RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 110/PUU-XIV/2016 “Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam Hal Wakil Kepala Daerah Menjadi Kepala Daerah”
I. PEMOHON 1. Alif Nugraha (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Sandi Ramadan (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II); 3. Jiki (selanjutnya disebut sebagai Pemohon III); 4. Nasril Ginting (selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV); 5. Rachmad Sulistiawan (selanjutnya disebut sebagai Pemohon V); 6. Hadi Chandra (selanjutnya disebut sebagai Pemohon VI); 7. Ardiyanto (selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII); 8. Syafrina Indika (selanjutnya disebut sebagai Pemohon VIII). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Ismayati, SH., dan M. Jodi Santoso, SH., advokat dan konsultan hukum yang tergabung dalam “Tim Reformasi Pilkada”, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 31 Oktober 2016. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 176 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 10/2016). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945): “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan 1
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 4. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 176 ayat (1), (2), (3) UU 10/2016, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK dinyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945.”
2
3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 4. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 176 ayat (1), (2), dan (3) UU 10/2016 karena sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah, merasa tidak mendapatkan kepastian hukum ketika terdapat kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam hal wakil kepala daerah menjadi kepala daerah dan kekosongan jabatan itu diisi dengan mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang mana Partai Politik pengusung tersebut belum tentu memiliki kesamaan visi dan misi dengan wakil kepala daerah yang menjadi kepala daerah. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 10/2016: 1. Pasal 176 ayat (1): “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.” 3
2. Pasal 176 ayat (2): “Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” 3. Pasal 176 ayat (3): “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia adalah negara hukum.” 2. Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa Pemohon mendalilkan, Pasal 162 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 8/2015), pada pokoknya menyatakan bahwa pasangan kepala daerah dan wakilnya dipilih untuk masa jabatan 5 tahun,
berdasarkan
hal
ini,
para
Pemohon
sebagai
para
pemilih
menginginkan hendaknya para kepala daerah dan wakil kepala daerah menuntaskan masa jabatannya selama 5 tahun penuh; 2. Bahwa dalam hal naiknya wakil kepala daerah menjadi kepala daerah karena kepala daerah meninggal dunia, berhenti atas permintaan sendiri, atau diberhentikan, maka jabatan wakil kepala daerah menjadi kosong, sehingga
4
diperlukan pengisian jabatan wakil kepala daerah yang diatur oleh Pasal 176 UU 10/2016; 3. Bahwa pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang disebabkan naiknya wakil kepala daerah menjadi kepala daerah tidak diatur secara eksplisit dalam rumusan Pasal 176 UU 10/2016, sehingga hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan para Pemohon yang sudah memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerahnya masingmasing; 4. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 176 ayat (1) UU 10/2016 menimbulkan persolan dalam pengisian wakil kepala daerah yang dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/ Kota dan mekanisme berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung; 5. Bahwa atas ketentuan Pasal 176 ayat (1) UU 10/2016 maka yang terjadi dalam pengisian jabatan wakil kepala daerah mengalami proses yang sangat panjang, berbelit-belit dan terjadi kegaduhan politik sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan berakibat pemerintahan berjalan tidak efektif yang tentunya hal ini sangat merugikan warga masing-masing daerah termasuk para Pemohon. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan : a. Pasal 176 ayat (1) UU 10/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa “dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.” tidak dimaknai sebagai “diangkat dan dilantik oleh Presiden atau Menteri berdasarkan usulan Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.”
5
b. Pasal 176 ayat (2) UU 10/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa “mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” tidak dimaknai sebagai “mengusulkan 1 (satu) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk disampaikan dan ditetapkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” c. Pasal 176 ayat (3) UU 10/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang frasa “dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing
oleh
DPRD
Provinsi
dan
DPRD
Kabupaten/Kota
berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.” tidak dimaknai sebagai “diangkat dan dilantik oleh Presiden atau Menteri berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD. 3. Menyatakan : a. Pasal 176 ayat (1) UU 10/2016 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.” tidak dimaknai sebagai “diangkat dan dilantik oleh Presiden atau Menteri berdasarkan usulan Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.” b. Pasal 176 ayat (2) UU 10/2016
tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang frasa “mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” tidak dimaknai 6
sebagai “mengusulkan 1 (satu) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk disampaikan dan ditetapkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.” c. Pasal 176 ayat (3) UU 10/2016 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.” tidak dimaknai sebagai “diangkat dan dilantik oleh Presiden atau Menteri berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, atau Walikota yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
7