi semakin besar. Luas daun pada umur 75 hari setelah tanam, daun Granola terluas pada P4, P3, P1 dan terendah pada P2, untuk Desiree terluas pada P3, P4, P2 terendah pada P1, sedangkan Cipanas daunnya terluas pada P1, P4, P3 dan terendah P2. Hal ini disebabkan respons varietas (genotipa) terhadap lingkaungan. Terdapat korelasi positip sangat nyata antara luas daun dengan bobot umbi basah pada umur 75 hari setelah tanam (r=0,71). Source yang tinggi
Jumlah ruas dan panjang ruas rataan Pada awal pertumbuhan jumlah ruas maupun panjang ruas rataan tidak dipengaruhi oleh jenis varietas tetapi jumlah ruas sejak umur 60 hari setelah tanam berbeda sangat nyata. Varietas Desiree mempunyai jumlah ruas terbanyak diikuti oleh Granola dan terendah Cipanas. Untuk jenis propagula pada awal pertumbuhan jumlah ruas berbeda sangat nyata, terbanyak pada P1, P2, P3 dan terendah P4 (tabel 2).
[ 36 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 memberikan produksi yang tinggi pula dan masih tergantung kepada sink. Rendahnya kekuatan sink (wadah) menyebabkan permintaan asimilat juga rendah yang merupakan salah satu sebab mengapa hasil umbi rendah dan bukan disebabkan oleh turunnya laju translokasi seperti yang dikemukakan oleh Burton (1978). Indeks panen juga merupakan penentu produksi disamping luas daun. Dari hasil percobaan ternyata indeks panen ada yang mencapai 89,07% dan terendah 58,79%. Menurut Tanaka (1980) indeks panen pada tanaman kentang umumnya lebih besar dari 80% (yang jauh lebih besar dari tanamantanaman lainnya).
pengaruh jumlah cabang di bawah tanah terhadap produksi umbi basah.
Jumlah cabang di bawah tanah
Bobot brangkasan basah
Dari hasil analisa ternyata jumlah cabang di bawah tanah tidak dipengaruhi oleh jenis varietas, tetapi dipengaruhi oleh jenis propagula, P3 menghasilkan jumlah cabang di bawah tanah terbanyak diikuti oleh P1, P2 dan terendah P4. Banyaknya jumlah cabang di bawah tanah pada P3 dan P1 karena semua tunas dibiarkan tumbuh sehingga kerapatan batang meningkat. Peningkatan kerapatan batang tanaman akan meningkatkan jumlah umbi persatuan luas (Kusumo, 1980; Moorby dan Milthorpe, 1975). Sedangkan menurut Wiersema (1987) peningkatan kerapatan batang berhubungan dengan jumlah umbi yang terbentuk dan besarnya umbi. Terdapat korelasi positif sangat nyata antara cabang di bawah tanah dengan jumlah umbi total (r = 0,41), berarti semakin banyak jumlah cabang di bawah tanah, jumlah umbi cenderung lebih banyak. Korelasi antara cabang di bawah tanah dengan bobot umbi basah tidak nyata (r = 0,28), berarti dalam percobaan ini kecil
Dari hasil analisis ternyata jenis varietas dan propagula, juga interaksinya berpengaruh sangat nyata (tabel 2). Interaksi antara Granola dengan propagula terberat pada P3, P4, P1 dan terendah P2, untuk Desiree terberat pada P3, P4, P2 terendah P1, sedangkan interaksi varietas cipanas dengan propagula terhadap bobot brangkasan basah terberat pada P4, P3, P1 dan terendah P2. Interaksi antara varietas dan propagula secara umum P3, P4 lebih berat bobot brangkasan basahnya dibanding P1 dan P2 untuk ketiga varietas. Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa pengaruh propagula asal umbi (P3, P4) lebih berat dari propagula asal stek (P1, P2).
Jumlah cabang di atas tanah Dari hasil analisis ternyata jumlah cabang di atas tanah tidak dipengaruhi oleh varietas, tetapi sangat dipengaruhi oleh jenis propagula (tabel 2). Cabang di atas tanah terbanyak pada P1 dan P3 diikuti oleh P2 terendah P4. walaupun P1, P3 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi pada P2 (stek buku tunggal) terlihat pembentukan cabang di atas tanah khas, berbeda dengan propagula lainnya, mempunyai satu batang utama dengan cabang-cabang mengarah ke satu sisi sehingga batang utama melengkung di bahagian bawahnya.
Bobot brangkasan kering Dari hasil analisis ternyata jenis varietas dan propagula berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan kering, tetapi interaksinya berpengaruh nyata. Interaksi antara Granola dengan propagula terhadap bobot brangkasan kering terberat pada
[ 37 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 Bobot umbi kering.
P3, P4, P1 dan terendah P2. Untuk Desiree terberat pada P3, P4, P2 dan terendah P1, sedangkan interaksi Cipanas dengan propagula terberat pada P3, P1, P4 dan terendah P2. Antara bobot brangkasan kering dengan bobot umbi basah terdapat korelasi positip sangat nyata (r = 0,98), ini berarti semakin berat bobot brangkasan kering, bobot umbi basah cenderung meningkat.
Dari hasil analisis ternyata jenis varietas tidak berpengaruh terhadap bobot umbi kering, jenis propagula berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi varietas dan propagula berpengaruh nyata (Tabel 2). Interaksi Granola dan propagula terberat pada P3, P1, P4 dan terendah P2. sedangkan interaksi Cipanas dengan Granola bobot umbi keringnya terberat pada P3, P1, P4, dan terendah pada P2. secara umum interaksi varietas dengan propagula terberat pada P3 dan terendah pada P2. hal ini mungkin terjadi karena pengaruh jumlah umbi terbanyak pada P3 dan terendah pada P2.
Peubah Produksi Bobot Umbi Basah Produksi umbi merupakan tujuan utama dalam penanaman kentang. Hasil analisis ternyata bobot umbi basah dipengaruhi oleh varietas secara nyata, sedangkan jenis propagula pengaruhnya sangat nyata. Bobot umbi basah terberat pada Desiree (V2) diikuti Granola (V1) dan terendah Cipanas (V3). Hal ini karena kadar air pada Granola tertinggi, diikuti Desiree dan terendah Cipanas. Kadar air umbi dipengaruhi oleh faktor genotip dan nitrogen. Ada genotip berkadar air rendah seperti Russet Burbank dan ada pula yang berkadar air tinggi seperti Norland. Granola, Desiree dan Cipanas tergolong genotip dengan kadar air umbi tinggi. Pada umumnya kadar air adalah salah satu penentu bobot umbi basah. Ternyata dari hasil penelitian diperoleh korelasi antara kadar air umbi dengan bobot umbi basah tidak nyata (r = 0,20), berarti kecil pengaruh kadar air dalam menentukan bobot umbi basah pada penelitian ini. Untuk jenis propagula ternyata bobot umbi basah terberat P3 diikuti oleh P4, P1 dan terendah P2. Disamping kadar air, bobot umbi basah juga dipengaruhi oleh jumlah umbi dan bobot rataan umbi. Bobot umbi terberat pada P3 disebabkan oleh jumlah umbinya yang banyak.
Kadar Air Umbi Hasil analisis ternyata kadar air umbi dipengaruhi varietas secara nyata, namun propagula dan interaksi varietas dengan propagula tidak berbeda nyata. Kadar air tertinggi terdapat pada varietas Granola diikuti oleh Desiree dan terendah Cipanas. Kadar air dipengaruhi oleh faktor genotip dan nitrogen. Walaupun Granola, Desiree dan Cipanas tergolong Genotip dengan kadar air umbi tinggi masih terdapat perbedaan, hal ini kemungkinan berbeda akibat respon varietas terhadap nitrogen dan lingkungan. Jumlah Umbi Total dan bobot rataan umbi Jumlah umbi total dan bobot rataan umbi tidak dipengaruhi oleh varietas, namun jumlah umbi total dipengaruhi oleh propagula, sedangkan propagula tidak beda nyata pengaruhnya terhadap bobot rataan umbi. Untuk propagula jumlah umbi total terbanyak pada P3 diikuti oleh P1 dan P4 terendah P2. Hal ini karena pada P3 jumlah cabang di bawah tanah lebih banyak dan tiap
[ 38 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011 cabang berpotensi untuk menghasilkan umbi. Pada masing-masing varietas penggunaan propagula P1, P2 dan P4 tidak berbeda jumlah umbi yang dibentuk, walaupun demikian penggunaan stek buku tunggal (P2) mempunyai kecenderungan lebih sedikit membentuk umbi dibanding dengan propagula lain. Hal ini berkaitan dengan tipe pertumbuhan tanaman itu sendiri, stek buku tunggal cenderung membentuk stolon lebih dekat ke permukaan tanah, sehingga kesempatan untuk membentuk stolon lebih sedikit akibatnya jumlah umbi total per rumpun lebih sedikit. Bobot umbi rataan lebih besar karena inisiasi umbi lebih awal, sehingga pengisian umbi lebih lama. Jumlah umbi yang banyak akan berakibat pada penurunan bobot rataan umbi (Kusumo, 1980; Sahat Sudjoko et al, 1985). Menurut Moorby dan Milthorpe (1975) pada umumnya tanaman yang mempunyai jumlah umbi sedikit, tetapi bobot rataan umbi lebih tinggi. Korelasi antara jumlah umbi total dengan bobot umbi basah dalam percobaan adalah positip sangat nyata (r = 0,76) sedangkan bobot rataan umbi berkorelasi dengan bobot umbi basah tidak nyata (r = 0,29). (tabel 8).
Bobot kering total tanaman Bobot kering total dipengaruhi oleh jenis varietas, jenis propagula maupun interaksi. Interaksi Granola dengan propagula terberat pada P3, P1, P4 dan terendah pada P2. Untuk Desiree terberat pada P3, P4, P2 terendah P1, sedangkan interaksi varietas Cipanas dengan propagula terberat pada P3, P1, P4 dan terendah P2. Secara umum interaksi varietas dengan propagula terberat pada P3 dan terendah pada P2, hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah umbi terbanyak pada P3 terendah P2, juga cabang di bawah tanah pada P3 terendah P2, juga cabang di bawah tanah pada P3 lebih banyak.
Sortasi umbi/klasifikasi umbi.
Tabel 8. Beberapa korelasi antara peubah pertumbuhan dengan peubah produksi umbi. Peubah bebas (independent)
Peubah terikat (dependent)
Cabang di bawah tanah Jumlah umbi total Cabang di bawah tanah Bobot umbi basah Luas daun 75 HST Bobot umbi basah 75 HST Bobot brangkasan kering Bobot umbi basah Jumlah umbi total Bobot umbi basah Bobot rataan umbi Bobot umbi basah Kadar air umbi Bobot umbi basah
Sunarjono (1975)mengklasifikasikan umbi untuk keperluan bibit ke dalam tiga klas: Klas I : 30-45 g/umbi, diameter 35-45 mm Klas II : 45-60 g/umbi, diameter 45-55 mm Klas III : 20-30 g/umbi, diameter 28-35 mm Umbi-umbi yang lebih kecil dari 20 g/umbi (kriel) dan yang lebih besar dari 60 g/umbi dipergunakan untuk konsumsi. Dari hasil percobaan diperoleh umbi yang bobotnya lebih
Koefisien Korelasi
0,41 ** 0,28
ns
0,71** 0,98** 0,76** ns 0,29 ns 0,20
[ 39 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
persentase bahan keringnya lebih tinggi dari Desiree (V2) dan Granola (V1).
besar dari 50 g/umbi jumlahnya sangat sedikit, sehingga untuk mencari sidik ragam persentase umbi, umbi dikelompokkan dua klas yaitu umbi yang bobotnya lebih kecil 30 g/umbi umbi ukuran kecil) dan umbi yang lebih besar atau sama dengan 30 g/umbi (umbi ukuran besar). Kedua peubah penggolongan memberikan tanggapan yang sama terhadap varietas, propagula dan interaksinya yaitu tidak berbeda nyata. Persentase umbi ukuran kecil tertinggi pada varietas Granola diikuti Desiree dan terendah Cipanas, tetapi untuk umbi ukuran besar lebih tinggi pada Cipanas dipanas dengan Desiree dan Granola. Untuk persentase umbi ukuran kecil pada penggunaan propagula, terbesar P1, P3, P2, terendah P4, sedangkan persentase umbi ukuran besar tertinggi pada P4, P2, P3 terendah P1, tetapi tidak berbeda nyata secara uji Statistika (tabel 5). Dari kenyataan di atas dapat dikatakan bahwa jika umbi yang terbentuk banyak, maka umbi kecil cenderung meningkat, sebaliknya jika umbi yang terbentuk sedikit umbinya cenderung membesar. Sesuai dengan pendapat Wiersema (1987) semakin banyak jumlah batang, semakin banyak jumlah umbi yang terbentuk dengan ukuran kecil dan sebaliknya semakin sedikit jumlah batang, jumlah umbi terbentuk sedikit dengan ukuran besar. Persentase bahan kering umbi
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan. 1. Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada varietas Desiree (V2) dan terendah pada Cipanas (V3). 2. Varietas Desiree mempunyai bobot umbi basah terberat dibandingkan dengan Granola dan Cipanas. 3. Jenis propagula mempengaruhi bobot umbi basah yang dihasilkan, terberat pada propagula umbi utuh tunas majemuk (P3). 4. Walaupun bobot umbi basah pada Cipanas (V3) terendah, tetapi persentase bahan kering umbi tertinggi dibandingkan dengan Desiree (V2) dan Granola (V1). 5. Ada kecenderungan bahwa propagula umbi utuh tunas tunggal (P4) dan stek buku tunggal (P2) menghasilkan persentase umbi yang lebih tinggi pada klas umbi di atas 30 g/umbi. Saran 1. Disarankan menggunakan umbi utuh tunas tunggal (P4) dan stek buku tunggal (P4) dan stek buku tunggal (P2) karena kedua propagula ini mempunyai umbi ukuran besar (lebih besar atau sama dengan 30 g/umbi) lebih banyak perumpun. 2. Penelitian ini perlu diuji lanjut dilapangan sebelum disebar luaskan ditingkat petani.
Salah satu komponen mutu umbi kentang adalah persentase bahan kering umbi. Penimbunan bahan kering dalam umbi dan pertumbuhan umbi ditentukan oleh jumlah asimilat yang tersedia serta kapasitas umbi menyerap asimilat (Breemer dan Thaha, 1966). Kandungan bahan kering umbi yang tinggi memperpanjang masa simpan umbi. Ternyata varietas Cipanas (V3)
Daftar Pustaka Adisarwanto, T. W. 1979. Perbanyakan Tanaman Kentang (Solanum tuberrosum L.) dengan stek pucuk. Univ. Brawijaya. Malang.
[ 40 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. I No. 01-Januari 2011
produksi umbi bibit kentang. Bull. Penel. Hort. VIII/2-129-135.
Asandhi, A. A. dan N. Gunadi. 1985. Syarat tumbuh tanaman kentang, p. 20-27. Dalam Kentang. Bal. Penel. Hort. Lembang.
Marinus, J. 1985. In vitro multiplication of potatoes; Description of methods and experience in the Netherlands. CABO, Wageningen, Netherlands. 21p.
Bodlaender, K. B. A. 1963. Influence of temperature radiation and photoperiod on development and yield, p. 199-210. In J. D. Ivins and F. L. Milthorpe. The growth of the potato. Butterworth, London.
Moorby and F. L. Milthorpe. 1975. Potato, p. 222-253. In L. E. Evans ed. Crop physiology, some case histories. Cambridge Univ. Press, London.
Booth, A. 1963. The role of growth substances in the development of stolons, p.99 -113. In J. D. Ivins and F. L. Milthorpe ed. The growth of the potato. Butterworth, London.
Okazawa, Y. 1973. Physiological Aspect of tuberization in potato plant. JARQ. Trop. Agr. Res. Cent. 7/1:1113.
Bryan, J. E. 1980. Rapid multiplication techniques for potatoes. Int. Potatoes Cent, Lima Peru. 20p.
Sahat, S., D. D. Widjajanto., I. Hidayat dan H. Sunarjono. 1985. Varietas kentang dan pemuliaannya, p. 2843. Dalam kentang Bal. Penel. Hort, Lembang.
Burton, G. W. 1978. Factors limiting potato yield in tropical region areas and the technology available for arising yields. Report of planning conference on optimizing potato productivity in developing countries. Int. Potato Cent, Lima Peru.
Srie Ati, D. S. 1982. Pengenalan penyakit virus dalam pengembangan kentang di Indonesia. Chalia, Indonesia. Sunarjono, H. 1975. Budidaya Kentang (Solanum tuberosum L.) Soeroengan, Jakarta. 66p.
Direktorat Jendral tanaman pangan direktorat bina produksi hortikultura. 1984.Program pengembangan produksi hortikultura komoditi kentang. Retek/Hort/84. Cibogo, Indonesia.
Tanaka, A. 1980. Source and sink relationship in crop production. ASPAC. Tech.Bull. 52:17p. Wiersema, G. S. 1982. Potato seed tuber production from true seed, p. 186-187. In Proc. Int. Congress. Res. For the potato in the year 2000. Int. Potato Cent. Lima Peru.
Graza, I. and P. Van der Zaag. 1985. Rapid multiplication of potato (Solanum tuberosum L.). Int. Potato Cent. Manila, Philipines. 4p. Huraerah, A. 1984. Situasi produksi pemasaran dan pembibitan kentang, p. 35-40. In Final Report true potato seed meeting. Lembah Pinus Ciloto, Indonesia. Kusumo, S. 1980. Pengaruh besar umbi dan populasi tanaman terhadap
[ 41 ]