PENGKAJIAN KEBIJAKAN MODBRNISASI & RESTRUKTURISASI USAHA SKALA MIKRO, KECIL, DAN KOPERASI DI SEKTOR AGRIBISNI S/AGROI N DUSTRI
Bagian dari Studi Program dan Kebijakan Pembangunan Kelembagaan Perencanaan
i) Ci(.iJ\i i:-l,i-, ;i
.-,,i)
;-,I-iliii:
E,i i'i: I i\j rr:i {:;i,tt'
',rl'%tr7'
Disusun oleh:
Direktorat Pemberdayaan UKM dan Koperasi, BAPPENAS Desember 2004
PENGI(AJIAN KEBIJAKAI\ MODERNISASI & RESTRUKTURISASI USAHA SKALA MIKRO, KECIL DAN KOPERASI SEKTOR AGRIBISNIS/AGROIT{DUSTRI ABSTRAK
secara terintegrasi merumuskan kebijakan dan langkah modernisasi usaha miko dan kecil melalui penyusunan pola kebijakan dan model pengembangan yang diharapkan secara operasional dapat mendukung kegiatan peningkatan nitai tamUah usaha mikro dan kecil secara efisien dan berdaya saing tinggi. Aspek insentif,, pembenahan struktur kelembagaan serta mekanisme pendukungnya menjadi perhatian utama, sedangkan jenis komoditas dalam kajian, yaitu rumput laut, kakao, kentang dan perikanan, menjadi piiitran karena memiliki prospek usaha yang baik untuk mengangkat peningkatan pendapatan pengusaha mikro dan kecil.
Kajian
ini mencoba
Metodotogi dalam kajian ini dilakukan metalui studi literatur dan diskusi kelompok terfokus (Focuss-Groupt DiscussiontFGD). Selanjutnya, berdasarkan hasil studi literatur dan serangkaLn FGD yang dilakukan secara bertahap disusun rekomendasi umum yang berisi altern-atif pemecahin dari berbagai permasalahan pada komoditas tersebut. Selain itu disusun pula sebuah alternatif kebijakan modemisasi usaha mikro, kecil dan koperasi di sektor agribisniVagroindustri yang dapat diterapkan secara khusus pada komoditas tenentu. Metode in-i merupakan modifikasi-atau perluasan dari metode Delphi. Penelitian ini menggunakan data yang merujuk pada hasil kajian sebelumnya dan dilengkapi dengan pengumpulan data primir milalui iuwey untuk mendapatkan respon kelompok sasaran secara langsung. Beberapa kebijakan untuk merestrukturisasi dan memodernisasi usaha mikro. kecil dan koperasi Ci UiOang agribisniVagroindustri adalah: (l) Pengembangan industripengolahan (3) berbasis pedesaan (slah kecil dan koperasi.); (2) Kebijakan dan program terpadu; Pengembangan kelembagaan.
Secara umum
jenis insentif yang diharapkan dapat memacu pengembangan
usaha
mikro dan kecil melalui wadah koperasi di sektor agribisnis/agroindustri ini antara lain
(l)
Mengembangkan koperasi sebagai alat untuk memperoleh sarana produksi jasa teknis dan pendampingan bersama dan melakukan pemasaran bersama; (2) Memberikan oleh BDS providers; (3) terutama dalam berbagai aspek manajemen operasional Menghilangka-n retribusi dan iajak yang berlebihan; (4) Penyediaan kredit modernisasi khusisnya kredit investasi dengan jangka waktu dan jadwal pengembalian yang rnenarik bagi investasi usaha mikro/kecil melalui koplraii uiik inoivruual untuk setiap anggota maupun (7) memadai; yang bersama diantara anggotanya; (5) Pembangunan infrastruktur (8) Menghitangkan pajak p.rturnbuhan nilai (PPN) terhadap industri hasil perkebunan; kecil di Menlediak-an informasi pasar mengenai harga dan keadaan bisnis usaha mikro dan pemasaran peraturan dan cara sektor agribisnis/agroindustri; (9) Mensosialisasikan (10) internasio-nal produk usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis/agroindustri; dan Meningkatkan akses pasar internasional bagi produk pertanian; (l l) Fasilitasi kerjasama lainnya' usaha badan dengan kemitraan usaha antar koperasi dan koperasi Secara umum restrukturisasi dan modernisasi usaha kecil di sektor agribisniVagroindustri direkomendasikan dilakukan melalui: (l) Pengembangan klaster iidustri; (2j pengembangan industri pengolahan skala investasi kecil dan menengah; (3) ekspor Pengembangan industri pingolahan yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan para bagi dan memenuhi kebutuhin Oalam negeri; (4) Koperasi menjadi model badan usaha pengusaha mikro/kecil dalam kegiitan agribisnis pada berbagai jenjang (lokal' regional' model nasionaf); (5) Pengembangan BD{ providers yang profesional disertai pengembangan kerjasama pendampingan berbasis bisnis dengan koperasi'
adalah:
1.
Latar Belakang
Sumbangan usaha skala mikro dan kecil (UMK) terhadap produk domestik bruto (pDB) sektor pertanian dalam periode 1997-2003 meningkat dari sebesar 13,3 persen pada U'ltun'1997 mlnjadi sebesar 14,7 persen pada Ahun 2003, sedangkan sumbangannya pada sektor industri pengolahan dalam periode yang sama tidak mengalami perubahan yang berarti, masih s.t itu, 3,9 persen. Nilai ekspor dari produk-produk yang dihasilkan UMK di sektor pertanian dan induJtri pengolahan dalam periode yang sama juga mengalami kenaikan. Meskiiun kinerja UMK tenibut cukup tinggi, usaha kecil di sektor pertanian dan industri p"ngoiuh* tercatat memiliki produktivitas tenaga kerja yang paling rendah yaitu Rp. 6,8 juta aun np. 9,6 juta per tenaga kerja pada tahun 2003. Tingkat produktivitas tersebut bahkan lebih iendah dari rata-rata produktivitas tenaga keda usaha kecil secara nasional yaitu Rp. 10,5 juta/tenaga kerja. Kinerja demikian menunjukkan adanya masalah struktural yang mend-asar, mengingai proporsi usaha skala mikro dan kecil di sektor ir€li3rian dan industri pengolahan puJu tatrun )003 r"ncapai sekitar 64,0 persen dari jumlah unit usaha di indonesia" dengan total serapan tenaga kerja hampir 45 juta orang (BPS dan Kantor Meneg
Kop&UKM,2004). Sementara itu, agribisnis memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi nasional ke depan, khususnya dalam pembangunan ekonomi perdesaan. Pertumbuhan dari sektor tersebut akan berdampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja dan tingkat pendapatan. Sebagian besar pelaicu agribisnis adalah usaha mikro dan kecil yang memiliki yang lain. Secara umum permasalahan yang icarakier yang -u*-h"sama dengan pelaku usaha kecil mikro din kecil serta koperasi disektor agribisniVagroindustri juga relatif dihadapi ,ura i"ngan yang dihadapi usaha kecil di sektor lain. Beberapa permasalahan dalam pengembaigan- pert"nian nasional yang berhubungan dengan usaha mikro, kecil, serta kofrrasi urL. lain adalah: (a) Lemahnya kelembagaan dan posisi tawar usaha mikro dan kecil, termasuk koperasi; (b) Akses ke sumberdaya produktif termasuk permodalan dan layanan usaha maiih sangat terbatas; (c) Masih lambatnya proses alih dan diseminasi pertanian teknologi yang mengakibatkan rendahnya produktivitas dan nilai tambah produk secara umum.
-
Upaya modernisasi dan restrukturisasi usaha skala mikro dan kecil di sektor agribisnis/airoindustri merupakan salah satu pilihan strategis dalam rangka meningkatkan pioduktivita-s, efisiensi, daya saing, nilai tambah dan keberlanjutan dari industri berbasis pertanian secara keseluruhan. Peningkatan kinerja y-saha mikro dan kecil melalui modernisasi tersebut memerlukan kajian yang komprehensif. Hal ini mengingat permasalahan yang dihadapi dalam proses modernisasi usaha mikro dan kecil pada agribisnis/agroindustri runlut tidak sederhana dan kompleks. Mengingat banyaknya permasalahan dan tantangan yutig AituOapi usaha mikro dan kecil saat ini perlu dikaji pola kebijakan yang tepat dan pada btirirn sehingga pemerintah dapat mendukung modernisasi usaha mikro dan kecil yang akhimya dapat men ingkatkan produkti vitasnya. dan Salah satu instrumen keb'rjakan pemerintah untuk mengembangkan usaha mikro kecil secara sehat adalah melaiui penyediaan insentif bagi modernisasi usaha mikro dan diberikan harus dapat memotivasi usaha mikro dan kecil untuk kecil. Jenis insentif yang berperan aktif dan *undiri dalam melaksanakan perubahan/perbaikan sesuai dengan
kapasitasnya.
Sistem insentif yang telah diidentifikasi pada kajian pendahuluan, akan dianalisa kembali untuk menentukan pola penyediaan sistem insentif yang paling tepat sehingga secara bertahap dapat membantu UMK dalam meningkatkan kualitas SDM dan kapasitas disusun diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kelompok produkiinya. Kebijakan yang ,uru*n dalam h; ini usiha skala mikro dan kecil, serta koperasi di sektor agribisniVagroindustri, terutama dalam menjawab permasalahan dan tantangan spcsifil'"
2.
Tujuan Studi Secara umum kajian ini bertujuan merumuskan kebijakan modemisasi usaha mikro' kecil dan koperasi dalam rangka membangun usaha mikro, kecil, dan koperasi yang efisien dan berdaya iaing tinggi, antara lain melalui insentif, pembenahan struktur kelembagaan serta mekanisme pendukungnYa. Secara khusus tujuan kajian ini adalah:
a. b.
c. d.
Teridentifikasinya rantai nilai (value chain) yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi usaha mikro dan kecil serta koperasi di sektor agribisnis/agroindustri. Terumuskannya jenis insentif yang dapat mendukung peningkatan nilai tambah bagi usaha mikro, kecil dan koperasi di sektor agribisnis/agroindustri Terumuskannya infrastruktur dan kelembagaan yang mendukung kebijakan modernisasi usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis/agroindustriTerumuskannya model kebijakan untuk mendukung modernisasi usaha mikro dan kecil di sektor agibisnis/agroindustri.
3. 3.1
Metodologi Kerangka Analisis pendekatan pembangunan sistem agribisnis merupakan pendekatan yang mampu mengakomodasikan arahan dan tujuan pembangunan ekonomi nasional. Sistem agribisnis merupakan upaya untuk menciptakan nilai tambah bagi produk pertanian primer. Disamping produk itu sistem agribisnis dapat dilakukan pada setiap rantai nilainya. Karakteristik khusus pertanian primer yang berbeda dari produk non-pertanian adalah sifatnya yang mudah rusak (variability\, bullE, dengan resiko fluktuasi Qterishable), beragam kualitas dan kuantitas teknologi harga yang cukup tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pentingnya penguasaan produksi dan distribusi, namun sama pula pentingnya adalah kelembagaan/organisasi usahanya.
(up-sfteam Rantai nilai dalam sistem agribisnis terdiri atas subsistem agribisnis hulu (down agribusiness), subsistem usaha taii 1on farm agribusimess), subsistem pengolahan agribusiness), subsistem petasitun, din subsistem penunj anglpelayanan seperti lembaga k.uangan, penelitian (penyedia teknologi baru) dan penyuluhan yang Modernisasi sistem ugiiUirnir dalam rangka mengembangkan sektor agribisnis agribisnis' kuat dapat berarti mendoror[ perubahan dan pertumbuhan di semua subsistem perubahan/perbaikan terlaksananya Selain itu modernisasi dibutuhkan puta untuk membantu struktural pada UKM sesuai dengan tuntutan perubahan pasar dan struktur industri/dunia
,lrro^
usaha.
Melalui kerja-sama horizontal secara kolektif perusahaan-perusahaan dapat mencapai memperoleh skala ekonomis melampaui jangkauan perusahaan kecil individual dan dapat kapasitas input, mencapai skala optimal datam penggunaan peralatan, dan menggabung produksi untuk memenuhi order skala besar. Bentuk badan usaha koperasi dapat berperan penting dalam membangun kerjasama horizontal diantara para pengusaha mikro/kecil' intinya dan Melalu-i integrasi vertika-|, peruiahaan-perusahaan dapat berfokus ke bisnis juga memberi p.luung pembagian tenaga kerja eksternal. Kerja-sama antar-perusahaan pengembangan memberi kesempatan tumb--uhnya ruang beta.lar secara kolektif dimana terjadi kolektif untuk usaha suatu sating-tukar pendapat dan saling-Uagi pengetahuan dalam menguntungkan' meni-ngkatkan kualitas produk Oan pinOitr [" s"gmen pasar yang lebih pelatihan, Jaringi'n usaha diantara perusahaan, penyedia jasi layanan usaha (mis. institusi ,"ntri teknologi, dsb.) dan perumus kebijakan lokal, dapat mendukung pembentukan suatu mertirrgkatkan visi pengembangan daerah bersama dan memperkuat tindakan kolektif untuk
daya-saing UKM. Modernisasi sektor agribisnis/agroindustri dengan peran pelaku usaha mikro dan kecil mempunyai peluang yang besar melalui pendekatan tersebut diatas.
3.2
Metode Pelaksanaan Kajian Metode pelaksanaan kajian ini dilakukan dalam beberapa tahap. antara lain adalah studi literatur dan diskusi kelompok terfokus (Focus Group DiscussionlFcD). Studi literatur dilakukan untuk menyusun peta kondisi kandungan teknologi serta kondisi umunr usaha mikro, kecil. dan koperasi di sektor agribisnis/agroindustri. kelenrbagaan iptek serta kemungkinan alternatif insentif yang dapat diterapkan dalam kondisi tersebut dalarn rangka modernisasi teknologi. Studi literature merumuskan dua hal yaitu kornoditas yang memiliki prospek yang baik sebagai objek kajian dan lokasi komoditas yang rnenjadi ob.iek kajian. Jenis komoditas pada kajian yaitu, rumput laut. kakao. kentang. dan perikanan laut. Komoditas-komoditas tersebut meniadi pilihan karena nremiirkr ;'.ospek usaha 1'ang baik untuk meningkatkan kegiatan usaha serta pendapatan pengusaha mikro dan kecil. FGD dilakukan untuk mengetahui lebih dalarn mengenai permasalahan dan prospek komoditas pada studi. Berdasarkan hasil FCD tersebut dapat diketahui gantbaran umum mengenai kondisi komoditas yang dikaji. Selanjutnya berdasarkan hasil studi literatur dan serangkaian FGD tersebut maka disusun rekomendasi umum yang berisi alternatif pemecahan dari berbagai permasalahan pada komoditas tersebut. Selain itu disusun pula sebuah alternatif kebiiakan modernisasi usaha mikro, kecil dan koperasi di sektor agribisnis/agroindustri yang dapat diterapkan secara khusus pada komoditas tertentu. Metode ini merupakan modillkasi atau perluasan dari metode Delphi.
3.3
Data Runtpul Loul Rumput laut merupakan penghasil bahan hidrokoloid sebagai kornponen prirnernya. sedangkan kornponen sekundernya digunakan sebagai obat-obatan. kosrnetika dan keperluan industri lainnya. Pohon industri rumput laut sebagaimana dalam gambar l.
A.
ww
Market
lffi 4^
Eahan Baku Hidrokoloid
a
';l-ffi*'*
Grecllerie sp
^3:;:'i::'
1T
Product
Alginophyte : Sargtgtum & -Turbinaria
Technology
?,I l,lanupulesi genetik, I
T
Kultur raringan
Produk Antara
...-r-...t, Sitat agronomik, Teknlk budidala
I i
fcknologi P€ngolahan
._ __..._.-........1
Gambar l. Pohon Industri Runtput l-aut
Budidaya rumput laut yang dilakukan oleh para petani/nelar an memerlukan keterpaduan unsur-unsur subsistem Keterpaduan tersebut menr-rntltt acllnya kerjasa'lla :.\-',1 ','..
pelaku-pelaku usaha terkait dalam bentuk jaringan usaha atau kemitraan usaha. Para petanidsaha kecil yang pada umumnya berproduksi produk bahan baku bermitra dengan pengusaha besar yang umumnya melakukan pengolahan lebih lanjut dan menguasai p"rururun. Sementara keterbatasan modal dan penguasaan teknologi menyebabkan para petani pengusaha kecil tidak dapat memproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk antara yang bernilai tambah lebih tinggi. Berkembangnya skala investasi kecil/menengah dalam pengolahan lanjut akan membuka peluang usaha bagi pengusaha mikro/kecil. Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki porensi rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Ind'onesia, dianiarunya ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis iinggi, diantaranya spesies Eucheuma, Gracilaria dan Gelidium permintaan dunia terhadap rumput laut sebesar lebih dari 200 juta ton dengan nilai lebih dari 100 juta dolar AS, namun sampai saat ini permintaan tersebut baru terpenuhi per sebesar 30%. Potensi produksi rumput laut kering rata-rata di Indonesia sebesar 16 ton Prospek hektar per tahun. Dari potensi yang dimiliki itu, baru sekitar 2 persen yang tergarap. up cerah ke depan, terutama permintaan terhadap produk pasar rumput laut di dunia "ut lebih iu1tlnunnyu yaitu karaginan yang diperkkirakan pada tahun 2009 akan mencapai sekitar dari 300 juta ton. penyebab rendahnya usaha budidaya rumput laut adalah keterbatasan dukungan modal dari lembaga keuangan, rendahnya dukungan teknologi, serta tidak ada insentif dari pemerintah daerah untuk menjaring investor. Hingga kini baru 20.572 perusahaan skala menengah yang berinvestasi di budidaya rumput laut. Rt tor-uLtor yang bergerak dalam bisnis rumput laut (tradisional) di Indonesia, adalah: petani (pembudidaya;,-peniumpul, pedagang, industri pengolah, dan eksportir' Secara sederhana alur bisnis rumput laut yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar
2. Alir Bisnis RumPut Laut
sangat Sebagian besar pelaku usaha rumput laut adalah nelayan yang memiliki modal Hasil laut. di maupun tambak di terbatas, dan lahan yang diusahakannya iungut sempit. baik (bahan kering para petani/nelayan, di-iual dalam bentuk rumput laut
panen budidaya
olitr
yang mentahlrmt, material)' kepida para pedagang pengumpul atau kepada,-Koperasi kota' beberapa raut di rumput pengolahan kemudian menjualnya kepada pengusaha/pabrik yang lebih.lanjut peran koperasi terbatas sebagai-pengumpul. belum sebagai unit pengolahan dimiliki para petani/nelayan kecil. Plra pengumpul membeli rumput laut kering dari nelayan jarak lokasi budidaya ke dengan hurga yang tergantung pada jenis-rumput laut ataupun pertisahaan-prngrlolu. F"rasuran seperti ini bagi petani nelayan bisa berakibat menjadi posisi tawar bagi para petani nelayan. yang bisa merugikannya. iemahnya -lrroduk yang rumput ya-ng dihasilkan para petani pada umumnya dijual kepada pabrik yang ada akan diproses lebih lanjul menjadi refne agar atau karaginan. Rantai nilai karena paling besar, menunjukkan bahwa pihak produsen merupakan pihak dengan resiko harus menghadapi resiko pasca panen.
kotoran Ukuran kualitas rumput'laut ditentukan oleh kadar air, rendemen, dan tingkat kualitas pengendalian yang terdapat pada rumput laut. Selama ini pihak yang melakukan uaui"t pabrik dan pelaku ekspor. Padahal, untuk mengukur kualitas rumput dali pe{ani,
sebetutnya sarana yang diperlukan sangat sederhana, yakni sebuah laboratorium analisis kimia siderhana. gfettivitas pengendalian kualitas akan bedalan dengan baik, apabila laboratorium tersebut dikelola oleh suatu unit pengendali kualitas. Selain untuk pengendalian kualitas unit ini harus dapat pula memberikan layanan atau pembinaan teknologi budidaya. Luaran dari unit pengendali bisnis ini harus dapat diakui dan disepakati baik oleh para petani (produsen) maupun para pembeli (konsumen). Lrmbaga yang mungkin dapat berperan dalani melakukan aktivitas ini adalah lembaga yang bisa secara kontinyu berada di lokasi, yaitu bisa sebuah penyedia jasa pengembangan bisnis (BDS provider\.
B.
Kokao Tanaman kakao mempunyai produk turunan yang cukup beragam. Umumnya produk turunan kakao digunakan untuk keperluan industri makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika, industri rumah tangga, industri kimia serta industri pakan temak. Pohon industri tanaman kakao dapat dilihat pada Cambar 3.
-"
+
I
r.rco.
I
Gambar 3 Pohon Industri Kakao perkembangan konsumsi kakao dunia selama periode 1900-2000 terus meningkat. pada tahun 2000 produksi kakao mengalami defisit, produksi kakao dunia pada taun tersebut
adatah sebesar 2.600.000 ton sedangkan konsumsinya adalah sebesar 2.965'000 ton' Konsumsi yang meningkat menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan komoditas kakao. Kakao di Indonesia mengalami perkembangan cukup pesat. Perkerr.rbangan ekspor biji biji kakao dari lndonesia menunjrfkun peningkatan dari tahun ke tahun. Sebagian besar kakao dari Indonesia diekspor ke luar negeri. walaupun pada saat ini sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao menjadi proOuk setengah jadi. Kendala utama 1'ang dihadapi masih komoditas kit
yang penting dalam Oittu'riitun. Walaupun prodlksinya tinggi. tetapi apabila dalam panen dan pengolahan sangat hasilnya kurang tepat, maka mutu biji akan kurang baik sehingga harganSa akan rendah.
Secara sederhana alur proses produksi kakao adalah: pembenihan, aktivitas budidaya' Gambar pemanenan, sortasi hasil panen, pengepakan dan terakhir penggilingan, sebagaimana
4.
Gambar 4. Aliran Proses Produksi Kakao
pelulgyl pengepul' Pihak yang terlibat dalam proses produksi biji kakao adalah: p€tani, 5 di bawah ini' Gambar pe;agang,ian eksportir. Alur pemasaran kakao digambarkan dalam P
eten i
pcm
ilil
Pcdagang bcsar
Pcngcpul
Pcluncur
Ek
Pcdagang "scm bako / co k
spo
rlir
l!t"
Gambar
3. Alur
Pemasaran Kakao
Terdapat hoses pengolahan biji kakao sangat menentukan mutu akhir dari biji kakao. simemetode dan dua macam metode pengodhan biji kakao yaitu metode konvensional panen, sortasi, ,"aUuty. Tahap-tahap prJses pengoiahan kakao metode konvesional meliputi p"roift"n buah, fein'entasi, pericucian, penuntasan, penjemuran atau pengeringan' sortasi' dan disortasi, ean p"nyitnpanan. Sedangkan metode sime-cadbury setelah buah dipanen kemudian b.u$, pemecah1 selanjutnya buah kakao irengalami proses pemeraman dan buah kering Setelah difermenLsi untuk kemudian Ji;"ru, itau dituntaskan dan dikeringkan. kakao disortasi kembali dan disimpan. dan Sulawesi Tenggara Sementara itu di daerah sentra kakao seperti Sulawesi Selatan
kelompok-kelompok tani yale secara organisatoris telah memiliki sudah dijumpai adanya -perilaku icorporat manajeriat dalam berbagai bentuk dan besaran yang wadah, ut tinit"r dan masih banyak disekitar bervariasi. Kegiatan ututnu kelompok-kelompok ini sampai saat ini hama' dan pengadaan kegiatan teV'rii on-farm, seperti budidaya taniman sehat, pengendalian saprodi.
C.
Kentang
, , Indonesia masih mengandalkan kentang jenis pada. konsumsi Granola sebagai kegiatan budidaya. K-ntang jenis ini kegunaannya terbatas keripik kentang, lokal. Di sisi lain dengan runruiny" waralibi asing yang menghidangkan (lihai Gambar 4), ma[a diperlukan jenis kentang yang sesuai' french fries, dan pati fentang Riverina ienis kentang ini antara lain adalah Atlantis, Panda, Karlena, Chipeta, Hermes' Sebagiai besar petani kentang
R.usset, Columbus, dan
di
lain-lain.
Gambar 4. Pohon Industri Kentang
Produksi kentang untuk bahan baku industri di Indonesia masih sangat rendah dengan firmintaannya. Pada tahun 2000, total permintaan kentang untrlk dibandingkan -pototo citps dan .french fries dalam negeri baru terpenuhi 25Yo, sisanya masih industri Angka tersebut belum termasuk kebutuhan bahan baku untuk industri kecil' diimpor. ' Waliupun berpotensi untuk menghasilkan margin usaha yang relatif be9ar, karena yang masih relatif baru jenis ini masih belum banyak diminati oleh para petani. Selain benih lebih sulit diperofih, cara budidaya-nyajuga agak berbeda dibandingkan dengan kentang granola. peru'bahan budaya, mesklpun itu "sekedar" tata cara bercocok tanam, masih sulit dilakukan.
pengembangan agroindustri kentang industri perlu ditunjang oleh varietas yang dapat
diterima industri sitcatigus disenangi petani dan kosumen. Selain itu, komponen teknologi produksi dan pascapanin harus bersifat spesifik varietas agar pengembangannya dapat berlanjut.
D.
Perikanan Laut Sebagian besar produksi perikanan Indonesia disumbangkan oleh kegiatan penangkapan it un di laut. Ferikanan tangkap di Indonesia telah memberikan sumbangan yang % cut uiUesar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Namun demikian lebih dari 90 rendah. produktivitas relatif usaha perikanan tangiap tergolong skala kecil, dengan tingkat Kondiji tersebut unL- tain aiadUatkan oleh jumlah nelayan yang terlalu banyak, tidak relatif masih sesuai dengan ketersediaan sumberdaya yang ada, serta kondisi kualitas SDM antara sumberdaya pemanfaatan rendah. Disamping itu juga terjadi kesenjangan tingkat Apabila wilayah pantai dengan tipas pantai dan antara kawasan barat dan timur lndonesia. potensi dipeibandingkan dingan'kondisi negara lain, sebagai contoh Malaysi4 dengan nelayan ,.b"*, l,Sluta ton per tahun, hanya ada 30 000 nelayan, yang berarti setiapper hari. kg 300-400 mempunyai peluang untuk remanihatkan sumberdaya sebesar juta 4 Semintaia, di tndonlsia dengan potensi sebesar 6,4 juta ton per tahun terdapat sekitar kg saja. nelayan, sehingga peluang froautsi ikan per nelayan per hari hanya sebesar 3-4 yang relatif per nelayan ikan Selain akibat dari keterbaLian peluang produksi penangkapan kecil, keterpurukan nelayan lndonesia juga diakibatkan oleh keterbatasan kemampuan akses nelayan t.ihudup sumberday4 modal, informasi, teknologi maupun pasar' Lemahnya produktivitas usaha kemampuan akses netayan tersebut telah mengakibatkan efisiensi dan yang dilakukan sangat rendah.
Terlepas daii problem-problem tersebut, banyak pihak menganggap sub sektor ini perikanan terbukti sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena sub sektor peluang untuk memberikan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar sehingga yang cukup PDRB meningkatkun poo"ruta-an keiejairteraan dan memberikan-pgmasukan tinggil serta sebuah reatita bahwa sektor pertanian y.l,g berb&sis di darat semakin terdesak pertanian. ole-t-renyempitnya lahan karena adanya peruntukkan lahan untuk sektor non peluang yang memiliki Dengan panjang garis pantai 81.000 km maka lndonesia maupun (budidaya) sangat besai uniuk- mJngembangkan perikanan, baik perikanan darat perikanan lepas pantai (perikanan tangkap).
3.
Hasil Kajian dan Analisa Umum proses modernisasi usaha skala mikro, kecil, dan koperasidi sektor primer, khususnya generik' pertanian dalam arti luas merupakan proses yang sangat kompleks dan tidak b-er;ifat serta kebijakan Mengingat karakter produk din proses produksinya sangat spesifik, maka besar interienii pemerintah termasuk pula, upaya untuk memperoleh nilai tambah yang lebih beragam. bagi para pelaku usaha skala mikro dan kecil akan sangat
Selama ini permasalahan yang umum dihadapi oleh pelaku usaha mikro dan kecil di sektor pertanian dalam arti luas bermuara pada lemahnya posisi tawar (bargaining position) akibat keterbatasan akses terhadap sumber daya keuangan, pemasaran, teknologi, dan informasi. Keterbatasan tersebut juga sebagai implikasi dari lemahnya struktur kelembagaan
usaha termasuk aspek skala ekonominya. Hasil akhirnya adalah berupa rendahnya produktivitas dan nilai tambah produk pertanian. Faktor pertama yang memperlemah posisi tawar usaha mikro/kecil adalah skala usaha yang minimal menyebabkan usaha kecil tidak mampu melakukan akumulasi modal. Faktor kedua yaitu lemahnya kerjasama di antara mereka untuk menghimpun energi bersama untuk kekuatan mereka sendiri.
Makna strategis dari fenomena diatas adalah perlunya pengembangan agribisniVagroindustri melalui perbaikan posisi tawar usaha mikro dan kecil di sektor
agribisniVagroindustri. Selanjutnya perbaikan posisi tawar tersebut akan menghasilkan peningkatan produktivitas dan nilai tambah dari usaha mikro dan kecil di sektor agribisniJagroindustri. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha stali mikro dan kecil adalah melalui modernisasi. Modernisasi berarti terjadinya perubahan strukturat yang mencakup peningkatan kapasitas produksi, melalui penguatan Lasis teknotogi dan peningkatan basis produksi, serta kemampuan manajerial dan yang kian menjadi sungut penting adalah etos kerja dan budaya usaha. Namun untuk melaksanakan modirnisasiiersebut usaha mikro dan kecil memiliki keterbatasan-keterbatasan karena skala
yang kecil dan tidak terorganisasi. usahanya -Klister
industri berbasis kewilayahan dan spesialisasi terbukti efektif dalam mengatasi permasalahan skala usaha. Umumnya UKM pada sektor pertanian dalam arti luas di In?onesia merupakan klaster yang sederhana dan mendasar. Kebanyakan klaster tersebut
tidak saling bergantung dan memiliki sedikit keinginan untuk bekerjasama, sehingga belum ada keterfaiatan{aringan industri hulu/hilir. Akibatnya klaster-klaster belum beroperasi secara optimal Hal ini menyebabkan terhambatnya kemitraan untuk mengintegrasikan jaringan hulu/hilir. Penyebab utarunya adalah rendahnya modal sosial di masyarakat. Modal sosial adalah kemampuan warga untuk kerjasama mencapai tujuan berdasarkan saling
'
kepercayaan.
usaha mikro dan kecil serta umumnya klaster di sektor agribisnis/agroindustri teniu akan terkait dan berbasis pada pertanian dan pedesaan. Salah
S6"ntara itu, pengembangan
situ wadahlrganisasi formal yang menggalang dan menghimpun energi untuk kekuatan di bidang ekonorii (dan sosial) di p"d"saun adalah Koperasi. Pengembangan koperasi sebagai alat untuk mencapai efisiensi kolektif dan alat pengorganisasian klaster berimplikasi pada perlunya perbaikan organisasi koperasi itu sendiri. Sejalan dengan itu, agar produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil dapat
ditingkatk-an adalah dengan mlngembangkan kegiatan usaha yang memiliki prospek kand-ungan nilai tambah yang lebih besar. Dalam kaitannya dengan modernisasi adalah identifikasi rantai nilai pror"J produksi yang dapat memberikan peningkatan nilai tambah bagi usaha mikro dan kecil, yang kemudian dilakukan proses adopsi maupun adaptasi teriadap sumberdaya yang dipeilukan ke dalam kegiatan usahanya melalui usaha koperasi di sektor agribisnis/agroindustri. Bersama dengan persyaratan adanya iklim usaha yang sehat untuk mendukung efisiensi ekonomi dan kesetaraan berusaha yang lebih luas, maka peningkatan produktivitas usaha mikro dan kecil hanya dapat berlangsung bila didukung oleh peningkatan akses usaha mikro dan kecil terhadap sumberdaya produktif berupa permodalan' teknologi, informasi, dan manajemen. Aspek Pembiayaan pada tahap awal pelaksanaan modemisasi perlu dipertimbangkan adanya skema khusus penyediaan kredit investasi dan modal kerja, serta perintisan penyertaan inocia! 'Jari
lembaga keuangan dalam periode tertentu. Terdapat beberapa skim kredit yang tersedia bagi usaha-skala mikro dan kecil, diantaranya adalah: KKPA, KMK dan KPKM BPR/S, KUMKjika didukung kegiatan SUp, dan K-KLJM. Pola skim kredit tersebut akan berjalan lebih baik pendampingan.
'
frf"ngingat dana kredit program diatas sangat terbatas, maka altematif lain adalah usaha mikrJ/kiil hu.s mampu menggalang modal sendiri dan bermitra dengan investor' melalui program ventura. Modal ventura adalah suatu jenis pembiayaan berupa penyertaan modal yang bersifat sementara oleh PMV kepada perusahaan PPU (Perusahaan Pasangan Usaha) bail perorangan, kelompok, maupun usaha berbadan hukum dengan pola pembagian keuntungan yang ditentukan bersama.
Atternatif skema pembiayaan lainnya yang dapat mengatasi karakteristik UMKM yang umumnya terkendaia oleh ketidakmampuan dan ketidaksiapannya untuk memenuhi p"r!...t"n tltnis perbankan, adalah pendirian lembaga keuangan 'yang sesuai dengan [ur.it"t dan lingkungan bisnis mereka. UMKM secara bersama-sama mendirikan dan membangun r"niiri tembaga-lembaga keuangan/pembiayaan yang dapat menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam "dari dan untuk" mereka, dalam bentuk badan hukum ko[erasi. Selain melalui per-biayaan konvensional di atas pembiayaan usaha mikro dan kecil di sektor pertanian dapat pula dilakukan melalui pola pembiayaan syariah. Terdapat tiga macam pembiayaan daiam pola syariah, yaitu As-salam, Gadai/Ar-rahn, dan Resi gudang.
Aspek Pemasaran Salah satu model inovasi fasilitasi petani dalam akses pasar adalah mengembangkan pasar lelang komoditas. Pada dasarnya keberadaan pasar lelang komoditi produk pertani{ lebih at
Peran Pendampingan peningkatan produktivitas dan daya saing usaha UMKM dapat berlangsung lebih efektif bila didukung oteh kegiatan pendampingan yang intensif melalui program BDS providers yang berpiran sebagai media untuk mentransfer penguasaan pengetahuan dan teknologi khu*rnyu dalam hal manajemen operasional kepada pengusaha mikro/kecil dan masyarakat lokal. Skema bimbingan teknis yang diselenggarakan BDS providers akan lebih mudah dan cost efective bila seiuai dengan masalah yang dihadapi oleh setiap UKM, dilaksanakan melalui kelompok UMKM yang mengusahakan produk sejenis, dan mencapai skala ekonomi yang layanan. Ini artinya bahwa dalam mengembangkan UMKM diperlukan adanya strategi yang mlnggunakun p.nd.kut"n klaster. Pendekatan klaster tampaknya merupakan pilihan bijaksana bagi pengembangan UKM di masa mendatang' " Hubirgan t erjasai',u untu* kelompok pengusaha mikro/kecil dan BDS providers program yang didasarkin atas kerjasama bisnis menjadi prasyarat penting bagi keberhasilan yang providers BDS juga adalah mengembangkan peniampingan. Menjadi iugas pemerintah profesional dan membangun institusi pendukung di bidang teknologi dan pemasaran.
Kemitraan Usaha
Ruang gerak usaha yang sangat terbatas bagi pengusaha/petani mikro dan kecil, dapat
diperluas melalui kemitraan uiaha. Manfaat kemitraan usaha dapat diperoleh antara lain produksi uO'"tutt adanya jaminan kepastian pemasaran komoditas pertanian, pengadaan sarana serta proses, dan infgrmasi atau pemasaran sebagai usaha bersam4 serta memungkinkan fansier teknologi dan manajemen sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Pola kemitraan yang dapat dilalukan oleh usaha mikro dan kecil dalam hal ini petani kecil yang tergabung dalam koperasi diilustrasikan pada Gambar 5 dibawah ini: Produt Athir dg invctlrti lccil
Pcl|ni / Pctr8ut.hr
6ilto lccil
Kopc.rtr Scl undc, (m
ilil lopc.r!i-
lopcaatr ptrmca)
Brd.n Utthr
8..!
(usrhr prtutrlrn lopcrrri primct drn
!wt3ul Produl Athit yrng mcmG,luLrn invcttrti bcs.t
Gambar 5 Pola Kemitraan Usaha pada pola diatas terdapat dua model kemitraan usaha, yaitu kemitraan usaha antara pengusaha r'ikto/p"t"ni dalam wadah koperasi, dan kemitraan usaha antara koperasi primer
O"niun koperasi primer lainnya membentuk koperasi sekunder atau antara koperasi dan investor swasta menengah/besar membentuk badan usaha baru atau ikatan kerjasarna usaha. Kedua modeltersebut menggunakan badan usaha koperasi. Model pertama, yaitu kemitraan usaha antara petani: Kemitraan antara petani dapat dilakukan pada sub sistem onfarm danofffarm. Pada sub sistem onfarm kemitraan usaha
dapat dilakukan dengan cara petani atau usaha mikro/kecil bergabung untuk membentuk koperasi dalam rangkla pengadaan sarana produksi bersama berupa benih, pupuk, pestisida, dan alat/mesin pertinian b"ituru. Kemitraan usaha dalam bentuk koperasi pada sub sistem offarm ditujukan dalam rangka joint investment untuk pengadaan sarana produksi berupa unii p"ngofairan bersama. Unit pengotahan bersama ini dapat menghasilkan produk akhir kecil ini maupun lroduk antara. Sarana produksi bersama yang dimiliki oleh usaha mikro dan oleh diharapkan akan mampu meningkatkan nitai tambah yang dapat dinikmati_langsung pengusaha/petani mikio dan kicil tersebut. Pola perdagangan beb::s oigunakan untuk Dalam meriasarkan produk antara maupun produk akhir yang dihasilkan usaha mikro/kecilhal ini koperasi bertindak sebagai unit pengolahan dan pemasaran bersama' Model kedua yaitu, kemitraan usaha antara koperasi dengan investor besar atau antara beberapa koperasi primer membentuk koperasi sekunder. Pola kemitraan usaha antara koperasi dengan investor besar dapat diselenggarakan dalam rangka kemitraan subkontrak patungan dan pemasara=n. Masalah modal yang dihadapi koperasi dapat diatasi melalui usaha perusahaan modal ataupun swasta investor dengan penyertaan modal (ioint investment) dari ventura dalam bentuk badan usaha. Dalam melaksanakan hubungan kemitraan dengan pota kemitraan pemasaran. usaha serta menengah atau usaha besar diharapkan dapat melakukan pembinaan usaha kecil mandiri' dan tangguh menjadi berkembang berkesinambungan sehingga usaha kecil
10
pembinaan
juga dapat dilakukan oleh BDS providers dalam jangka waktu
tertentu
berdasarkan bentuk bisnis dengan koperasi petani. pola usaha patungan (investasi bersama) dapat diterapkan pula sebagai pola PIR yang Dalam pola ini, sijak awal petani atau usaha mikro/kecil membentuk koperasi dan
baru. pola ini berpatungan d.ng"n perusahaan besar sebagai suatu unit usaha bersama. Dengan ,"""ru UJrtuttup komposisi pemilikan saham koperasi dan perusahaan dalam jangka waktq tertentu menlaOi sekitar 80%:20o/o. Proses seperti itu hendaknya dilihat sebagai proses yang pemerataan klpemilikan asset kepada rakyat banyak secara alamiah karena kemampuan Lerkembang. irengembangan Model lnvestor-Koperasi ini adalah bentuk dari Korporasi Usaha pertanian (rcUptdorporate Farming). Dalam model ini Pemerintah tidak terlibat seqra langsung, fungsinya hanya sebagai moderator dan fasilitator. Dalam perjanjian kontrak kerjasama untiru kopeiasi dingan perusahaan investor, pemerintah bertindak sebagai p"ngurn* dan memberikan bantuan pembinaan seperti bantuan teknologi produksi kepada koilrasi. Selanjutnya secara berangsur-angsur peran pemerintah ini dikurangi, sehingga kemitraan berjalan d"ngun baik sejalan dengan kesepakatan para pihak. Model kemitraan Koperasi-lnnoto, diatai berlaku bagi industri pengolahan yang memerlukan investasi yang besar, sedangkan bagi industri pengolahan yang tidak memerlukan investasi besar "u[up dapaidikembangkan model kemitraan usaha antara petani dalam bentuk koperasi. Analisa Kaiian Komoditas
A. Rumput Laut
tiantai nilai yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha mikro dan kecil pada komoditas rumput taut aaatatr dengan mengembangkan industri antara yang menghasilkan produk antara semi refined couoni (SRC). Secara teknis, proses pengolahannya tidak proses ini, memerlukan teknologi dan peralatan yang terlalu modern. Pengenalan teknologi dapat dilakukan melalui suatu asistensi pendampingan kepada petani. pengembangan industri antara ini sebagai hasil inovasi teknologi dilakukan melalui produksi rumput introduksi p.-.Urit mini (miniplanr) pembuatan semirefine karaginan di sentra (koperasi) dengan petani laut. paUiit mini dapat dioperasikan dan diperoleh kelompok yang berlipat' investasi yang tidak terialu tinggi, tetapi dapat menghasilkan pendapatan bagi usaha signifikan yang sangat Hasil-yang diperoleh memberikan keuntungan kali sebelas dari lebih sekitar atau mikro dan kecil. Harga SRC per kg sekitar Rp 51,000.pengolah unit lipat harga rumput laut mentah. Sementara itu nilai investasi untuk biaya satu yang tidak besar. SRC berkisar antara Rp 75 juta. Nilai investasi tersebut tergolong investasi dalam bergabung dapat kecil dan mikro Dengan demikian petani atau usaha-usaha skala individual secara waOitr koperasi. Anggota koperasi dapat menggunakan skim kredit KKPA milik dan kemudiun r"nghimpunnya memperoleh satana produksi berupa miniplant sebagai sarana memiliki individual secara laut petani rumput bersama. Alternatif lain adalah yang bersumber dari pinjaman KSP. Dalam hal ini investasi menggunakan dengan miniplanr petani rumput laut harus menjadi anggota KSP/USP.
'
Uniuk menjamin keiinambungan pemasaran produk antara rumput laut ini dapat akhir dari dilakukan kemitraan pemasaran dengan industri hilir yang menghasilkan produk
,urpu, laut atau eksportir. Kemitraan dilaksanakan
dengan disertai pembinaan oleh industri
hiliiberupa bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi'
B.
Kakao
produk kakao yang dihasilkan para petani pada umumnya dijual ke eksportir atau ke Tetapi rantai perantara tersebut tidak industri, melalui rantai perantara yang cukup panjing. -ruupun kimia. Sejak dari petani sampai dilakukan perubahan produk baik sicara hiit hasil dengan pedagang, proOrt kakao yang dialirkan hinya sebatas biji kakao kering
11
produksi fermenasi. padahal sebelum diolah lebih lanjut oleh industri, terdapat peluang tepung yakni berupa kecil, berupa ptduk antara yang dapat dihasilkan oleh kalangan industri iomo isrrrrd*g. nanainilai pengembangan industri dttara_ pembuatan tepung kakao ini tersebut Japat riemberilan nilai tambah bagi usaha mikro dan kecil. Kakao bentuk tepung dalam kakao itu Selain ,nirpuny"i nilai yang lebih tinggi dibanding dengan bahan mentah. rendahnyd aki{t denda Gtri *p*g ini dapit puta menglrindarkan lierugian karena terjadinya kegiatan proses tambahan ada bila menguntungkan sangat itu akan karena tu"fimr k;ft";. Obh pJ"tri dalam alur produksi kakao diiingkat petani. Pola alternatif produksi kakao terdapat pad Gambar 6.
j^t
Pod!'lnr
Fdunor/
MCfl neil
H|8ng
Tcpung
&fitl
PodagDg Bcstr
Pogpfil keil
i
.i I
Cd.drl
lndugri
I
Eksportir
Pola Altematif Alur Produksi Kakao tidak Investasi yang diperlukan bagi pengadaan mesin grinding ini diperkirakan wadah terlampau besar. bt"i t"t"n" itu peani tusata mikro/kecil) dapat bergabung dalam bersamadipergunakan yanq kakao untuk pengadaan mesin grindry !ryat pinjaman dariT9_1T KSPruSP. sama. Investasi ierseUut dapat dibiayai melalui skim KKPA atau tetap! Koperasi dalam trai ini tidai lagi hanya semata sebagai koperasi komoditas saja petani/koperasi petani telah bertindak sebagai koperasi produlai. Kimiraan pemasaran antara penting untuk langkah dan indusfii yung r"ngtrasilkan produk akhir kakao merupakan dengan menjamin kesinaitbungan pemasaran produk antara kakao. Kemitraan dilaksanakan pembinaan olln perusahaan inti, berupa bimbingan teknis dan pemasaran hasil Gambar
6
fopr*i
Aiserai
produksi.
C.
Kentang
Rantai nilai yang dapat memberikan nilai tambah bagi usaha mikro, .kecil dan usaha bidang koperasi pada komoditai tcentang adalah pada bidang perbenihan. Namun pengoiahan yang lebih tinggi yang harus dimiliki oleh f"iU"nittun memerlukan kemampuan u*tr. mikro, kecil maupun kopirasi iur"n. memerlukan modal besar, teknologi tinggi, dan berupa memerlukan p"ngorg"ni*sian yang lebih mapan. Untuk itu diperlukan kerjasama yang lebih pendampingan kemitraan dengan perusahaan besar ataupun memerlukan proses dan teknologi; intensif aan prifesional terutama untuk mentransfer kemampuan manajerial dan waktu yang cukuP Panjang. Kemitraan usaha ditut ut un
joint
irwestment antara investor besar dan selain diperoleh dari penyertaan modal (equity) dari perusahaan koperasi. Skim pembiayaan 'petani/koperaii selain modal anggota sendiri juga dapat didukung besar, maka daii sisi pefani dapat bergabung dalam wadah metalui penyetoran dari perusahaan modal ventura. (PPU). Sementara investor lcoperasi'yang akan bertindak sebagai Perusahaan Pasangan Usaha perusahaan besar. perusahaan (PMV) dan/atau Modal Ventura akan bert-inda'k sebagai
melalui
pola
D.
Perikanan permasalahan perikanan tangkap adalah kondisinya yang telah mengalami titik jenuh bagi usaha mikro, kecil, atatr overfrshing.Rantai nilai y.ng-duput memberikan nilai tambah pengembangan budidaya dan koperasi pada komoditas p.iit unun tangkap adallh melalui laut bedai:rn larnban perikanan perikanan laut dan pantai. Namun, pengembingan budidaya
t2
dan tidak merata. Pengembangan budidaya perikanan di Indonesia umumnya dikuasai oleh pengusaha besar atau nelayan maju. Sementara itu, nelayarVusaha kecil di bidang perikanan di"cap" miskin dan kumuh. Padahal sebagian besar pengusaha di bidang perikanan k"tu-p t nelayan jdutam hal ini pembudidaya ikan)/usaha kecil dan mikro. Oleh karena itu, adatah "ti diperlukan upaya untuk memblrdayakan nelayan/pengusaha mikro dan kecil pada sektor perikanan.
Program memberdayakan pembudidaya perikanan ini dapat dilakukan melalui pendirian blOan usaha milik rakyat (nelayan). Untuk itu diperlukan pengelolaan kelembagaan dan penyiapan sumber daya manusia. Pola pengembangan badan usaha milik nelayan ini yang diharaplian-mampu mengembangkan usaha kecil menjadi kuat dan mandiri. Tujuan hendak dicapai dengan pembentukan badan usaha ini, di antaranya adalah menyatukan masyarakat p"ngurulia keiil yang bergerak di usaha tangkap, budidaya dan pengolahan dalam suat; lembaga- yang kuat dan mindiri. Selain itu hal yang hendak dicapai adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan tangkap, budidaya dan olah dengan cara membangun kecakipan manajJmen dan kiwirausahaan, melalui pendekatan kelembagaan usaha (korporatisasi).
Model badan usaha tersebut adalah berbentuk koperasi namun demikian tidak tertutup kemungkinan bentuk lembaga non koperasi dengan model penyelenggaraan mengikuti koperaii (kepemilikan asset bersama). Dengan berkumpulnya nelayanlpengusaha mikro dan kecil dalam wadah koperasi diharapkan terjadi konsolidasi asset dan produktivitas. Melalui konsolidasi asset dan produktivitas ini diharapkan terbukanya kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah produk perikanan. Dalam upaya peningkatan nilai tambah produk perikanan diperlukan modal yang cukup besar. Otitr-tcaiena iiu koperasi usaha perikanan ini dapat bermitra dengan investor patungan atau pengusaha skala menengah dan besar untuk mendirikan sebuah perusahaan kepemilikan pT/persiroan andil memiliki terbatas), dimana koperasi (ideainya- berbentuk Dengan demikian, pembudidaya/pengusaha mikro dan patungan tersebut. perusahaan datam kecil pada sektor perikinan meningkat pi.anannya tidak lagi hanya sebagai stakeholders n"run telah menja di shareholders dari suatu usaha bisnis perikanan skala besar.
4. 5.1
Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Beberapa kebijakan untuk merestrukturisasi dan memodernisasi usaha mikro dan kecil di bidang agribisnis/agroindustri, serta agar koperasi lebih mampu.berperan sebagai adalah katalisator yun! rf"nif untu-k mengatasi berbagai hambatan dan kendala diantaranya sebagai berikut.
o
o
pengembangan Industri- Pcngolahan Berbasis Pedesaan (skala kecil dan koperasi) unit usaha Penumbuhan usaha industri pEngolahan berbasis pedesaan umumnya berupa Usaha bersama yang menyerap, mefibatkan dan dimiliki oleh warga pedesaan. koperasi. wadah melalui petani/UK antara berlangsung r*tutui iuatu pola kemitraan Kebijakan dan Program TerPadu. program Langfatr pengembingan di itas perlu dilaksanakan dalam bentuk kebijakan dan agri6isnij terpadu, lung t"n"akup beberapa bentuk kebijakan' Pertama, kebijakan policy)' pingembangan proOukti- dun produktivitas di tingkat perusahaan (firm level sejenis, ked-ua, kebijakan tingkat sektoiat untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha yang seperti melalui pembintukan klaster. Ketiga, kebijakan di tingkat sistem agribisnis yang perlumengatur keteriaitan antara beberapa s"ktot. Kelmpat, lembaga penunjang (financial meniapat perhatian khusus adalah lembaga pemasaran' lembaga keuangan serta instituiion)- khususnya di pedesaan, dan lembaga penelitian dan pendidikan, kegiatan seluruh yang mengatur penyuluhan. Kelima, kebijakan ekonomi makro
13
perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis' iengembangan-agrlbisnis dan agroindustri berskala kecil dan menengah membutuhkan
usaha yang mendukung. Oleh karena itu pemerintah harus berfungsi sebagai "pengarah", "pemberi layanan", dan/atau sebagai katalisator agar dapat menciptakan iklim usahi yang kondusif bigi pengembangan usaha mikro, kecil serta koperasi di sektor
iklim
.
agibisniVagroindustri. PengembanganKelembagaan Salah satu terobosan yarig dapat dilakukan adalah dengan mendayagunakan Koperasi. Pengembangan ini perlu diarahkan agar koperasi dapat berkembang pada pusat-pusat pertimUuhan agribisnis, dan menjadi simpul jaringan usaha. Selain itu, asosiasi pengusaha yanglerlibat dalam kegiatan agribisnis pada berbagaijenjang (lokal. regional, nas[nal).pr"lidikembangkan, tidak hanya asosiasi yang dapat bergerak antar,subsistem, yaitu asoiiasi'dengan intigrasi vertikal; dan mengembangkan kegiatan masing-masing dan subsistem agribisnis yang terutama ditujukan untuk meningkatkan produktivitas teknologi. pengembangan dan penelitian kemampuan manajemen melalui kegiatan untuk Selanjutnya klaster industri sudah terbukti merupakan suatu alat yang baik r.ngut.ti hambatan akibat ukuran UKM dan berhasil mengatasi persaingan dalam suatu semakin kompetitif. Melatui jaringan usaha, UKM individual lingkungan pasar yang -ru*t"6 akibat ukurun dan memperbaiki posisi kompetitifnya. Aaiat irengatasi pembeli dan Pendekatan klaster merujuk pada proses dimana para produsen' pemasok, aktor-aktor lainnya yang memiliki kedekatan geografis membangun dan mengintensifkan kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lain' Secara umum
jenis insentif yang diharapkan dapat memacu pengembangan uYlu
lain mikro dan kecil melalui wadah koperaii di sektor agribisniVagroindustri ini antara
sarana produksi bersama adalah: a) Mengembangkan koperasi sebagai alat untuk memperoleh
jasa teknis dan pendampingan dalam dan melakuLan pemaJran beisama; b) Memberikan retribusi dan berbagai aspek manajemen operasional oleh BDS providers; c) Menghilangkan jangka dan jadwal w{q pajaklang berlebih-an; d) Penyediaan kredit investasi dengan untuk individual baik p"ng"rUulian yang rn.nuiik bagi usaha mikro/kecil melalui koperasi infrastruktur setiap anggota maupun investasi bersama diantara anggotanya; e) Pembangunan g) perkebunan; hasil industri terhadap pajak ekspor yunj r."riudai; f) Menghilangkan 'tr4ei'yediakan informasi iutur r.ng.nui hurgu dan keadaan bisnis usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis/agroindustri; h) Mensosialisasikan cara dan peraturan pemasaran i) Meningkatkan internasioial produk-usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis/agroindustri; kemitraan antar atau j) kerjasama Fasilitasi Akses pasar Internasional bagi produk pertanian; koperasi dan koperasi dengan badan usaha lainnya'
5.2
Rekomendasi di sektor Kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan bagi pengembangan usaha kecil modernisasi dan agribisnis/agroindustri yang prioiitas. Untuk itu secara umum restrukturisasi
sekto; algriUisnis/agroindustri direkomendasikan dilakukan melalui: a) pengembangan klaster indistri; b) Pengembangan industri pengolahan skala investasi kecil punya daya saing tinggi untuk dan-meneng-ah; c) Pengembangan induitri pengolahan yang d) Koperasi menjadi model meningkatkan ekspor Jun r.r.nuhi kebutuhun dulun,l negeri;
usaha kecil
di
agribisnis/agroindustri pada badan-usaha bagi para pengusaha mikro/kecil dalam kegiatan BDS providers yang berbagai jenjang (lokai, regional, nasional); e) Pengembangan dengan aisertai'pengembingan model kerjasama pendampingan berbasis bisnis profes-ional koperasi.
1.4
Daftar Pustaka Alkadri. 2000, Pengembangan Witayah Berbasis Telotologi: Kasus Kota Sabang, dalam Suhandojo, Sri Handoyo Bank Indonesia. 200 |, IJtilisasi pabrik logam 6694, Bisnis Indonesia, Selasa, 20 Maret, Badan Pusat Statistik, 2004, Survey Usaha Terintegrasi
Combas. P.H., dan Manzoor A., 1984, Memerangi Kemiskinan di Perdesaan melalui Pendidikan Non-formaL Jakarta: CV.RajawaIi Departemen Pertan ian, 2002, Grand State gi Penge mbangan Agro i ndus tr i Dhiantanni, D., et.al 2003, Pemberdoyaan Induslri Perikanan Nasional Melalui Pengembangan Budidaya Laut dan Pantai Gauthama, Margaret P., 1999, Penerapan Teknologi Tepat Guna pada Pengraiin Gerabah di Desa Banyumulek Lombok Barat Hadi, A.P, f999, Stategi Komunikasi Dalam Mengantisipasi Kegagalan Penerapan Teknologi oleh Petani. " Halwani, Hendra, 2002, Elanomi Inlernasional & Global isasi Elconomi, JalartaKomunitas, Journal of Rural Studies,2(2) USAID-ASEMHAKI, IMB (Kasus IK Komponen dan Spare Parts), makalah dalam Dialog Kebijakan Nasional, Jakarta, November Maryadi, i000, P"nguasaan Teknologi Petani Tambak di Pulau Sumbawa, dalam Suhandojo, Sri Handoyo Mukti dan Tukiyat (Penyuntin g\, Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu: Sebuah Kaj ian Eksploratif, Jakarta: BPPT. Najiati, Sri, 2002, Peluang Pengembangan Korporasi Usaha Pertanian di Permukimon Transmigrasi Pola Tanaman Pangan soetrisno, N., 2003, Wajah Koperasi Tani dan Nelayon di Indonesia Sutardjo, C., S., 2004, Pemulihan Ekononti Lewat UKM Sutijah, P.,2002, Rumput Laut: Prospek dan Tantangannya Taribunan. Tulus, tg99a. Present Slatus and Prospect of Supporting Induslries in Indonesia, dalam IDEA PT Tambunan, Tulus, 1999b, Perkembangan Industi Skala Kecil di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber DaYa. Tambunan, Tulus, 2001, irutustri Skala Kecil dan Menengah (lKJrI) di Subsektor Spare Parts: Technical Conslraint Tambunan, Tufus, 200, "Peluang, Polensi dan Kendala IK Logam dalam Peta Hubungan Indusrrial Antara IK dan IMB (Kasus IK Komponen dan Spare Parts) makalah dalam Dialog Kebijakan Nasional , USAID-ASEMHAKI' Jakarta pT. pERKINDO, 2004, Suwey Modernisasi dan Restukturisasi Usaha Mikro, Kecil, dan i P ada Se kto r A gr i b i s n i s/Agro i ndus t r i Study. Slrvei Literatur, Studi Proyek; Vertical Intervention, UKM Sektor Spare Parl Logom, Kerja Sama USAID dan ASEMHAKI, Mei, Jakarta' Kope ras
Contact person: hedi@bappenas'go.id
1.5