STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
Elemen Kunci Penggerak Sistem Pemasaran Agribisnis Sayuran Agustiar 1) 1)
Dosen Universitas Teuku Umur, Meulaboh
ABSTRACT Writing this paper aims to determine the elements that have a contextual relationship with the marketing system and identifies the key elements driving sub agribusiness marketing system of vegetables. The method of writing using the method of library research. From the results of the discussion can be concluded that the essential elements that have a relationship with such a system konteksual elements of business, needs, problems, changes, goals and institutions can not necessarily explain the functional relationships between system elements, thus need further refinement to subelemennya respectively. Sub-identified key elements of each element is the dominant element affecting the sub-elements in other sectors. This sub-element has the highest relevance and power of big movers on the system behavior. Keywords: elements, systems marketing, agribusiness and vegetables Pendahuluan kerusakan dapat dilakukan pengelolaan yang lebih baik, sehingga dapat disimpan lebih lama dan masih layak untuk dikonsumsi dan masih dapat diperjual-belikan di pasaran. Mengingat prospek tersebut pengembangan sentra-sentra produksi sayuran mempunyai peran penting sebagai tulang punggung perekonomian ke depan, karena mempunyai fungsi strategis baik di tingkat mikro maupun tingkat makro. Pada tingkat mikro, usaha ini berperan sebagai sumber penghasilan, wadah bagi calon wirausahawan, serta pengembangan daya saing individu, sedangkan di tingkat makro berperan dalam penyerapan tenaga kerja, berkontribusi terhadap pembangunan wilayah, serta sebagai pereduksi terhadap kesenjangan (Sumardjo dkk, 2002).
Strategi pembangunan pertanian jangka panjang bertujuan untuk mewujudkan pertanian yang tangguh, maju, dan efisien. Salah satu prioritas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah usaha pengembangan komoditas hortikultura. Prospek pengembangannya masih terbuka, karena masih banyak lahan yang belum termanfaatkan secara optimal. Setiap daerah memiliki potensi dalam mengembangkan suatu komoditi pertanian terutama sayuran. Tanaman sayuran ada yang dapat tumbuh di dataran tinggi dan ada yang di dataran rendah. Meningkatnya jumlah penduduk akan semakin meningkatkan konsumsi masyarakat akan sayuran. Disamping itu pada panen raya, produksi sayuran sangat melimpah, sehingga untuk mengurangi terjadinya
[ 49 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
tangan konsumen akhir secara efektif dan efisien, serta dapat melancarkan arus informasi timbal balik sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pelaku terkait. Oleh karena itu studi dan analisis mengenai pemasaran memegang peran penting. Beberapa pendekatan studi dan analisis, baik pendekatan fungsional, maupun kelembagaan, yang selama ini dilakukan hanyalah menyangkut eksistensi seluruh kegiatan pemasaran, tanpa melibatkan kajian terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan (ekternalitas elemen) sistem, yang mungkin terjadi dan tidak mampu memprediksi adanya perubahan fungsi atau lembaga yang terlibat dalam jangka panjang. Suatu pendekatan yang lebih baik dan relevan untuk mengkaji hal-hal tersebut belakangan adalah melalui pendekatan sistem. Hal ini sangat penting karena metode kajian ini dapat memberikan informasi struktur sistem yang berguna sebagai pedoman untuk merumuskan kerangka tindakan dan kebijakan umum, kemudian menyusun rencana operasi secara detail. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang mempunyai hubungan kontekstual dengan sistem pemasaran serta mengidentifikasi sub elemen kunci penggerak sistem pemasaran agribisnis sayuran.
Alasan yang berbeda, peningkatan sektor tersier dan penurunan sektor primer seperti yang dilansir oleh Nehen (1994) dalam Suparta, (2005) merupakan fenomena struktur perekonomian dewasa ini, hal ini perlu diantisipasi karena cendrung mendorong terciptanya pengangguran dikemudian hari. Oleh karena itu, issu sistem agribisnis nampaknya harus digulirkan dan perlu direspon secara proporsional. Kompleksitas sistem ini akan semakin komplek, karena melibatkan 70 persen penduduk sebagai produsen dan seluruh penduduk Indonesia sebagai konsumen. Keterlibatan banyak komponen perusahaan, dan lembaga terkait lainnya, akan menambah kompleksitas tersebut. Kondisi ini berimplikasi terhadap sistem pemasarannya pula, karena sifat produk, sistem produksi, serta struktur dan karakteristik pasarnya yang berbeda. Faktor ini dapat mengakibatkan produktivitas sistem pemasaran, kurang efektif, tidak efisien, selanjutnya dapat menentukan kinerja operasi dan proses sistem perekonomian di sektor basis secara relatif. Sistem usaha pertanian yang melibatkan begitu banyak pihak menunjukkan kondisi yang serba lemah terutama sekali di pihak petani. Berbagai aspek tinjauan baik dari penguasaan sumber daya, teknologi, ketrampilan serta lemahnya net-work pelaku, pada dasarnya adalah faktafakta yang tidak bisa dipungkiri lagi oleh siapapun juga. Fokus yang berbeda, dalam proses pemasaran dituntut harus dapat mempertemukan kepentingan dan kebutuhan produsen dan konsumen, yang kadangkala amat saling bertentangan. Proses sistem dituntut dapat mengalirkan barang/jasa ke
Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini menggunakan metode library research. Hal ini berarti bahwa pembahasan pada makalah ini didasarkan pada tinjauantinjauan literatur tentang agribisnis dan hasil-hasil penelitian terdahulu tentang sistem pemasaran agribisnis sayuran.
[ 50 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
kedua, dalam definisi Davis dan Goldberg memasukkan pula konsumen sebagai bagian dari sektor agribisnis. Salah satu alasan yang penting untuk memasukkan konsumen dalam sektor agribisnis adalah pengakuan tentang adanya permintaan konsumen yang selalu meningkat terhadap produk-produk baru dan dampak yang ditimbulkannya pada produksi, pengolahan dan distribusi produk.
Uraian Teoritis Definisi dan Peranan Sektor Agribisnis Banyak pendapat tentang batasan dan ruang lingkup agribisnis, tergantung pada unit dan tujuan analisis. Secara tradisional, oleh Biere (1988) agribisnis diartikan sebagai aktivitas-aktivitas di luar pintu gerbang usahatani (beyond the farm gate, off-farm) yang meliputi kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi usahatani, kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan beserta perdagangannya, dan kegiatan yang menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti misalnya perbankan, angkutan, asuransi atau penyimpanan. Adanya perubahan-perubahan dalam struktur produksi pertanian dan semakin meningkatnya kebutuhan koordinasi baik secara horizontal maupun vertikal dalam sektor agribisnis dipandang perlu untuk memperluas definisi tradisional di atas. Definis yang lebih lengkap mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis yaitu Davis dan Goldberg (1957) sebagai berikut: "Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production activities on the farm; and storage, processing and distribution of commodities and items made from them". Definisi inilah yang sekarang sering digunakan dalam literatur manajemen agribisnis (Sonka dan Hudson 1989). Antara definisi yang diajukan oleh Davis dan Goldberg dengan pandangan tradisional mengenai sektor agribisnis terdapat perbedaan yang sangat penting. Perbedaan yang pertama adalah definisi Davis dan Goldberg secara eksplisit memasukkan subsektor produksi pertanian menjadi bagian dari sektor agribisnis. Perbedaan yang
Prospek Agribisnis
Pembangunan
Sistem
Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agribsinis. 2. Pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak
[ 51 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produkproduk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produkproduk agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dan lain-lain). Biarlah Jepang menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant. Namun dari segi potensi pasar (demandside), pengembangan sistem agribisnis di Indonesia juga prospektif dengan alasan-alasan berikut ini. Pengeluaran terbesar penduduk dunia adalah untuk barang-barang pangan (makanan, minuman), sandang (pakaian), papan (bahan bangunan dari kayu, kertas), energi serta produk farmasi dan kosmetika. Kelima kelompok produk tersebut merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat dunia. Sebagian besar dari kelompok produk tersebut dihasilkan dari agribisnis.
lain adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agribinsis. Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi daerah. 3. Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat yang bersahabat untuk agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agribisnis, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agribisnis. 4. Pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang sudah terlalu besar. 5. Dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada
Pembangunan Sistem Agribisnis Dalam usaha mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim serta menghadapi tantangan (Otonomi Daerah, Liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar internasional lainnya) ke depan, pemerintah (Departemen Pertanian
[ 52 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
industri bio-energi dan lain-lain; dan (4) Sub-sistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) seperti perkreditan, transportasi dan pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi (Davis and Golberg, 1957; Downey and Steven, 1987; Saragih, 1998). Dengan lingkup pembangunan sistem agribisnis tersebut, maka pembangunan industri, pertanian dan jasa saling memperkuat dan konvergen pada produksi produk-produk agribisnis yang dibutuhkan pasar. Pada sistem agribisnis pelakunya adalah usahausaha agribisnis (firm) yakni usahatani keluarga, usaha kelompok, usaha kecil, usaha menengah, usaha koperasi dan usaha korporasi, baik pada sub-sistem agribisnis hilir, sub-sistem on farm, subsistem agribisnis hulu maupun pada sub-sistem penyedia jasa bagi agribisnis. Karena itu, pemerintah sedang dan akan menumbuh-kembangkan dan memperkuat usaha-usaha agribisnis tersebut melalui berbagai instrumen kebijakan yang dimiliki. Pemerintah bukan lagi eksekutor, tetapi berperan sebagai fasilitator, regulator dan promotor pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Sistem dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Hal ini dicirikan antara lain oleh efisiensi yang tinggi, mampu merespon perubahan pasar secara cepat dan efisien, menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, menggunakan inovasi teknologi sebagai sumber pertumbuhan produktivitas dan nilai tambah. Karena itu, dalam upaya mendayagunakan keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim menjadi keunggulan bersaing, pembangunan sistem dan usaha agribisnis akan dipercepat
beserta Departemen terkait) sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing (Competitiveness), berkerakyatan (People-Driven), Berkelanjutan (Sustainable) dan terdesentraliasi (Decentralized). Berbeda dengan pembangunan di masa lalu, di mana pembangunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa berjalan sendirisendiri, bahkan cenderung saling terlepas (decoupling), di masa yang akan datang pemerintah akan mengembangkannya secara sinergis melalui pembangunan sistem agribisnis yang mencakup empat subsistem sebagai berikut: (1) Sub-sistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yakni industri-industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, seperti industri perbenihan/pembibitan, tanaman, ternak, ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak./ikan), industri alat dan mesin pertanian (agrootomotif); (2) Sub-sistem pertanian primer (onfarm agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan (biofarmaka), usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan); (3) Sub-sistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri makanan./minuman, industri pakan, industri barang-barang serat alam, industri farmasi,
[ 53 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
terhadap kebijakan yang harus ditetapkan. Salah satu teori integratif dan interdisipliner yang sesuai untuk digunakan adalah metode Interpretative Structure Modelling dari Saxena yang dikembangkan oleh Eryatno (1998). Metode ini merupakan metode holistik yang dapat menggambarkan pengaturan dari elemen-elemen dan hubungan antar elemen dalam membentuk suatu sistem. Dalam sistem, struktur adalah dasar dari setiap sistem yang kompleks, sehingga kajian terhadap struktur menjadi sangat penting, sebab manajemen yang efektif hanya bisa dilakukan melalui penelusuran dari struktur sistem itu sendiri.
bergeser dari yang mengandalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM) belum terampil (factordriven) kepada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan barang-barang modal dan SDM lebih terampil (capital-driven), dan kemudian pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang mengandalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (inovationdriven). Untuk itulah pembangunan industri hulu dan hilir pertanian, pengembangan Litbang dan pendidikan SDM diintegrasikan dengan pembangunan pertanian. Sistem Pemasaran Struktur sistem pemasaran sebagai salah satu dimensi pemasaran, penting dalam upaya peningkatan ketrampilan dan perbaikan kemampuan petani. Akan tetapi aspek ini sering terlupakan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis. Implikasinya, para petani sebagai pelaku produksi, keberadaannya selalu pada posisi termaginalkan, sebagai akibat keterbatasan yang dimilikinya. Lebih jauh lagi pada hirarki sosial tertentu, proses aliran informasi dan teknologi tidak terlepas dari kemampuan modal petani yang rendah. Dengan demikian upaya penelusuran terhadap elemen/sub-elemen sistem, dalam penelitian ini dapat berperan sebagai input dalam penyusunan program dan kebijakan regional maupun nasional. Selanjutnya akan bermuara pada produktivitas sistem pemasaran khususnya agribisnis sayuran dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Untuk itu penting adanya suatu metode yang secara filosofi berkenan untuk memberikan pedoman guna bertindak serta menyiapkan informasi yang relevan
Pembahasan Beberapa permasalahan pokok yang masih dijumpai di daerah basis produksi antara lain masih kuatnya peran dan pengaruh tengkulak (para spekulan) sehingga sering memaksa produsen harus menjual hasilnya kepada pihakpihak tertentu. Kondisi seperti ini tanpa disadari sering merugikan para petani mengingat harga transaksi /harga pasar terlalu rendah. Beberapa alasan pihak petani melakukan hal tersebut adalah adanya kepentingan keuangan modal atau kepentingan mendesak yang lainnya serta kadang-kadang terjerat oleh adanya kemudahan-kemudahan peminjaman modal oleh tengkulak. Dalam hal harga, masih sering terjadi fluktuasi yang sangat tinggi, salah satu diantaranya disebabkan terjadinya prilaku-prilaku yang bersifat spekulatif yang dilakukan oleh hampir semua pihak baik petani sendiri, pedagang, maupun pengusaha dengan alasan yang relatif bervariasi. Usaha-usaha penangan pasca panen masih relatif rendah baik yang dilakukan oleh petani
[ 54 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
usaha, jaminan modal, dan dukungan pemerintah (elemen kebutuhan), distribusi keuntungan dan resiko yang kurang adil (elemen kendala), peningkatan pangsa pasar (elemen tujuan), dan meningkatnya kualitas SDM pelaku usaha (elemen tolok ukur pencapaian tujuan) serta pengembangan sistem insentif sebagai aktivitas yang dibutuhkan. Analisis terhadap elemen pelaku agribisnis ditemukan bahwa petani sebagai pelaku langsung produksi teridentifikasi sebagai sub-elemen kunci. Hasil pembandingan antar subelemen dari elemen pelaku agribisnis, mengindikasikan bahwa petani mempunyai tingkat hubungan fungsional yang tertinggi, dibandingkan pelaku lainnya seperti : pedagang, pengumpul, pengusaha jasa transportasi, eksportir/pedagang antar pulau dan konsumen. Implikasinya, subelemen petani mempunyai kekuatan penggerak yang terbesar terhadap sistem, sehingga diklasifikasikan ke dalam sektor indipendent. Karenanya, untuk mewujudkan kinerja sistem yang efektif harus diprioritaskan terhadap sub-elemen petani tersebut. Prioritas kepentingan, baik dalam pembinaan, pelayanan maupun penyediaan fasilitas sesuai dengan kebutuhan petani itu sendiri. Berbeda dengan petani sebagai pelaku produksi, pelaku langsung lainnya apakah itu pedagang, pengusaha jasa transportasi, pedagang antar pulau selaku pihak pemasar mempunyai keterkaitan yang bersifat linkage terhadap konsumen dan masyarakat sekitar. Klasifikasi subelemen kedalam sektor linkage menunjukkan bahwa terjadinya hubungan yang begitu kuat antar subelemen, implikasinya, sub-elemen ini harus dikaji secara hati-hati. Hubungan antar peubah tidak stabil, artinya setiap
ataupun dari pihak pemasar sendiri, dengan alasan belum terjaminnya stabilitas harga di daerah produksi. Kehadiran perusahaan yang berteknologi tinggi, dengan fasilitas pendingin (cold storage) belum mampu meningkatkan nilai tambah produk dalam arti keseluruhan, mengingat keterbatasan kapasitas yang dimiliki perusahan itu sendiri. Fenomena faktual tersebut menyebabkan para petani semakin jauh dari apa yang menjadi harapan mereka, secara otomatis mempengaruhi gairah untuk berusaha secara lebih intensif. Akhirnya secara tidak langsung pula berpengaruh nyata terhadap keberlangsungan usaha agribisnis. Struktur Pelaku Agribisnis Secara normatif teridentifikasi ada beberapa komponen sistem yang mempunyai hubungan kontekstual dengan sistem manajemen pemasaran agribisnis sayuran tersebut. Hasil kajian elemen berikut dianggap sebagai unsur penting. Elemen – elemen sistem yang dimaksud antara lain: 1) elemen pelaku langsung; 2) elemen kebutuhan; 3) elemen tujuan; 4) tolok ukur ; 5) elemen kendala; 6) aktivitas yang dibutuhkan dan 7) lembaga terkait. Kendatipun elemen tersebut dikatakan mempunyai hubungan kontekstual ter hadap sistem namun bahasan harus ditekankan terhadap unsur yang mempunyai hubungan fungsional dan keterkaitan kinerja antar komponen. Dengan demikian diperlukan penajaman lebih lanjut terhadap masing-masing elemen, selanjutnya disebut dengan sub-elemen dari sistem. Pembandingan antar sub-elemen dari semua elemen sistem secara keseluruhan dapat ditentukan beberapa sub-elemen kunci seperti petani (elemen pelaku), pembinaan pelaku
[ 55 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
peningkatan pendapatan petani; serta 8) mengefektifkan saluran pemasaran. Hasil pembandingan antar sub-elemen menunjukkan bahwa peningkatan pangsa pasar menjadi sub-elemen kunci. Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya peran peningkatan pangsa pasar dalam mewujudkan manajemen pemasaran yang efektif. Meningkatnya pangsa pasar sebagai penggerak bebas terhadap semua aktivitas pemasaran dari semua pelaku usaha seperti petani, pemasar dan pengusaha jasa transportasi. Sub-elemen lainnya seperti efektifitas saluran meski tidak sebesar peningkatan pangsa pasar. Sehingga ketiga sub-elemen tersebut di klasifikasikan kedalam sektor independent. Keseluruhan elemen tersebut akan menggerakan subelemen lainnya yang termasuk kedalam sektor dependent seperti perubahan iklim usaha yang kondusif, perluasan lapangan kerja serta peningkatan PAD. Perubahan pengaruh sektor independent terhadap sektor dependent tentunya tidak lepas dari peran sub-elemen linkage seperti meningkatnya nilai tambah dan pendapatan petani dimana sifatnya saling mempengaruhi. Apabila semua tujuan telah dapat dicapai, maka akan dapat memberikan peningkatan nilai tambah bagi semua pelaku mitra usaha dalam mencapai tujuan win-win solution.
tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap yang lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak. Dari kajian yang telah dilakukan ternyata tidak ada satupun sub-elemen dari elemen pelaku agribisnis yang terklasifikasi kedalam sektor dependent atau autonomous. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubngan fungsional yang kuat antar sub-elemen, atau hubungan saling mempengaruhi (linkage). Struktur Kebutuhan Dalam rangka mewujudkan pengembangan kinerja sistem yang efektif, sub-elemen seperti : pembinaan pelaku usaha, jaminan permodalan pelaku usaha dan perlunya dukungan pemerintah merupakan suatu kebutuhan yang mendasar. Sub-elemen tersebut termasuk dalam katagori independen, sebagai penggerak utama sistem, dan mempunyai daya dorong yang terbesar. Hal ini bermakna perlunya prioritas penajaman yang lebih serius dari pihak pengguna atau pemerintah. Sebagai elemen yang bebas, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem itu sendiri. Oleh karena itu perlu kajian yang hati-hati, sebab mempunyai keterkaitan yang kuat terhadap elemen yang lainnya terutama sekali elemen yang termasuk kedalam sektor dependen seperti upaya-upaya pemanfaatan wadah bisnis dan jaminan kuantitas, kualitas serta kontinuitas produksi.
Rekomendasi Sistem Manajemen Efektif Berdasarkan sub-elemen yang diidentifikasi sebagai elemen kunci tersebut, maka perhaian yang lebih serius terhadap semua aspek tersebut dapat meningkatkan efektifitas sistem karena merupakan suatu rantai hubungan fungsional antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernataan khusus dari masalah yang
Struktur Tujuan Program Kajian terhadap elemen tujuan dapat ditentukan beberapa sub-elemen fungsional yaitu : 1) meningkatnya pangsa pasar; 2) memperluas lapangan kerja; 3) pengembangan iklim usaha yang kondusif; 4) meningkatnya ketrampilan SDM; 5) meningkatnya nilai tambah; 6) meningkatnya PAD; 7)
[ 56 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 Kesimpulan dan Saran
harus dipecahkan yang biasa dibuat dalam bentuk diagram lingkar. Dari model struktural yang ditawarkan akan menjadi pedoman penting dalam rencana aksi selanjutnya dan sebagai titik tolak dalam merumuskan dan mensintesis kriteria-kriteria sistem pemasaran yang efektif untuk memecahkan masalah secara elementer. Model tersebut dapat diinterpretasikan bahwa dalam rangka pengembangan sistem sangat diperlukan perhatian terhadap subelemen tersebut, tentunya prioritas dukungan yang kuat kepada petani (fungsi produksi) dan pihak-pihak lainnya di tingkat basis (fungsi pemasaran). Selanjutnya berdampak pada kemandirian usaha, mampu memanfaatkan peluang pasar dalam koridor pemasaran yang efektif dan efisien. Melalui suatu proses elementer akan mempengaruhi dunia usaha mikro mulai usaha rumah tangga, kelompok, koperasi, usaha menengah maupun usaha besar. Jika semua pihak terkait mempunyai kemampuan manajemen baik akan mampu merangsang, merekayasa, dan melakukan aktivitas agribisnis secara maksimal, dalam satu sistem yang meliputi usaha identifikasi kebutuhan pasar serta menterjemahkan dalam proses produksi. Peran pemerintah dengan perangkat aturan, regulasi dan kekuatan koordinasi dalam hal pembinaan, pendampingan, dan penyediaan fasilitas mampu menumbuhkan iklim kondusif yang mendorong berkembangnya usaha agribisnis yang baik. Upaya seperti itu harus secara kontinyu dengan perencanaan yang matang, mengingat usaha agribisnis di kawasan basis tidak mungkin dilakukan sebagai usaha jangka pendek, melainkan berorientasi pada prespektif jangka panjang.
Kesimpulan 1.
2.
3.
4.
Elemen–elemen penting yang mempunyai hubungan konteksual dengan sistem seperti elemen pelaku usaha, kebutuhan, kendala, perubahan, tujuan dan lembaga terkait tidak serta merta bisa menjelaskan hubungan fungsional antar elemen sistem, dengan demikian perlu penajaman lebih lanjut terhadap subelemen nya masing-masing. Sub-elemen kunci yang teridentifikasi dari masing-masing elemen merupakan unsur yang dominan mempengaruhi subelemen pada sektor lainnya. Subelemen ini mempunyai keterkaitan yang paling tinggi dan kekuatan penggerak besar terhadap prilaku sistem. Untuk merumuskan struktur sistem pemasaran secara keseluruhan harus berorientasi dari sub-elemen kunci karena keterkaitan subelemen kunci tersebut merupakan hubungan fungsional antar elemen berdasarkan urutan klasifikasi hierarki elemen tersebut, dan tingkat dependensi antar subelemen. Dalam usaha mengefektifkan kinerja sistem pemasaran agribisnis sayuran, seyogyanya elemen/subelemen tersebut diprioritaskan untuk diimplementasikan berdasarkan struktur hierarki masing-masing sub-elemen dari setiap elemen.
Saran 1. Upaya pengembangan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien
[ 57 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 Administration. Massachusets.
perlu diawali dari upaya-upaya pembinaan, pelayanan, dan penyediaan fasilitas serta pemberian dorongan berupa pengembangan sistem insentif terhadap pelaku usaha produksi (petani). Sehingga para petani tidak harus terpaksa menjual produksinya ke satu jalur penampung saja. 2. Pemerintah baik di daerah maupun pusat dalam merencanakan program kebijakan yang bersifat strategis (jangka panjang) diharapkan untuk mempertimbangkan hal-hal yang lebih bersifat filosofis dan bukan berorientasi pada pertumbuhan perekonomian secara makro semata.
Boston,
Downey, W. David and Steven, P. Erickson. 1987. ‘Agribusiness Management’. Mc Graw-Hill Book Company, New York, Second Edition. Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Pers, Bogor. Gumbira-Sa’id, dan Abdul Harizt. 2001. Manajemen Agribisnis. PT. Ghalia Indonesia. MMA-IPB Bogor. Saragih, Bungaran. 1998. “Kumpulan Pemikiran Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian”. Yayasan Persada Mulia Indonesia.
Daftar Pustaka Amirin, T.M. 1996. Pokok-Pokok Teori Sistem. Ed ke-1. Rajawali Pers, Jakarta.
Simatupang. 1995. Teori Sistem: Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi, Yogyakarta.
Davis, H.J. and R.A. Golberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Graduate School of Business
Winardi. 1986. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Alumni, Bandung.
[ 58 ]