Yayasan Spiritia
No. 8, Juli 2003
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha Pelatihan Keterampilan Tentang Berbicara di Depan Umum Ke-2 Bandung, 3-7 Juli 2003 Oleh Hertin S Yayasan Spiritia mengadakan pelatihan keterampilan tentang berbicara di depan umum yang ke-2 di Bandung dan dibantu oleh Bandung Plus Support sebagai panitia lokal dan juga sebagai peserta. Pelatihan keterampilan tentang berbicara di depan umum ini sudah 2 kali diadakan, yang pertama diadakan di Jakarta pada bulan Oktober 2002. Peserta pada pelatihan ini 17 orang dari 10 kota di 10 Propinsi (Batam, Medan, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Pontianak, Makassar, Denpasar dan Jayapura). Selama tiga hari pelatihan, peserta belajar tentang mengenal pribadi sendiri, meningkatkan kepercayaan diri, motivasi, bercerita, menyusun pembicaraan hingga bagaimana menjadi pembicara yang baik. Peserta mengikuti semua acara dengan semangat meskipun acaranya cukup padat, dimulai jam 09.00 sampai jam 18.00. Topik pelatihan ini dipilih berdasarkan permintaan teman-teman di Jaringan Senandika melalui angket di Senandika (Senandika adalah newsletter yang berisi surat teman-teman Odha di seluruh Indonesia). Tujuan dari pelatihan ini adalah agar orang hidup dengan HIV dapat terbuka minimal dikelompok tertentu dan dapat berbicara di depan umum untuk mengikuti program penanggulangan HIV/AIDS berdasarkan prinsip GIPA, yaitu keterlibatan Odha bukan hanya sebagai obyek melainkan subyek. Kita mengharapkan keterbukaan Odha lebih dari sekedar testimoni. Orang dengan HIV harus dilihat sebagai bagian dari solusi bukan sebagai masalah. Pada hari terakhir, ada acara jalan-jalan dan ramah tamah di Rumah Cemara. Rumah Cemara adalah tempat rehabilitasi narkoba yang didalamnya ada sebuah kelompok dukungan
sebaya bernama Bandung Plus Support. Acara ramah tamah ini sangat meriah, yang dibuka dengan sambutan, perkenalan, parodi oleh residen Rumah Cemara, makan-makan yang makanannya dimasak sendiri oleh residen dan diakhiri dengan acara hiburan. Sebelum pulang semua peserta pelatihan dan residen Rumah Cemara saling berbagi cerita. Setelah pelatihan, para peserta pulang dan mempersiapkan kegiatan yang akan mereka lakukan sesuai yang dibuat sewaktu pelatihan. Semoga dengan bertambahnya orang HIV positif yang terbuka dapat memberikan wajah yang lebih manusiawi terhadap masalah HIV/AIDS di Indonesia.
Pertemuan Kerja Nasional KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), Cipayung-Puncak 6-9 Juli 2003 Oleh Odon Baju Spiritia diundang untuk memberikan presentasi tentang ‘Pemberdayaan Odha’ dan acara tersebut dihadiri oleh 30 propinsi kecuali propinsi Aceh
Daftar Isi Pelatihan Keterampilan Tentang Berbicara di Depan Umum Ke-2 1 Pertemuan Kerja Nasional KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), 1 Kunjungan ke Palu, Manado dan Sorong 2 Tawaran Hibah dari Australia 4 Harapan Cuci Sperma untuk Odha 4 Tanya-Jawab 5 Tips untuk orang dengan HIV no. 19 6 Lembaran Informasi Baru 6 Laporan keuangan positif fund 6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
dan Kalimantan Tengah. Tiap propinsi diwakili dua orang, yaitu satu orang dari wakil KPAD, satu orang dari LSM peduli AIDS. Wakil KPAD tersebut antara lain dari Pemda, Dinkes, dan Dinsos. Hari pertama dibuka oleh Pak Farid Husain sebagai wakil dari Menkokesra, beliau menjelaskan tentang Stranas yang sudah disusun. Kemudian diteruskan presentasi oleh Pak Haikin sebagai Kadit P2ML, selanjutnya Pak Sigit dari P2ML menjelaskan tentang hasil survey. Kemudian setelah makan siang dilanjutkan dengan diskusi panel oleh tiga nara sumber yaitu : Lesson learned dari propinsi Bali oleh Prof. Dr. Wirawan tentang VCT, setelah itu informasi seputar ARV oleh Yayasan Pelita Ilmu yang dipresentasikan oleh Pak Samsurizal, terakhir adalah presentasi dari Bayu, wakil Spiritia yang berbicara tentang pemberdayaan odha sesuai prinsip GIPA. Ternyata acara diskusi panel tersebut memang sangat dibutuhkan oleh peserta untuk menambah informasi seputar HIV/AIDS. Kemudian panel diskusi dilanjutkan dari propinsi Bali, Jatim dan Sumut yang membicarakan tentang peran KPAD, Perda Penanggulangan AIDS, serta Advokasi ke Pemda, DPR/D dan ini menutup acara hari pertama. Di hari kedua, diskusi kelompok tentang penjabaran area prioritas pada stranas dalam kegiatan-kegiatan nyata berlangsung hangat sekali karena dari masing-masing propinsi mengungkapkan kekuatan dan kelemahannya. Kemudian acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok tentang sistem pelaporan dan monitoring sebagai penutup acara pertemuan nasional KPA. Dari pertemuan nasional ini diharapkan setiap daerah dapat mensosialisasikan stranas penganggulangan HIV/AIDS ke daerahnya masing-masing. Sebenarnya kami mengharapkan pengalaman dari masing-masing daerah tentang tindakan yang telah dilakukan seputar penanggulangan HIV/ AIDS, akan tetapi karena waktu tidak mencukupi maka tidak semua propinsi dapat membagikan pengalamannya. Kami juga berharap agar kinerja KPAD dapat lebih maksimal mengingat hasil yang selama ini dilakukan sangat terbatas dikarenakan KPAD hanya sebatas simbol.
2
Kunjungan ke Palu, Manado dan Sorong Oleh Babe Pagi-pagi pada hari Minggu 8 Juni, Eta, Yuni dan saya ke Cengkarang untuk berangkat ke Palu. Kami transit di Makassar, dan di situ diikuti oleh Asti. Ternyata kami harus menunggu lama di bandara Hasanuddin, karena flight kami ke Palu telat lebih dari dua jam. Kasihan dr. Nirwansyah yang menjemput kami di Palu; dia harus menunggu lama. Palu Baru saja ada laporan kasus pertama HIV di Sulawesi Tengah, dan dr. Nirwansyah merasa prihatin terhadap keadaan tersebut, sehingga dia menghubungi Daniel untuk minta tim Spiritia ke sana. Antara lain, dia memperkenalkan kami dengan Dr. Altin Mongo, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Undata. Dr. Mongo langsung antar kami ketemu dengan wakil gubernur. Walaupun pertemuan itu sangat singkat, kelihatan ada manfaat dalam meningkatkan keprihatinan mengenai HIV/AIDS di Sulawesi Tengah. Kami juga bertemu dengan satu teman baru, yang tinggal di desa sekitar 40 km dari kota Palu. Kami diantar oleh dokternya, dr. Nelson Chin, dan kami sangat terkesan dengan cara teman baru itu didukung dan diterima oleh keluarganya dan masyarakat di tempat. Ini jelas sebagian besar karena upaya dr. Nelson dengan penyuluhan kepada komunitas sehinga mereka semua mengerti bahwa AIDS tidak bahaya buat mereka. Manado Setelah dua hari, kami berangkat ke Manado. Ternyata dari Palu ke Manado hanya ada pesawat CASA yang kecil, berisik dan pelan. Jadi agak sore kami sampai ke Manado. Di sana kami bertemu dengan teman-teman dari Yayasan Mitra Masyarakat (YMM). Salah satu pertemuan pertama adalah dengan Dr. Demas Waas, Kepala Balai Laboratorium Kesehatan. Dia sangat peduli terhadap masalah HIV, dan mungkin karena itu, tes HIV ditawarkan gratis di labkes itu. Kami bertemu dengan KPAD dan DPRD Komisi E Provinsi Sulawesi Utara untuk mendorong ketersediaan dana untuk obat antiretroviral buat Odha di Sulawesi. Tampaknya mereka menarik, tetapi dibutuhkan tindak lanjut dari teman-teman di Manado. Satu malam, kami ke Tomohon untuk bertemu dengan Dr. Harijanto di RS Bethesda. Dari dia, kami dikenalkan dengan dua dokter lain yang merawat Odha, salah satunya dr. Andri Budiman.
Sahabat Senandika No. 8
Dia saat ini merawat satu Odha yang baru kembali dari luar negeri, dan sekarang tinggal dengan keluarganya di daerah pedesaan sekitar 50 km dari Manado. Akhirnya kami bertemu dengan dr. Andri, dan dia janji coba supaya kita dapat bertemu dengan teman itu. Ternyata dia dan semua keluarganya (dua mobil!) datang ke hotel kita bersama dengan dr. Andri, dan kita makan siang bersama sambil ngobrol. Sekali lagi, kami terkesan karena keluarganya sangat mendukungnya, tanpa ada rasa takut. Sekali lagi, ini sebagian besar karena upaya dr. Andri dan satu perawat dari RSUD yang ternyata tetangga Odha tersebut untuk melakukan penyuluhan pada komunitas di sekitarnya. Sorong Asti langsung pulang dari Manado, karena kami berencana diikuti oleh teman dari Papua untuk kunjungan di Sorong. Sayangnya, karena beberapa alasan, itu tidak terjadi, tetapi Eta tetap dengan kami, jadi ada wakil Papua bersama dengan kami. Kami juga ditemani oleh teman di Sorong untuk beberapa pertemuan. Juga, dr. Hendra dari ASA mengikuti kami selama kami di Sorong. Ini kunjungan Spiritia yang ketiga ke Sorong, dan dilakukan karena pada kunjungan sebelumnya, kami merasa sangat prihatin akan dukungan untuk Odha di sana. Jumlah kasus meningkat tajam di Sorong, dengan prevalensi 17 persen di antara pekerja seks di lokalisasi. Ada delapan rumah sakit di Sorong, tetapi tingkat pengetahuan di antara dokter dan perawat tampaknya rendah, dan pasien sering langsung di antar pulang oleh keluarga setelah ada diagnosis AIDS, atau pun ada yang curiga sakitnya diakibatkan HIV. Kami sangat dibantu oleh Zr. Sita di Klinik Bintang Timur/Yayasan Sosial Agustinus, yang sangat peduli dan siap menemani semua Odha di Sorong. Bersama dengan Evi dari ASA, kami mengundang wakil dari semua rumah sakit di Sorong untuk mengikuti diskusi tentang masalah AIDS. Sebagian besar yang hadir adalah dari rumah sakit swasta, dan tampaknya mereka takut jika diketahui merawat pasien AIDS, mereka akan kehilangan pasien lain. Lagi pula sebagian besar pasien AIDS adalah miskin, dan rumah sakit biasanya rugi jika pasien ditahan di rumah sakit lebih dari beberapa hari. Kami ada pertemuan terpisah di RS Sele Be Solu (yang akan menjadi rumah sakit Kabupaten Sorong), yang dipandu oleh dr. Ferhat Esfandiari, dan di Rumah Sakit Umum, dipandu oleh Dr. Theo. Peserta semua sangat terkesan oleh Yuni dan Eta, dan ada banyak pertanyaan tentang terapi antiretroviral. Kami juga ada pertemuan dengan KPAD kota
Juli 2003
Sorong, termasuk ketuanya, Bapak Wakil Walikota. Yang menarik, Zr. Sita, yang mewakili LSM pada pertemuan itu, menegaskan bahwa sudah waktu mereka mengundang Spiritia ke pertemuan macam itu, bukan Spiritia yang harus mengundang mereka! Kami bertemu dengan beberapa teman baru di Sorong, yang memperkuat kesan bahwa jumlah Odha di Sorong terus meningkat. Yang sangat memprihatinkan, ada tanda bahwa penggunaan narkoba suntikan sudah mulai tersebar di Sorong. Saya rasa kita tidak boleh heran dengan perkembangan ini, dan harus mulai siap menangani epidemi ini di kota lain di Papua. Kesimpulan 1. Pelaksanaan kewaspadaan universal tetap menjadi masalah di hampir semua rumah sakit dan puskesmas. Ini tidak hanya menempatkan petugas layanan kesehatan pada risiko, tetapi juga meningkatkan kemungkinan ada penularan HIV dan infeksi lain di sarana kesehatan. 2. Masalah penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS pada petugas layanan kesehatan harus dihadapi secara mendesak. Sebagian besar petugas kesehatan yang kami temui hanya punya sedikit pengetahuan tentang perawatan HIV/ AIDS. 3. Fasilitas untuk tes HIV sangat langka dan sulit dijangkau oleh orang yang merasa dirinya pernah berisiko. Karena itu, hanya sedikit orang tahu dirinya terinfeksi, dan surveilans menjadi sia-sia jika kelompok yang dinyatakan punya prevalensi tinggi tidak dapat melakukan tes secara sukarela. 4. Sekali lagi, kami melihat bahwa ada cukup banyak dokter dan perawat yang sangat peduli terhadap HIV/AIDS, dan berjuang terus agar layanan untuk Odha ditingkatkan. Kami juga melihat bukti bahwa pejuang ini dapat sangat berdampak waktu mereka memberi informasi yang benar pada komunitas dan keluarga. Walaupun kita cenderung berfokus pada pelanggaran hak asasi yang dialami oleh Odha di Indonesia, kami harus mengaku bahwa ini sebetulnya minoritas, dan kita sangat untung ada cukup banyak yang sangat peduli dan mendukung. 5. Kami sering dengar bahwa Pemda Papua sudah menyediakan dana agar 80 Odha di Provinsi itu dapat diberi obat antiretroviral. Namun hal ini belum dilaksanakan, dilaporkan karena ada beberapa masalah dalam birokrasi. Sementara banyak Odha meninggal di Papua karena tidak ada pengobatan. Kita semua harus mendesak Pemda Papua agar program ini segera direalisasikan…
3
Tawaran Hibah dari Australia Oleh Babe Perlu dana untuk kegiatan kelompoknya? Mungkin tawaran baru dari Australian Federation of AIDS Organisations (AFAO) menarik. Tawaran ini, dengan nama International Grant Scheme (Skema Hibah Internasional) mempunyai tujuan utama untuk “mendorong dan memperkuat organisasi berdasarkan komunitas dan LSM di Asia dan Pasifik untuk menghadapi epidemi HIV dengan mengkaitkan keterlibatan secara penuh oleh komunitas dan kelompok yang terutama berisiko terinfeksi HIV.” Tujuan umum program ini adalah: • Mendorong keterlibatan, tampilnya dan peranan utama Odha • Mendorong keterlibatan oleh komunitas yang terpengaruh atau rentan dalam semua upaya penanggulangan epidemi HIV. • Mendorong tanggapan pada epidemi oleh komunitas melalui memperkuat kemampuan organisasi berdasarkan komunitas dan LSM untuk memainkan peranan aktif dalam upaya penanggulangan epidemi HIV. Apa yang dapat didanai oleh AFAO? AFAO akan mendanai organisasi untuk melaksanakan proyek hanya dalam bidang prioritas yang berikut: • Perkembangan kebijakan berhubungan dengan HIV/AIDS (mis. kebijakan intern organisasi, asas GIPA (keterlibatan lebih besar oleh Odha), pengurangan dampak buruk narkoba, pendidikan tentang pengobatan AIDS) • Advokasi (mis. yang mempengaruhi dan mendorong kebijakan atau program nasional/ lokal, mengembangkan kemitraan yang efektif antara komunitas dan pemerintah, akses ke pengobatan ARV, pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi) • Perencanaan strategis organisasi • Pengembangan kemampuan organisasi dan penguatan lembaga (yang mendorong atau mendukung misi dan tujuan program organisasi Anda) • Tanggapan perundang-undangan dan pengawasan terhadap HIV/AIDS Siapa saja yang boleh mengajukan proposal? Organisasi yang mengajukan proposal harus memenuhi semua kriteria berikut: • Organisasi lokal berdasarkan komunitas atau LSM • Berkedudukan di negara Asia atau Pasifik • Dapat melaporkan pada donor dalam bahasa Inggris
4
• Dapat dijangkau melalui E-mail dan telepon/fax • Dapat menjangkau komputer dan keterampilan untuk melaporkan (termasuk laporan keuangan) pada donor • Beri laporan tertulis dari donor sebelumnya, atau (jika tidak ada) referensi dari organisasi yang menjadi mitranya, mengenai riwayat Anda di bidang HIV/AIDS, keuangan, dan melaporkan penggunaan dana donor. Dana berapa yang dapat diminta? Organisasi boleh minta dana sampai-dengan 5.000 dolar Australia (kurang-lebih Rp 25 juta) kapan saja. Hibah kecil ini disediakan untuk membantu organisasi melaksanakan program tertentu selama waktu yang singkat (umumnya tidak lebih dari enam bulan). Untuk permintaan hibah 5.000–50.000 dolar Australia, permohonon diterima setiap enam bulan. Hibah besar ini disediakan untuk proyek besar dengan jangka waktu sampai 12 bulan. Umumnya dana diberikan dalam dua bulan setelah permohonan diterima oleh AFAO. Batas waktu untuk permohonan berikut adalah 12 September 2003. Untuk informasi lebih lanjut, baca-baca ke situs web AFAO (http://www.afao.org.au) dan klik “What’s New” di sebelah kanan. Spiritia siap membantu kelompok dukungan sebaya untuk Odha dan pendamping, sebagai perantara dengan AFAO, dan dengan menerjemahkan dokumen. JOY (Jaringan Odha Yogyakarta) pernah menerima hibah kecil dari AFAO. Prima (pimpinan JOY) siap membagi pengalamannya dengan kelompok dukungan lain: silakan kontak Prima dengan nomor telepon (0274) 896016 atau E-mail
Harapan Cuci Sperma untuk Odha Pria HIV-positif yang melakukan tindakan “cuci sperma” menjadi ayah untuk anak tanpa membahayakan kesehatan pasangannya. Melakukan hubungan seks tanpa kondom agar menghamili pasangan dianggap berisiko terlalu tinggi oleh banyak pria HIV-positif, karena air maninya mengandung virus. Kurang-lebih 1.000 kasus infeksi HIV didiagnosis di Inggris setiap tahun akibat hubungan seks heteroseksual. Satu-satunya teknik yang dapat ditawarkan kepada pria tersebut adalah “cuci sperma”, dengan sperma dipisah dari air mani, kemudian dipakai
Sahabat Senandika No. 8
untuk inseminasi (permanian buatan). Sperma sendiri diperkirakan tidak membawa HIV pada permukaannya. Namun, masih ada sedikit keraguan tentang keamanan tindakan tersebut. Penelitian terakhir, yang dilakukan oleh para dokter di Rumah Sakit Chelsea and Westminster Hospital di London, akan mengurangi keraguan para pasangan yang mempertimbangkan tindakan tersebut. Dari 53 pasangan suami-istri yang terlibat dalam program rumah sakit tersebut, sepertiga berhasil mendapatkan anak dengan tindakan tersebut. HIV tidak ditemui dalam satu pun contoh sperma setelah tindakan cucian ini. Dr. Carole Gilling-Smith, pimpinan tim penelitian, mengatakan pada BBC: “Tidak ada sesuatu yang 100 persen aman dalam hidup ini. Kami mencoba mengurangi risiko itu.” “Sebelum tindakan ini tersedia, pasangan hanya punya pilihan untuk mengambil risiko dengan hubungan seks tanpa kondom, mengambil jalan dengan sperma sumbangan—atau memutuskan untuk tidak mendapat keturunan.” Dia mengatakan bahwa tindakan seharusnya tersedia secara gratis melalui layanan kesehatan, karena berbeda dengan pengobatan kesuburan biasa, ini bertujuan untuk mengurangi risiko bahwa si ibu atau anaknya yang belum lahir terinfeksi HIV, yang akan menambah beban pada layanan kesehatan. “Pemerintah harus mendukung ini, bukan hanya karena setiap bayi yang terlahir HIV-negatif menghemat banyak untuk pengobatan. Empat puluh persen pasien kami tidak dapat melakukan tindakan ini karena tidak mampu membiayainya.” Satu perempuan yang berhasil melahirkan bayi dengan pasangan yang HIV-positif menceritakan pada BBC bagaimana hal itu mengubah kehidupannya. Dia mengatakan: “Saya takut saya akan menjadi janda pada akhir usia 20-an tahun. Sekarang saya mempunyai pernikahan yang bahagia dan tahan lama, dan kegembiraan tambahan dengan mempunyai anak. Ini membantu suami saya berjuang untuk hidup lebih lama dan menahan kesehatannya juga.” Cuci sperma bukan satu-satunya teknik yang disarankan sebagai mungkin untuk pria yang HIVpositif. Beberapa ilmuwan sedang menelitikan apakah sperma dapat dipanaskan menjadi 58 derajat—cukup untuk membunuh HIV—tanpa merusakkan kemampuannya untuk membuahi telur seperti seharusnya.
Tanya-Jawab Apakah Luka Selesma Sama dengan Herpes Kelamin? Oleh Ryan M. Kull, The Body, 14 Juni 2001 T: Saya mengalami luka-luka di muka, dekat mulut. Dokter bilang saya kena herpes. Apakah ini sama dengan herpes yang dialami pada kelamin? J: Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) yang digolongkan sebagai HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 umumnya menyebabkan yang sering disebut sebagai luka selesma atau lepuh demam; benjolan yang terasa tidak enak, dan kadang kala menyakitkan yang kita alami dekat mulut, seperti lepuh yang berkeropeng. HSV-2 umumnya menyebabkan apa yang sering disebut sebagai herpes kelamin (genital herpes). Baik HSV-1 maupun HSV-2 ditarik pada kulit dan selaput mukosa dipinggir mulut dan daerah kelamin. Virus tersebut tidak peduli apakah tumbuh di daerah mulut atau kelamin, asal ada tempat untuk nongkrong dan penyebab masalah. Jadi, seorang dengan luka selesma HSV-1 pada mulut dapat menularkan HSV-1 ke orang lain jika berhubungan seks oral, dan sebaliknya. HSV-2 biasanya lebih parah daripada HSV-1. Hampir 90 persen orang Amerika terinfeksi HSV-1, sebagian besar melalui hubungan nonseksual. Kurang-lebih 20 persen orang Amerika di atas 12 tahun terinfeksi HSV-2. Sebagian besar orang dengan HSV-2 tidak tahu dirinya terinfeksi dan tidak mengalami gejala. Terdiagnosis dengan peristiwa primer herpes kelamin adalah peramal utama akan mengalami persitiwa kambuhan pada tahun pertama, tetapi frekwensi dan keparahan peristiwa umumnya menurun lambat laun. Peristiwa dapat sangat parah pada orang dengan sistem kekebalan yang rusak, misalnya Odha. HSV menular melalui hubungan dari kulit ke kulit. Luka aktif dapat cukup menular. .Beberapa orang yang terinfeksi tetapi tanpa gejala dapat “melepaskan” virus tersebut kuranglebih 1 persen, dengan akibat mungkin menularkan orang lain, walaupun ini belum dibuktikan. URL: http://www.thebody.com/Forums/AIDS/SafeSex/ Current/Q37272.qna
BBC News 24 April 2003 URL: http://ww2.aegis.org/news/bbc/2003/BB030411.html
Juli 2003
5
Tips untuk orang dengan HIV no. 19 Jika perempuan yang HIV positif ingin hamil, disarankan untuk memeriksakan viral load-nya. Disertai beberapa pemeriksaan tambahan seperti keputihan, kandida dan kemungkinan terjadi infeksi menular seks lainnya.
Laporan keuangan positif fund Periode Juli 2003 Saldo awal 1 Juli 2003
9,080,074
Penerimaan di bulan Juli 2003
2,333,250
Total penerimaan
11,413,324
Pengeluaran selama bulan Juli: Item
Lembaran Informasi Baru Pada Juni/Juli 2003, Yayasan Spiritia telah memperbaharui tujuh lembaran informasi untuk Odha, sbb: • Informasi Dasar Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi • Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 501—Virus Sitomegalia (CMV) Lembaran Informasi 502—Kriptosporidiosis Lembaran Informasi 510—MAC (Mycobacterium Avium Complex) Lembaran Informasi 515—Tuberkulosis (TB) Lembaran Informasi 516—Kandidiasis (Thrush) • Topik Khusus Lembaran Informasi 611—Kehamilan dan HIV Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:
Jumlah
Pengobatan
740,400
Transportasi
195,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
10,500
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
945,900
Saldo akhir Positive Fund per 31 Juli 10,467,424
Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: [email protected] Editor: Hertin Setyowati Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
6
Sahabat Senandika No. 8