RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI
BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI 2011
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
KATA PENGANTAR Perubahan Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian sesuai Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, menyebabkan perlu dilakukan penyempurnaan Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) 2010-2014. Peninjauan dan penyempurnaan Renstra BPKIMI 2010-2014 dimaksudkan untuk merencanakan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007), serta Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014. Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaan dan terwujudnya pencapaian Renstra BPKIMI 2010-2014 maka akan dilakukan evaluasi terhadap Renstra BPKIMI setiap tahun dengan memperhatikan kebutuhan serta perubahan lingkungan strategis. Bila diperlukan, Renstra BPKIMI akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku tanpa mengubah visi dan misi BPKIMI periode 20102014. Renstra BPKIMI 2010-2014 diharapkan mampu meningkatkan keterpaduan, keteraturan, keterkendalian serta menjadi pedoman dalam perencanaan program dan kegiatan di seluruh Satuan kerja di lingkungan BPKIMI dalam rangka mencapai kinerja yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit kerja di lingkungan BPKIMI. Jakarta,
Desember 2011
KEPALA BPKIMI
Kata Pengantar
i
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................i DAFTAR ISI................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ivii DAFTAR TABEL.......................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 A. Kondisi Umum...............................................................................................................................1 B. Potensi dan Permasalahan....................................................................................................... 8 1.Potensi .......................................................................................................................................... 8 2.Permasalahan ......................................................................................................................... 23 C. Maksud dan Tujuan .................................................................................................................. 37 D. Pendekatan ................................................................................................................................. 38 E. Tugas Pokok dan Fungsi ........................................................................................................ 40 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI ....................................................... 41 A. VISI .................................................................................................................................................. 41 B. MISI ................................................................................................................................................. 42 C. Kondisi yang diharapkan tahun 2025 .............................................................................. 42 D. Kondisi yang diharapkan 2010 – 2014 .............................................................................. 43 E. Tujuan ............................................................................................................................................ 44 F. Sasaran.......................................................................................................................................... 44 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI .................................................. 47 A. Arah kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian ........................................ 47 B. Arah Kebijakan dan Strategi BPKIMI ................................................................................ 47 1. Arah Kebijakan BPKIMI ........................................................................... 47 2. Strategi BPKIMI ...................................................................................... 48 3. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri ........................ 51 BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 58 LAMPIRAN
Daftar Isi
ii
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Impor tahun 2005 – 2010 ........................................................................ 2 Gambar 1.2 Distribusi SDM BPKIMI Tahun 2010 ....................................................... 12 Gambar 1.3 SDM Litbang Industri ............................................................................ 15 Gambar 1.4 Pendekatan Penyusunan Renstra BPKIMI ..............................................39 Gambar 1.5 Struktur Organisasi BPKIMI...................................................................40 Gambar 1.6 Peta Strategi ....................................................................................... 51
Daftar Gambar
iv
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penilaian Infrastruktur beberapa Negara ASEAN, China dan India ................3 Tabel 1.2 Ketersediaan SNI untuk 6 (enam) kelompok industri prioritas ..................... 6 Tabel 1.3 Kompetensi Inti Balai Besar Industri ........................................................... 9 Tabel 1.4 Fokus Balai Riset dan Standardisasi Industri .............................................. 10 Tabel 1.5 Profil SDM Litbang Industri berdasarkan Pendidikan Tahun 2010 ............... 12 Tabel 1.6 Jumlah Pejabat Fungsional BPKIMI T.A. 2010 ............................................14 Tabel 1.7 Sarana Balai Besar .................................................................................... 18 Tabel 1.8 Sarana Balai Riset dan Standardisasi ......................................................... 19 Tabel 1.9 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia ..............................22
Daftar Tabel
iv
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Sektor industri pengolahan sampai saat ini masih menjadi penyumbang terbesar bagi PDB nasional dibandingkan dengan 8 (delapan) sektor ekonomi lainnya, dengan kontribusi sekitar 21% - 23% selama tahun 2005-2010. Sedangkan dari sisi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas masih relatif tinggi dibanding pertumbuhan industri negara berkembang lainnya. Rata-rata pertumbuhan sektor industri nonmigas nasional masih diatas 5% kecuali pada tahun 2009 yang hanya mencapai 2,56% sebagai akibat dari keadaan krisis global. Laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas semakin membaik sejak tahun 2010. Namun membaiknya kinerja industri pengolahan tersebut ternyata masih digerus oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang modal dari luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1 yang menunjukkan bahwa nilai impor bahan baku dan barang modal keperluan industri dalam negeri meningkat cukup signifikan. Selama periode 2005 – 2010, terlihat adanya korelasi yang sangat kuat antara pertumbuhan PDB sektor industri dengan nilai impor bahan baku. Hal ini diindikasikan oleh nilai Korelasi Pearson sebesar 0,85. Koefisien pertambahan linear antara dua variabel tersebut sebesar 1,35 yang artinya jika impor bahan baku meningkat sebesar 1 juta USD akan mempengaruhi meningkatnya PDB sektor industri sebesar 1,35 miliar rupiah (dengan asumsi keadaaan lain tidak berubah). Sedangkan korelasi antara nilai impor barang modal dengan PDB sektor industri juga sangat kuat yaitu nilai Koefisien Korelasi Pearson sebesar 0,95. Adapun koefisien pertambahan linear antara PDB dan nilai impor barang modal sebesar 4,84 artinya jika impor barang modal berubah 1 juta USD akan mengakibatkan perubahan PDB sebesar 4,84 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa kepekaaan perubahan PDB sangat tinggi terhadap ketersedian pasokan
Bab I Pendahuluan
1
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
bahan baku dan barang modal. Fenomena ini memerlukan kebijakan yang komprehensif. Jika pemerintah menempuh kebijakan pengurangan impor bahan baku dan barang modal, maka pemerintah harus mampu mensubstitusi impor dengan bahan baku dan barang modal yang diproduksi dalam negeri agar tidak terjadi kekurangan pasokan mengingat kekurangan pasokan bahan baku dan barang modal akan berdampak menurunnya secara drastis PDB sektor industri sebagaimana yang digambarkan dengan tingkat perubahan linear di atas. Implikasi lebih jauh yaitu pertambahan PDB akan semakin besar jika bahan baku dan barang modal sebagian besar bisa diproduksi dan dipasok oleh industri dalam negeri. PDB sektor industri manufaktur selama periode 2005 – 2010, meningkat setiap tahun rata-rata sebesar Rp 20,7 triliun sedangkan impor bahan baku meningkat rata-rata sebesar US$ 10,74 milyar per tahun dan rata-rata per tahun impor barang modal naik sebesar US$ 3,9 milyar. Pada tahun 2010 impor bahan baku mencapai 72,16 % dari total impor Indonesia dan dalam hal ini impor bahan baku belum diolah dan olahan mendominasi sebesar 47,25 %, sedangkan impor barang modal mencapai 19,84 % dari total impor Indonesia.
Gambar 1.1 Impor tahun 2005 – 2010
Bab I Pendahuluan
2
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Salah satu target strategis Kementerian Perindustrian adalah pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 7,7 persen pada tahun 2014. Adapun variabel yang dinggap dominan dalam mempengaruhi perkembangan industri nasional antara lain perkembangan litbang dan teknologi industri, pengembangan industri hijau, perlindungan hak kekayaan intelektual, penerapan standar produk industri, dan kebijakan serta peraturan yang mendukung terciptanya iklim usaha industri kondusif. Dukungan
penelitian
dan
pengembangan
teknologi
terhadap
pengembangan industri di dalam negeri relatif belum cukup berarti. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan inovasi yang belum memadai. Merujuk data World Economic Forum (WEF) pada tahun 2010, kemampuan inovasi Indonesia berada di posisi 36 diantara 139 negara. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas lembaga litbang untuk mengembangkan teknologi dan inovasi dinilai cukup memadai. Namun, peringkat Indonesia untuk aspek kesiapan teknologi, atau technological readiness, yang merupakan indikator dari penggunaan teknologi oleh industri dan masyarakat, masih sangat rendah yaitu berada di posisi 91. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan inovasi belum diiringi dengan pendayagunaan secara optimal terutama oleh sektor industri yang merupakan motor penggerak ekonomi utama. Dari sisi infrastruktur teknologi, menurut Institute for Management Development (IMD), peringkat Indonesia masih sangat rendah karena hanya berada pada posisi 52 dari 58 negara yang diteliti pada tahun 2010. Begitu juga dengan kondisi infrastruktur ilmiah dan pendidikan yang ada saat ini, masih kurang baik jika dibandingkan dengan beberapa negara lain. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Penilaian Infrastruktur Beberapa Negara ASEAN, China dan India NEGARA
Infrastruktur Infrastruktur Teknologi
Infrastruktur Ilmiah
Pendidikan
Indonesia
52
48
55
Malaysia
19
27
33
Thailand
48
40
47
Filipina
29
56
56
Bab I Pendahuluan
3
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Infrastruktur
NEGARA
Infrastruktur Teknologi
Infrastruktur Ilmiah
Pendidikan
India
38
34
58
China
22
10
46
Sumber : IMD, tahun 2010
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk mewujudklan inovasi di industri nasional yang berbasis hasil litbang. Upaya-upaya dalam mendukung kelitbangan industri antara lain: Diterbitkannya UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Hal
tersebut bertujuan memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara di lingkup Internasional. Sebagai amanat dari UU ini juga telah dibentuk Peraturan Presiden Nomor 20 Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan; Untuk mewujudkan peran litbang dalam rangka mendukung Pengembangan Industri Nasional yang telah dipandu oleh Kebijakan Industri Nasional (KIN) dan dilandasi payung hukum Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008, Kementerian Perindustrian telah mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan litbang untuk pengembangan teknologi yang dilaksanakan melalui Balai Besar serta Balai Riset dan Standardisasi Industri, yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia; Penguatan sistem inovasi nasional
dengan dibentuknya Komite Inovasi
Nasional (KIN) sebagaimana Perpres 32 tahun 2010 terutama untuk inovasiinovasi di bidang ketahanan pangan, ketahanan energi, bioteknologi, industri manufaktur, teknologi infrastruktur, transportasi dan industri pertahanan, teknologi pemrosesan pertanian dan pemrosesan ikan laut dalam, manajemen bencana alam, serta inovasi lainnya yang berbasis ilmu pengetahuan (knowledge). Konsep industri hijau relatif baru di Indonesia, namun demikian pengertian
Bab I Pendahuluan
4
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
industri hijau telah dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perindustrian dan sosialisasi telah dilakukan antara lain melalui penganugerahan industri hijau dan penyusunan baseline konservasi energi. Konsep industri hijau tersebut mulai dicanangkan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2010, namun pada prinsipnya, penerapan industri hijau telah dilaksanakan oleh industri sebagai bagian dari peningkatan daya saing. Demikian juga upaya dalam rangka mendukung penerapan produksi bersih telah dilakukan, yaitu: Panduan penerapan produksi bersih di beberapa sektor industri telah disusun bersama Balai Besar seperti: industri tekstil, elektronik, keramik, kulit, karet, dan lain-lain namun panduan produksi bersih belum sepenuhnya dilaksanakan; Bantuan teknis pengkajian produksi bersih di industri manufaktur. Saat ini, infrastruktur standar industri hijau yang tersedia berupa 11 SNI kriteria ekolabel antara lain: 1) Kategori produk kantong belanja plastic (SNI 7188.7-2011), 2) Kategori produk kertas – kertas cetak salut (SNI 7188.1.4-2010), 3) Kategori produk baterai – baterai primer tipe carbon zinc dan alkaline (SNI 7188.5.1-2010), 4) Kategori produk cat tembok (SNI 7188.6-2010), 5) Kategori produk kertas – kertas cetak tanpa salut (SNI 7188.1.3-2006), 6) Kategori produk kulit – kulit jadi (SNI 7188.3.1-2006), 7) Kategori produk kulit – sepatu kasual (SNI 7188.3.2-2006), 8) Kategori produk deterjen – sabuk deterjen pencuci sintetik rumah tangga (SNI 7188.2.1-2006), 9) Kategori tekstil dan produk tekstil – umum (SNI 7188.4-2006), 10) Kategori produk kertas – kertas kemas (SNI 7188.1.1-2006) dan 11) Kategori produk kertas – kertas tisu untuk kebersihan (sanitary tissue) (SNI 7188.1.2-2006). Di samping itu, upaya dalam mendukung Pengembangan Industri Hijau terkait ekolabel saat ini untuk kelembagaannya sudah ada inisiasinya yaitu Lembaga Sertifikasi Ekolabel Balai Besar Pulp dan Kertas yang sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Dalam rangka penerapan SNI melalui kebijakan pengadaan barang, Pemerintah telah mengamanatkan adanya persyaratan barang yang memiliki SNI dalam pengadaan barang. Selain itu, mengacu ke perkembangan pasar bebas yang ditetapkan pada TBT WTO yang telah disetujui oleh Indonesia dengan
Bab I Pendahuluan
5
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
mengesahkan Undang-undang No.7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization dan berkembangnya Free Trade Area secara regional maupun multilateral maka peran standar, regulasi teknis dan penilaian kesesuaian semakin menonjol dalam sistem perdagangan dunia. Kegiatan standardisasi dimulai dari proses perumusan standar, penerapan standar hingga ke pengawasan standar yang didukung oleh peran kerja sama standardisasi
antara
stakeholder
terkait.
Hingga
saat
ini
Kementerian
Perindustrian mempunyai 19 (sembilan belas) panitia teknis dan 9 (sembilan) sub panitia teknis yang terlibat dalam proses perumusan SNI. Dari 4188 SNI yang merupakan binaan Kementerian Perindustrian, Pemerintah telah menetapkan 73 SNI yang diberlakukan secara wajib namun belum mencakup seluruh kelompok industri prioritas, seperti tercantum pada Tabel 1.2. Dalam penerapan pemberlakuan SNI secara wajib belum dapat berjalan secara optimal terutama disebabkan kurangnya infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian (laboratorium penguji) yang mampu menguji seluruh parameter yang ada pada SNI. Selain itu lokasi Laboratorium penguji belum mewakili wilayah tempat industrinya berada sehingga menimbulkan biaya yang tinggi bagi industri yang terkena regulasi pemberlakuan SNI wajib, serta belum berjalannya pengawasan di pabrik dan di pasar secara efektif. Tabel 1.2 Ketersediaan SNI untuk 6 (enam) kelompok industri prioritas Kelompok Industri 1. Industri Padat Karya
2. IKM
3. Industri Barang Modal
Bab I Pendahuluan
Jenis Industri
Jumlah SNI
Jumlah SNI Wajib
Tekstil
402
-
Alas Kaki
24
3
Kulit
88
-
Furniture
50
-
Fesyen
2
-
Kerajinan
4
-
Keramik
211
-
Minyak Atsiri
2
-
Permesinan
834
3
6
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Kelompok Industri
Jumlah SNI
Jumlah SNI Wajib
Galangan Kapal
73
-
CPO
4
-
Kakao
10
1
Karet
50
6
Baja & Alumunium Hulu
420
20
2
-
Makanan dan Minuman
385
3
Pulp dan Kertas
154
-
5. Industri Pertumbuhan Tinggi
Otomotif
205
5
Elektronika dan Telematika
204
13
6. Industri Prioritas Khusus
Industri Gula
11
1
Industri Pupuk
27
7
Industri Petrokimia
108
-
4. Industri Berbasis SDA
Jenis Industri
Rumput Laut
Sumber : Pusat Standardisasi, BPKIMI (2011)
Faktor lain yang juga sangat menentukan dalam upaya pengembangan industri, antara lain tersedianya berbagai infrastruktur penunjang dan kebijakan fasilitas pengembangan industri. Namun, kewenangan terkait beberapa hal tersebut ada di berbagai instansi, tidak hanya di Kementerian Perindustrian. Perpres Nomor 28 Tahun 2008 menetapkan bahwa salah satu pendekatan pengembangan industri nasional melalui pengembangan kompetensi inti industri daerah dan industri unggulan provinsi yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah. Di sisi lain, daerah aktif menerbitkan berbagai kebijakan dan peraturan daerah yang masih belum sinergis dan terkadang kurang mendukung kebijakan pemerintah pusat dalam upaya pengembangan industri antara lain terkait perizinan (izin mendirikan bangunan, izin usaha, dll). Hal tersebut menjadi suatu kondisi yang kurang baik, mengingat besarnya upaya yang telah dilakukan Pemerintah dalam upaya pengembangan industri nasional, antara lain melalui
Bab I Pendahuluan
7
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
kebijakan pemberian fasilitas insentif bagi industri. Insentif ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing industri nasional karena kondisi industri nasional saat ini masih sulit untuk bersaing akibat berbagai masalah dan hambatan yang ada. Saat ini beberapa bentuk insentif yang diberikan pemerintah kepada industri dalam negeri adalah: a. Bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP); b. Tax Allowance (PP 62/2008); c. Tax Holiday (PMK 130/2011); d. Penghapusan tarif bea masuk dalam rangka investasi baru dan/atau perluasan (PMK 176/2009); e. Pemberian keringanan suku bunga.
B. Potensi dan Permasalahan 1. Potensi a) Kelembagaan Jika dilihat dari aspek kelembagaan, BPKIMI dapat dikatakan cukup memadai dalam melaksanakan tupoksi dan pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Aspek kelembagaan ini menjadi suatu potensi yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperkuat perannya sebagai pusat
rujukan
kebijakan
industri
baik
secara
nasional
maupun
internasional. Berdasarkan IND/PER/2010
Peraturan
tentang
Menteri
Organisasi
dan
Perindustrian Tata
Kerja
No.105/MKementerian
Perindustrian, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) terdiri atas 5 (lima) unit setingkat eselon II di pusat, 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. BPKIMI mempunyai peran yang sangat vital dalam upaya pengembangan
industri
nasional,
melalui
kebijakan-kebijakan
pengembangan industri. Hal ini didukung oleh pusat-pusat yang mencakup semua aspek keindustrian, yaitu : Bab I Pendahuluan
8
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Pusat Standardisasi berperan dalam perumusan, penyiapan penerapan, pengembangan, dan kerja sama di bidang standardisasi industri; Pusat Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri berperan dalam pengkajian dan perumusan kebijakan iklim usaha industri yang mencakup fasilitas (insentif fiskal dan non fiskal), kebijakan-kebijakan sektor industri, juga aspek perpajakan dan tarif; Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup berperan dalam pengkajian dan perumusan kebijakan terkait industri hijau dan lingkungan hidup; Pusat Pengkajian Teknologi dan HKI yang berperan dalam pengkajian dan perumusan terkait teknologi industri dan hak kekayaan intelektual. Di samping pusat-pusat tersebut, 11 unit Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) mempunyai peranan yang penting sebagai unit pelayanan teknis dan perwakilan Kementerian Perindustrian di daerah. Beberapa Balai Besar dan Baristand ada yang telah memiliki status Badan Layanan Umum (BLU). Dengan berstatus BLU, Balai-Balai tersebut dapat secara cepat memberikan pelayanan teknis kepada masyarakat dan mengelola aset dan keuangannya secara optimal. Masing-masing unit tersebut memiliki kompetensi masing-masing seperti tercantum pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Kompetensi Inti Balai Besar Balai Besar 1. Tekstil (BBT), Bandung 2. Bahan dan Barang Teknik (B4T), Bandung
3. Logam dan Mesin (BBLM), Bandung 4. Keramik (BBK), Bandung 5. Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung 6. Industri Agro (BBIA), Bogor 7. Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta
Bab I Pendahuluan
Kompetensi Inti Desain Struktur dan Permukaan Tekstil Quality Assurance untuk teknologi pengelasan bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi dan tooling) Material Engineering for Electric & Structural Ceramic Bioengineering untuk pulp dan kertas Komponen aktif bahan alami komoditas agro Fine Chemical & Degradable Packaging Design
9
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
8.
9. 10. 11.
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar
Kompetensi Inti Teknologi terapan untuk pengendalian buangan industri Desain bahan dan konstruksi sepatu Desain dan bahan baku baru untuk produk-produk kerajinan dan batik Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao
Fokus Baristand Industri yang berada di bawah pembinaan BPKIMI dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Fokus Balai Riset dan Standardisasi Industri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Baristand Aceh Medan Padang Palembang Lampung Surabaya Banjarbaru
8. Samarinda 9. Pontianak 10. Manado 11. Ambon
Fokus Rempah dan minyak atsiri Mesin dan peralatan pabrik Makanan tradisional Karet komponen teknis Tepung industri agro Mesin listrik & peralatan listrik Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu Hasil perikanan dan perkebunan Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah Teknologi pengolahan palma Teknologi pengolahan hasil laut
BPKIMI juga memiliki Lembaga Sertifikasi dan laboratorium yang diakreditasi KAN serta lembaga diklat sebagai lembaga pendukung dalam pengembangan industri nasional. Adanya lembaga-lembaga tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas produk industri dan juga SDM industri. Dalam mendukung pengembangan industri hijau, Balai Besar Pulp dan Kertas melalui Lembaga Sertifikasi Ecolabel Pulp and Paper International Certification Services (LSE PaPICS) yang dikelola oleh tenaga profesional dan berkompeten dari Balai Besar Pulp dan Kertas telah mendapat akreditasi dari KAN dengan nomor LSE-002-IDN pada tahun
Bab I Pendahuluan
10
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
2006 sehingga berhak mengeluarkan Sertifikat Ekolabel Indonesia. Tanda ekolabel diperlukan oleh perusahaan yang ingin memberikan informasi kepada pelanggan/konsumennya bahwa produk yang dihasilkan dalam life cycle (daur hidup) menimbulkan dampak lingkungan negatif yang relatif lebih kecil dibandingkan produk lain sejenis yang tidak bertanda ekolabel. Daur hidup produk tersebut mencakup perolehan bahan baku, proses pembuatan, pendistribusian, penggunaan dan limbah akhirnya. Dalam rangka pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai regulasi teknis, diperlukan kemampuan kesiapan infrastruktur Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) baik laboratorium uji maupun kemampuan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang memadai guna mendukung kelancaran pelaksanaan SPPT SNI. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 109 tahun 2010, telah ditunjuk 20 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 33 Laboratorium Uji (Pemerintah dan Swasta). Namun saat ini, LSPro dan laboratorium uji yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian dalam rangka pemberlakukan SNI Secara Wajib telah berjumlah 22 LSPRO dan 40 laboratorium uji yang terdiri dari: 27 laboratorium uji di lingkungan Pemerintah/BUMN seperti: BPMBEI; Lab. Uji BPSMBLT Surabaya; BPMB Pekanbaru; 3 lab uji PT. Sucofindo; PT. PLN; PT. Semen Gresik; PT. Semen Padang; SMTP LIPI; BPTK Bogor; B3T Jakarta; B2 TKS; serta 13 laboratorium uji milik perusahaan swasta. Kementerian Perindustrian pada tahun 2006 telah membentuk Tim Penanggulangan Pelanggaran HKI sebagai embrio dari “Kantor Pusat Manajemen HKI Kementerian Perindustrian” yang bertugas sebagai Pelayanan administrasi, informasi, konsultasi, bimbingan teknis teknologi, komersialisasi hak kekayaan intelektual, serta advokasi hukum kepada masyarakat industri dan berfungsi sebagai unit kerja yang mendorong tumbuhnya kreativitas dan inovasi sumber daya manusia di masyarakat industri. Hingga saat ini rekapitulasi Balai Besar dan Baristand Industri yang
Bab I Pendahuluan
11
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
sudah membentuk klinik HKI sebanyak 9 (sembilan) Balai Besar dan 7 (tujuh) Baristand Industri. Klinik HKI adalah unit kerja yang berfungsi mengelola dan mendayagunakan kekayaan intelektual, sekaligus sebagai pusat informasi dan pelayanan HKI. b) Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam rangka mewujudkan industri yang berdaya saing dan inovatif yang berbasis Riset dan Teknologi, mutlak diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal, berkualitas dan kompeten sebagai aset strategis. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BPKIMI memiliki 27 unit kerja yang terdiri dari 5 (lima) Unit di Pusat, 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Balai Riset dan Standardisasi yang tersebar di berbagai provinsi dengan dukungan SDM berjumlah 2.798 orang pegawai. Banyaknya jumlah pegawai di BPKIMI tersebut merupakan suatu potensi yang dapat didayagunakan
dalam
pengembangan
kebijakan
industri
dengan
peningkatan teknologi maupun inovasi dalam rangka peningkatan mutu produk, perbaikan proses/teknologi, rancang bangun, dan rekayasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat industri.
Distribusi SDM Pusat dan Daerah 839
Distribusi SDM berdasarkan Pendidikan 0,54%
248
3,61% 3,68%
11,83%
SD SLTP
Pusat Balai Besar 1711
37,92%
32,20%
SLTA D-III
Baristand
S1 10,22%
S2 S3
Gambar 1.2 Distribusi SDM BPKIMI Tahun 2010
Tabel 1.5 Profil SDM Litbang Industri berdasarkan Pendidikan Tahun 2010
Bab I Pendahuluan
12
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
No.
Unit Kerja
SD 10 6 2 2
SLTP 8 2 1 2
Pendidikan SLTA D-III 77 17 27 4 14 3 15 3
Pusat 1 Sekretariat 2 Pusat Standardisasi 3 Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri 4 Pusat Pengkajian 0 3 8 Industri Hijau dan Lingkungan Hidup 5 Pusat Pengkajian 0 0 13 Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual Balai Besar Industri 78 76 668 1 BB Kimia Kemasan 5 4 60 2 BB Industri Agro 1 3 71 3 BB Keramik 6 10 65 4 BB Tekstil 18 9 58 BB Bahan & Barang 13 5 77 5 Teknik 6 BB Pulp & Kertas 2 8 57 7 BB Logam & Mesin 14 9 62 BB Kulit, Karet & 7 6 90 8 Plastik 9 BB Kerajinan & Batik 6 14 75 BB Teknologi 5 2 32 10 Pencegahan Pencemaran Industri BB Industri Hasil 1 6 21 11 Perkebunan Balai Riset dan Standardisasi 13 19 316 Industri 1 Baristand Aceh 1 0 38 2 Baristand Medan 2 6 64 3 Baristand Padang 0 0 12 4 Baristand Palembang 2 2 33 Baristand Tanjung 0 0 14 5 Karang 6 Baristand Surabaya 1 5 25 7 Baristand Banjarbaru 3 2 29 8 Baristand Pontianak 0 1 16 9 Baristand Samarinda 0 0 14 10 Baristand Manado 0 1 37 11 Baristand Ambon 3 1 35 Jumlah 101 103 1061 Sumber: Bagian Kepegawaian, Sekretariat BPKIMI (2010)
Jumlah
S1 69 28 16 7
S2 62 17 11 9
S3 5 2 0 1
2
10
13
1
37
5
8
12
1
39
180 28 19 7 9 6
523 43 48 46 40 38
179 20 30 18 13 19
7 3 0 2 0 0
1711 163 172 154 147 177
6 15 21
38 57 49
19 14 17
0 1 1
130 172 191
27 20
51 46
9 16
0 0
182 121
15
52
7
0
102
89
309
90
3
839
10 10 8 6 5
20 53 27 23 19
5 5 11 12 9
0 0 0 1 0
74 140 58 79 47
6 13 8 6 14 5 286
41 24 23 23 27 29 901
16 6 7 5 9 5 331
0 0 0 0 1 0 15
94 77 55 48 89 78 2798
248 86 47 39
Berdasarkan klasifikasi kompetensinya SDM aparatur di lingkungan BPKIMI secara keseluruhan terbagi menjadi 55,43 % berlatar pendidikan SD, SMP, SMA dan D3 serta 44,57 % berlatar belakang pendidikan S1, S2, dan S3. Sesuai tugas dan fungsi BPKIMI sebagai perumus kebijakan, penelitian, perekayasaan, dan pelayanan teknis kepada masyarakat
Bab I Pendahuluan
13
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
industri dibutuhkan SDM yang mempunyai kompetensi keteknikan. Pegawai BPKIMI pada Tahun 2010 berdasarkan jabatan fungsional tercantum pada Tabel 1.6 Tabel 1.6 Jumlah Pejabat Fungsional BPKIMI T.A. 2010 Jenis Jabatan Fungsional
No.
BPKIMI Pusat 7
Unit Kerja Balai Besar
Jumlah
%
181
Baristand Industri 113
301
10,8
1
Peneliti
2
Teknisi Litkayasa
2
195
89
286
10,2
3
Perekayasa
3
33
22
58
2,1
4
Penyuluh
1
65
34
100
3,6
5
Pustakawan
0
29
6
35
1,3
6
Arsiparis
1
11
6
18
0,6
7
Statistisi
1
10
1
12
0,4
8
Penata Komputer
0
5
5
10
0,4
9
Perencana
5
0
0
5
0,2
10
Analisis Kepegawaian
3
11
7
21
0,8
11
Penguji Mutu Barang
0
67
1
68
2,4
12
Pedal
0
12
29
41
1,5
13
Instruktur
1
37
5
43
1,5
14
Pranata Humas
1
16
7
24
0,9
25
672
325
1022
36,7
Jumlah
Sumber: Bagian Kepegawaian, Sekretariat BPKIMI (2010)
Pada Tabel 1.6 terlihat bahwa persentasi jumlah tenaga fungsional khusus adalah sebanyak 36,7 % yang mana 12,9 % diantaranya adalah tenaga fungsional peneliti dan perekayasa, sedangkan selebihnya adalah 60,3
%
merupakan
tenaga
fungsional
umum.
Jumlah
tersebut
mengindikasikan masih rendahnya tenaga fungsional peneliti dan perekayasa. Jumlah tenaga fungsional peneliti dan perekayasa dari tahun 2005 – 2009 tercantum pada Gambar 1.3.
Bab I Pendahuluan
14
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Gambar 1.3 SDM Litbang Industri c) Jejaring Kerja Di bidang litbang, telah dibangun berbagai kerja sama litbang yang melibatkan unsur Academic, Bussiness, dan Government (ABG). Beberapa di antaranya adalah kerja sama litbang dengan beberapa perguruan tinggi/institusi litbang baik di lingkungan Kementerian maupun NonKementerian, antara lain: Pilot Project Produksi Bioflavanoid dari daun singkong (hasil litbang teknologi Universitas Andalas); Pusat Inovasi Keramik Yogyakarta (PIKY) dengan Pemda Bantul dan Fakultas UGM; Pendirian Inkubator Teknologi Produksi Mesin dan Peralatan Pabrik (dilaksanakan di ITB); Kerja sama antara lain dengan LIPI, BATAN, dan perguruan tinggi dalam hal penelitian maupun penggunaan fasilitas laboratorium. Pemprov Kalimantan Timur tentang Kerja sama Pengembangan dan Penerapan Hasil Litbang Teknologi Industri untuk mendukung Pembangunan Industri di Kalimantan Timur ; Pemprov Sumatera Selatan, Universitas Sriwijaya, Pusat Penelitian Karet
Indonesia,
pembentukan
Gapkindo,
konsorsium
Asosiasi
pusat
Petani
unggulan
Karet
inovasi
Indonesia karet
dan
kelitbangan dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan; Bab I Pendahuluan
15
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Beberapa Pemda/Pemkot, seperti : Pemda Sragen dalam hal pendirian Pilot Project Industri Kulit dari Ikan Nila; Kerja sama dengan Pustekolah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan) untuk penelitian dan pengembangan teknologi pulp dan kertas; Kerja sama Balai Besar Pulp dan Kertas dengan BPPT (Badan Pengkajian
dan
Penerapan
Teknologi)
untuk
penelitian
dan
pengembangan bioteknologi di bidang pulp dan kertas; Kerja sama Balai Besar Tekstil dengan industri perajutan berupa inkubasi dan JICA berupa kegiatan audit energi. Dalam rangka pengembangan industri hijau, telah dibangun jejaring kerja sama antara lain: Program Implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri baja dan pulp & kertas bekerja sama dengan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan UNDP; Kerja sama dengan UNIDO dalam program promosi energi efisiensi melalui sistem optimisasi energi dan penerapan Energy Management Standards (ISO 50001) di sektor industri; Kerja sama dengan Perancis melalui Agence Franchaise Developpement (AFD), Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup telah melakukan
kerja
sama
dalam
penyusunan
pedoman
teknis
pengurangan emisi CO2 dengan fokus di industri semen; Kerja sama dengan Pemerintah Belanda melalui The Netherland Agency (NL Agency) dalam bidang energy efficiency in industrial sector dengan pendekatan
participatory
approach
yang
dilakukan
dengan
menggunakan metoda energy potential scan (EPS) secara bottom up; Kerja sama dengan Pemerintah Jepang melalui Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) dalam bidang energi dan lingkungan hidup. Di bidang standardisasi, telah dilakukan kerja sama secara nasional maupun internasional, antara lain:
Bab I Pendahuluan
16
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Kerja sama dengan laboratorium uji milik BUMN seperti: Laboratorium uji SUCOFINDO, PT. Semen Gresik, PT. Semen Padang, dan PT. PLN; Kerja sama dengan negara ASEAN misalnya dalam bidang sertifikasi dan pengujian untuk produk peralatan kelistrikan dan elektronika electronika
yang
dikenal
dengan
istilah
AHEEERR
(ASEAN
Harmonization Agreement on Electronic and Electrical Equipment Regulatory Regime ); Pemberlakuan SNI secara wajib dilakukan dengan Kementerian Keuangan cq. Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan aparat pengawas standar lainnya; Kerja sama standar juga dilakukan melalui keikutsertaan Indonesia sebagai anggota organisasi standar internasional misalnya ISO, IEC, dan lain-lain serta penandatanganan kesepakatan Blok Perdagangan antara lain dengan WTO, AFTA, APEC, ASEM, CAFTA. d) Publikasi ilmiah (jurnal, majalah) yang terakreditasi oleh LIPI; Publikasi jurnal ilmiah di Balai Besar dan Baristand Industri dilakukan melalui penerbitan jurnal ilmiah yang terbit berkala per semester serta majalah ilmiah. Sementara di lingkup pusat BPKIMI publikasi jurnal ilmiah dilakukan melalui penerbitan Jurnal Riset Industri (JRI) yang terbit berkala 3 kali dalam setahun. Jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Balai Besar dan Baristand Industri sebanyak 11 jurnal telah diakreditasi oleh LIPI. e) Potensi tersedianya infrastruktur teknologi yang beragam di berbagai lembaga litbang dan industri; Secara umum, Infrastruktur teknologi di Indonesia tersebar di berbagai lembaga yang melakukan kegiatan litbang dan berkaitan dengan mutu serta standardisasi
produk, yaitu lembaga/institusi litbang
Kementerian dan Non Kementerian maupun institusi litbang swasta, perguruan tinggi, serta balitbang daerah.
Sebagian besar instrumen
penelitian berada di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Bab I Pendahuluan
17
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Infrastruktur litbang di lingkungan Balai Litbang Kementerian Perindustrian meliputi: 1) Sarana dan prasarana laboratorium yang mencakup: laboratorium proses, laboratorium material, laboratorium uji, laboratorium kalibrasi; 2) Sarana dan prasarana perbengkelan dan Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri (RBPI); 3) Sarana dan Prasarana difusi alih teknologi, antara lain pilot plant, pusat inovasi, inkubator teknologi; dan 4) Sarana publikasi, antara lain: jurnal dan majalah ilmiah yang terakreditasi. Adapun sarana dan prasarana Balai Besar dan Baristand Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian tercantum pada Tabel 1.7 dan Tabel 1.8. Tabel 1.7 Sarana dan prasarana Balai Besar No.
Balai Besar
1
BBKK
2
BBIA
3
BBLM
4
BBT
5
Sarana dan prasarana Laboratorium 3 lab untuk lab. riset kimia, penanganan pencemaran lingkungan dan lab. kemasan 2 lab proses, 7 lab. uji dan kalibrasi,
Difusi Altek
Perbengkelan dan RBPI
Publikasi
Ada
Ada
-
2 unit pilot project
1 bengkel RBPI
3 lab proses, lab. Material, lab. Pengujian dan lab. Kalibrasi 7 lab proses, lab. pengujian dan lab. kalibrasi.
1 unit pilot plant
BBPK
4 lab proses, 1 lab. material dan 6 lab. uji
1 unit pilot plant
1 bengkel umum
6
B4T
1 lab. material, 11 lab. uji dan kalibrasi
-
1 bengkel mekanik
7
BBK
3 lab proses, 1 lab. material dan 7 lab. uji
4 unit pilot/mini plant
1 bengkel rekayasa peralatan,
Bab I Pendahuluan
1 unit pilot plant
3 bengkel (permesinan, pengecoran & pengelasan) 1 bengkel RBPI prototip mesin bagi IKM Tekstil
Journal Food Review, handbook edisi 3 tahun terakhir Tidak ada
Textile research journal dalam 3 tahun terakhir Jurnal Selulosa, Majalah ilmiah di bidang pulp dan kertas Majalah dan jurnal ilmiah LIPI, Jurnal Riset Industri BPKIMI, ASTM, ASME, dan SNI 7 buah majalah ilmiah dan handbook edisi 3
18
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
No.
Sarana dan prasarana
Balai Besar
Difusi Altek
Laboratorium
Perbengkelan dan RBPI
8
BBKKP
8 lab. proses, 5 lab. uji dan lab kalibrasi
1 unit pilot plant
9
BBKB
7 lab. proses, 2 lab. uji dan kalibrasi.
-
10
BBTPPI
1 lab. proses, 6 lab. uji
11
BBIHP
2 lab. proses, 4 lab. uji dan kalibrasi
3 unit pilot/mini plant -
Publikasi
pengujian, produk dan bahan baku 1 bengkel RBPI
tahun terakhir
1 bengkel perekayasaan alat. 1 bengkel kerja las dan bubut
-
1 bengkel RBPI
Majalah ilmiah
3 majalah ilmiah dan handbook edisi 3 tahun terakhir 6 majalah ilmiah dan handbook edisi 3 tahun terakhir
Sumber: Kajian telaahan implementasi teknologi hasil litbang (2011)
Tabel 1.8 Sarana Balai Riset dan Standardisasi Industri No.
Baristand Industri
1
Surabaya
2 3
Manado Banjar Baru
4
Palembang
5
Aceh
6
Lampung
7
Padang
8
Samarinda
9
Medan
10
Ambon
Laboratorium 1 lab. proses, 5 lab. uji 1 lab uji 3 lab. proses, 1 lab. material 1 lab. proses, 2 lab. uji 1 lab. proses, 2 lab. uji
1 lab. proses, 2 lab. uji 1 lab. proses , 5 lab. uji 3 lab. proses , 5 lab. uji 1 lab. proses, 1 lab. material, 7 lab. uji
Sarana Difusi Altek Perbengkelan dan RBPI 1 unit IPAL -
1 bengkel umum 1 bengkel
Majalah dan buku ilmiah 10 majalah
-
1 bengkel umum
-
1 pilot/mini plant penyulingan minyak atsiri -
1 bengkel umum
Majalah & buku ilmiah
1 bengkel umum
-
1 bengkel umum
Majalah & buku ilmiah Majalah & IT
1 IPAL
1 bengkel umum 2 pilot non ferrous, 1 IPAL -
1 bengkel umum
Publikasi
1 bengkel
1 lab. proses, 4 lab. 1 bengkel umum uji 11 Pontianak 1 lab. proses, 2 lab. 1 pilot plant 1 bengkel umum uji Sumber: Kajian telaahan implementasi teknologi hasil litbang (2011)
Majalah & buku ilmiah Majalah & buku ilmiah Majalah Ilmiah Majalah & buku ilmiah
Adapun prasarana difusi alih teknologi untuk mewujudkan peningkatan penguasaan teknologi di industri nasional baik yang sudah ada maupun calon wirausaha baru antara lain: peningkatan keahlian dan
Bab I Pendahuluan
19
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
kesiapan SDM industri untuk tumbuhnya wirausaha baru melalui diklat teknis dan inkubator bisnis/teknologi. Kegiatan yang dilakukan Balai di lingkungan Kementerian Perindustrian terkait prasarana difusi, antara lain: Diklat teknis yang dilaksanakan oleh Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) untuk tenaga welding dan inspection, oleh Balai Besar Logam dan Mesin dalam hal teknisi pengecoran dan manufacturing, Balai Besar Keramik terkait pengrajin gerabah. Inkubator Bisnis di Indonesia umumnya dimiliki oleh perguruan tinggi, namun beberapa juga dimiliki oleh nonperguruan tinggi. Pada prakteknya, inkubator ini berorientasi menginkubasi potensi bisnis dan dunia usaha, dan mengembangkan bisnis yang berbasiskan pada inovasi teknologi, penerapan dan pengembangan teknologi serta peluang bisnis yang menjanjikan. Melakukan kegiatan inkubasi melalui pembinaan, bimbingan serta fasilitasi manajemen, teknologi, permodalan, dan pemasaran terhadap potensi bisnis dunia usaha sehingga menjadi usaha yang mandiri dan tangguh. Kegiatan inkubator bisnis di lingkungan Balai Besar dan Baristand Industri Kementerian Perindustrian, antara lain: Pengembangan Inkubator Nanosilika yang dilaksanakan di Balai Besar Keramik. Hal ini merupakan langkah yang strategis dalam rangka mengimplementasikan roadmap nanoteknologi untuk mendukung industri nasional sebagai upaya meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal yang akan digunakan untuk substitusi silika impor. Untuk mengetahui unjuk kerja dari suatu hasil litbang bila dibuat dalam skala industri, perlu adanya pilot plant yang juga berfungsi sebagai sarana difusi teknologi. Di samping itu, untuk mempercepat komersialisasi hasil litbang perlu dibentuk pusat -pusat inovasi yang bertujuan untuk: 1)
Mendorong inovasi berbasis litbang di Indonesia;
2) Menciptakan nilai tambah ekonomi pada industri;
Bab I Pendahuluan
20
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
3)
Memberikan solusi alternatif terhadap permasalahan industri terkait pusat informasi tentang teknologi;
4) Memberikan
pendampingan
kepada
industri
yang
inovatif;
mendorong hasil-hasil riset menjadi produk-produk bermanfaat; melahirkan
pebisnis
tangguh
berbasis
sains
dan
teknologi;
membantu pencarian jejaring; membuat database yang memuat informasi-informasi tentang inovasi teknologi;
mengidentifikasi,
menganalisa dan mengoptimalkan rangkaian nilai proses kerja, perusahaan, dan pemasok serta membantu mencari mitra kerja sama. Beberapa Balai Besar telah mendirikan Pusat Inovasi, antara lain: Product Development and Design (PPDC) di Balai Besar Tekstil, Pusat Inovasi Kulit Non-Konvensional di Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik , Pusat Inovasi Keramik di Balai Besar Keramik, dan Pusat Inovasi Kemasan di Balai Besar Kimia dan Kemasan. f) Ketersediaan SDA yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah. Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil,
Bab I Pendahuluan
21
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
perkapalan, peralatan transportasi, dan makanan-minuman. Tabel 1.9 Keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam Indonesia NO 1
NAMA Industri Hilir
SDA TAK TERBARUKAN/ TERBARUKAN SDA terbarukan
Kelapa Sawit
2
Industri Hilir Kakao
SDA terbarukan
3
Industri Hilir Karet
SDA terbarukan
4
Industri Logam Hulu
SDA tidak terbarukan
5
Industri Rumput Laut
SDA terbarukan
Bab I Pendahuluan
POTENSI • Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia • Produksi CPO sebesar 20,91 juta ton pada tahun 2009. • Indonesia merupakan produsen No.2 di Dunia dengan total produksi pada tahun 2009 mencapai 803.000 ton dan diperkirakan pada tahun 2014 Indonesia dengan produksi biji kakao diatas 1 juta ton/Tahun • Sentra produksi biji kakao berkembang di Indonesia seperti Sulawesi dengan luas areal tanaman 857.757 Ha (60,18%), Sumatera 286.121 Ha (20,08%), Kalimantan 47.826 Ha (3,36%), Jawa 82.623 Ha (5,08%), NTT+NTB+Bali 62.507 Ha (4,39%), Maluku+Papua 86.266 Ha (6,05%). • Produksi karet alam pada tahun 2009 mencapai 2,52 juta ton. • Produksi bauksit sebesar 15 Juta Mton/tahun (ke-7 di dunia) • Produksi tembaga sebesar 2,8 juta Mton/tahun (konsentrat) • Produksi bijih nikel 3,27 juta ton (ke-4 di dunia) • Produksi bijih besi sebesar 8,6 juta ton • Produksi pasir besi sebesar 1,9 juta ton • Potensi lahan yang tersedia di Indonesia cukup besar yaitu lebih dari 1,38 Juta hektar dan baru termanfaatkan sekitar 222.000 hektar
22
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
2. Permasalahan a) Bidang Penelitian dan Pengembangan Industri Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri sebagai salah satu lembaga litbang yang berperan aktif dalam policy research dan applied research telah banyak memberikan kontribusi, baik dalam perumusan kebijakan industri nasional maupun memberikan layanan teknis ke dunia industri terutama industri kecil dan menengah. Namun, dengan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi demikian pesat, kebijakan-kebijakan tersebut memerlukan penyesuaian untuk dapat menjangkau kepentingan-kepentingan yang beraneka ragam. Kualitas kelitbangan sudah seharusnya dipandang sebagai penentu keberhasilan pembangunan industri karena apa yang dihasilkan oleh lembaga litbang bisa diukur, baik input maupun output-nya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya peranan kelitbangan dalam pembangunan industri masih jauh dari apa yang diharapkan karena berbagai permasalahan
mendasar
yang
selalu
menghambat
tumbuh
dan
berkembangnya lembaga kelitbangan di dalam negeri, terutama di lingkungan Kementerian Perindustrian, yaitu sebagai berikut: 1) Keterbatasan Sumber Daya Litbang; Terbatasnya sumber daya litbang tercermin dari rendahnya kualitas SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2002 adalah 5,0 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih kecil dibandingkan Jepang yang mencapai 70,7 atau lebih kecil dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 8,0. Sementara menurut Laporan Ditjen Dikti yang dikutip oleh Kurniawan (2002:3), jumlah peneliti Indonesia baru mencapai rasio 1: 10.000. Selain itu, rasio anggaran iptek terhadap PDB sejak tahun 2000 mengalami penurunan, dari 0,052 % menjadi 0,039 % pada tahun 2002. Rasio anggaran litbang sains dan teknologi terhadap PDB tersebut telah meningkat sedikit lebih besar menjadi 0.09 % pada tahun 2007. Walaupun telah terjadi peningkatan angka rasio anggaran litbang
Bab I Pendahuluan
23
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
terhadap PDB, namun dibandingkan dengan negara ASEAN, rasio tersebut masih jauh lebih kecil. Malaysia, misalnya, memiliki rasio litbang sains dan teknologi terhadap PDB sebesar 0,5 % (2001), sedangkan Singapura jauh lebih tinggi yaitu mencapai 1,89 % (2000). Menurut rekomendasi UNESCO, rasio anggaran litbang sains dan teknologi yang memadai adalah 2,0 % terhadap PDB. Kecilnya anggaran iptek berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk operasi dan pemeliharaan, serta rendahnya insentif untuk peneliti. Sebagaimana disadari bahwa untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dan inovatif yang berbasis Ristek, mutlak diperlukan SDM yang handal, berkualitas, dan kompeten. Peran strategis SDM yang diharapkan belum dapat dilaksanakan secara optimal dalam proses peningkatan daya saing industri nasional karena masih terdapat kendala dan masalah SDM. Kendala SDM yang dimaksud antara lain kurangnya kuantitas dan kualitas SDM litbang, kurangnya kompetensi para pejabat struktural dan fungsional dalam penyusunan konsepsi kebijakan industri, penyusunan perencanaan/program, kerja sama/kemitraan internal dan eksternal, pengembangan kompetensi lembaga sertifikasi, keterampilan teknis, serta kemampuan manajerial. SDM yang diharapkan harus memiliki kualitas yang cukup tinggi dalam arti mampu melaksanakan program pembangunan secara inovatif, kreatif, serta produktif dengan semangat kerja dan disiplin tinggi serta memiliki kemampuan manajerial, kewirausahaan, dan kepemimpinan yang merupakan persyaratan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja. Berdasarkan komposisi pendidikan SDM di lingkungan BPKIMI terdiri dari: SD (3,0 %); SLTP (3,0 %); SLTA ( 33,2 %); D3 (12,3 %), S1(36,7 %); S2 (11,2 %); dan S3 (0,6 %). Meskipun secara kuantitas SDM di lingkungan BPKIMI cukup banyak, namun pegawai yang akan
Bab I Pendahuluan
24
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
memasuki usia pensiun (usia > 51 tahun) juga memiliki porsi yang cukup besar, yaitu 36,3 %, kemudian usia 46 – 50 tahun (604 orang), usia 36 – 45 (317 orang), dan < 36 tahun berjumlah 878 orang. Disamping itu, pegawai yang memiliki jabatan fungsional berjumlah 668 orang atau 23,6 % dari total pegawai BPKIMI, yang terdiri dari Peneliti (276 orang), Perekayasa (58 orang), Tenaga Litkayasa (234 orang), Pengendali Dampak Lingkungan (33 orang), dan Penguji Mutu Barang (67 orang). Disisi lain, prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan kelitbangan terutama di lingkungan Kementerian Perindustrian masih rendah. Selama kurun 5 (lima) tahun belakangan ini, pengadaan alat laboratorium uji lebih banyak difokuskan untuk mendukung kelancaran kegiatan pengujian dalam rangka penerapan SNI wajib, sementara untuk mendukung kegiatan litbang masih sangat rendah. 2) Minimnya hasil Litbang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha; Hasil litbang dalam bentuk teknologi proses/produk yang diciptakan selama ini belum mampu memenuhi kebutuhan dunia industri, terutama untuk industri yang membutuhkan teknologi tinggi dan madya, yang banyak dibutuhkan oleh industri berskala besar dan menengah. Hal ini disebabkan hasil litbang yang diciptakan masih dalam bentuk prototype atau uji coba yang pada umumnya belum dapat dikomersialisasikan atau belum mempunyai nilai ekonomis. Sementara untuk dapat dikomersialisasikan membutuhkan uji coba secara teknis-ekonomis yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Minimnya pemanfaatan hasil litbang juga disebabkan belum optimalnya mekanisme intermediasi yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia hasil litbang dengan kebutuhan pengguna. Hal ini dapat dilihat dari belum tertatanya infrastruktur litbang, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil litbang menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem
Bab I Pendahuluan
25
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
produksi. Di samping itu, masalah tersebut dapat dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga litbang dan pihak industri, yang antara lain berakibat pada minimnya keberadaan industri kecil menengah berbasis teknologi. 3) Rendahnya kemampuan Litbang industri nasional; Rendahnya kemampuan litbang industri nasional dapat dilihat dari tingkat efisiensi dan produktivitas serta minimnya kandungan teknologi pada produk ekspor. Berdasarkan Indikator Iptek Indonesia 2003, ekspor produk manufaktur pada tahun 2002 didominasi oleh produk dengan kandungan teknologi rendah yang mencapai 60 %; sedangkan produk teknologi tinggi hanya 21 %. Rendahnya kemampuan lembaga litbang dalam negeri dalam menciptakan inovasi teknologi pada umumnya dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah SDM litbang yang berkualitas/profesional, belum memadainya sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan, di samping anggaran yang dialokasikan sangat terbatas. Sementara itu, sebagian besar industri dalam negeri belum memandang bahwa kegiatan kelitbangan merupakan bagian yang sangat penting/strategis dalam pengembangan usahanya, apalagi investasi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan litbang juga cukup besar. 4) Kerja sama atau kolaborasi litbang antar Lembaga Litbang Pemerintah, Perguruan Tinggi dan Dunia Industri relatif masih rendah; Seringkali masalah yang dihadapi oleh litbang industri tidak dapat ditangani secara individu oleh litbang industri yang ada. Kerja sama antara Peneliti atau antara Lembaga Litbang dapat diwujudkan
Bab I Pendahuluan
26
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
dalam rangka berbagi sumber daya berupa peneliti maupun fasilitas dan peralatan litbang, atau bahkan dana litbang. Namun dalam kenyataannya, kegiatan kelitbangan di dalam negeri belum mampu dikoordinasikan dengan baik, sehingga banyak kegiatan litbang yang dilaksanakan sifatnya mengulang, tetapi hasilnya tidak maksimal. Kolaborasi antar lembaga litbang Pemerintah dengan Perguruan Tinggi dan dunia usaha belum menjadi suatu kebutuhan nasional. Yang terjadi selama ini lebih banyak melalui pendekatan konvensional atau dengan kata lain belum terprogramkan secara nasional. 5) Belum berkembangnya budaya Litbang Industri di kalangan masyarakat; Pada umumnya budaya bangsa Indonesia masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada. Di sisi lain masyarakat pada umumnya belum termotivasi untuk terjun ke dunia kelitbangan karena pekerjaan di bidang kelitbangan dipandang belum menjanjikan dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain. Di sisi lain, kebutuhan akan teknologi baru dan maju tidaklah menjadi kendala karena mudah diperoleh dari berbagai sumber di luar negeri. 6) Belum efektifnya penerapan sistem manajemen litbang di lingkungan BPKIMI; Disadari bahwa penerapan sistem manajemen kelitbangan di lingkungan BPKIMI belum diterapkan di semua lembaga litbang di lingkungan BPKIMI. Lembaga litbang yang telah mendapatkan
Bab I Pendahuluan
27
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
akreditasi Sistem Manajemen Litbang dari Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPP) baru BBIA dan BBPK, sementara BBTPPI masih dalam proses akreditasi. 7) Manajemen keuangan yang kurang akomodatif terhadap tuntutan kegiatan litbang. Manajemen keuangan yang dianut selama ini dirasakan kurang akomodatif untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya lembaga litbang, apalagi anggaran yang dialokasikan masih jauh dari apa yang diharapkan. Pada umumnya lembaga litbang dikelola oleh Pemerintah dimana struktur kelembagaannya mengikuti sistem organisasi dan tata kelola induknya, yaitu Kementerian maupun Lembaganya. Seringkali sistem organisasi dan tata kelola tersebut tidak cocok untuk diterapkan di lembaga litbang. Sebagai contoh, penerimaan lembaga litbang dari industri ketika melakukan layanan teknis atau penyebarluasan hasil litbang harus masuk ke Pemerintah dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga lembaga litbang tersebut tidak memiliki lagi dana di akhir tahun untuk melaksanakan kegiatan litbang dan layanan teknis ke industri, sampai dana tersebut turun kembali di tahun berikutnya setelah melalui proses panjang, sementara industri tidak mau tahu dan akhirnya mengeluh lembaga litbang tersebut lamban dalam memberikan pelayanan. Di sisi lain, unit layanan teknis dituntut untuk mampu memberikan layanan publik
secara
prima, sementara sistem
penganggaran PNBP tidak memungkinkan unit layanan bergerak secara leluasa (kecuali melalui mekanisme Badan Layanan Umum – BLU), sehingga penerimaan yang seharusnya dapat ditarik menjelang akhir tahun terpaksa harus ditolak.
Bab I Pendahuluan
28
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
b) Penguasaan Teknologi Industri 1) Umumnya industri masih bersikap sebagai pengguna teknologi; Jumlah industri di Indonesia yang melakukan inovasi teknologi secara intensif maupun memanfaatkan hasil-hasil inovasi dari penyedia teknologi di dalam negeri relatif masih sangat rendah. Umumnya mereka cenderung memanfaatkan teknologi dari luar yang sudah proven meskipun biayanya sangat mahal. Di sisi lain harus diakui bahwa lembaga-lembaga riset di dalam negeri yang berperan sebagai penyedia teknologi masih belum sepenuhnya bertumpu pada kebutuhan riil masyarakat industri dan kurang mampu memenuhi kebutuhan riset yang lebih aplikatif. Akibatnya industri nasional umumnya masih menerapkan diri hanya sebagai pengguna teknologi yang kurang mendukung pengembangan IPTEK maupun peningkatan daya saing dan kemandirian industri nasional di bidang teknologi. 2) Kemampuan akuisisi teknologi dari luar negeri masih rendah; Teknologi dari luar negeri yang diadakan sendiri oleh industri dalam negeri ternyata belum disertai dengan cara akuisisi yang tepat (mencari, menilai dan mengadakan negosiasi dengan pemasok teknologi, memperoleh teknologi yang sesuai kebutuhan) sehingga biaya yang ditanggung masih besar dan ketergantungan yang masih terus menerus pada pemasok teknologi dari luar negeri. Selain itu pihak pemilik teknologi di luar negeri pada umumnya memberlakukan teknologi sebagai komoditi yang memiliki nilai strategis sehingga bersikap kurang terbuka untuk memberikan kesempatan seluasluasnya kepada industri dalam negeri guna menggali, meningkatkan kompetensi, dan akuisisi teknologi dari luar di atas sehingga kemampuan akuisisi teknologi dari luar masih rendah. 3) Terbatasnya lembaga pendidikan dan pelatihan khusus sesuai dengan bidang-bidang keahlian yang dibutuhkan oleh industri;
Bab I Pendahuluan
29
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Sistem pendidikan yang ada sekarang ini belum mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja industrial yang kompeten sesuai dengan harapan industri karena belum memadainya informasi tentang perkembangan dan kebutuhan akan tenaga industrial yang kompeten. Sementara itu, standar kompetensi tenaga industri belum tersedia secara luas dan lembaga-lembaga pelatihan yang ada pada umumnya belum mendapatkan pengakuan dari lembaga akreditasi resmi. Permasalahan di atas masih ditambah dengan terbatasnya jumlah lembaga sertifikasi personil yang sudah disertifikasi, dan belum adanya sistem untuk mensertifikasi atau mengakreditasi lembagalembaga pelatihan yang ada. 4) Belum berkembangnya pola-pola inkubasi teknologi yang efektif. Pola-pola inkubasi teknologi yang dapat berperan sebagai intermediasi antara penghasil teknologi dan pihak pengguna masih belum berkembang sehingga mengakibatkan masih cukup banyak hasil-hasil inovasi teknologi dari lembaga litbang di dalam negeri yang belum dapat diaktualisasikan di industri. Kondisi ini juga menyebabkan pertumbuhan usaha-usaha baru yang memanfaatkan aplikasi teknologi hasil inovasi dari dalam negeri mengalami hambatan. c) Industri yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan 1) Belum dipahaminya persepsi Industri Hijau antar pemangku kepentingan terkait; Kondisi saat ini konsep industri hijau dianggap merupakan suatu konsep yang baru dan masih belum diketahui secara luas oleh sesama aparat pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Mengingat internalisasi industri hijau ke dalam tupoksi Kementerian Perindustrian baru dimulai sejak tahun 2010, maka diperlukan persamaan persepsi
Bab I Pendahuluan
30
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
tentang industri hijau, kriteria, upaya/program untuk mencapainya, dan manfaat penerapan industri hijau. 2) Belum adanya standar nasional industri hijau. Untuk menerapkan konsep industri hijau perlu adanya standar nasional industri hijau yang akan digunakan sebagai acuan. Standar nasional industri hijau terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu proses produksi, manajemen perusahaan dan pengelolaan lingkungan industri. d) Penerapan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 1) Belum tersedianya sistem pelayanan pengurusan administrasi subyek HKI yang optimal; Teknologi hasil penelitian dan pengembangan memerlukan perlindungan hukum yang memadai untuk mendapatkan kepastian perlindungan atas hak kekayaan intelektual pada saat diterapkan di industri. Yang sering menjadi hambatan untuk memperoleh pengakuan atas HKI antara lain disebabkan belum cukup pemahaman tentang paten drafting dan pengurusan paten di lingkungan para peneliti dan perekayasa. 2) Belum teroptimalkannya pemanfaatan HKI yang terlindungi secara hukum; Pencapaian peningkatan inovasi di para peneliti dan perekayasa serta masyarakat industri masih rendah karena kesadaran industri, lembaga Litbang dan Perguruan Tinggi di dalam negeri belum mengetahui dan menyadari tentang konsep HKI yang sebenarnya memiliki nilai ekonomi bagi para penemu dibidang teknologi (paten). Disamping itu, masih banyaknya pelanggaran HKI berupa pelanggaran hak cipta dan pemalsuan hasil karya para peneliti mengakibatkan keinginan para inventor untuk mempatenkan hasil karyanya sangat rendah.
Bab I Pendahuluan
31
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Berdasarkan laporan tahunan Special 301 yang dikeluarkan oleh USTR pada tahun 2010 lalu bahwa Indonesia masih termasuk negara dalam kategori Priority Watch List. Jumlah pendaftaran paten yang dihasilkan di dalam negeri masih sangat rendah, bila dilihat pada Januari s/d April 2011 hanya sebesar 18 (9,6 %) paten dibandingkan dengan jumlah pendaftar paten dari luar negeri yaitu sebesar 159 (90,4 %) paten, sehingga menyebabkan sistem perlindungan HKI belum optimal dimanfaatkan oleh para inovator dalam produk industri yang berbasis kekayaan intelektual yang telah terlindungi hukum tidak dapat dimanfaatkan oleh calon pengguna secara optimal. 3) Belum optimalnya kesiapterapan hasil penelitian yang telah mendapatkan perlindungan HKI (paten); Kesiapterapan hasil penelitian yang sudah dipatenkan sering mendapat masalah di dalam penerapan di industri karena masih kurangnya informasi atau data yang diperlukan untuk penerapannya di industri (Kesiapterapan Teknologi). Hal ini juga digambarkan dalam laporan WEF tahun 2010, Indonesia berada pada posisi 91 dari 139 negara yang menggunakan aplikasi litbang. Industri/calon pengguna hasil penelitian sangat mengharapkan hidden cost atau kepastian penerapan biaya menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan untuk dapat dimudahkannya dalam penerapan teknologi di industri. 4) Belum tersedianya data produk industri berbasis HKI yang akurat. Belum optimalnya pembinaan, penerapan, dan pengembangan produk industri berbasis HKI, serta advokasi layanan aspek hukum yang implementatif secara baik, benar, dan tepat sasaran, mengakibatkan kurang tersedianya informasi dan data yang akurat dalam rangka proses
Bab I Pendahuluan
pembuatan
dan/atau
penyusunan
perencanaan
serta
32
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
perlindungan maupun pengelolaan HKI
yang dapat memberikan
manfaat di sektor industri. Dengan ketersedian informasi dan data HKI yang up to date, perlindungan dan pengelolaan produk industri berbasis HKI dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan promosi dan informasi hasil invensi dan inovasi milik masyarakat industri dan/atau lembaga Litbang ke calon penggunanya.
e) Penerapan SNI 1) Ketersediaan dan kapasitas infrastruktur standardisasi laboratorium penguji untuk mendukung penerapan SNI dengan semua parameter masih terbatas ; Salah satu kendala dalam mendukung penerapan SNI terutama SNI yang diberlakukan secara wajib selama ini adalah terbatasnya kemampuan dan jumlah laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KAN, baik yang dimiliki oleh Pemerintah maupun Swasta. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut Menteri Perindustrian telah menunjuk LSPRo dan Laboratorium Uji sesuai kompetensinya untuk mendukung penerapan 73 SNI wajib, baik yang telah terakreditasi oleh KAN maupun yang belum. Khusus bagi yang belum terakreditasi KAN, Laboratorium Uji diharuskan dalam kurun waktu 2 tahun sudah terakreditasi. Disadari bahwa untuk mendapat akreditasi dari KAN bukanlah hal yang mudah karena membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana beserta tenaga analisnya yang cukup memadai. Pada umumnya persebaran Laboraorium Uji belum merata atau lebih banyak berada di Pulau Jawa, sementara pelanggan yang dihadapi berada di berbagai wilayah. Selama ini permasalahan yang sering dialami adalah kapasitas pengujian di Laboratorium Uji baik mengenai parameter yang diuji maupun kemampuan kuantitas melayani pengujian belum memadai.
Bab I Pendahuluan
33
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Di samping keterbatasan infrastruktur, permasalahan lain adalah terbatasnya jumlah personel sertifikasi yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. Tenaga personel yang ada pada umumnya PNS yang berlatar pengalaman nonteknis dan kurang memiliki kompetensi di bidang produk dan proses produksi termasuk di dalamnya sistem pengendalian dan kepastian mutu. 2) Masih banyak SNI yang belum harmonis dengan standar internasional dalam mendukung perdagangan bebas; SNI di bidang Industri saat ini tercatat 4188 judul atau hampir 70% dari total SNI yang telah ditetapkan oleh BSN, namun hanya sebagian kecil yang harmonis dengan standar internasional. Banyak SNI yang tidak harmonis dengan standar internasional disebabkan pada saat penetapan SNI masih banyak mengadopsi Standar Industri Indonesia (SII) yang lama dan kemungkinan besar sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau kebutuhan pasar. Meskipun telah dilakukan peninjauan dan revisi terhadap SNI tersebut, namun belum dilakukan secara menyeluruh. Mengingat banyaknya SNI di bidang Industri yang tidak harmonis dengan standar internasional, maka pemanfaatan SNI sebagai salah satu instrumen technical barrier untuk menghadang produk impor sangat sulit. Salah satu contoh adalah pada saat diberlakukan perdagangan bebas dengan China, pasar Indonesia banyak diserbu oleh produk-produk dari China dengan harga murah tetapi mutu/standarnya masih tanda tanya besar. Indonesia tidak dapat menolak impor dari negara tersebut mengingat Indonesia telah menjalin kesepakatan perdagangan bebas bersama negara anggota ASEAN lainnya dimana tarif bea masuknya cenderung turun dan mengarah pada nol persen.
Bab I Pendahuluan
34
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
3) Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap mutu. Kesadaran masyarakat terhadap mutu masih sangat rendah terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena daya beli masyarakat atau konsumen Indonesia masih rendah mengingat mereka selalu memperhatikan produk dengan harga murah meskipun berkualitas rendah. Selama ini telah banyak kasus yang terjadi terkait dengan masalah produk yang tidak memenuhi standar atau tidak berkualitas, sehingga menyebabkan banyaknya kejadian yang tidak diinginkan atau musibah yang dialami oleh konsumen tingkat bawah terutama produk makanan dan mainan anak. Untuk
mengatasi
membahayakan
konsumen
dari
kesehatan, keselamatan
produk-produk dan
keamanan
yang serta
lingkungan, Pemerintah c.q Kementerian Perindustrian saat ini baru mampu memberlakukan 73 SNI secara wajib karena berbagai kendala yang dihadapi, seperti ketidaktersediaannya SNI yang harmonis dengan
standar
internasional,
terbatasnya
kemampuan
dan
kompetensi Laboratorium Uji maupun rendahnya kemampuan industri dalam negeri guna menerapkan ketentuan SNI.
f) Efektifitas
Kebijakan
Industri
(Kurangnya
sosialisasi
fasilitasi
pemerintah) Dalam mengkaji dan merumuskan suatu kebijakan diperlukan data dan analisis yang akurat, agar kebijakan yang dirumuskan dapat diimplementasikan dan mencapai sasaran yang ditetapkan. Namun, saat ini ketersediaan data dan analisis tersebut masih dirasakan kurang. Perumusan kebijakan belum sepenuhnya didasarkan pada suatu kajian yang mendalam dan komprehensif, sehingga seringkali kebijakan yang telah ditetapkan sulit diimplementasikan atau masih kurang efektif pada tahap implementasinya.
Bab I Pendahuluan
35
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri nasional adalah dengan menyediakan fasilitas bagi industri, yakni berupa pemberian insentif diantaranya adalah bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), tax allowance, keringanan bea masuk impor mesin dan barang modal, pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPNDTP), serta penurunan tarif bea masuk impor bahan baku keperluan industri. Namun, pemanfaatan beberapa fasilitas tersebut masih relatif minim. Salah satu penyebabnya adalah keterlambatan Kementerian Keuangan dalam menerbitkan peraturan sebagai payung hukum dalam pemberian fasilitas (banyak terjadi pada BMDTP), akibat kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Seringkali peraturan tersebut baru terbit setelah semester pertama tahun berjalan, sehingga pelaku industri kurang dapat memanfaatkannya secara optimal. Penyebab lainnya adalah kurangnya informasi dan pemahaman kebijakan industri terutama di daerah, akibat kurangnya sosialisasi terkait fasilitas dan kebijakan yang diberikan pemerintah. Banyak pelaku industri di daerah yang belum tahu bagaimana cara memanfaatkan fasilitas tersebut. Bahkan ada yang tidak mengetahui bahwa pemerintah telah menyediakan fasilitas insentif guna membantu peningkatan daya saing industri.
g) Pemanfaatan bahan baku yang berbasis sumber daya alam lokal (SDA belum termanfaatkan secara optimal) Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah. Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit
Bab I Pendahuluan
36
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
(penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi, dan makanan-minuman. Namun, tidak semua keunggulan sumber daya alam tersebut dapat termanfaatkan secara optimal. Selain kurang mampunya industri dalam negeri untuk mengolah, beberapa SDA tertentu memang kurang ekonomis untuk diolah, serta karakteristik komoditi agro dan mineral tertentu yang tersedia berkualitas rendah. Hal tersebut menyebabkan masih besarnya ekspor komoditi primer tanpa adanya peningkatan nilai tambah terlebih dahulu di dalam negeri. Tingginya kuantitas ekspor ini tentu saja sangat merugikan, karena justru menghidupi industri di luar negeri, sementara industri tertentu di dalam negeri sendiri seringkali mengalami kesulitan bahan baku, bahkan bergantung pada impor.
C. Maksud dan Tujuan Rencana Strategis (RENSTRA) disusun untuk memenuhi amanat Undangundang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, yaitu: “Pimpinan Kementerian/ Lembaga menyiapkan rancangan Renstra-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJMN”. Penentuan arah Kebijakan Industri Nasional Jangka Panjang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Fokus Pembangunan Industri Nasional
Bab I Pendahuluan
37
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
dengan memperhatikan pemerataan, persebaran, dan pertumbuhan atau “pro job, pro poor, dan pro growth”. Rencana Strategis BPKIMI memberikan arah dalam perumusan kebijakan pembangunan industri termasuk kebijakan pelayanan teknis teknologis dengan melakukan perencanaan terpadu dan menyelaraskan pelaksanaan program, serta pengendaliannya untuk kurun waktu 2010-2014, sehingga diharapkan mampu mendukung pencapaian tugas pokok dan fungsi BPKIMI. Renstra BPKIMI merupakan acuan bagi seluruh satuan kerja di lingkungan BPKIMI dalam perumusan kebijakan, program, kegiatan pengembangan industri dan pelayanan teknis teknologis sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan kerja selama kurun waktu 2010-2014.
D. Pendekatan Pendekatan
dalam
proses
penyusunan
Renstra
BPKIMI
mempertimbangkan Renstra Kementerian Perindustrian serta tugas, pokok dan fungsi BPKIMI sebagai dasar acuan untuk merumuskan visi dan misi BPKIMI, proses perumusan visi dan misi dimaksud melibatkan Pimpinan BPKIMI dengan dibantu oleh tim Penyusun Renstra BPKIMI. Dalam
menetapkan
misi
dan
kondisi
yang
diharapkan
juga
mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis dan kondisi industri saat ini. Setelah penetapan visi yang akan dicapai dan kondisi yang diharapkan pada tahun 2025, selanjutnya dijadikan dasar untuk menetapkan misi yang akan diemban sampai 5 tahun ke depan, kondisi yang diharapkan pada tahun 2014, serta tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan tersebut selanjutnya perlu ditetapkan arah kebijakan dan strategi-strategi yang diperlukan. Berdasarkan strategi tersebut, dilakukan penjabaran kegiatan-kegiatan yang dinyatakan sebagai Rencana Kerja lengkap dengan sumber daya, kapasitas kelembagaan
dan
tata
laksana
yang
akan
dipergunakan
untuk
mengimplementasikan kegiatan-kegiatan tersebut.
Bab I Pendahuluan
38
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Perumusan strategis di atas perlu dilengkapi dengan pendekatan implementasi program yang terintegrasi. Lima strategi fungsional yaitu perencanaan kebijakan, standarisasi industri, pengkajian kebijakan dan iklim usaha industri, pengkajian industri hijau dan lingkungan hidup, pengkajian teknologi dan hak kekayaan intelektual, serta penelitian dan pengembangan teknologi dan peningkatan Jasa Pelayanan Teknis (JPT) menjadi strategi yang diperlukan untuk pelaksanaan penyusunan dan evaluasi program kebijakan iklim dan mutu industri. Program ini memerlukan pengelolaan yang profesional akan sumber daya antara lain SDM, organisasi, kelembagaan, informasi, perencanaan, dan dana.
Gambar 1.4 Pendekatan Penyusunan Renstra BPKIMI
Bab I Pendahuluan
39
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
E. Tugas Pokok dan Fungsi BPKIMI mengemban tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, serta iklim dan mutu industri. Dalam melaksanakan tugas, BPKIMI mempunyai fungsi yaitu: -
Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan iklim dan mutu industri;
-
Pelaksanaan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan iklim dan mutu industri;
-
Pemantauan, dan
evaluasi,
pengkajian
pengembangan
dan
pelaporan
pelaksanaan
serta
penyusunan
rencana
kebijakan
industri
jangka
menengah
dan
penelitian makro panjang,
kebijakan serta iklim dan mutu industri; dan -
Pelaksanaan administrasi Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri.
Gambar 1.5 Struktur Organisasi BPKIMI
Bab I Pendahuluan
40
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BPKIMI A. VISI Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) yang tertuang dalam Kebijakan Industri Nasional adalah “Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia” yang bercirikan: 1. Industri kelas dunia; 2. Memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi; 3. Kemampuan yang berimbang dan merata antara skala usaha (IKM dan industri besar); 4. Memiliki struktur industri yang kuat; 5. Industri menjadi penggerak utama ekonomi; 6. Industri berperan besar dan memberikan kontribusi tinggi bagi perekonomian nasional. Dalam rangka mendukung terwujudnya Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) yang diamanatkan kepada Kementerian Perindustrian, BPKIMI sebagai salah satu unit eselon I mempunyai visi: “Menjadi lembaga penyedia rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang profesional bagi sektor industri nasional”
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
41
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
B. MISI Dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, BPKIMI pada 5 tahun ke depan (2010–2014) mengemban misi sebagai berikut: 1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri; 2. Meningkatkan peran standardisasi dalam mendukung daya saing industri nasional; 3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di dalamnya perlindungan HKI; 4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (industri hijau); 5. Mendorong penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan litbang dan pelayanan jasa teknis.
C. Kondisi yang diharapkan tahun 2025 Sesuai dengan RPJPN tahun 2005 – 2025 sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 17 Tahun 2007, dalam pembangunan jangka panjang, pembangunan industri antara lain diarahkan untuk menjadi wahana peningkatan kemampuan inovasi dan wirausaha bangsa di bidang teknologi industri dan manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan daya saing industri nasional menghadapi era globalisasi/liberalisasi ekonomi dunia. Sedangkan
pembangunan
iptek
untuk
ekonomi
diarahkan
pada
peningkatan kualitas dan pemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keunggulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang andal, perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil penemuan dan hak atas kekayaan intelektual, pengembangan dan penerapan standar mutu, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM iptek, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana iptek.
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
42
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Dalam Renstra Kementerian Perindustrian 2010–2014 telah dirumuskan kondisi yang diharapkan untuk kurun waktu tahun 2020-2025 antara lain terjadi pergeseran pertumbuhan industri dari industri berbasis tenaga kerja dan industri berbasis sumber daya alam ke industri padat modal dan industri berbasis teknologi yang didukung oleh kemampuan teknologi dan R&D sebagai ujung tombak daya saing industri. Sesuai dengan visi BPKIMI tahun 2025, menjadi Lembaga Penyedia Rumusan Kebijakan yang Visioner dan Pelayanan Teknis Teknologis Terkini yang Profesional bagi Sektor Industri Nasional, dan sesuai arah kebijakan 2005-2025 di atas serta Renstra Kementerian Perindustrian 2010 – 2014 maka dapat dirumuskan kondisi yang diharapkan untuk kurun waktu tahun 2020-2025 sebagai berikut: 1. Meningkatnya peran litbang dalam pembangunan industri nasional; 2. Kemandirian dalam membangun industri dan memproduksi barang terutama industri berbasis agro, industri telematika, dan industri alat angkut; 3. Industri manufaktur sudah menerapkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; 4. Meningkatnya
inovasi
teknologi
industri
berbasis
penerapan
dan
komersialisasi HKI; 5. a. Tanda SNI diakui secara internasional; b. LPK di lingkungan Kementerian Perindustrian yang kredibel di tingkat Internasional; 6. Kebijakan teknis (smart regulation) yang sinergi dan kondusif bagi peningkatan daya saing sektor industri; 7. Tercapainya kemandirian dalam penyediaan bahan baku/penolong berbasis SDA lokal bagi industri nasional.
D. Kondisi yang diharapkan 2010 – 2014 1. Meningkatnya hasil-hasil litbang yang dimanfaatkan oleh industri; 2. Meningkatnya penguasaan teknologi maju; 3. Meningkatnya pengembangan industri hijau;
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
43
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
4. Efektifnya penerapan dan komersialisasi HKI oleh Industri dalam rangka mendorong inovasi dalam negeri; 5. Infrastruktur standardisasi mampu mendukung penerapan SNI terutama SNI wajib secara efektif dan efisien; 6. Meningkatnya efektifitas kebijakan iklim usaha bagi pengembangan industri; 7. Meningkatnya pemanfaatan bahan baku yang berbasis sumber daya alam lokal.
E. Tujuan 1. Meningkatkan pengembangan kebijakan di bidang inovasi teknologi, standardisasi, iklim usaha,
industri hijau dan kelitbangan dalam rangka
mendorong daya saing industri nasional; 2. Mendorong peningkatan pelayanan teknis teknologi sebagai implementasi dari kebijakan; dan 3. Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi maju dalam proses produksi.
F. Sasaran Dalam setiap sub program dan kegiatan yang telah direncanakan, telah ditetapkan sasaran yang akan dicapai beserta indikator pencapaiannya. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah monitoring dan evaluasi keberhasilan implementasi dari Renstra BPKIMI. Jika pencapaiannya masih dirasakan minim, maka akan dengan mudah teridentifikasi permasalahannya sehingga dapat segera ditemukan solusinya. Sasaran yang akan dicapai BPKIMI dalam kurun waktu 20102014 adalah sebagai berikut : Sasaran Strategis I
: a. Tersedianya hasil litbang yang siap diterapkan, dengan indikator paket teknologi; b. Diterapkannya hasil litbang di industri, dengan indikator paket teknologi.
Sasaran Strategis II
: a. Tersedianya infrastruktur teknologi dari sisi sarana litbang, dengan indikator paket infrastruktur;
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
44
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
b. Tersedianya rumusan kebijakan teknologi pada industri nasional, dengan indikator rekomendasi kebijakan teknologi. Sasaran Strategis III
: a. Tersedianya fasilitas/infrastruktur Industri hijau, dengan indikator kebijakan, standar, pedoman, sistem informasi, dan lembaga sertifikasi industri hijau; b. Meningkatnya konservasi dan diversifikasi energi sektor
industri,
dengan
indikator
kebijakan,
pedoman , pilot project, dan sistem informasi; c. Meningkatnya
pencegahan
dan
pengendalian
pencemaran sektor industri, dengan indikator kebijakan, pedoman, dan sistem informasi. Sasaran Strategis IV
: a. Terfasilitasinya proses perolehan perlindungan HKI, dengan indikator jumlah perolehan perlindungan HKI; b. Efektifnya penanggulangan pelanggaran HKI bagi pelaku usaha terkait sektor industri, dengan indikator persentase pengaduan pelanggaran HKI yang tertangani.
Sasaran Strategis V
: a. Tersedianya RSNI yang diperlukan oleh industri, dengan indikator jumlah RSNI; b. Meningkatnya kemampuan LPK yang mendukung SNI wajib, dengan indikator lingkup kemampuan LPK (SDM, alat, dan pengakuan jumlah lingkup produk LPK).
Sasaran Strategis VI
: a. Tersedianya rumusan kebijakan insentif di sektor industri, dengan indikator rekomendasi kebijakan;
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
45
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
b. Terwujudnya efektifitas kebijakan industri, dengan indikator dokumen hasil analisis.
Bab II Visi, Misi dan Tujuan BPKIMI
46
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian Sasaran strategis 2014 Kementerian Perindustrian adalah sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis I: Tingginya nilai tambah industri; 2. Sasaran Strategis II: Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri; 3. Sasaran Strategis III: Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri; 4. Sasaran Strategis IV: Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi Industri; 5. Sasaran Strategis V: Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri; 6. Sasaran Strategis VI: Tersebarnya pembangunan industri; 7. Sasaran Strategis VII: Meningkatnya peran Industri Kecil dan Menengah terhadap PDB.
B. Arah Kebijakan dan Strategi BPKIMI 1) Arah Kebijakan BPKIMI Berdasarkan visi dan misi yang telah digariskan, maka perlu ditetapkan kebijakan sebagai arah/tindakan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN) yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 dan RPJMN serta Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014, maka arah kebijakan BPKIMI dalam kelitbangan industri Tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju; b. Peningkatan fasilitasi penerapan teknologi dan perlindungan HKI; c. Peningkatan kualitas hasil litbang industri; d. Peningkatan pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis SNI lingkup industri;
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
47
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
e. Peningkatan pengembangan kebijakan menuju iklim usaha kondusif dan Kebijakan Industri Nasional (KIN) yang efektif; f. Peningkatan fasilitasi pengembangan industri hijau; g. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri. 2) Strategi BPKIMI Dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan bagi setiap misi yang diemban, BPKIMI menjabarkan strategi dan kebijakan yang dikelompokkan dalam strategi dan strategi implementasi. Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut di atas, BPKIMI menetapkan empat strategi berikut strategi implementasinya sebagai berikut: a. Mengembangkan jejaring dengan lembaga-lembaga pengkajian kebijakan dan litbang teknologi yang terkemuka. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan/mengembangkan jejaring dengan lembaga pengkajian kebijakan dan litbang teknologi terkemuka antara lain: -
Meningkatkan hubungan kerja sama dengan organisasi internasional dan regional, seperti: UNIDO, ISO, IEC, JETRO, JICA, KITECH, dan lainlain;
-
Memanfaatkan
kerangka kerja sama perdagangan bebas, seperti
AFTA, ACFTA, ASEAN-Korea FTA, IJ-EPA, APEC, dan lain-lain; -
Mengembangkan sistem komunikasi, koordinasi dan pola kemitraan antar lembaga litbang (lembaga litbang, perguruan tinggi, dunia usaha dan lembaga pendukung) baik di dalam maupun luar negeri.
b. Mendorong pengembangan kerja sama litbang industri dengan dunia usaha untuk mengembangkan teknologi dan memanfaatkan potensi bahan baku lokal. -
Mengembangkan kebijakan insentif yang lebih efektif;
-
Mengembangkan sistem kerja sama penelitian;
-
Meningkatkan koordinasi dengan dunia usaha.
c. Mengembangkan bank data yang lengkap dan mutakhir -
Mengembangkan kapasitas/kemampuan IT yang telah tersedia;
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
48
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
-
Mengoptimalkan sarana dan prasana IT yang tersedia;
-
Memanfaatkan para atase industri dalam memperoleh data di negara yang bersangkutan;
-
Menjalin kerja sama dengan BPS sebagai resource data.
d. Meningkatkan kompetensi SDM BPKIMI sesuai perkembangan IPTEK industri -
Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM litbang melalui berbagai program pendidikan (S2 dan S3) dan pelatihan;
-
Melakukan optimalisasi dan mobilisasi potensi SDM litbang melalui kerja sama nasional maupun internasional;
-
Merintis program magang dengan pihak-pihak terkait seperti industri dan lembaga litbang lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
e. Mengembangkan kapasitas kelembagaan litbang dan LPK -
Melakukan revitalisasi dan optimalisasi kelembagaan termasuk akreditasi litbang;
-
Mengembangkan pusat-pusat inovasi di daerah, dan aktualisasi peran unit inkubator dan unit pelayanan teknis dalam fungsi intermediasi ;
-
Mengembangkan prasarana untuk mendukung penerapan standar dan penilaian kesesuaian atas mutu produk pelaku usaha ;
-
Menyiapkan lembaga penilaian kesesuaian agar terakreditasi secara nasional dan internasional;
-
Mengusulkan penyempurnaan sistem insentif dan pola pembiayaan. Selanjutnya, dalam Peta Strategi akan diuraikan langkah-langkah
dalam mewujudkan Strategi BPKIMI tersebut. Peta Strategi BPKIMI dapat dilihat pada Gambar 1.6..
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
49
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
50
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
3) Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri. Program ini bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha dan kebijakan yang kondusif melalui perumusan dan analisa kebijakan dan iklim di sektor industri, pelaksanaan kebijakan dan iklim di bidang penelitian dan pengembangan industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk meningkatkan kemampuan industri dalam menciptakan, mengembangkan, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam uji komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan, rancangan produk baru, proses produksi, energi terbarukan, lingkungan hidup, dan tenaga kerja serta sarana dan prasarana industri sebagai faktor pendukung berhasilnya pembangunan industri. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi sektor industri, perumusan kebijakan dan iklim serta analisa, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang penelitian dan pengembangan industri, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penelitian dan pengembangan industri. Pada dasarnya program ini memanfaatkan hasil litbang yang telah dilakukan oleh Balai Besar dan Balai Riset dan Standarisasi Industri dalam rangka mendukung daya saing maupun melindungi konsumen, seperti menetapkan standardisasi bagi produk hasil industri. Dengan indikator pencapaian tersusunnya rumusan dan analisis kebijakan dari iklim di sektor industri serta analisa, standar, prosedur di bidang industri serta terhasilkannya kuantitas, kualitas hasil litbang, dan kebijakan pendukungnya yang mampu diaplikasikan hingga skala pabrik. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: Kegiatan 1 :
Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri, dengan indikator
pencapaian
tersusunnya
kebijakan,
serta
pengembangannya dan terlaksananya penyiapan perumusan kebijakan
standardisasi,
Rancangan
Standar
Nasional
Indonesia (RSNI), kaji ulang dan revisi Standar Nasional Indonesia (SNI), penyiapan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia secara wajib.
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
51
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1) Peningkatan Standardisasi Industri; 2) Penerapan standardisasi dan peningkatan mutu produk industri. Kegiatan 2 :
Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri, dengan indikator pencapaian tersusunnya konsepsi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan dalam rangka menciptakan iklim perlindungan industri yang wajar, iklim pengembangan usaha industri yang sehat, serta iklim untuk mendorong ekspor hasil industri. Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1) Peningkatan Iklim Usaha Industri;
2) Peningkatan Investasi Industri; 3) Pemodelan dan
analisis industri; 4) Membangun sistem informasi industri yang terintegrasi dan handal. Kegiatan 3 :
Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup, dengan indikator pencapaian: 1) Kebijakan, pedoman, standar dan sistem informasi industri hijau; 2) Pilot project pengembangan energi baru terbarukan (EBT), pelatihan teknik produksi bersih dan konservasi energi sektor industri; 3) Lembaga sertifikasi industri hijau. Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1) Penyusunan kebijakan, pedoman, standar dan sistem informasi industri hijau; 2) Pelaksanaan
pilot project pengembangan
energi baru
terbarukan (EBT), pelatihan teknik produksi bersih dan konservasi energi sektor industri; 3) Pembentukan lembaga sertifikasi industri hijau. Kegiatan 4 :
Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual, dengan indikator pencapaian: 1) Rekomendasi kebijakan
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
52
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
teknologi industri; 2) Diterapkannya paket teknologi di industri berbasis riset; 3) Persentasi pengaduan pelanggaran HKI yang tertangani; 4) Jumlah pendaftaran perlindungan HKI. Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1) Pengembangan dan penerapan
kebijakan
teknologi;
2)
Meningkatkan
kesipterapan hasil litbang; 3) Peningkatan Peran Pusat Manajemen HKI; 4) Pembinaan dan Penerapan HKI. Kegiatan 5:
Penyusunan dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim, dan Mutu Industri, dengan indikator pencapaian:1) Terlaksananya pendidikan
dan
pelatihan
SDM
;
2)Terfasilitasinya
kelembagaan litbang ; 3) Telaksananya program, anggaran, monitoring, dan evaluasi. Untuk mewujudkan hasil tersebut, kegiatan ini akan didukung antara lain oleh rencana aksi: 1) Jumlah SDM aparatur yang terdidik dan terlatih; 2) Peningkatan sarana dan prasarana kelembagaan litbang; 3) Tersedianya sistem informasi kelitbangan; pengeloaan
4)
Peningkatan
keuangan;
5)
tertib
administrasi
Terlaksananya
dan
perencanaan
program/kegiatan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan; 6) Peningkatan kerja sama teknis dalam dan luar negeri. Agar hasil yang diharapkan dari program ini dapat terwujud, maka disamping 5 (lima) kegiatan diatas termasuk rencana aksinya sebagaimana telah diuraikan di atas masih juga diperlukan dukungan kegiatan unit pelayanan teknis sertifikasi industri
serta
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan
teknologi untuk mendukung pengembangan industri. Kegiatan 6:
Pelayanan Teknis Sertifikasi Industri, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah pelayanan teknis yang dihasilkan; 2)
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
53
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan. Kegiatan 7:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kimia dan Kemasan, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi kimia dan kemasan.
Kegiatan 8:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri Agro, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi industri agro.
Kegiatan 9:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Keramik, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi keramik.
Kegiatan 10:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Tekstil, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi tekstil.
Kegiatan 11:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Bahan dan Barang Teknik, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi bahan dan barang teknik.
Kegiatan 12:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pulp dan Kertas, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
54
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi pulp dan kertas. Kegiatan 13:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Logam dan Mesin, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi logam dan mesin.
Kegiatan 14:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kulit, Karet dan Plastik, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi kulit, karet dan plastik.
Kegiatan 15:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kerajinan dan Batik, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi Kerajinan dan Batik.
Kegiatan 16:
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, dengan indikator pencapaian: 1)Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi pencegahan pencemaran industri.
Kegiatan 17:
Penelitian
dan
Pengembangan
Teknologi
Hasil
Perkebunan, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah hasil litbang semakin meningkat dan berkualitas; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di bidang teknologi hasil perkebunan.
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
55
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Kegiatan 18:
Riset dan Standardisasi Wilayah Aceh, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri, 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Aceh.
Kegiatan 19:
Riset dan Standardisasi Wilayah Medan, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Medan.
Kegiatan 20:
Riset dan Standardisasi Wilayah Padang, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Padang.
Kegiatan 21:
Riset dan Standardisasi Wilayah Palembang, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Palembang.
Kegiatan 22:
Riset dan Standardisasi Wilayah Lampung, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri, 3) jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Tanjung Karang.
Kegiatan 23:
Riset dan Standardisasi Wilayah Surabaya, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Surabaya.
Kegiatan 24:
Riset dan Standardisasi Wilayah Samarinda, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Samarinda.
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
56
RENCANA STRATEGIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI TAHUN 2010-2014
Kegiatan 25:
Riset dan Standardisasi Wilayah Pontianak, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Pontianak.
Kegiatan 26:
Riset dan Standardisasi Wilayah Banjarbaru, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Banjar Baru.
Kegiatan 27:
Riset dan Standardisasi Wilayah Manado, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Manado.
Kegiatan 28:
Riset dan Standardisasi Wilayah Ambon, dengan indikator pencapaian: 1) Jumlah riset yang dihasilkan; 2) Jumlah kerja sama dengan dunia industri; 3) Jumlah PNBP yang dihasilkan di wilayah Ambon.
Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
57
BAB IV PENUTUP Rencana Strategis (Renstra) BPKIMI 2010-2014 disusun dengan mengacu kepada RPJMN dan Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014. Renstra ini merupakan upaya untuk mewujudkan visi BPKIMI yaitu menjadi lembaga penyedia rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang profesional bagi sektor industri nasional, dengan misi sebagai berikut: 1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri; 2. Meningkatkan peran standardisasi dalam mendukung daya saing industri nasional; 3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk di dalamnya perlindungan HKI; 4. Mendorong
pengembangan
industri
yang
berwawasan
lingkungan
dan
berkelanjutan (industri hijau); 5. Mendorong penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan litbang dan pelayanan jasa teknis. Untuk mencapai visi dan misi tersebut ditetapkan 6 (enam) Sasaran Strategis yang akan dicapai BPKIMI dalam kurun waktu 2010-2014 adalah : 1. Tersedianya hasil litbang yang siap diterapkan dengan indikator paket teknologi; diterapkannya hasil litbang di industri dengan indikator paket teknologi; 2. Tersedianya infrastruktur teknologi dari sisi sarana litbang dengan indikator paket infrastruktur; tersedianya rumusan kebijakan teknologi pada industri nasional dengan indikator rekomendasi kebijakan teknologi 3. Tersedianya rumusan kebijakan industri hijau, dengan indikator rumusan kebijakan Penurunan emisi GRK (melalui konservasi energi dan pencegahan pencemaran lingkungan hidup) dengan indikator rumusan pedoman implementasi konservasi energi dan rekomendasi pedoman pencegahan pencemaran lingkungan hidup. 4. Terfasilitasinya proses perolehan perlindungan HKI dengan indikator jumlah perolehan perlindungan HKI; Efektifnya penanggulangan pelanggaran HKI bagi Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
58
pelaku usaha terkait sektor industri dengan indikator persentase pengaduan pelanggaran HKI yang tertangani. 5. Tersedianya RSNI yang diperlukan oleh industri, dengan indikator jumlah RSNI; meningkatnya kemampuan LPK yang mendukung SNI wajib dengan indikator lingkup kemampuan LPK (SDM, alat, dan pengakuan jumlah lingkup produk LPK); 6. Tersedianya rumusan kebijakan insentif di sektor industri dengan indikator rekomendasi kebijakan; terwujudnya efektifitas kebijakan industri dengan indikator dokumen hasil analisis. Untuk mencapai sasaran strategis diatas, maka ditetapkan arah kebijakan BPKIMI yaitu peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju; peningkatan fasilitasi penerapan teknologi dan perlindungan HKI; peningkatan kualitas hasil litbang industri; peningkatan pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis SNI lingkup industri; peningkatan pengembangan kebijakan menuju iklim usaha kondusif dan Kebijakan Industri Nasional (KIN) yang efektif; peningkatan fasilitasi pengembangan industri hijau; dan peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri. Dalam rangka menjabarkan arah kebijakan BPKIMI tersebut telah ditetapkan Program, Kegiatan, Sasaran, dan Target yang akan dilaksanakan dan dicapai selama 5 (lima) tahun dari 2010-2014. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah monitoring dan evaluasi pencapaian keberhasilan dari target yang telah ditetapkan, sehingga dapat secara cepat diambil langkah-langkah koreksi dan perbaikan. Renstra BPKIMI bersifat dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis, keberhasilan pelaksanaan Renstra BPKIMI memerlukan prasyarat: (1) Konsistensi aktivitas program/kegiatan dengan Renstra; (2) Koordinasi yang lebih intensif antara birokrat, akademisi dan industri; (3) Kolaborasi yang lebih sinergis antara Pusat dan Daerah; (4) Membangun jejaring kerja antara peneliti di lembaga litbang lainnya dan di Perguruan Tinggi; (5) Ketersediaan sarana dan prasarana litbang; (6) Dukungan SDM litbang yang kompeten dan berintegritas. Untuk itu, seluruh satuan kerja di lingkungan BPKIMI diharapkan dapat secara konsisten melaksanakan kegiatan yang mengacu pada Renstra BPKIMI Tahun 2010 – 2014. Bab III Arah Kebijakan dan Strategi
59