RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 “Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim ‘Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum’”
I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur Mandar, SH., MH, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun Jakarta (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II). Pemohon I dan II secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil: 1. Pasal 1 angka 5, Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu (UU 15/2011); 2. Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penetapan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 8/2015). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 1
3. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan,
mengatur
bahwa
secara
hierarkis
kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari undang-undang, oleh karena itu setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, dan jika terdapat ketentuan dalam undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian undang-undang; 4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 1 angka 5, Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3) UU 15/2011; dan Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) UU 8/2015, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.;
2
3. Pemohon I adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun Jakarta yang merasa memiliki kewajiban moral dan konstitusional dalam berperan menjaga milai-nilai hukum nasional. Pemohon I merasa dirugikan secara konstitusional dengan berlakunya pasal-pasal yang dimohonkan tersebut dalam praktik dan tata laksana sistem hukum dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Indonesia; 4. Pemohon II adalah organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ibnu Chaldun yang dijamin hak konstitusionalnya dalam mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dalam rangka peneggakan nilai-nilai konstitusi. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 15/2011: 1. Pasal 1 angka 5: “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis.” 2. Pasal 8 ayat (3): “Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota meliputi: a. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah; b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan; c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan; d. menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; e. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 3
f.
melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
3. Pasal 10 ayat (3): “Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota meliputi: a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal pemilihan bupati/walikota; b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan bupati/walikota dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi; c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam pemilihan gubernur serta pemilihan bupati/walikota dalam wilayah kerjanya; e. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi; f. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota; g. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data pemilu dan/atau pemilihan gubernur dan bupati/walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih; h. menerima daftar pemilih dari PPK dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur dan menyampaikannya kepada KPU Provinsi; i. menetapkan calon bupati/walikota yang telah memenuhi persyaratan; j. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan bupati/walikota berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; k. membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta pemilihan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi; l. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil pemilihan bupati/walikota dan mengumumkannya; m. mengumumkan calon bupati/walikota terpilih dan dibuatkan berita acaranya; n. melaporkan hasil pemilihan bupati/walikota kepada KPU melalui KPU Provinsi; o. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran pemilihan; 4
p. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota PPK, anggota PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; q. melaksanakan melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dan/atau yang berkaitan dengan tugas KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat; r. melaksanakan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemilihan gubernur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi; s. melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota; t. menyampaikan hasil pemilihan bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Menteri Dalam Negeri, bupati/walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota; dan u. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan/atau yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Pengujian Materiil UU 8/2015: 1. Pasal 8 ayat (1): “Penyelenggaraan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.” 2. Pasal 8 ayat (2): “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh KPU Provinsi.” 3. Pasal 8 ayat (3): “Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta PemilihanWalikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh KPUKabupaten/Kota.”
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia adalah negara hukum”. 2. Pasal 22E ayat (5): “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.” 5
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Indonesia adalah negara hukum”, maka sudah seharusnya dalam menjalankan hukum dan pemerintahan harus sesuai dengan UUD 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945; 2. Bahwa menurut para Pemohon, Pasal 1 angka 5 UU 15/2011
yang
menyebutkan KPU sebagai salah satu penyelenggara Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara demokratis tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013; 3. Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 pada halaman 55 menyebutkan, “oleh karena pemilihan kepala daerah diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang masuk pada rezim pemerintahan daerah, adalah tepat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur juga mengenai pemilihan kepala daerah dan penyelesaian perselisihannya diajukan ke Mahkamah Agung”; 4. Bahwa para Pemohon mendalilkan, sesuai Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 KPU adalah penyelenggara pemilihan umum, dan sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah tidak merupakan pemilihan umum, dengan demikian, kedudukan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) dalam penyelenggara pilkada sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang dimohonkan dalam pengujian ini adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan inkonstitusional; 5. Bahwa menurut para Pemohon, ketika Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak lagi berwenang menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah karena pemilihan daerah dinilai bukan sebagai rezim pemilihan umum melainkan rezim pemerintahan daerah, maka keharusan pemberlakuan
6
pembatasan kewenangan pada komisi penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 harus juga dilakukan. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 ayat (5), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, juncto Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (5), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, juncto Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan bahwa Pasal 1 ayat (5), Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, juncto Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
7