No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2014 mencapai 4,836 juta orang (14,46 persen), meningkat sekitar 25,11 ribu orang (0,02 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang sebesar 4,811 juta orang (14,44 persen).
Selama periode September 2013 – Maret 2014, penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat sekitar 32,21 ribu orang (dari 1.913,08 ribu orang pada September 2013 menjadi 1.945,29 ribu orang pada Maret 2014), sementara di daerah perdesaan berkurang 7,09 ribu orang (dari 2.898,26 ribu orang pada September 2013 menjadi 2.891,17 ribu orang pada Maret 2014).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2013 sebesar 12,52 persen meningkat menjadi 12,68 persen pada Maret 2014. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan menurun yaitu dari 16,05 persen menjadi 15,96 persen pada periode yang sama.
Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi Maret 2014 sebesar Rp 273. 056,- per kapita per bulan, meningkat dibandingkan dengan September 2013 yang mencapai Rp 261.881,- perkapita perbulan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2014 sebesar Rp. 279.036,-,- per kapita per bulan atau naik 3,96 persen dari kondisi September 2013 (Rp 268.397,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 4,53 persen menjadi sebesar Rp 267.991,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2013 yaitu sebesar Rp. 256.368,- per kapita per bulan.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014 sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 72,97 persen tidak jauh berbeda dengan September 2013 yang sebesar 72,78 persen.
Tiga komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan pada Maret 2014 adalah beras, rokok kretek filter, dan tempe. Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perkotaan maupun perdesaan adalah biaya perumahan.
Selama periode September 2013 – Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,374 pada September 2013 menjadi 2,254 pada Maret 2014. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,594 menjadi 0,565 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2013 – Maret 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Maret 2014 sebesar 4,836 juta orang (14,46 persen) meningkat sekitar 25,11 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang berjumlah 4,811 juta orang (14,44 persen). Di daerah perkotaan mengalami peningkatan 32,21 ribu orang (0,15 persen) menjadi 1.945,29 ribu orang pada Maret 2014. Namun untuk daerah perdesaan, menurun 7,09 ribu orang (-0,09 persen) menjadi 2.891,17 ribu orang pada periode yang sama. Selama periode September 2013 – Maret 2014, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada September 2013, sebagian besar (60,24 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada Maret 2014 (59,78 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah, September 2013 - Maret 2014 Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) (2)
Persentase Penduduk Miskin (persen) (3)
Perkotaan September 2013 Maret 2014
1.913,08 1.945,29
12,52 12,68
Perdesaan September 2013 Maret 2014
2.898,26 2.891,17
16,05 15,96
Kota+Desa September 2013 Maret 2014
4.811,34 4.836,45
14,44 14,46
Daerah/Tahun (1)
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2013 dan Maret 2014
1.
Perkembangan Kemiskinan Tahun 2009 – 2014 Pada periode tahun 2009 – 2014 jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan menurun dari 5,726 juta orang pada tahun 2009 menjadi 4,836 juta orang pada Maret 2014. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 17,72 persen pada tahun 2009 menjadi 14,46 persen pada Maret 2014. Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dapat ditunjukkan oleh gambar berikut :
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
Gambar 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Maret 2009 – Maret 2014 70 60
57,3
53,7
51,4
53,2
15,72
16,20
50,5
49,5
48,4
48,1
48,4
15,34
14,98
14,56
14,44
14,46
50 40 30 20 10
17,72
16,56
0 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sept 2011 Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014
Jumlah Pend. Miskin (ratus ribu orang)
% Pend. Miskin
Sumber : Diolah dari data Susenas September 2013 dan Maret 2014
3.
Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 - Maret 2014 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2013 - Maret 2014, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 4,27 persen, yaitu dari Rp. 261.881,- per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp. 273.056,- per kapita per bulan pada Maret 2014. Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan. Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan Maret 2014 sebesar Rp. 279.036,- per kapita per bulan atau naik 3,96 persen dari kondisi September 2013 (Rp. 268.397,- per kapita per bulan). Garis Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 4,53 persen menjadi sebesar Rp. 267.991,- per kapita per bulan dibandingkan dengan September 2013 yaitu sebesar Rp. 256.368,- per kapita per bulan (Tabel 2).
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
3
Tabel 2 Garis Kemiskinan dan Perubahannya menurut Daerah, September 2013 – Maret 2014 Daerah/Tahun (1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Total Makanan Makanan (2) (3) (4)
Perkotaan September 2013 Maret 2014 Perubahan September 2013 - Maret 2014 (%)
189.782 198.999 4,86
78.615 80.037 1,81
268.397 279.036 3,96
Perdesaan September 2013 Maret 2014 Perubahan September 2013 - Maret 2014 (%)
191.272 199.440 4,27
65.096 68.551 5,31
256.368 267.991 4,53
Kota+Desa September 2013 Maret 2014 Perubahan September 2013 - Maret 2014 (%)
190.589 199.238 4,54
71.292 73,818 3,54
261.881 273.056 4,27
Sumber : Diolah dari data Susenas September 2013 dan Maret 2014
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2013 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 72,78 persen dan sekitar 72,97 persen pada Maret 2014. Pada Maret 2014, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada GK adalah beras yaitu sebesar 37,06 persen di daerah perkotaan dan 41,26 persen di daerah perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua kepada GK (13,64 persen di daerah perkotaan dan 8,50 persen di daerah perdesaan). Komoditi lainnya adalah tempe (4,74 persen di daerah perkotaan dan 5,23 persen di daerah perdesaan), telur ayam ras (4,41 persen di daerah perkotaan dan 4,22 persen di daerah perdesaan) dan gula pasir (3,98 persen di daerah perkotaan dan 4,41 di daerah perdesaan). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan besar untuk Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah biaya perumahan (23,61 persen), bensin (12,48 persen) dan biaya listrik (12,06 persen). Sedangkan di daerah perdesaan adalah biaya perumahan (25,48 persen), bensin (12,11 persen) dan biaya listrik (9,06 persen).
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
Tabel 3 Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2014 Komoditi (1) Makanan Beras Rokok kretek filter Tempe Telur ayam ras Gula pasir Mie instan Tahu Daging ayam ras Bawang merah Susu bubuk Bukan Makanan Perumahan Bensin Listrik Pendidikan Angkutan
Kota (%) (2)
Komoditi (3)
Desa (%) (4)
37,06 13,64 4,74 4,41 3,98 3,53 3,52 3,28 2,29 1,74
Beras Rokok kretek filter Tempe Gula pasir Telur ayam ras Tahu Mie instan Daging ayam ras Bawang merah Cabe rawit
41,26 8,50 5,23 4,41 4,22 3,67 3,43 2,77 2,72 2,33
23,61 12,48 12,06 12,03 5,86
Perumahan Bensin Listrik Kayu bakar Pendidikan
25,48 12,11 9,06 7,95 7,19
Sumber : Diolah dari data Susenas Maret 2014
2.
Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2013 – Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,374 pada September 2013 menjadi 2,254 persen pada Maret 2014. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,594 persen menjadi 0,565 persen pada periode yang sama (Tabel 4). Peningkatan nilai kedua Indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
5
Tabel 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Daerah, Maret – September 2013 Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
September 2013
2,058
2,642
2,374
Maret 2014
1,854
2,592
2,254
September 2013
0,514
0,661
0,594
Maret 2014
0,453
0,660
0,565
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber : Diolah dari data Susenas September2013 dan Maret 2014
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret 2014 di daerah perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan, sama seperti September 2013. Pada Maret 2014, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan hanya 1,854 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,592. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,453 dan daerah perdesaan sebesar 0,660. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan.
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Garis kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pengan essential. Garis kemiskinan adalah harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kkal/kapita/hari dan kebutuhan non pangan essensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lainnya. c. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan BukanMakanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. d. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbiumbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). e. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. f. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. g. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. h. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan Maret 2014 adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Maret 2014. Jumlah sampel secara nasional sebanyak ± 75.000 Rumah Tangga. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
----- ### -----
Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Tengah No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014
7