LATAR BELAKANG TIDAK MENINGKATNYA BERAT BADAN BALITA SETELAH MENDAPAT PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH NURUL HAYATI NIM : 109101000022
PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 18 November 2014 Nurul Hayati, NIM: 109101000022 Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 xvi + 194 halaman, 8 tabel, 2 bagan, 8 lampiran ABSTRAK Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Gizi kurang adalah salah satu masalah gizi terbanyak di Indonesia yang terjadi pada balita. Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan salah satu kegiatannya adalah Pemberian Makanan Tambahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014, dilakukan pada bulan Agustus-November tahun 2014, menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan utama (ibu dari balita penerima PMT-P yang berat badannya tidak meningkat minimal satu tahun) dan informan pendukung (keluarga balita penerima PMT-P, kader Posyandu, dan staff Puskesmas yang terlibat langsung dalam program PMT-P). Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita penerima PMT-P karena informan tidak membentuk pola makan balita dan hanya mengikuti pola makan balita yang suka jajan yang mengakibatkan ketersediaan pangan keluarga dan asupan makan balita menjadi buruk, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, disebabkan pula oleh frekuensi makan balita yang buruk, PMT-P tidak digunakan dengan tepat, adanya penyakit infeksi yang diderita, upaya sanitasi yang kurang, dan pengetahuan informan yang buruk mengenai pemberian makan dan penyakit infeksi. Disarankan kepada petugas Puskesmas agar memberikan pengetahuan dan informasi tentang kesehatan dan gizi seperti jumlah, jenis, porsi, frekuensi, dan cara penyajian makanan yang seharusnya diberikan untuk balita. Karena sebagian besar informan hanya menamatkan SD maka sebaiknya petugas Puskesmas memberikan pengetahuan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh informan, sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan dipraktikkan di rumah. Daftar bacaan : 61 (1995-2014) Kata kunci : Berat Badan, Balita, PMT Pemulihan
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, 18 November 2014 Nurul Hayati, NIM: 109101000022 The Background is Not Increased Weight Gain After Getting Toddler Feeding Recovery (PMT-P) in Puskesmas Pamulang at 2014 xvi + 194 Pages, 8 tables, 2 charts, 8 attachments ABSTRACT Children under five years old (infants) are vulnerable to health and nutrition problems. Malnutrition is one of the biggest nutritional problem in Indonesia, which often occur in children under five. The government has sought to develop a nutritional problem prevention efforts Family Nutrition Improvement (UPGK) and one of the activities is Feeding. This study aims to determine the background is not increased body weight infants after a PMT-P in Puskesmas Pamulang 2014, took place in August-November 2014, using a qualitative approach with case study research strategy. Data was collected by means of observation and in-depth interviews with key informants that mothers of children under five recipients PMT-P whose weight is not increased by at least one year and a supporter of the family informant toddler PMT-P receiver, health cadres, and health center staff who are directly involved in PMT-P program. Based on this research, it is known that the background is not increased body weight infants after a PMT-P is due to key informants did not form a toddler diet and just follow the diet toddler who likes to snack, resulting in the availability of family food and toddler food intake for the worse in terms of both quality and quantity. In addition, also caused by poor eating frequency toddlers, PMT-P is not used properly, the presence of an infectious disease that affects, attempts poor sanitation, and poor knowledge of the informant feeding and infectious diseases. So it is advisable to health center staff to be able to provide knowledge and information about health and nutrition such as the number, type, portion, frequency, and method of food preparation that should be given to toddlers. Because most of the informants simply completing the primary health worker should provide the knowledge to use language that is easily understood by the informant, so that the information submitted well received and practiced at home. Reading list: 61 (1995-2014) Keywords: Body Weight, Infants, Feeding Recovery
iii
DARTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
PERSONAL DATA Nama
: Nurul Hayati
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat Tanggal Lahir
: Bireuen, 21 Juli 1990
Status Menikah
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Kertamukti No.103c Rt 01 Rw 08 Kelurahan Pisangan, Ciputat Kota Tangerang Selatan
Nomor Handphone
: 0852 6023 8238
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 1994-1996
: TK Pocut Baren Padang Tiji
1996 – 2002
: SD Negeri No.1 Padang Tiji
2002 – 2005
: SMP YPPU Unggul Sigli
2005 – 2009
: SMA Galih Agung Sumatera Utara
2009 – 2014
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim... Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan skripsi ini hingga selesai. Penulis sadar bahwa akan banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi dengan judul “Latar Belakang Tidak Meningkatnya Berat Badan Balita Setelah Mendapat PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014.” Shalawat beserta salam selalu tercurahkan untuk sahabat dan kekasih terindah Allah SWT yaitu baginda Rasulullah Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya hingga akhir zaman. Semoga kelak kita semua mendapatkan syafa’atnya. Amiinn... Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai dengan baik tanpa bantuan doa, dukungan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat yang tak terbatas, kesehatan, dan kemudahan dalam menjalankan aktivitas setiap harinya.
2. Orang tua (Ayah dan Umi) tercinta serta abang, kakak, dan adik penulis yang tersayang yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik vii
moril maupun materiil, dan motivasi, serta selalu mendoakan dengan tulus agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
3. Bapak Prof. Dr (HC) dr. MK. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Febrianti, SP, M.Si dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan waktu dan kesabaran serta keikhlasan dalam membimbing penulis selama proses penyusunan laporan skripsi ini.
6. Pimpinan beserta staff Puskesmas Pamulang dan Kader Posyandu setempat, khususnya yang bertugas dalam program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) yang telah meluangkan waktunya dan membantu serta memberikan informasi guna melengkapi penyusunan laporan skripsi ini.
7. Para Ibu balita penerima PMT-P beserta keluarga yang telah bersedia menjadi informan dan meluangkan waktu serta membiarkan penulis melihat kegiatan sehari-hari informan. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan kesuksesan. Amin.
viii
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 Program Studi Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan Gizi, yang selalu saling memberikan dorongan, motivasi dan masukan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Thanks a lot... Penulis mendo’akan agar kiranya kebaikan yang telah kalian berikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amiiinn..
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penyusunan laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta,
November 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian Karya……………………………………………………………i Abstrak………………………………………………………………………………..ii Abstract...…………………………………………………………………………….iii Lembar Persetujuan………………………………………………………..…………iv Daftar Riwayat Hidup Penulis……………………………………………………......vi Kata Pengantar…………………………………………………………………...….vii Daftar Isi……………………………………………………………………………....x Daftar Tabel…………………………………………………………………………xiv Daftar Bagan………………………………………………………………………....xv Daftar Lampiran…………………………………………………………………….xvi BAB I PENDAHULUAN………...…………………………………………………..1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………7 1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………………...8 1.4 Tujuan Penelitin………………………………………………...…………8 1.4.1 Tujuan Umum………………………………………………………8 1.4.2 Tujuan Khusus……………………………………………………...8 1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………………...9 1.5.1 Bagi Peneliti………………………………………………...………9 1.5.2 Bagi Puskesmas……………………………………………………..9 1.5.3 Bagi Peneliti Lain…………………………………………………...9
x
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………….10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….11 2.1 Status Gizi………………………………………………………………11 2.1.1 Penilaian Status Gizi……………………………………………...13 2.1.2 Indeks Status Gizi………………………………………...………14 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi………………….17 2.2 Gizi Kurang Pada Balita……………….………………………………..19 2.2.1 Penyebab Gizi Kurang……………………...…………………..…20 2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)………………….45 2.4 Kerangka Teori……………………………………………………….…47 BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH………………………….48 3.1 Kerangka Pikir……………………………………………………....….48 3.2 Definisi Istilah……………………………………………………….….50 BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………………….….52 4.1 Jenis Penelitian……………………………………………………….…52 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………...52 4.3 Informan Penelitian…………………………………………………….53 4.4 Instrumen Penelitian……………………………………………………53 4.5 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..54 4.6 Validasi Data…………………………………………………………....55 4.7 Pengolahan dan Analisis Data………………………………………….55 BAB V HASIL………………………………………………………………………57 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………..57 5.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)……….58
xi
5.3 Gambaran Umum Informan………………………...………………….58 5.3.1 Informan Utama……………………...………………………….58 5.3.2 Informan Pendukung………………………...…………………..60 5.4 Hasil Penelitian…………………………………………………………63 5.4.1 Gambaran Asupan Makanan…………………………………….63 5.4.2 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Asupan Makanan……..89 5.4.2.1 Ketersediaan Makanan…………………………………..90 5.4.2.2 Pemberian Makan……………………………………...106 5.4.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita……….122 5.4.3 Gambaran Penyakit Infeksi…………………………………….128 5.4.4 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi……..138 5.4.4.1 Sanitasi dan Hygiene…………………………………...138 5.4.4.2 Pelayanan Kesehatan………………...………………...150 5.4.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan……………………………….163 BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………….170 6.1 Gambaran Asupan Makanan………………………………………….170 6.2 Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Asupan Makanan…………..174 6.2.1 Ketersediaan Makanan…………………………………………174 6.2.2 Pemberian Makan………………………………………………177 6.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan………………………180 6.3 Gambaran Penyakit Infeksi…………………………………………...182 6.4 Gambaran Yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi……………………184 6.4.1 Sanitasi dan Hygiene…………………………………………...184
xii
6.4.2 Pelayanan Kesehatan…………………………………………...186 6.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan………………………………………………………188 6.5 Keterbatasan Penelitian……………………………………………….189 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...191 7.1 Simpulan………………………………………………………………191 7.2 Saran…………………………………………………………………..193 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………195
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Balita…………………….15 Tebel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Bayi dan Balita……….24 Tabel 2.3 Pengukuran Makanan Balita………………………………………………28 Tabel 2.4 Anjuran Pemberian Makanan Sehari Anak Usia 3-5 Tahun Menurut Kecukupan Energi………………………………………………………...31 Tabel 3.1 Definisi Istilah…………………………………………………………….50 Tabel 5.1 Karakteristik Ibu Dari Balita Yang Tidak Mengalami Peningkatan Berat Badan Setelah Mendapat PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014……………………………………………...…….59 Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung Dari Keluarga Balita Yang Berat Badannya Tidak Meningkat Setelah Mendapat PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014……………………61 tabel 5.3 Karakteristik Informan Pendukung Dari Staff Puskesmas dan Kader Posyandu Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014…………………………………62
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Penyebab Gizi Kurang………………………………………………….47 Bagan 3.1 Kerangka Pikir………………………………………………………….49
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Utama (Ibu Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Lampiran 2 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Keluarga Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Staff Puskesmas dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Lampiran 4 : Pedoman Observasi Lampiran 5 : Foto Hasil Observasi Lampiran 6 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Utama (Ibu Balita Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Lampiran 7 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Pendukung (Keluarga Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 Lampiran 8 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam Dengan Informan Pendukung (Staff Puskesmas dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Gizi kurang adalah salah satu masalah gizi terbanyak di Indonesia yang sering terjadi pada anak balita akibat kekurangan Energi Protein (KEP). Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Karena, pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut akan timbul keadaan KEP derajat sangat ringan sampai berat (Pudjiadi, 2005). Anak balita paling mudah terkena masalah gizi karena pada usia ini balita sedang aktif dan tumbuh, sehingga memerlukan asupan zat gizi yang lebih besar. Meskipun sering luput dari perhatian, masalah penyakit dan kematian balita masih saja dilatarbelakangi oleh masalah gizi. Menurut UNSC on Nutrition, (2008) hasil observasi WHO tahun 2003 menunjukkan 60% dari 10,9 juta kematian balita di dunia setiap tahunnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung disebabkan oleh gizi kurang atau gizi buruk. Tahun 2012 tercatat sekitar 67% balita gizi kurang tinggal di
2
Asia dan 29% di Afrika. Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia (BAPPENAS, 2011). Hasil Riskesdas memperlihatkan prevalensi gizi kurang secara umum menurut indikator BB/U di Indonesia adalah sebesar 13,0% pada tahun 2007 dan 2010 meningkat menjadi 13,9%. Untuk provinsi Banten, prevalensi gizi kurang tahun 2007 sebesar 12,2% meningkat menjadi 13,7% pada tahun 2010. Keadaan tersebut berpengaruh pada masih tingginya angka kematian bayi karena menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat (Kemenkes, 2011). Data status gizi balita menurut indeks BB/U dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang 8,51% tahun 2011 turun menjadi 7,34% di tahun 2012. Meskipun terjadi penurunan, dan prevalensi gizi kurang di Kota Tangerang Selatan berada di bawah rata-rata nasional, namun masalah ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dan jika tidak ditanggulangi maka angka prevalensi gizi kurang di Kota Tangerang Selatan dapat meningkat dengan cepat. Menurut Depkes (2005), di samping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak pada pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan. Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dalam “Pedoman Perencanaan Program
3
Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan” tahun 2013 juga disebutkan dampak buruk dalam jangka pendek yang ditimbulkan akibat kurang gizi adalah
terganggunya
perkembangan
otak,
kecerdasan,
gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan, dalam jangka panjang dapat menimbulkan penurunan kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, bahkan dapat menyebabkan kematian. Sehingga akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa. Oleh karena itu, permasalahan gizi kurang harus dapat dicegah dan ditanggulangi agar tercipta generasi penerus yang berkualitas. Menurut Meriani (2010), kurangnya pengetahuan orang tua, khususnya ibu tentang gizi dan kesehatan merupakan salah satu penyebab terjadinya kurang gizi pada balita. Pengetahuan dasar yang seharusnya dimiliki dan diketahui oleh seorang ibu diantaranya mengenai kebutuhan gizi, cara pemberian makan, dan jadwal pemberian makan balita, sehingga akan menjamin balita agar tumbuh dan berkembang dengan optimal. Kurang gizi pada balita dapat juga disebabkan perilaku ibu dalam pemilihan bahan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Selain itu, masalah gizi juga timbul karena perilaku gizi seseorang yang salah yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizi. Bila konsumsi selalu kurang dari kecukupan gizi maka seseorang akan menderita gizi kurang, sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan gizi, maka seseorang
4
akan menderita gizi lebih (Depkes RI, 1999). Pengetahuan gizi ibu sebagai pengasuh dan penyedia makanan sangat berpengaruh terhadap praktek dalam pemberian dan penyajian makanan sehari-hari yang kemudian berdampak pada keadaan gizi keluarga. Masalah gizi berhubungan erat dengan pola konsumsi balita, karena pada masa ini balita sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu balita perlu mendapat perhatian dan perawatan dalam pemberian makanan serta menerapkan pola kebiasaan makan yang baik (Amos, 2000). Hasil penelitian Ida (1997) yang dikutip Sa’adah (2008), menunjukkan bahwa balita yang perilaku makannya kurang baik yaitu dengan asupan makanan <80% lebih banyak menderita KEP sebesar 64%, dibandingkan balita yang perilaku makannya baik yaitu dengan asupan makanan ≥80% sebesar 10%. Pada usia balita sering mengalami kesulitan makan sehingga mengakibatkan asupan makanannya kurang. Oleh sebab itu, diperlukan ketelatenan, kegigihan, dan kreativitas ibu sebagai pengasuh dalam hal pemberian makan pada balita tertutama untuk meningkatkan nafsu makan balita. Masalah gizi bukanlah masalah yang sederhana, tetapi multi kompleks karena penyebabnya terdiri dari beberapa faktor. Menurut Unicef (1998), tahapan penyebab kurang gizi pada anak balita adalah penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah di masyarakat. Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak. Kurang gizi timbul tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Kedua, penyebab tidak langsung
5
yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor-faktor penyebab tidak langsung tersebut
berkaitan
dengan
tingkat
pendidikan,
pengetahuan,
dan
keterampilan keluarga. Ketiga adalah akar masalah yang ada di masyarakat yang bersifat nasional yaitu adanya krisis ekonomi, politik, dan keresahan sosial yang menyebabkan meningkatnya jumlah keluarga miskin dan pengangguran (Hasanudin, 2001). Dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Bab VIII) disebutkan bahwa Upaya Perbaikan Gizi memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat. Upaya Perbaikan Gizi dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, serta dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan pentahapan dan prioritas pembangunan nasional (Kemenkes, 2012). Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Kegiatan utama UPGK adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah melalui Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Tujuan dari program Kadarzi adalah meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga untuk mengatasi masalah gizi. Indikator keluarga sadar gizi antara lain status gizi anggota keluarga khususnya ibu dan anak baik, tidak ada lagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada keluarga, semua anggota keluarga mengonsumsi garam beryodium, semua
6
ibu memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayinya sampai usia 6 bulan dan semua balita yang ditimbang naik berat badannya sesuai usianya (Depkes, 2004). Pemberian Makanan Tambahan (PMT) merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk. Apabila Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) ini dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu, memenuhi syarat gizi, dan tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita (Depkes, 1999). Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (BB/U) Kota Tangerang Selatan tahun 2013 tercatat ada 21 (1,8%) balita menderita gizi buruk dan 107 (9,15%) dari 1.169 balita yang ditimbang di wilayah Puskesmas Pamulang menderita gizi kurang. Untuk mengatasi masalah gizi buruk agar tidak semakin meningkat, maka jumlah balita yang menderita gizi kurang harus segera diatasi. Pemberian PMT-P bertujuan untuk memperbaiki
7
keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita gizi kurang. Namun, berdasarkan hasil evaluasi program PMT-P selama tiga bulan memperlihatkan bahwa 26 balita (74,28%) dari 35 balita tidak mengalami perubahan status gizi atau masih tetap menderita gizi kurang meski sudah mendapatkan PMT-P. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada awal Maret 2014 melalui wawancara mendalam dengan 7 ibu balita dari 26 ibu yang berat badan balitanya tidak meningkat, ternyata ditemukan 5 balita yang sudah lebih dari satu tahun mendapat PMT-P namun berat badannya tidak meningkat atau masih dengan status gizi kurang. Hasil wawancara dengan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Pamulang, menyatakan bahwa balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan dikarenakan pola pemberian makan yang kurang baik oleh ibu balita atau karena penyakit infeksi yang diderita balita. Mempertimbangkan dari hal-hal di atas peneliti tertarik ingin meneliti dan menggali lebih dalam informasi mengenai latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.
1.2
Rumusan Masalah Dengan adanya program pemberian PMT-P di Puskesmas Pamulang diharapkan dapat memperbaiki keadaan gizi pada anak yang menderita gizi kurang. Namun, diketahui bahwa 26 balita (74,28%) dari 35 balita penerima PMT-P tidak mengalami peningkatan berat badan. Hasil studi pendahuluan
8
melalui wawancara mendalam dengan tujuh ibu yang balitanya tidak mengalami peningkatan berat badan menunjukkan bahwa sebagian besar balita masih menderita gizi kurang meskipun sudah mengikuti program PMT-P selama lebih dari satu tahun. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti dan menggali lebih dalam informasi mengenai latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.
1.3
Pertanyaan Penelitian Apakah latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P minimal satu tahun di wilayah kerja Puskesmas pamulang tahun 2014?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P minimal satu tahun di wilayah kerja Puskesmas pamulang tahun 2014 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran asupan makanan dan faktor yang mempengaruhi asupan makanan (meliputi ketersediaan pangan, pemberian makan, pengetahuan tentang pemberian makan) balita
9
yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas pamulang tahun 2014 2. Mengetahui gambaran
penyakit infeksi dan faktor
yang
mempengaruhi penyakit infeksi (meliputi sanitasi dan hygiene, pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan) pada balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas pamulang tahun 2014
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti 1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P 2. Menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta sebagai pengembangan kompetensi diri dan disiplin ilmu yang diperoleh selama perkuliahan 1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas 1. Menjadi salah satu sumber yang menginformasikan permasalahan yang ada di masyarakat pada masa sekarang ini 2. Sebagai
masukan
dan
bahan
pertimbangan
dalam
upaya
penanggulangan masalah gizi terutama pada anak balita 1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan referensi dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
10
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang berjudul “latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014” ini dilakukan di Puskesmas Pamulang pada bulan Agustus-November
tahun
2014
dengan
jenis
penelitian
kualitatif.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (Indepth Interview) dan teknik observasi menggunakan pedoman observasi, serta pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil Puskesmas Pamulang dan data-data terkait masalah gizi kurang yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan Puskesmas Pamulang.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, dan dapat diartikan pula sebagai keadaan tubuh berupa hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan juga perwujudan manfaatnya (Supariasa, 2002). Sedangkan menurut Riyadi (1995), status gizi dapat didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Penggunaan zat gizi dapat dinilai melalui konsumsi makanan, penelitian laboratorium, uji fisik, dan penilaian medis. Soetjiningsih (2001) mengatakan bahwa balita merupakan anak dengan usia di bawah 5 tahun, memiliki karakteristik pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana pada usia 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan lahir, pada usia 1 tahun 3 kali berat badan lahir, dan usia 2 tahun menjadi 4 kali berat badan lahir. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah (3-5 tahun), yaitu kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian pertumbuhan konstant mulai berakhir (Hasdianah, dkk, 2014).
12
Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Sehingga, kebutuhan akan zat gizi yang tinggi harus terpenuhi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Beberapa manfaat zat gizi bagi balita adalah untuk proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, memelihara kesehatan dan memulihkan kesehatan apabila sedang sakit, melaksanakan berbagai aktivitas, dan mendidik kebiasaan makan yang baik dengan menyukai makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, namun kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menderita kurang gizi (Lailiyana, dkk, 2010). Pemantauan tumbuh kembang anak dapat mendeteksi secara dini adanya
kelainan
pertumbuhan
maupun
perkembangan
pada
anak.
Pertumbuhan yang melambat merupakan tanda kurang gizi dengan ciri-ciri kondisi tubuh anak kurus kering jauh dari normal, diagnosis berdasarkan berat badan yang rendah berdasarkan tinggi badan, lingkar lengan atas kecil, pertumbuhan kerdil, pertumbuhan tinggi badan lamban dibandingkan anak seusianya, anak lebih kurus dan lebih pendek dari normal (Nurlinda, 2013). Masalah gizi pada balita dapat dicegah dengan melakukan pemantauan pertumbuhan anak melalui kartu menuju sehat (KMS), dan mengatasi penyebab masalah gizi dengan berbagai pendekatan seperti penyuluhan, memberikan pendidikan gizi, atau dengan konseling (Lailiyana, dkk, 2010).
13
2.1.1 Penilaian Status Gizi Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dilakukan melalui empat penilaian berikut : a) Antropometri, yaitu pengukuran berbagai macam dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Hal ini dapat terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh. b) Klinis, yaitu metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dikaitkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Metode ini dilakukan untuk survei klinis secara cepat, sehingga tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat terdeteksi dengan cepat. c) Biokimia, yaitu pemeriksaan spesimen pada berbagai macam jaringan tubuh dan diuji secara laboratoris. Biasanya digunakan sebagai peringatan kemungkinan akan terjadi malnutrisi yang lebih parah lagi. d) Biofisik, yaitu penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan perubahan struktur dari jaringan. Umumnya digunakan pada situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik yang dilakukan melalui tes adaptasi gelap.
14
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan tiga cara berikut : a) Survei konsumsi makanan, yaitu survei yang dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi melalui pengumpulan data konsumsi makanan pada masyarakat, keluarga, dan individu. b) Statistik
vital,
yaitu
pengukuran
yang
dilakukan
dengan
menganalisis data statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi karena hal itu merupakan indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. c) Faktor ekologi, menurut Bengoa malnutrisi merupakan masalah ekologi hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Hasil pengukuran tidak langsung tanpa disertai hasil pengukuran langsung hanya akan menggambarkan apakah seseorang memiliki risiko yang tinggi untuk kekurangan gizi atau tidak. Hanya dengan pengukuran langsung yang bisa memastikan seseorang benarbenar telah mengalami kekurangan gizi atau tidak (Syafiq, dkk, 2006). 2.1.2 Indeks Status Gizi Supariasa (2002), parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi dari beberapa parameter disebut dengan indeks antropometri atau indeks status gizi. Keputusan Menteri
15
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 mengkategorikan status gizi anak balita seperti pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Balita Indeks
Kategori Status Gizi Gizi Buruk BB/U Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih PB/U atau Sangat Pendek TB/U Pendek Normal Tinggi BB/PB Sangat Kurus atau Kurus BB/TB Normal Gemuk IMT/U Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Sumber : Kemenkes, 2011
Ambang Batas (Z-Score) < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD > 2 SD < -3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD > 2 SD
Menurut Supariasa (2002), berat badan merupakan salah satu indikator pengukuran antropometri yang memberi gambaran tentang massa tubuh yaitu otot dan lemak. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, seperti saat terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Oleh karena itu, indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
16
Penggunaan indeks BB/U memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : a) Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum b) Sensitif terhadap perubahan status gizi jangka pendek c) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis d) Dapat mendeteksi kegemukan e) Berat badan dapat berfluktuasi Di samping itu, indeks BB/U juga memiliki kekurangan, yaitu: a) Dapat berakibat terjadinya kekeliruan interpretasi status gizi jika terdapat edema b) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak balita c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian dan gerakan anak saat penimbangan d) Di daerah pedesaan yang masih terpencil, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik e) Secara operasional, sering mengalami hambatan karena masalah sosial dan budaya setempat, misalnya orang tua yang tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan, dan sebagainya.
17
Status gizi dapat dinilai dengan persentase media dan standar deviasi
(Z-Score).
Perhitungan
untuk
mencari
nilai
Z-Score
(Supariasa, 2002) adalah sebagai berikut :
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Hasdianah, dkk (2014), ada dua faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Sedangkan faktor tidak langsung, yaitu : a) Pengetahuan, yaitu hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan seseorang
juga
akan
bertambah
karena
pengalaman
yang
diperolehnya. Gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang, bahkan dapat ditemukan juga pada keluarga
dengan
penghasilan
cukup.
Hal
ini
dikarenakan
ketidaktahuan akan manfaat makanan bagi kesehatan tubuh serta kurangnya keterampilan dibidang memasak dapat menurunkan konsumsi makan anak.
18
b) Persepsi, bahan makanan yang tinggi nilai gizi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas yang dikarenakan persepsi yang tidak baik terhadap bahan makanan tersebut. Di beberapa daerah penggunaan bahan makanan tersebut dapat menurunkan harkat keluarga, seperti jenis sayuran genjer, daun turi, bahkan daun singkong yang kaya akan zat besi, vitamin A, dan protein. c) Kebiasaan atau pantangan, larangan terhadap anak untuk makan makanan tertentu seperti telur, ikan, atau daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi secara turun temurun, padahal anak sangat memerlukan bahan makanan tersebut untuk pertumbuhan tubuhnya. d) Kesukaan jenis makanan tertentu (faddisme), kesukaan yang berlebihan
terhadap
suatu
jenis
makanan
mengakibatkan tubuh tidak memperoleh
tertentu
akan
semua zat gizi yang
diperlukan. e) Jarak kelahiran yang terlalu rapat, banyak penelitian membuktikan bahwa anak yang menderita gangguan gizi dikarenakan ibunya hamil lagi atau adik baru telah lahir, sehingga ibu tidak dapat merawat dengan baik. Padahal anak di bawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik makanan kesehatan, mau pun kasih sayang. f) Penyakit infeksi, infeksi dapat menurunkan nafsu makan sehingga anak tidak mau makan, selain itu penyakit infeksi juga
19
menghabiskan sejumlah kalori dan protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan anak. g) Sosial ekonomi, keterbatasan pendapatan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan, baik kualitas mau pun jumlah makanan. h) Produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, gagal panen yang dikarenakan daerah yang kekeringan atau musim kemarau panjang menyebabkan persediaan pangan di tingkat rumah tangga menurun sehingga asupan gizi kurang.
2.2 Gizi Kurang Pada Balita Khaidirmuhaj (2009) mengatakan bahwa gizi kurang merupakan gangguan kesehatan akibat ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan seperti pertumbuhan, aktivitas berfikir, dan lain-lain (Hasdianah, 2014). Sedangkan balita gizi kurang menurut Kementerian Kesehatan (2012) adalah balita dengan status gizi kurang yang dilihat berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z-score adalah <-2 SD sampai dengan -3 SD. Anak dengan asupan gizi kurang akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat daripada anak dengan asupan gizi cukup. Seperti pada pertumbuhan yang meliputi rendahnya tinggi badan, berat badan, perkembangan otak, tingkat kecerdasan, serta psikisnya pun rendah dan rentan terhadap penyakit infeksi (Hasdianah, 2014).
20
Tumbuh kembang serta perkembangan otak anak sangat pesat pada usia balita. Bahkan, fase cepat tumbuh (growth spurt) otak ternyata hanya terjadi sampai usia 18 bulan (1,5 tahun). Meskipun kemudian otak masih terus berkembang sampai anak berusia 5 tahun, namun kecepatannya sudah mulai menurun (Khomsan, 2004). 2.2.1 Penyebab Gizi Kurang Menurut Unicef (1998), gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah di masyarakat, dan akar masalah. 1) Penyebab langsung a. Asupan makanan anak yang tidak memadai Jika asupan makanan yang diberikan pada anak tidak cukup baik, maka dapat menurunkan daya tahan tubuh (imunitas) anak, sehingga anak mudah terserang penyakit infeksi dan dapat mengurangi nafsu makan, akhirnya anak dapat menderita gizi kurang. Semakin bertambahnya usia anak, maka semakin bertambah pula kebutuhannya. Di dalam keluarga, konsumsi makanan dipengaruhi oleh jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
21
Menurut Kemenkes (2012) Gizi seimbang merupakan makanan yang dikonsumsi dalam satu hari beragam dan mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat kesehatan dan tumbuh kembang balita yang optimal. Sedangkan konsep dasar gizi seimbang adalah pemberian makanan yang sebaik-baiknya yang harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Jadi, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan. Prinsip nutrisi yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan pada balita (Barasi, 2009) adalah : a) Harus mencapai angka referensi gizi untuk kelompok usia yang bersangkutan b) Tidak dianjurkan diet rendah lemak c) Perhatikan densitas nutrient, terutama yang beresiko defisiensi seperti kalsium, zat besi, zink, vitamin A, dan vitamin C d) Hindari gula dari sumber selain susu, atau makanan berlemak dalam jumlah berlebihan
22
Sedangkan zat gizi yang dibutuhkan balita menurut Pandi (2008) adalah : 1) Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula pasir, gula merah, jagung manis, madu, susu sapi, ASI, rumput laut, asparagus, ubi jalar) sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, gandum, pisang, daging has, apel, jambu biji, serealia). 2) Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. 3) Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak hewan atau lemak tumbuhan. 4) Vitamin
adalah zat-zat
organik
yang
kompleks
yang
dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh. a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata, dan kulit juga mencegah kelainan bawaan, vitamin A terdapat dalam susu, keju, mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan segar seperti wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar. b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia, vitamin ini terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging, dan tempe.
23
c. Vitamin C berguna dalam pembentukan integritas jaringan dan peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi, banyak terdapat mangga, jeruk, pisang, nangka. 5) Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta mengatur keseimbangan cairan tubuh. a. Zat besi, berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, zat ini terdapat dalam daging, ikan, hati ayam, bayam, kedelai. b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi zat ini terdapat dalam susu sapi, keju. c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat ini terdapat dalam rumput laut, serealia, dan sea food. Penentuan kebutuhan gizi berbeda antar zat gizi. Patokannya berdasarkan penentuan angka atau nilai asupan gizi untuk mempertahankan orang tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap pertumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan kondisi fisiologisnya (WNPG, 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bayi dan balita dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
24
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Bayi dan Balita Usia
BB TB Energi Protein Lemak KH (kg) (cm) (kkal) (g) (g) (g) 6 61 550 12 34 58 0 - 6 bln 9 71 725 18 36 82 7 - 11 bln 13 91 1125 26 44 155 1 - 3 thn 19 112 1600 35 62 220 4 - 6 thn Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2012
Vit A (mcg) 375 400 400 450
Vit C (mg) 40 50 40 45
Besi (mg) 7 8 9
b. Penyakit infeksi Faktor asupan makanan dan penyakit infeksi saling berkaitan satu sama lain. Anak yang asupan makanannya baik tetapi sering terserang penyakit, seperti diare atau demam, maka anak tersebut dapat menderita gizi kurang. Karena, infeksi dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, malabsorbsi, metabolisme terganggu, dan perubahan perilaku, sehingga berpengaruh terhadap pola makan anak. Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan kebersihan, pola asuh anak yang tidak memadai, dan pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai (Soekirman, 2000). 2) Penyebab tidak langsung a. Ketahanan pangan di keluarga Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Menurut Adisasmito (2007), ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
Kalsium (mg) 200 250 650 1000
25
pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Selain itu, kebutuhan pangan yang bermutu gizi seimbang menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Tidak ada satu jenis pangan pun yang dapat menyediakan gizi secara lengkap. Oleh karena itu, konsumsi pangan yang beraneka ragam sangat penting agar dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi dalam pangan tersebut (Khomsan, 2004). b. Pola pengasuhan anak Kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Kurang baiknya pola pengasuhan anak karena pengetahuan ibu yang kurang, terutama dalam pemberian makanan pada anak mengakibatkan anak tidak mendapatkan makanan sesuai kebutuhan Menurut Adisasmito (2007), pola pengasuhan anak adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh dalam hal kedekatannya dengan anak seperti, memberikan makan, merawat, memberikan pendidikan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya. Hal tersebut berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental ibu, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
26
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari ibu atau pengasuh anak. Menurut Sayogyo (1993) pola asuh anak adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan pengasuhan makan balita dan pemeliharaan kesehatan (Veriyal, 2010). Sedangkan menurut Rahim (2014) pola pengasuhan anak dapat dikategorikan menjadi tiga aspek yaitu praktik mengasuh anak balita dilihat dari pemberian makan pada anak, praktik kebersihan anak, dan praktik pengobatan anak. Pola
asuh
makan
merupakan
praktik
pengasuhan
pemberian makan yang diterapkan ibu terhadap anaknya (Mariani, 2002). Tujuan memberi makan pada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas, pertumbuhan, dan perkembangan. Pengasuhan makan contohnya menyediakan dan memberikan makanan sesuai dengan mutu yang memadai. Asuhan makan sering tidak menjadi optimal dikarenakan rendahnya daya beli, harga pangan meningkat, serta krisis keuangan global (Nurlinda, 2013).
27
Soehardjo (1989) menyebutkan bahwa tujuan pemberian makan anak dalam lingkup keluarga mencakup tiga aspek (Nurlinda, 2013), yaitu : a) Aspek fisiologis, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, kelangsungan hidup, aktivitas, dan tumbuh kembang. b) Aspek edukatif, yaitu mendidik anak supaya terampil dalam mengonsumsi makanan, membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, sehat, dan dibenarkan oleh agama/keyakinan masing-masing. c) Aspek psikologis, yaitu memberikan kepuasan kepada anak dan memberikan kenikmatan yang lain berkaitan dengan anak. Anak usia 1-3 tahun memiliki pertumbuhan yang berbeda dengan masa bayi. Pada masa ini aktifitasnya lebih banyak dan golongan ini sangat rentan terhadap penyakit gizi dan infeksi. Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas) serta dengan jadwal pemberian makanan sama yaitu 3 kali makanan utama (pagi, siang, malam) dan 2 kali makanan selingan (diberikan diantara 2 kali makanan utama). Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya (Depkes RI, 2006), seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Pengukuran Makanan Balita Umur Jenis/bentuk makanan Porsi Per hari 0 - 6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan, ASI di berikan setiap anak menangis, siang atau malam hari makin sering makin baik 6 - 9 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan MP-ASI Usia 6 bulan : 6 sdm (setiap Makanan Lunak kenaikan usia anak 1 bulan porsi di tambah 1 sdm) 9-12 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang (7 sdm) Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1-2 tahun ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Makanan keluarga ½ porsi orang dewasa (10 sdm) Makanan selingan ½ porsi orang dewasa > 24 bulan Makanan Keluarga Disesuaikan kebutuhan Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan Sumber : Depkes RI, 2006
Frekuensi Min 6x
Min 6x 2x
Min 6x 4-5x 1 kali 3x 2x 3x 2x
Pemilihan bahan pangan yang akan diberikan untuk bayi dan balita hendaknya disesuaikan dengan usia, karena sistem pencernaan yang relatif belum sempurna (Pandi, 2008). a) Usia 4 – 6 bulan Pada usia ini sudah dapat diberikan buah-buahan dan sayuran, seperti pisang ambon, pepaya, alpukat, labu kuning, bayam, wortel, dan lain-lain. b) Usia 7 – 9 bulan Pada usia ini dapat ditambahkan protein hewani, seperti kuning telur dan ikan.
29
c) Usia 9 – 12 bulan Pada usia ini bahan makanan yang dapat diberikan seperti makanan berbahan dasar tepung, yaitu pasta, roti, dan sebagainya. Selain itu dapat pula diberikan protein hewani seperti ayam, daging, susu, dan produk olahannya. Dapat diberikan pula sayuran rebus dalam bentuk utuh untuk latihan mengunyah, seperti brokoli, wortel, buncis, dan sebagainya. d) Usia 1 – 2 tahun Pada umumnya sudah dapat dimulai untuk makan makanan orang dewasa yang tidak terlalu keras dan merangsang (terlalu pedas atau terlalu asam). e) Usia 2 – 3 tahun Pada usia ini aktivitas anak sudah semakin meningkat. Oleh karena itu, selain pemberian makanan utama dapat diberikan pula makanan selingan (kudapan), seperti buah-buahan, sandwich, yogurt, keju, atau pun makanan yang diolah sendiri. f) Usia 3 – 5 tahun Umumnya pada usia ini anak sudah dimasukkan ke taman bermain atau taman kanak-kanak. Sehingga perlu diperhatikan pemberian sarapan dan bekal makanannya. Bekal yang dapat dipilih seperti buah-buahan, pasta, jus buah, sayuran, dan lainlain. Saat menyiapkan dan memberikan makanan untuk balita, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Pandi, 2008), yaitu
30
pemilihan bahan pangan yang cocok (jenis, kualitas, dan kuantitas), perlakuan terhadap bahan pangan, peralatan yang digunakan, sanitasi dan hygiene, membuat makanan secukupnya, berikan makanan sebaik-baiknya, perkenalkan satu jenis makanan saja setiap kali makan, sehingga dapat diketahui jika bayi tidak dapat menerima suatu jenis makanan dan menimbulkan reaksi alergi, variasikan makanan, berikan makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, makan bersama anggota keluarga yang lain, hindari pemberian makan dekat dengan waktu makan, makanan berlemak menyebabkan rasa kenyang yang lama, dan tetap berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2012, ratarata yang dianjurkan per orang/hari kebutuhan energi anak usia 13 tahun adalah sebesar 1125 kkal dan kebutuhan protein 26 gram. Sedangkan kebutuhan energi anak usia 4-6 tahun sebesar 1600 kkal dan kebutuhan protein 35 gram. Berikut adalah tabel porsi makan dan contoh pembagian makanan anak usia 3-5 tahun dalam sehari makan menurut kecukupan energi.
31
Tabel 2.4 Anjuran Pemberian Makanan Sehari Anak Usia 3-5 Tahun Menurut Kecukupan Energi No.
Bahan Makanan/ Penukar 1. Nasi 2. Sayur 3. Buah 4. Tempe 5. Daging 6. Minyak 7. Gula 8. Susu Total Sehari (kkal) No. Bahan Makanan/ Penukar 1. Nasi 2. Sayur 3. Buah 4. Tempe 5. Daging 6. Minyak 7. Gula 8. Susu Total Sehari (kkal)
Jumlah Porsi 3 1 3 1½ 2 2 1½ ½ 1.200
Pagi
Jumlah Porsi 3 2 2½ 2 3 2 2 1 1.400
Pagi
¾ ¼ 1 ½ ¼ ¾ 275
1 ¾ 1 ½ 293,75
1.200 kkal Selingan Siang Pagi 1¼ ¼ ½ ½ ½ 1 1 ¼ ¾ ¾ 112,5 437,5 1.400 kkal Selingan Siang Pagi 1 ¾ ½ 1 1 ¾ 1 75 381,25
Selingan Sore ½ ½ 87,5
Malam
Selingan Sore 2 1 1 275
Malam
1 ½ ½ ½ ¾ 287,5
1 ½ 1 1 ¾ 375
*Keterangan : Sumber : Kurniasih, 2010 1. Nasi 1 porsi = ¾ gelas = 100 gram = 175 kkal 2. Sayur 1 porsi = 1 gelas = 100 gram = 25 kkal 3. Buah 1 porsi = 1-2 buah = 50-190 gram = 50 kkal 4. Tempe 1 porsi = 2 potong sedang = 50 gram = 75 kkal 5. Daging 1 porsi = 1 potong sedang = 35 gram = 75 kkal 6. Minyak 1 porsi = 1 sendok teh = 5 gram = 50 kkal 7. Gula 1 porsi = 1 sendok makan = 13 gram = 50 kkal 8. Susu bubuk (tanpa lemak) 1 porsi = 4 sendok makan = 20 gram = 75 kkal
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi pemberian makanan pada balita (Suhardjo, 2005), yaitu : a) Faktor Ekonomi. Masyarakat dengan pendapatan rendah harus membagi pendapatannya untuk berbagai keperluan lain selain makan
keluarga,
seperti
pendidikan,
transportasi,
dan
sebagainya. Sehingga tidak jarang persentase pendapatan
32
untuk keperluan penyediaan makanan sangat kecil. Dengan demikian besar kecilnya pendapatan mempengaruhi pola konsumsi keluarga yang akhirnya berimbas pada keadaan gizi keluarga, khususnya anak balita yang rawan gizi. b) Faktor Budaya. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, misalnya budaya masyarakat tertentu yang menganggap suatu bahan makanan tabu untuk dikonsumsi karena alasan tertentu. Budaya di masyarakat masih ada yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga, sedangkan anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas berikutnya, dan yang paling umum mendapatkan prioritas terbawah adalah ibu rumah tangga. Apabila hal tersebut masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, sedangkan pengetahuan gizi belum dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan, maka dapat menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama maka dapat mengakibatkan masalah gizi kurang dalam keluarga tersebut, terutama pada golongan rawan seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita. c) Banyaknya Anggota Keluarga. Jumlah anggota keluarga yang banyak akan berpengaruh pada konsumsi makanan keluarga,
33
khususnya keluarga miskin. Pemenuhan kebutuhan makan keluarga akan lebih mudah jika anggota keluarganya sedikit. Apabila keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak akan berkurang. Ironisnya jumlah anggota keluarga yang banyak sebagian besar ditemui pada keluarga miskin, sehingga banyak anak-anak keluarga miskin menderita gizi kurang bahkan gizi buruk karena konsumsi makanannya kurang, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Selain itu, makanan yang diberikan pada anak juga harus memenuhi kuantitas dan kualitas yang sesuai, serasi dengan tahap perkembangan anak, cara pengaturan dan pemberian makanan yang benar supaya menimbulkan selera makan, serta kebersihan, kerapihan, dan keindahan seperti kombinasi warna dan suasana saat makan perlu diperhatikan. Sehingga anak merasa makan merupakan saat-saat menyenangkan baginya (Nurlinda, 2013). Sedangkan menurut Khomsan (2004), wanita memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan nasib bangsa. Melatih ibu untuk menjadi pengasuh anak yang baik akan menghasilkan generasi baru yang berkualitas. Ibu yang kelihatan bahagia ketika mengasuh anaknya akan memberikan pengaruh positif terhadap tumbuh kembang anak yang optimal. Membentuk pola makan yang baik untuk anak menuntut kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak sering mengalami fase sulit makan dan jika dibiarkan akan mengganggu tumbuh kembang anak karena
34
jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang. Permasalahan makan bisa terjadi karena anak meniru pola makan orang tuanya, seperti tidak suka sayur, suka pilih-pilih makanan, bahkan yang mungkin sedang berdiet untuk menurunkan berat badan. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada perilaku makan anak. Untuk mengatasi masalah tersebut, ibu bisa memberikan makanan pada anak dalam porsi kecil, jika sudah habis ibu bisa menawarkan anak untuk menambahkan kembali. Karena ada anak yang mual ketika melihat makanan dengan porsi besar tersaji di depannya. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, beri kesempatan
anak
untuk
memilih
makanan
sendiri
yang
disukainya disertai dengan pengawasan dari orang tua. Sulistyoningsih (2011), kesulitan makan merupakan ciri khas anak balita atau anak prasekolah, karena pertumbuhan menjadi lebih lambat dibandingkan ketika masih bayi. Nafsu makan anak tergantung pada aktivitas fisik dan kondisi kesehatan. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak menjadi sulit makan, yaitu : a) Anak mengalami infeksi b) Anak terlalu aktif sehingga kelelahan c) Anak
merasa
kenyang,
namun
masih
menghabiskan makanannya d) Waktu makan yang tidak menyenangkan
dipaksa
untuk
35
e) Anak sedang terganggu secara emosional, mencari perhatian, dan terlalu mendapat perhatian berlebih Adapun
gejala
sulit
makan
pada
anak
adalah
memuntahkan atau menghambur-hamburkan makanan yang sudah masuk ke mulut, makan berlama-lama atau memainkan makanan, menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, hanya mau makan makanan cair atau lumat, kesulitan menghisap, mengunyah, menelan, atau langsung menelan tidak mengunyah (Nurlinda, 2013). Sulistyoningsih (2011) dalam bukunya yang berjudul gizi untuk kesehatan ibu dan anak juga menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak yang kesulitan makan. Upaya tersebut adalah : a) Hindari menghidangkan makanan terlalu banyak b) Tidak memaksa anak mencoba makanan baru c) Hidangkan makanan yang bervariasi, baik dari bentuk, rasa, maupun cara penyajiannya d) Tidak memarahi atau memberi hukuman jika makanan tidak dihabiskan, dan beri pujian jika anak berhasil menghabiskan makanan e) Berikan kesempatan anak belajar makan sendiri f) Biasakan untuk makan bersama dengan anggota keluarga yang lain
36
Menurut Hasdianah, dkk (2014), karakteristik pola makan balita adalah sulit makan, nafsu makan berubah-ubah, cepat bosan dengan cara makan sambil duduk, sehingga perlu dengan cara bermain-main. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan nafsu makan maka ciptakan suasana makan yang menyenangkan, kembangkan kebiasaan makan yang baik dengan makanan yang beragam dan pola makan yang teratur, hindari makanan yang banyak mengandung minyak, pengawet, atau junk food lainnya. c. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan hygiene Pelayanan
kesehatan
merupakan
akses
atau
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit
dan
pemeliharaan
kesehatan
seperti
imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktik bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih. Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan dikarenakan jauh atau tidak mampu membayar, kurang pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak (Adisasmito, 2007). Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau serta kesehatan lingkungan yang buruk menyebabkan anak rentan terhadap penyakit infeksi. Ketika mempersiapkan makanan, kebersihan
37
makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat mengakibatkan diare atau cacingan pada anak. Begitu pula dengan pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan makanan balita adalah : a) Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang b) Peralatan makan dan memasak harus bersih c) Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan pada balita
harus
mencuci
tangan
dengan
sabun
sebelum
memberikan makan d) Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri Selain kebersihan makanan, yang perlu diperhatikan juga adalah kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Bahan bangunan, kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko dan sumber penularan berbagai macam sumber penyakit. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor risiko penyakit diare. Faktor-faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, ruang tidur, kelembapan ruang, kualitas udara ruang,
38
binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah, serta perilaku penghuni dalam rumah (Depkes, 2007) Menurut Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Depkes RI tahun 2007 terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu bangunan rumah untuk dapat dikatakan sebagai rumah sehat, yaitu : a) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah. b) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup. c) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah. Sedangkan perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek (Notoatmodjo, 2003), yaitu :
39
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu usaha seseorang dalam memelihara atau menjaga kesehatannya agar tidak terkena penyakit dan usaha untuk melakukan penyembuhan jika sakit. b) Perilaku pencarian pengobatan, yaitu upaya atau tindakan seseorang ketika menderita penyakit mulai dari pengobatan sendiri sampai dengan pencarian pengobatan ke luar negeri. c) Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga.
Semakin
tinggi
pendidikan,
pengetahuan,
dan
keterampilan, semakin besar pula kemungkinan baiknya tingkat ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, sanitasi dan hygiene serta semakin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, begitu pula sebaliknya. Pengetahuan
gizi
merupakan
pengetahuan
tentang
makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo, 2003).
40
Pengetahuan tentang gizi sangat penting. Karena, banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tidak selalu makanan yang mahal. Masyarakat harus mengetahui bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi dengan mengkonsumsi pangan yang sesuai dengan tingkat pendapatan mereka (Heryati, 2005). Menurut Indra (2013) tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan. Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik dan tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan produktivitas. Peningkatan pengetahuan gizi dapat dilakukan melalui program pendidikan gizi yang dilakukan oleh Pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang terhadap kebiasaan makannya. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat juga berpengaruh pada pengetahuan tentang gizi di masyarakat Indonesia.
41
Menurut Erfandi (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : a) Pendidikan, adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung lebih mudah mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan,
dimana
diharapkan
orang
dengan
pendidikan tinggi akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. b) Media massa atau informasi, seiring berkembangnya teknologi, berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain dapat mempengaruhi pengetahuan dan berpengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan masyarakat. Media massa membawa pesan-pesan berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
42
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. c) Sosial budaya dan ekonomi, sosial budaya atau kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk, dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga
status
sosial
ekonomi
ini
akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang. d) Lingkungan, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh
terhadap
proses
masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e) Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar
selama
bekerja
akan
dapat
mengembangkan
43
kemampuan
mengambil
keputusan
yang
merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. f) Usia, berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik. Saat usia madya, individu akan berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Menurut
Notoatmodjo
(2005),
untuk
mengukur
pengetahuan kesehatan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau secara tertulis atau angket. Indikator pengetahuan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok responden tentang variable atau komponen kesehatan.
44
3) Pokok masalah di masyarakat Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal peningkatan gizi, namun tanpa dukungan dan kepedulian dari masyarakat tidak akan mendapatkan hasil yang optimal dan efektif. Pemberdayaan keluarga melalui revitalisasi Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional Heryati (2005). Kader posyandu merupakan salah satu bentuk kepedulian masyarakat dan partisipasi untuk perbaikan gizi masyarakat. Kader adalah tumpuan pemberdayaan masyarakat dan keluarga yang perlu mendapatkan pembekalan pengetahuan gizi melalui penyuluhan atau pelatihan. Sehingga kader dapat memberikan pesan-pesan gizi secara sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan pekarangan yang semuanya dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. 4) Akar masalah Faktor-faktor langsung dan tidak langsung seperti uraian di atas sangat berhubungan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional yaitu krisis ekonomi, politik, dan sosial. Seperti yang terjadi pada tahun 1998/1999, jumlah anak gizi buruk meningkat sampai 1,7 juta anak sejalan dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin akibat krisis ekonomi, politik, dan kesehatan lansia yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 (Adisasmito, 2007).
45
Menurut Adisasmito (2007), pokok kegiatan intervensi gizi dan kesehatan dapat dilakukan melalui : a) Perawatan atau pengobatan gratis balita gizi buruk dari keluarga miskin di rumah sakit dan puskesmas b) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak usia 6-23 bulan dan PMT pemulihan bagi anak usia 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin c) Pemberian suplemen gizi (kapsul vitamin A, tablet atau sirup Fe)
2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita adalah makanan bergizi yang diperuntukkan bagi balita usia 6-59 bulan sebagai makanan tambahan untuk pemulihan gizi (Kemenkes 2012). Depkes RI (2006), Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu PMT untuk penyuluhan dan PMT untuk pemulihan. PMT Penyuluhan diberikan satu bulan sekali di posyandu dengan tujuan sebagai pemberian makanan tambahan sekaligus memberikan contoh pemberian makanan tambahan yang baik bagi ibu balita. sedangkan PMT Pemulihan adalah sebagai suatu bentuk kegiatan pemberian zat gizi makanan dari luar keluarga yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi golongan rawan yang menderita kurang gizi maupun gizi buruk. PMT Pemulihan diberikan setiap hari serta benar-benar sebagai penambah dan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah. PMT Pemulihan diberikan selama 60 hari pada balita gizi kurang dan 90 hari pada
46
balita gizi buruk dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi balita tersebut. Prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus berkisar antara 350 - 450 kalori dan protein 10 - 15 gram. Menurut Austin, JM (1981) PMT-P merupakan salah satu cara penanggulangan masalah gizi melalui program langsung yaitu dengan menyediakan jenis makanan yang penting akan tetapi kurang dalam diet normal pada golongan rawan yakni balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. PMT-P bertujuan untuk meningkatkan status gizi, mencegah memburuknya status gizi, membantu pengobatan penyakit infeksi, dan memfasilitasi program KIE untuk orang tua dan anak (Agustine, 2010). Pelaksanaan PMT-P dapat dilakukan dengan cara : a) Pemberian PMT satu kali seminggu, dua kali seminggu atau bahkan satu bulan sekali kepada sasaran untuk dibawa pulang ke rumah (Take Home Feeding) b) Untuk sasaran yang jumlahnya tidak terlalu banyak, PMT dibuat dan didistribusikan di satu tempat (On Site Program Feeding) c) Pelaksanaan PMT di Pusat Rehabilitasi Gizi (Nutrition Rehabilitation Center)
47
2.4 Kerangka Teori Bagan 2.1 Penyebab Gizi Kurang Dampak KURANG GIZI
Penyebab Langsung Asupan Makanan
Penyebab Tidak
Tidak Cukup Persediaan Pangan
Langsung
Penyakit Infeksi
Pola Asuh Tidak Memadai
Sanitasi dan Air Bersih/Pelayanan Kesehatan Dasar Tidak Memadai
Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan Kurang Pemberdayaan Wanita dan Keluarga, Kurang Pemanfaatan SDM
Pokok Masalah di Masyarakat
Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan
Akar Masalah (Nasional)
Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial
Sumber : UNICEF (1998) dalam Depkes (2003)
48
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui secara mendalam faktorfaktor yang melatar belakangi tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapatkan PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Untuk mencapai tujuan tersebut dan berdasarkan tinjauan teori, maka disusunlah kerangka berpikir dalam penelitian ini dengan mengadopsi teori UNICEF (1998) dalam Depkes (2003) tentang penyebab terjadinya gizi kurang dari berbagai faktor. Untuk mengetahui latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P, maka peneliti ingin melihat gambaran asupan makanan dan faktor yang mempengaruhi asupan makanan (meliputi ketersediaan pangan, pemberian makan, dan pengetahuan mengenai pemberian makan) serta gambaran penyakit infeksi dan faktor yang mempengaruhi penyakit infeksi (meliputi sanitasi dan hygiene, pelayanan kesehatan, serta pengetahuan mengenai penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan). Sedangkan akar masalah di tingkat nasional (krisis ekonomi, politik, dan sosial) tidak diteliti karena permasalahannya sangat kompleks dan peneliti hanya ingin fokus untuk menggali lebih dalam permasalahan yang ada di tingkat individu dan masyarakat. Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya pada studi kepustakaan, maka peneliti menggambarkan kerangka pikir seperti yang dilukiskan pada bagan 3.1 berikut.
49
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
STATUS GIZI KURANG
Asupan Makanan
Ketersediaan Pangan
Penyakit Infeksi
Pola asuh, meliputi : - Pemberian makan - Pemeliharaan kesehatan - Praktek sanitasi dan hygiene
Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan
Pelayanan Kesehatan
50
3.2 Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah No. Istilah 1. Status Gizi kurang
2.
Asupan makanan
3.
Penyakit infeksi
Definisi Istilah Keadaan kesehatan tubuh balita akibat konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur berdasarkan indikator BB/U dengan z-score yang selama minimal satu tahun tidak melewati -2 SD (Kemenkes (2012), Supariasa, (2002)) Makanan yang diberikan ibu dan dikonsumsi balita selama 24 jam yang meliputi jenis dan jumlah makanan, baik dari makanan utama maupun dari PMT-P (Almatsier, dkk (2011)) Kejadian sakit selama 3 bulan terakhir, jenis penyakit yang diderita, upaya pencegahan dan pengobatan penyakit, serta pemahaman ibu tentang penyakit infeksi (jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi, pencegahan, dan pengobatan penyakit infeksi pada balita), cara pemeliharaan kesehatan (PHBS, bangunan rumah sehat, tempat bermain balita, definisi pergantian udara, pencahayaan rumah, manfaat air bersih, cara membuang sampah, upaya menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah, manfaat imunisasi, manfaat penimbangan balita, bahaya penurunan berat badan, dan dampak gizi kurang pada balita) (Depkes (2007), Depkes (2009), Soekirman (2000))
Cara Ukur Wawancara mendalam
Alat Ukur Pedoman wawancara
Wawancara mendalam, Pedoman wawancara, observasi pedoman obsrvasi
Wawancara mendalam
Pedoman wawancara
51
4.
Ketersediaan pangan
5.
Pemberian makan
6.
Sanitasi dan Hygiene
7.
Pelayanan Kesehatan
Kebiasaan informan memperoleh bahan makanan mentah atau jadi bagi keluarga yang meliputi cara perolehan, waktu atau frekuensi, jumlah, dan jenis makanan (Supariasa (2002), Almatsier (2011)) Praktik atau cara yang dilakukan ibu dalam memberikan makan kepada balita meliputi porsi, frekuensi, suasana yang dimunculkan ibu ketika memberikan makan, dan cara yang dilakukan ibu ketika balita sulit makan, serta pemahaman ibu tentang komposisi makanan bergizi, zat gizi dalam makanan dan sumbernya, porsi dan frekuensi makan ideal, pengertian pemberian makanan tambahan, manfaat dan waktu pemberian makanan tambahan, serta jajanan yang baik bagi balita (Almatsier, dkk (2011), Depkes (2009), Sulistyoningsih (2011)) Upaya informan dalam menjaga kebersihan lingkungan meliputi penggunaan air bersih, pertukaran udara, pencahayaan rumah, pembuangan sampah, membersihkan rumah dan halaman, serta penyediaan WC di dalam rumah, serta kebersihan diri meliputi kebiasaan mencuci tangan, mandi, dan mengganti pakaian balita (Depkes (2009), Supariasa (2002)) Keterjangkauan informan terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak, pemberian PMT-P, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktik bidan atau dokter, dan rumah sakit (Almatsier, dkk (2011), Depkes (2009), Kemenkes (2012), Supariasa, 2002)
Wawancara mendalam
Pedoman wawancara
Wawancara mendalam, Pedoman wawancara, observasi pedoman obsrvasi
Wawancara mendalam, Pedoman wawancara, observasi pedoman obsrvasi
Wawancara mendalam
Pedoman wawancara
52
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan strategi penelitian studi kasus. Pemilihan strategi ini dilakukan untuk menggali informasi-informasi secara lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi tidak meningkatnya berat badan balita yang mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Seperti yang dinyatakan oleh Bogdan dan Taylor (1975) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati serta diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang suatu hal (Moleong, 2007).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang, Kota Tangerang Selatan, pada bulan Agustus sampai November tahun 2014. Lokasi penelitian merupakan tempat pelaksanaan program PMT-P, dimana ibu dan balitanya yang tidak naik berat badan datang ke Puskesmas Pamulang untuk melakukan penimbangan, pemeriksaan kesehatan, serta konseling gizi kepada ibu balita dan kemudian diberikan PMT-P berupa biskuit dan susu. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi ke tempat tinggal masingmasing informan untuk melihat keseharian informan.
53
4.3 Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Informan Utama Informan utama merupakan objek utama dalam penelitian ini dan dipilih menurut kriteria, yaitu ibu dari balita yang tidak naik berat badannya minimal satu tahun setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. 2) Informan Pendukung Informan pendukung merupakan informan yang secara langsung terlibat dalam pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Pamulang, yaitu : a. Keluarga dari balita yang tidak naik berat badannya setelah mendapatkan PMT-P yang ikut serta dalam pengasuhan balita dan merupakan keluarga dari informan utama b. Staf dari Puskesmas Pamulang dan kader Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P
4.4 Instrumen Penelitian Dalam mengumpulkan data-data, peneliti memerlukan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini instrument yang digunakan peneliti adalah : 1) Pedoman wawancara Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara disusun berdasarkan tujuan penelitian dan teori yang berkaitan dengan masalah
54
yang
diteliti.
Dalam
melakukan
wawancara
mendalam
peneliti
menggunakan bantuan alat pencatat yaitu buku catatan yang digunakan agar peneliti dapat mencatat semua informasi yang diberikan oleh informan, dan alat tulis yang digunakan sebagai alat untuk mencatat berbagai informasi yang diberikan oleh informan. Selain alat pencatat, peneliti juga menggunakan alat perekam yang digunakan sebagai alat bantu ketika melakukan wawancara. Jadi, selain mencatat peneliti juga menggunakan alat perekam agar semua informasi dari informan tidak ada yang terlewatkan. Pengumpulan data dengan alat perekam digunakan setelah mendapat izin dari informan penelitian. 2) Pedoman observasi Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Observasi dilakukan selama 3 hari untuk melihat keseharian informan dalam mengasuh balita.
4.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Dimana data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi. Wawancara dilakukan langsung oleh peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun dan berdasarkan hasil observasi. Hasil wawancara ditulis pada buku catatan dan direkam dengan alat perekam. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang telah dibuat sebelumnya. Patton menegaskan bahwa observasi merupakan
55
metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat (Poerwandari, 2007). Sedangkan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil Puskesmas Pamulang dan data-data terkait masalah gizi kurang yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan Puskesmas Pamulang.
4.6 Validasi Data Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini dilakukan triangulasi berikut : 1) Triangulasi sumber yang dilakukan dengan mencari informasi pada informan utama dan informan pendukung 2) Triangulasi metode dilakukan karena pada penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan 3) Triangulasi data dilakukan untuk meminta umpan balik dari informan serta memperbaiki kualitas penelitian
4.7 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada penelitian kualitatif meliputi tiga komponen, yaitu : 1) Reduksi data Merupakan proses pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan
56
dan membuang hal-hal yang tidak penting, serta mengatur data sedemikian rupa agar dapat membuat kesimpulan akhir. 2) Penyajian data Merupakan suatu kegiatan penyajian data kualitatif dalam bentuk kolom, tabel, maupun deskripsi. Susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematiknya akan memudahkan untuk melangkah pada tahapan penelitian kualitatif selanjutnya. 3) Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan memperhatikan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen, setelah data tersebut direduksi dan disajikan.
57
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Pamulang terletak di sebelah timur Kota Tangerang Selatan, berada di wilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas wilayah 16,38 km2, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Setu, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Timur dan Kota Depok. Puskesmas Pamulang menempati tanah seluas ± 2400 m2 di Jalan Surya Kencana No.1 RT/RW 01/022 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Pamulang terletak di tepi jalan raya, sehingga untuk mencapainya relatif lebih mudah karena dilalui oleh kendaraan umum dan dapat pula berjalan kaki. Wilayah kerja Puskesmas Pamulang mencakup 4 Kelurahan, yaitu Pamulang Barat, Pamulang Timur, Pondok Cabe Ilir, dan Pondok Cabe Udik. Jumlah penduduk berdasarkan data dari Kecamatan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang sebanyak 143.335 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 33.047 yang tersebar di 4 Kelurahan tersebut. Jumlah Posyandu sebanyak 69, posbindu 19, dan Puskesmas Pembantu (Pustu) 1 buah di Kelurahan Pondok Cabe Udik. Untuk sarana penunjang kegiatan Puskesmas Pamulang dilengkapi dengan 1 buah mobil Ambulans (Puskesmas Keliling) dalam keadaan baik, 7 buah sepeda motor dalam kondisi baik serta 1 buah kendaraan roda tiga.
58
5.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Program pemberian PMT-P di Puskesmas Pamulang dilakukan dengan tujuan meningkatkan status gizi balita serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapai status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak tersebut. Sasaran pemberian PMT-P adalah balita usia 6-59 bulan gizi kurang atau kurus termasuk balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin. Pemberian PMT-P dilakukan setiap hari selama 60 hari. PMT-P yang diberikan berupa susu dan biskuit dengan komposisi zat gizi yaitu energi sebesar 350 - 450 kkal dan protein sebesar 10-15 gram. Dalam pelaksanaannya, TPG dibantu oleh bidan desa dan kader posyandu. Program PMT-P di Puskesmas Pamulang memiliki beberapa kegiatan seperti penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan (antropometri), konseling gizi, dan pemeriksaan klinis oleh dokter.
5.3 Gambaran Umum Informan 5.3.1 Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini adalah 5 ibu dari balita yang tidak naik berat badannya setelah mengikuti program PMT-P minimal 1 tahun. Status gizi diketahui berdasarkan indikator BB/U dari hasil penimbangan berat badan yang dilakukan Puskesmas Pamulang selama balita tersebut mengikuti program PMT-P sampai penelitian ini berlangsung. Karakteristik informan utama dapat dilihat pada tabel 5.1.
59
Tabel 5.1 Karakteristik ibu dari balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014 Karakteristik Umur Umur nikah Pendidikan Pekerjaan Pekerjaan suami Pendapatan keluarga/bulan Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah Jumlah balita dalam keluarga Umur Anak ke Jenis kelamin BB lahir Gizi kurang sejak umur Penyakit infeksi
Sumber : Data primer
Y 22 tahun 18 tahun SMP (tidak tamat) Ibu rumah tangga Satpam Sekolah Rp 1.000.000,6 orang
A 27 tahun 17 tahun SMP Ibu rumah tangga Karyawan Rp 1.700.000,5 orang
S 40 tahun 19 tahun SD Ibu rumah tangga Jual bubur/Buruh Rp 1.500.000,5 orang
N 39 tahun 16 tahun SD Buruh Buruh Rp 3.000.000,8 orang
E 20 tahun 18 tahun SD Ibu rumah tangga Buruh Serabutan Rp 800.000,7 orang
1 orang
2 orang
1 orang
1 orang
2 orang
Karakteristik balita penerima PMT-P 43 bulan 37 bulan 58 bulan 1 3 3 Perempuan Laki-laki Laki-laki 2,5 kg 3,5 kg 3,4 kg 7 bulan 19 bulan 24 bulan Demam, batuk, pilek, Demam, batuk, Demam, batuk, diare pilek pilek, diare, penyakit kulit
55 bulan 5 Laki-laki 3 kg 12 bulan Demam, batuk, pilek
36 bulan 1 Perempuan 2,5 kg 6 bulan Demam, batuk, pilek, diare,
60
Berdasarkan tabel 5.1 di atas diketahui bahwa sebagian besar informan utama berumur di bawah 30 tahun dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan satu informan bekerja sebagai buruh. Empat informan menamatkan Sekolah Dasar (SD) dan satu informan menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka memiliki balita yang berusia antara 3-5 tahun, dan menderita gizi kurang sudah lebih dari setahun bahkan ada yang mencapai tiga tahun. Penyakit infeksi yang diderita balita selama tiga bulan terakhir rata-rata sama yaitu demam, batuk, pilek, dan beberapa balita dari informan utama menderita diare. 5.3.2 Informan Pendukung Pada penelitian ini, informan pendukung berjumlah 8 orang terdiri dari 5 orang keluarga informan utama, 1 orang staff Puskesmas Pamulang, dan 2 orang kader Posyandu. Pengambilan informasi dilakukan melalui wawancara mendalam yang bertujuan untuk mengcross check informasi yang diperoleh dari informan utama. 1) Keluarga Informan Utama Informan pendukung yang pertama dalam penelitian ini adalah keluarga dari balita yang berat badannya tidak meningkat setelah mendapat PMT-P yang turut serta dalam pengasuhan balita dan merupakan keluarga dari informan utama yang terdiri dari 5 informan. Karakteristik keluarga informan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut.
61
Tabel 5.2 Karakteristik informan pendukung dari keluarga balita yang berat badannya tidak meningkat setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014 Karakteristik Umur Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan balita penerima PMT-P Sumber : Data Primer
Ne/Y 50 tahun Perempuan SD Ibu rumah tangga Nenek
Ad/A 32 tahun Laki-laki SMA Karyawan Ayah
Sn/S 41 tahun Laki-laki SD Jual bubur/buruh Ayah
I/N 15 tahun Perempuan SMP (tidak tamat) Kakak
Er/E 48 tahun Perempuan SD (tidak tamat) Jual kue keliling Nenek
62
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui bahwa karakteristik keluarga balita gizi kurang yang mendapatkan PMT-P yaitu berumur di atas 32 tahun dan satu informan pendukung yang masih berumur 15 tahun. Sebagian besar dari mereka menamatkan pendidikan tingkat SD. Informan pendukung tersebut yaitu dua dari ayah balita, dua dari nenek balita, dan satu dari kakak balita. Sebagian besar dari informan pendukung memiliki pekerjaan, dan dua informan tidak bekerja. 2) Staff Puskesmas Pamulang dan Kader Posyandu Informan pendukung kedua adalah 1 orang staff bagian Gizi Puskesmas Pamulang dan 2 orang kader Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P bagi balita gizi kurang sampai penelitian ini berlangsung. Karakteristik informan pendukung dari staff Puskesmas Pamulang dan kader Posyandu dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Karakteristik informan pendukung dari staff Puskesmas dan kader Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014 Karakteristik Li 43 tahun Umur D3 Gizi Pendidikan Tenaga Pelaksana Gizi Jabatan 20 tahun Lama bekerja Sumber : Data Primer
En 45 tahun SMP Kader Posyandu 4 tahun
Ri 38 tahun SMEA/SLTA Kader Posyandu 2 tahun
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa karakteristik informan pendukung yang terlibat langsung dalam program PMT-P adalah satu orang petugas gizi lulusan D3 gizi dan telah bekerja di
63
Puskesmas Pamulang sebagai Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) selama 20 tahun. Sedangkan dua informan pendukung lainnya yaitu kader posyandu dengan tingkat pendidikan tamatan SMP dan SMEA. Bertugas sebagai kader Posyandu sudah lebih dari 2 tahun.
5.4 Hasil Penelitian Hasil penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam baik dengan informan utama maupun dengan informan pendukung disertai dengan observasi. Observasi dilakukan selama 3 hari, setelah observasi peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan utama untuk menggali penemuan-penemuan masalah yang timbul ketika peneliti melakukan observasi. Selanjutnya peneliti melakukan validasi melalui cross check data dengan informan pendukung, yaitu keluarga informan utama yang turut serta mengasuh balita gizi kurang penerima PMT-P, staff Puskesmas Pamulang dan kader Posyandu yang terlibat langsung dalam program PMT-P. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjawab latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014. 5.4.1 Gambaran Asupan Makanan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan asupan makanan adalah Makanan yang diberikan ibu dan dikonsumsi balita selama 24 jam yang meliputi jenis dan jumlah makanan baik dari makanan utama maupun dari PMT-P.
64
Jenis makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keragaman makanan yang diberikan oleh informan utama kepada balitanya dalam sehari. Sedangkan jumlah makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya makanan yang diberikan oleh informan utama kepada balitanya dalam sehari. Dikarenakan saat penelitian persediaan PMT-P dari Puskesmas berupa susu dan biskuit sudah habis, sehingga peneliti berinisiatif membawakan susu dan biskuit yang sama sehingga peneliti dapat melihat secara langsung pemberian PMT-P oleh informan kepada balitanya. Berikut hasil observasi dan wawancara mendalam yang dilakukan peneliti selama 3 hari terkait pemberian makan balita. a. Informan Y Hasil observasi memperlihatkan bahwa informan sebisa mungkin membuat menu makanan yang berbeda setiap harinya agar balita mau makan dan tidak cepat bosan dengan makanan yang disajikan. Makanan yang disajikan terdiri dari makanan pokok, lauk pauk nabati dan hewani, serta sayur. Namun, hal ini hanya terjadi pada awal bulan saja, saat pertengahan dan akhir bulan menu makanan biasanya hanya terdiri dari dua jenis makanan saja, seperti nasi dengan tempe, atau nasi dengan telur, atau nasi dengan sayur saja. Meskipun di awal bulan informan masak berbagai macam menu makanan, tetapi balita hanya makan makanan yang berkuah saja dan hanya makan sedikit lauk pauk. Berikut kutipannya :
65
“Masak kan segitu yak banyak, tapi ya tetep makannya sayur doang. Kalo sayurnya lagi gak mau, kalo mau tempe ya tempe doang gitu, ada ikan ya ikan doang. Iya, saya gantiganti sayurnya biar anaknya gak bosen itu mulu sayurnya.” Hal serupa juga disampaikan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Kagak dia mah, doyannya sayur yak. Kadang kalo lagi kagak ada sayur baru pake telor apa tempe gitu. Ya seadanya aja kita mah.” Menurut informan utama, meskipun dalam satu piring makanan balita terdapat bermacam jenis makanan, namun balita hanya mau makan dua jenis makanan saja. Hal ini dikarenakan balita merasa bingung dengan adanya berbagai macam jenis makanan tersebut. Berikut kutipannya : “Ni misalnya ada nasi, ada sayur, ada ikan, ada tempe, kalo maunya dia makan nasi sama ikan yaudah sayurnya enggak, tempenya enggak gitu, cuma makan ikannya doang, bingung dia kali.” Sedangkan jenis buah-buahan tidak pernah disediakan informan sebagai makanan sehari-hari atau sebagai pencuci mulut. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya. Berikut kutipannya : “Gak pernah beli buah habisnya uangnya kagak cukup yak, kemarin kan masih ada angsuran motor yak. Paling kalo lagi ayahnya doang kalo lagi suka bawa dari sekolahan. Kalo
66
misalnya di sekolahan lagi ada acara apa ya dikasih nasi, kan ada buahnya gitu, gak dimakan sama ayahnya. Pisang paling mah, itu juga kalo ada orang hajatan kali mah.” Hal senada juga disampaikan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Dia mah bukan karna gak doyan buah, ya karna mamanya yang kagak beli, kagak punya duitnya beli buah.” Rata-rata konsumsi perhari balita dari informan Y adalah sekitar 150 - 200 gram nasi, 50 - 100 gram lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, dan sesekali ikan. Untuk sayur kurang dari 50 gram dan susu sekitar 40 - 50 gram perhari. Informan mengakui balita setiap hari hanya makan dengan jumlah seperti itu, hal ini disebabkan balita merasa sudah kenyang baik karena jajan maupun karena susu. Berikut kutipannya : “Ya kalo abis-abis kalo kagak ya kagak, kenyang kali makan itu jajanan juga kali ya. Jadi kenyang ama gituan. Susu 2 apa 3x setiap hari. Dia mau aja sih, cuma makannya kagak mau, kenyang ama susu. Ya maksudnya kalo nyusunya ampe 5 botol gitu ya sehari, gak mau makan, paling makannya dikit doang. Jadi dijatahin cuma 3x, paling kalo susu-susu warung tetep minum.” Informan pendukung juga membenarkan jika cucunya makan dengan jumlah yang sedikit karena sangat sering jajan atau karena kebanyakan minum susu. Berikut kutipannya :
67
“Jajan mulu sama kalo banyak minum susu makannya dikit.” Informan utama mengakui balitanya jajan dalam sehari mencapai Rp 5.000,- bahkan lebih meskipun informan tidak menyiapkan uang khusus buat jajan balita. Jenis jajanan biasanya berupa es, permen, kuaci, dan lain-lain. Walaupun informan terkadang mengetahui bahwa jajanan yang diberikan kepada balitanya tersebut tidak sehat, namun tetap dibelikan dengan alasan supaya balita tidak rewel. Berikut kutipannya : “Kalo lagi kuat jajan paling 5 ribu sehari kadang bisa lebih kadang kalo lagi gak punya duit ya cuma 2 ribu. Kagak, paling kalo ada duit itu 5 ribu kalo kagak ya 2 ribu. Tiap hari mah, kalo gak jajan nangis, kayak tadi orang disuruh tidur minta jajan. Jajan coklat, bolu yang oreo itu, permen yupi, chiki kayak kentang, taro, es, jelly drink, permen, kuaci. Iya sih, kalo jajannya gak sehat mah, kalo sekarang kayak sosissosisan atau nugget-nuggetan yang berwarna tuh, ya tetep yak kalo anaknya mau ya dibeliin juga, hehe.. ya nangis, ya dianya pengen dari pada ngadat dijalanan, malu, hehe..” Sedangkan dalam pemberian PMT-P informan mengaku balita menyukai susu yang sering diberikan oleh Puskesmas dan diberikan sebanyak 3 gelas bahkan sampai 5 gelas perhari. Sedangkan jika tidak mendapatkan susu dari Puskesmas, informan menggantinya dengan susu kental manis. Sedangkan biskuit tidak terlalu suka dan hanya dikonsumsi 2-3 keping saja perhari. Informan
68
mengatakan jika pernah berusaha membuat supaya balitanya mau mengkonsumsi biskuit seperti dibuatkan dalam bentuk agar-agar, namun balita tetap tidak mau makan biskuit tersebut. Berikut kutipannya : “Dia susu 3x kalo lagi mau ya bisa 5x. Kalo dari Puskesmas abis paling beli susu kalengan. Kalo kalengan 4 harian, paling seminggu habis 2 kaleng. Biskuit paling sehari cuma 2 atau 3 keping doang. Pernah coba gitu, biskuit pake ager kita udek, kagak dimakan, agernya doang kadang-kadang, biskuitnya kan suka ke bawah kadang kan, agernya doang dimakan.” Informan pendukung juga membenarkan hal tersebut jika balita menyukai susu dan kurang suka terhadap biskuit yang diterima dari Puskesmas. Berikut kutipannya : “Kalo nyusu mah kuat, tapi kalo ginian mah dia totol pakek susu yak, paling 1 apa 2 biji.” Informan juga mengaku jika pernah memberikan susu dari Puskesmas kepada keponakannya, alasannya karena susu yang diberikan saat itu bukan susu yang biasa diterima oleh informan dan balita tidak suka dengan susu tersebut. Sedangkan biskuit tidak hanya dikonsumsi oleh balita saja, melainkan dikonsumsi juga oleh informan dan keponakannya. Berikut kutipannya : “Kalo yang kemaren doang sekali ya gimana dikasih ponakan, hehe.. gak mau dianya, sekali doang itu mah, lagi
69
itu yang sachetan doang 20 biji, merek apa ya, lupa sih udah lama bener, jadi susunya udah ada nasinya, udah ada sayurnya, jadi itu minum susu itu aja udah kenyang gitu, yah ayunya gak suka, iya dari Puskesmas, bungkusannya warna putih, kalo beli mahal katanya gitu, ini susu bagus emang untuk ayu, dianya gak mau. Yang lain mah suka, dancow, SGM mah suka dia. Ponakan, mamanya juga suka makan (biskuitnya), hehe..” Namun, informan pendukung mengatakan jika susu tersebut dijual untuk keperluan jajan balita. Sedangkan biskuit juga ada yang konsumsi selain balita, yaitu ponakan informan utama dan informan utama. Berikut kutipannya : “Susu dancow sachetan, dia masih ASI dulu belum boleh. Kita jualin aja bakal jajan dia ini, jualin ke hera yang doyan dancow, jual 15 ribu. Dapet dari sono 2 sachetan tuh. Ya mamanya juga makan, kadang si K (ponakan informan utama).” b. Informan A Jenis makanan yang biasa dihidangkan oleh informan adalah makanan pokok berupa nasi atau mie, sayuran seperti bayam atau kangkung, dan lauk pauk seperti telur dan tempe. Namun terkadang balita hanya makan dua jenis makanan saja, menurut informan hal ini dikarenakan balita merasa bingung dengan banyaknya makanan dalam satu piring. Berikut kutipannya :
70
“Tapi bima kadang kalo ada semuanya salah satunya gak dimakan, bingung kali ya, jadi gak kemakan semua, kadang saya kasih sayur, tahu, tempe, bingung makannya, hehehe.. biasanya sayurnya yang dia makan, kadang tempenya makan sambil dia main gitu. Pernah, mungkin karna masih kenyang, jadi makan nasinya aja, sayurnya sama lauknya disisihin gitu.” Informan biasanya memasak makanan sehari 2 kali dan sering membuat makanan cemilan untuk balitanya seperti puding dan agar-agar, hal ini dilakukan supaya balita tidak bosan, tetap mau ngemil, dan tidak jajan di luar rumah. Berikut kutipannya : “Karna masak 2x jadi pagi masak ntar siang masak lagi buat persediaan sore gitu, biasanya setengah 6 tuh udah masak, siangnya jam 3 masak lagi, apa masak mie telor, telor dadar gitu, tergantung bocahnya minta apa gitu, gak mesti sih mbak. kadang saya bikinin ager-ager, kemaren saya bikinin jelly habis tak kasih susu, biar bocahnya gak bosen gitu, ntar biscuit terus takutnya bosen jadi gak mau ngemil lagi gitu. Jadi kalo jajan ke warung mintanya roti, susu, gitu, kalo yang chiki-chiki kan belum tau, saya takut ntar kalo tau jadi ketagihan.” Informan mengaku tidak memberikan buah secara khusus setiap hari kepada balitanya. Namun membelikan buah sekitar dua kali seminggu. Berikut kutipannya :
71
“Tadi pisangnya saya kasih 1 biji gak habis, dia sukanya salak mbak, kalo jeruk atau apa harus diambil isinya dulu, gak bisa makan kalo sendiri. 2x seminggu biasanya beli jeruk, mangga, atau pisang. Saya gak beli banyak sih mbak, biar bocah gak bosen jadi saya beli sekilo dulu tapi lain jenis.” Dalam sehari balita mengonsumsi nasi rata-rata sekitar 130 200 gram, lauk pauk 30 - 70 gram, sayuran 50 gram, dan susu 40 50 gram perhari. Hal ini dibenarkan informan, karena balita sering diberikan
cemilan,
sehingga
merasa
kenyang
dan
sedikit
mengonsumsi makanan utama. Berikut kutipannya : “Iya sih, mungkin karna kebanyakan makan roti, roti biskuit apa namanya ya yang gandum itu yang dalemnya ada coklatnya, tadi cuman dikasih kakaknya sama masnya 2 biji selainnya dihabisin sendiri 1 bungkus itu, jadi sukanya ngemil gitu mbak. Kalo susu tergantung bocahnya kadang kalo bocahnya minta saya bikinin, bisa 2-3 gelas.” Hal serupa juga disampaikan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Nasi pake telor. Ya kalo lagi habis ya habis, kalo gak ya kenyang mungkin ya. Soalnya kan mamanya tak suruh bikinin cemilan buat anaknya biar gak jajan. Kalo pun minta jajan di warung kayak misal habis nganter kakaknya sekolah ya paling minta susu apa roti, gitu aja. Iya, satu sampai dua
72
kali seminggu saya beliin (buah), kan lewat pasar kalo pulang kantor.” Informan mengatakan jika balitanya menyukai PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas, baik itu susu maupun biskuit. Namun, jika dari Puskesmas tidak ada maka informan sesekali membeli susu kotak cair, dan diberikan hanya jika balita minta, karena menurut informan balita cepat bosan sehingga tidak diberikan kecuali balitanya yang minta. Selain itu, balita tidak mau makan jika terlalu banyak diberikan susu. Untuk biskuit balita bisa menghabiskan setengah bahkan satu bungkus dalam sehari. Selain balita, biskuit juga dikonsumsi oleh dua kakaknya. Berikut kutipannya : “Suka. Sama ayahnya kadang dibeliin susu ultra itu mbak. Cuma kalo gak ada dia gak minta susu, kalo lagi dibeliin dia mau. Tergantung bocahnya kadang kalo bocahnya minta saya bikinin, soalnya bocah suka bosen gitu mbak kalo itu (susu) terus, mintanya air putih, sehari paling 1-2 gelas. Cuman jangan terlalu sering gitu biar dia mau makan, kalo dikuatin minum susunya ntar makannya susah. Tadi cuman dikasih kakaknya sama masnya 2 keping selainnya bocahnya habisin sendiri 1 bungkus itu.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama, jika balitanya suka susu dan biskuit dari Puskesmas. Selain balita, informan juga mengaku jika kedua anaknya yang lain juga ikut mengkonsumsi biskuit tersebut. Berikut kutipannya:
73
“Itu kemarin saya beliin susu ultramilk yang gede habis buat dia sendiri dari pagi sampe sore. Iya, kadang kakaknya juga suka makan, namanya anak-anak ya.” Informan utama dan informan pendukung mengaku tidak pernah memberikan PMT-P kepada orang lain. Berikut kutipannya : “Gak pernah ya. Anaknya juga suka kan.” “Gak.. Gak pernah.” c. Informan S Makanan pokok yang biasa dikonsumsi setiap hari adalah nasi atau mie instant, sedangkan lauk balita lebih senang makan telur daripada jenis lauk pauk yang lain, dan untuk sayur biasanya balita hanya mengonsumsi sedikit dan lebih memilih untuk minum kuahnya saja. Hal ini dikarenakan informan lebih sering menyajikan nasi dengan lauk saja, sedangkan sayur tidak karena menurut informan, jika lauk dicampur dengan sayur akan berbau amis. Berikut kutipannya : “Cuma bocahnya yang susah, susah gak mau makan, kayak ikan gitu gak makan, ini gak makan, susah, paling telor. Telor sih, seneng aja bocahnya. Kalo bocahnya gak seneng kita masakin ya gak mau, sama aja. Maunya telor ya beliin, kadang mie. Susah sih dia kalo sayur-sayuran. Kalo yang doyan, bening-bening bayem gitu, itu pun hanya mau kuahnya aja. Ga, kalo pake telor ama sayur kan amis, kadang kering aja.”
74
Sedangkan buah tidak disajikan sebagai makanan utama balita, karena informan merasa malas jika hanya ke pasar untuk membeli buah, selain itu buah dianggap tidak terlalu penting untuk dikonsumsi. Terkadang informan hanya menyediakan mie instant atau membeli makanan jadi seperti bakso, hal ini juga karena informan merasa malas jika harus sering bolak-balik ke dapur. Berikut kutipannya : “Biasa aja sih ya (gak terlalu penting). Males jalan kesono (pasar). Kadang beli buah doang males. Misalnya dari pagi ampe sore kan masih (ada lauk atau sayur), kadang malem bosan gitu ntar minta mie atau kalo ada bakso malang minta bakso malang. Males masak mulu, gak ah, itu aja, males, ribet. Pagi masak sore masak, males bolak-balik cuma ke dapur doang.” Informan pendukung juga mengatakan bahwa informan utama kurang terampil dalam hal memasak, dan makanan yang diberikan pada balita biasanya sesuai dengan keinginan balita. Berikut kutipannya : “Gak bisa dia, kurang. Ini aja yak, kan dagang bubur gini kan banyak yang dimasak yak, yang masak yang ngebumbuin yang ngeracik saya, ya kaya goreng kerupuk, bawang ya bisa, kalo yang ngebumbuin ya saya. Ya sukanya makan sama telor anak saya itu. Bukan berarti kita nurutin kemauan anaknya banget sih, kan ada masakan buat anak-anak terus
75
ga dimakan mintanya malah yang lain, ya yang kenyang orang tua-tuanya juga. Jarang sih kalo buah ya.” Rata-rata konsumsi balita dalam sehari berkisar antara 100 150 gram nasi, 30 - 50 gram lauk pauk, dan 20 gram sayur. Informan memberikan susu sekitar 40 gram perhari. Informan membenarkan jika balitanya sehari-hari mengonsumsi makanan utama dengan jumlah seperti itu dan informan berpendapat jika balitanya merasa kenyang atau jika balita sedang sakit maka makannya akan sedikit. Berikut kutipannya : “Iya, karna udah kenyang jajan, kayak permen, udah kenyang ngemil, jajan kayak es, kerupuk, ya gitu. Ya paling berapa suap udah. Kalo udah batuk juga gak mau makan bocahnya, ngerasain sakit di sini (tenggorokan) kali ya, dipaksain makan kasian malah muntah. Kalo susu bangun tidur sama sebelum tidur aja.” Informan mengaku selalu membelikan jika balita minta jajan, kecuali jika balita sedang sakit kadang tidak dituruti permintaannya. Bahkan dalam sehari balita bisa jajan lebih dari Rp 10.000,-. Berikut kutipannya : “Ya itu, semintanya dia bae, apa yang dia minta saya beliin, iya jajan. Hhmm, ga bisa diitung. Kalo lagi kumat ya ampe 10 ribu, kadang lebih, gak bisa matokin saya mah, gak, jarang (gak dibeliin). Biarin, hehe.. kadang kemana-mana
76
saya siapin duitnya, kalo gak minta ya biarin aja. ya kalo gini (sakit) saya larang, susah sih bocahnya.” Informan mengaku tidak bisa melarang balitanya untuk tidak jajan karena jika tidak dituruti maka balita akan rewel. Selain itu, adanya warung tepat di depan rumah informan dan pengaruh temannya yang jajan membuat balitanya semakin sering jajan. Bahkan, terkadang informan memberikan jajanan balita tersebut sebagai lauk. Berikut kutipannya : “Iya udah biasa gitu, ya dilarang gimana ya, orang kulkas di depan warung tinggal buka sendiri sih, hehe.. kalo kulkasnya ada kuncinya kali ya dikunci, ya kalo tiap di warung pasti ada kulkas ya gimana, bocahnya tiba-tiba udah dibawa udah diminum, ya kalo lagi ngeliat temannya ya minta. Ya kalo ada bapaknya masih bisa di ini-in sama bapaknya. Ya enggak, biar anteng mau makan juga. Jadi kalo sambil minum es nafsu makannya nambah gitu, jadi minum es sambil makan nasi gitu. Makanya kadang minta permen ya sambil makan, chiki kadang buat lauk gitu buat mancing.” Hal senada terkait dengan kebiasaan jajan juga dikatakan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Udah gak keitung kalo dia mah, paling kalo ada saya di rumah aja dia gak jajan, jajan es mulu tuh ya gimana warungnya depan rumah ya.”
77
Untuk PMT-P dari Puskesmas, informan utama mengaku jika balita hanya menyukai biskuitnya saja dan dalam sehari dihabiskan sebanyak 5 keping, sedangkan susu balita tidak mau karena menurutnya tidak enak atau rasanya asin. Sehingga informan mengganti susu tersebut dengan susu kental manis yang biasa diberikan dua kali sehari. Informan tidak berupaya untuk membuat balitanya menyukai dan mau mengkonsumsi PMT-P tersebut dengan alasan susu tersebut tidak sesuai dengan umurnya. Berikut kutipannya : “Doyan. Paling 3 keping sekali makan, ntar bikin lagi 2. Ngambil (dari Puskesmas), tapi gak minum, dia mah kan gak doyan susunya katanya asin paling makan biskuitnya aja sama teh gitu. Dia gak mau sih, kadang udah gak ukurannya, saya juga takut. Minumnya susu sachet saya beliin, minum pagi ama malem.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balitanya diberikan susu kental manis karena tidak suka dengan susu yang diberikan dari Puskesmas. Berikut kutipannya : “Dia mah minumnya susu itu, sachet yang manis. Kalo yang dari Puskesmas gak doyan, gak ada rasanya katanya. Yang penting mah dia mau minum susu ya, karna makannya juga sedikit kan.” Sedangkan
menurut
informan
pendukung
dari
Staff
Puskesmas, tidak masalah jika balita tersebut diberikan susu
78
meskipun tidak sesuai dengan umurnya karena berat badan balita masih kurang dan tidak sesuai dengan usia yang seharusnya. Berikut kutipannya : “Iya, karna kan berat badannya tidak sesuai dengan umurnya. Jadi gak apa-apa itu.” Informan utama mengakui jika susu yang diperoleh dari Puskesmas diberikan ke saudaranya dikarenakan balita tidak suka. Sedangkan biskuit juga bukan hanya balita yang mengonsumsi, melainkan kakak balita, bahkan orangtua balita juga terkadang ikut menikmatinya. Berikut kutipannya: “Ya itu kalo dapet dari Puskesmas aja saya kasih kesono adek saya, habis dikasih gimana gak diambil, sayang kan, tak kasih ponakan saya aja, umurnya segini sih 2 tahun. Mas nya, mbak nya, kadang saya sama bapaknya paling satu dua kalo lagi pengen gitu.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa informan utama selalu memberikan susu yang diperoleh dari Puskesmas kepada saudaranya. Berikut kutipannya : “Ya itu kalo dapet dari Puskesmas dikasih ke adeknya terus. Bocahnya doyan susu sachet ya. Daripada gak keminum kan.” d. Informan N Informan N mengaku balitanya tidak mau makan nasi, bahkan takut dengan nasi. Jadi untuk menggantikan nasi biasanya
79
informan memberikan bubur atau mie instant. Selama observasi balita juga terlihat sangat jarang makan sayur. Untuk lauk pauk balita biasa mengkonsumsi telur, tempe, atau sosis. Makanan yang diberikan biasanya sesuai dengan permintaan balita saja. informan tidak menyiapkan makanan khusus. Selain karena informan bekerja, menurut informan keluarganya menjadi tidak suka makan karena terpengaruh oleh kebiasaan balitanya tersebut, sehingga informan juga jarang memasak. Berikut kutipannya : “Kagak, orang takut kak, dikasih 1 (nasi) aja begini nangis emang dari kecil, kagak doyan nasi. Ya tergantung dia mintanya aja, kayak makan juga gak bisa dipaksain harus makan ini, enggak. Paling dia jajan atau mie, kalo bubur juga masih mau dia. Jadi pada kebawa ini (balitanya), abangnya gitu kakak-kakaknya juga, jadi asal dateng ga ribut makan jadinya, kagak ada yang ma makan-ma makan, iya kalo berangkat mah berangkat aj gitu, kalo pulang paling kalo misalnya dia laper mie goreng aja biasa udah tidur bleg gitu, jadi pagi jarang masak nasi, kadang nasi saya masak kebuang.” Sedangkan menurut informan pendukung balita tidak mau makan nasi sekitar satu tahun ke atas, hal ini dikarenakan balita merasa bosan dengan makanan yang disajikan tersebut. Berikut kutipannya :
80
“Soalnya waktu itu dia masih doyan ama nasi pas sebelum bisa jalan, kan dia lagi bisa jalan 2 tahun kan yak, ee.. pas itu masih suka makan nasi pake kuah mie telor gitu masih mau, tapi pas udah lama-kelamaan mungkin bosen apa gitu udah gak mau, sekitar setahun apa setahun setengah gitu lah, gak tau bosen mungkin, tapi makin kesini malah makin parah misalnya dikasih nih, dikasih makan tapi 2 suap udah, kayak gitu udah, makin lama makin berkurang, dia cuman mau mie nya aja gitu.” Sedangkan untuk jenis makanan lain informan mengaku jika balitanya suka pilih-pilih seperti seperti balita tidak mau bakso yang dagingnya lebih terasa. Berikut kutipannya : “Makannya telor rebus kadang bakso dia pake mie. Cuman bakso dia yang banyak dagingnya kagak seneng, dia daging gak mau. Kadang telor didadar pake terigu. Sayur sih masuk taro dimangkok kayak sayur bayem, sawi putih. Paling kalo kita abis masak pas abis mateng kita kasih kadang abis, kalo siang gak, paling sehari sekali doang. Tempe ama tahu kalo digoreng seneng banget digadoin makan pake sambel.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung, bahwa balita hanya menyukai beberapa jenis makanan saja. Berikut kutipannya : “Ya kalo sayur masih mau yang penting ada kuah-kuahnya, sayur apaan aja sih mau, kalo nasi gak mau. Kalo tahu dia
81
mau, kalo ayam dia gak, misalnya makan bakso kadangkan ada daging-dagingnya keluar dikit itu dipilihin ama dia, gak mau, makanya dia sendiri doang ne yang aneh, daging gak suka, ayam gak suka, ikan juga gak.” Untuk
buah-buahan,
informan
mengatakan
hanya
menyediakan jika balita meminta, karena menurut informan akan sia-sia jika sudah dibelikan namun balitanya tidak mau makan. Berikut kutipannya : “Buah suka, buah apa aja sih dia suka. Tergantung anaknya juga sih, paling kalo dia minta langsung dibeliin, soalnya kalo gak pasti gak dimakan percuma juga.” Balita hanya mengonsumsi makanan pokok sebesar 100 - 200 gram perhari, lauk pauk sekitar 60 - 100 gram, sayuran sangat jarang, dan susu 40 - 50 gram perhari. Menurut pengakuan informan, karena balita tidak suka nasi dan beberapa jenis makanan lain, jadi informan bingung mau memberikan asupan makanan seperti apa untuk balitanya, jadi informan membiarkan balitanya untuk jajan, bahkan informan menyebutkan jika jajanan tersebut sebagai makanan utama balitanya. Berikut kutipannya : “Tergantung dia aja kalo makan yak, kalo dia rasa laper ya abis, kalo kagak ya paling dimakan sedikit. Kalo bocahnya kayak gini bingung, udah dicoba kentang direbusin kagak mau juga. Kalo orang mah jajan buat makanan tambahan
82
kalo dia makanan utama dia itu. Bisa beberapa kali 3x, tengah malem juga minta susu kalo bangun.” Informan mengaku kewalahan karena setiap hari balitanya jajan, baik itu bubur, mie instan, gorengan, atau jajanan seperti chiki, es, permen, dan sebagainya. Menurut informan hal tersebut wajar saja karena balita hanya mau makan makanan seperti itu. Berikut kutipannya : “Jajan gak keitung mah dia. Ya kadang ampe 30 rebu 40 rebu, kadang keteterannya begitu, kalo dia haus kadang belinya teh gelas, kadang 3x kadang bisa 4x, ya jajan-jajan makanan biasa gitu kayak es krim emang dia seneng itu. Emang iya, pasti saya tinggalin kalo lagi pas-pasan 25ribu itu sampe ke kerjaan kepikiran cukup apa enggak gitu kan. Gak (dilarang) sih, soalnya mungkin mikirnya karna dia gak doyan makan juga kali yak, jadi kasian kalo dia gak jajan juga nanti laper atau gimana, kayak gitu jadi biar aja deh, biar dia kenyang, kenyang jajanan gitu.” Hal yang sama juga dikatakan oleh informan pendukung, bahwa balita sangat sering jajan. Berikut kutipannya : “Kalo jajan sih udah gak keitung, bisa lebih dari 7x, sekali jajan banyak, paling jajan chiki-chiki doang, jajan apa aja maunya makanan anak-anak kecil, kalo es, coklat suka banget dia, kayak roti, snack-snack. Kalo nangis pasti ujung-
83
ujungnya jajan kayak gitu. (gak pernah dilarang) Habis dia kalo dibilangin ngambek mulu sih, iya jadi berisik, males.” Menurut informan utama, balitanya suka dengan PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas baik itu susu maupun biskuit dan informan juga mengatakan jika pemberian PMT-P tersebut penting bagi balitanya yang tidak suka makan nasi. Informan biasanya memberikan sebanyak 3 sampai 4 gelas susu sehari bahkan bisa lebih dan sejak tidak mendapat PMT-P informan menggantinya dengan susu kental manis, sedangkan biskuit bisa habis satu bungkus dalam sehari. Berikut kutipannya : “Suka dia mah. Ya penting sih, bagi bocah yang gak doyan nasi mah penting banget, kalo orang mah makanan tambahan kalo dia makanan utama dia. Paling kalo siang doang ga nyusu, kalo malem bisa 2x, kalo dulu kan susu dari PKM, kalo sekarang sih susu kaleng biasa kayak gitu, 1 kaleng paling 2 hari habisnya, kadang bisa beberapa kali 3x, tengah malem juga minta susu kalo bangun. Kalo biscuit kadang kalo dia lagi mau makan seituan (bungkus) abis semua.” Informan mengatakan jika tidak pernah memberikan PMT-P kepada orang lain, namun biskuit tidak hanya dikonsumsi oleh balita saja melainkan juga oleh nenek balita. Berikut kutipannya : “Gak ya, dia kan doyan banget. Paling neneknya doang suka minta.”
84
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Gak kayaknya. Kadang juga kan nenek minta, dia suka dicelupin ke susu. Ya kadang raihannya pelit, kadang kalo neneknya minta diumpet-umpetin dulu sama mama gitu, dianya pelit soalnya.” e. Informan E Jenis makanan yang sering diberikan oleh informan E adalah makanan pokok seperti nasi dan bihun, lauk pauk seperti telur, sedangkan tahu dan tempe menurut informan balita tidak terlalu suka dan ikan sangat jarang diberikan karena menurut informan jika balita makan ikan, perutnya tidak mampu menabungnya sehingga akan dikeluarkan lagi atau Buang Air Besar (BAB). Sayuran seperti sawi putih dan toge, selain itu biasanya informan hanya memberikan kuah sayurnya saja. “Paling nasi, telor, kuah. Kalo bayem kagak mau dia mah, kuahnya doang. Iya, dia mah togenya aja, toge aja ada kuahnya gitu, nasinya ntar belakangan kalo togenya udah abis baru dimakan. Kalo tempe dia kurang, tahu juga kurang, kalo ayam makannya bukan ayam tapi ceker sama tulang yang muda itu, dagingnya kagak dimakan, ikan juga jarang. Emang dianya kalo lagi makan ikan berak-berak mulu. Kan lagi doyan ikan lele, saya beliin setengah kilo,
85
habis sekali 3, siang makan, sore makan, makan mulu sehari bisa makan berapa kali.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung, bahwa balita tidak boleh makan ikan, karena perutnya tidak kuat menampungnya. Berikut kutipannya : “Iya, dia ada maag. Gak boleh makan ikan, lele, makan ikan mas, somay, ikan cue, makanya yang bau amis-amis telor gak boleh dulu, dilarang gak boleh. Itu bau amis, perutnya gak mau nabung. Bocahnya doyan, sampe dalem langsung keluar, gak kuat, keluar lagi, eneg kan.” Sedangkan untuk buah-buahan informan tidak menyediakan setiap hari karena menurut informan balita tidak suka makan buah, dan diberikan hanya ketika balita minta saja atau ketika balita sedang sakit diare. Berikut kutipannya : “Bocahnya kan gak suka buah, paling jeruk doang beli sekilo itu juga kalo lagi dia minta doang. Dia mah berak-berak mulu jadi saya kasih pisang biar mampet.” Informan pendukung juga mengatakan bahwa balita jarang mengonsumsi buah meskipun kadang tersedia di rumah. Berikut kutipannya : “Buah kadang sering beli buat engkongnya, gak mau bocahnya, paling kalo lagi minta tak kasih separohnya. Kan kadang momongan saya suka makan, jadi dia pengen juga kali yak, yaudah gitu.”
86
Jumlah konsumsi makanan pokok perhari berkisar antara 200 - 250 gram, 80 - 150 gram lauk pauk, kurang dari 50 gram sayur, dan susu hanya diberikan jika balita memintanya. Informan mengatakan jika balitanya makan sedikit akibat kekenyangan oleh jajan. Balita bisa menghabiskan Rp 10.000,- dalam sehari hanya untuk jajan dan informan biasanya memilih untuk membelikan balitanya jajan supaya tidak rewel atau karena kasihan jika teman balitanya jajan sedangkan balitanya tidak jajan. Berikut kutipannya : “Iya, makannya dikit kalo kekenyangan jajan. Sama engkongnya dijajanin mulu. Chiki paling mah, permen, paling mah es doang, es kelapa, cendol, gak kalo biskuit dia jarang, orang depannya warung di pinggir jalan. Bisa goceng kadang ga tentu juga, bisa 10 rebu, paling disediain bapaknya goceng, ntar neneknya lain goceng, engkongnya laen. Ya karna dia minta, kalo gak dikasih ya nangis, biar jangan berisik, dia mah cerewet. Tetep bae jajan mulu, kalo gak jajan kasian bocahnya ntar dia melongo bae, kadang saya itu kasih jajanan di dalam sini, tetep bae jajan yang itu lagi. Ncingnya beliin ale-ale sama jelly drink ditaroh di kulkas, tetep bae jajan, padahal kan itu ngenyangin yak. Paling 1x doang kalo itu, bikin susu, kagak nentu tiap hari juga, kalo dia minta doang. Kalo lagi gak minta yaudah kagak saya beliin.”
87
Informan pendukung juga membenarkan jika cucunya sangat sering jajan. Berikut kutipannya : “Ya, kalo engkongnya jajanin, ya namanya juga bocah ya, paling jajannya dibeli buat dikumpulin dikulkas, ya tiap hari pasti. Ya itu, chiki-chiki itu, kalo biskuit kan dia gak suka,” Informan mengaku jika balitanya tidak terlalu suka dengan PMT-P berupa susu yang diberikan oleh Puskesmas sedangkan biskuit balita suka. Informan hanya memberikan susu sebanyak satu kali dalam sehari, karena menurut informan jika sering diberikan dapat menyebabkan anak diare. Jika dari Puskesmas tidak diberikan susu, maka informan memberikannya hanya ketika balita minta saja. Untuk biskuit, balita menghabiskan lima keping perhari. Berikut kutipannya : “Paling 1x doang kalo itu, bikin susu cuma sekali doang Gak sih, kagak nentu tiap hari, kalo dia minta doang. Kalo lagi gak minta yaudah kagak. Ini udah 2 bulan kagak pernah minta. Ya takut aja kalo setiap hari ngasih saya takut ntar mencret mulu. Ya apa ya, emang lagi 9 bulan minum susu ituan ya mencret. 5 keping paling sehari.” Hal yang sama juga dikatakan oleh informan pendukung jika balita hanya diberikan susu ketika balita minta saja dan biskuit dalam sehari dikonsumsi sebanyak 3 - 4 keping. Berikut kutipannya : “Kan sekarang susu kalo lagi dia pengen doang, ya bisa 3 kadang 4 keping.”
88
Informan mengakui jika PMT-P yang diterima dari Puskesmas dikonsumsi tidak hanya oleh balitanya saja, melainkan dikonsumsi juga oleh balita momongan informan pendukung baik itu susu maupun biskuit. Karena PMT-P dari Puskesmas sudah habis, jadi jika balita minta susu, maka informan membelikan susu kental manis. Berikut kutipannya: “2 kadang-kadang 1 bungkus. Bagi sama aping (momongan). Kalo susu juga bagi dua kadang-kadang 2 dus kadang 3 sampe sebulan baru abis. Si aping yang makan (biskuit). Beli yang sachet paling kalo dia minta kalo lagi gak dapet ya.” Sedangkan menurut informan pendukung, PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas tidak hanya dikonsumsi oleh balita momongannya saja, melainkan juga pernah diberikan kepada tetangganya, karena menurut informan tidak ada salahnya jika saling berbagi dengan orang lain. Terkadang susu PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas diganti dengan susu kental manis oleh ibu balita momongannya. Sedangkan biskuit dikonsumsi juga oleh encing dan engkong balita. Berikut kutipannya : “Iya, dikasihin sama si kembar. Kalo gak punya susu kadang kasian, dikasih 1 dus sama E, giraangg banget dia, kan kekurangan susu kasian. Gak papa kan orang bagi-bagi rejeki, kasian. Dia nyusu katanya kuat banget, bapaknya belom gajian. Mboh si Aping, ama emaknya dituker, buat cucu saya dibeliin susu set-setan, susu kaleng. Ditukerin
89
sama mama Aping. Ga suka dia, ga ada rasanya kan. Ya wika doang, kalo pagi, Aping dibagi dikit, paling encingnya nyicipin dikit, engkongnya kadang.” Informan pendukung dari staff Puskesmas dan kader Posyandu mengatakan bahwa tidak ada pengawasan khusus yang dilakukan supaya PMT-P yang diberikan hanya dikonsumsi oleh sasaran yaitu balita penerima PMT-P bukan orang lain. Berikut kutipannya : “Kita titip kader tolong kasihin dan diliat, paling cuma beberapa orang aja kan, gak setiap hari, kader juga sibuk kan.” (Informan Pendukung Li) “Kayaknya gak terlalu sampe diawasin juga sih. Kan susu ada yang berapa-berapa bulan gitu ya, ya kita subtitusikan buat mereka-mereka yang umurnya sesuai, kan gak mungkin juga kita kasih susu dengan umur yang gak sesuai dengan anaknya.” (Informan Pendukung En) “Gak ada. Paling kalo ada dari Puskesmas tolong kamu liat si ini, trus kalo ada susu tolong kasih ke ini, udah paling gitu aja sih.” (Informan Pendukung Ri) 5.4.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan Faktor yang mempengaruhi asupan makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan pangan, pemberian makanan, dan pengetahuan informan tentang pemberian makan balita.
90
5.4.2.1 Ketersediaan pangan Ketersediaan pangan yang dimaksud adalah kebiasaan informan memperoleh bahan makanan mentah atau jadi bagi keluarga yang meliputi cara perolehan, waktu atau frekuensi, jumlah dan jenis bahan makanan. a. Informan Y Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh suami informan adalah Rp 1.000.000,- perbulan dan memiliki pendapatan lebih sekitar Rp 80.000,- perhari jika suami informan melakukan pekerjaan tambahan di sekolah, seperti mengecat, atau bersih-bersih setelah sekolah mengadakan suatu acara. Sebagian besar uang tersebut digunakan untuk membayar angsuran motor yaitu Rp 650.000,- dan informan juga mengeluhkan jika suaminya sangat suka merokok, bahkan sehari menghabiskan 2 bungkus rokok atau beli rokok eceran jika lagi tidak memiliki uang. Informan tinggal di rumah ibunya sehingga tidak perlu lagi menyisihkan uang untuk membayar kontrakan. Sedangkan uang untuk belanja sehari-hari diberikan sekitar Rp 10.000,- sampai Rp 20.000,perhari. Berikut kutipannya : “Ayahkan gajinya 1 juta, kemarin buat motor 650, paling megang berapa, paling 250 perbulan. Ya kalo lagi ada sampingan dikasih, kalo lagi libur paling
91
kayak ngecat, paling kalo dikasih ya 80, ya separohnya mah kagak dikasih semua, ayahnya ayu mah kuat banget rokoknya. Sehari 2 bungkus dia mah, sebungkus 12 ribu, kalo lagi punya duit itu mah, kalo lagi gak punya duit paling beli eceran. Ya disuruh mah disuruh, orang kata dokternya juga udah disuruh berhenti ntar jangan ngerokok jangan ngopi, tetep aja masih ngerokok ama ngopi.” Informan
juga
mengatakan
bahwa
setiap
hari
berbelanja bahan makanan mentah di warung dekat rumahnya dan tidak pernah membeli makanan jadi, karena menurut informan jika membeli makanan jadi tidak mencukupi seluruh anggota keluarganya yang berjumlah enam orang dan hanya bisa untuk makan suami dan anaknya saja. Berikut kutipannya : “Gak pernah beli sih, abisnya gak pernah beli lauk mateng gitu, habis kalo beli lauk mateng juga udah langsung abis, hehe.. maksudnya, saya mah masak terus, masak sendiri. Kalo beli lauk kita kan keluarga banyak yak misalkan ada ponakan, emak, kalo beli lauk mateng yak, beli 3 ribu dikit banget, cuma buat ayu ama ayahnya, mendingan masak sendiri kan banyak, ketauan.”
92
Bahan mentah yang dibeli informan biasanya berupa makanan pokok yaitu beras. Informan setiap hari membeli beras sebanyak 1,5 liter dan bertahan sampai 4 kali waktu makan. Jadi dalam sebulan informan memasak sebanyak 45 liter beras untuk 6 anggota keluarga. Untuk sayuran informan selalu membeli sayur satu sampai dua ikat sawi, bayam, atau sayuran campur seharga Rp 3.000,- seperti sayur sop yang di dalamnya sudah termasuk wortel, kentang, buncis, dan kol. Untuk lauk pauk informan sering membeli bakso, tempe, tahu, ikan teri, ikan cue, ikan abong, dan jika sudah tidak memiliki uang informan hanya membeli telur. Sedangkan ikan basah lainnya seperti ikan patin atau ikan mas hanya diperoleh ketika suami informan memancing saja biasanya sekitar dua atau tiga minggu sekali. Untuk ayam dan daging sangat jarang dikonsumsi, karena keterbatasan biaya. Sedangkan buah juga tidak pernah disajikan informan sebagai makanan sehari-hari. Menurut informan hal ini terjadi karena informan tidak memiliki biaya lebih untuk membeli buah. Biasanya buah diperoleh saat ada acara tertentu seperti acara di sekolah tempat suami informan bekerja atau hajatan tetangga. Berikut kutipannya : “Sehari 1,5 liter beras. Iya habis sampe pagi, misalnya masak pagi ini ampe pagi besok masih ada paling sepiring. Habis itu masak lagi. Belanja sih tiap
93
hari kadang kol, tempe, tahu, itu doang mah, sayurnya sayur sop. Saya yang belanja. Kalo lagi ayahnya
gak
pegang
duit,
yaudah
makannya
seadanya aja. Ya gitu, yang penting ada sayurnya, ikan ya gitu, ikan cue, ikan asin, ikan tongkol, ikan teri, tempe, tahu, ya gitu. Ya kalo lagi gak ada duit, beli telor aja mah. Paling kalo dikasih ya 20rb buat belanja. Paling sering sayur sop sama sawi beli di warung. Kalo yang udah campur biasanya 3 ribu kentang, buncis, kol, yang udah jadi, kalo bakso beli lagi lain yang 3 biji 3500. Paling misalnya gak pake bakso tapi pake soun doang, paling beli tempe 3 ribu, ikan-ikan ini ikan teri, ikan abong, gitu.” Untuk susu, informan hanya membeli susu kental manis kaleng. Karena pendapatan yang diperoleh suaminya tidak mencukupi untuk membeli susu bubuk. Susu bubuk hanya diperoleh dari Puskesmas atau bidan di Posyandu saja, selebihnya balita diberikan susu kaleng. Berdasarkan hasil observasi, makanan yang disajikan informan sangat berbeda antara awal dengan akhir bulan. Jika awal bulan terlihat banyak jenis makanan yang disajikan, namun ketika pertengahan dan akhir bulan informan mulai membatasi dengan hanya membeli dua jenis bahan makanan saja. Hal ini dibenarkan oleh informan karena persediaan
94
uangnya sudah mulai menipis. Sedangkan dalam pemilihan makanan informan memilihnya sendiri biasanya berdasarkan kesukaan balita terhadap jenis makanan tersebut. Berikut kutipannya : “Kan kalo dapet dari posyandu 2 dus paling 2 minggu habis, paling beli susu kalengan lagi. Kalo kalengan 4 hari, paling seminggu habis 2 kaleng. Kesukaan dia aja. Kadang-kadang gak nyayur ya masak mie, mie gelas. Kalo dia mau pake nasi ya pake nasi. Jarang sih kalo makan mie mah, kalo emang gak punya duit, gak nyayur, gak ada tempe. Biasanya pertengahan apa akhir bulan gitu yak.” Informan
pendukung
juga
membenarkan
jika
informan utama selalu masak untuk keluarganya dan tidak pernah membeli makanan jadi. Informan utama biasanya sehari memasak 1,5 liter beras dan berbelanja setiap hari di warung dekat rumah seperti tahu, tempe, sayur sop, ikan teri. Berikut kutipannya : “Gak pernah beli (makanan jadi) dia mah. Tiap hari beli sayur di ono (warung) belakang, iya, tahu, tempe, sop, teri, macem-macem. Beras 1,5 liter ampe besok tuh baru masak lagi dia.”
95
b. Informan A Informan memiliki suami yang bekerja sebagai salah satu karyawan percetakan dan dalam sebulan memperoleh pendapatan sekitar Rp 1.700.000,- dipotong BPJS Rp 250.000,- kontrakan Rp 550.000,- dan memiliki 3 orang anak. Anak pertama sudah menempuh pendidikan SD dan biaya perbulan gratis dari Pemerintah, sedangkan anak kedua masih duduk di bangku TK dan harus membayar iuran sebesar Rp 40.000,- perbulan. Dalam hal belanja untuk kebutuhan sehari-hari dilakukan oleh suami informan saat pulang kerja, informan hanya menitipkan catatan belanjaan. Informan jarang membeli makanan jadi di luar dan selalu membuat masakan sendiri di rumah. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama dan mengenai pendapatan dan biaya lainnya diketahui dari informan pendukung, karena informan pendukung lebih mengetahui masalah biaya tersebut. Berikut kutipannya : “Masak terus mbak, emang gak boleh beli di luar sama bapaknya. Biasanya mingguan. Kata bapaknya kamu udah repot yaudah saya aja yang diluar (belanja), biasanya nyatet trus malem-malem jam 2 kadang ke pasar, kadang pulang kerja.” (Informan A) “Kalo disini UMR nya kan 1,7. Nanti kepotong BPJS 250, sekolah masnya gratis, sekolah kakaknya 40rb
96
perbulan, kontrakan 550rb perbulan. Ya, saya (belanja) sekalian pulang, tak mintain catetan aja sama mamanya. Gak nyampe seminggu biasanya juga udah abis. Sama saya tak biasain jangan beli di luar, tau sendiri mbak Jakarta, banyak yang aneh-aneh sekarang kan.” (Informan Pendukung Ad) Untuk makanan pokok yaitu beras, suami informan membeli sebanyak satu karung yang berisi 16 kg untuk 15 hari. Jadi dalam satu bulan informan memasak sebanyak 32 kg beras untuk keluarganya yang berjumlah 5 orang. Untuk sayur, suami informan membeli untuk persediaan satu minggu, namun biasanya belum sampai satu minggu sayur tersebut sudah habis dimasak oleh informan, sehingga paling tidak suami informan berbelanja sayur sekitar seminggu dua kali. Jenis sayur yang biasa dibeli adalah bayam, kangkung, dan sayur sop. Untuk lauk pauk biasanya informan membeli telur, ikan teri medan, ikan cue, tahu, tempe, dan sesekali membeli ayam. Sedangkan daging dikonsumsi hanya pada hari besar saja seperti lebaran. Untuk susu informan peroleh dari Puskesmas, bidan atau kader di Posyandu. Jika susu dari Puskesmas habis, kadang suami informan membelikan susu ultramilk yang 1000 ml sekitar 2 - 3 kotak untuk satu minggu.
97
“Biasanya beli beras perkarung yang 16 kilo untuk 15 hari, jadi sebulan beli 2x yang 16 kilo. Gak nentu sih mbak, sekitar 100 ribu sekali belanja mungkin ya, kan bapaknya yang belanja. Paling bayem, kangkung, tempe, tahu, telor, kadang ikan atau ayam kalo uang lagi ada. Susu dapet dari Bu Li Puskesmas, kalo gak ya dari bidan Posyandu, iya habis katanya. Paling dibeliin bapaknya susu ultra yang gede itu 2 apa 3 kotak buat satu minggu.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung mengenai cara memperoleh bahan makanan dan jika
susu
dari
Puskesmas
habis,
informan
kadang
membelikan balita susu cair. Berikut kutipannya : “Iya, yang 16 kg itu, sebulan 2 karung. Gak nentu sih ya mbak, seratusan mungkin ya. Ya kayak biasa aja bayam, telur, kangkung, gitu. Saya beliin, kemarin itu susu ultramilk yang gede habis buat dia sendiri dari pagi sampe sore. Kalo susu ultra yang ukuran kecil kadang habis 5 kadang 6.” c. Informan S Informan S memiliki suami yang bekerja sebagai penjual bubur ayam keliling, yang berjualan mulai dari jam 06.00 pagi sampai dengan jam 09.00 atau jam 10.00 menjelang siang. Suami informan berjualan sekitar enam atau
98
lima kali dalam seminggu. Setelah pulang dari jualan bubur biasanya suami informan mencari pekerjaan tambahan sebagai buruh serabutan seperti kuli bangunan. Pendapatan yang dihasilkan kurang lebih sekitar Rp 1.500.000,- perbulan dan uang tersebut dipakai untuk membeli bahan untuk jualan bubur sekitar Rp 250.000,- perhari, membayar kontrakan sekitar Rp 550.000,- perbulan. Informan memiliki tiga orang anak yang sudah sekolah, anak pertama SMA, anak kedua SMP, dan anak ketiga TK. Informan mendapat uang belanja sekitar Rp 10.000,- sampai dengan Rp 25.000,- perhari. “Gak tau sih, perhari dari pagi sampe pulang dagang, dari jam 6-9 gak nentu sih kadang 2 setengah kadang 300, tergantung rame atau gaknya mbak, saya gak tau, yang penting saya dikasih buat duit jajan. Besoknya buat dibelanjain lagi, muterin lagi. Ya lebih lah, orang ayam ama atinya aja udah 100 ribu abisnya. Kalo ada (telur puyuh) ya pake kalo lagi gak ada ya gak pake, bisa 2 setengah habisnya. Ya ngambil dari bapaknya sebelum dia ke pasar belanja saya ngambil duluan buat ongkos dan belanja gitu. Kadang belanja juga nungguin bapaknya, yang penting buat bocah, mas, dan kakaknya ada aja.”
99
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama. Berikut kutipannya : “Ya gak nentu juga yak, kalo lagi rame nih bisa 300 kalo sepi ya seratus lebih. Iya, itu juga buat dipake belanja lagi, kan saya biasanya jum’at apa minggu tuh gak jualan, istirahat. Ada sih yak, kalo lagi ada habis jualan saya nguli. Ya beginilah, seadanya aja.” Untuk keperluan jualan, suami informan berbelanja ke pasar, sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari informan hanya membeli bahan makanan mentah atau makanan jadi di warung dekat rumahnya saja. Untuk makanan pokok seperti beras dibeli oleh suami informan sebanyak 6 liter perhari, 5 liter digunakan untuk membuat bubur dan 1 liter untuk memasak nasi. Nasi dari 1 liter beras tersebut bertahan sampai dua hari untuk 5 anggota keluarga. Untuk sayur, informan biasanya membeli bahan mentah sayur asem, toge, atau bayam. Jika tidak berbelanja sayur mentah, informan hanya membeli sayur jadi ketika balita mau makan saja. Jenis lauk mentah yang biasa informan beli adalah tahu, tempe, ikan asin, telur. Untuk buah juga sangat jarang diberikan, karena di sekitar rumah informan tidak ada yang menjual buah dan informan merasa malas jika harus pergi kepasar hanya untuk membeli buah. Untuk susu, informan memberikan susu kental manis sachet kepada balitanya.
100
Sedangkan susu yang biasa diberikan oleh Puskesmas informan berikan ke saudaranya, karena balitanya tidak mau susu tersebut. Ketika observasi, informan terlihat jarang memasak, untuk balitanya informan hanya membeli makanan jadi seperti telur yang disantanin atau tempe orek di warung atau hanya memasak mie instant. Berikut kutipannya : “Karna harus beli seperempat atau setengah kilo kalo di pasar, kalo disini kan bisa beli dikit-dikit. 6 liter paling buat dagang, saya ambil seliter buat masak. Kadang ne pagi masak seliter ampe besok masih ada. Beli sayur ama telor paling di warteg sekali abis, abisnya masnya kan alergi telor jadi gak pernah masak telor, saya kasian. Tiap hari belanjanya, warung depan. Gak tentu, tadi mah beli sayur kadang 20 ribu, 25 ribu, tergantung sayurnya sih. kadang 15 ribu, kadang 10 ribu. Tempe, tahu, kalo ikan jarang. Maksudnya bocah saya jarang makan. Gak mau, noh ada (susu). Ntar buat adeknya aja buat adek sepupu saya aja noh punya anak umur berapa 6 bulan apa yak. Gak mau dia maunya yang ini (susu kental manis coklat), gurih kata saya mah.” Informan pendukung juga mengatakan jika informan lebih sering membeli makanan jadi di warteg atau
101
membuatkan mie instant untuk balita dan keluarganya. Berikut kutipannya : “Semau anaknya aja sih, kalo gak cocok ama masakan rumah ya beli di warteg tiap kali mau makan, jarang masak juga mamanya, paling dibikin mie aja mah.” (Informan Sn) d. Informan N Informan N bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik konveksi dan memiliki penghasilan sebesar Rp 2.000.000,perbulan. Informan juga memiliki suami yang bekerja sebagai buruh serabutan. Sehingga diperkirakan memiliki pendapatan sebesar Rp 3.000.000,- perbulan. Informan memiliki 6 orang anak, anak yang pertama sudah menikah, anak kedua bekerja sebagai karyawan sebuah rumah makan, anak ketiga yang menjaga balita gizi kurang di rumah karena tidak sekolah lagi sejak SMP kelas 2, anak keempat masih sekolah SD, anak kelima merupakan balita gizi kurang, dan anak keenam diasuh oleh kakaknya yang tidak memiliki keturunan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya, informan berbelanja bahan makanan mentah seminggu sekali, yaitu ketika informan sedang libur. Informan memasak beras hanya 1 kaleng susu saja setiap hari untuk 8 anggota keluarga, namun nasi tersebut sering
102
terbuang karena keluarga informan jarang makan nasi, melainkan sering mengkonsumsi mie instant. Berikut kutipannya : “Jadi gimana ya, jadi kebawa sama raihan gak pada suka nasi. Nasi aja suka ke buang gak ada yang makan, jadi pada ngikutin dia makan mie kayak gitu, setiap hari masak 2 gelas kecil doang tapi kebuang, 1 kaleng susu kental manis lah, tapi segitu aja gak abis.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama, bahwa informan berbelanja bahan makanan hanya ketika informan libur yaitu hari minggu, selain itu biasanya mereka membeli makanan jadi seperti mie instan karena informan jarang memasak. Berikut kutipannya : “Iya, mama (belanja), pas lagi gak kerja, minggu. Ya beli sayuran, telur, bayam, gitu. Kalo kita mah karna udah biasa makan mie kali yak makanya jarang masak, kalo masak paling ya masak mie doang, biasanya beli aja.” Jenis sayur
yang biasa dibeli adalah bayam,
kangkung, dan sawi. Untuk lauk pauk informan sering membeli tahu, tempe, bakso, sosis, dan ikan teri atau hanya membeli lauk jadi saja karena informan jarang masak. Bahan makanan yang disediakan oleh informan biasanya tidak
103
diolah oleh anaknya, sehingga biasanya informan hanya berbelanja dan memasak pada saat informan libur yaitu hari minggu. Sedangkan hari kerja biasanya balita informan hanya mengkonsumsi mie instant, membeli bubur ayam atau makanan jajanan seperti gorengan, chiki, dan sebagainya. Untuk buah informan hampir tidak pernah menyediakan karena informan membeli hanya jika balita memintanya. Sedangkan susu, informan membeli susu kental manis kaleng dan untuk 1 kaleng susu bertahan sampai 2 hari. “Iya, kan nyetock sayuran ne, ampe ketemu minggu lagi tuh masih utuh. Kalo siang pengen makan gitu yak ada sayuran di kulkas dimasak, terserah gitu yak, ini mah kagak, beli mulu, kalo ada saya paling saya masakin. Udah biasa disana (pasar), itu kadang sayur yang kemarin di jual lagi (di warung). Gak tentu sih, 50 sampe 100 buat seminggu, iya kayak tahu, tempe, sosis, bayem, kangkung, sawi, gitu. Lauk sih paling di depan di warung, iya kan kasian nenek kadang kalo gak masak, iya meskipun ada lauk ya makannya tetep mie juga. Susu mah doyan, kalo dulu kan susu dari Puskesmas, kalo sekarang sih susu kaleng biasa kayak gitu, 1 kaleng paling 2 hari habisnya.”
104
e. Informan E Suami informan bekerja sebagai buruh serabutan dan mendapat penghasilan sekitar Rp 800.000,- perbulan. Informan tinggal di samping rumah orangtuanya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari informan membeli beras sebanyak 5 liter untuk persediaan 2 minggu dan jika kurang dari 2 minggu beras sudah habis, informan membeli lagi 2 liter. Untuk sayur biasanya informan pendukung yang berbelanja setiap hari, karena informan memasak di rumah ibunya. Jadi, informan hanya memasak nasi saja, sedangkan sayur dan lauk pauk diolah di rumah ibunya. Jenis sayuran yang sering dibeli adalah toge, sawi, labu, terong, bayam, dan sayur sop. “5 liter doang, paling 2 minggu untuk bertiga bapaknya, paling kalo abis beli lagi 2 liter. Sayur dari neneknya, biasanya belanja di pasar depan noh. Ya kayak toge, sawi, labu, bayem, gitu.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan utama, bahwa informan pendukunglah yang setiap hari berbelanja bahan makanan, sedangkan informan utama tinggal mengambil makanan yang sudah dimasak untuk diberikan ke suami dan balitanya. Berikut kutipannya : “Belanjaan sama saya semua, kan saya dagang, kalo dagang sekalian apa aja di kulkas ada gitu, bayem,
105
labu, toge apa bae. Ya tiap hari (belanja) kalo lagi dagang. Kagak nentu, bisa 20 rebu apa lebih. Saya mah praktis bocahnya. Ne kan ngolahnya bareng goreng telor, ntar suaminya tinggal ambil aja disini.” Sedangkan lauk pauk seperti tahu, tempe, ikan teri, dan telur. Informan jarang memberikan buah untuk balitanya dan kadang hanya diberikan buah seperti pisang ketika balitanya diare supaya diarenya berhenti. Untuk susu, tidak diberikan jika balita tidak memintanya. Bahkan susu yang diberikan
oleh
Puskesmas
diberikan
untuk
balita
“momongan” ibu informan, menurut informan balita tidak menyukai susu tersebut dan diganti dengan susu kental manis sachet atau kaleng, selain itu informan memiliki persepsi jika balita sering diberi susu akan buang air terus. “Paling tempe, telor, ikan asin doyan banget dia. Asal dia minta aja yang dari Puskesmas bagi dua ama bocah neneknya, dia kalo mau ya paling saya beliin susu set-setan itu.” Hal yang sama juga dikatakan oleh informan pendukung. Berikut kutipannya : “Dari Puskesmas kan, mboh si ini (momongan), ama emaknya dituker, cucu ku dibeliin susu set-setan, susu kaleng.”
106
5.4.2.2 Pemberian makan Maksud pemberian makan dalam penelitian ini adalah praktik atau cara yang dilakukan oleh informan dalam memberikan makan kepada balita baik makanan utama maupun pemberian PMT-P yang meliputi porsi, frekuensi, suasana yang dimunculkan informan ketika memberikan makan, cara yang dilakukan informan ketika anak sulit makan. a. Informan Y Pada observasi hari pertama, sebelum sarapan terlihat informan Y memberikan 1 gelas susu kental manis, jam 09.00 sarapan dengan 50 gram nasi ditambah 25 gram ceker ayam dengan kuah, nasi yang dimakan sedikit karena balita ngambek informan hanya membelikan satu ceker saja. Diantara sarapan dan makan siang, terlihat balita makan jajanan berupa 1 teh gelas, ice cream, 3 potong biskuit roma yang dicelupkan dengan 1 gelas susu kental manis, dan keripik singkong sekitar 20 gram. Jam 13.45 informan memberikan makan siang sekitar 75 gram nasi dengan 15 gram tahu dan kuah, serta 20 gram ikan patin. Satu jam kemudian balita dibelikan es kelapa 1 gelas oleh suami informan. Makan sore pada jam 16.00, balita hanya makan 10 gram tahu dan 10 gram ikan patin saja. Sedangkan makan malam informan terlihat memberikan sekitar 75 gram nasi dengan 15 gram tahu dan kuah.
107
Hari kedua informan memberi sarapan pada jam 09.30 sekitar 100 gram nasi dengan 50 gram sayur sop yaitu campuran bihun, wortel, dan 1 bakso. Diantara waktu sarapan dan makan siang, balita terlihat minum es susu milkuat coklat 3 bungkus, dan 1 gelas susu kental manis. Makan siang pada jam 13.15 dengan 50 gram nasi, ditambah 10 gram mie soun pake kuah. Sore hari terlihat balita jajan es oki jelly drink, 1 permen lollipop, dan kerupuk dengan gulali. Makan malam informan memberikan 50 gram nasi dengan 20 gram tempe orek dan kuah mie soun. Sedangkan hari ketiga, sebelum sarapan balita terlihat jajan 1 bungkus coklat, 1 bungkus kecil bolu oreo, dan 1 permen yupi. Jam 08.00 informan terlihat memberikan 1 bungkus mie gelas untuk sarapan. Di antara waktu sarapan dan makan siang anak jajan es oki jelly drink, minum susu kental manis 1 gelas, dan biskuit roma 2 potong. Balita makan siang sekitar 75 gram nasi dan telur ceplok sekitar 50 gram. Kemudian setelah magrib balita makan sekitar 75 gram nasi dengan 3 bakso dan kuah. Informan mengatakan jika balitanya makan memang dengan porsi yang sedikit, oleh karena itu terkadang informan memberi makan balita saat sedang jalan-jalan sore atau ketika balita sedang bermain. Berikut kutipannya :
108
“Paling secentong, lauknya paling sayur gitu sesendok sayur yang kecil itu, tempe 1 atau tahu 1. Kadang abis kadang kagak, sisa paling 3 sendok. Pagi mau (makan), kalo siang nggak begitu, makannya ga mau, pas sore baru makan, sore makan gak begitu ini yak, semangkok sendokinnya juga gak begitu banyak, abis, cuma itu juga kalo diajak jalan-jalan sore-sore ke sana ke lapangan, diajak main iya. Paling kalo ada ayahnya lagi gak mau makan dibawa naik motor sambil makan ke rumah neneknya. Kalo gak ya di rumah bae.” Sedangkan informan utama mengaku tidak terlalu memperhatikan porsi makan balita, frekuensi makan, dan upaya ketika balita sulit makan, karena balita hanya mau makan jika disuapi oleh informan utama. Berikut kutipannya: “Kagak tau yak, makan aja gak mau ama saya, maunya disuapin emaknya bae. Paling disini (rumah) bae makannya” Informan
memberikan
makan
kepada
balitanya
sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jika balita terlihat sulit makan biasanya informan memberikan balita jajanan es, supaya balita mau makan. Berikut kutipannya : “Kalo dia bangun ya kadang jam 8 jam 9 baru makan, kalo dia bangunnya jam 6 makannya jam 7, siangnya makan jam 2 kadang jam 1, kalo sore jam 5 atau habis
109
magrib, kadang jam 8 dia makan pake bakso suka beli. Kadang 3x kadang 2x, gak tentu dia mah, kalo lagi mau ya 3x. kalo sore makan malem gak. Kalo gak mau makan ne, pernah gak mau makan, yaudah pancing pake es, minum es sembari makan, gitu. Kayak kemarin tuh, minta es. Tapi mam ya, iya mam. Gitu dia mah.” b. Informan A Pada observasi hari pertama terlihat balita sarapan pukul 07.20 dan hanya menghabiskan sekitar 30 gram nasi dengan 10 gram kuah campuran bayam dan wortel. Diantara waktu sarapan dan makan siang balita terlihat mengkonsumsi biskuit regal sebanyak 6 potong, susu ultra ¼ gelas, 1 buah permen, sayur bayam 50 gram pada jam 10.00. Dikarenakan balita tidur siang terlebih dahulu selama 2 jam, sehingga informan baru memberikan makan lagi untuk balitanya pada jam 16.23. yaitu dengan nasi sekitar 50 gram dan sayur bayam 50 gram. Untuk makan malam balita menghabiskan 50 gram nasi dengan 30 gram telur ceplok. Hari
kedua
sebelum
sarapan
terlihat
informan
memberikan 1 potong roti rasa coklat, 20 menit kemudian informan memberikan sarapan dengan nasi sebanyak 70 gram ditambah 25 gram tempe, dan kuah sayur sop dengan campuran wortel, buncis, dan kol. Menjelang siang balita terlihat minum es susu milkuat coklat. Kemudian tidur siang
110
dan makan lagi pada jam 15.30 dengan 50 gram nasi, 10 gram mie instant goreng, 20 gram tempe, dan kuah sayur sop. Malam harinya minum 2 kotak susu ultramilk coklat dan 1 potong roti rasa coklat. Sedangkan
hari
ketiga
sebelum
sarapan
balita
mengkonsumsi biskuit gandum sebanyak 5 potong, kemudian informan memberikan sarapan nasi sekitar 75 gram dengan 20 gram mie instant goreng dan 30 gram telur ceplok. Diantara sarapan dan makan siang balita terlihat mengkonsumsi biskuit gandum sekitar 6 potong dan 1 gelas susu ultramilk coklat sambil menonton televisi dan kemudian tidur siang. Sekitar jam 16.00 balita makan dengan 75 gram nasi ditambah 35 gram tempe dan 10 gram sambal kacang atau sambal pecel. Informan
biasanya
memberikan
makan
kepada
balitanya dengan porsi kecil dan jika balita mau akan ditambahkan lagi. Hal ini dilakukan supaya makanan tersebut tidak dijadikan sebagai mainan oleh balita, karena balita tidak mau disuapi oleh informan. Balita lebih senang makan sendiri sambil menonton TV atau bermain. Berikut kutipannya : “Biasanya saya kasih satu centong dulu, ntar kalo habis saya tambah, takutnya kalo kebanyakan gak habis buat mainan, soalnya kalo disuapin gak mau mbak, jadi makannya sendiri sambil nonton TV atau
111
main gitu. Kadang sama telor, kadang tempe. Nyisa paling 1 atau 2 suap.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balitanya lebih senang makan sendiri sambil menonton TV, sedangkan untuk porsi makan informan mengaku kurang tahu mengenai porsi yang diberikan informan utama, dengan alasan yang penting informan pendukung mengetahui jika balitanya makan. Berikut kutipannya : “Iya, dia maunya makan sendiri mbak sambil nonton gitu, kadang sama mamanya disuapin gak mau. Oh kalo itu kurang tau ya, gak merhatiin, yang penting anaknya mau makan kalo saya.” Informan biasanya memberikan makan kepada balita sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jika balita sedang tidak mau makan, informan tidak ada usaha untuk membujuk atau memaksa balitanya untuk makan, karena menurut informan jika balita merasa lapar akan minta makan sendiri, jadi tidak harus dipaksa untuk makan. Berikut kutipannya : “Tiga kali, pagi, siang, sama sore. Kadang kalo lagi gak mau makan ya 2x aj pagi sama sore. Gak sih. Misalnya gak mau makan sekarang ya makannya siang, kalo dia laper kan minta, misalnya kalo lagi gak mau saya biarin aja dia tidur dulu, ntar juga minta sendiri, biasanya kalo paginya gak mau makan,
112
siangnya habis bangun tidur mungkin laper kali ya, baru ma maem, nyariin apa gitu dikulkas. Gak harus dipaksain sih.” Sedangkan menurut informan pendukung, jika balita tidak mau makan, maka diberikan roti atau susu terlebih dahulu supaya perutnya terisi. Berikut kutipannya : “3x sih ya. Dikasih apa yang dia suka misalnya kayak roti gitu, baru ntar dikasih nasi, maksudnya kan yang penting biar perutnya keisi gitu, atau dikasih susu baru nanti dikasih nasi. Ini anaknya kadang susah kadang gampang makannya. Yang penting anaknya mau makan dulu.” c. Informan S Hari pertama observasi informan terlihat memberikan 1 gelas susu tidak lama setelah balita bangun tidur. Balita sudah berumur 58 bulan dan mulai jam 07.30 sampai dengan jam 09.00 balita sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) dekat rumahnya. Jam 09.15 sepulang sekolah balita jajan bakso ikan sebanyak 6 buah atau sekitar 60 gram dan 1 es teh gelas. Dari pagi sampai siang tidak terlihat informan memberikan makanan utama bagi balitanya. Informan menyuapi balita pada sore hari sekitar jam 16.00 dengan 75 gram nasi dan 20 gram sayur bayam. Malam hari balita hanya minum 1 gelas susu.
113
Hari kedua nasi setelah bangun pagi informan memberikan ¾ gelas susu kental manis dan informan tidak memberikan balita sarapan. Diantara waktu sarapan dan makan siang balita jajan 2 permen milkita. Jam 12.53 informan menyuapi balitanya dan balita hanya makan sebanyak 40 gram nasi dengan sedikit putih telur yang direbus dengan santan, balita hanya mau minum kuahnya saja. Sambil makan terlihat balita minum 1 es teh gelas. Sore hari balita jajan 1 bungkus kacang sukro, 1 bungkus kerupuk kulit, dan 1 bungkus chiki. Malam hari tidak terlihat informan memberikan makanan utama, balita hanya diberikan 1 gelas susu sebelum tidur. Hari ketiga sebelum sarapan balita makan 1 ½ potong kue brownies sekitar 40 gram dan kemudian makan bubur ayam dengan kecap sebanyak 75 gram. Sekitar jam 10 balita terlihat jajan 1 es teh gelas dan chiki 1 bungkus. Jam 2 siang balita juga jajan 1 es teh gelas dan 1 permen. Informan memberikan nasi sebanyak 75 gram dengan telur 50 gram dan kuah pada sore hari. Malam harinya balita tidak makan lagi, tetapi hanya minum susu saja menjelang tidur. Informan mengatakan jika balitanya biasa diberi makan satu centong nasi dengan sebutir telur, dan terkadang tidak dihabiskan sebanyak 2 sendok makan lagi. Informan biasanya memberi makan balita ketika balita sedang bermain atau
114
menonton Play Station (PS) di warung internet (warnet) depan rumahnya. Berikut kutipannya : “Satu centong kadang abis, kadang nyisa 2 sendok. Kalo telor ya telor mulu. Seneng aja bocahnya. Paling yang gak dimakan kuningnya doang sih, kan seret ya. Ga, kalo pake telor ama sayur kan amis, jadi kering aja. Makanya kan kalo lagi di warnet itu kan saya bawain nasi, kalo lagi main layangan juga, kalo gak gitu ntar gak mau makan. Ntar kata ayahnya ikutin mah, biar mau makan. Makanya saya ikutin saya momong.” Informan lebih sering terlihat memberikan makanan utama kepada balita hanya satu atau dua kali sehari dengan alasan balitanya tidak minta makan. Tidak terlihat ada upaya yang dilakukan informan supaya balitanya mau makan karena menurut informan percuma dibujuk jika balitanya sudah mengatakan tidak mau makan. Berikut kutipannya : “Seininya dia aja, kalo lagi mau makan 2 ya 2 kalo 3 ya 3. Iya, kadang suapin, kalo lagi kagak minta sehari kagak minta-minta (makannya), paling sore kalo lagi mau, kalo ga mau ya udah sekali doang. Kalo lagi mau sambil nonton PS gitu saya suapin mau, tapi kalo lagi enggak dipaksa tetep aja gak mau. Kalo ga minta kalo kita paksain capek.”
115
Sedangkan
informan
pendukung
tidak
terlalu
mengetahui tentang pemberian makan balita dengan alasan informan pendukung bekerja. Berikut kutipannya : “Kurang tau sih saya mbak, saya kerja, itu saya serahin ke mamanya aja deh, biar mamanya yang urusin. Kadang kalo bocahnya lagi main saya suruh ikutin biar mau makan. Susah soalnya anak saya.” (Informan Pendukung Sn) d. Informan N Observasi hari pertama memperlihatkan balita makan 1 potong bakwan sekitar 30 gram pada pukul 08.03, kemudian minum jamu 1 gelas pada pukul 09.02 dilanjutkan dengan makan bubur ayam 1 mangkok sekitar 100 gram ditambah suiran daging ayam sekitar 10 gram di jam 09.43. Balita terlihat jajan 1 es teh gelas pada pukul 11.22 dan makan biskuit regal sebanyak 3 potong. Sore hari balita jajan 1 bungkus chiki dan 1 es oki jelly drink. Malam hari balita makan sekitar 100 gram mie instant rebus ditambah dengan 50 gram telur dan sebelum tidur balita minum 2 gelas susu kental manis. Hari kedua balita sarapan hanya dengan 1 butir telur rebus sekitar 50 gram. Pukul 10.54 balita jajan 2 bungkus coklat dan 1 buah es kiko. Balita kembali jajan 1 bungkus biskuit oreo dan 1 es teh gelas pada siang hari. Menjelang malam balita diberikan sekitar 100 gram mie instant rebus
116
yang telah dicampurkan dengan 1 butir telur atau sekitar 50 gram dan minum 2 gelas susu kental manis. Sedangkan hari ketiga balita tidak terlihat sarapan, balita hanya minum 1 gelas minuman soft drink fanta, 1 bungkus wafer coklat, dan 2 bungkus susu milkuat coklat dingin. Siang hari balita hanya makan sekitar 70 gram bubur ayam dan sedikit daging ayam disuir. Kemudian balita jajan 1 es teh gelas, 2 batang sosis ayam sekitar 30 gram dan 1 bungkus chiki. Malam hari tidak terlihat informan memberikan makanan pada balitanya, namun balita diberikan 3 gelas susu kental manis sampai tertidur. Informan biasanya memberikan makanan pokok berupa bubur atau mie instant sebanyak satu porsi, dan terkadang tidak dihabiskan oleh balita, sedangkan jenis makanan lain diberikan jika balita minta saja. Balita biasanya makan sendiri sambil menonton TV tanpa disuapi oleh informan karena informan bekerja. Berikut kutipannya : “Bubur aja sih karena kan dia gak suka nasi. Kadang 1 porsi itu habis kadang gak. Bubur atau mie kadang telur, pokoknya yang gak berbau nasi sih. Kalo yang lain mah seminta dia aja yak, susah sih bocahnya. Saya kerja kan, jadi makan sendiri dia depan TV.”
117
Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balita sering tidak menghabiskan makanannya. Berikut kutipannya : “Iya, 1 mangkok bubur itu, kalo lagi datang mau ya abis, tapi seringnya sih gak. Sisanya masih banyak paling kemakan cuma berapa suap. Makan sendiri aja sambil nonton.” Balita terlihat tidak memiliki waktu makan yang tetap, dan hal ini dibenarkan oleh informan karena semua tergantung atas permintaan balitanya. Jika balita tidak mau makan biasanya balita memilih jajan dan informan tidak berusaha melakukan upaya agar balitanya mau makan dan tidak memilih makanan jajanannya. Berikut kutipannya : “Pernah, kadang malah suka gak makan, kan kadang kalo pagi tukang bubur lewat, kalo gak lewat ya gak makan dia, paling makan mie kalo mau, kalo gak ya gak, misalnya nih abang laper nih, yaudah beli mie ya, kadang gak dimakan tuh cuman dibejek gitu doang, gak dimasak cuma dimakan kering gitu. Dia mah susah sih. Repot-repot kita masakin yang ini ya kadang dia mintanya yang lain. Jadi sesuai permintaan dia aja baru kita masakin. Paling kalo lagi gak mau makan ya gak sama sekali, paling jajan dia. “
118
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung bahwa balita hanya makan sebanyak dua kali sehari bahkan dalam satu hari jika balita tidak minta makan, balita tersebut tidak makan sama sekali, hanya makan jajanan serta tidak ada upaya khusus yang dilakukan agar balita mau makan. Berikut kutipannya : “Ya paling dikasih 2x kadang dia kagak mau, ya tergantung dia yang minta. Kadang dari pagi raihan gak minta ini-gak minta itu, ya paling jajan doang, sering gitu. Gak ada sih kak, semintanya aja, susah dia.” e. Informan E Hari pertama observasi terlihat balita makan 1 potong biskuit regal dan minum susu kental manis pada pukul 07.00, dan balita baru sarapan setelah pulang sekolah pada jam 09.00. Informan memberikan sekitar 70 gram nasi dengan kecap ditambah 1 butir telur sekitar 50 gram yang diceplok. Kemudian balita jajan 1 permen coklat dan makan nasi lagi 1 sendok makan pada pukul 11.00. Siangnya balita jajan bakso ikan sebanyak 4 buah sekitar 40 gram. Sekitar pukul 14.00 informan memberikan sekitar 80 gram nasi dengan campuran 20 gram bihun dan kuah bakso. Sore hari balita makan setengah risol atau sekitar 25 gram. Malam hari balita
119
diberikan sekitar 70 gram nasi dengan 20 gram tempe dan kuah sayur. Hari kedua informan memberikan sarapan sebelum berangkat ke sekolah dengan bubur ayam sekitar 30 gram, dan sepulang sekolah balita terlihat jajan es, 1 permen. Makan siang dengan 75 gram nasi ditambah 50 gram telur, dan kuah sayur bayam. Setelah makan balita kembali jajan 1 permen coklat, 1 permen relaxa, 1 permen milkita. Pukul 15.55 informan memberikan makan sekitar 70 gram nasi dengan 40 gram telur dadar, 10 gram tahu, dan 20 gram mentimun. Setengah jam kemudian balita kembali jajan bakso sebanyak 3 buah atau sekitar 30 gram dengan campuran bihun 50 gram dan kuah bakso. Kemudian makan mangga muda 3 potong kecil atau sekitar 20 gram, dan makan garam kira-kira 1 sendok teh. Malam balita 30 gram nasi dengan 20 gram tempe dan kuah sayur. Sedangkan hari ketiga diberikan sarapan nasi sekitar 70 gram ditambah telur ceplok 50 gram dan sedikit kecap. Kemudian makan 1 potong kue putu ayu. Menjelang siang balita jajan es cendol 1 gelas dan permen yupi 2 bungkus. Siangnya informan memberikan sekitar 50 gram bihun dan makan pisang goreng sekitar 30 gram. Untuk makan sore informan memberikan sekitar 80 gram nasi dengan 20 gram sayur toge dan kuah. Kemudian balita terlihat jajan 1 gelas pop
120
ice. Makan malam informan memberikan balita dengan semangkok bakso malang, yaitu sekitar 50 gram bihun ditambah 3 buah bakso atau sekitar 30 gram dan kuah bakso. Informan mengatakan jika memberikan balita satu centong setiap kali makan dengan kuah sayur dan terkadang tanpa lauk. Untuk lauk jenis ikan tidak pernah diberikan informan kepada balitanya karena menurut informan jika balita makan ikan bisa membuat balita sakit perut. Informan biasanya memberikan makan saat balita sedang menonton TV atau saat sedang bermain di halaman rumah. Berikut kutipannya : “Nasi sama sayur doang, nasi secentong. Gak (lauk), dia mah kagak mau, yang penting ada kuahnya aja, ya ama sayur-sayurnya oyong ama soun gitu. Nyisa 5 suapan paling. Saya mah gak pernah ngasih ikan, jarang. Emang dianya kalo lagi makan ikan berakberak mulu. Paling sambil nonton apa di depan.” Hal tersebut juga diutarakan oleh informan pendukung bahwa balita terkadang menyisakan makanan dan tidak boleh diberikan ikan, selain karena bau amis, perut balita juga tidak mampu menabung ikan tersebut sehingga bisa mengakibatkan balita diare. Berikut kutipannya : “Dia makan ya banyak wika ya, sisa paling 2 suap doang, kadang bersih, ya namanya juga bocah yak, kalo lagi enak ya makan terus dia, kalo lagi gak enak
121
ya gak makan. Gak boleh makan ikan, lele, makan ikan mas, somay, ikan cue, makanya yang bau amis-amis telor gak boleh, dilarang. Kalo dikasih telor kan eneg gak boleh. Itu bau amis, perutnya gak mau nabung. Bocahnya doyan, sampe dalem langsung keluar, gak kuat, keluar lagi, eneg kan.” Untuk frekuensi makan biasanya diberikan sebanyak tiga kali sehari dan ketika balita sedang tidak mau makan, informan biasanya mengiming-imingkan sesuatu seperti akan membeli jajanan berupa es jika balita mau makan, dan sebagainya. Berikut kutipannya : “Tiga kali, pagi makan, siang makan, sore makan, makan mulu dia. Paling dibujukin, yaudah dibujuk diboongin beli es.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balita makan sebanyak tiga kali sehari. berikut kutipannya : “Mau berangkat ngaji makan nasi, ntar pulang jam 12 makan lagi baru tidur, nah sore makan lagi, 3 kali sehari. Ya sebelum tidur makan lagi itu bakso, biar pules tidurnya, kan sekarang susu kalo lagi dia pengen doang, makannya ya bisa 4 kali kalo lagi enak, kalo lagi gak enak ya 3x aja. Sambil nonton, kadang dia makan sendiri.” (Informan Pendukung Er)
122
5.4.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita Pengetahuan tentang pemberian makan balita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah informan mengetahui komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam makanan dan sumbernya, serta porsi dan frekuensi makan yang ideal bagi balita dalam sekali makan. Pengetahuan orangtua terutama ibu sebagai pengasuh balita tentang makanan yang bergizi bagi balita merupakan pengetahuan dasar yang penting untuk mengetahui perilaku pengasuh
dalam
memenuhi
kebutuhan
gizi
balitanya.
Pengetahuan mengenai makanan akan berpengaruh pada bagaimana pengasuh menyajikan makanan tersebut. Hasil wawancara mendalam dengan kelima informan utama mengenai komposisi makanan bergizi yang seharusnya diberikan kepada balita diperoleh jawaban yang beragam, namun dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi makanan bergizi menurut informan terdiri dari makanan pokok yaitu nasi, sayur, lauk, dan buah. Menurut kelima informan, pemberian makanan bergizi penting dan alasan empat informan supaya balitanya sehat sedangkan satu informan mengatakan untuk perkembangan dan kesuburan balita. Berikut kutipannya :
123
“Menunya harus ada ikan, sayur gitu, tahu, tempe, habis itu makan buah. Penting, buat perkembangan kali yak, badannya biar subur gitu.” (Informan Y) “Sayur, lauk, buah ya. Penting, supaya bocahnya sehat.” (Informan A) “Sayuran, lauk pauk, nasi. Iya penting, supaya sehat.” (Informan S) “Makan pokoknya nasi ya. Penting sih ya untuk kesehatan dia juga.” (Informan N) “Dikasih sayur-sayuran, buah-buahan. Penting, biar sehat.” (Informan E) Sedangkan pengetahuan tentang zat gizi dalam makanan
dan
sumbernya
hanya
satu
informan
yang
mengetahui dan menjawab protein dari ikan, vitamin dari sayur, energi dari susu, karbohidrat dari buah, dan lemak dari minyak. Satu informan menjawab protein dari ikan dan tiga informan lainnya mengaku tidak mengetahuinya atau belum pernah mendengar mengenai zat gizi dalam makanan. Berikut kutipannya : “Kalo makan ikan, daging, tahu, telor ada protein yak, kalo makan sayur ada vitaminnya apa gitu, kalo energi kayak susu yak, kalo karbohidrat dari sayur kalo gak
124
salah apa buah kali ya kalo lemak itu yang berminyakminyak yak, itu daging juga kali yak.” (Informan Y) “Hehe,, apa ya, lupa mbak... Protein dari ikan biasanya.” (Informan A) “Belum pernah denger sih ya.” (Informan S) “Kurang tau yak.” (Informan N) “Gak tau.” (Informan E) Sedangkan pengetahuan informan tentang porsi makan yang ideal bagi balita dalam sekali makan satu informan menjawab porsi nasi sebanyak 2 centong, sayur 1 mangkok kecil, tempe atau tahu 1 potong, buah 1, dan susu 3 kali sehari dan satu informan lagi menjawab nasi ½ centong, sayur 1 sendok sayur yang besar, tempe 1 potong, buah 1, dan susu 2 gelas. Satu informan menjawab nasi satu centong, tempe 1 potong, dan sayur satu sendok. Sedangkan 2 informan lain menjawab nasi 1 centong dan tidak tahu. Untuk pengetahuan tentang frekuensi makan yang ideal bagi balita semua informan menjawab pemberian makan pada balita sebaiknya dilakukan tiga kali sehari. Berikut kutipannya : “Nasi mah sepiring ya 2 centong sekali makan, sayur paling gak banyak cuma semangkok kecil, ada lauknya kayak tahu 1 atau tempe 1 atau kalo ikan udang 1, kalo ayam sepaha, kalo buah sehari 1 ya bisa jeruk atau apel. Kalo susu 3x yak gak boleh lebih. Makan 3x
125
sehari. Pagi jam 7, siang jam 12, sore atau habis magrib.” (Informan Y) “Nasi secentong, tempe 1 potong, sama dikasih sayur 1 sendok juga. 3x sehari sih. Pagi jam 9, siang jam 3, malam setengah 8.” (Informan A) “Nasi ½ centong, sayur 1 sendok sayur yang gede, tempe 1 potong, buah 1, susu 2 gelas. Makan 3x. Pagi, siang, sore.” (Informan S) “Gak tau. 3x. Tergantung anak minta.” (Informan N) “Kagak tau saya, kalo ngasih ya kasih aja secentong. 3x sehari mah. Semau anak aja kalau minta.” (Informan E) Sebagian besar informan mengatakan bahwa pemberian makanan tambahan itu merupakan pemberian makanan cemilan, satu informan menjawab makanan seperti roti, dan satu informan menjawab pemberian susu dan bubur. Untuk manfaat pemberian makanan tambahan setiap informan memiliki jawaban yang berbeda, satu informan menjawab supaya gemuk, satu informan menjawab agar sehat, satu informan menjawab sebagai pengganti makanan utama bagi balita yang tidak menyukai nasi, dan dua informan menjawab tidak tahu. Sedangkan waktu pemberian makanan tambahan sebagian besar informan menjawab tidak tahu, satu informan mengatakan dua jam setelah sarapan dan satu informan
126
menjawab waktu pemberian makanan tambahan adalah siang hari. Untuk jajanan yang baik sebagian besar informan mengatakan roti dan biskuit. Berikut kutipannya : “Ya kayak biskuit, cemilan gitu yak. Iya penting biar dia gemuk kali ya dikasih cemilan. Habis nyarap, kalo misalnya nyarap jam 7 ya jam 9 atau jam 10 dikasih biskuit atau bubur kacang ijo. Roti, biskuit yak.” (Informan Y) “Ngemil gitu. Biar sehat mbak. Nanti saya agak kasih jarak, misalnya lagi habis makan biskuit agak ntar gitu berapa jam baru saya kasih nasi, kadang 1 jam sih gak tentu. Roti, susu, biskuit roma, kadang saya bikinin ager-ager.” (Informan A) “Kayak ngemil apa. Gak tau. Siang, gak tau juga sih. Biskuit.” (Informan S) “Paling makan-makanan itu kaya roti, kadang energen. Ya penting sih, bagi bocah yang gak doyan nasi mah penting banget, kalo orang mah makanan tambahan kalo dia makanan utama dia. Gak tau yak. Sebenernya kayak biskuit, sebenernya chiki juga kagak baik ya, habis ya gimana dia kalo gak jajan.” (Informan N)
127
“Susu ama bubur. Gak sih, gak penting, paling dia minta jajan-jajan bae. Ya kalo dia udah kenyang yaudah jangan dikasih lagi. Gak tau. Bikin sendiri kayak ager, ya kue-kue neneknya.” (Informan E) Informan pendukung dari staff Puskesmas mengatakan bahwa informasi tentang gizi sering diberikan ketika konseling dengan informan utama, namun beberapa informan utama sering lupa atau tidak mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh informan pendukung. Sedangkan informan pendukung dari kader Posyandu menyatakan bahwa kurangnya keingin tahuan informan utama terkait gizi dan kesehatan balita. Hal ini karena disebabkan oleh tingkat pendidikan sebagian besar informan utama yang masih rendah. Berikut kutipannya : “Ya kadang lupa, kadang ada ibu yang sudah saya jelasin terus saya suruh ulang lagi dia bingung, kadang suka saya jelasin lagi gitu.” (Informan Pendukung Li) “Ya ibu-ibunya kadang kita pengen ngasih informasi ya kalo anaknya BB nya turun gitu kan 2 bulan berturut-turut misalnya nanti jangan pulang dulu gitu, duh gimana ya kadang gitu, gak bisa diajak kompromi.” (Informan Pendukung Ri)
128
5.4.3 Gambaran Penyakit Infeksi Penyakit infeksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kasus kejadian sakit selama 3 bulan terakhir, jenis penyakit yang diderita, serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi. a. Informan Y Informan mengatakan jika balitanya jarang sakit dalam tiga bulan terakhir, jika sakit pun hanya berupa demam, batuk, atau pilek saja sebulan sekali. Menurut informan hal ini dikarenakan balita terlalu capek bermain, tidak mau tidur siang, atau karena jajan es. Berikut kutipannya : “Paling anget doang yak, saya minumin bodrexin. Iya batuk apa pilek juga, tapi jarang ya, paling sebulan sekali doang. Paling seharian doang, karena kagak mau tidur siang, kecapean main, yaudah panas deh, kadang gara-gara minum es yak.” Sedangkan upaya terhadap pencegahan penyakit sepertinya tidak dilakukan oleh informan, hal ini dibuktikan dengan informan sudah tau jika balitanya akan sakit perut jika makan makanan atau minuman yang asam, namun jika balita minta informan tetap memberikan makanan tersebut, begitu pula dengan jajanan yang tidak sehat, meskipun informan mengetahuinya namun informan tetap memberikan jajanan tersebut supaya anak tidak rewel. Berikut kutipannya :
129
“Ya itu yang asem-asem dia mah gak boleh kan, ntar berakberak. Ya pernah (dikasih) ya dia nya mau ini, gak ngerti minta, hehe,, ya dia mah tetep mau, dimakan. Kalo jajannya gak sehat mah bisa sakit yak, kalo sekarang kayak sosissosisan atau nugget-nuggetan yang berwarna tuh, ya tetep yak kalo anaknya mau ya dibeliin juga, hehe.. ya nangis, ya dianya pengen dari pada ngadat dijalanan, malu, hehe..” Sedangkan dalam hal upaya pengobatan yang dilakukan informan jika balitanya sakit adalah informan selalu menyediakan obat warung seperti penurun panas, obat batuk anak yang akan diberikan jika sewaktu-waktu balita sakit. Namun, jika dalam 3 hari sakitnya tidak berkurang baru kemudian dibawa ke bidan terdekat. Berikut kutipannya : “Saya selalu sediain itu tu bodrexin anak apa obat batuk buat anak, jadi kalo panas dikit saya langsung kasih bodrexin. Ntar kalo 3 hari gak turun baru saya bawain ke bidan yang disono.” Menurut informan pendukung dalam 3 bulan terakhir balita pernah sakit seperti demam, batuk pilek. Sedangkan upaya pencegahan informan utama tidak mengetahuinya, dan jika pengobatan biasanya diberikan obat yang dibeli dari warung. Berikut kutipannya :
130
“Ya paling anget, batuk, pilek gitu bae dia mah, jajan es bae sih. Kalo dulu yak pernah itu kejang apa gitu. Kagak tau saya.” (Informan Pendukung Ne) b. Informan A Dalam tiga bulan terakhir informan mengatakan jika balitanya sering sakit, seperti demam, batuk, atau pilek. Menurut informan balita sakit karena tertular oleh temannya atau pengaruh cuaca atau karena balita sering minum minuman dingin. Dalam sebulan balita bisa 1-2 kali menderita sakit. Berikut kutipannya : “Pilek,
batuk
gitu,
cuaca,
kadang
temen-temennya
(ketularan), kemarin habis sakit juga sakit panas jadi makannya sedikit, radang mbak, kemarin kan habis musim, batuk pilek, nelennya sakit, dikasih makan nangis. Iya, kemarin itu pilek sama panas lagi, kan kemarin cuacanya panaass trus hujan gitu ya, minta diurutin dia, kadang kalo kecapean saya urutin biar enak badannya. Bisa 1 kadang 2 kali sebulan.” Untuk upaya mencegah supaya balitanya tidak sakit sudah informan lakukan misalnya dengan tidak langsung memberikan air dingin kepada balitanya, namun hal ini tidak dengan gigih dilakukan informan karena jika balita tetap meminta air dingin akan diberikan juga oleh informan dan informan terlihat selalu menyediakan minuman dingin di dalam lemari es. Berikut kutipannya :
131
“Kalo malem kan mintanya air es mulu mbak. Jadi kan kalo nganu apa namanya kebanyakan minum es, cuma bima kalo gak dingin-dingin gak mau, air putih, kadang saya taroh dulu diatas meja biar gak dingin, mau cuman masih nyariin yang dingin, iya tak kasih tapi gak banyak, mungkin karna udah biasa. Main tetep sama teman-temannya. Namanya juga anak-anak ya mbak.” Sedangkan jika balita sakit biasanya informan hanya memijat atau mengurut balitanya. Karena menurut informan, balitanya jangan dibiasakan minum obat, karena giginya sudah rusak akibat sewaktu kecil dulu sering diberikan obat jika sakit. Berikut kutipannya : “Alhamdulillah ini kalo agak capek dikit saya urut gitu, pake minyak haji ros saya urut. Saya urutin gitu, saya kerokin, Alhamdulillah berapa lama udah keringetan gitu. Kalo yang agak ringan-ringan saya tanganin sendiri, seumpamanya udah agak-agak berat, saya obat, biar ga biasa obat gitu. Makanya kalo udah segini rada takut kalo dikasih obat, soalnya giginya udah rusak. Giginya dulu kan bagus, trus karna sering sakit-sakitan jadi sering dikasih antibiotik. ini kan anu panas. Ini kalo udah sehat berapa hari, sakit lagi.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balita sering sakit karena faktor cuaca dan minum es. Untuk upaya pencegahan tidak diberikan minuman dingin untuk balita dan
132
pengobatan hanya diurut karena balita tidak boleh dibiasakan minum obat. Berikut kutipannya : “Iya mbak, kan sekarang lagi panas-panasnya ya, trus dia kalo malem gitu, mau tidur minumnya yag dingin-dingin. Padahal sering tak bilangin jangan minum es. Kalo udah keliatan mau sakit dipijitin sama mamanya. Demam, batuk, kalo udah batuk ya pilek. Gak sih ya, jangan dibiasain obat.” (Informan Pendukung Ad) c. Informan S Informan mengaku jika balitanya sangat sering sakit dalam 3 bulan terakhir, seperti demam, batuk, pilek, muntah, dan diare. Hal ini dikarenakan balita terlalu sering jajan, minum es, atau karena kecapean bermain. Berikut kutipannya : “Ya kadang-kadang panas, batuk, pilek, diare kan sering sebulan 2 atau 3 kali. Iya dia kalo jajan salah minum es apa gitu langsung batuk, kecapean biasa maen mulu, makannya kan kadang kurang minumnya es mulu. Gak panas sih badannya, cuman batuk dari kemaren, kalo lagi batuk dia muntah.” Meskipun informan mengetahui penyebab balitanya sakit seperti karena jajan, namun tidak ada upaya gigih yang dilakukan informan untuk mencegah agar balitanya tidak jajan makanan atau
133
minuman tersebut kecuali dilakukan hanya ketika balita sakit, seperti kutipan berikut : “Kalo makan es langsung itu iya, berak-berak, ampe pucet tuh bocahnya. Kan kalo lagi minum es itu sakit langsung batuk, jadi turun timbangannya gitu, panas batuk gitu doang, ya kalo abis minum es, sehari ampe berapa tuh, batuk, pilek, buang air. Kalo lagi pas gitu (sakit) ya saya hentiin, tar kalo udah sembuh ya minum lagi, namanya juga bocah, dimana ada kulkas ya warungnya tinggal buka doang.” Informan mengatakan jika selalu menyediakan obat yang dibeli dari warung untuk diberikan kepada balitanya jika sedang sakit. Menurut informan, jika balita sakit sebaiknya ditangani terlebih
dahulu
dengan
cara
tradisional
seperti
dikerokin
menggunakan bawang merah dan minyak. Namun, jika sudah 3 hari sakit balita belum berkurang maka balita dibawa ke dokter. Berikut kutipannya : “Gak. saya tanganin dulu, kalo batuk dikit saya minumin itu yang formula 44 anak, ya kalo panas saya kasih itu aja bawang sama asem di parut dan di pijek dikasih minyak trus saya polesin gitu, adeeemm,, emang obatnya begitu. Cuma orang jawa gitu ya obatnya. Katanya kalo bocah panas jangan diselimutin, jangan diapain, dikasih asem ama bawang aja. Kalo diselimutin takut step. Trus saya minumin
134
bodrexin juga. Kalo 3 hari gak sembuh baru saya bawa ke dokter.” Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan pendukung bahwa balitanya sering menderita sakit seperti batuk dan diare karena sering sekali jajan dan sedikit makan. Namun, untuk upaya pencegahan informan mendukung sering memberi tahu istrinya untuk melarang balita supaya tidak sering jajan, sedangkan dalam hal pengobatan biasanya diberikan obat yang dibeli dari warung. Berikut kutipannya : “Iya, dia mah sering ya kayak batuk gitu sering banget kadang sampe muntah, terus buang air juga. Kalo udah jajan-jajan kayak es, apa itu macem-macem, makanya sakit mungkin yak. Sering saya kasih tau mamanya biar ngelarang gitu, pas ada saya aja dia jarang jajan. Iya, paling beli di warung depan aja ya.” (Informan Pendukung Sn) d. Informan N Menurut informan balitanya jarang sakit selama 3 bulan terakhir. Balita hanya sakit satu kali dalam sebulan seperti demam, batuk, atau pilek. Hal ini dikarenakan balita sering mengkonsumsi es atau minuman dingin, seperti kutipan berikut : “Enggak sih, jarang yak, paling sekali. Dia mah kalo lagi batuk, meriang, kalo badannya panas gak dirasain itu. Ya karna minum es tiap hari dia mah.”
135
Informan hanya sebatas memberitahukan balitanya supaya tidak jajan ketika sakit, namun tidak ada tindakan secara tegas yang ditunjukkan informan, sehingga balita tidak menghiraukan perkataan informan. Sedangkan untuk pengobatan balita ketika sakit tidak dilakukan karena menurut informan tanpa diberikan obat pun balita akan sembuh sendiri nantinya, dan uang untuk berobat bisa digunakan untuk balitanya jajan. Berikut kutipannya : “Enggak dikasih apa-apa, dia mah kalo lagi batuk, meriang, kalo badannya panas gak dirasain itu. Kalo lagi panas batuk, saya bilang bang jangan jajan es, alah mak es-es, es mah beli aja terus katanya, tar sembuh sendiri. Kayak kemarin badannya kan panas, saya bilang ke dokter ya bang, kata dia ah panas segini mah, sayang-sayang tau mending buat jajan abang aja nanti. Paling sembuh sendiri 3 hari.” Informan pendukung juga mengatakan hal yang sama bahwa balita jarang sakit, biasanya hanya demam atau pilek saja dan tidak ada pencegahan dan pengobatan yang dilakukan jika balita sakit. Berikut kutipannya : “Jarang, paling dia anget apa pilek doang, biasa es terus. Gak ada sih, kadang kalo dia lagi batuk juga kalo minta es ya beli aja. Gak mau minum obat dia mah. Biarin aja, ntar kan sembuh sendiri biasanya.” (Informan Pendukung I)
136
e. Informan E Informan mengatakan jika balitanya sering sakit, baik itu demam, batuk, pilek, atau diare. Dalam satu bulan balita bisa 3-4 kali menderita sakit. Menurut informan biasanya balita sakit karena tertular oleh temannya atau karena sering jajan. Selain itu, informan menganggap jika balitanya sakit itu adalah pertanda balitanya mau pintar. Seperti dalam kutipan berikut : “Dia mah sakit mulu. Bisa 2 apa 3 kali tuh sebulan. Paling anget badannya, batuk, pilek, berak-berak, gitu bae udah. Itu gara-gara makan somay kemaren, kadang gara-gara minum ituan punya engkongnya minum yang jeruk itu, nutrisari. Pagi-pagi, belon makan nasi minum, ngambil di kulkas sendiri. Iya main, ya pada ketempelan bocah juga ya itu, gara-gara makan ya permen, chiki gitu, dia batuk, tapi cepat kena radang dia mah. Ya mau pinter biasanya kalo sakit ya.” Meskipun balita sedang sakit, informan terkadang tetap memberikan makanan yang seharusnya tidak diberikan seperti penuturan informan berikut yang mengatakan bahwa tidak masalah jika balita hanya diberikan sedikit makanan pedas meskipun saat itu balita sedang diare. Seperti kutipan berikut : “Tadi sih berak-berak. Paling sekali doang udah, tapi kalo orang lagi makan (pedas) suka minta. Tadi kan makan lontong itu pake sambel (padahal balita sedang diare).”
137
Dalam hal pengobatan balita biasanya informan memberikan obat warung terlebih dahulu jika balita menderita demam, diare, atau batuk. Sedangkan jika balita sedang flu atau pilek, informan tidak memberikan obat apapun karena menurut informan jika diberikan obat akan semakin “meler” dan jika sudah 2 hari balita terlihat masih lemas maka informan kemudian membawanya ke dokter seperti kutipan berikut : “Gak, dicegah dulu, dikasih bodrexin. Kalo pilek kan gak bisa, kalo anget paling saya kasih bodrexin, kalo batuk kasih OBH anak, kalo 2 hari kagak ini, tiduran bae yaudah bawa ke dokter. Paling beli tolak angin anak dulu apa mungkin dia masuk angin. Makanya kalo dia lagi anget buru-buru dikasih obatnya, disiapin gitu, tolak angin juga, bodrexin. Kalo pilek gak usah dikasih obat. Sembuh sendiri dia. kalo dia dikasih obat malah ini, malah meler mulu. Kata Bapaknya gak usah dikasih obat, ntar kebiasaan. Paling kalo 3 hari gak turunturun panasnya bawa kesitu (klinik) berobat.” Informan pendukung juga mengatakan hal serupa bahwa jika balita sakit tandanya mau pintar, untuk pencegahan biasanya informan sering menasehati supaya balita tidak sering jajan di luar. Sedangkan pengobatan diberikan obat warung saja. berikut kutipannya : “Ya namanya juga bocah kan mau pinter kalo berak-berak, lemas, panas, apa batuk biasanya kalo sakit ada kemauan
138
nakal apa mau apa gitu. Ya tau, kadang tak bilangin juga jangan jajan di luar terus yak. Paling diminumin obat dari beli disitu (warung).” (Informan Pendukung Er) 5.4.4 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi Faktor yang mempengaruhi penyakit infeksi meliputi sanitasi dan hygiene, pelayanan kesehatan, dan pengetahuan informan mengenai penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan balita. 5.4.4.1 Sanitasi dan Hygiene Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sanitasi dan
Hygiene
adalah
upaya
informan
dalam
menjaga
kebersihan lingkungan meliputi penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah, pembuangan sampah, penyediaan WC di dalam rumah dan kebersihan diri meliputi kebiasaan mencuci tangan, mandi dan mengganti pakaian balita. Berikut hasil observasi keadaan rumah informan dan wawancara mendalam dengan informan. a. Informan Y Keluarga informan tinggal di rumah orangtua informan, sehingga informan dapat menghemat pengeluaran bulanan karena tidak perlu membayar uang kontrakan. Rumah yang ditempati informan terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang tamu merangkap ruang makan dan ruang keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi. Pintu rumah terdapat di bagian depan dan samping. Sedangkan jendela dan ventilasi hanya di bagian
139
depan saja, sehingga pencahayaan dan pertukaran udara sangat baik di bagian ruang tamu, namun kurang di bagian kamar dan dapur sehingga terlihat gelap dan pengap. Di bagian samping rumah terlihat banyak kayu yang digunakan informan untuk memasak air. Karena menurut informan
air
yang
dimasak
banyak,
sedangkan
jika
menggunakan kompor gas akan memakan waktu lama. Di bagian dapur sering terpapar dengan asap tersebut. Sumber air berasal dari sumur bor. Kamar mandi terlihat tidak terawat, karena pintunya tidak tertutup rapat dan sudah rusak, lantai yang
terbuat
dari
semen
juga
sudah
bolong
yang
mengakibatkan air menjadi tergenang. Terlihat satu tempat sampah di samping rumah tersebut. Sampah yang telah terkumpul nantinya akan dibuang ke empang atau sawah 2 sampai 3 hari sekali. Informan Y terlihat menyapu rumah bagian dalam sebanyak satu sampai dua kali sehari, sedangkan halaman hanya sekali sehari. Untuk kebersihan diri balita biasanya informan mencuci tangan balita sebelum makan dan setelah bermain, balita dimandikan sehari dua kali dan diganti pakaiannya setiap habis mandi atau jika baju balita sudah terlihat basah. Berikut kutipan hasil wawancara dengan informan : “Buat sehari-hari, mandi, minum, air sumur bor. Sampah dikumpulin dulu, itu di samping kan ada
140
tempat sampah. Iya di sawah ada empang ada pohon ada apa bae, dibuang trus dibakar kalo perlu 2 atau 3 hari sekali, bapak sih yang buang. Di WC belakang, iya di dalem. Kalo rumahnya ada jendela yak, ini mah rumahnya rapet banget cuma depannya doang, harusnya belakang ada (jendela) samping ada, biar gak engap kali yak, biar gak panas. Cuci tangan kalo mau makan, kalo habis main, kalo nyuci sendiri mah pake air doang, kalo habis megang-megang apa, kalo mau makan cuci tangan dulu, kalo gak mau ya saya gendong cuci tangan dulu. Mandi 2x, gosok gigi, sampoan tiap pagi doang sih kalo sore gak mau. Ganti baju setiap habis mandi atau bajunya basah dia minta ganti.” Informan pendukung juga mengatakan bahwa sumber air keluarga berasal dari sumur bor dan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Untuk usaha pergantian udara dan pencahayaan rumah informan mengatakan tidak mengerti, sedangkan upaya membuang sampah dikumpulin terlebih dahulu kemudian dibuang ke empang dan tempat membuang hajat biasanya adalah di WC rumahnya. Dalam usaha menjaga kebersihan rumah dilakukan dengan menyapu dan untuk kebersihan balita dengan memandikan balita, selebihnya
141
informan mengaku tidak terlalu memperhatikan. Berikut kutipannya : “Ngebor di samping, ya dipake buat minum, nyuci, masak, semuanya. Kagak ngerti saya begitu. Sama engkongnya dibawa keempang, kalo di rumah udah penuh kan sekalian nyari kayu buat masak air, sekalian dibawa kesono. Di WC di dalem noh. Ya disapu sama dia depan belakang. Bocahnya dimandiin, kagak tau sih,
kagak
merhatiin
banget
saya.”
(Informan
Pendukung Ne) b. Informan A Keluarga informan tinggal di sebuah rumah kontrakan seharga Rp 550.000,- perbulan yang terdiri dari tiga sekat, sekat pertama atau bagian depan dijadikan sebagai ruang tamu dan ruang keluarga, sekat kedua sebagai kamar tidur, dan sekat terakhir sebagai dapur, di bagian dapur terdapat satu kamar mandi. Rumah informan memiliki dua buah pintu, yaitu di bagian depan dan belakang dan satu buah jendela dan ventilasi di bagian depan. Pencahayaan dan pertukaran udara tergolong cukup karena belum terdapat bangunan tinggi di sekitar rumah informan sehingga cahaya matahari dan udara dapat masuk dan menerangi rumah. Sumber air yang digunakan berasal dari sumur bor. Kondisi kamar mandi terlihat cukup terawat. Informan
142
memiliki satu tempat sampah yang diletakkan di bagian depan rumah, sedangkan di bagian belakang sampah hanya dimasukkan
ke
dalam
sebuah
kantong
plastik
dan
digantungkan di dinding dekat pintu belakang. Informan terlihat menyapu dan mengepel lantai sebanyak dua sampai tiga kali sehari, sedangkan halaman satu sampai dua kali sehari. Informan membiasakan balita untuk mencuci tangan sebelum makan dan setelah bermain. Balita dimandikan dan digantikan pakaiannya setiap pagi dan sore, seperti kutipan berikut : “Sumur bor, nganu buat mandi, nyuci, semuanya. WC lah, di samping dapur itu. Ya dibuka (jendela) biar anginnya masuk ya, adem gak panas. Iya ada tempat sampahnya nanti dibuang ke depan sama bapaknya, tiap hari, kalo di belakang cuma saya masukin plastik aja, hehe..“Iya, saya biasain cuci tangan sebelum makan, habis main tak cuciin, kadang pake (sabun) kadang pake air aja, yang penting kan saya cuci bersih ya. Mandi ya pagi sama sore, langsung diganti bajunya habis mandi, pakein yang baru lagi.” Informan pendukung juga mengatakan bahwa sumber air berasal dari sumur bor dan digunakan untuk keperluan sehari-hari, kecuali minum karena menggunakan air isi ulang. Cara pergantian udara dan pencahayaan rumah menurut
143
informan dengan membuka jendela rumah, dan membuang sampah di tempat sampah serta membuang hajat di WC dalam rumah. Dalam upaya menjaga kebersihan rumah informan pendukung mengaku istrinya sering menyapu dan mengepel lantai.
Untuk
kebersihan
balita
dilakukan
dengan
memandikannya dan memakai sandal ketika bermain. Berikut kutipannya : “Kita dari sumur bor makainya, pokoknya gak buat minum karna kita beli yang isi ulang. Jendela dibuka biar cahayanya masuk gitu maksudnya ya. Sampah ya biasa buangnya di tempat sampah kadang kita kumpulin di plastik dulu baru nanti saya buang gitu. Di dalam (WC). Kalo dia sih seneng banget ya nyapu ngepel gitu, kan banyak anak-anak biar bersih ya, dimandiin, trus kalo main ya harus pake sandal. Mau makan ya cuci tangan.” (Informan Pendukung Ad) c. Informan S Keluarga informan menempati sebuah rumah kontrakan yang memanjang ke belakang yang terdiri dari satu kamar tidur, satu ruang tengah merangkap ruang keluarga dan ruang beristirahat suami, informan, dan balita, satu dapur, dan kamar mandi. Pintu rumah terdapat di bagian tengah. Sedangkan jendela terdapat di bagian kamar tidur namun tidak pernah dibuka karena terhalang dengan bangunan yang lebih tinggi.
144
Selain di kamar, terdapat satu jendela kecil di bagian ruang tengah dan ventilasi di bagian dapur. Namun, pencahayaan dan pertukaran udara tergolong kurang, sehingga udara di dalam rumah terasa panas, gelap, dan pengap. Kondisi kamar mandi terlihat tidak terawat dan gelap. Sumber air berasal dari sumur bor dan informan terlihat sering
kekurangan
air
karena
informan
malas
untuk
menyalakan air yang terletak di rumah pemilik kontrakan yang berada tidak jauh dari rumah informan. Informan tidak memiliki tempat sampah, dan hanya memasukkan sampah ke dalam plastik kemudian setiap pagi di buang di pasar ketika mengantar anak keduanya sekolah. Informan terlihat menyapu rumahnya 1 atau 2 kali sehari dan menyapu halaman 1 sampai 2 hari sekali. Informan mencuci tangan balita setiap habis bermain dan mandi serta mengganti pakaian balita sebanyak dua kali sehari. Berikut kutipannya : “Sumur di bor, ya buat sehari-hari aja kayak mandi, minum, gitu. Iya di dalam WC nya. Bawa ke pasar, dari rumah kan ada tempat sampah jadi dikumpulin dulu baru di buang ke pasar. Tiap hari dibawa sekalian nganter anak saya sekolah. Pake plastik trus langsung diikat dibawa. Gak tau saya (pergantian dan pencahayaan rumah). Kalo habis main cuci tangan, ya kadang gak kadang pake, kalo kotor banget ya pake
145
sabun kalo gak ya sirem aja. Mandi biasa 2x. Dua kali, ya gak mandi kalo udah keliatan kotor ya saya ganti bajunya, saya lapin kalo mau tidur saya ganti.” Informan pendukung mengatakan bahwa sumber air yang digunakan keluarganya berasal dari sumur yang dibor, dan biasa digunakan untuk keperluan seperti mencuci, memasak, mandi dan sebagainya. Untuk usaha dalam pergantian
udara
dan
pencahayaan
rumah
informan
mengatakan jika rumahnya tidak mempunyai jendela. Sampah biasanya dibuang di pasar setiap hari. Informan juga memiliki WC di dalam rumah. Untuk menjaga kebersihan rumah biasanya dengan cara disapu sedangkan kebersihan balita dengan cara dimandikan. Namun informan mengakui tidak mengetahui secara detail apa yang dilakukan informan utama. Berikut kutipannya : “Disini pake air sumur depan itu, nanti tinggal nyalain mesinnya. Buat semuanya, keperluan hari-hari lah. Apa ya, jendela kagak punya kita, ya begini apa adanya aja. Saya bawa setiap hari pas nganter masnya sekolah, sekalian lewat saya buang di pasar, iya udah diiket-iketin dimasukin plastik. Di kamar mandi dalam. Disapu, kurang tau sih, gak merhatiin juga saya yak. Mandi, mau sekolah, sore mandi lagi. Gimana-
146
gimananya gak terlalu merhatiin saya.” (Informan Pendukung Sn) d. Informan N Informan memiliki sebuah rumah yang ditempati bersama kedelapan anggota keluarganya, yang terdiri dari tiga sekat yaitu sekat pertama sebagai ruang tamu merangkap ruang keluarga dan ruang tidur keluarga informan yang laki-laki, sekat kedua sebagai kamar tidur keluarga informan yang perempuan, dan sekat ketiga yang terdiri dari dapur dan kamar mandi. Terdapat satu pintu, satu jendela, dan dua ventilasi di rumah informan, namun tidak membuat rumah informan mendapatkan pencahayaan dan pertukaran udara yang cukup karena rumah informan terhalang bangunan rumah yang lebih tinggi sehingga cahaya tidak bisa masuk. Kamar mandi terlihat tidak terawat dengan baik karena terdapat genangan air dan cat tembok yang sudah terkelupas. Sumber
air
berasal
dari
sumur
bor.
Informan
membuang sampah di dalam sebuah plastik yang digantungkan di tembok bagian depan rumah dan jika sudah penuh baru di buang ke tempat sampah yang terletak di belakang rumahnya. Dalam sehari informan terlihat menyapu rumahnya hanya sekali, jika rumah sudah terlalu kotor baru kemudian informan membersihkannya. Informan mengatakan jika balitanya dalam sehari bisa mandi sebanyak lima kali karena karena merasa
147
gerah dan mengganti pakaian setiap habis mandi. Namun, balita tidak dibiasakan mencuci tangan. Berikut kutipannya : “Sumur bor. Buat mandi ama minum kan. Di WC mah di dalem. Setiap hari, ya dikumpulin kalo udah banyak seplastik buang di belakang sono. Kurang tau yak (pergantian dan pencahayaan rumah). Kagak, kadang cuci kadang kagak dia mah. Biasanya ya kita mandiin dia, lap yang bersih ya kan, dia sih udah kayak ikan gak keitung, dikit-dikit nyebur, kadang bisa sehari 5 kali mandinya, kadang malem-malem dia rasa gerah yaudah nyebur gitu. Ya kadang bisa 4 kadang 5, cucian kadang ampe banyak banget.” Sedangkan
informan
pendukung
mengaku
tidak
mengetahui mengenai sumber air keluarga namun mengatakan jika air biasanya digunakan untuk masak, minum, mandi, mencuci dan sebagainya. Informan juga mengaku kurang paham mengenai upaya pergantian udara dan pencahayaan rumah, sedangkan sampah biasanya dibuang di plastik yang digantungkan di depan rumah, keluarga informan juga memiliki WC di dalam rumah dan usaha yang dilakukan untu menjaga sedangkan
kebersihan untuk
rumah menjaga
adalah
dengan
kebersihan
balita
menyapu, dengan
memandikannya. Informan mengaku jika balita jarang mencuci
148
tangan, dan bermain diluar tanpa menggunakan sandal. Berikut kutipannya : “Gak tau, buat masak, mandi, nyuci, minum. Gak ngerti kak. Biasanya digantung disitu, kayak gitu, nanti kalo udah penuh baru dibuang. Iya, di WC rumah ada dibelakang. Paling disapuin ya biar bersih. Biasanya dia mandi, mandi sendiri seringnya sih, kalo udah ngerasa gerah langsung tuh. Jarang banget (cuci tangan), kadang ya habis lari-larian tuh kan gak pake sandal ya, langsung aja main masuk ke dalam, injakinjak kasur gitu.” (Informan Pendukung I) e. Informan E Informan tinggal di rumah yang bersebelahan dengan rumah orangtuanya yang terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Pintu, jendela, dan ventilasi hanya terdapat di bagian depan rumah sehingga memungkinkan cahaya masuk dan hanya menyinari bagian ruang tamu saja. Untuk kamar tidur dan bagian dapur terlihat pengap. Sedangkan kawar mandi terlihat sedikit berantakan dan terdapat beberapa sangkar burung di atasnya. Sumber air berasal dari sumur bor. Sedangkan sampah informan kumpulkan dalam sebuah plastik atau kadang hanya meletakkan di lantai saja kemudian baru dikumpulkan dan di bakar di belakang rumahnya atau sesekali dibuang di pasar
149
bersamaan dengan orangtua informan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Informan terlihat 1 sampai 2 kali dalam sehari menyapu rumah dan halamannya. Informan membiasakan balitanya mencuci tangan setelah bermain kotor, menurut informan balita sering bermain di kandang ayam sehingga tangannya perlu dicuci bersih. Balita dimandikan sebanyak tiga kali sehari dan mengganti pakaian setiap habis mandi atau ketika baju balita terlihat basah. Berikut kutipannya : “Ngebor, udah minum, mandi, semuanya. WC mbak. Di belakang di bakar, kalo udah penuh baru bakar. Tiap hari buang, bakar bareng-bareng, ada tempat sampah dibikinin kan ada tanah kosong, kadang buang di pasar. Cuci tangan pakai sabun, itu dia main kotor mulu, main di kandang ayam, kalo gak main dikandang ayam ya gak. Bisa 3x kalo dia lagi gerah ya saya mandiin. Dia mah komplit pake sampo, sabun, sikat gigi. Ganti baju juga bisa 3x tiap habis mandi, kalo bajunya basah ganti lagi.” Informan pendukung mengatakan bahwa sumber air berasal dari sumur bor dan digunakan untuk mandi, masak dan keperluan sehari-hari. Sedangkan upaya pergantian udara dan pencahayaan rumah menurut informan jika sedang hujn akan terasa segar dan jika panas terasa sumpek. Untuk sampah biasanya dibuang dibelakang langsung, sedangkan menjaga
150
kebersihan rumah dengan cara disapu. Dalam menjaga kebersihan balita biasanya jika balita bermain kotor tangannya dicuci menggunakan sabun, sebelum tidur mencuci tangan, mandi dua sampai tiga kali sehari sedangkan ganti baju dua kali sehari jika tidak kotor. Berikut kutipannya : “Ya ngebor, untuk mandi, masak, ya keperluan seharihari. Kalo lagi ujan rasa seger ya kalo lagi panas kadang rada sumpek sedikit gitu. Buang dibelakang. Nyapu. Ya kalo lagi main kotoran ya dicuci tangannya pake sabun, kalo udah mau tidur cuci tangan. Kalo mandi sehari 2x, kalo lagi kotor ya bisa 3x sehari, kalo gak main kotor ya 2x ganti bajunya, gitu.” (Informan Pendukung Er) 5.4.4.2 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah
keterjangkauan
informan
terhadap
upaya
pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak, pemberian PMT-P, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas, bidan, dokter, dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan kelima informan,
diketahui
bahwa
sebagian
besar
informan
mengetahui manfaat imunisasi supaya terhindar dari penyakit, satu informan menjawab supaya balita menjadi lebih segar
151
badannya dan satu informan tidak mengetahui manfaat imunisasi. Meskipun demikian, sebagian besar informan melakukan imunisasi kepada balitanya secara lengkap, hanya satu informan yang memberikan satu jenis imunisasi saja karena informan mengaku jika tidak diperbolehkan oleh ibu informan dengan alasan balita menjadi kecil jika diimunisasi. Berikut kutipannya : “Yah, dia gak, cuma campak doang lagi dia bayi, gak boleh dari neneknya. Gak tau, kan lahirnya dirumah gak di bidan. Nanti kecil bocahnya katanya gitu, kalo saya kan mau ya tapi gak boleh. Tau, biar jaga kesehatan, biar gak gampang sakit.” (Informan Y) “Iya, lengkap dia imunisasinya, cuma saya lupa ya apa saja, pokoknya sesuai kayak di KMS aja. Biar terhindar dari macam-macam penyakit.” (Informan A) “Lengkap, 9 bulan udah komplit semuanya. Ada sih ono (di KMS), campak, apa ya BCG 1, BCG 2. Biar gak kena penyakit.” (Informan S) “Lengkap. Kurang tau, kurang nanya sih yak. Lupa.” (Informan N) “Lengkap. Kagak ingat yang ingat cuma suntik campak doang. Setiap bulan saya mah, itu lagi 9 bulan
152
terakhir.
Untuk
kesehatan
badan
biar
seger.”
(Informan E) Sebagian besar informan pendukung tidak mengetahui apakah balita diimunisasi secara lengkap atau tidak. Satu informan pendukung mengatakan jika balita diimunisasi lengkap dan satu informan mengatakan jika hanya diimunisasi campak. Berikut kutipannya : “Kagak, sekali doang dia mah dulu. Ya kagak boleh sama saya, bocahnya pan lahirnya udah kecil, 2 kilo lebih dikit, ya kalo pake disuntik-suntik gitu lagi ya makin kecil kata saya mah.” (Informan Pendukung Ne) “Kurang tau ya.” (Informan Pendukung Ad) “Kurang tau ya saya.” (Informan Pendukung Sn) “Kurang tau kalo itu kak.” (Informan Pendukung I) “Iya lengkap semua. Gak begitu ingat ya.” (informan Pendukung Er) Semua informan mengaku jika penimbangan balita penting untuk mengetahui berat badan balita, namun beberapa informan mengaku pernah tidak menimbang balitanya dengan alasan bekerja, malas, tidak mengetahui adanya penimbangan di hari tersebut, dan sebagainya. Bahkan satu informan mengaku balitanya sering datang ke Posyandu sendiri untuk
153
melakukan penimbangan dikarenakan informan bekerja dan informan mengaku bosan menimbang balitanya ke Puskesmas karena berat badan balita tidak naik-naik dan tidak mendapatkan PMT-P lagi. Berikut kutipannya : “Dari 9 bulan, rutin. Iya lagi 9 bulan badannya kecil tapi anaknya aktif. Beda-beda, kalo gak di Posyandu ya di Puskesmas, pernah di ACT juga. Biar liat perkembangannya, untuk mengetahui berat badan anak.” (Informan Y) “Sebulan sekali nimbangnya, tanggalnya gak nentu, kadang tanggal 20 kadang 19 kayak kemarin, gak nentu disini mungkin karna ibu-ibunya sibuk atau gimana. Makanya kadang dateng kadang gak, hehe.. kadang kadernya suka dateng ngasih tau biar nimbang gitu. Ya kalo gak kemana-mana saya dateng. Kadang kan nimbangnya pagi, pas saya nganter kakaknya sekolah.
Penting
sih
ya,
biar
tau
berapa
timbangannya.” (Informan A) “Iya setiap bulan, paling setaun bolosnya 2 atau 3 hari. Males kadang gak denger juga. Tanggalnya bedabeda. Kadang males udah siang. Ya penting buat tau timbangannya turun apa gak.” (Informan S)
154
“Nimbang sih, kadang kalo lagi ada posyandu dia dateng sendiri, Bu RT abang mau nimbang dong, kan posyandunya deket sini, kadang dia nimbang sendiri, kadang bu RW nanyain abang nimbang sendiri ii nya mana, noh lagi tiduran, begitu. Kadang kalo pulang kerja dikasih tau ama bu RW nya, tadi si raihan nimbang, berapa bu RW gitu yak, 11 katanya, iyak tar bulan berikutnya saya tanya bu RW raihan nimbang? Iya, berapa? 10,5 yah kagak naik dah kata saya gitu. Umur berapa dia ya nimbang, pokoknya pas kejadian BB nya turun terus tuh. Kan dulu posyandunya kurang aktif jadi saya bawa ke Puskesmas dari pada putus. 3 tahun setengah udah gak pe PKM lagi, kayaknya lamalama bosen juga, bosennya gini badannya segitu, dah gitu gak dapet jatah susu lagi. Sebenarnya sih penting, maksudnya biar tau timbangan dia gitu. Tapi kan saya kerja, kakaknya kerja, paling ii di rumah, ya namanya bocah segitu kadang ya namanya ABG ya, kadang merhatiin kadang gak.” (Informan N) “Baru 2 tahun baru ke Puskesmas, iya rutin, kan ke Puskesmasnya kalo disuruh doang, kalo kagak ya paling kadang ke Posyandu. Penting, buat ketauan timbangannya.” (Informan E)
155
Sebagian besar informan pendukung dari keluarga tidak terlalu memperhatikan dan mengetahui tentang penimbangan balita, sedangkan menurut informan pendukung dari kader Posyandu, ibu balita ada yang rutin dan jarang ke Posyandu untuk melakukan penimbangan. Berikut kutipannya: “Gak tau saya.” (Informan Pendukung Ne) “Kurang tau sih ya.” (Informan Pendukung Ad) “Ya kadang bilang kalo mau nimbang, cuma saya gak terlalu ini yak.” (Informan Pendukung Sn) “Dianya nimbang sendiri ke Posyandu, kalo liat ada rame-rame gitu dia dateng tuh, ntar dipanggilin ama bu RT.” (Informan Pendukung I) “Kurang tau juga sih, tapi biasanya disiarin kan dari sononya.” (Informan Pendukung Er) “Kalo Y rutin, kalo A kadang ada bolongnya juga, kalo gak disamperin kadang gak dateng, alasannya gak tau, padahalkan udah disiarin, makanya kadang saya puter yang bagian banyak balitanya meskipun nanti disiarin, nanti nimbang ya di posyandu gitu. Kadang bidannya nanyain A dateng gak, kalo gak disuruh paranin. Maunya saya kan kalo disiarin kan pasti kedengaran
156
ya datenglah diusahain, kan anaknya masih dalam pengawasan, gitu sih.” (Informan Pendukung Ri) Sebagian besar informan mengatakan jika PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas rata-rata berkisar antara 2-4 dus susu dan 1-2 bungkus biskuit. Sedangkan saat pemberian PMT-P tersebut menurut sebagian besar informan, petugas Puskesmas atau kader Posyandu tidak memberitahukan cara pemberian PMT-P kepada balita, namun dua informan mengatakan jika petugas
Puskesmas
atau
kader
Posyandu
terkadang
memberikan saran agar balita mau mengonsumsi dan tidak bosan dengan PMT-P tersebut. Berikut kutipannya : “Dapet susu kadang 2, kadang 4 dus, kalo biskuit 1 kadang juga 2 bungkus. Paling dikasih doang, ama kadang suka dibilangin suruh bikinin ager biar bocah kagak bosen gitu, pernah saya bikinin sekali eh yang dimakan agernya doang, biskuitnya kagak. Ya gak saya bikin lagi, habis bocahnya kagak doyan, paling celup pake susu dia mah.” (Informan Y) “Susu paling dapet 1 kadang dikasih 2, biskuit kadang 1 kadang 2 juga. Dikasih gitu aja, pernah dikasih tau sih disuruh buatin puding atau ager gitu biar gak bosen katanya. Iya, saya sering bikin ager, cuma gak pakai biskuit, karna bocahnya suka makan gitu aja apa dicelupin ama susu, gitu.” (Informan A)
157
“Pernah dapet 2, kadang 4 dus, biskuit 1 kadang 2 ituan. Dikasih gitu aja mah, kagak ngomong apa-apa sih.” (Informan S) “Susu 2 sih biasanya yak, kalo biskuit mah kadang 1 kadang 2 bungkus, tergantung dari sononya juga sih yak. Dikasih bae, udah.” (Informan N) “Tergantung yak, kadang dikasih 2 kadang 4 dus, biskuit 1 kadang juga 4. Kasih aja gitu, emang bilang apa, hehe..” (Informan E) Informan pendukung dari petugas Puskesmas dan kader Posyandu juga mengatakan bahwa PMT-P yang diberikan sesuai dengan ketersediaan di Puskesmas. Sedangkan saat pemberian PMT-P tidak ada penjelasan tentang cara pemberian PMT-P kepada balita, namun terkadang petugas menyarankan jika PMT-P bisa divariasikan dengan membuatkan puding, sop, dan sebagainya. Petugas Puskesmas dan kader Posyandu juga mengakui bahwa tidak ada pengawasan khusus dalam program PMT-P tersebut. Berikut kutipannya : “Ya 4, kalo gak 6 dus tergantung gramnya sama persediaan dari Dinkes. Kadang kita anjurkan untuk bikin sopnya dicampur susu, tapi kadang tergantung ibunya juga, ya kita udah ngasih tau, dianya gak telaten anaknya gak mau, yaudah gak dibikinin lagi. Kadang PMT-P nya suka dikasih ke kader sebagai
158
perpanjangan tangan untuk memantau, kadang kalo misalnya dikasih biskuit sama susu, susunya diminum anaknya, biskuitnya buat ngeteh orangtuanya ama kakak-kakaknya yang lain. Kalo pengawasan paling kita titip kader tolong kasihin dan diliat, paling cuma beberapa orang aja kan, gak setiap hari, kader juga sibuk kan.” (Informan Pendukung Li) “Iya susu ama biskuit doang. Tergantung yang turun dari Puskesmas berapa, gak tentu juga sih. Iya kadang susu 1 dus, biskuit Sun 2 bungkus. Ya langsung dikasih aja ke ibu-ibu balitanya, dia kan pasti udah tau ya.” (Informan Pendukung En) “Kadangkan ibu balita yang anaknya kurang gizi alasannya gak mau makan, trus kalo dikasih susu gak mau, saya bilang paling saya saranin biar susu itu keminum diolah sama ager, gulanya gak usah pake gula pasir tapi dikasih susu, sering saya saranin. Gak ada pengawasan sih. Paling kalo ada dari Puskesmas tolong kamu liat si ini, trus kalo ada susu tolong kasih ke ini, udah paling gitu aja sih. Langsung kasih aja PMT-P nya, kadang kan dia udah tau dari bu Leni, udah dikasih tau disana, jadi kita cuma ngasih aja.” (Informan Pendukung Ri)
159
Sebagian besar informan mengaku mendapat informasi tentang gizi dan cara pemberian makan balita dari Puskesmas dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan selebihnya menjawab tidak
mendapatkan
informasi
dari
Puskesmas.
Berikut
kutipannya : “Iya dari ACT, maksudnya cara memberi makan kan, dikasih tau menunya ini, jam 10 bubur kacang ijo gitu ada jam-jamnya gitu mbak, ASI sampe 2 tahun lebih. Iya dari Puskesmas tentang makannya, pola makannya, paling bilang jajannya dikurangin ya, paling gitu doang sih, sama kayak di ACT juga yak, misalnya dikasih sayur, tiap hari harus makan sayur, buah, gitu. Eh ayunya jarang makan buah, hehe.. tau ah.. Posyandu mah enggak, nimbang doang.” (Informan Y) “Pernah dulu sama dokter Li dikasih contohcontohnya, digambarkan sayurnya segini, ntar kalo nganu di ACT, kalo pagi ini sayurnya misalnya bayem, tempe goreng sama cumi gitu, kadang-kadang ini makanannya nasinya di taroh dipiring, tapi kadang kan bocahnya gak doyan ya.” (Informan A) “Cuma disuruh makan aja sih ama dikasih vitamin, udah. Ya paling ama bu Li suruh kasih makan sayur gitu, makan yang banyak.” (Informan S) “Gak sih.” (Informan N)
160
“Iya, dari Puskesmas disuruh makan buah, sayur, dikasih susu.” (Informan E) Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
informan
pendukung yaitu staff Puskesmas dan kader Posyandu menyatakan bahwa penyuluhan tentang gizi dan pemberian makan yang baik untuk balita sangat jarang dilakukan. Namun, secara khusus informasi tersebut diberikan oleh staff Puskesmas pada ibu balita yaitu saat konseling gizi di Puskesmas dan biasanya hanya diberitahukan ketika awal-awal ibu balita berkunjung, selebihnya hanya pertanyaan seputar kondisi balita. Sedangkan kader pada umumnya hanya memberitahukan permasalahan secara umum yang sering terjadi di masyarakat seperti DBD. “Ya biasanya waktu makan, terus banyaknya, terus selingannya, jam-jamnya, porsi makannya, misalnya antara makan siang dan sore, pagi dan siang, dikasih makanan pokoknya kapan aja gitu, misalnya sayuran, lauk-pauk. Iya, misalnya kayak pagi bangun tidur jangan langsung dikasih susu, dikasih makan dulu baru nanti habis makan baru kasih susu, jangan sering jajan. Ya awal-awal datang sih, he’eh. Kalo kesini-sini ya kita tanya lagi udah sesuai belom sama yang saya anjurin, udah dijalanin belum. Biasanya jawaban
161
mereka udah bu, tapi kok tetep aja begitu, ya mungkin ibunya kurang telaten gitu.” (Informan Pendukung Li) “Kalo penyuluhan gini mbak, karna mereka kan datang dan pergi, jadi susah. Jarang, udah nimbang pulang, gitu. Ya lebih seringnya kan ibu bidan yang ngasih tau, tapi kita kalo dia nanya apa ya kita kasih tau, kayak DBD yang lagi marak, biasanya ibu balitanya nanya emang gak ke kader tapi sama bu bidan.” (Informan Pendukung En) “Belum sih, belum ada penyuluhan tentang pola makan. Kalo kader biasanya nimbang doang. Kalo nanya, langsung ke bidannya, kan ada kayak konseling gitu.” (Informan Pendukung Ri) Sedangkan untuk keterjangkauan informan utama terhadap sarana kesehatan, beberapa informan mengaku memiliki rumah yang jaraknya jauh dengan Puskesmas dan biasanya mereka ke Puskesmas untuk mengontrol balitanya atas permintaan dari TPG Puskesmas. Sedangkan beberapa informan mengaku meskipun memiliki rumah yang dekat dengan Posyandu, informan sering merasa malas untuk pergi ke sarana kesehatan tersebut atau informan tidak sempat karena harus bekerja. Berikut kutipannya :
162
“Puskesmas juga dapet susu, cuma karena jauh juga yak, kadang-kadang sih sebulan sekali baru kesana kalo disuruh yak, paling ke Posyandu ini deket, posyandu bonsai.” (Informan Y) “Puskesmas jarang ya, lumayan jauh juga, paling kalo mau nganu kesana saya harus nunggu Bapaknya dulu, biar dianterin kan. Posyandu ada disana, gak terlalu jauh.” (Informan A) “Ke Puskesmas kan kalo disuruh doang mbak, kalo gak ya disini (Posyandu) aja. Cuma kadang-kadang males mau nimbang, males jalan, males kadang gak denger juga, tanggalnya beda, kadang males udah siang. (Informan S) “Dia umur 3 tahun setengah udah gak ke PKM lagi, kayaknya lama-lama bosen juga, saya kan kerja, ii kan gak bisa ya, bosennya gini badannya segitu, dah gitu gak dapet jatah susu lagi. Kalo Posyandunya deket sini, kadang dia juga nimbang sendiri.” (Informan N) “Emang saya kan gak pernah nimbang di posyandu, males mbak, ya gak sih deket paling 10 langkah dari rumah, ya itu males, kalo ada yang ngajakin baru nimbang. Paling ke Puskesmas kalo disuruh doang.” (Informan E)
163
Informan pendukung dari staff Puskesmas juga mengatakan bahwa jika pemantauan gizi atau pemberian PMTP balita di Puskesmas biasanya dijadwalkan sebulan sekali bagi ibu balita yang bisa datang ke Puskesmas, jika tidak bisa ke Puskesmas akan diwakilkan ke Posyandu. Berikut kutipannya : “Ibu balitanya saya suruh dateng kesini tiap hari rabu, tapi kadang saya janjiin minggu ke-2 apa minggu ke-3 gitu. Kalo mereka bisa kesini ya saya suruh kesini setiap 2 minggu sekali saya manggilnya, tapi kalo mereka gak bisa kesini titip aja ke posyandu.” (Informan Pendukung Li)
5.4.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan Dalam
penelitian
ini,
yang
dimaksud
dengan
pengetahuan tentang penyakit infeksi meliputi pengertian penyakit infeksi, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, pencegahan, dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Sedangkan
pengetahuan
mengenai
pemeliharaan
kesehatan balita meliputi perilaku hidup bersih dan sehat, bangunan rumah sehat, tempat bermain anak, definisi pergantian udara, pencahayaan rumah, manfaat air bersih, cara
164
membuang sampah, upaya menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah, manfaat imunisasi, manfaat penimbangan balita, bahaya penurunan berat badan, dan dampak gizi kurang pada balita. Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa sebagian besar informan tidak mengetahui tentang pengertian penyakit infeksi, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, dan pencegahan penyakit infeksi pada anak. Namun, ada satu informan yang menjawab penyakit infeksi adalah jika sedang luka, jenis penyakit infeksi seperti penyakit dalam atau paruparu, bahaya penyakit infeksi karena dapat menjadi penyakit, gejala penyakit infeksi balita terlihat kecil dan kurus, akibatnya karena balita kurang makan, cara penularannya dari tempat makanan, dan pencegahannya dengan cara menjaga kebersihan dan jauh dari asap rokok. Sedangkan untuk pengobatan penyakit infeksi pada balita sebagian besar informan menjawab sebaiknya diberikan obat warung terlebih dahulu, jika tidak sembuh baru dibawa ke dokter. Berikut kutipannya : “Iya, ya karna makanan juga kali yak, apa kalo dia lagi luka. Apa di dalam paru-paru ya. Hehe.. gak tau penyebabnya. Kayak ayu kali mbak kecil, kurus. Akibatnya apa ya, karena kurang makan kali yak. Kalo misalnya paru-paru gak boleh deket rokok gitu, trus
165
jaga kebersihan juga. Bahayanya ya jadi penyakit yak, gak tau. Diberi obat dari warung dulu.” (Informan Y) “Hehe.. apa ya. Gak boleh jajan sembarangan mungkin. Diurut sama diminumin obat.” (Informan A) “Gak tau saya. Disediain obat aja, kalo gak pake yang alami aja kayak orang-orang dulu tuh ya, kayak kalo panas pakein bawang gitu-gitu, ya kalo gak sembuh baru ke dokter.” (Informan S) “Kurang tau saya, gak pernah dengar. Ya seharusnya dikasih obat yak.” (Informan N) “Kagak tau saya. Dicegah dulu pake obat kalo gak sembuh 3 hari ya bawa ke dokter apa bidan gitu.” (Informan E) Sebagian besar informan tidak mengetahui dan belum pernah mendengar tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan satu informan menjawab PHBS itu ada 10 namun informan lupa dan hanya menjawab menjaga kebersihan serta satu informan lagi menjawab merapikan rumah. Semua informan mengatakan balita sebaiknya bermain di dalam atau di halaman sekitar rumah. Berikut kutipannya : “Jaga kebersihan. PHBS yak ada 10, lupa, hehe.. dari ACT lupa sih saya, udah lama banget sih. Main ya di luar sama di dalam aja.” (Informan Y)
166
“Enggak tau. Di dalam, kalo di luar kan harus diawasin terus.” (Informan A) “Gak tau. Ya di dalam aja sama di sekitar rumah.” (Informan S) “Kurang tau yak. Di sekitar sini aja sih.” (Informan N) “Pernah, rapih-rapih rumah gitu. Di dalem ama di samping atau depan.” (Informan E) Tiga dari lima informan tidak mengetahui bangunan rumah yang sehat, namun dua informan menjawab bangunan rumah sehat itu adalah rumah yang terawat dan bersih, menjaga kebersihan rumah, tidak meludah sembarangan, dan membersihkan kamar mandi seminggu tiga kali. Sedangkan pengertian dari pergantian udara dan pencahayaan rumah sebagian informan tidak mengetahuinya dan dua informan menjawab dengan cara membuka jendela dan rumah yang memiliki banyak jendela. Untuk manfaat air bersih dua informan menjawab supaya sehat, dua informan menjawab dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan satu informan menjawab tidak tahu menfaat air bersih. Berikut kutipannya : “Jaga kebersihan, jangan meludah sembarangan, kamar mandi bersihin seminggu 3x. Kalo rumahnya ada jendela yak, ini mah rumahnya rapet banget cuma depannya doang, harusnya belakang ada (jendela) samping ada, biar gak engap kali yak, biar gak panas.
167
Buat sehari-hari, untuk kebersihan kali yak, ya gak mungkin kalo kita mandi air kotor.” (Informan Y) “Gak tau mbak. Jendelanya dibuka ya. Supaya sehat.” (Informan A) “Enggak tau. Gak pernah denger. Biar sehat.” (Informan S) “Menurut saya sih yang terawat, bersih, ya kan. Kalo rumah ini biar dikata bersih tapi tempatnya begini ya kan. Kurang tau. Buat mandi, minum.” (Informan N) “Gak tau juga saya. Kagak tau juga. Gak tau.” (Informan E) Untuk cara membuang sampah semua informan menjawab dengan cara mengumpulkan terlebih dahulu di tempat sampah atau di dalam kantong plastik, kemudian baru dibuang atau dibakar. Sedangkan dalam hal menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah semua informan menjawab dengan cara disapu dan beberapa informan menambahkan dengan cara dipel dan diberikan pewangi lantai. Berikut kutipannya : “Ya dibuang di tempat sampah dulu baru nanti dibuang, kalo disini yak buangnya di empang gitu. Rumah disapu ama dipel, kalo halaman ya disapu juga tiap pagi ama sore.” (Informan Y)
168
“Dibuang di tempat sampah, iya tiap hari. Lantainya disapu kalo bisa ya dipel biar bersih, depan disapu juga tiap sore.” (Informan A) “Jadi dikumpulin dulu baru di buang. Tiap hari pake plastik trus langsung diikat dibawa. Disapu sehari 2x pagi ama sore.” (Informan S) “Ya dikumpulin kalo udah banyak seplastik buang. Disapu ama dilap.” (Informan N) “Dari sini disatuin dulu semua, kalo udah penuh ya di bakar. Disapu, dipakein wangi-wangi.” (Informan E) Untuk manfaat imunisasi sebagian besar informan menjawab untuk menjaga kesehatan agar tidak mudah sakit sedangkan satu informan tidak mengetahui manfaat imunisasi. Untuk penimbangan berat badan semua informan menganggap hal tersebut penting supaya informan dapat mengetahui berat badan balitanya. Sedangkan untuk bahaya penurunan berat badan sebagian besar informan menjawab tidak bahaya atau biasa saja karena melihat anaknya tetap aktif dan tidak rewel bahkan ada yang menjawab balita mau pintar jika sakit atau berat badannya turun, namun ada satu informan yang menjawab hal tersebut bahaya karena dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Sedangkan dampak yang terjadi jika balita mengalami gizi kurang empat dari lima informan tidak mengetahui dan hanya satu informan yang menjawab dampak
169
gizi kurang dapat mengakibatkan balita menjadi gizi buruk. Berikut kutipannya : Biar jaga kesehatan, biar gak gampang sakit. Penting sih ya, biar tau berapa timbangannya. Jadi penyakit, jadi gizi buruk nanti. Bisa gizi buruk ya.” (Informan Y) Biar gak sakit. Biar liat perkembangannya, untuk mengetahui Berat badan anak. Penting sih, biar bocahnya sehat ya. Kalo bocahnya masih aktif ya gak masalah ya. Hehe.. apa ya.” (Informan A) Biar gak kena penyakit. Ya penting buat tau timbangannya turun apa gak. Gak lah, gak rewel. Kecuali kalo turunnya sekilo lebih mah baru saya takut, kalo ini mah gak, masih sedikit cuma ons-ons doang. Paling nanti naik lagi. Gak tau.” (Informan S) Kurang tau, kurang nanya sih yak. Sebenarnya sih penting, maksudnya biar tau timbangan dia gitu. Biasa dia. Dikata BB nya naik biasa, dikata turun pun dia biasa. Kurang tau saya yak.” (Informan N) Untuk kesehatan badan biar seger. Penting, buat ketauan timbangannya. Dia mah turun mulu sih, gak pernah naik. Kalo kata neneknya mau pinter. Apa yak, kagak tau.” (Informan E)
170
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Asupan Makanan Dalam praktiknya, jumlah makanan yang diberikan kepada balita tidak mencukupi kebutuhan sesuai dengan umur dan berat badan. Sebagian besar informan hanya memberikan makanan pokok sekitar 100-200 gram nasi, sayur 50 gram dan rata-rata hanya mengambil kuah sayurnya saja, dengan lauk pauk sekitar 50-100 gram, buah sangat jarang diberikan sebagai makanan utama, sedangkan susu sekitar 40 gram dan sebagian besar informan memberikan susu yang tinggi lemak. Sedangkan menurut Kurniasih (2010) anjuran pemberian makanan balita dengan kecukupan energi 1.400 kkal dalam sehari adalah 300 gram nasi, 200 gram sayur, 100 gram tempe, 105 gram daging, 250 gram buah, 10 gram minyak, 26 gram gula dan 20 gram susu tanpa lemak. Selain itu, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan dapat mengakibatkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Soekirman (2004) tubuh membutuhkan energi, karbohidrat, lemak dan protein dalam jumlah seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangan. Apabila asupan energi kurang dari kebutuhan, maka tubuh akan menggunakan cadangan energi yang berupa glikogen dan lemak. Bila kekurangan energi berlangsung lama dan cadangan energi tidak mencukupi, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi untuk menjalankan fungsi-fungsi vital tubuh yang berdampak pada berkurangnya massa tubuh
171
dan terhambatnya pertumbuhan. Sedangkan menurut Amrahu yang dikutip oleh Fitriyanti (2012) kekurangan protein juga dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini dikarenakan protein di dalam tubuh merupakan zat pembangun yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak, memelihara keseimbangan metabolisme tubuh, transport zat gizi dan pembentukan antibodi. Kurniasih, dkk (2010) menyatakan bahwa keragaman makanan anak saat dihidangkan mulai dari makanan pagi, siang, dan malam, serta makanan selingan harus terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah, sehingga seluruh makanan akan memenuhi prinsip gizi seimbang. Namun, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan hanya memberikan makanan yang terdiri dari dua jenis makanan saja, seperti nasi, lauk, dan kuah sayur atau hanya nasi dengan sayur, atau hanya nasi dengan lauk, sedangkan buah sangat jarang diberikan, sehingga kebutuhan nutrisi tidak tercukupi secara sempurna, bahkan tiga informan sering memberikan mie instant sebagai makanan utama balita. Hal ini dilakukan karena cara membuatnya yang praktis dan mudah, serta hemat waktu dan biaya. Padahal menurut Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (2010) mie instant belum dapat dianggap sebagai makanan lengkap (wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari tepung terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi sedikit protein, vitamin, dan mineral, sedangkan fungsi pemenuhan kebutuhan gizi mie instant hanya dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein (Ratnasari, 2012).
172
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, yang menyebabkan asupan makanan balita kurang adalah karena faktor sulit makan yang dialami oleh sebagian besar balita, hal ini disebabkan oleh kebiasaan balita dalam mengonsumsi makanan selingan atau jajan yang berlebihan, sehingga balita merasa kenyang sebelum makan makanan utama, selain itu jajanan seperti chiki, permen, teh gelas, dan sebagainya merupakan makanan yang rendah kandungan energi dana dapat menurunkan nafsu makan balita. Menurut Kurniasih (2010) pemberian makanan selingan secara berlebihan atau menjelang waktu makan utama dapat menyebabkan anak kenyang sehingga anak tidak berselera lagi untuk mengonsumsi makanan utamanya. Selain itu, informan utama mengikuti pola makan balitanya dan tidak membentuk pola makan balita dengan baik, sehingga ketersediaan pangan tidak ada untuk mendukung asupan makanan yang berkualitas. Penyajian makanan yang tidak beragam juga membuat makanan tersebut menjadi kurang menarik dan hal tersebut juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan balita. Menurut Almatsier (2011) anak usia prasekolah atau balita menyukai makanan yang disiapkan dan dihidangkan secara menarik. Serta kurangnya pengetahuan informan sebagai penyedia makanan dalam keluarga tentang kecukupan gizi, sehingga informan tidak dapat memanfaatkan bahan makanan yang bergizi. Selain pemberian makanan utama yang kurang, ternyata pemberian PMT-P oleh informan juga tidak tepat baik dari segi jumlah maupun cara pemberian. PMT-P tidak dikonsumsi secara benar oleh balita karena balita lebih memilih makanan jajanan dibandingkan PMT-P tersebut. Bahkan ada
173
beberapa informan yang tidak memberikan PMT-P tersebut kepada balitanya, dengan alasan balita tidak menyukai PMT-P tersebut. Padahal PMT-P diberikan supaya berat badan balita meningkat. Namun, kesadaran informan nampaknya masih rendah dalam upaya meningkatkan berat badan balitanya. Terbukti dengan pemberian PMT-P yang hanya dilakukan oleh beberapa informan ketika balita memintanya saja bahkan beberapa informan mengakui memberikan PMT-P tersebut kepada orang lain. Konsumsi PMT-P yang kurang disebabkan juga oleh kebiasaan balita mengkonsumsi makanan jajanan, sehingga balita lebih menyukai makanan jajanan yang rendah energi dibandingkan PMT-P tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Renata Pardosi tentang Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Balita di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan Tahun 2009, menyatakan bahwa frekuensi makanan tambahan pada balita di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan ≤ 2 kali sehari sebesar 60% dikarenakan balita lebih banyak makan diluar (jajan) daripada makanan di rumah. Menurut Yusrianto (2010) balita harus mendapatkan asupan gizi yang seimbang supaya memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Hal tersebut dapat diperoleh dari makanan yang mengandung zat tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Komposisi makanan yang diberikan sebaiknya antara 50-70% karbohidrat, 20-30% lemak, dan 10-15% protein. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asupan makanan kelima balita yang tidak mengalami peningkatan berat badan setelah mendapat PMT-P secara umum tergolong kurang, hal tersebut dapat dilihat dari segi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita.
174
Sehingga diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat memberikan pengetahuan mengenai sumber-sumber makanan yang mengandung zat gizi, jumlah makanan utama yang seharusnya diberikan kepada balita, dan cara memilih jajanan yang sehat.
6.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan 6.2.1 Ketersediaan pangan Menurut Natalia, dkk (2012) ketersediaan pangan keluarga akan dipengaruhi oleh faktor keterjangkauan (jarak) dan kemampuan daya beli keluarga terhadap bahan makanan. Apabila keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menyediakan makanan karena jarak tempuh untuk mendapatkan makanan tidak terjangkau atau tidak mampu membeli karena segi ekonomi, maka keluarga tersebut dikatakan tidak tahan pangan. Kondisi ketahanan pangan yang menurun, akan berakibat pada kurangnya pemenuhan gizi anggota keluarga. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa informan utama tidak memiliki lahan pertanian sehingga informan mendapatkan bahan makanan untuk keluarganya dengan cara membeli, baik membeli bahan makanan mentah ataupun makanan jadi. Sebagian besar informan membeli bahan makanan mentah untuk diolah karena lebih hemat untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga yang banyak dibandingkan membeli makanan jadi. Jenis bahan makanan pokok yang sering dibeli adalah beras. Lauk pauk seperti tempe, tahu, telur, ikan teri. Sayuran seperti
175
bayam, kangkung, sawi, sayur asem, toge. Buah-buahan jarang dibeli dan dikonsumsi. Susu seperti susu kental manis. Sedangkan informan yang membeli makanan jadi salah satunya adalah informan yang bekerja. Sebagian besar informan dari segi jarak tergolong mudah untuk mendapatkan bahan makanan, hal ini bukan berarti ketersediaan pangannya cukup, karena terbukti beberapa informan merasa enggan atau malas untuk berbelanja meskipun jaraknya dekat, hal ini dikarenakan informan merasa bosan karena harus selalu memasak jenis makanan yang sama setiap hari. Padahal jika informan kreatif, informan dapat membuat berbagai variasi makanan dengan bahan makanan yang biasa mereka beli seperti tempe, telur, tahu, bayam, sawi, susu dan sebagainya. Faktor lain yang menyebabkan keluarga informan mengalami kekurangan makanan adalah rendahnya daya beli keluarga karena faktor ekonomi. Keluarga merasa tidak mampu membeli makanan karena tidak mempunyai uang seperti buah-buahan, susu, atau sumber protein hewani seperti ikan, ayam, dan daging. Karena sebagian besar informan memiliki pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional (UMR) yaitu berkisar antara Rp 800.000,- sampai Rp 1.700.000,- perbulan dan penghasilan tersebut sebagian besar dihabiskan untuk biaya sewa kontrakan, biaya sekolah anak, angsuran motor, rokok, dan keperluan lainnya, sehingga hanya tersisa sedikit untuk mencukupi kebutuhan makanan sehari-hari. Wora (2011) mengatakan bahwa rendahnya
176
pendapatan dan banyaknya anggota keluarga juga menjadi pemicu kurangnya
penyediaan
makanan
bagi
anggota
keluarga
yang
berpengaruh pada tingkat konsumsi energi (Natalia, dkk, 2012). Sedangkan menurut Kristijono (2000) penghasilan adalah rendahnya daya beli masyarakat merupakan halangan utama yang akan berpengaruh terhadap asupan gizi keluarga baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga kandungan gizi lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral jarang terpenuhi. Sebenarnya, meskipun daya beli masyarakat rendah kekurangan gizi dapat diatasi jika ibu tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki. Penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun kuantitas makanan. Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi memiliki nilai gizi yang tinggi. Sehingga disimpulkan bahwa ketersediaan pangan keluarga informan masih tergolong kurang. Hal ini disebabkan karena faktor daya beli informan dan pengetahuan yang kurang, sehingga tidak bisa memanfaatkan bahan makanan yang ada dengan baik. Sehingga diharapkan kepada pihak Puskesmas dapat memberikan pengetahuan mengenai contoh menu makanan sehat dan murah, serta memberikan motivasi kepada informan untuk dapat memberikan makanan bergizi terutama untuk balitanya.
177
6.2.2 Pemberian Makan Menurut Lia Amalia dikutip oleh Komsatiningrum (2009) porsi makan bagi orang dewasa dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan balita lebih sedikit karena aktivitasnya berbeda. Makanan selingan perlu diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi. Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan atau snack. Dalam praktiknya porsi makan yang diberikan informan kepada balitanya biasanya sebanyak satu centong nasi dan balita sering menyisakannya sekitar 2-3 sendok. Hal ini karena informan terlalu mengikuti kemauan balita dan jika balita sudah tidak mau makan, informan tidak berusaha membujuk supaya balita mau menghabiskan makanannya. Orangtua hendaknya berdiskusi dengan anak tentang makanan yang tidak disukai, memberi banyak perhatian, membujuk anak untuk makan, dan menghidangkan makanan yang bervariasi. Selain itu, hampir semua informan membiarkan balitanya jajan tanpa diawasi. Padahal jajan dapat menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga hal inilah yang menyebabkan porsi makan balita menjadi sedikit. Pengawasan orangtua yang baik akan menurunkan pilihan anak terhadap makanan tidak bergizi (Almatsier, dkk. 2011) Dalam hal frekuensi makan, sebagian informan memberikan makan kepada balitanya sebanyak 2-3 kali sehari, bahkan dua informan hanya memberikan makan sebanyak 1-2 kali sehari dan terkadang
178
makanan diberikan hanya ketika balita minta. Menurut Almatsier, dkk (2011) sebagian besar anak usia 3-5 tahun makan lebih dari tiga kali sehari, mereka memiliki perut yang kecil, sehingga memberi makan lima hingga enam kali sehari lebih baik daripada tiga kali sehari. Sedangkan
menurut
Arisman
(2009)
frekuensi
makan
dapat
menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang dengan kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang cukup. Ketiadaan pangan dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang. Beberapa informan memberikan susu lebih dari tiga kali. Sedangkan menurut Beck (2011) konsumsi susu sebanyak 500 ml perhari sudah cukup bagi seorang balita. Konsumsi susu berlebihan cenderung menghilangkan selera makan anak sehingga anak menolak makan makanan penting lainnya. Beberapa informan terkadang membiarkan balita makan sendiri. Padahal pemberian makanan pada balita tanpa diawasi mengakibatkan makanan yang dikonsumsi tidak maksimal. Hal ini terjadi akibat ibu sedang melakukan pekerjaan rumah atau karena ibu yang bekerja dan balita diasuh oleh kakaknya. Lestrina (2009), salah satu penyebab tidak langsung dari balita yang gizi buruk di Kecamatan Lubuk Pakam adalah
179
ibu yang bekerja diluar, sehingga ibu menyerahkan pemberian makanan kepada orang lain seperti kakak, ayah atau neneknya. Ibu rumah tangga mempunyai kesempatan yang lebih banyak dalam pengasuhan anak, sedangkan status ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap kehidupan keluarga. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan pada anak yang kurang, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang anak dan perkembangan otak mereka. Sebagian besar informan memberikan makan ketika balita sedang bermain atau menonton TV. Menurut Almatsier (2011) pemberian makan ketika sedang menonton TV dapat mengalihkan perhatian anak terhadap makanan. Apalagi beberapa informan membiarkan balitanya makan sendiri tanpa diawasi, sehingga makanan yang dikonsumsi balita pun tidak optimal. Bahkan ada satu informan membuat makanan jajanan balita seperti chiki sebagai lauk. Hal ini memungkinkan balita lebih memilih mengonsumsi makanan jajanan dibandingkan makanan utama. Sedangkan menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) apabila praktik pengasuhan yang diterapkan oleh keluarga khususnya ibu yang berkaitan dengan cara dan situasi makan dapat memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak, maka ibu tidak akan mengalami kesulitan dalam hal pemberian makan kepada anak. Pada usia anak di
180
bawah lima tahun merupakan masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak mulai susah makan atau suka pada makanan jajanan yang rendah energi dan tidak bergizi. Oleh karena itu perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa praktik pemberian makan pada balita yang dilakukan oleh informan utama tergolong buruk, baik dari pemberian makanan utama maupun pemberian PMT-P yang meliputi porsi, frekuensi, suasana yang dimunculkan, maupun upaya yang dilakukan informan ketika balita mengalami sulit makan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk memberikan pengetahuan mengenai porsi dan frekuensi makan yang ideal untuk balita, dan memotivasi informan untuk tetap gigih dan kreatif dalam pemberian makanan, sehingga dapat membuat nafsu makan balita meningkat. Selain itu, dilakukan pula pemantauan dan evaluasi terhadap pemberian PMT-P.
6.2.3 Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan bergizi bagi balita, sumber dan zat gizi dalam makanan, dan porsi makan ideal bagi balita. Namun, ada satu informan yang memiliki pengetahuan lebih baik dibandingkan informan yang lain. Meskipun demikian, dalam praktik pemberian makan informan tersebut relatif
181
sama dengan informan yang lain. Hal ini disebabkan oleh kesadaran informan untuk meningkatkan status gizi balitanya masih kurang. Selain itu, pengetahuan orangtua tentang asupan gizi untuk anaknya juga sebagai pemicu gizi kurang. Selama ini banyak orangtua menganggap jika anaknya hanya diberikan makanan nasi dengan kecap atau dengan lauk kerupuk atau hanya dengan ikan saja tanpa sayur, maka orangtua beranggapan itu sudah benar, karena anaknya sudah terbebas dari rasa lapar, tetapi sebenarnya pemberian yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak pada anak sendiri, ketahanan tubuh akan lemah sehingga anak akan mudah terserang penyakit. Selain itu, orangtua terutama ibu tidak begitu tanggap dengan perubahan yang terjadi pada diri anaknya, ketika berat badan anaknya menurun dengan drastis, tidak segera diambil tindakan untuk menangani kondisi anak tersebut. Menurut Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya. Tingkat pendidikan informan yang sebagian besar hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD) memiliki andil besar terhadap praktik pemberian makan di keluarga termasuk pemberian makan pada balita yang berakibat pada status gizi balita, karena informan
182
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makan sehari-hari. Baik buruknya mutu serta jumlah hidangan tergantung pada kemampuan informan dalam memilih bahan makanan yang berkualitas dan menyusun menu dengan gizi yang seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Mazarina yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap perilaku makan anak. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik perilaku konsumsi makannya dan semakin baik status gizinya (Faradevi, 2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diharapkan untuk pihak Puskesmas dapat memberikan pengetahuan mengenai gizi dengan bahasa yang lebih sederhana agar informan dapat memahaminya, atau bisa dilakukan dengan memperagakan langsung mengenai praktik pemberian makan, seperti contoh menu makanan yang meliputi komposisi makanan yang beragam, porsi makan, frekuensi makan, dan cara penyajian makanan yang tepat, sehingga informan dapat mempraktikkan langsung di rumah.
6.3 Gambaran Penyakit Infeksi Adanya penyakit infeksi pada balita selama kegiatan PMT-P merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan perbaikan status gizi. Penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita selama kegiatan PMT-P yaitu diare, batuk, pilek yang disertai dengan peningkatan suhu tubuh.
183
Sehingga berdampak pada penurunan nafsu makan dan akhirnya akan menurunkan berat badan balita. Semua balita responden selama kegiatan PMT-P pernah mengalami sakit yaitu antara 1 - 3 kali. Hal ini disebabkan oleh asupan makanan balita yang buruk, sehingga mengakibatkan daya tahan tubuhnya lemah. Menurut Yusrianto (2010) pemenuhan gizi berpengaruh terhadap kesehatan dan daya tahan tubuh balita. Jika gizi baik, risiko balita terkena penyakit semakin berkurang. Daya tahan tubuh yang disebut dengan immunoglobulin berasal dari protein. Sehingga jika asupan protein sedikit bahkan tidak ada, maka tidak akan terbentuk faktor daya tahan tubuh. Semakin buruk gizinya maka daya tahan tubuhnya pun semakin jelek, semakin sering terinfeksi maka nafsu makan semakin menurun dan semakin menurun lagi daya tahan tubuhnya. Begitu pula Menurut UNICEF (1998) selain ketidakcukupan intake zat gizi, kesakitan merupakan salah satu faktor penyebab kurang gizi pada balita. Balita yang menderita sakit dalam waktu relative lama akan mengalami penurunan berat badan yang berdampak pada status gizi balita tersebut. Kesakitan akan menurunkan efektifitas penggunaan zat gizi dalam tubuh (Depkes, 2003). Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa ada dua informan yang balitanya memiliki riwayat BBLR dan salah satunya juga memiliki riwayat penyakit infeksi Tuberkulosis (TBC). Sekarang balita tersebut sudah dinyatakan sembuh oleh dokter. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa ibu memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam pengobatan penyakit TBC sehingga balita dapat dinyatakan sembuh. Namun, berbeda dengan kasus gizi kurang yang sudah dua tahun lebih diderita oleh balita bahkan sampai
184
penelitian selesai dilakukan balita masih memiliki berat badan di bawah normal atau masih dinyatakan gizi kurang. Hal ini disebabkan oleh persepsi informan tentang penyakit. Persepsi informan tentang kegawatan penyakit TBC berbeda dengan gizi kurang, sehingga upaya untuk mengobati balita yang TBC lebih tinggi dibandingkan balita gizi kurang. Sesui dengan teori Health Belief Model (HBM) seseorang akan melakukan tindakan pengobatan atau pencegahan bila diancam oleh penyakit yang dirasakan lebih parah dibandingkan dengan penyakit yang dirasakan lebih ringan. Begitupula persepsi keparahan yang tinggi tentang penyakit TBC akan membuat seseorang mengambil tindakan pencegahan atau deteksi dini terhadap penyakit tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa empat dari lima informan menganggap gizi kurang adalah sesuatu yang biasa dan tidak membahayakan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pihak Puskesmas untuk memberikan pengetahuan terkait dampak dan bahaya dari gizi kurang serta motivasi untuk informan agar selalu berupaya meningkatkan status gizi balitanya.
6.4 Gambaran yang Mempengaruhi Penyakit Infeksi 6.4.1 Sanitasi dan Hygiene Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan
lingkungan
dari
subyeknya.
Misalnya
menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak
185
dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Pada umumnya sebagian besar informan memiliki tingkat sanitasi yang baik dalam hal penggunaan air bersih, upaya membuang sampah, membersihkan rumah, halaman, dan penyediaan WC di dalam rumah, namun beberapa informan memiliki WC yang terlihat tidak terawat karena lantainya yang rusak sehingga menyebabkan genangan air dan cat dinding yang terlihat kusam dan terkelupas, dan pertukaran serta pencahayaan rumah yang kurang. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan biaya informan dalam merawat kondisi rumahnya. Sedangkan dalam upaya menjaga kebersihan balita, sebagian besar informan telah melakukan dengan baik yaitu mencuci tangan balita setelah bermain dan sebelum makan, meskipun beberapa informan terkadang hanya mencuci saja tanpa menggunakan sabun. Dalam hal memandikan dan mengganti pakaian balita dilakukan minimal dua kali sehari sesuai kebutuhan balita. Menurut Muhajirin (2007) Personal hygiene adalah langkah pertama untuk hidup lebih sehat. Personal hygiene mencakup praktek kesehatan seperti mandi, keramas, menggosok gigi, dan mencuci pakaian. Memelihara personal hygiene yang baik membantu mencegah infeksi dengan membuang kuman atau bakteri yang hidup di permukaan kulit. Faktor perilaku mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan menurunkan angka kejadian diare. Kebiasaan tidak mencuci tangan mempunyai risiko 1,88 kali lebih besar akan menderita diare dibanding
186
yang mencuci tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan risiko terkena diare sebesar 47%. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa upaya sanitasi dan hygiene informan tergolong baik, meskipun beberapa aspek terlihat tidak terawat karena keterbatasan biaya dalam upaya perawatan rumah.
6.4.2 Pelayanan Kesehatan Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, memalui mulut seperti polio (Hidayat, 2008). Sebagian besar informan memberikan imunisasi lengkap untuk balitanya, namun ada satu informan yang hanya memberikan satu jenis imunisasi saja untuk balitanya yaitu imunisasi campak. Hal ini dikarenakan pengaruh orangtua informan yang tidak memperbolehkan balita untuk diimunisasi. Hal ini disebabkan oleh ketakutan atau kecemasan orangtua informan terhadap efek samping yang ditimbulkan setelah imunisasi seperti demam dan sebagainya. Efek samping vaksin bagi sebagian anak umumnya berupa reaksi ringan di area penyuntikan seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan. Terkadang reaksi disertai demam ringan 1-2 hari setelah imunisasi, gejala tersebut umumnya tidak berbahaya dan akan hilang dengan cepat (Depkes, 2006).
187
Dalam hal penimbangan balita semua informan menganggap hal tersebut penting dilakukan agar informan dapat mengetahui berat badan balitanya. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa informan sering tidak menimbang balita ke Puskesmas atau ke Posyandu, hal ini dikarenakan informan bekerja, informan bosan dengan berat badan balitanya yang tidak kunjung naik, informan merasa malas, dan informan tidak mengetahui jadwal penimbangan. Padahal pemantauan tumbuh kembang balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan secara dini, oleh karena itu diperlukan penimbangan setiap bulan (Rahmadiliyani, 2012). Pemberian PMT-P adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan berat badan balita. Pemberian PMT-P tanpa pengawasan dari petugas kesehatan membuat informan memberikan PMT-P tersebut dengan sesuka hati, bahkan ada informan yang memberikan PMT-P kepada anaknya yang lain, tetangga, dan saudara informan. Agar upaya yang dilakukan Pemerintah tidak sia-sia, maka perlu adanya monitoring dan konseling sehingga dengan pemberian PMT-P dapat memberikan dampak pada pertambahan berat badan balita. Pemberian PMT-P tanpa adanya penyuluhan atau konseling pada masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita gizi kurang tidak akan memberi efek yang maksimal. Sebagian besar informan mengatakan jika mereka memperoleh pengetahuan tentang gizi dari Puskesmas dan ACT, namun beberapa informan mengatakan jika tidak pernah mendapatkan pengetahuan gizi
188
dari Puskesmas. Menurut Almatsier (2011) pengetahuan gizi orangtua dan pengasuh anak ternyata sangat berpengaruh terhadap pilihan makanan anak. Sedangkan
keterjangkauan
informan
terhadap
pelayanan
kesehatan Puskesmas, informan merasa jauh sehingga informan datang ke Puskesmas hanya jika diundang oleh TPG saja, selebihnya informan memantau gizi balitanya di Posyandu. Namun, meskipun Posyandu berada tidak jauh dari rumah informan, sebagian besar informan terkadang tidak datang untuk menimbang balitanya, hal ini disebabkan informan merasa malas, informan bekerja, informan tidak mengetahui adanya jadwal penimbangan, atau karena teman informan tidak mengajak ke Posyandu.
6.4.3 Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah penyakit infeksi yang dapat mengganggu metabolisme dan fungsi imunitas. Penyakit infeksi dapat menyebabkan perubahan status gizi kurang yang selanjutnya bermanifestasi ke status gizi buruk. Namun, sebagian besar informan tidak mengetahui tentang penyakit infeksi baik itu pengertian, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, bahkan pencegahan penyakit infeksi pada anak.
189
Menurut Depkes (2007) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan– kegiatan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangganya yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah. Sedangkan pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan seperti PHBS dan rumah sehat, sebagian besar informan tidak mengetahui bahkan tidak pernah mendengar istilah tersebut. Namun, satu informan mengetahui bahwa ada 10 PHBS tetapi informan lupa isi dari 10 PHBS tersebut. Sedangkan dalam upaya pemeliharaan rumah dan halaman rumah semua informan mengetahuinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mengenai penyakit infeksi sebagian besar informan tergolong buruk dan pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan juga masih tergolong kurang. Oleh karena itu, diharapkan pada pihak Puskesmas agar dapat
190
memberikan informasi mengenai penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan seperti PHBS.
6.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : a) Pada saat penelitian, persediaan PMT-P berupa susu dan biskuit di Puskesmas Pamulang sudah habis, sehingga peneliti harus membawa PMT-P untuk mengetahui pemberian makanan tambahan tersebut kepada balita. b) Sebagian besar praktik pengasuhan baik dalam pemberian makanan maupun pemeliharaan kesehatan dilakukan oleh informan utama, sedangkan informan pendukung dari keluarga terkadang ada yang tidak mengetahui dan memperhatikan praktik pengasuhan yang dilakukan oleh informan utama secara detail. c) Pada saat wawancara mendalam dengan informan pendukung dari keluarga terkadang ditemani oleh informan utama, sehingga terkadang informan utama ikut menjawab pertanyaan yang diberikan kepada informan pendukung dari keluarga.
191
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang pada bulan Agustus sampai dengan November, diperoleh simpulan sebagai berikut : a. Latar belakang tidak meningkatnya berat badan balita setelah mendapat PMT-P adalah karena informan utama tidak membentuk pola makan balita dan hanya mengikuti pola makan balita yang suka jajan sehingga mengakibatkan ketersediaan pangan keluarga dan asupan makan balita menjadi buruk baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, disebabkan pula oleh frekuensi makan balita yang buruk, PMT-P tidak digunakan dengan tepat, adanya penyakit infeksi yang diderita, upaya sanitasi yang kurang, dan pengetahuan informan yang buruk mengenai pemberian makan dan penyakit infeksi. b. Asupan makanan balita masih tergolong buruk dalam hal jumlah dan jenis makanan baik dari makanan utama maupun dari PMT-P, baik dalam hal jumlah maupun jenis makanan. Karena hampir di setiap waktu makannya jumlah makanan utama yang dikonsumsi balita tergolong sedikit dengan jenis makanan yang hanya terdiri dari dua jenis, seperti makanan pokok dan lauk atau makanan pokok dan sayur. Sedangkan PMT-P yang diberikan sering tidak tepat sasaran.
192
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan yaitu : a) Ketersediaan pangan dalam keluarga umumnya tergolong buruk dikarenakan informan utama mengikuti pola makan balita yang suka jajan, sehingga berakibat pada asupan makanan menjadi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, serta daya beli dan pengetahuan informan yang rendah. b) Pemberian makan balita tergolong buruk dalam hal porsi, frekuensi, suasana yang dimunculkan ketika memberi makan pada balita, dan upaya yang dilakukan jika balita sulit makan c) Pengetahuan tentang pemberian makan tergolong buruk dalam hal komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam makanan dan sumbernya, serta porsi makan yang ideal bagi balita. Sedangkan pengetahuan tentang frekuensi makan yang ideal bagi balita sudah tergolong baik. d. Penyakit infeksi yang diderita balita selama menjalani program PMT-P tergolong sering sehingga mengakibatkan nafsu makan balita menurun. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit infeksi yaitu : a) Upaya sanitasi dan hygiene yang dilakukan informan sudah tergolong baik. Baik dalam hal menjaga kebersihan lingkungan meliputi penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah, pembuangan sampah, penyediaan WC di dalam rumah dan kebersihan diri meliputi kebiasaan mencuci tangan, mandi dan mengganti pakaian balita.
193
b) Keterjangkauan
terhadap
pelayanan
kesehatan
dan
dalam
hal
penimbangan balita tergolong rendah, meskipun dalam upaya imunisasi dan penyuluhan gizi sudah baik Sedangkan pengawasan terhadap pemberian PMT-P tidak dilakukan, sehingga PMT-P tidak tepat sasaran. c) Pengetahuan tentang penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan tergolong buruk, baik dalam hal pengertian penyakit infeksi, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara penularan, bahaya penyakit infeksi pada anak, pencegahan, perilaku hidup bersih dan sehat, bangunan rumah sehat, definisi pergantian udara, pencahayaan rumah, bahaya penurunan berat badan, dan dampak gizi kurang pada balita. Sedangkan pengetahuan dalam hal pengobatan penyakit infeksi pada balita, tempat bermain anak, manfaat air bersih, cara membuang sampah, upaya menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah, manfaat imunisasi, dan manfaat penimbangan balita pada umumnya sudah tergolong baik.
7.2 Saran a. Diharapkan kepada petugas Puskesmas untuk dapat memberikan konseling secara terjadwal mengenai pemberian makan yang baik bagi balita dengan menggunakan alat peraga atau dengan contoh menu makanan meliputi komposisi makanan, porsi makan, frekuensi makan, dan cara penyajian makanan yang baik dan menarik, sehingga dapat dipahami oleh ibu balita dan dapat dipraktikkan di rumah.
194
b. Diharapkan kepada petugas Puskesmas saat konseling tidak hanya membahas tentang pemberian makan pada balita, melainkan juga tentang penyakit infeksi dan pemeliharaan kesehatan, baik itu jenis penyakit infeksi, gejala, cara penularan, cara pencegahan, bahaya jika balita mengalami penurunan berat badan atau gizi kurang, cara membuang sampah, PHBS, dan sebagainya. c. Diharapkan
kepada
petugas
Puskesmas
untuk
dapat
melakukan
pemantauan dan pengawasan dalam pemberian PMT-P dengan cara menjalin kerja sama dengan bidan desa atau kader setempat supaya PMT-P hanya dikonsumsi oleh sasaran dan tidak berpindah tangan. d. Diharapkan kepada petugas Puskesmas untuk dapat melakukan upaya lain jika PMT-P yang diberikan tidak disukai oleh balita sasaran. e. Diharapkan kepada ibu balita untuk dapat memberikan jajanan yang sehat dan kaya akan kandungan gizi. f. Diharapkan kepada ibu balita untuk dapat lebih kreatif dalam pengolahan dan pemberian makan kepada balita, baik makanan utama maupun PMT-P supaya balita lebih memiliki nafsu makan dan dapat mengurangi kebiasaan jajan yang tidak sehat. g. Kegiatan penyuluhan dan pemberian motivasi sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran informan terhadap status gizi dan kesehatan balitanya.
195
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Agustine, Arini. 2010. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) dan Karakteristik Balita dengan Status Gizi (BB/U) Balita Gizi Buruk di Lima Puskesmas Kabupaten Indramayu Tahun 2009. Skripsi FKIK UIN Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Amos, John. 2000. Hubungan Persepsi Ibu Balita Tentang Kurang Gizi dan PMTP dengan Status Gizi Balita Pada Keluarga Miskin di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat Tahun 1999. Tesis FKM UI Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC BAPPENAS. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Barasi, Mary. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta : Erlangga Beck, Mary. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit Untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM) Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
196
Depkes RI. 2003. Status Gizi Ibu Hamil, Bayi, dan Balita Tahun 1989-2002. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Depkes RI _______. 2003. Pedoman Penatalaksanaan Balita Gizi Buruk Secara Rawat Jalan (untuk Puskesmas). Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan _______. 2004. Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes RI _______. 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta : Ditjen PPM dan PL _______. 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. Jakarta : Departemen Kesehatan RI _______. 2006. Informasi Program Pencegahan Dan Penanggulangan Masalah Gizi Mikro. Jakarta : Departemen Kesehatan RI _______. 2006. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak. Jakarta : Subdit Imunisasi Direktorat Epim & Kesma, Direktorat Jenderal PP & PL Departemen Kesehatan RI _______. 2007. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI _______. 2009. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
197
Erfandi. 2009. Pengetahuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. D i a k s e s d a r i http://forbetterhealth.wordpress.com Faradevi, Reny. 2011. Perbedaan Besar Pengeluaran Keluarga, Jumlah Anak Serta Asupan Energi dan Protein Balita Antara Balita Kurus dan Normal. Skripsi. Jurusan Ilmu Gizi Universitas Diponegoro Fitriyanti, Farida. 2012. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk di Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2012. Skripsi. Ilmu Gizi Universitas Diponegoro Hasanudin, Maulana. 2001. Gambaran Status Gizi Balita Sebelum dan Sesudah Mendapat PMT-Pemulihan di Kabupaten Tangerang Tahun 2000. Skripsi FKM UI Hasdianah, dkk. 2014. Gizi, Pemanfaatan Gizi, Diet, dan Obesitas. Yogyakarta : Nuha Medika Heryati, dkk. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC Hidayat, A. Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidaan. Jakarta : Salemba medika Indra, Dewi. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta : Dunia Cerdas Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI
198
_______. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI _______. 2012. Buku Rencana Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI ________. 2012. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK (Bantuan Operasional Kesehatan). Jakarta : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta : PT Grasindo Komsatiningrum. (2009). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu dan Pendapatan Keluarga dengan Pola Konsumsi Pangan Balita di Desa Meger Kecamatan Ceper kabupaten Klaten. Semarang : Skripsi. FT-UNS Kurniasih, Dedeh, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta : Kompas Gramedia Lailiyana, et al. 2010. Buku Ajar Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC Lestrina, Dini. 2009. Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Pascasarjanan USU Mariani. 2002. Hubungan Pola Asuh Makan, Konsumsi Pangan dan Status Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita. Tesis. Pascasarjana IPB
199
Meriani, Gusti Ayu. 2010. Hubungan Perilaku Ibu Dalam Pemberian Gizi Seimbang Dengan Status Gizi Pada Balita di Posyandu Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. SRIPSI. Universitas Pembangunan Nasional Jakarta Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Muhajirin. 2007. Hubungan Antara Praktik Personal Hygiene Ibu Balita dan Sarana Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap Tahun 2007. Tesis. Universitas Diponegoro Natalia, dkk. 2012. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Batita di Desa Gondangwinangun Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, diakses dari http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm. Skripsi. FKM Universitas Diponegoro Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nurlinda, Andi. 2013. Gizi dalam Siklus Daur Kehidupan Seri Baduta. Yogyakarta : CV Andi Offset
200
Pandi, Emma. 2008. Panduan Lengkap Makanan Bayi dan Balita. Jakarta : Penebar Pus Poerwandari, Kristi. 2007. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Pudjiadi, Solihin. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat. Balai Penerbit FKUI : Jakarta Rahim, Fitri Kurnia. 2014. Faktor Risiko Underweight Balita Umur 7-59 Bulan. Jurnal
Kesehatan
Masyarakat
di
unduh
dari
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas diakses tanggal 21 Oktober 2014 Rahmadiliyani, Nina. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Keengganan Ibu Balita Berkunjung Ke Posyandu dinDesa Jingah Habang Hilir Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Media SainS, volume 4 Nomor 2, Oktober 2012 ISSN 2085-3548. Ratnasari, Dewi. 2012. Gambaran Kebiasaan Konsumsi Mie Instant Pada Anak Usia 7-12 Tahun Studi di Sekolah Dasar Kanisius Tlogosari Kulon Semarang. Skripsi. Jurusan Ilmu Gizi Universitas Diponegoro Riyadi, H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Jurusan GMSK-IPB Bogor Sa’adah, Jazilatus. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Makan dan Hubungan Perilaku Makan Dengan Status Gizi Balita (12-59
201
Bulan) di Desa Cibeuteung Muara Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Skripsi. FKM UIN Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Soekirman. 2004. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Penebar Swadaya Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC Syafiq, dkk. 2006. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : UIN Jakarta Press UNICEF. 1998. The State of The World’s Children 1998. New York : Oxford University Press Veriyal, Nura. 2010. Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) Yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang. SKRIPSI. FKM UIN Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Yusrianto. 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian Untuk Balita. Jogjakarta : Power Books
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Utama (Ibu Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara : Waktu wawancara
: .......... s/d ..........
A. Identitas Informan 1. Nama
:
5. Umur menikah
:
2. Umur
:
6. Pendapatan keluarga
:
3. Pendidikan
:
7. Jumlah anak
:
4. Pekerjaan
:
8. Alamat
:
B. Identitas Balita 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Jenis kelamin
:
4. Anak ke-
:
5. Berat badan lahir
:
C. Pertanyaan 1. Pengetahuan a. Asupan Makanan 1) Apa yang ibu ketahui tentang komposisi makanan bergizi? (probing: dari mana informasi tersebut ibu dapatkan?) 2) Apa yang ibu ketahui tentang zat gizi dalam makanan? 3) Apa saja makanan yang mengandung energi? 4) Apa saja makanan yang mengandung karbohidrat? 5) Apa saja makanan yang mengandung lemak? 6) Apa saja makanan yang mengandung protein? 7) Apa saja makanan yang mengandung vitamin dan mineral? 8) Berapa porsi makanan sebaiknya diberikan kepada balita setiap kali makan? (probing: apakah makan dengan porsi tersebut dapat membuat balita sehat?) 9) Berapa kali sebaiknya balita diberi makan? (probing: kapan waktu yang tepat dalam memberikan makan pada balita?) 10) Apa yang ibu ketahui tentang Pemberian Makanan Tambahan? (probing: apakah Pemberian Makanan Tambahan tersebut penting bagi balita? Mengapa?) 11) Kapan sebaiknya Pemberian Makanan Tambahan diberikan pada balita? (probing: mengapa diberikan pada waktu tersebut?) 12) Jajanan seperti apakah yang baik diberikan untuk balita?
b. Penyakit Infeksi 1) Apa yang ibu ketahui tentang penyakit infeksi pada balita? (probing: dari mana ibu mendapatkan informasi tersebut?) 2) Apa saja yang termasuk dalam penyakit infeksi pada balita? (probing: apa gejala atau tanda-tanda penyakit infeksi tersebut?) 3) Apa yang ibu ketahui tentang penyebab penyakit infeksi pada balita? (probing: apakah penyakit infeksi tersebut menular? Bagaimana cara penularannya?) 4) Apa yang ibu ketahui tentang akibat penyakit infeksi pada balita? (probing: apakah menurut ibu penyakit tersebut berbahaya? Mengapa?) 5) Apa yang ibu ketahui tentang cara pencegahan penyakit infeksi pada balita? 6) Apa yang ibu ketahui tentang cara pengobatan penyakit infeksi pada balita? 7) Apa yang ibu ketahui tentang perilaku hidup bersih dan sehat? (probing: dari mana informasi tersebut ibu peroleh?) 8) Apa yang ibu ketahui tentang tempat bermain anak? 9) Apa yang ibu ketahui tentang bangunan rumah yang sehat? (probing: bagaimana ciri-ciri bangunan rumah yang sehat? Apakah menurut ibu rumah ibu termasuk ke dalam ciri-ciri rumah sehat?) 10) Apa yang ibu ketahui tentang pergantian udara dan pencahayaan rumah? (probing: apa yang harus ibu lakukan agar terjadi pertukaran udara yang sehat di dalam rumah?)
11) Apa manfaat air bersih untuk kesehatan? (probing: sebaiknya air bersih digunakan untuk apa?) 12) Apa yang ibu ketahui tentang cara pembuangan sampah yang benar? (probing: dimana sebaiknya ibu membuang sampah? Berapa kali dalam seminggu sebaiknya sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah?) 13) Apa yang ibu ketahui tentang upaya menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah? (probing: berapa kali sehari sebaiknya rumah dan halaman rumah dibersihkan?) 14) Apa yang ibu ketahui tentang manfaat imunisasi? (probing: sejak usia berapa anak sebaiknya mulai diimunisasi? Jenis imunisasi apa saja yang seharusnya diberikan?) 15) Apa yang ibu ketahui tentang manfaat penimbangan balita? (probing: apa akibat jika berat badan balita menurun? Apakah hal tersebut berbahaya bagi balita? Mengapa?) 16) Apa yang ibu ketahui tentang dampak gizi kurang pada balita? (probing: bagaimana ciri-ciri balita gizi kurang? Apakah gizi kurang berbahaya bagi balita? Mengapa?)
2. Praktik Pemberian Makan 1) Berapa banyak balita makan dalam sehari? (probing: apakah setiap hari balita makan dengan jumlah seperti itu? Mengapa?) 2) Jenis makanan apa yang biasa ibu berikan saat balita makan? (probing: apakah ibu sering membuat variasi makanan untuk balita? Mengapa?)
3) Apakah ibu memberikan buah sebagai makanan utama bagi balita? Mengapa? (probing: kapan biasanya ibu memberikan buah kepada balita? Mengapa?) 4) Bagaimana ibu memperoleh bahan makanan untuk keluarga? (probing: kapan ibu biasanya berbelanja atau memperoleh bahan makanan tersebut? jenis bahan makanan apa sajakah yang sering ibu beli? Berapa banyak bahan makanan yang ibu beli setiap kali berbelanja? Apakah bahan makanan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan keluarga?) 5) Berapa porsi yang ibu diberikan pada balita setiap kali makan? (probing: apakah setiap hari balita makan dengan porsi tersebut? Apakah makan dengan porsi tersebut dapat membuat balita sehat? Mengapa?) 6) Berapa kali balita diberikan makan dalam sehari? Apakah selain di waktu tersebut anak diberikan makan lagi, seperti kudapan atau jajan? (probing: berapa kali balita jajan dalam sehari? jenis jajanan apa yang biasanya diberikan? Mengapa balita diberikan jajanan tersebut?) 7) Bagaimana suasana yang ibu munculkan saat memberi makan balita? 8) Apa yang biasanya menyebabkan balita sulit makan? (probing: apa yang ibu lakukan jika balita sulit makan?) 9) Apa saja jenis PMT-P yang ibu terima dari Puskesmas? (probing: apakah balita menyukai PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas? Apa yang ibu lakukan jika balita tidak menyukai PMT-P tersebut? Siapa saja yang biasanya menikmati PMT-P tersebut selain balita?)
10) Berapa kali sehari PMT-P diberikan? Berapa banyak PMT-P diberikan dalam sekali pemberian? 11) Bagaimana cara petugas Puskesmas atau kader memberikan PMT-P? (Probing: berapa banyak PMT-P yang diberikan? apakah mereka menjelaskan cara pemberian PMT-P tersebut?)
3. Praktik Pemeliharaan Kesehatan 1) Apakah balita menderita sakit dalam tiga bulan terakhir? (probing: berapa kali dalam seminggu atau sebulan balita sakit? Jenis penyakit apa yang biasanya diderita oleh balita? Apa penyebabnya?) 2) Apa upaya yang ibu lakukan untuk mencegah balita supaya tidak sakit? 3) Apa upaya pengobatan yang ibu lakukan ketika balita sakit? (probing: apakah balita ditangani terlebih dahulu atau langsung dibawa ke pelayanan kesehatan? Mengapa?) 4) Darimanakah sumber air sehari-hari keluarga? Digunakan untuk apa saja sumber air tersebut? 5) Apa yang ibu lakukan agar pergantian udara dan pencahayaan di dalam rumah baik? 6) Bagaimana cara ibu membuang sampah? (probing: dimana biasanya ibu membuang sampah? Kapan biasanya ibu membuang sampah ke tempat pembuangan sampah?) 7) Dimanakah tempat biasanya ibu dan keluarga membuang hajat?
8) Apa yang biasanya ibu lakukan dalam menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut ibu lakukan? Mengapa?) 9) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut dilakukan? Mengapa?) 10) Kapan biasanya balita mencuci tangan? 11) Apakah balita diberikan imuisasi? (probing: berapa kali hal tersebut dilakukan? Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan? apakah penting seorang balita diimunisasi? Mengapa?) 12) Apakah ibu rutin melakukan penimbangan balita? (probing: dimanakah biasanya ibu melakukan penimbangan balita? Alasannya? Apakah penting dilakukan penimbangan balita? mengapa?) 13) Darimana biasanya ibu memperoleh informasi atau pengetahuan tentang gizi dan kesehatan? (probing: informasi apa yang biasanya diberikan? Kapan biasanya informasi tersebut diberikan?)
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Keluarga Balita) Penerima PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara : Waktu wawancara
: .......... s/d ..........
A. Identitas Informan 1. Nama
:
5. Hubungan dengan balita
:
2. Umur
:
6. Nama balita
:
3. Pendidikan
:
7. Alamat
:
4. Pekerjaan
:
B. Pertanyaan 1. Praktik Pemberian Makan 1) Berapa banyak balita makan dalam sehari? (probing: apakah setiap hari balita makan dengan jumlah seperti itu? Mengapa?) 2) Jenis makanan apa yang biasa ibu berikan saat balita makan? (probing: apakah ibu sering membuat variasi makanan untuk balita? Mengapa?) 3) Apakah ibu memberikan buah sebagai makanan utama bagi balita? Mengapa? (probing: kapan biasanya ibu memberikan buah kepada balita? Mengapa?)
4) Bagaimana ibu memperoleh bahan makanan untuk keluarga? (probing: kapan ibu biasanya berbelanja atau memperoleh bahan makanan tersebut? jenis bahan makanan apa sajakah yang sering ibu beli? Berapa banyak bahan makanan yang ibu beli setiap kali berbelanja? Apakah bahan makanan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan keluarga?) 5) Berapa porsi yang ibu diberikan pada balita setiap kali makan? (probing: apakah setiap hari balita makan dengan porsi tersebut? Apakah makan dengan porsi tersebut dapat membuat balita sehat? Mengapa?) 6) Berapa kali balita diberikan makan dalam sehari? Apakah selain di waktu tersebut anak diberikan makan lagi, seperti kudapan atau jajan? (probing: berapa kali balita jajan dalam sehari? jenis jajanan apa yang biasanya diberikan? Mengapa balita diberikan jajanan tersebut?) 7) Bagaimana suasana yang ibu munculkan saat memberi makan balita? 8) Apa yang biasanya menyebabkan balita sulit makan? (probing: apa yang ibu lakukan jika balita sulit makan?) 9) Apa saja jenis PMT-P yang ibu terima dari Puskesmas? (probing: apakah balita menyukai PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas? Apa yang ibu lakukan jika balita tidak menyukai PMT-P tersebut? Siapa saja yang biasanya menikmati PMT-P tersebut selain balita?) 10) Berapa kali sehari PMT-P diberikan? Berapa banyak PMT-P diberikan dalam sekali pemberian?
2. Praktik Pemeliharaan Kesehatan 1) Apakah balita menderita sakit dalam tiga bulan terakhir? (probing: berapa kali dalam seminggu atau sebulan balita sakit? Jenis penyakit apa yang biasanya diderita oleh balita? Apa penyebabnya?) 2) Apa upaya yang ibu lakukan untuk mencegah balita supaya tidak sakit? 3) Apa upaya pengobatan yang ibu lakukan ketika balita sakit? (probing: apakah balita ditangani terlebih dahulu atau langsung dibawa ke pelayanan kesehatan? Mengapa?) 4) Darimanakah sumber air sehari-hari keluarga? Digunakan untuk apa saja sumber air tersebut? 5) Apa yang ibu lakukan agar pergantian udara dan pencahayaan di dalam rumah baik? 6) Bagaimana cara ibu membuang sampah? (probing: dimana biasanya ibu membuang sampah? Kapan biasanya ibu membuang sampah ke tempat pembuangan sampah?) 7) Dimanakah tempat biasanya ibu dan keluarga membuang hajat? 8) Apa yang biasanya ibu lakukan dalam menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut ibu lakukan? Mengapa?) 9) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita? (probing: berapa kali dalam sehari hal tersebut dilakukan? Mengapa?) 10) Kapan biasanya ibu mengajarkan agar balita mencuci tangan?
11) Apakah balita diberikan imuisasi? (probing: berapa kali hal tersebut dilakukan? Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan? apakah penting seorang balita diimunisasi? Mengapa?) 12) Apakah ibu rutin melakukan penimbangan balita? (probing: dimanakah biasanya ibu melakukan penimbangan balita? Alasannya? Apakah penting dilakukan penimbangan balita? mengapa?) 13) Darimana biasanya ibu memperoleh informasi atau pengetahuan tentang gizi dan kesehatan? (probing: informasi apa yang biasanya diberikan? Kapan biasanya informasi tersebut diberikan?)
Lampiran 3
Pedoman Wawancara Mendalam Bagi Informan Pendukung (Staff Puskesmas dan Kader Posyandu) Yang Terlibat Langsung Dalam Program PMT-P di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014
Tanggal wawancara : Waktu wawancara
: .......... s/d ..........
A. Identitas Informan 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Pendidikan
:
4. Jabatan
:
5. Lama bekerja
:
B. Pertanyaan 1. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dalam program pemberian PMT-P? 2. Apakah ada pengawasan terhadap ibu balita dalam pemberian PMT-P pada balitanya? 3. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan PMT-P pada balita? 4. Apa saja jenis PMT-P yang diberikan pada balita? 5. Apa kendala yang biasanya ditemui selama pelaksanaan program PMT-P? 6. Bagaimana karakteristik ibu balita penerima PMT-P?
7. Apakah ibu balita sering memeriksakan balitanya ke Puskesmas atau Posyandu? 8. Apa saja jenis penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P? 9. Apa yang dilakukan jika balita penerima PMT-P tidak mengalami peningkatan berat badan? 10. Apa yang dilakukan jika PMT-P yang diberikan tidak disukai oleh balita?
Lampiran 4
PEDOMAN OBSERVASI No. 1.
Domain Asupan Makanan
-
2.
Praktik Pemberian Makan
-
-
3.
Sanitasi dan Hygiene
-
Aspek Yang Diamati Adanya jumlah makanan yang dikonsumsi mencukupi dan sesuai dengan usia balita Adanya jenis makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah, dan susu Porsi makan balita yang diberikan mencukupi dan sesuai dengan usianya Adanya pemberian makanan tiga kali atau lebih dalam sehari Adanya suasana menyenangkan yang dimunculkan ibu ketika memberi makan balita Adanya upaya yang dilakukan ketika balita sulit makan PMT-P yang diberikan ibu dimakan habis oleh balita, dan atau tidak ada orang lain yang memakan PMT-P tersebut selain balita penerima PMT-P Adanya pemberian makanan selingan diantara waktu makan dan anak tidak diberi atau dibiarkan jajan sembarangan Adanya penggunaan air bersih Adanya tempat sampah Adanya pencahayaan dan penerangan rumah yang cukup Adanya usaha dalam membersihkan rumah Adanya WC di dalam rumah Adanya lingkungan rumah dan tempat bermain balita yang bersih Adanya usaha mencuci tangan balita Adanya usaha memandikan balita Adanya usaha mengganti pakaian balita
Keterangan
LAMPIRAN 5 Foto Hasil Observasi
Lampiran 6 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN UTAMA (IBU BALITA) PENERIMA PMT-P DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Domain Komposisi makanan bergizi Zat gizi dalam makanan
Makanan yang mengandung energi Makanan yang mengandung karbohidrat Makanan yang mengandung lemak Makanan yang mengandung protein
Pengetahuan Tentang Pemberian Makan Balita Y A S N Menunya harus ada ikan, Sayur, lauk, buah Sayuran, laukNasi sayur, tahu, tempe pauk, nasi Makan ikan, tahu, Protein dari ikan Tidak tahu Tidak tahu daging, telor ada protein, makan sayur ada vitamin, energi kayak susu, karbohidrat dari sayur apa buah, lemak yang berminyak-minyak Susu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
E Sayuran, buahbuahan Tidak tahu
Tidak tahu
Sayur dan buah
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Ikan, daging, tahu, telor
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Yang berminyak-minyak dan daging
Ikan
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Makanan yang mengandung vitamin dan mineral Porsi makanan balita yang ideal
Sayur
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Nasi 2 centong, sayur semangkok kecil, tempe atau tahu 1 potong, buah 1, susu 3x sehari
Nasi secentong, tempe 1, sayur 1 sendok
Tidak tahu
Tidak tahu. Nasi 1 centong
Frekuensi pemberian makanan utama yang ideal Pengertian pemberian makanan tambahan Pentingnya pemberian makanan tambahan
3x sehari. Pagi jam 7, siang jam 12, sore atau habis magrib
3x sehari. Pagi jam 9, siang jam 3, malam setengah 8
Nasi ½ centong, sayur 1 sendok sayur yang besar, tempe 1, buah 1, susu 2 gelas 3x sehari. Pagi, siang, sore
3x sehari. Tergantung anak minta
3x sehari. Semau anak kalau minta
Diberikan cemilan
Ngemil
Seperti ngemil
Makanan seperti roti, energen
Dikasih susu dan bubur
Supaya gemuk
Biar sehat
Tidak tahu
Tidak tahu
Waktu pemberian makanan tambahan Jajanan yang baik untuk balita
2 jam setelah sarapan
Satu jam sebelum makan utama
Siang
Sebagai pengganti makanan utama bagi anak yang tidak suka nasi Tidak tahu
Roti dan biskuit
Roti, susu, biscuit, agar-agar
Biskuit
Biskuit
Bikin sendiri seperti agar, kue
Tidak tahu
Pengertian penyakit infeksi Jenis penyakit infeksi Gejala penyakit infeksi Penyebab penyakit infeksi Cara penularan penyakit infeksi Akibat penyakit infeksi Bahaya penyakit infeksi pada balita Cara pencegahan penyakit infeksi Pengobatan penyakit pada balita
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Pengetahuan Tentang Penyakit Infeksi dan Pemeliharaan Kesehatan Karena makanan, Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu kalau lagi luka Penyakit dalam Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu seperti paru-paru Kecil dan kurus Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Dari tempat makanannya Kurang makan
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Jadi penyakit
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak boleh terkena asap rokok dan menjaga kebersihan Diberi obat warung terlebih dahulu
Jangan jajan sembarangan
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Diurut dan diberi obat
Jaga kebersihan, ada 10 PHBS, lupa
Tidak tahu
Diberi obat warung Seharusnya terlebih dahulu diberikan obat atau pakai obat tradisional, kalau belum sembuh baru ke dokter Tidak tahu Tidak tahu
Diberi obat terlebih dahulu, kalau 3 hari belum sembuh dibawa ke dokter atau bidan Rapi-rapi rumah
Tempat bermain anak
Di dalam dan di halaman rumah
Pengertian bangunan rumah sehat
Menjaga kebersihan, jangan meludah sembarangan, membersihkan kamar mandi seminggu 3x Bersih, rapi
Ciri-ciri bangunan rumah sehat Definisi pergantian udara dan pencahayaan rumah Upaya yang dilakukan agar terjadi pertukaran udara yang sehat di rumah Manfaat air bersih Cara membuang sampah
Di dalam rumah, diluar harus diawasi Tidak tahu
Di dalam, di sekitar rumah
Di sekitar rumah
Di dalam dan di samping rumah
Tidak tahu
Rumah yang terawat dan bersih
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
bersih
Tidak tahu
Rumah yang ada Jendelanya dibuka jendelanya di depan, samping, dan belakang Jendela dibuka Jendela dibuka supaya udara masuk
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Untuk kebersihan dan dipakai seharihari Dibuang di tempat sampah terlebih dahulu
Supaya sehat
Biar sehat
Dipakai untuk mandi dan minum
Tidak tahu
Dibuang di tempat sampah setiap hari
Dikumpulin dulu di plastik, lalu dibuang setiap hari
Dikumpulin dulu di Dikumpulin dulu, dalam plastik, jika kalau sudah penuh penuh baru dibuang dibakar
Upaya menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah Manfaat imunisasi Usia sebaiknya anak mulai diimunisasi Jenis imunisasi yang sebaiknya diberikan Manfaat penimbangan balita Akibat jika berat badan balita turun Bahaya penurunan berat badan balita Dampak gizi kurang Ciri-ciri balita gizi kurang
Rumah disapu dan dipel, halaman disapu, setiap pagi dan sore Biar jaga kesehatan dan tidak mudah sakit Setelah lahir
Lantai disapu dan dipel, halaman disapu setiap sore
Disapu sehari 2x pagi dan sore
Disapu dan dilap
Disapu dan dipakai pewangi lantai, halaman disapu
Supaya tidak sakit
Biar tidak terkena penyakit
Tidak tahu
Untuk kesehatan badan biar segar
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Bayi baru lahir
Campak
Campak
Campak, BCG 1, BCG 2
Tidak tahu
Campak
Penting, supaya tau timbangannya Lemas
Untuk mengetahui perkembangan dan berat badan balita Lemas
Penting, supaya tahu timbangannya turun apa tidak Tidak tahu
Sebenarnya penting, biar tahu timbangan balita Kurang bertenaga
Penting, supaya tahu timbangan anak Kurang nafsu makan
Jadi penyakit, gizi buruk
Kalo balita aktif tidak masalah
Biasa saja mau turun atau naik
Mengakibatkan gizi buruk Kurus, kecil
Tidak tahu
Tidak bahaya karena tidak rewel, turun cuma seons, nanti naik lagi Tidak tahu
Berat badannya turun terus, kata neneknya mau pintar Tidak tahu
Makannya kurang
Kurus dan perutnya buncit
Kurus, tidak mau makan
Tidak tahu
Batuk
Asupan makanan dalam sehari
Kadang habis kadang tidak, susu 3x sehari jika lebih balita tidak mau makan
Komposisi makanan
Nasi dengan tempe/tahu/telur/ ikan/ceker atau nasi dengan sayur sop/ sawi, kalau semua jenis makanan ada balita bingung Setiap hari sayurnya bervariasi supaya balita tidak bosan
Upaya dalam memvariasikan makanan untuk balita Pemberian buah sebagai makanan utama Waktu pemberian buah
Praktik Pemberian Makan Balita Makan sedikit Sedikit apalagi jika karena banyak sedang sakit, ngemil roti atau karena sudah biskuit, susu jika kenyang jajan, balita minta susu 2x sehari
Nasi dengan sayur atau nasi dengan tempe/telur, balita bingung jika banyak jenis makanannya Biasanya sayur bervariasi setiap hari, lauk lebih suka telur, supaya balita tidak bosan Tidak, hanya sesekali saja
Tidak pernah beli buah, uang tidak cukup Kalau ada acara di 2x seminggu beli sekolah atau hajatan 1kg dulu biar baru makan buah balita tidak bosan
Cara memperoleh Membeli bahan makanan mentah bahan makanan
Masak terus, tidak boleh beli diluar
Nasi dengan telur/ ceker atau mie instant, tidak pakai sayur karena jika lauk dicampur sayur akan bau amis Ganti-ganti misal pagi bubur, siang nasi atau apa, sore bakso pakai nasi Jarang karena malas membeli ke pasar Tidak tentu
Kadang masak kadang beli lauk di
Tergantung balita kadang habis kadang tidak. Susu bisa 3x bahkan lebih dalam sehari. Balita sangat sering jajan Bubur ayam/telur rebus/bakso/sosis (makanan selain nasi)
Sesuai permintaan balita saja
Tidak, hanya jika balita minta saja Tergantung permintaan. Jika balita minta langsung dibelikan Kadang beli bahan makanan mentah,
Makan sedikit jika kenyang jajan. Susu sekali jika balita minta
Nasi dengan telur dan kuah sayur. Ayam dan ikan jarang karena jika balita makan ikan akan buang air terus Sayur suka diganti karena balita lebih senang sayur
Balita tidak suka buah, jika minta baru dibelikan Jika balita minta
Membeli bahan makanan mentah
Waktu memperoleh bahan makanan Jumlah bahan makanan yang dibeli Jenis bahan makanan yang dibeli
Porsi makan balita dalam sekali makan
Frekuensi makan
dan masak sendiri, jika beli lauk matang tidak mencukupi untuk sekeluarga Setiap hari di warung dekat rumah Berbelanja 10-20 ribu perhari Beras 1,5 liter untuk 4 waktu makan, sayur campur (kentang, buncis, kol), tempe atau tahu atau ikan teri atau telur Nasi secentong kadang sisa 3 suap, sayur 1 sendok sayur kecil, tempe/ tahu 1 potong 2-3 kali sehari
warteg
lebih sering beli jadi
Setiap hari di warung atau warteg 10-25 ribu perhari
Seminggu sekali bahan mentah, jika beli jadi setiap hari 50-100 ribu sekali belanja mingguan
Setiap hari di pasar
Beras 16kg untuk 15 hari, sayur bayam, kangkung pakai telur atau tempe, sesekali ikan atau ayam
Beras 1 liter untuk 2 hari, beli sayur dan telur di warteg
Jarang masak nasi, lebih sering makan mie instant. Tahu, tempe, sosis, bayam, sawi, telur
Beras 5 liter untuk 2 minggu, jika habis beli 2 liter lagi, toge atau sawi atau labu atau bayam
Nasi 1 centong kadang sisa 2 suap, tempe 1 potong/ telur 1 butir atau sayur 1 sendok makan 2-3 kali sehari
Nasi 1 centong kadang sisa 2 sendok, telur 1 butir, kadang pakai kuah sayur
Bubur ayam 1 mangkok kadang sisa 3 suap atau telur rebus 2 butir atau mie instant 1 bungkus 1-2 kali sehari tergantung permintaan balita, jika tidak minta tidak diberikan
Nasi 1 centong kadang sisa 5 suap, sayur 1 sendok dan kuah sayur
Seminggu sekali di pasar 100 ribu sekali belanja
1-2 kali sehari, kalau mau makan 3 kali sehari, tergantung permintaan balita
Tidak tahu
3 kali sehari
Pemberian kudapan/jajanan
Iya, sehari 5 ribu jajan. Biskuit, susu dan jajanan seperti chiki, coklat, oreo, permen, kuaci, es, dan lain-lain
Iya. Roti, biskuit, susu, agar-agar, puding, susu kedelai, dan bubur kacang hijau
Iya, sehari 10 ribu jajan, seperti es, cendol, kerupuk kulit, kacang, permen, bakso, chiki, dan sebagainya
Alasan pemberian makanan jajanan
Supaya balita tidak nangis
Karena permintaan balita
Supaya balita tidak rewel dan ada warung dekat rumah
Suasana saat pemberian makan
Di rumah saja, kadang dibawa main ke lapangan atau naik motor ke rumah nenek Kekenyangan jajan
Makan sendiri sambil menonton TV atau bermain
Ketika lagi bermain di warnet atau layangan
Makan sendiri di depan TV
Kebanyakan minum susu Dibiarkan dulu, jika balita merasa lapar pasti minta makan sendiri Susu dan biskuit
Kebanyakan jajan es Jika tidak mau makan ya sudah, tidak mau maksa, capek Susu dan biskuit
Lebih suka jajan
Karena sering jajan
Jika balita tidak mau makan ya sudah, paling makan jajanan Susu dan biskuit
Dibujuk, dibohongin beli es
Penyebab balita sulit makan Upaya jika balita sulit makan
Jenis PMT-P dari Puskesmas
Dipancing dengan es, diberi makan sambil minum es Susu dan biskuit
Iya, sehari 30 ribu jajan roti, biskuit, susu, dan jajanan seperti chiki, es, coklat, permen, bakso, sosis, gorengan, dan lainlain Karena balita tidak suka nasi dan daripada tidak makan, lebih baik jajan supaya kenyang, pengganti makan
Iya, 10 ribu. Jajanan seperti chiki, es, permen, gorengan, coklat, siomay, bakso, dan lain-lain
Supaya tidak rewel, kasihan melihat temannya jajan sedangkan balitanya tidak jajan, dijajanin sama kakek dan encingnya Saat nonton TV atau bermain di sekitar rumah
Susu dan biskuit
Susu suka, sedangkan biskuit tidak terlalu suka Dibikin puding biskuit atau dicelupkan ke susu
Suka
Yang menikmati PMT-P selain balita Frekuensi pemberian PMTP Jumlah PMT-P yang dimakan dalam sehari
Sepupu dan ibu balita
Mas dan kakak balita
2-3 kali sehari
1 kali sehari
Susu 3 gelas atau 5 gelas, biskuit 2-3 keping
Jumlah PMT-P yang diberikan oleh Puskesmas Cara pemberian PMT-P oleh petugas
Susu 2-4 dus, sedangkan biskuit 1-2 bungkus Diberikan susu dan biskuit, dan jika balita tidak suka
Susu 1-2 gelas tergantung permintaan balita, biskuit ½ - 1 bungkus Susu 1-2 dus, biskuit 1-2 bungkus Diberikan saja untuk dimakan oleh balita atau
Kesukaan balita terhadap PMT-P Upaya yang dilakukan jika balita tidak menyukai PMT-P
Tidak ada, karena balita suka
Susu tidak suka, sedangkan biskuit suka Tidak ada upaya yang dilakukan, bahkan susu tersebut diberikan ke saudaranya karena balita tidak suka
Suka
Mas, mbak, dan kadang orangtua balita 2 kali sehari
Nenek balita
1-2 kali sehari
1 kali sehari
Susu 2 gelas, biskuit 5 keping
Susu 4 botol, biskuit ½ - 1 bungkus
Susu 1 gelas, biskuit 5 keping
Susu 2-4 dus, sedangkan biskuit 1-2 bungkus Diberikan saja dan tidak ada pesan yang diberikan
Susu 2 dus, sedangkan biskuit 1-2 bungkus Diberikan susu dan biskuit saja
Susu 2-4 dus, sedangkan biskuit 1-4 bungkus Diberikan susu dan biskuit saja, tidak ada pesan khusus
Tidak ada, karena balita suka
Susu tidak terlalu suka, sedangkan biskuit suka Tidak ada upaya yang dilakukan, karena informan juga membatasi pemberian susu, takut balita mencret jika kebanyakan minum susu Balita momongan, encing, engkong
Puskesmas atau kader
Sakit dalam 3 bulan terakhir Jenis penyakit yang biasa diderita Penyebab balita sakit Upaya pencegahan penyakit
dengan PMT-P maka dibuatkan pudding atau kue dari bahan PMT-P tersebut Iya. Sebulan sekali Demam, batuk, pilek Kebanyakan jajan dan makan yang asam-asam Tidak ada
Upaya pengobatan penyakit
Diberikan obat warung terlebih dahulu jika 3 hari belum sembuh baru dibawa ke bidan
Sumber dan
Dari sumur bor,
dibuatkan puding
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Iya. 1-2 kali dalam Iya. 2-3 kali dalam sebulan sebulan Demam, batuk, Demam, batuk, pilek muntah, pilek, diare Pengaruh cuaca Kebanyakan dan ketularan minum es temannya Diurut, tidak Jika sedang sakit langsung tidak boleh minum memberikan es minuman dingin Diurut atau dipijat Balita dikerokin dengan minyak dengan campuran dari tukang pijat bawang atau jahe, langganan, jangan asam, dan minyak, dibiasakan minum serta diberikan obat, kalo udah obat warung berat sakitnya baru terlebih dahulu, di kasih obat kalau 3 hari belum sembuh baru dibawa ke dokter Dari sumur bor, Dari sumur bor,
Jarang. Sebulan sekali Demam, batuk, pilek
Sakit terus. 3-4 kali dalam sebulan Demam, batuk, pilek, diare
Kebanyakan jajan
Kebanyakan jajan
Hanya diberi tahu tidak boleh minum es jika lagi sakit
Tidak ada upaya khusus
Tidak diberi obat, nanti sembuh sendiri
Diberi obat warung terlebih dahulu, jika 2 atau 3 hari masih lemas baru dibawa ke dokter, jika sakit pilek tidak diberi obat nanti sembuh sendiri paling lama seminggu Dari sumur bor,
Dari sumur bor,
penggunaan air bersih
Usaha dalam pergantian udara dan pencahayaan rumah Cara membuang sampah
Tempat membuang hajat Usaha menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah
Cara menjaga kebersihan balita
untuk keperluan sehari-hari seperti masak, minum, nyuci, mandi Harusnya samping dan belakang ada jendela supaya tidak pengap Dikumpulin dulu kemudian dibuang dan dibakar oleh kakek balita di empang yang ada pohonnya sekitar 2 atau 3 hari sekali. Di sawah atau empang WC rumah
untuk keperluan sehari-hari seperti masak, mandi
untuk keperluan sehari-hari seperti masak, minum, mandi Tidak tahu
untuk keperluan sehari-hari seperti minum dan mandi
Dibuang di tempat sampah, setiap hari. Di tempat sampah depan rumah
Dikumpulin dulu di plastik, kemudian dibuang ke pasar oleh ayah balita setiap pagi hari. Di pasar
Dikumpulin dulu di dalam plastik, kalau sudah penuh baru dibuang di belakang rumah. Di belakang rumah
Dibuang dan dibakar di belakang rumah setiap hari. Di belakang rumah
WC rumah
WC rumah
WC rumah
WC rumah
Membersihkan rumah bagian dalam dengan cara disapu dan dipel sedangkan halaman rumah disapu pagi atau sore hari Mencuci tangan balita sebelum makan dan setelah
Membersihkan rumah bagian dalam dengan cara disapu dan dipel, sehari bisa 3x, halaman disapu setiap sore Mencuci tangan balita sebelum makan dan setelah
Membersihkan rumah dengan cara disapu sehari 2x pagi dan sore
Membersihkan rumah dengan cara disapu setiap hari dan kalau sempat dilap
Mencuci tangan balita setelah bermain, jika
Balita dimandikan dan dilap yang bersih. Mandi
Membersihkan rumah bagian dalam dengan cara disapu dan dipakai pewangi lantai, sedangkan halaman disapu Mencuci tangan balita menggunakan
Jendelanya dibuka supaya angin dapat masuk
Tidak tahu
untuk keperluan sehari-hari seperti masak, minum, mandi Berada dekat jendela
Kebiasaan cuci tangan balita
Upaya imunisasi pada balita
Pentingnya imunisasi bagi balita
bermain, jika balita mencuci sendiri tidak menggunakan sabun. Mandi 2x sehari pagi dan sore menggunakan sabun, sedangkan sampo dan sikat gigi hanya saat mandi pagi. 2-3x sehari setiap habis mandi atau ketika bajunya terasa basah Cuci tangan sebelum makan dan setelah bermain, kadang pakai sabun kadang tidak Hanya imunisasi campak, karena tidak diperbolehkan oleh nenek balita karena takut balita menjadi kecil Penting, untuk jaga kesehatan, supaya tidak mudah sakit
bermain, mandi 2x sehari. Mandi 2x sehari pagi dan sore menggunakan sabun. 2x sehari setiap habis mandi
terlalu kotor baru pakai sabun. Mandi 2x sehari pagi dan sore menggunakan sabun. 2x sehari sehabis mandi atau jika baju sudah terlihat kotor dan basah
sehari bisa 5x tergantung balita jika merasa gerah langsung mandi, kadang pakai sabun kadang tidak. 4-5x tergantung balita
sabun setelah bermain kotor. Mandi 2-3x sehari tergantung jika balita merasa gerah, menggunakan sabun, sampo, dan sikat gigi. 3x sehari setelah mandi atau jika baju balita terasa basah
Cuci tangan sebelum makan dan setelah bermain kadang pakai sabun kadang tidak Imunisasi lengkap seperti yang tercantum dalam KMS
Cuci tangan setelah bermain, pakai sabun jika tangan terlalu kotor
Kadang cuci tangan Cuci tangan pakai kadang tidak sabun setelah bermain di kandang ayam dan bermain tanah
Imunisasi lengkap seperti yang tercantum dalam KMS
Imunisasi lengkap seperti yang tercantum dalam KMS
Imunisasi lengkap seperti yang tercantum dalam KMS
Penting, supaya terhindar dari penyakit
Penting, agar tidak terkena penyakit
Tidak tahu
Penting, untuk kesehatan badan supaya segar
Upaya penimbangan balita
Sejak balita 9 bulan, rutin di Puskesmas atau Posyandu atau ACT, Puskesmas jauh, sebulan sekali kalau diminta kesana. Posyandu dekat
Setiap bulan. Kadang datang kadang tidak, karena jadwal tidak tentu, Puskesmas jauh. Posyandu tidak terlalu jauh
Pentingnya penimbangan bagi balita Informasi atau pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang diperoleh
Iya, untuk melihat perkembangan dan berat badan balita Dari ACT atau Puskesmas tentang cara memberi makan, pola makan. Posyandu hanya nimbang
Penting, supaya tahu timbangan balita Dari Puskesmas dan ACT tentang contoh menu makanan
Sebulan sekali. Dalam setahun 2-3 kali bolos karena malas atau tidak dengar informasi, Puskesmas jika diminta saja. posyandu dekat, kadang malas jalan, tidak mendengar, jadwal yang berbeda, karena sudah siang Penting, supaya tahu timbangannya turun atau tidak Dari Puskesmas disuruh makan sayur, makan yang banyak
Balita nimbang sendiri ke Posyandu dekat rumah, Puskesmas jauh, karena tidak naik berat badan jadi malas dan berhenti nimbang, kadang balita sendiri yang nimbang di Posyandu
Sejak 2 tahun terakhir nimbang, ke Puskesmas jika disuruh kalau tidak nimbangnya di Posyandu, Puskesmas kalau disuruh datang saja. Posyandu dekat, kadang malas karena tidak ada temen
Penting, supaya tahu timbangannya
Penting, supaya tahu timbangannya
Tidak pernah
Dari Puskesmas disuruh makan buah, sayur, susu
Lampiran 7 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA BALITA) PENERIMA PMT-P DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Domain Asupan makanan dalam sehari
Ne Jajan terus, jika banyak minum susu makan sedikit
Komposisi makanan
Nasi dengan sayur atau telor atau tempe
Tidak pernah beli buah, tidak punya uang Cara memperoleh Masak terus, tidak pernah membeli bahan makanan makanan jadi Setiap hari membeli Waktu Pemberian buah
Praktik Pemberian Makan Balita Ad Sn Kadang habis Tidak tahu. kadang tidak, Kebanyakan jajan suruh bikin cemilan di rumah biar balita tidak jajan di luar Nasi pakai telur Nasi dengan telur, tergantung permintaan balita
I Jajan lebih dari 7x sehari
Er Sedikit jika sering dibelikan jajan
Nasi, ayam, ikan, daging tidak mau, sayur, tahu, tempe, telor mau
Yang penting tidak diberikan ikan karena perut balita tidak bisa menampung Balita tidak suka, jika minta baru diberikan Membeli bahan makanan mentah
1-2x seminggu diberikan
Jarang
Tergantung permintaan balita
Membeli bahan makanan mentah
Jarang masak, beli di warteg
Seminggu sekali,
Setiap hari di
Membeli bahan mentah atau makanan jadi Setiap libur kerja
Setiap hari di pasar
memperoleh bahan makanan
di warung sekat rumah
kadang belum seminggu sudah habis, belanja di pasar Tidak tentu. Sekitar 100 ribu untuk belanja mingguan Beras 16 kg per 15 hari, bayam atau kangkung pakai telur Tidak tahu, yang penting balita mau makan
warteg atau warung
hari minggu
Jumlah bahan makanan yang dibeli
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Sekitar 20 ribu atau lebih
Jenis bahan makanan yang dibeli
Beras 1,5 liter, sayur sop, tahu, tempe, ikan teri
Tidak tahu, seadanya saja, kadang mie instant
Tidak tahu. Sayuran, telur, bayam
Telur, bayam, labu, toge
Porsi makan balita dalam sekali makan
Tidak tahu
Tidak tahu
Kadang habis, kadang sisa 2 suap
Tidak tahu
3 kali sehari.
Tidak tahu
Di rumah
Makan sendiri sambil menonton TV Diberikan roti untuk mengganjal
Saat bermain
Bubur ayam 1 mangkok, makan paling berapa suap, sisanya banyak 2 kali sehari, tergantung permintaan balita, lebih sering jajan Makan sendiri sambil nonton TV
Frekuensi makan
Suasana saat pemberian makan Upaya jika balita sulit makan
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak ada, sesuai permintaan balita
3 kali sehari kadang 4 kali
Disuapin kadang makan sendiri di depan TV Tidak tahu
Jenis PMT-P dari Puskesmas Kesukaan balita terhadap PMT-P dan yang menikmati PMTP selain balita Jumlah PMT-P yang dimakan dalam sehari
Susu dan biskuit
perut, nanti diberikan nasi Susu dan biskuit
Suka. Ibu balita dan keponakannya
Suka. Mas dan kakak balita
Susu sering, biskuit dicelupin susu 1-2 keping
Sakit dalam 3 bulan terakhir Jenis penyakit yang biasa diderita Upaya pencegahan penyakit
Pernah
Upaya pengobatan penyakit
Diberikan obat warung
Demam, batuk, pilek Tidak tahu
Susu dan biskuit
Susu dan biskuit
Susu dan biskuit
Susu tidak suka, biskuit suka. Mas, mbak, dan kadang orangtua balita
Suka. Nenek balita
Susu tidak suka, biskuit suka. Balita momongan, encing, engkong
Susu ultramilk 1 Susu 2 gelas, liter dihabiskan biskuit tidak tahu dalam sehari Praktik Pemeliharaan Kesehatan Iya karena Sering pengaruh cuaca Demam, batuk, Batuk, muntah, pilek diare
Susu, biskuit dicelupin ke susu
Susu jika balita minta, biskuit 3-4 keping
Jarang
Sering, karena mau pintar Diare, batuk, demam
Dikasih tau pada balita agar tidak minum minuman dingin Diurut atau dipijat, jangan dibiasakan minum obat
Memberi tahu istri supaya melarang balita jajan
Tidak ada
Diberitahu supaya jangan jajan di luar rumah
Diberikan obat warung
Tidak diberi obat, nanti sembuh sendiri
Diberi obat warung
Demam, batuk, pilek
Sumber dan penggunaan air bersih
Dari sumur bor, untuk sehari-hari seperti masak, minum, nyuci
Dari sumur bor, untuk keperluan kecuali minum karena beli yang isi ulang Jendelanya dibuka agar cahaya masuk
Dari sumur, untuk keperluan seharihari
Tidak tahu, untuk masak, mencuci, minum, mandi
Dari sumur bor, untuk keperluan sehari-hari seperti masak, mandi
Usaha dalam pergantian udara dan pencahayaan rumah Cara membuang sampah
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Jika hujan terasa segar, jika panas terasa sumpek
Dikumpulin dulu kemudian dibuang oleh kakek balita di empang
Dibuang di tempat sampah
Dikumpulin dulu di plastik, diikat, dibuang ke pasar setiap pagi
Tempat membuang hajat Usaha menjaga kebersihan rumah dan halaman rumah Cara menjaga kebersihan balita
Di WC rumah
Di WC rumah
Disapu depan dan belakang
Menyapu dan mengepel
Di kamar mandi (WC) Disapu, kurang memperhatikan
Dimasukkan ke Dibuang di dalam plastik dan belakang digantung di depan, jika sudah penuh baru dibuang Di WC rumah WC di kamar mandi Disapu biar bersih Menyapu
Dimandikan
Kebiasaan cuci
Tidak tahu
Memandikan dan menggunakan sandal ketika bermain Cuci tangan
Mandi sebelum sekolah dan sore
Mandi sendiri jika merasa gerah
Mandi 2-3 kali sehari, ganti baju 2 kali sehari
Tidak terlalu
Jarang sekali
Jika main kotor
sebelum makan
memperhatikan
Hanya imunisasi campak, karena tidak boleh, takut balita menjadi kecil Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Tidak tahu
Kadang nimbang
Tidak tahu, biasanya disiarkan dari Posyandu
Tidak tahu
Dari Puskesmas. Tidak tahu
Tidak tahu
Balita datang sendiri ke Posyandu untuk menimbang Tidak tahu
Tidak tahu
Lumayan jauh
Tidak tahu
Jauh
Tidak tahu
tangan balita
Upaya imunisasi pada balita
Upaya penimbangan balita Informasi atau pengetahuan yang diperoleh Jarak Puskesmas dan Posyandu
cuci tangan pakai sabun dan sebelum tidur Lengkap, tidak begitu ingat
Dari Puskesmas. Tidak tahu
Lampiran 8 MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG (STAFF PUSKESMAS DAN KADER POSYANDU) YANG TERLIBAT LANGSUNG DALAM PROGRAM PMT-P DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014
Domain Keterlibatan petugas dalam program PMT-P
Li Pendistribusian PMT-P ke sasaran, melakukan konseling gizi dan kesehatan, melakukan pemeriksaan antropometri
En Memberikan makanan tambahan
Pengawasan yang dilakukan terhadap ibu balita penerima PMT-P
Titip ke kader supaya diawasi dan dilihat, tetapi hanya beberapa orang dan beberapa hari saja karena kader memiliki kesibukan sendiri
Tidak ada pengawasan khusus. Hanya memberikan susu sesuai dengan umur balita
Kegiatan selama pelaksanaan program PMT-P
Pemberian PMT-P, konseling, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis oleh dokter
Penimbangan, pemberian bubur kacang hijau atau bubur sumsum atau telur atau biskuit
Ri Memberikan pengetahuan kepada ibu balita berdasarkan pengetahuan kader, seperti membuat menu makanan yang kreatif, sehingga jika balita tidak suka susu, ibu bisa mencampurnya dengan agar-agar atau puding Tidak ada pengawasan khusus. Hanya memberikan PMT-P ke sasaran jika Puskesmas menitipkan ke kader Pemberian PMT-P (susu dan biskuit), mengukur tinggi badan, dan penimbangan tinggi badan
Jenis PMT-P yang diberikan Kendala di lapangan selama program PMT-P
Susu dan biskuit
Karakteristik ibu balita penerima PMT-P
Pengetahuan kurang, tidak telaten, jika balita tidak mau makan dibiarkan saja dan tidak berusaha untuk membujuknya
Biasanya balita tidak suka susu
Diundang ke Puskesmas sebulan Frekuensi kunjungan ibu balita ke Puskesmas sekali setiap hari rabu minggu kedua atau ketiga atau Posyandu
Jenis penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P
Demam, batuk, pilek
Susu dan biskuit, tergantung dari Puskesmas Dana untuk membuat PMT penyuluhan tidak mencukupi, ibu balita yang datang ke Posyandu sedikit Pengetahuan masih rendah
Rutin, biasanya bolong 2 atau 3 kali, mungkin sudah ada jadwal di Puskesmas
Demam, batuk, pilek, diare jarang
Susu dan biskuit Ibu balita yang susah diajak kompromi untuk diberikan pengetahuan atau penyuluhan Pengetahuan kurang, tidak memiliki inisiatif jika balita tidak mau makan, rasa ingin tahu kurang terhadap masalah kesehatan dan gizi, kebiasaan jajan balita yang tinggi karena ibu tidak mau melihat balita rewel Jika ke Puskesmas tergantung TPG. Jika ke Posyandu ada yang rutin ada yang tidak, alasannya tidak tahu padahal sudah disiarkan Batuk, pilek, demam, diare jarang,
Upaya yang dilakukan jika balita tidak mengalami peningkatan berat badan Upaya yang dilakukan jika PMT-P yang diberikan tidak disukai balita
Diberikan PMT-P terus, baik PMT penyuluhan maupun PMT pemulihan Diberikan konseling agar PMT-P tersebut dicampur dengan bahan makanan lain seperti puding, kue, dan sebagainya, ibu balita harus telaten
Dilaporkan ke Puskesmas jika berat badan 2x berturut-turut tidak naik dan akan ditangani oleh Puskesmas Diberikan sedikit-sedikit terlebih dahulu
Dilaporkan ke Puskesmas setiap selesai penimbangan
Disaranin untuk dibuatkan makanan yang kreatif