RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XV/2017 “Hak Konstitusional Guru Dalam Menjalankan Tugas dan Kewajiban Menegakkan Disiplin dan Tata Tertib Sekolah (Kriminalisasi Guru)”
I. PEMOHON 1. Dasrul (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Hanna Novianti Purnama (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai Latifah Fardhiyah, SH., dkk advokat pada Dr. Muhammad Asrun and Partners (MAP) Law Firm, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Oktober 2016. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil: 1. Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014); 2. Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU 14/2005). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 1
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 5. Pasal 57 ayat (1) UU MK yang pada intinya menyatakan, apabila ada warga negara atau badan hukum/ badan hukum privat yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan sebagai akibat pemberlakuan materi dalam muatan ayat, pasal, dan/ atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah berwenang menyatakan materi muatan ayat, pasal, dan/ atau bagian Undang-Undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1) UU 35/20014 dan Pasal 39 ayat (3) UU 14/2005 oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian UndangUndang a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06/PMK/2005: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2
2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan: “Yang dimaksud dengan ‘hak kosntitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Bahwa Putusan Mahkamah No. 022/PUU-XII/2014 menyatakan: “Warga masyarakat pembayar pajak (tax payers) dipandang memiliki kepentingan sesuai dengan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan adagium “no taxation without participation” dan sebaliknya “no participation without tax”. Ditegaskan Mahkamah bahwa “setiap warga negara pembayar pajak mempunyai hak konstitusional untuk mempersoalkan setiap Undang-Undang”. 5. Bahwa para Pemohon adalah perseorangan Warga Negara Indonesia, sebagai seorang pendidik ketika sedang melakukan penegakan kedisiplinan dengan cara punishment menjadi tidak wajar dilakukan saat ini dengan alasan melanggar hak asasi manusia, sehingga orang tua murid akan melaporkannya kepada pihak berwajib sebagai sebuah bentuk kekerasan; 6. Bahwa para Pemohon menganggap hak-hak konstitusional Pemohon yang diatur dalam UUD 1945 yang berupa hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, hak untuk memperoleh kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dan hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, serta hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif telah 3
dirugikan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1a), Pasal 54 ayat (1) UU 35/2014 dan Pasal 39 ayat (3) UU 14/2005. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil: 1. UU 35/2014: a. Pasal 9 ayat (1a): “Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.” b. Pasal 54 ayat (1): “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.” 2. UU 14/2005: Pasal 39 ayat (3): “Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuann tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum.” 2. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa akhir-akhir ini sering terjadi, ketika guru ingin melakukan hukuman terhadap muridnya dalam rangka menegakkan kedisiplinan, maka orang tua 4
dan masyarakat mengkategorikannya sebagai tindakan melanggar HAM dan UU 35/2014. Mereka kemudian melaporkan tindakan guru tersebut kepada polisi atau kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sehingga seringkali guru tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap profesinya; 2. Bahwa menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 9 ayat (1a), Pasal 54 ayat (1) UU 35/2014 dan Pasal 39 ayat (3) UU 14/2005 telah mengkriminalisasi guru dalam menjalani tugas sebagaimana diamanatkan oleh UU 14/2005 dan telah merugikan para Pemohon sebagai warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 3. Bahwa menurut Pemohon, penegakan hukum dalam kasus kekerasan guru terhadap muridnya, tidak dijalankan secara substantif sejak tingkat penyelidikan sehingga langsung mengkriminalisasi guru ketika ada laporan, meskipun diketahui bahwa tindakan guru tersebut dilakukan dalam pelaksanaan tugasnya untuk mendidik namun polisi pun dengan sangat mudah melakukan penahanan terhadap seorang guru; 4. Bahwa keadilan yang diharapkan oleh para guru pada tingkat yudikatif pun tidak kunjung didapatkan, dimana hakim pada tingkat pertama pun terlalu menggunakan pendekatan legalistik formal. Seharusnya majelis hakim mengacu
pada
prinsip
semangat
keadilan
restoratif
dengan
tidak
menjatuhkan pidana untuk kasus-kasus semacam ini; 5. Bahwa keadilan restorative baru tercapai ketika proses peradilan memasuki tingkat kasasi terbukti dengan adanya yurisprudensi Mahkamah Agung yang pada pokoknya menyatakan bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya yaitu dalam melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa; 6. Bahwa pasal-pasal a quo juga tidak sejalan dengan UU 14/2005 yang melindungi profesi guru ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU 14/2005 yang menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan 5
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanan tugasnya meliputi
perlindungan
hukum,
perlindungan
profesi,
perlindungan
keselamatan, dan kesehatan kerja; 7. Bahwa para Pemohon mendalilkan, tindakan kriminalisasi ini dirasakan tidak adil karena guru seperti menghadapi dilema, di satu sisi harus menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, sementara disisi lain, khawatir dikriminalisasi oleh orang tua atau LSM pembela anak atas tuduhan melakukan kekerasan terhadap anak; 8. Bahwa dampak dari dilema tersebut, akhirnya guru menjadi kurang tegas terhadap siswa yang nakal atau melanggar tata tertib sekolah. Para siswa nakal tersebut dapat dibiarkan saja karena guru tidak ingin mengambil resiko terkena masalah hukum. Ketidaktegasan guru berdampak terhadap semakin rendahnya wibawa guru di hadapan siswa, khususnya di kalangan siswasiswa yang nakal; 9. Bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis
dalam
pembangunan nasional
dalam
bidang
pendidikan
sebagaimana dimaksud sehingga profesi guru perlu dijaga sebagai profesi yang bermartabat. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan : a. Pasal 9 ayat (1 a) UU 35/2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa ..... “dan kekerasan” tidak dimaknai sebagai ”dan kekerasan kecuali dilakukan untuk tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan anak oleh pendidik dan tenaga kependidikan...” b. Pasal 54 ayat (1) UU 35/2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa “wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis” tidak dimaknai sebagai “wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis kecuali dilakukan untuk 6
tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan anak oleh pendidik dan tenaga kependidikan.” c. Pasal 39 ayat (3) UU 14/2005 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945
sepanjang
frasa
“Perlindungan
hukum
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi
atau
pihak
lain.”
tidak
dimaknai
sebagai
“Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.” 3. Menyatakan : a. Pasal 9 ayat (1 a) UU 35/2014 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa“dan kekerasan” tidak dimaknai sebagai ”dan kekerasan kecuali dilakukan untuk tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan anak oleh pendidik dan tenaga kependidikan...” b. Pasal 54 ayat (1) UU 35/2014 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis ”tidak dimaknai sebagai “wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik kecuali dilakukan untuk tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan anak oleh pendidik dan tenaga kependidikan.” c. Pasal 39 ayat (3) UU 14/2005 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau
pihak
lain.”
tidak
dimaknai
sebagai
“Perlindungan
hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, 7
tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.” 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
8