6
1972,No. 36
PERS BTUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERASI JERMAN MENGENAI DINAS-DINAS PENERBANGAN ANTARA DAN UWAT WILAYAHNYA MASING-MASING Republik Indonesia dan Republik Federasi Jerman. Sebagai peserta pada Konperensi Penerbangan Sipil lnternasional yang terbuka untuk penandatanganan di Chicago pada tanggal .7 Desember 1944 dan . . Berhasrat untuk mengadakan suatu Persetujuan, sebagai tambahan pada Konpensi tersebut, dengan maksud untuk menyclenggarakan dinas-dinas penerbangan antara dan liwat wilayahnya dan masing-masing, Menyetujui sebagai berikut : ·
PASAL 1 Untuk maksud Persetujuan ini, kecuali jika dalam hubungan pasal pasalnya dikehendaki lain : (a)
istilah "Konpensi" berarti Konpensi Penerbangan Sipil Iriternasional yang terbu:U untuk penandatanganan di Chicago pada tanggal 7 Desember 1944, dan mencakup setiap lampiran yang telah diterima sesuai dengan Pasal 90 dari Konpensi .terse.but dan setiap perobahan d.ari Lampiran-lampiran atau Konpensi menurut Pasal-pasal 90 atau 94 dari Konpensi tersebut sepanjang lampiran-lampiran dan perobahan-perobahan itu diterima oieh kedua ~ak Berjanji.
(b)
istilah "para pejabat penerbangan" berarti, dalam hal Republik Indonesia, Menteri Perhub.u ngan dan setiap orang atau badan yang ditugaskan untuk menyelesaikan tugas-tugas d.alam bidang penerbangan sipil .dilakukan oleh Menteri tersebut, dan dalam hal Republik Federasi Jerman Menteri Pengangk:utan Federal ·dan setiap orang atau badan yang ditugaskan untuk menyelesaikan tugas-tugas d.alam bidang penerbangan sipil yang dilakukan oleh Menteri terse but;
(c)
istilah "perusahaan penerbangan yang ditunjuk" berarti suatu per· usahaan penerbangan yang ditunjuk oleh Pihak Berjanji yang satu, deilgan pemberitahuan tertulis kepada Pihak Berjanji yang lain, sesuai dengan Pasal 3 Persetujuan · ini, untuk menyelenggarakan dinas-clinas penerbangan pada route-route yang terperlnci sesuai dengan paragrap 3 dari Pasal 2 Persetujuan ini;
7
.1972, No. 36
(d) istilah "wilayah" dalam hubungan dengan suatu Negara berarti daerah daratan clan perairan teritorial yang mengelilingi di bawah kedaulatan penguasaan penuh,"perlindungan a tau perwalian Negara itu; (e) istilah-istilah "dinas penerbangan", "dinas penerbangan internasional" "perusahaan penerbangan" dan "pendaratan dengan maksud non-traffic" yang dirnaksud dalam persetujuan ini mempunyai arti seperti diuraikan dalam Pasal 96 dari Konpensi sebagai telah dirobah pada waktu ini atau di masa datang. ' · ~ASAL2
( 1) Masing-masing Pihak Berjanji memberikan · kepada Pihak Berjanji yang · · lain hak-hak yang terperinci dalam Persetujuan ini dengan maksud untuk menyelenggarakan dinas-dinas penerbangan pada route-route yang terperinci sesuai dengan paragrap (3) dari Pasal ini (selanjutnya disebut "dinas-dinas penerbang~ yang disetujur' dan "route-route yang terperinci"). . (2) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini, perusahaan-perusahaan penerbangan yang ditunjuk oleh· masing-masing Pihak Berjanji akan memperoleh, dalam menyelenggarakan dinas pene!bangan yang telah disetujui pada route terperinci, hak-hak (priVileges) sebagai berikut : (a) terbang tanpa mendarat melalui wilayah{Pihak Berjailji yang lain; (b) mengadakan pendaratan-pendaratan di wilayah tersebut dengan maksud non-traffic dan (c) mengadakan pendaratan-pendaratan di wilayah tersebut pada tempat-tempat yang telah diperinci untuk route itu dalarn route schedule dengan maksud untuk menurunkan dan mengangkut muatan berupa penumpang-penumpang, barang-barang dan pos dalam lalulin tas internasional. (3) Route-route di mana perusahaan-perusahaan penerbangan yang
1972, No. 36 . ·.
8
militer atau di daerah-daerah yang dipengaruhi oleh keadaan tersebut, se~ai · dengan Pasal 9 dari Konperensi, IW:us memerlukan izin para pengu8sa militer yang berwenang.
. . PASAL3
(1) Masing-maSing
~ Berjanji harus menunjuk secara tertulis kepada
Pi-
hak Berjanji yang lain satu atau lebih perusahaan penerbangan dengan maksud untuk menyelenggarakan dinas-dinas penerbangan yang telah disetujui pada route-route yang terperinci. (2) Setelah menerima penunjukan tersebut, Pihak Berjanji yang lain harus dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan dalain ayat-ayat (3) dan ( 4) · P~ .ini, · dengan tanpa ·menunda memberikan kepada. perusahaan a tau perusaha;an-peru~ penerbangan yang telah ditunjuk izin operasi · yang diperlukan. . · (3) Para ·pejabat · pen~rbangan dari Pihak Berjanji yang sa.t u dapat meminta ke,tada peruSahaan penerbangan yang telah ditunjuk oleli Pihak Berjanji yang lain untu)c me·m buktikan, bahwa perusahaan penerb~gan itu dapat ~emenuhi ~arat-syarat yang·telah ditetapkan dalam Undang-undang dan p~i:aturaii-peraturan yang lazimnya· dan sewajamya dijalankan oleh ' sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari ~onpensi mengenai pe· ,mere~ nye1enggaraan dinas-dinas penerbangan komersiil internasional. ( 4) Masing-masing Pihak Berjanji _berhak menolak, untuk menerima penunjukan suatu penisahaan penerbangan dari menahan atau mencabut pemberian izin kepada suatti perusahaan penerbangan ~k-hak (privileges) yang telah diperinci dalam ayat (2) Pasal 2 darl Persetujuan ini atau menetapkan syarat-syarat yang dianggap perlu dalam melaksanakan hakhak (privileges) tersebut oleh suatu perusahaan penerbangan dalam setiap ~ di .mana dianggap tidak terbukti bahwa hal milik utama (Substansill) dan pengawasan effektif dari perusahaan penerbangan itu berada di tangan Pihak Berjanji yang menunjuk perusahaan penerbangan tersebut atau di tangan warga-negara-warga-negara dari Pihak Berjanji · yang me~unjuk perusahaan penerbangan itu. (5) Setiap waktu setelah ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat (1) dan (2) · Pasal ini dan ayat (1) Pasal 8 telah dipenuhi~ perusahaan penerbangan yang ditunjuk dan diberi izin untuk hal itu diperbolehkan memulai menyelenggarakan dinas-dinas penerbangan yang telah disetujui, dengan syarat bahwa suatu dinas penerbangan tidak akan diselenggarakan, ke-
9
1972, No. 36
cuali jika berlaku suatu tarip sebagaimana yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 dari Persetujuan ini. (6) Masing-masing Pihak Berjanji berhak mencabut izin operasi atau menglientikan untuk sementara pelaksanaan hak-hak (privileges) yang terperinci dalam ayat (2) Pasal 2 dari Persetujuan ini oleh suatu perusahaan penerbangan, atau untuk merietapkan syarat-syarat yang dianggap perlu dalam pelaksanaan hak-hak itu oleh suatu perusahaa.n penerbang. an dalam setiap hal.: di · mana perusahaan penerbangan itu tidak dap~t me~taati Undang-undang . dan peraturan-peraturan dari Pihak . Berjarij~. yang memberikan hak-hak itu atau tidak dapat menyelenggarakan pe·nerbangan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Persetu:.: juan ini dengan syarat bahwa, kecuali jika pencabutan segera, penu~. daan atau penetapan syarat-syarat itu sangat mendesak untuk mencegah pelariggaran-pelanggaran lebih lanjut daripada Undang-undang at~u peraturan-peraturan; hak masa hanya akan dipergunakan setelah a~a konsultasi dengan Pihak Berjanji yang lain. · .. PASAL 4 (1) Pungutan-pungutan yang ditarik dalam wi)ayah tiap Pihak Berjanji untuk penggunaan lapangan terbang dan lain-lain fasilitas penerbangan oleh · · pesawat udata perUsahaan penerbangan Pihak Berjanji yang lain haruslah · tidak lebih tinggi dari apa yang dibayarkan oleh pesawat udara nasionalnya yang melakukan dinas udara intemasional y~g sama. PASAL 5 (1) Pesawat udara perusahaan penerbangan yang ditunjuk oleh tiap Pihak · Berjanji yang beroperasi dan masuk, meninggalkan lagi atau terbang melintasi wilayah Pihak Berjanji yang lain, seperti juga bahan bakar, mi-· nyak pelumas, alat-alat bagian ( onderdil-onderdil), perlengkapan biasa · dan pembekalan pesawat udara di atas pesawat seperti itu, harus dibebaskan dari bea cukai dan lain-lain pungutan yang dipungut dalam hal import export atau transit barang-barang. Ketentuan ini juga berlaku bagi batang-barang di atas pesawat udara yang dipakai selama penerbangan melintasi wilayah Pihak Berjanji yang belakangan. (2) Bahan bakar, minyak pelumas, perbe~an pesawat udara, alat-alat bagian ( onderdil-onderdil) dan perlengkapan biasa, yang sementara dimasukkan
1972, No. 36
(3)
(4)
(5)
(6)
10
ke dalam wilayah tiap Pihak Berjanji, untuk segera atau sesudah disimpan dipergunakap di sana atau dengan cara lain dimuat ke· dalam pesawat udara perusahaan penerbangan yang ditunjuk dari Pihak Berjanji yang lain, atau dengan cara lain diangkut lagi keluar (exported) dari wilayah Pihak Berjanji yang terdahulu, harus dibebaskan dari bea cukai dan lainlain pungutan yang disebut dalain ayat (1) Pasal ini. Bahan bakar dan minyak pelumas yang dimuat ke dalam pesawat udara perusahaan penerbangan yang ditunjuk tiap ·Pihak Berjanji dalam 'wilayah Pihak Berjanji yang lain dan dipergunakan dalam dinas penerbangan intemasional, harus dibebaskan dari bea cukai dan lain-lain pungutan penggunaan khusus lainnya dengan syar.a t peraturan-peraturan formil bea cukai dipatuhi. Masing-masing Pihak Berjanji boleh menyimpan barang-barang yang disebut dalam ayat (1) sampai (3) Pasal ini di bawah pengamatan dan pengawasan Bea Cukai. Sepanjang tidak dibebankan bea c~kai atau lain-lain pungutan pada barang-barang yang disebut dalam ayat (1) sampai (3) Pasal ini, barangbarang itu harus dibebaskan dari larangan-larangan atau pembatasanpembatasan dalam import export, dan -transit yang mungkin dengan cara lain diperlakukan, kecuali larangan atau pembatasan itu berlaku bagi semua perusahaan penerbangan termasuk perusahaan penerbangan nasional dalam hubungan dengan hal-hal yang disebut dalam ayat (1) sampai (3) Pasal ini. . Perlakuan yang diperinci dalam Pasal ini harus menjadi tambahan dan tanpa prasangka bahwa masing-masing Pihak Berjanji berkewajiban untuk menyesuaikan dengan Pasal 24 Konpensi. PASAL6
(1) Kesempatan yang layak dan sebanding akan diberikan kepada perusaha- , an-perusahaan penerbangan dari kedua Pihak Berjanji untuk menyelenggarakan dinas-dinas penerbangan yang telah disetujui pada route-route terperinci antara dan liwat wilayah mereka masing-masing. (2) Dalam menyelenggarakan dinas-dinas penerbangan yang telah disetujui, perusahaan-perusahaan penerbangan dari masing-masing Pihak Berjanji harus memperhatikan kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan
11
1972, No. 36
penerbangan dari Pihak Berjanji yang lain sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mempengaruhi dinas-dinas penerbangan yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan Pihak Berjanji yang lain ini, untuk seluruhnya atau sebagian dari route-route yang sama. (3) Dinas-dinas penerbangan yang telah disetujui yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan yang ditunjuk dari Pihak-pihak Berjanji harus memenuhi secukupnya kebutuhan-kebutuhan umum untuk pengangkutan pada route-route yang terperinci dan berdasarkan pada suaµi faktor muatan yang layak, harus mempunyai sebagai tujuan yang utama suatu penyediaan kemampuan yang cukup untuk melay8!1i kebutuhan-kebutuhan yang ada dan dapat diduga dengan layak untuk mengangkut penumpang-penumpang, pos dan barang-barang yang berasal dari atau · ditujukan untuk wilayah Pihak Berjanji yang telah me- ' nunjuk perusahaan penerbangan tersebut. Ketentuan tentang pengangkutan penumpang-penumpang, pos dan barang~barcµig yang dimuat dan diturunkan pada tempat-tempat dalam route-roµte yang telah terperinci di dalam wilayah-wilayah Negaranegara ketiga, akan ditetapkan sesuai dengan azas-azas umum, bahwa · kemampuan itu harus memperhatikan : . (i) kebutuhan~kebutuhan lalu lintas (udara) ke dan dari wilayah Pihak Berjanji yang telah menunjuk perusahaan penerbangan ·tersebut; (ii) kebutuhan-kebutuhan lalu lintas (udara) dari daerah yang dilalui oleh perusahaan penerbangan itu, sesudah memperhatikan dinasdinas pengangkutan pe.nerbangan lainnya yang didirikan oleh perusahaan penerbangan dari Negara-negara yang meliputi daerah tersebut; dan (iii) kebutuhan-kebutuhan penerbangan lanjutan jarak jauh (trough airline operation). Pasal 7 (1) Tarip-tarip untuk setiap dinas penerbangan yang telah dis~tujui ditetapkan atas dasar-dasar yang layak, dengan mempertiinbangkan selayaknya segala faktor yang bersangkutan seperti ongkos-ongkos operasi penerbangan, keuntungan yang layak, sifat-sifat route yang berbeda-beda dan tarip-tarip yang clikenakan oleh setiap perusahaan penerbangan lainnya yang beroperasi pada route yang sama atau bagian-bagiannya. Dalarn penetapan tarip-tarip itu, ketentuan-ketentuan dari ayat-ayat berikut harus diperhatikan. · (2) Tarip-tarip yang disebut dalam ayat (1) Pasal ini harus, jika mungkin
1972, No. 36
(3)
(4)
(5)
(6)
12
disetujui di antara perusahaan penerbangan yang ditunjuk yang bersangkutan da1arn hal setiap route terperinci, dengan konsultasi bersama-sama perusahaan-perusahaan penerbangan lainnya yang beroperasi pada seluruh atau sebagian dari route itu, dan perjanjian semacam itu harus ditetapkan melalui saluran-1aluran alat penetapan tarip dari Persatuan Pengangkutan Udara Intemasional (IATA). Tarip-tarip yang disetujui harus tunduk kepada persetujuan pejabatpejabat penerbangan dari kedua belah Pihak Berjanji. Jika perusahaan-perusahaan penerbangan yang ditunjuk tidak dapat menyetujui suatu tarip mana pun di antara tarip-tarip ini, atau jika karena suatu sebab lain suatu tarip tidak dapat disetujui sesuai dengan ketentuan-ketentuan da1arn ayat (2) Pasal ini, pejabat-pejabat penerbangan Pihak-pihak Berjanji harus berikhtiar untuk. menentukan tarip-tarip dengan persetujuan di antara mereka sendiri. Jika pejabat-pejabat penerbangan tidak dapat menyetujui suatu tarip mana pun yang diajukan kepada mereka berdasarkan ayat (2) Pasal ini atau. menentukan suatu tarip berdasarkan ayat (3), persengketaan harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Persetujuan ini. Dengan pmduk pada ketentuan-ketentuan ayat (4) Pasal ini, tidak ada tarip· yang berlaku jika pejabat-pejabat penerbangan dari tiap-tiap Pihak Berjanji belum menyetujuinya. Tarip-tarip yang ditetap~ berdasarkan ketentuan-ketentuan Pasal ini harus tetap berlaku sampai tarip-tarip baru telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal ini.
. · PASAL 8 (1) Perusahaan-perusahaan penerbangan yang ditunjuk harus memberitahukan kepada pejabat-pejabat penerbangan dari kedua Pihak Berjanji tidak lebih dari tiga puluh hari sebelum pembukaan dari dinas udara pada route-route terperinci sesuai dengan ayat (3) Pasal 2 Persetujuan ini seperti bentuk dinas, bentuk pesawat udara yang akan dipergunakan dan rencana penerbangan. Ini harus berlaku juga jika ada perubahan-perubahan kemudian. (2) Para pejabat penerbangan dari salah satu Pihak Berjanji harus mem berikan kepada para pejabat penerbangan dari Pihak Berjanji yang lain atas permintaannya pemyataan-pernyataan berkala atau lain-lain pernyataan tentang statistik yang kiranya layak diperlukan untuk maksud meninjau
1972, No. 36
13
-
kemampuan yang diberikan pada dinas-dinas penerbangan yang. telah disetujui oleh perusahaan atau perusahaan-perusahaan penerbangan dari Pihak Berjanji yang pertama. Pernyataan-pemyataan seperti itu harus . mencakup semua keterangan yang diperlukan untuk menentukanjumlah lalu lintas yang diangkut oleh perusahaan-perusahaan penerbangan itu pada dinas-dinas yang disetujui dan pennulaan serta tujuan dari lalu lintas itu. PASAL 9 (1) Pertukaran pandangan harus dilangsungkan seperti dibutuhkan di antara . para pejabat penerbangan dari kedua Pihak Berjanji dengan tujuan un-. tuk memperoleh kerja sarna yang lebih erat dan persetujuan dalam semua soal-soal yang menyangkut pelaksanaan dan penafsiran persetujuan ini. (2) Konsultasi boleh diminta da1arn setiap waktu oleh setiap Pihak Berjanji untuk keperluan membicarakan perubahan-perubahan pada Persetujuan ·ini atau route schedule. Ketentuan yang sama berlaku untuk pembicaraan-pembicaraan yang menyangkut penafsiran dan pelaksanaan Persetujuan ini jika setiap Pihak Berjanji menganggap bahwa suatu pertukaran pandangan dalam arti seperti ayat (1) Pasal ini tidak berhasil. Konsultasi seperti itu harus dimulai dengan waktu enam puluh hari sejak tanggal penerimaan permintaan seperti itu. PASAL 10 (1) Jika timbul sesuatu perselisihan antara Pihak-pihak Berjanji mengenai interpretasi atau pelaksanaan dari Persetujuan ini maka Pihak-pihak · Berjanji harus terlebih dahulu berusaha menyelesaikannya dengan perundingan di antara mereka sendiri. (2) Jika Pihak-pihak Berjanji gagal mencapai suatu penyelesaian dengan jalan perundingan, persengketaan itu harus diajukan kepada peradilan wasit Guru damai) atas permintaan salah satu Pihak Berjanji. Peradilan wasit seperti itu harus dibentuk dalam setiap persoalan tersendiri dengan cara demikian rupa sehingga dapat membentuk seorang anggota ditunjuk oleh masing-masing Pihak Berjanji dan kedua anggota ini kemudian harus menyetujui memilih seorang warga negara dari negara ketiga sebagai ketua mereka, yang harus ditunjuk oleh Pemerintah dari kedua belah Pihak Berjanji. Anggota-anggota harus diangkat dalam waktu enam puluh hari sejak
1972, No. 36
' 14
tanggal diterimanya oleh setiap Pihak Berjanji d¢ Pihak Berjanji lainnya pemberitahuan melalui saluran diplomatik yang ineminta perwasitan persengketaan oleh peradilan seperti itu, dan kedua harus diangkat dalam waktu enam puluh enam hari berikutnya. (3) Jika setiap Pihak Berjanji gagal menunjuk seorang juru damai dalam waktu yang ditentukan, atau jika juru damai ketiga tidak diangkat dalam waktu yang ditentukan, Presiden dari Dewan Organisasi Penerbangan Sipil lnternasional harus dimintaoleh setiap Pihak Berjanji untu.k menunjuk seorang juru damai atau juru damai-juru damai sesuai dengan kebutuhan. Sewaktu menunjuk juru damai-juru damai ini, juru damai pertama dan juru damai kedua harus tidak mempunyai kebangsaan yang sama. Juru damai ketiga haruslah warga negara dari suatu negara ketiga dan harus bertindak sebagai ketUa dari peradilan wasit. Di mana Presiden memiliki kebangsaan dari salah satu Pihak Berjanji atau bilamana tidak berwenang untuk menjalankan tugas ini, salah satu wakilnya yang bertugas yang tidak mempunyai kebangsaan . dari sef:iap Pihak Berjanji hai:us membuat penetapan-penetapan yang dibutuhkan. (4) Peradilan wasit yang harus membuat putusannya dengan ~uara terbanyak. Putusan-putusan yang diberik~ sesuai dengan ayat (3) Paw ini dan putusan-putusan ~ peradilan wasit harus mengikat kedua belah Pihak Berjanji. Masing-masing Pihak Berjanji harus menanggung biaya-biaya anggotanya sendiri demikian ·pula dengan pelaksanaan peradilan wasit biaya-biaya ketua dan setiap biaya lainny~ harus ditanggung dalam jumlah yang sama oleh kedua belah Pihak Berjanji. Mengenai hal-hal lainnya, peradilan wasit harus menentukan penyelesaiannya sendiri. PASAL 11 . · Dalam ha1 diterimanya suatu konpensi multilateral umum mengenai angkutan udara oleh kedua belah Pihak Berjanji, pembicaraan-pembicaraan dengan soal acara menentukan sampai di mana Persetujuan ini berakhir, mengatasi, merobah atau ~bagai tambahan dari ketentuan-ketentuan dari konpensi multilateral, harus dilangsungkan sesuai dengan ayat 2 Pasal 9 Persetujuan ini. PASAL 12 Tiap perusahaan penerbangan yang ditunjuk oleh masing-masing Pihak
15
1972, No. ·36
Tiap perusahaai:i penerbangan yang ditunjuk oleh masing-masing Pihak Berjanji boleh menggunakan dan mempekerjakan pegawainya untuk usahausahanya di lapangan-lapangan terbang dan kota-kota dalam wilayah Pihak Berjanji lain di mana dia bermaksud mendirikan sebuah Perwakilan . Jika suatu perusahaan penerbangan yang ditunjuk menahan diri mendirik.an organisasinya sendiri di lapangan terbang dalam wilayah Pihak Berjanji lain, maka dianggap dia menginginkan tugas-tugasnya dilakukan, sejauh mungkin, oleh pegawai dari suatu lapangan terbang atau oleh suatu perusahaan-penerbangan dalam wilayah Pihak Berjanji lainnya. PASAL 13 Masing-masing Pihak Berjanji sewaktu-waktu dapat memberitahukan kepada pihak yang lain, keinginannya untuk mengakhiri Persetujuan ini. Pemberitahuan demildan itu harus serempak disampaik.an kepada Organis~si Penerbangan Sipil Internasional (I.C.A.0.). Jika pemberitahuan demikian itu telah disampaikan, maka Persetujuan ini akan habis berlaku 12 (dua belas) bulan setelah tanggal penerimaan dari pemberitahuan itu oleh Pihak Berjanji yang lain, kecuali jika pemberitahuan untuk mengakhiri dicabut kembali atas pe~setujuan sebelum habis waktu tersebut. Dalam hal tidak ada pengakuan penerimaan oleh Pihak Berjanji yang lain, maka pemberitahuan itu akan dianggap sebagai telah diterima empat belas (14) hari sesudah diterimanya pemberitahuan itu oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (I.C.A.0.). PASAL 14 Persetujuan ini, setiap . perubahan-perubahannya dan pertukaran nota sesuai dengan ayat (3) Pasal 2 Persetujuan ini harus diberitahukan kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional untuk didaftarkan oleh Pemerintah Repu~lik. Federasi Jerman: PASAL 15 Persetujuan ini akan berlaku tiga puluh hari setelah tanggal di mana kedua belah pihak Berjanji sudah memberitahukan satu sama lain bahwa persyaratan konstitusi mereka masing-masing sudah dipenuhinya. Untuk menguatkannya, yang bertanda tangan di bawah ini dengan dikuasakan penl.lh dan ssyah oleh masing-masing Pemerintahnya telah menandatangani Persetujuan ini. Dibuat di Jakarta, pada h;;tri keempat bulan Desember 1969, dalam 6
1972, No. 36
-16
(enam) ganda teks asli, masing-masing dua ganda dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Jerman dan ·- Bahasa lnggeris, Teks Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman mempunyai nilai authentikyang sama. Jika terdapat perbedaan penafsiran dalain teks Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman, maka teks Bahasa lnggeris yang berlaku.
-·. '
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK JERMAN
FRANS SEDA
MILMAR .BASSLER
17
1972, No. 36
ABKOMMEN ZWISCHEN DER REPUBLIK INDONESIEN UNO DER BUNDES REPUBLIK DEUI'SCHLAND UBER DEN FLUGLINIFNVERKEHR ZWISCHEN IHREN HOHEITSGEBIETEN UND DARUBER HINAUS Die Republik Indonesien
und · die Bundesrepublik Deutschland als Vertragsparteien des am 7. Dez.ember 1944 in Chikago zur Unterzeichnung aufgelegten Abkommens uber die Internationale Zivilluftfahrt und in dem Wunsch, ein Abkommen zur arganzung des genennten Zivilluftfahrt Abkommens zu schlieben, um zwischen ihren Hoheitsgebieten und daruber hinaus einen Fluglinien-verkehr ein zurichten sind wie folgt unbereingekommen: ARTIKEL I
Im Sinne dieses Abkommens Zusammenhang nichts anderes ergibt,
bedeuten,
soweit
sichaus
dem
a) "Zivilluftfahrt-Abkommen": das am 7. Dezember 1944 in Chikago zur Unterzeichnung aufgelegte Abkommen uber die Internationale Zivilluftahrt ein schlieblich aller nach
1972, No. 36
18
d) der Begriff "Hoheitsgebeit" in bezug auf einen Staat, die der Staatshoheit, der Oberhoheit, dem Schutze oder· der Mandatsgewalt dieses Staates unterstehenden Landgebiete und angrenzenden Hoheitsgewasser! e) die Begriffe "Fluglinienverkehr", "internationaler Fluglinienverkehr", "Luftfahrtunternehmen" und "Landung zu nicht gewerblichen Zwecken" in diesem Abkommen dasselbe wie in den Artikeln 2 und 96 des Zivilluftfahrt-Abkommens in seiner jeweils gultigen Fassung.
ARTIKEL 2
(1). Jede Vertragspartei gewahrt der anderen Vertragspartei die in diesem Abkommen festgekegten R~chte zur . Einrichtung eines Fluglinienverkehrs auf Absatz 3 festgelegten Linien (im folgenden als "vereinbarter Linienverkehr" und "festgekegte Linien" bezeichnet). (2). In Rahmen dieses Abkommens genieben die von e~er Vertragspartei bezeichneten Unternehmen bei dem Betrieb eines vereinbarten Llnienverkehrs auf einer festgelegten Linie folgende Rechte : a) das Hoheitsgebiet der anderen Vertragspartei ohne Landung zu uberfliegen, b) im Hoheitsgebiet der anderen Vertragspartei zu nichtgewerblichen · Zwecken zu landen und · c) im Hoheitsgebiet der anderen Vertragspartei an dem im Fluglinienplan fur diese Linie festgelegten Punkten zu landen, um Fluggaste, Post und Fracht im internationalen Verkehr abzusetzen und aufzunehmen. (3). Die Linien, auf welchen die bezeic~eten Unternehmen der beiden Vertragsparteien berechtight sind, internationalen Fluglinienverkehr zu betreiben, werden, in einem Fluglinienplan festgelegt, der
19
1972, No. 36
ARTIKEL 3
(1). Jede Vertragspartei bezeichnet ~er anderen Vertragspartei schriftlich dis oder mehrere Luftverkehrsunternehmen fur den Betrieb des vereinbarten fluglinienverkehrs auf den festgelegten Linien. (2). Nach Eingang des Bezeichnungsschreibens erteilt die andere Vertragspartei vorbehaltlich der Absatze 3 und 4 dem oder den bezeichneten Unternehmen unverzuglich die entsprechende Betriebsgenehmigung. (3). Die Luftfahrtbehorde jeder Vertragspartei kann von einem bezeichneten Unternehmen der anderen Vertragspartei den Nach~eis verlangen dass es in der Lage ist, den Erfordernissen der Gesetze sowie der sonstigen Vorschriften zu entsprechen, welche diese Behorde nach Massgabe des Zivilluftfahrt-Abkommens unter Anlegung eines zumutbaren Massstabs ulicherweise auf den Betrieb d.es intemationalen gewerblichen Fluglinienverkehrs anwendet. ( 4). Jeds Vertragspartei ist berechtigt, die Annahme der Bezeichtung eines Untemehmens absulehnen und die Gewuhrung der in Artikel 2 Absats 2 genannten Rechte an ein Unternehman zu verweigem oder zu widorrufen oder ihm fur die Ausubung ·dieser Rechte alle von ihr fur notwendig erschteten Auflagen zu machen, wenn ihr firsht der Nachweis erbracht ist, dass ein wesentlicher Tell des Eigentums an dem Unternehmen und seine tatsachliche Kontrolle der das Unternehmen bezeichnenden Vertragspartei oder den Staatsange horigen der das Unternehmen bezeichnenden Vertragspartei zµstehen. (5).
Ein bezeichnetes und mit einer Genehmigung versehenes Unternehmen kann den vereinbarten Fluglinienverkehr jederseit aufnehmen, sobald die Voraussetzu ngen der A bsatze 1 und 2 dieses Ar tikels und des Artikels 8 Absatz 1 erfullt sind und fur diesen Verkehr ein nach Artikel 7 festgesetzter Tarif in Kraft ist.
(6).
Jede Vertragspartei ist berechtigt, eine Betriebsgenehmigung zu widerrufen oder Ausubung der in Artikel 2 Absats 2 genannten Rechte
1972, No. 36
20
Betrieb nicht nach Massgabe der vor g_eschriebenen Bedingungen dieses Abkommens durchfuhrt; falls ein Widerruf, eine Unterbrechung oder Auflagen nicht sofort erforderlich ·sind, ~m weitere Verstosse gegen Gesetz.e oder Vor.schriften zu verhindern, wird dieses Recht nur nach Konsultation mit der anderen Vertragspartei ausgeubl ARTIK.EL 4 Die Gebuhren, die im Hoheitsgebiet einer Vertragspartei fur die Benutzung der Flughafen und anderer Luftfahrt einrichtungen durch die Luftfahrzeuge eines bezeichneten Untemehmens der anderen Vertragspartei erhoben werden, durfen nicht hoher sein als die fur Luftfahrzeuge eines inlandischen Untemehmens in ahnlichem internationalen Fluglinienverkehr gezahlten Gebuhren. ARTIKEL .
5
(1). Die von einem bezeichneten Untemehmen der einen Vertragspartei verwendeten Luftfahrzeuge, die in das Hoheitsgeblet der anderen Vertragspartei einfliegen, aus ihm wieder ausfliegen oder es durch.fliegen, sowie die an bord befindlichen Luftfahrtbetriebsstoffe, Ersatzteile, ublichenAusrustungsgegenstande und Bordvorrute bleiben frei von Zollen und sonstigen bei der Ein -, Aus - oder Durchfuhr von Waren erhobenen Abgaben, Dies gilt auch fur Waren an Bord des Luftfahzeugs, die waluend des Fluges · uber dem Hoheitsgebiet der letstgenannten Vertragspartei verbraucht werden. (2). Luftfahrtbetriebsstoffe, Bordvorrate, Ersatzteile und ubliche Ausrustungsgegenstande, dia vorubergehend in das Ho'1eitsgebiet einer Vertragspartei eingefuhrt werden, um dort unmittelbar brerroach Lagerung in Luftfaluzeuge eines bezeichneten Unternehmens der anderen Vertragspartei eingebaut oder an Board genommen oder auf andere Weise wieder aus dem Hoheitsgebiet der arstgenenten Vertragspartei ausgefuhrt zu werden, bleiben frei von den in Absatz 1 genannten Zollen und sonstigen Abgaben. (3). Luftfahrtbetriebsstoffe, die von Luftfahrzeugen eines bezeichneten Untemehmens einer Vertragspartei im Hoheitsgebiet der anderen Vertragspartei an Bord genommen und im intemationalen Fluglinienverkehr verwendet werden, bleiben frei von den im Absatz 1 genannten Zollen und sonstigen Abgaben sowie von anen sonstigen besonderen Verbrauchsabgaben, vorausgesetzt, dass die formlichen
21
1972, No. 36
Zollvorschriften beachtet werden. (4)
Jede Vertragspartei kann die in den Absatzen 1 bis 3 genannten Waren unter Zolluberwachung oder kontrolle halten.
(5) · ·s oweit fur die in den Absatzen 1 bis 3 genannten Waren Zolle oder sonstige Abgaben nicht erhoben werden, unterliegen sie nicht den sonst geltenden wirtseh.raftlkhen Ein -, Aus - und Kurchfuhrverboten oder beschrankingen, es sei denn, dass in bezug auf bestimmte in den Absatzen 1 bis 3 genannte Waren derartige Verbote .oder Beschrankungen fur alle Luftfahrtuntemehmen einschliesslich der inlandischen gelten.
( 6). Die in diesem Artikel festgelegte Behandlung gilt zusatzlich zu und unbeschadet der Behandlung, die jede Vertragspartei nach Artikel 24 des Zivilluftfahrt Abkommens zu gewahren verpflichtet ist. ARTIK.EL 6
(1)
Den bezeichnete~ UnternehmC!n beider ·vertragsparteien ist in billiger un gleicher Weise Gelegenheit zu geben, den vereinbarten Linienverkehr auf den festgelegten Linien zwischen ihren Hoheitsgebieten und daruber hinaus zu betreiben.
(2)
Bei dem Betrieb des vereinbarten Llnienverkehrs hat das Untemehmen jeder Vertragspartei auf die Interessen des Unternehmens der anderen Vertragspartei Rucksicht zu nehmen, damit der von dem lezteren ganz oder teilweise auf den gleichen Linien betriebene Linienverkehr nicht ungebuhrlich beeintrachtigt winl.
(3)
Der von den bezeichneten Unternehmen der Vertragsparteien unter~al tene · vereinbarte Llnienverkehr hat dem offentlichen Verkehrsbedurfnis auf den. festgelegten Unien zu entsprechen und vor illem dazu zu dienen, im Rahmen eineto angemessenen Ladefaktors ein Beforderungsangebot bereitzustellen, das dem laufenden und veraussichtlichen Beforderungsbedarf fur Fluggaste, Post und Fracht von oder nach dem Hoheitsgebiet der Vertragspartei entspricht, welche das Untemehmen bezeichnet hat. · Das Beforderungsangebot fur das Aufnehmen und Absetzen von Fluggasten,Post und Pracht an Punkten der festgelegten Linien in den Hoheitsgebieten anderer Staaten als desjen.igen, der das Untemehmen bezeichnet hat, ist nach dem allgemeinen Grundsatz bereitzustellen,
1972, No. 36
22
dass es anzu passen ist. i)
an die Nachfrage nach Verkehrsmoglichkeiten. nach und von dem Hoheitsgebiet der Vertragspartei, die das Unternehrnen bezeichnet hat,
ii)
an die verkehrsnachfrage in dem von dem Untemehrnen durch-
flogenen Gebiet unter Berucksichtigung der sonstigen Beforderungsdienste von Luftverkehrsunternehmen der ~n diesem Gebiet liegenden Staaten, und
iii)
an die Betriebserfordernisse des Fluglinien Durchgangsverkehrs. ARTIKEL 7
(1). Die Tarife im vereinbarten Llruenverke~ werden in. angemessener Hohe unter gebuhrender Berucksichtigung aller diesbezuglichen Umstande, wie der Betriebskosten, eines angemessenen Gewinns, der Gegebenheiten der verschiedenen Linlen und der Tarife anderer Untemehmen festgesetzt, welche die gleiche Linie gafiz oder teilweise betreiben. Bei der Festsetzung soil nach den Bestimmungen der folgenden Absetze verfahren werden. (2). Die in Absatz 1 genannten Tarife werden, wenn moglich fur jede festgalegte Linie zwischen den beteiligten bezeichneten lUntemehmen in Konsultation mit anderen Luftverkehrsuntemehrnen vereinbart, welche dieselbe Linie ganz oder teilweise betreiben; diese Vereinbarung ist aufgrund des Tariffe.stsetzungsverfahrens des Internationalen Luftverkehrsverbands zu treffen. Die so vereinbart~n Tarife bedurfen der Genehmigung der Luftfahrtbehorden beider Vertragsparteien~ (3).
Kommt zwischen den bezeichneten Unternehmen fur einen dieser Tarife eine Vereinbarung nicht zustande oder kann aus einem anderen Grund ein Tarif nach Absatz 2 nicht vereinbart werden, so versuchen die Luftfahrtbehorden der Vertragsparteien, den Tarif in gegenseitigem Einvernehrnen festzusetzen.
(4).
Konnen sich die Luftfahrtbehorden uber die Genehmigung eines ihnen nach Absatz 2 vorgelegten Tarifs oder uber die Festsetzung eines Tarifs nach Absatz 3 nicht einigen, sowird die Streitigkeit nach Massgabe des · Artikels 10 beigelegt.
(5). Verbehaltlich des Absatzes 4 kann ein Tarif, den die Luftfahrtbehorde
23 einer der beiden Vertragsparteien nicht treten. (6)
1972, No. 36 gene~migt
hat, nicht in Kraft
Die aufgrund dieses Artikels festgesetzten Tarife bleiben in Karft, bis
aufgrund dieses Artikels neue Tarife festgesetzt worden sind. ·
ARTIK.EL 8
(1). Die bezeichneten Unternehmen teilen den Luftfahrtbehorden beider Vertragsparteien spatestens dreissig Tage vor Aufnahme des Fluglinien verkehrs auf den nach Artikel 2 Absatz 3 festgelegten Linien di~ Art der· Dienste, die vorgesehenen Flugzeugtypen und die Flugplane mil Entsprechendes gilt fur spatere Anderungen. (2). Die Lwtfahrtbehorde der einen Vertragspartei uber mittelt der Luft-1fahrtbehoreler anderen Vertragspartei auf deren Ersuchen alle regelrnassigen oder sonstigen statistischen Unterlagen, die billigerweise angelfordert wer~en konnen, um das von einem bezeichneten Untemehmen der erstgenannten Vertragspartei im vereinbarten Linienverkehr bereitgestellte Beforderungsangebot zu uberprufen. Diese Unterlagen haben alle Angaben zu en.thalten~ die zur Feststeilung des Umfangs sowie der Herkunft und Bestimmung der von diesen Untemehmen im vereinbarten Linienverkehr durchgefuhrten Beforderungen notendig sind. • Ol• •
ARTIK.EL 9
(1).
Zwischen den Luftfahrtbehorden der beiden Vertragsparteien findet nach Bedarf ein Meinungsaustausch statt, um eine enge Zusam~enar- · beit und eine Veistandigung in allen die Anwendung und Auslegung dieses Abkommens berbrenden Angelegenheiten herbeizufhren.
l2).
Zur Erorterung von Anderungen dieses Abkommens oder des Fluglinienplans kann Vertragspartei jederzeit eine Konsultation beantragen. Das gleiche gilt fur Erorterungen uber die Auslegung und Anwendung des Abkommens, wenn nach Ansicht einer Vertragspartei ein Meinungsaustausch nach Absatz 1 ohne Erfolg geblieben ist. Die Konsultation beginnt binnen sechzig Tagen nach Eingang des Antrags~
1972, No. 36
24 ARTIKEL 10
(1)
Entsteht zwischen den Vertragsparteien uber die Auslegung oder Anwendung die~s Abkommens eine Streitigkeit, s9 werden sie sich in erster Linie bemuhen, diese durch Verhandlungen heizulegen.
"~)
Gelingt ihnen dies nicht, so ist die Streitigkeit auf Verlangen einer der beiden Vertragsparteien einem Schiedsgericht zu unterbreiten. Das Schiedsgericht wird von Fall zu Fall gebidet, indem jede Vertragspartei ein Mitglied bestellt und. beide Mitgtieder sich auf den Angehorigen eines dritten Staates als Ohmann einigen, der von den Regierungen der beiden Vertragsparteien zu be.stellen ist. Die Mitglieder sind innerhalb von sechzig Tagen zu bestellen, nachdem eine. Vertragspartei von der anderen al_lf diplomatischem Wege eine Mitte~ung mit dem Yerlangen ~rhalten hat, die Streitigkeit einem solchen Schiedsgerich.t zu unter· hreiten; der Ohmann ist innerhalb weiterer sechzig Tage zu hestellen.'. ,
(3)
Bestellt eine der Vertragsparteien innerhalb der genannten Frist keinen Schiedsrichter oder wird der dritte Schiedsrichter nicht innerhalh der genannten Frist bestellt, so ist der Prasident des Rates der Zivilluftfahrt-Organisation von einer der Vertragsparteien zu ersuchen; den oder die SchiedsriGhter zu bestellen. Dabei ist zu beachten, dass der erste und der zweite Schiedsrichter nicht die gleiche Staatsangehorigkeit haben durfen. Als dritter Schiedsrichter ist ein Angehoriger eines dritten Staates zu hestellen; dieser ist Ohmann des Schiedsgerichts. Besitzt der Prasident die Staatsangehorigkeit einer der beiden Vertragsparteien oder ist er aus einem anderen Grunde verhindert, so soll einer seiner Stellvertreter im Amt, der nicht die Staatsangehorigkeit einer der Vertragsparteien hestzt, die Bestellungen vornehmen.
(4)
Das Schiedsgericht entscheidet mit Stimmenmehrheil Die Entschei· dungen nach Absatz 3 und die Entscheidungen des Schiedsgerichts sind fur beide Vertragsparteien bindend. Jede Vertragspartei tragt die Kosten ihres Mitglieds whie; ihrer Vertretung· in dem Verfahren vor dem Schiedsgericht; die Kosten· des Obmanns sowie die sonstigen Kosten werden von den beiden Vertrags· parteien zu gleichen Teilen getragen. Im ubrigen regelt das Schieds· gericht sein. Verfahren selhst.
25
1972, No. 36
ARTIKEL 11 Wird ein allgemeines mehrseitiges Luftverkehrs-Ubereinkommen . von beiden Vertragsparteien angenommen, so finden Erorterungen uber die F eststellung, inwieweit das mehrseitige Unberinkommen dieses Abkommen aufhebt, ersetzt, andert oder erganzt, nach Artikel 9 Abstz 2 statt. ARTIKEL 12 J edes von einer Vertragspartei bezeichnete Untemelunen darf in den Flughafen und Stadten im Hoheitsgebiet der anderen Vertragspartei, in denen es eine eigene Vertretung zu unterhalten beabsichtigt, sein eigenes Personal fur seine Geschafte unterhalten und beschaftigen. Sieht ein beseichnetes Unternehmen von der Einrichtung einer eigenen Organisation in Flughafen im Hoheitsgebiet Cler anderen Vertragspartei so soil es nach Moglichkeit die in Betracht kommenden Arbeiten
ARTIKEL 13 Jede Vertragspartei kann die. andere Vertragspartei jedeneit von ihrem Wunsch in Kenntnis setzen, dieses Abkommen zu beeden. Diese Kundigung ist gleichzeitig der lnternationalen Zivilluftfahrt-Organisation mi~uteilen. Im F alle der Kundigung tritt clieses Abkommen zwoll Monate nach Eingang der. Kundigung bei der anderen Vertragspartei ausser Kraft, sofem nicht die Kundigung vor Ablauf dieser Zeit
ARTIKEL 14 Dieses Abkommen, alle seine Anderungen und jeder N ottenwechsel nach Artikel 2 Absatz 3 werden durch die Regierung der Bundesrepublik Deutschland der l'ntemationalen Zivilluftfahrt-Organisation (ICAO) zur Registrierung mitgeteilt.
1972, No. 36
1
26 ARTIKEL 15
(1) Dieses Abkommen bedarf der Ratifikation; die Ratifikation-surkunden sollen so bald wie moglich auf diplomatischt'.m Wege ausgetausch t werden.
(2) Dieses Abkoinmen tritt einen Monat nach Austausch der Ratifikationsurkunden in Kraft: Zu Urkund
.
"
Geschehen zu Djakarta, ani 4. Dezember
Fur die Republik Indonesia w .g.
196~.
Fur die Bundesrepublik Deutschland w.g..
27
1972, No. 36
AGREEMENT BElWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE FEDERAL REPUBLIC OF GERMANY FOR AIR SERVICES BE1WEEN AND BEYOND THEIR RESPECTIVE TERRITORIES The Government of the Republic of Indonesia and the Federal Republic of Germany. .Being parties to the Convention on International Civil A viatiQll opened for signature at Chicago on the seventh day of December, 1944, a'.nd Desiring to conclude an Agreement, supplementary to the said Convention, for the purpose of establishing air services between and beyond their respective territories, Have agreed as follows: ARTICLE 1 For the purpose of the present Agreement, unless the context otherwise requires: a) the term "the Convention" means the Convention on International Civil Aviation opened for signature at Chicago on the seventh day of December, 1944, and includes any Annex adopted under Article 90 of that Convention and any amendme~t of the Annexes or Convention under Article 90 or 94 thereof so far as those Annexes and amendments have been adopted by both Contracting Parties; b) the tenn "Aeronautical authorities" means, in the case of the Republic of Indonesia, the Minister for Communications and any person or body authorised to perform functions on civil aviation exercised by the said Minister, and, in the case of the Federal Republic of Germany the Federal Minister of Transport and any person or body authorised to perfonn functions on civil aviation exercised by the said Minister; c) the term "designated airline'' means an airline which one Contracting Party shall have designated, by written notification to the other Contracting Party, in accordance with Article 3 of the present Agreement, for the operation of air services on the routes specified in accordance with paragraph 3 of Article 2 of the present Agreement; d) tb.e term "territory" in relation to a State means the land areas and territorial waters adjacent there to \lnder the sovereignty, suzerainty,
1972, No. 36
28
protection or mandate of such State; e) the term "air service," "international air service", "air line" and "stop for non-traffic purposes" have, foF the purposes of the present Agreement, the , meaning laid down in Articles 2 and 96 of the Convention as amended at present or in future. · ARTICLE 2
(1) Each contracting Party grants to the other Contracting Party the rights specified in the present Agreement for the purpose of est.ablishing air services on the routes specified in accordance with paragraph (3) of this Article (hereinafter called "the agreed services" and "the specified routes") (2) Subject to the provisions of the present Agreement, the airlines designated by each Contracting Party shall enjoj, while operating an agreed services on a specified route, the following privileges: a) to fly without landing across the territory of the other Contracting Party; b) to make stops in the said territory for non-traffic purposes; and c) to make stops in the said territory at the points specified for that route in th·e· Route Schedule for the purpose of. putting down and taking in passengers, mail and cargo on international traffic. (3) The routes over which the designated airlines of the two Contracting Parties will be authorised to operate international air services shall be specified in a Route Schedule to be agreed upon in an exchange of diplomatic notes. · ( 4) Notwithstanding the provisions of paragraphs (1) and (2) of this Article, the operation of agreed services in areas of hostilities or military accupation or in areas affected thereby, shall, in accordance with Article 9 of the Convention, be subject to the approval of the competent military authorities. ARTICLE 3 (1) Each Contracting Party shall designate in writing to the other Contracting Party one or more airlines for the purpose of operating the agreed services on the ~ecified routes. (2) On receipt of the designation, the other Contracting Party shall subject to
29
1972, No. 36
the provisions of paragraphs (3) and (4) of this Article, without delay grant to the airline or airlines desig~ted the appropriate operating authorisation.
(3) The aeronautical authorities of each Contracting Party may require an airline designated by the other Contracting Party to satisfy. them that it is qualified to fulfil the conditions.prescribed under the laws and gulations normally and reasonably applied by them in conformity with the provisions of the Convention for the operation of international commercial air services. ( 4) Each Contracting Party shall have the right to refuse to accept the designation of an airline and to withhold or revoke the grant to an airline of the privileges specified in paragraph (2) of Article 2 of the present Agreement or to impose such conditions as it may deem necessary on the exercise by an airline of those privileges in any case where it is not satisfied that substantial ownership and effective control of that airline are vested in the Contracting Party designating the airline or in nationr.\s of the Contracting Party designating the airline.
(5) At any time after the provisions of paragraph (1) and (2) of this Article and of paragraph {1) of Article 8 have been complied with, an airline so designated and authoriSed may begin to ope~ate the agreed serVices, provided that a service shall not be operated unless a tariff. is in force in respect of it established in accordance with the provisions of Article 7 of the present Agreement. (6) Eac~ Contracting Party shall have the right to revoke an operating authorization or to suspend the exercise· by an airline of the privileges specified in paragraph (2) of Article 2 of the present Agreement or to impose such conditions as it may deem necessary on the exercise by an airline of those privileges in any case where the airline fails to comply with the laws and regulations of the Cont~acting Party granting those privileges or otherwise fails to operate in accordance with the conditions prescribed in the present Agreement; provided that, unless immediate revocation, suspension or imposition of the conditions is essential to prevent further infringements of law·s or regulations this right shall be exercised only after consultation with the other Contracting Party. ARTICLE 4 The charges imposed in the territory of either Contracting Party for the
1972, No. 36
30 '
use of airports and other aviation facilities by the Aircraft of a designated airline of the other Contracting Party shall not be higher than those paid by aircraft of a national ai~line engaged in similar international air services. ARTICLE 5
(1) Aircraft operated by a designated airline of either Contracting Party and entering, departing again from, or flying across the territory of the other Contracting Party, as well as fuel, lubricants, spare . parts, regular equipment and aircraft stores on board such aircraft, shall be ·exempt from costoms duties and other charges levied on the occasion of iinportatic, exportation or transit of goods. This shall also .apply to goo~s on board the aircraf~ consumed during the flight across the territory of the latter Contracting Party. · · (2) Fuel, lubricants, aircraft stores, spare parts and r~gular equipment, temporarily imported into the territory of either Contracting Party, there to be immediately or after storage installed in or otherwise taken on board the aircraft of a designated airline of the other Contracting Party, or to be otherwise exported again from the territory of the former Contracting Party, shall be exempt from the customs duties and other charges mentioned in paragraph (1) of this Article. (3) Fuel and lubricants taken on .board the aircraft of a designated airline of either Contracting Party in the territory of the other Contracting Party and used in international air · services, shall be exempt from the customs duties and oth~r charges meritioned in paragraph (1) of this Article, as well as from .any other special consuIJlption charges, provided that formal customs regulations are complied with. (4) Each Contracting Party may keep the goo<J..s mentioned in paragraph (1) to (3) of this Article under customs supervisio·n or control. (5) In so far as no duties or other charges are imposed on goods mentioned in paragraphs {l) to (3) of this Article, such goods shall not be subject to any economic prohibitions or restrictions on importation, exportation and transit that may otherwise be applicable unless such prohibition or restriction applies to all airlines including the national airlines in respect to certain items mentioned in paragraphs (1) to (3) of this Article. (6) The treatment specified in this Article shall be in addition to and without prejudice to that which each Contracting Party is under obligation to
31
1972, No. 36
accord under Article 24 of the Convention.
ARTICLE 6 1
l) There shall be fair and equal opportunity for the designated airlines of both Contracting Parties to operate the agreed services on the specified routes between and beyond their respective territories.
(2) In operating the agreed services, the airlines of each Contracting Party shall take into account the interest of the airlines of the other Contracting Party so as not to affect unduly the services which the latter provides on the whole or part of the same routes. (3) The agreed services provided by the designated airlines of the Contracting Parties shall bear close relationship to the requirements of the public for transportation on the specified routes and shall have as their primary objective the provisions, at a reasonable load factor, of capacity adequate to meet the current and reasonably anticipated requirements for the carriage of passengers, mail and cargo originating from or destined for the territory of the Contracting Party which has designated the airlin~s. Provision for the carriage of passengers, mail and cargo both taken up and put down at points on the specified routes in the terr.itories of States other than that designating the airlines shall be made in accordance with the general principles that capacity shall be related to: (i)
the requirements of traffic to and from tht! territory of the Contracting Party which has designated the airlines;
(ii)
traffic requirements of the a~ea through which the airlines pass, after taking account of other transport ~ervices established by airlines of the States comprising the area; and
(iii)
the requirements of through airline operation.
ARTICLE 7 (I) The tariffs on any agreed service shall be established at reasonable levels, due regard being paid to all relevant factors such as cost of operation, reasonable profit, the characteristics of the various routes and the tariff charged by any other airlines which operated over the same routes or parts thereof. In fixing such tariffs, the provisions of the f9llowing paragraphs should be observed.
1972, No. 36
32
(2) The tariffs referred to in paragraph (1) of this Article, shall, if po~ible be agreed in respect of each of the specified routes between the designated airlines concerned, in consultation with other airlines operating over the whole or part of that route, and such agreement shall be reached through the rate fixing machinery of the International Air Transport Association. The tariffs so agreed shall be subject to the approval of the aeronautical authorities of both Contracting Parties. (3) If the designated airlines cannot agree on any of these tarlffs, or if for some other reason a tariff cannot be agreed in accordance with the provisions of paragraph (2) of this Article, the aeronautical authorities of the Contracting Parties shal try to determine the tariff by agreement between themselves. ( 4) If the aeronautical authorities cannot agree on the approval of any tariff submitted to them under paragraph (2) of this Article or on the determination of any tariff under paragraph (3), the dispute shall be settled in accordance with the provisions of Article 10 of the present Agreement. · (5) Subject to the provisions of paragraph ( 4) of this Article, no tariff shall come into force if the aeronautical authorities of either Contracting Party have not approved it. (6) The tariffs established in accordance with the provisions of this Article shall remain in force until new tariffs have be~n established in accordance with the provisions of this Article. ARTICLE 8
(1) The designated airlines shall communicate to the aeronautical authorities of both Contracting Parties not later than thirty days prior to the inaugt,uation of air services on the routes specified in accordance with paragraph (3) of Article 2 of the present Agreement the type of service, the types of aircraft to be used and the flight schedules. This shall likewiss apply to later changes. (2) The aeronautical authorities of each Contracting Party shall supply to the aeronautical authorities of the othe~ Contracting Party at their request such periodic or other statements of statistics as may be reasonably required for the purpose of reviewing the capacity proVided on the agreed services by the designated airlines of the first Contracting Party. Such statements shall include;: all information required to determine the
33
1972, No. 36
amount of traffic carried by those airlines on the agreed services and the origins and destinations of such traffic. ARTICLE 9
(1) Exchanges of views shall take place as needed between ~he aeronautical authorities of the two Cont~acting Parties in order to achieve close cooperation and agreement in all matters pertaining to the application and interpretation of the present Agreement. (2) c ·o nsultation may be requested at any time by either Contracting 'Party for the purpose of dicussing amendments to the present Agreement or to the Route Schedule. The same applies to discussions concerning the interpretation and application of the present Agreement if either Contracting Party considers that an exchange of views within the meaning of paragraph (1) of this Article has been without success. Such consultation shall begin within sixty days from the date of receipt of any such request. ARTICLE 10 (I) If any dispute arises between the Contracting Parties relating to the interpretation or applicatfon of the present Agreement, the Contracting Parties shall in the first place endeavour to settle it by negotiation. (2) If the Contracting Parties fail to reach a settlement by negotiation, the dispute shall be submitted to an arbitral tribunal at the request of either Contracting Party. Such arbitral tribunal shall be established in each individual case in such a way as to comprise one member to be appointed by each Contracting Party and these two members shall then agree upon the choice of a national of a third State as their chairman, who shall be appointed by the Governments of the two Contracting Parties. The members shall be appointed within a period of sixty days from the date of receipt by either Contracting Party from the other a notice through diplomatic channels requesting arbitration of the dispute by such a tribunal, and the chairman shall be appointed within a further period of sixty days. (3) If either of the Contracting Parties fails to nominate an arbitrator within the period specified, or if the third arbitrator is not appointed within the period specified, the President of the Council of the Civil Aviation Organisation shall be requested by either Contracting Party to appoint an
1972, No. 36
34
arbitrator or arbitrators as the case requires. In appointing these arbitrators the· first and the seco11d arbitrator shall not have the same nationality. The third arbitrator shall be a national of a third State and shall act as ch.airman of the arbitral tribunal. Where the President possesses the nationality of one of the two Contracting Parties or is otherwise prevented from carrying out this function, one of his deputies in office who has not · the nationality of either Contracting Party should make the necessary appointments. (4) The arbitral trib •.mal shall reach its decisions by a maority of votes. The decisions given under paragraph (3) of this Article and the decisions of the arbitral tribunal shall be bi~ding for both Contracting Parties. Each of the Contracting Parties shall bear the expenses of its own member as well as of its representation in the proceedings at the arbitral tribunal; the expenses of the chairman and any other expenses shall be borne in equal parts by both contracting Parties. In all other respects, the artbitral tribunal · shall determine its own procedure. .ARTICLE 11
In the event of a general multilateral air transport convention being accepted by both Contracting Parties, discussions with a view to determining the extent to which the present Agreement is terminated, superseded, amended or supplemented by the provisions of the multilateral convention, shall take place in a~ordance with paragraph (2) of Article 9 of the present Agreement. · ·: ARTICLE 12 Each a,irline designated b.y either Contracting Party may maintain and employ its own personnel for its business transactions in the airport and cities in the territory of the other Contracting Party where it intends to maintain an agency. If a designated airline refrains from establishi}lg its own organisation at airports ·in. the territory of the other Contracting Party, it is understood that it should have its work performed, as far as possible, by the personnel of an airport or of a designated airline in the territory of the other Contracting
Party. ARTICLE 13 Either Contracting Party may at any time give notice to the other if it desires to terminate- the present Agreement. Such notice shall be simult
j
35
1972, No. 36
aneously communicated to the International Civil Aviation Organi~tion. If such notice is given, the present Agreement shall terminate twelve months after the date of receipt of the notice by the other Contracting Party, unless the notice to terminate is withdrawn by agreement before the expiry of this period. In the absence of acknowledgement of receipt by the other Contracting Party, notice shall be deemed to have been received fourteen days after the receipt of the notice by the International Civil Aviation Organisation. ARTICLE 14 The present Agreement, any amendments to it and any exchange of notes under . paragraph (3) of Article 2 of the present Agreement shall be communicated to the ICAO for registration by the Federal Republic of Germany. ARTICLE
IS
(I) The present Agreement shall be subject to ratification; the instruments of ratification shall be exchanged an soon as possible through diplomatic channels. (2) This Agreement shall enter into force one month after the exchange of instruments of ratification. In witness whereof the undersigned, being duly authorised thereto by their respective Governme~ts, have signed the present Agreement: ;
Done at Djakarta, the f o u r t h day of December 1969 in six originals two each in the Indonesia, German and English languages. The Indonesian and German texts shall be equally authentic; in case of any divergence of interpretation of the Indonesian and German texts, the English text shall prevail. For the Republic of ln~onesia Ws
For the Federal Republic of Germany Ws.
'
1972, No..36
3 .
.
Djakarta, the 4 .th Dece.m~r 1969 . . '
The Minister of Communication of the Republic of Indonesia
Excellency' \
I have the honour to confirm the receipt of your note date 4 th December 1969 which reads as follows; "I have the honour in implementation of paragraph (3) of Article 2 Qf the Air Services Agreement between the Federal Republic of Germany the Republic of Indonesia signed in Jakarta on to propose to you on behalf of the Government .of the Federal Republic of Germany that the following Arrangement be concluded; · Air services between our respective _territories may be operated over the routes specified in the following Route Schedule:
and
Route Schedule I. Routes to be operated by airlines designated by the Federal Republic of Germany: ,
1
2
3 Points in the Territory of the Republic of Indonesia
Points of Origin
In termed iate Points
Points in the Federal Republi£ of Germany
Djakarta or Rome, Surabaja Athens, Cairo or Beirut, Damascus of Teheran,. Karachi, Bo~fiU or Calcutta, Colombo or Rangoon or. Bangkok · Kuala Lumpur or Singapure
4
Points beyond
Points beyond
1972, No. 36
4
The Ambassador of the Federal Republic of Germany
Djakarta, the 4 th December 1969
Excellency, I Have the honour, in implementation of paragraph (3) of Article 2 of the Air Services Agreement between the Federal Republic ofGennany and the Republic of Indonesia signed in Djakarta on the 4 th December 1969 to propose to you on behalf of the Govern:ment of the Federal Republic of Germany that the following Arrangement be concluded: ·
Air services between our respective territories may be operated over the routes specified ·in th~ following Route Schedule: Route Schedule
I. Routes to be operated by airlines designated by the Federal Republic of Germany: 1
· ~tof
Points in the Federal Republic of Germany
2 Intermediate Points
Rome, Athens, Cairo or .Beirut, Damascus or. T eheran, Karachi, Bombay or New Dellii . or Calcutta, Colombo or Rangoon or Bangkok, Kuala Lumpur or Singapore
His Excellency Minister of Communication of the Republic of Indonesia
3 4 Points in Points the Territory beyond of the Republic of Indonesia Djakarta or Surabaja
Points beyond
i972, No. 36
5
The designated airlines or airlines of the Federal Republic of Germany may on any or all flights omit calling at any of the above mentioned points, previded ·that the agreed services on these routes begin at a point in the territory the Federal Republic of Germany. II. Routes to be operated by airlines designated by the Republic of Indonesia:
2
1 Points of Origin
Intermediate Points
3 Points in the Territory of the Federal Republic of Germany
4 Points beyond
Points Frankfurt Singapore or beyond Kuala Lumpur, Bangkok, Karachi, Beirut or Cairo Athens, Rome The designated airliiie or airlines of the Republic of.Indonesia may on any or all flights omit calling at any of the above mentioned points, provided that the agreed services on these routes begin at a point in the territory of the Republic of Indonesia.
Points in the Republic of Indonesia
If the Government of the Republic of Indonesia agrees to the above Route Schedule, I have the honour to propose that the present note and your Excellency's note is reply expressing your Government's agreement shall constitute an Arrangement between our Governments, to enter into force on the same date as the Air Services Agreement mentioned above. "I have the honour to inform you that the Government of the Republic of Indonesia agrees to th·e Route Schedule and to your proposal that your note and this note in reply thereto shall constitute an Arrangement between our Governments, to enter into force on the same date as the Air Services agreem~nt between the Republic of Indonesia and the Federal Republic of Germany signed on. Accept, Excellency, the assurances_of my highest consideration. His Excellency Ambassador of the Federal Republic of Germany
..