RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP dan Gubernur Papua
I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni Kamil Manik, S.P., selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum Periode 2012-2017 I.2 Termohon Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Gubernur Papua. Selanjutnya disebut sebagai Para Termohon
II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Bahwa Kewenangan tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “Mahkamah Konstitusi mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, memutus pembubaran Partai Politik dan memutus hasil perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum”. 2. Bahwa menurut pemohon berdasarkan uraian diatas MK memiliki kewenangan untuk memutus lembaga mana yang sebenarnya memiliki kewenangan yang di persengketakan.
III. KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK ( LEGAL STANDING) 3.1 Pemohon Pemohon
dalam
kapasitasnya
adalah
lembaga
Negara
yang
kewenangannya konstitutionalnya diatur dalam pasal 22E ayat (5) dan (6) UUD Tahun 1945. 3.2 Termohon Termohon adalah Lembaga Negara (DPRP) yang menjalankan fungsi yang sama dengan DPRD yaitu sebagai pembentuk kebijakan yang dituangkan dalam peraturan daerah, berdasarkan pada ketentuan Pasal 43 Peraturan DPRP No. 01 Tahun 2009 tentang Tata Tertib dan pasal 50 ayat 1 huruf h Peraturan DPRP No. 02 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan DPRP No. 01 Tahun 2009 tentang Tata Tertib, Pemimpin DPRP mempunyai tugas antara lain, mewakili DPRP dipengadilan maka termohon memiliki legal standing untuk mempertanggung jawabkan kebijakan yang ditempuh menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua tanpa kewenangan yang sah. IV. KEWENANGAN YANG DIPERSENGKETAKAN (OBJEK PERMOHONAN) Kewenangan konstitusional Pemohon yang diambil adalah mengenai kewenangan penyelenggaraan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
V. Alasan-alasan Pemohon 1. Bahwa kewenangan konstitusional pemohon sebagai penyelenggara Pemilu dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan UU No. 15 Tahun 2011, UU No 12 Tahun 2008 tentang perubahan ke II UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 49 Tahun 2008; 2. Pasal 8 ayat (3) UU Penyelenggara Pemilu, dalam penyelenggaraan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemohon mempunyai tugas dan wewenang antara lain, menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan;
3. Berdasarkan ketentuan pasal 8 ayat (3) dan pasal 9 ayat (3) terdapat pembagian tugas dan wewenang antara pemohon dengan KPU Provinsi Papua; 4. Bahwa setelah KPU Provinsi Papua menerbitkan Keputusan No. 9 Tahun 2011, terdapat keberatan dari para Termohon karena menurut tafsir Termohon penyelenggaraan pemilu Gubernur dan Wakil Gubernr Papua merupakan wewenang DPRP; 5. Bahwa tafsir Termohon menunjuk pada ketentuan Pasal 139 ayat (1) PP No. 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan pemberhentian
Kepala
Daerah
dan
Wakil
Kepala
Daerah
ynag
menyatakan,” pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua dilakukan secara langsung oleh rakyat, yang pencalonannya diusulkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propvinsi Papua, oleh Partai Politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRP”; 8. Bahwa substansi hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 35 tahun 2008 telah diajukan uji matriil kepada MK melalui putusan No. 81/PUUVII/2010. Mahkamah Konstitusi berpendapat kekhususan provinsi Papua dalam bidang pemerintahan mencakup, antara lain, adanya Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Peraturan Daerah Khusus, Peraturan Daerah provinsi, Distrik, dan calon Gubernur dan Wakil Gubernur orang asli Papua; 9. Bahwa dalam pertimbangan hukum Mahkamah, kekhususan provinsi Papua yang berkaitan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur hanya terbatas pada calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus orang asli Papua dan telah mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP, sedangkan persyaratan dan mekanisme lainnya sama dengan daerah lainnya di Indonesia;
10. Bahwa
memperhatikan
X.121.91/3125/OTDA
surat
tanggal
Menteri
13
juli
Dalam
2011,
Negeri
sambil
No.
menunggu
diterbitkannya perdasus yang ,mengatur wewenang Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur orang asli Papua, KPU provinsi Papua melakukan penundaan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papual; 11. Bahwa
menindaklanuti
surat
Menteri
Dalan
Negeri
No.
X.121.91/3125/OTDA tanggal 13 juli 2011, DPRP menetapkan Perdasus dan penjabat Gubernur menindaklanjuti pengesahan Perdasus No. 5 tahun 2011 pada tanggal 29 Desember 2011; 12. Bahwa muatan materi Perdasus No. 6 tahun 2011 melampaui ketentuan UU No. 21 tahun 2001 serta arahan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam surat No. X.121.91/3125/OTDA tanggal 13 juli 2011. Perdasus No. 6 tahun 2011 mengatur seluruh tahapan pendaftaran dan verifikasi
peserta
dilaksanakan
oleh
pemilu DPRP
Gubernur kecuali
dan
Wakil
verifikasi
Gubernur
faktual
Papua
perseorangan
dilaksanakan oleh KPU provinsi Papua; 13. Ketentuan Perdasus pada angka 16 telah mereduksi kewenangan pemohon dan KPU provinsi Papua; 14. Melalui surat No. 188.34/271/SJ tanggal 31 Januari 2012, Menteri Dalam Negeri melakukan koreksi atas Perdasus No. 6 tahu 2011 yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU No. 21 tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun 2008; 15. Bahwa melalui surat No. 188.3/1177/SJ tanggal 3 April 2012, Menteri Dalam Negeri kembali menegaskan agar Penjabat Gubernur Papua dan DPRP melakukan perubahan terhadap Perdasus No. 6 tahun 2011 menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 16. Bahwa tanpa memperhatikan norma Konstitusi dan peraturan perundangundangan, para Termohon menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua dengan menerbitkan Keputusan DPR Papua No.
064/Pim DPR-5/2012 tanggal 27 April 2012 tentang Jadwal Tahapan Pelaksanaan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua periode 20122017; 17. Barnaba Suebu, mengajukan Gugatan terhadap Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang menerbitkan surat No. 188.3/1177/SJ tanggal 3 April 2012 kepada pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan amar putusan PTUN No. 59/G/2012/PTUN-JKT memerintahkan kepada Meneteri Dalam Negeri untuk menunda pelaksaan surat No. 188.3/1177/SJ tanggal 3 April 2012; 18. Hingga saat ini Menteri Dalam Negeri belum melaksanakan putusan PTUN no. 59/G/2012/PTUN-JKT; 19. Bahwa tanpa kewenangan yang sah menurut hukum, para Termohon telah mengambil alih kewenangan Pemohon dan KPU Provinsi Papua untuk menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. Tindakan demikian dilakukan oleh DPRP bersama Penjabat Gubernur Papua dengan cara menerbitkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua (Perdasus) No. 6 tahun 2011 tentang Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Papua;
VI. PETITUM Provisi 1. Menerima dan mengabulkan permohonan provisi Pemohon; 2. Memerintahkan
Termohon
untuk
menghentikan
seluruh
tahapan
pelaksanaan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi; Pokok Perkara 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Termohon tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perdasus No. 6 Tahun 2011 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Keputusan DPR Papua No. 064/Pim DPRP-5/2012 tanggal 27 April 2012;
3. Menyatakan Pemohon dan KPU Provinsi Papua memiliki kewenangan konstitusional untuk menerbitkan dan menetapkan pedoman teknis setiap tahapan serta menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. 4. Apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon perkara a quo dapat diputus seadil-adilnya (ex a quo et bono).
Catatan : -
Perubahan pada bagian Termohon.
-
Perubahan Pada Petitum a. Permohonan Awal 1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Memerintah Termohon untuk menghentikan seluruh tahapan pelaksanaan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua sampai dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi; 3. Menyatakan
pemohon
tidak
memiliki
kewenangan
untuk
menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua; 4. Menyatakan
Pemohon
dan
KPU
Provinsi
Papua
memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua; b. Perbaikan Permohonan Provisi 1. Menerima dan mengabulkan permohonan provisi Pemohon; 2. Memerintahkan Termohon untuk menghentikan seluruh tahapan pelaksanaan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi; Pokok Perkara 1. Menerima
dan
mengabulkan
permohonan
Pemohon
untuk
kewenangan
untuk
seluruhnya; 2. Menyatakan
Termohon
tidak
memiliki
menerbitkan Perdasus No. 6 Tahun 2011 tentang Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan Keputusan DPR Papua No. 064/Pim DPRP-5/2012 tanggal 27 April 2012; 3. Menyatakan
Pemohon
dan
KPU
Provinsi
Papua
memiliki
kewenangan konstitusional untuk menerbitkan dan menetapkan pedoman teknis setiap tahapan serta menyelenggarakan Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. 4. Apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon perkara a quo dapat diputus seadil-adilnya (ex a quo et bono).