No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 690,67 RIBU ORANG
Pada bulan September 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 690,67 ribu orang (5,75 persen), turun 11,73 ribu orang (-1,67 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang sebesar 702,40 ribu orang (5,90 persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan tidak mengalami perubahan yang nyata apabila dibandingkan dengan keadaan Maret 2015. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar 5,03 persen berubah menjadi 5,11 persen pada September 2015. Sementara itu, persentase kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan sekitar 0,6 poin yaitu berkurang dari 7,78 persen pada Maret 2015 menjadi 7,12 persen pada September 2015.
Selama periode Maret-September 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sedangkan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat 10,42 ribu orang (dari 408,53 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 418,95 ribu orang pada September 2015) dan di daerah perdesaan berkurang sebesar 22,16 ribu orang (dari 293,87 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 271,71 ribu orang pada September 2015).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 70,29 persen, tidak berbeda jauh dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 70,47 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras dan mie instan. Begitu pula halnya dengan lima komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan yang relatif sama, diantaranya adalah perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan.
Pada periode Maret-September 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) keduanya sedikit menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa keadaan penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami sedikit perbaikan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
1
1.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret-September 2015 Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan September 2015 mencapai 690,67 ribu orang (5,75
persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2015, maka selama enam bulan terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 11,73 ribu orang (-1,67 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret-September 2015 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 10,42 ribu orang (2,55 persen) dan penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang yaitu sebesar 22,16 ribu orang (-7,54 persen).
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) (2)
Persentase Penduduk Miskin (3)
Perkotaan Maret 2015 September 2015
408,53 418,95
5,03 5,11
Perdesaan Maret 2015 September 2015
293,87 271,71
7,78 7,12
Kota+Desa Maret 2015 September 2015
702,40 690,67
5,90 5,75
Daerah/Tahun (1)
Faktor-faktor penyebab penurunan angka kemiskinan periode Maret-September 2015 diantaranya adalah: 1. Laju pertumbuhan ekonomi yang positif pada Triwulan III 2015 yaitu sebesar 2,03 persen sementara pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I 2015 negatif (-0,65 persen). Inflasi umum Maret-September 2015 sebesar 3,55 persen masih lebih rendah dibandingkan inflasi
2.
umum September 2014-Maret 2015 (4,43 persen). Pada bulan September 2015 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen.
2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 2011-2015 Selang periode Maret 2011 sampai Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten cukup berfluktuasi. Pada September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibandingkan Maret 2013. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari sebesar 677,51 ribu jiwa pada September 2013 menjadi 622,84 ribu jiwa.
2
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
Setelah turun pada Maret 2013, angka kemiskinan Banten terus meningkat di periode-periode selanjutnya. Pada September 2014 penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami kenaikan sebesar 4,23 persen. Peningkatan penduduk miskin kembali terjadi pada Maret 2015 yaitu bertambah sebesar 53,21 ribu jiwa. Pada periode pengamatan yaitu September 2015, jumlah penduduk miskin di Banten berkurang sebesar 11,73 ribu jiwa atau sekitar 1,67 persen. Perkembangan kemiskinan Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan oleh Gambar 1.
6.26
6.40
5.35
6.00 5.80
580.00
5.60
%
5.51
690.67
652.36
642.88
600.00
651.45
620.00
5.71 5.74 689.22
640.00
687.69
ribu jiwa
660.00
5.75
649.19
5.85
680.00
6.20
5,90
5.89
702,40
700.00
622.84
6.32
677.51
720.00
5.40 5.20 5.00 4.80
Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 *) *) *) *) *) *) Penduduk Miskin
3.
% Penduduk Miskin
Perubahan Garis Kemiskinan September 2015
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2 menyajikan perkembangan Garis Kemiskinan pada Maret dan September 2015. Selama periode Maret-September 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,93 persen, yaitu dari Rp 336.483,- per kapita per bulan pada Maret menjadi Rp 356.436,- per kapita per bulan pada September 2015. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), dapat dilihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan, yang terdiri dari perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sumbangan GKM terhadap GK pada September adalah sebesar 70,29 mengalami sedikit penurunan dibandingkan Maret yang sebesar 70,47 persen.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
3
Daerah/Tahun
Makanan
(1)
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Total
(2)
(3)
(4)
Perkotaan Maret 2015 September 2015 Perubahan (%)
235.211 248.503 5,65
109.643 117.170 6,86
344.855 365.672 6,04
Perdesaan Maret 2015 September 2015 Perubahan (%)
241.250 254.860 5,64
77.247 81.732 5,81
318.497 336.592 5,68
Kota+Desa Maret 2015 September 2015 Perubahan (%)
237.129 250.522 5,65
99.354 105.914 6,60
336.483 356.436 5,93
Pada September 2015, lima komoditi makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah beras yaitu sebesar 18,09 persen, rokok kretek filter (11,78 persen), telur ayam ras (3,55 persen), daging ayam ras (3,06 persen), dan terakhir mie instan (3,01 persen). Sedangkan lima komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara berturut-turut adalah beras (30,09 persen), rokok kretek filter (8,73 persen), telur ayam ras (3,32 persen), kopi bubuk dan kopi instan (2,81) dan mie instan (2,73 persen).
Komoditi
Kota
Komoditi
Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Makanan Beras
18,09
Beras
Rokok kretek filter
11,78
Rokok kretek filter
8,73
30,09
Telur ayam ras
3,55
Telur ayam ras
3,32
Daging ayam ras
3,06
Mie instan
2,81
Mie Instan
3,01
Tempe
2,73
Bukan Makanan Perumahan
10,54
Perumahan
9,41
Bensin
3,78
Pendidikan
1,80
Listrik
2,83
Listrik
1,66
Pendidikan
2,54
Bensin
1,34
Angkutan
1,39
Kayu Bakar
1,06
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2015
4
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah biaya perumahan (10,54 persen di perkotaan dan 9,41 persen di perdesaan), bensin (3,78 persen di perkotaan dan 1,34 persen di perdesaan), listrik (2,83 persen di perkotaan dan 1,66 di perdesaan), pendidikan (2,54 persen di perkotaan dan 1,80 di perdesaan), sedangkan komoditi ke lima terdapat perbedaan antara perdesaan dan perkotaan. Di perkotaan, komoditi terakhir penyumbang terbesar Garis Kemiskinan adalah angkutan (1,39 persen) sedangkan di perdesaan adalah kayu bakar (1,06 persen).
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan penduduk miskin. Pada periode Maret-September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) keduanya mengalami penurunan. Hal ini memberikan gambaran bahwa kondisi penduduk miskin semakin membaik. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,935 pada Maret menjadi 0,901 pada September 2015. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,229 menjadi 0,210 pada periode yang sama. Penurunan nilai kedua indeks mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.+
Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
Maret 2015
0,867
1,081
0,935
September 2015
0,820
1,075
0,901
Maret 2015
0,232
0,222
0,229
September 2015
0,200
0,232
0,210
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret-September 2015
Jika dilihat menurut daerah, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) baik di perdesaan maupun di perkotaan keduanya mengalami penurunan. Di wilayah Perkotaan indeks ini turun sebesar 0,047 sementara di perdesaan penurunan tidak signifikan. Sementara pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terdapat perbedaan pada dua wilayah tersebut, di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,032 sedangkan di perdesaan justru naik sebesar 0,01 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi penduduk miskin di perkotaan sedikit lebih baik dibandingkan dengan kondisi penduduk miskin di perdesaan.
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
5
5.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2015. Jumlah sampel Provinsi Banten sekitar 6.760 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
6
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016
7
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Dr. Syech Suhaimi, SE.,M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027 E-mail :
[email protected] Website : banten.bps.go.id
8
Berita Resmi Statistik Provinsi Banten No. 05/01/36/Th.X, 4 Januari 2016