Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
Model Pembangunan Manusia Holistik Integratif Untuk Peningkatan Kesejahteraan Perempuan Pengusaha Mikro Di Pesisir Surabaya Margaretha Ardhanari1, G. Edwi Nugrohadi2, dan A. Anteng Anggorowati3
ABSTRACT: Observing the life of small-micro woman entrepreneurs who keep maintaining her business and playing the roles as house wives triggers some questions, in particular, about their efforts to survive. Tight business competition forces them to work harder for the economic survival for their family. Such a social background attracted the researcher to conduct a study on the entrepreneurship of the small-micro woman entrepreneurs in Sukolilo Baru Sub-district, which, in turn, influenced both their economical and psychological welfare. This study is of a qualitative research in the form of a phenomenological study. All the informants were selected purposively. The research data were collected through participatory observation and semistructured interview. The data were analyzed thematically and inductively through the validation using triangulation, collaboration, and audit trial. The research findings indicate that the effort to develop small-micro woman entrepreneurs holistically and integratively can be done individually or in group through the offered strategy: 1) capacity building, 2) capital enhancement, 3) improvement of information network on business technical development, 4) development of market information network, and 5) mentoring. Key Words: woman, small-micro enterpreneur, holistic-integrative Abstrak: Mencermati kehidupan perempuan pengusaha mikro untuk tetap mempertahankan usaha dan fungsinya sebagai ibu rumah tangga memunculkan berbagai pertanyaan, utamanya pada upaya-upaya mereka untuk tetap bertahan. Persaingan usaha yang semakin ketat, memaksa perempuan pengusaha mikro untuk melakukan upaya keras mempertahankan diri guna menghasilkan pendapatan bagi keluarga. Dengan latar sosial yang seperti itu, peneliti tertarik untuk mengkaji secara ilmiah daya tahan kemampuan mengembangkan usaha perempuan pengusaha mikro di Kelurahan Sukolilo Baru, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan psikologis mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berupa kajian fenomenologis. Para informan ditentukan secara purposive dan data diambil dengan cara observasi partisipatif dan wawancara semi-terstruktur. Data dianalisis secara tematik dengan model induktif setelah melalui proses validasi yang dilakukan dengan triangulasi, kolaborasi, dan audit trial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa upaya membangun perempuan pengusaha mikro yang holistik dan integratif dapat dilakukan secara individu maupun kelompok dengan menggunakan strategi yang ditawarkan sebagai berikut: Pertama, membangun penguatan kelembagaan. Kedua, membangun penguatan modal. Ketiga, membangun jaringan informasi pengembangan teknis usaha. Keempat, membangun jaringan informasi pasar. Kelima, pendampingan. Kata Kunci: Perempuan, pengusaha mikro, holistik integratif
Pendahuluan Wilayah pesisir merupakan sumber daya potensial di Indonesia, dimana merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang memiliki wilayah pesisir potensial. Pengembangan masyarakat wilayah pesisir sebagai salah satu sektor strategis dalam pembangunan ekonomi saat ini, merupakan sektor yang masih perlu dioptimalkan mengingat potensi 1
Fakultas Bisnis Unika Widya Mandala Surabaya. Email:
[email protected] Fakultas Psikologi Unka Widya Mandala Surabaya. Email:
[email protected] 3 Fakultas Teknik Unika Widya Mandala Surabaya. Email:
[email protected] 2
B-308
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
kelautan yang ada belum dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan/pesisir. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan potensi perikanan laut yang seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah dan penyumbang devisa besar bagi negara. (Astuti,2000). Potensi perikanan terbesar di daerah pesisir kota Surabaya terdiri dari 9 kecamatan, yaitu Gununganyar, Rungkut, Mulyorejo, Bulak, Asemrowo, Benowo, Krembangan, Kenjeran dan Sukolilo. Pelaku usaha penangkapan ikan di Kota Surabaya didominasi oleh nelayan tradisional dengan armada penangkapan terdiri dari perahu jukung, motor tempel dan papan pancalan. Kecamatan Bulak memiliki potensi yang cukup besar terutama untuk hasil laut, karena sebagian besar masyarakatnya merupakan nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat menjual hasil tangkapannya berupa hasil tangkapan segar atau sebagian diolah dalam bentuk makanan olahan. Usaha pengolahan yang ada antara lain, ikan asap, ikan kering, krupuk kulit ikan, abon ikan dan berbagai jenis hasil olahan perikanan lainnya. Usaha ini merupakan usaha dari istri nelayan untuk meningkatkan nilai jual lebih dari tangkapan suaminya sebagai nelayan. Usaha pengolahan hasil perikanan di Kecamatan Bulak pada umumnya masih berskala rumah tangga. Penelitian Tambunan (2012) dan Febriyani (2012) tentang peran perempuan dalam pengembangan usaha kecil menunjukkan bahwa banyaknya perempuan membuka usaha sendiri bukan karena keinginan pribadi untuk memiliki usaha sendiri atau mengembangkan keahliannya dalam suatu hal, atau karena ingin mandiri sebagai individu, melainkan terpaksa karena tekanan-tekanan ekonomi. Mereka menjadi pengusaha karena harus “mempekerjakan dirinya karena adanya kebutuhan”, berhubung terbatasnya kesempatan kerja dan adanya kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga, sambil menjalankan perannya dalam rumah tangga (Putri, 2015). Perempuan memiliki kelebihan-kelebihan seperti tekun, teliti, ulet, sabar, jujur, tangguh, rasa tanggung jawab tinggi, kemauan keras, semangat tinggi. Kajian tentang model pemberdayaan perempuan yang lebih focus pada perempuan nelayan telah dilakukan oleh Handoko, Marwah, dan Ardhanariswari (2012) dimana ditemukan bahwa tahapan penyusunan model pemberdayaan perempuan nelayan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga berdasar pada permasalahan : 1)pendapatan keluarga yang tidak menentu; 2 ) sulitnya mengembangkan alternatif usaha seperti toko atau warung makan untuk menambah pendapatan keluarga; 3) sulitnya akses terhadap modal usaha (kredit perbankan) dan ketergantungan pada rentenir; 4)perempuan nelayan merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai watak karakter keras dan dimanjakan oleh sumber daya alam; 5) perempuan nelayan bagian dari masyarakat yang mempunyai basis kultur nelayan; 6) kebiasaan melakukan perjudian menjadi sulit diatasi;7) membutuhkan kehadiran figur pemimpin yang mampu dijadikan panutan. Laporan UNDP (2014) tentang Pembangunan Manusia yang berjudul Mempertahankan Kemajuan Manusia: Mengurangi Kerentanan dan Membangun Ketahanan memberikan temuan bahwa kinerja negara-negara dalam menjaga kesejahteraan warganya dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu kombinasi dari indikator-indikator seperti kesehatan, kekayaan dan pendidikan, peringkat Indonesia di tahun ini tidak berubah pada posisi 108 dari 187 dari tahun sebelumnya. Dengan pengecualian untuk Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89), negara-negara anggota ASEAN lainnya menempati peringkat lebih
B-309
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
rendah dengan Myanmar (150), Laos (139), Kamboja (136), Vietnam (121) dan Filipina (117). Ardhanari (2007) meneliti tentang faktor personal perempuan pengusaha mikro di Surabaya dalam pengembangan keberhasilan usaha bidang ritel yang dimoderasi faktor budaya. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa budaya patriarki masih sangat mewarnai berbagai aspek kehidupan perempuan pengusaha mikro sehingga hal ini menghambat pengembangan usaha yang dijalankannya. Pada perempuan pengusaha mikro, kendala yang dihadapi dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun faktor lingkungan keluarga. Kondisi ini berdampak pada upaya mewujudkan pengembangan dan keberhasilan usahanya di bidang ritel. Penelitian yang dilakukan Koesworo dan Margaretha (2009) tentang kemampuan perempuan pengusaha mikro untuk memanage risiko, mereka sadar pada risiko atas pertumbuhan yang cepat dan lebih memilih perkembangan usaha yang perlahan tetapi berlanjut. Kemampuan aksesnya pada lembaga keuangan mikro menemukan bukti bahwa perempuan pengusaha sangat berhati-hati dalam menjalankan usahanya, hal ini disebabkan karena kemampuan aksesnya terhadap lembaga keuangan formal yang masih sangat terbatas. Temuan ini diperkuat oleh temuan dari penelitian Ardhanari (2013) bahwa perempuan pengusaha mikro memiliki kedisiplinan yang sangat tinggi dalam pengembalian kredit yang diterimanya. Terdapat simbiosis mutualisme antara Lembaga Keuangan Mikro dan perempuan pengusaha mikro dimana perempuan pengusaha mikro membutuhkan modal dari LKM untuk meningkatkan usahanya dan LKM membutuhkan perempuan pengusaha mikro untuk meningkatkan kinerja bisnisnya. Penelitian yang dilakukan Nugrohadi (2014) tentang gambaran faktor protektif atau risiko, resiliensi, dan kesejahteraan psikologis pada perempuan istri nelayan menemukan bahwa informan penelitian adalah pribadi yang resilien. Hal itu ditandai dengan adanya optimisme, efikasi diri, pengendalian impuls, dan perilaku yang transformatif. Resiliensi yang terwujud itu dibentuk oleh berbagai faktor, baik yang protektif maupun yang risiko, baik yang berasal dari dalam diri informan maupun yang berasal dari luar diri informan. Faktor protektif internal yang dimiliki adalah mampu menerima realitas hidup dan merekonstruksi konsep yang dimiliki terkait dengan citacita mereka, dan memiliki kemandirian. Berdasar pada hasil penelitian yang sudah dilakukan pada Usaha Kecil Mikro yang dikelola perempuan dan juga karakteristik unik masyarakat pesisir, maka dibutuhkan suatu kajian yang holistic dan integrative untuk menciptakan kemandirian ekonomi perempuan pengusaha mikro. Sebagai upaya untuk memperbaiki suatu kondisi, membangun kemandirian ekonomi perempuan pengusaha mikro dilakukan secara individu maupun kelompok dengan menggunakan strategi yaitu membangun penguatan usaha melalui penguatan kelembagaan, modal, dan jaringan informasi selain itu juga secara psikologis perempuan pengusaha mikro seharusnya memperhatikan diri sendiri, mampu melakukan pengambilan keputusannya independen, dan menghindari ketergantungan pada pihak lain. Selain itu haruslah memiliki sikap ulet dan tahan banting ketika dihadapkan dengan keadaan yang sulit. Hal ini merupakan strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana peningkatan kesejahteraan tidak saja secara ekonomis tetapi juga secara psikologis.
B-310
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
Perempuan Pengusaha Mikro Motif yang melandasi tingginya tingkat keterlibatan perempuan untuk bekerja di antaranya adalah: 1. Kebutuhan finansial Kondisi ekonomi keluarga seringkali memaksa perempuan untuk ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan isteri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat isteri tidak mempunyai pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah. 2. Kebutuhan sosial-relasional Perempuan memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan sosial relasional yang tinggi. Tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. 3. Kebutuhan aktualisasi diri Bekerja adalah salah jalan yang dapat digunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaian pemenuhan diri melalui profesi. Perempuan pengusaha mikro adalah perempuan yang memiliki fungsi ganda, yaitu selain sebagai penenggungjawab keberlangsungan rumah tangga juga memiliki peran untuk mencari nafkah. Ardhanari (2007), melakukan kajian tentang perempuan yang memiliki fungsi ganda, temuannya adalah hambatan perempuan pengusaha mikro adalah karakteristik personal yang diakibatkan oleh beban kerja akibat peran ganda seorang perempuan dan karakteristik struktural, yaitu hambatan terhadap akses permodalan (syarat dan agunan) dan akses pemasaran di mana perempuan memiliki akses informasi pemasaran yang rendah. Disimpulkan bahwa hambatan perkembangan usaha perempuan adalah akibat gender stereotype (stereotip gender) antara perempuan dan laki-laki dalam lingkungan patriarkhi. Selain kendala dalam hal kebijakan, peningkatan ekonomi perempuan masih menghadapi kendala ketidakadilan struktur dan budaya yang menempatkan perempuan dalam posisi sub ordinat. Padahal usaha mikro yang kebanyakan dilakukan perempuan pada realitasnya memberikan kontribusi ekonomi pada negara, hal ini tampak pada waktu berlangsungnya krisis ekonomi dan pada sisi lain usaha ini mampu memberi kontribusi pada ekonomi keluarga. Oleh karena itu membangun kemandirian ekonomi perempuan merupakan keniscayaan untuk meningkatkan kesejahteraan, sekaligus diharapkan mengarah pada kesetaraan terhadap akses publik lainnya. Resiliensi Perempuan Pengusaha Mikro Beberapa tokoh mendeskripsikan pemahaman resiliensi secara berbeda-beda. Menurut Jackson (2002) resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan keadaan yang sulit, sementara menurut Grotberg (1999) resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat atas kesulitan yang dialaminya. Berdasarkan pada pemahaman yang berbeda tersebut, resiliensi dapat disimpulkan sebagai kemampuan seseorang untuk
B-311
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
bertahan dan tidak menyerah pada keadaan-keadaan yang sulit dalam hidupnya, serta berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan keadaan tersebut dan kemudian bangkit dari keadaan tersebut untuk menjadi lebih baik. Resiliensi dapat bersumber dari beberapa aspek. Mengikuti pemikiran Grotberg (1999), sumber pertama adalah dukungan eksternal. Sumber dukungan eksternal merupakan dukungan dari lingkungan di sekitar individu. Dukungan ini berupa hubungan yang baik dengan keluarga, lingkungan yang menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain di luar keluarga (lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka). Di samping yang sifatnya relasional, dukungan juga berupa pemberian support pada berbagai upaya untuk menjadi mandiri dan dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran serta inisiatifnya sendiri. Sumber kedua adalah kemampuan individu. Sumber kemampuan individu ini terdapat dalam diri seseorang. Hal tersebut mencakup perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan yang ada dalam dirinya. Hal tersebut ditandai dengan usaha mereka untuk selalu dicintai dan mencintai orang lain: sensitif terhadap perasaan orang lain, mengerti apa yang diharapkan orang lain terhadap dirinya, memiliki empati dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Sementara itu, sumber ketiga adalah kemampuan sosial dan interpersonal. Wilayah ini merupakan kemampuan untuk menjalin relasi sosial. Hal itu terwujud melalui interaksi seseorang dengan semua orang yang ada di sekitar mereka, melalui kemampuan untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah dengan baik. Di samping itu, kemampuan ini akan membuat seseorang mampu memahami karakteristik dirinya sendiri dan orang lain. Psychological Well Being Penelitian mengenai psychological well being (PWB) didasarkan pada dua pendekatan yang berbeda yaitu pendekatan hedonistik dan pendekatan eudaemonistik (Ryan & Deci, 2001). Pendekatan hedonistik membahas well being dalam konteks kebahagiaan yang dialami oleh individu. Dalam konteks itu well being dimaknai sebagai pencapaian suatu kesenangan dan penghindaran terhadap penderitaan. Diener dan Lucas mengembangkan model pengukuran untuk mengevaluasi pleasure/pain continuum dalam pengalaman manusia. Model pengukuran tersebut disebut subjective well being, yang terdiri dari tiga komponen, yakni kepuasan hidup, adanya afek positif, dan tidak adanya afek negatif. Ryff (dalam Keyes, 1995), yang merupakan penggagas teori psychological wellbeing menjelaskan bahwa istilah psychological well-being sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis (psychologically well). Ia menambahkan bahwa PWB merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi
B-312
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
penuh (fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. PWB dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995). Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) kebahagian (hapiness) merupakan hasil dari dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Berdasarkan uraian yang sudah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembangunan manusia integratif holistik bagi perempuan pengusaha mikro di pesisir Surabaya. Tujuan penelitian ini secara khusus adalah sebagai berikut: a) Menggali faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan usaha perempuan pengusaha mikro di pesisir Surabaya b) Mengkontruksi model pembangunan manusia holistik integratif bagi perempuan pengusaha mikro di pesisir Surabaya untuk meningkatkan kesejahteraan Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a) Memberikan model pembangunan manusia yang integratif dan holistik bagi perempuan pengusaha mikro di pesisir Surabaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. b) Memberikan masukan untuk Pemerintah Kota Surabaya dalam peningkatan kesejahteraan perempuan pengusaha mikro khususnya di pesisir Surabaya. c) Memberikan masukan untuk implementasi pemberdayaan perempuan pengusaha mikro khususnya di pesisir Surabaya. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam kehidupan riil dengan maksud menginvestigasi dan memahami apa yang dilakukan oleh orang-orang (Myers, 2009). Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Atas dasar paradigma dan filsafat yang mendasarinya dalam ilmu-ilmu social, fenomenologi berada pada posisi paradigma definisi social, yang mengkaji tentang manusia sebagai makhluk unik dan aktif, sehingga diperlukan pemahaman interpretatif (interpretative understanding). Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Kelurahan Sukolilo Baru merupakan salah satu wilayah pesisir yang berada di kota Surabaya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah perempuan pengusaha mikro yang ada di Kelurahan Sukolilo Baru. Informan ditentukan secara sengaja (purposive) dengan kriteria pokok adalah (1) perempuan pengusaha mikro di Kel. Sukolilo baru, Surabaya, (2) berperan sebagai pendukung suami untuk mencari nafkah, dan (3) berperan sebagai ibu rumah tangga
B-313
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
yang memiliki kewajiban pokok mengawal tumbuh-kembang anak-anak mereka. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui observasi partisipatif dan wawancara semiterstruktur. Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis agar dapat diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif yaitu dari sesuatu yang khusus kepada sesuatu yang umum atau dapat diartikan sebagai pemahaman dari sesuatu yang empirik dan khusus pada pemahaman yang lebih abstrak melalui proses pemaknaan. Hasil Dan Pembahasan Penggolongan usaha mikro didasarkan pada jumlah omzet (paling besar Rp100 juta/tahun atau Rp 8 juta/bulan) dan tenaga kerja (maksimal 10 orang). Aset yang dimiliki rata-rata dibawah Rp 25 juta. Partisipasi perempuan dalam usaha mikro cukup tinggi, terbukti dari pengamatan yang membuktikan adanya cukup banyak usaha mikro yang dikelola oleh perempuan. Banyak perempuan terlibat secara aktif dalam mencari nafkah, baik bersama suami maupun sendiri. Usaha yang dijalankan merupakan usaha sendiri atau juga meneruskan usaha orang tuanya. Kadangkala suami tidak ikut campur dalam kegiatan usaha istrinya. Peran perempuan sebagai pengelola usaha mikro sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Meningkatnya kontribusi secara ekonomi berhubungan erat dengan posisi tawar mereka dalam rumah tangga. Perempuan menjadi lebih berani menyampaikan pendapat dan tidak terlalu bergantung kepada suami, khususnya secara ekonomi. Permasalahan yang dihadapi Perempuan Pengusaha Mikro Permasalahan utama yang banyak dikemukakan informan adalah kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Masalah kedua terbesar yang dihadapi usaha mikro adalah pemasaran. Untuk memasarkan produk usaha mikro ke pasar yang lebih luas, diperlukan persyaratan- persyaratan yang umumnya belum dipahami oleh usaha mikro. Karena sulitnya pemasaran, banyak usaha mikro yang tergantung kepada para pengepul (tengkulak) yang biasanya menekan harga jual mereka. Permasalahan lain yang dihadapi adalah pada pengelolaan usaha dan keterbatasan ketrampilan dan teknologi. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk menanggulangi permasalahan tersebut, tetapi kenyataannya masih terdapat beberapa factor yang menjadi penghambat usaha, diantaranya adalah 1) kurangnya informasi; 2) kurangnya sosialisasi; 3) upaya yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan; 4) kurangnya rasa percaya diri untuk mengakses upaya-upaya penguatan yang diberikan. Gambaran Kesejahteraan Psikologis Perempuan Pengusaha Mikro Para informan mampu untuk bertahan dan tidak menyerah pada keadaankeadaan yang sulit dalam hidupnya, serta berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan keadaan tersebut dan kemudian bangkit dari keadaan tersebut untuk kemudian menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat melalui perjuangan informan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya oleh dirinya, keluarga, dan masyarakat di mana informan tersebut tinggal. Informan tidak berdiam diri saja melainkan selalu berupaya untuk mencari solusi pemecahan terkait dengan masalah tersebut. Contoh
B-314
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
yang paling terlihat adalah ketika informan berhadapan dengan masalah ekonomi, secara ekonomi informan banyak mengalami persoalan, mulai dari rendahnya tingkat penghasilan mereka sampai pada mahalnya harga barang-barang yang mendukung kebutuhan hidup mereka. Meskipun menghadapi berbagai himpitan ekonomi yang berat, namun informan tidak berhenti atau menyerah. Mereka tetap mencari jalan keluar sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki agar mereka sebagai keluarga dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut. Dari sisi yang berbeda, dalam konteks itu dapat dikatakan bahwa informan mencoba berbela rasa dengan suaminya yang setiap hari bekeja mencari nafkah. Para perempuan tidak membiarkan sang suami bekerja seorang diri menafkahi keluarga yang mereka bangun. Informan yakin bahwa mereka dapat mengatasi situasi tersebut asalkan berusaha secara maksimal. Cara yang mereka lakukan juga bervariasi, tetapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa informan terjun langsung melakukan sesuatu (berusaha menjadi pekerja atau menjadi wirausahawan dalam skala kecil). Berdasarkan pada berbagai uraian yang sudah dijabarkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa para informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah pribadi yang resilien. Meskipun resiliensi yang mereka hayati tidak terwujud secara menyeluruh (hanya optimism, efikasi diri, pengendalian impuls, dan perilaku yang transformatif), namun berbagai indikator sebagaimana dijelaskan oleh peneliti menunjukkan bahwa mereka adalah pribadi yang mampu mengatasi masalah untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa para informan tersebut secara parsial sebetulnya sudah sejahtera secara psikologis. Akan tetapi, jika konsep kesejahteraan psikologis itu diukur dari aspek-aspek yang digagas oleh Ryff (1995), maka dapat ditemukan bahwa ada beberapa aspek yang masih belum bisa dikatakan tercapai. Dengan dasar itu maka peneliti menyimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis para informan masih bersifat parsial (belum menyeluruh). Indikatornya adalah adanya penerimaan diri, terbangunnya relasi yang positif di antara mereka, dan adanya tujuan hidup yang jelas Model Pembangunan Manusia yang Holistik dan Integratif Sebagai upaya sadar untuk memperbaiki suatu kondisi, upaya membangun Perempuan Pengusaha Mikro yang holistik dan integratif dapat dilakukan secara individu maupun kelompok dengan menggunakan strategi yang ditawarkan sebagai berikut: Pertama, membangun penguatan kelembagaan . Penguatan kelembagaan dimengerti bahwa perempuan pengusaha mikro menggabungkan diri dalam kelompok, dimana dalam kelompok terjadi proses saling belajar serta saling membantu di antara anggota. Peran serta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pembangunan perempuan pengusaha mikro, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh pelaku usaha sendiri, maka keberlanjutan semua program tidak dapat berlangsung lama. Misalnya, dengan pengembangan kelompok usaha, koperasi ataupun paguyuban usaha sejenis. Hal ini berguna untuk kemandirian dan meningkatkan bargaining power dari para perempuan pengusha mikro untuk mengembangkan usahanya, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Kedua, membangun penguatan modal. Salah satu kelemahan perempuan pengusaha mikro adalah kemampuan permodalan. Oleh karena itu, membantu akses ke sumber permodalan atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan sebagian masalah
B-315
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
kebutuhan permodalan. Dalam kenyataannya banyak usaha mikro yang dikelola perempuan memerlukan dana dari sumber permodalan, di lain pihak sumber permodalan memiliki cukup dana untuk disalurkan kepada usaha mikro, akan tetapi terjadi suatu gap sehingga kedua kutub tersebut tidak pernah ketemu sehingga tidak terjadi transaksi. Kendala-kendala yang menjadi penyebab sulitnya perempuan pengusaha mikro mengakses sumber permodalan antara lain : tidak saling mengenal antara sumber permodalan dengan usaha mikro, adanya perbedaan kebiasaan dimana para perempuan pengusaha mikro tidak terlalu akrab dengan pembukuan sementara di lain pihak perbankan sangat akrab dengan pembukuan, ketidakmampuan menyusun kelayakan usaha termasuk sulitnya memenuhi persyaratan administratif yang diminta pihak pemilik dana.Selain itu, melakukan pemupukan modal dalam kelompok yang biasanya melalui mekanisme simpan pinjam dapat menjadi alternative penguatan modal, kelompok dapat mengembangkan modal yang terkumpul dengan membuka akses pada lembaga keuangan atau sumber-sumber permodalan lainnya. Suatu hal yang wajar apabila pemilik dana dalam memberikan pendanaan kepada pihak lain dengan sangat hati-hati, sebab siapapun dalam melepaskan dananya berharap bahwa dana itu aman, dalam arti dana tersebut dijamin akan kembali dan sekaligus memperoleh keuntungan daripadanya. Tanpa adanya saling mengenal tidak mungkin pemilik dana memberikannya kepada pihak lain, hal ini sepadan dalam kehidupan sehari-hari orang tidak akan menikah kalau masing-masing belum saling kenal. Usaha kecil seringkali tidak melakukan pembukuan atau membuat pembukuan yang sangat sederhana, dimana berbagai biaya tidak diperhitungkan dengan jelas seperti : tidak dilakukan penyusutan terhadap aktiva tetap, tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja pribadi atau keluarga, dan tidak memisahkan asset perusahaan dengan kekayaan pribadi. Kondisi ini akan menimbulkan kesulitan kepada pihak pemilik dana untuk melakukan kelayakan usaha. Kelayakan dari usaha yang akan dibiayai merupakan suatu pegangan bagi sumber permodalan (pemilik modal) untuk menentukan apakah akan mendanai usaha tersebut atau tidak. Oleh karena itu kemampuan menyusun studi kelayakan menjadi sangat penting, sebab mungkin saja sebenarnya usaha yang akan dibiayai itu sangat potensil dan akan mampu memberikan keuntungan yang besar, akan tetapi karena penyajian dalam studi kelayakannya tidak menggambarkan potensi ril kalau usaha itu dibiayai, maka sumber permodalan tidak mau memberikan pendanaan. Dengan kata lain walaupun usaha itu akan memberikan keuntungan yang besar, tapi kalau kelayakan usahanya tidak mampu meyakinkan sumber permodalan, maka usaha itu tidak akan didanai. Ketiga, membangun jaringan informasi pengembangan teknis usaha. Membangun jaringan informasi yakni informasi pengembangan teknis usaha menjadi sangat penting karena kemampuaan teknis yang dimiliki terbatas. Dengan informasi pengembangan terknis usaha, perempuan pengusaha mikro dapat meningkatkan kualitas produk dan daya saing. Dengan bekerjasama dengan pemerintah, swasta maupun Perguruan Tinggi diharapkan keterbatasan ketrampilan maupun teknologi dapat diatasi sehingga produk yang dihasilkan dapat memiliki daya saing tinggi dan juga proses produksi dapat menjadi lebih baik. Ketrampilan teknis yang selama ini masih menjadi kendala bagi perempuan pengusaha mikro baik berupa peningkatan kualitas produk termasuk didalamnya kreativitas dan inovasi. Daya saing produk dapat pula dicapai dengan mengembangkan keunikan yang dimiliki produk tersebut. Dalam konteks
B-316
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
pengembangan produk, kompetensi inti merupakan kekuatan daya saing jika dibandingkan dengan produk dari pesaing. Keunggulan bersaing produk tercipta apabila produk tersebut memiliki kompetensi inti yang dapat dibedakan dengan produk lainnya, dan sulit untuk ditiru. Kompetensi inti dapat diperoleh melalui upaya penciptaan atau aksesibilitas terhadap factor produksi yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pesaing. Keempat, membangun jaringan informasi pasar. Dalam membangun jaringan informasi pasar, perempuan pengusaha mikro tidak hanya mengandalkan pada pemasaran yang konvensional tetapi juga memanfaatkan teknologi informasi untuk upaya pemasaran. Pengembangan pasar dapat dilakukan dalam bentuk informasi pasar, membentuk unit pemasaran bersama atau membuka jaringan pasar. Dengan menggunakan kelembagaan masyarakat maka perempuan pengusaha mikro dapat bekerjasama untuk memasarkan produk yang dihasilkan, dengan demikian akan dapat meningkatkan kapasitas produksi maupun bargaining power untuk melawan tengkulak yang dapat merugikan usaha mereka. Untuk menjaga kelangsungan jangka panjang, perempuan pengusaha mikro dapat mengembangkan networking dengan perusahaan besar, maupun sentra usaha lain yang memiliki keterkaitan usaha. Upaya ini dapat dilakukan melalui fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi. Kelima, pendampingan. Upaya untuk meningkatkan kepercayaan diri perempuan pengusaha mikro harus selalu dikuatkan secara berkesinambungan dengan keterlibatan berbagai pihak, selain pemerintah, swasta juga Perguruan. Adapun sasaran pendampingan yang dilakukan terhadap perempuan pengusaha mikro adalah mengurangi atau kalau mungkin menghilangkan kelemahan-kelemahan dan hambatanhambatan yang dimiliki/ dihadapi serta meningkatkan dan memanfaatkan keunggulan dan peluangnya, seperti : a) Berkembangnya skala usaha, peluang usaha, dan pangsa pasar. Dengan adanya pendampingan dari pihak eksternal, diharapkan skala usaha mereka dapat ditingkatkan dari mikro menjadi usaha kecil. Begitu juga dengan adanya bantuan untuk akses ke pihak luar, maka peluang usaha dan pangsa pasar dapat dikembangkan; b) Akses terhadap sumber permodalan. Membantu akses ke penyandang dana/investor atau pemberi/penyedia kredit akan memecahkan masalah kebutuhan permodalan usaha, karena bukan mereka tidak mau memberikan pendanaan kepada para pengusaha, akan tetapi karena masing-masing tidak tahu dan tidak saling kenal. Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitator yang bisa menghubungan antara kedua pihak tersebut; c) Peningkatan kemampuan kewirausahaan, kemampuan kewirausahaan merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, dimana seorang pengusaha harus mampu mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang secara jelas, mengambil risiko yang moderat, memotivasi karyawan, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, dan sifat kewirausahaan lainnya; d) Peningkatan kemampuan manajerial dan kemampuan teknis, seorang pengusaha adalah seorang manajer, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk mengkoordinasikan semua bawahannya serta memanage seluruh potensi yang dimiliki. Keterampilan teknis karyawan pada usaha mikro umumnya rendah, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan yang seringkali tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
B-317
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
Simpulan Membangun perempuan yang terlibat dalam kegiatan publik sebagai upaya menyokong perekonomian keluarga tidak memadai kalau dilakukan secara parsial. Pendekatan holistik dan integratif merupakan sebuah keniscayaan. Berdasar pada berbagai temuan dan proses diskusi yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, hasil penelitian ini menyatakan bahwa Upaya membangun perempuan pengusaha mikro yang holistik dan integratif dapat dilakukan secara individu maupun kelompok dengan menggunakan beberapa strategi berikut: Pertama, membangun penguatan individu dan kelembagaan. Kedua, membangun penguatan modal.Ketiga, membangun jaringan informasi pengembangan teknis usaha.Keempat, membangun jaringan informasi pasar.Kelima, pendampingan. Daftar Pustaka Ardhanari, Margaretha, 2007, Analisis Personal Perempuan Pengusaha Mikro di Surabaya dalam Pengembangan Keberhasilan Usaha Bidang Ritel yang Dimoderasi Faktor Kultural, Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol.7, No.2 Agustus Ardhanari, Margaretha, 2008, Analisis Personal Dan Struktural Perempuan Pengusaha Mikro Di Surabaya Dalam Upaya Pengembangan Keberhasilan Usaha Bidang Ritel, Bunga rampai Pengembangan Kewirausahaan Perempuan, LIPI Press Ardhanari, Margaretha, 2014, Lembaga Keuangan Mikro dan Tingkat Pengembalian Pinjaman : Sebuah Perspektif Perempuan Pengusaha Mikro Dalam Meningkatkan Kesejahteraan.Proceeding Seminar Nasional: “The Impact Of ASEAN Community 2015: Opportunities and Benefits For Indonesians Entrepreneurs” Universitas Maranatha. Bandung Astuti M. 2012. Pemberdayaan Perempuan Miskin Berbasis Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sosial Entrepreneurship (Studi Kasus di Daerah Tertinggal, Kabupaten Pasaman, Sumbar), Jurnal Sosiokonsepsia. Benard, B., 2007. The Hope of Prevention Individual, Family and Community Resilience. Dalam: Prevention is Primary Strategies for Community Well-Being. USA: John Wiley & Sons, Inc. Chariri, A, 2009, “Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif”, Paper disajikan pada Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 31 Juli – 1 Agustus 2009 Cresswel, J., 2007, Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Approaches, 2nd EditionSage, , USA Daulay, H. 2006. Pemberdayaan Perempuan. Dalam: Jurnal Harmoni Sosial, Vol. I, No. 1. Davis, N.J. 1999. Resilience: Status of the Research and Research Based Programs. ERIC Digest. University of Illinois at Urbana Champaign Clearing House at Elementary and Early Childhood Education. Handoko Waluyo,Sofa Marwah,Riris Ardhanariswari. 2012. Pembentukan Model Pemberdayaan Perempuan Nelayan di Daerah Tertinggal. www. Journal Unair.ac.id
B-318
Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat III 2016 P-ISSN: 2356-3176 E-ISSN: 2527-5658
Koesworo, Yulius dan Margaretha Ardhanari. 2009. Lembaga Keuangan Mikro dan Manajemen Risiko Kredit : Sebuah Perspektif dari Perempuan Pengusaha Mikro. Jurnal Kajian Manajemen dan Bisnis. Vol.1, No.1 Agustus Mardikanto T, Soebiato P. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta Marwanti, Sri, Ismi Dwi Astuti Nurhaeni. 2011. Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Melalui Pengembangan Kewirausahaan Keluarga Menuju Ekonomi Kreatif Di Kabupaten Karanganayar. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PDII-LIPI Nasian F T. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Nugrohadi, Edwi. 2014. Studi Fenomenologis Tentang Gambaran Faktor Protektif / Risiko, Resiliensi, Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Perempuan Istri Nelayan Di Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya. Laporan Penelitian UKWMS Ratnawati, Susi. 2011. Model Pemberdayaan Perempuan Miskin Perdesaan Melalui Pengembangan Kewirausahaan. Jurnal Kewirausahaan Volume 5 Nomor 2, Desember 2011. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Widya Kartika Surabaya Reivich, K. & Shuttle, A. 2002. The Resilience Factors. New York: Broadway Books Ryan, R.M. & Deci, E.L. 2001. On Happines and Human Potentials. A Review of Research on Hedonic and Eudaemonic Wellbeing. Annual Review, 52. Smokowski, P. 1998. Prevention and Intervention Strategies for Promoting Resilience in Disadvantaged Children. In: Social Service Review, 72(3). Supeni, Retno Endah dan Maheni Ika Sari, 2011. Upaya Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui Pengembangan Manajemen Usaha Kecil, Proceeding Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan, FE UNIMUS Syukrie, Erna Sofyan. 2003. Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Makalah. Lokakarya Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Bali Putri, Rosseriayu Murenati dkk. 2013.Pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan Dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan Jender di Bidang Ekonomi Pada Masyarakat Jombang. Journal of Public Administration Research. Vol 1 No.1 Wilson Fiona, Jill Kickul, Deborah Marlino. 2007. Gender, Entrepreneurial SelfEfficacy, and Entrepreneurial Career Intentions: Implications for Entrepreneurship Education. Article was presented at the 2005 Babson Kauffman Entrepreneurship Research Conference, May 2007
B-319