PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS
SKRIPSI OMI DWI NURRAHMI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN OMI DWI NURRAHMI. D14070165. 2011. Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS. Domba merupakan ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Informasi mengenai karakteristik morfometrik domba dapat dijadikan dasar pengembangan domba lebih lanjut. Melalui karakteristik morfometrik tersebut dapat diketahui ciri khas setiap jenis domba berdasarkan morfometrik ukuran tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis secara morfometrik dengan melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel tubuh yang terdiri atas tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), lebar kelangkang (X7), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon (X10). Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi peternakan yaitu CV. Mitra Tani Farm, Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm, Cimande Bogor. Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 65 ekor domba Garut yang terdiri atas 32 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina; 32 ekor domba Ekor Gemuk yang terdiri atas 10 ekor domba jantan dan 22 ekor domba betina; dan 66 ekor domba Ekor Tipis yang terdiri atas 33 ekor domba jantan dan 33 ekor domba betina. Analisis data menggunakan statistik T2-Hotelling, analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis. Hasil pengujian T2-Hotelling menunjukkan bahwa secara umum ukuran tubuh kelompok domba jantan lebih besar (P<0,01) pada setiap jenis domba yang diamati. Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan, pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina dan pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Perbedaan yang nyata (P<0,05) ditemukan pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; variabel pembeda tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Faktor koreksi berdasarkan penggolongan Wald-Anderson sebesar 97,62% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; sebesar 96,92% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; sebesar 89,09% ii
ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Jarak minimum D2-Mahalanobis antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sebesar 4,420, antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Tipis jantan sebesar 4,484 dan antara kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina sebesar 2,588. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis semakin banyak variabel pembeda yang ditemukan antara dua kelompok domba yang diamati maka jarak minimum D2-Mahalanobis semakin tinggi dan secara umum persentase faktor koreksi antara kedua kelompok domba tersebut semakin tinggi atau kesalahan penggolongan semakin kecil. Berdasarkan kriteria penggolongan Wald-Anderson, individu domba yang mengalami kesalahan penempatan kelompok tidak dapat digunakan sebagai bibit karena dapat membawa karakteristik morfometrik yang bukan merupakan karakteristik kelompoknya. Penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Kata-kata kunci : domba, T2-Hotelling, diskriminan Fisher, Wald-Anderson, D2Mahalanobis.
iii
ABSTRACT Morphometric Classification of Garut Sheep, Fat-Tailed Sheep and Thin-Tailed Sheep Through Fisher Discriminant, Wald-Anderson Analysis and Minimum Distance D2- Mahalanobis Nurrahmi, O.D., R.H. Mulyono and I. Inounu Garut sheep, Fat-Tailed sheep and Thin-Tailed sheep are sheep breeds in Indonesia. This study aimed to get morphometric characteristic of those sheep. The calculation of the Fisher discriminant analysis, Wald-Anderson criteria and minimum distance D2-Mahalanobis are based on the measurement of body linear variables such as withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump width, rump length,chest girth and canon circumference. T 2-Hotelling test resulted that body size of rams is larger than ewes (P<0.01). T 2-Hotelling test different very significantly (P<0.01) between Garut rams vs Fat-Tailed rams, between Garut rams vs Thin-Tailed rams, between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes, between Garut ewes vs Thin-Tailed ewes and between Fat-Tailed ewes vs Thin-Tailed ewes; significantly (P<0.05) between Fat-Tailed rams vs Thin-Tailed rams. Variables distinguishing between Garut rams vs Fat-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was withers height, hip height, body length, chest width, chest depth, hip width, rump length, chest girth and canon circumference; between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was withers height, hip height, body length and chest girth. Correction factor based on Wald-Anderson criteria was 97.62% between Garut rams vs Fat-Tailed rams; between Garut rams vs Thin-Tailed rams was 96.92%; and between Garut ewes vs Fat-Tailed ewes was 89.09%. Minimum distance D2-Mahalanobis between Garut rams and Fat-Tailed rams was 4.420; between Garut rams and Thin-Tailed rams was 4.484; and between Garut ewes and Fat-Tailed ewes was 2.588. Keywords:
sheep, T2-Hotelling, Mahalanobis
discriminant
Fisher,
Wald-Anderson,
D2-
iv
PENGGOLONGAN MORFOMETRIK DOMBA GARUT, DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS MELALUI ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON DAN JARAK MAHALANOBIS
OMI DWI NURRAHMI D14070165
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 v
Judul
: Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, WaldAnderson dan Jarak Mahalanobis
Nama
: Omi Dwi Nurrahmi
NIM
: D14070165
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) NIP. 19621124 198803 2 002
(Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, M.S.) NIP. 19550101 198203 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 1 Juli 2011
Tanggal Lulus: vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1989 di Argamakmur, Bengkulu Utara. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan H. Izaddin, S.IP. dan Fauziah, S.Pd. Kakak kandung Penulis bernama Ifa Nadia Khairinnisa, S.Far.,Apt. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Raudhatul Atfal Argamakmur pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 26 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1 Argamakmur dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Argamakmur pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswi Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode 2009-2010 sebagai Kepala Divisi Peduli Pangan Peternakan (P3) dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi EMULSI IPB sebagai Tim Marketing periode 2008-2009 serta 2009-2010. Penulis tergabung sebagai anggota dalam Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) Bengkulu-Bogor. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian dan kegiatan di kampus, antara lain Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Peternakan 2009, Fapet Goes to Village 2009, Exploring The World of Jurnalistic (EXOTICS) 2009, 3rd D’Sate Festival 2010, Hari Susu Nusantara 2010, Kontes Bibit dan Seni Ketangkasan Domba Garut Nasional 2010 dan lain-lain. Penulis pernah memenangkan juara dua pada lomba pencarian dan peliputan berita (team) Journalistic Fair IPB 2007. Pada tahun 2010 Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) DIKTI dan berhasil mendapatkan pendanaan dengan judul penelitian, “Analisis Produksi Gas Bio Sebagai Bahan Bakar Alternatif yang Terbuat dari Campuran Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dan Feses Sapi Potong”. Pada tahun ajaran 2010/2011 Penulis terdaftar sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Teknik Pengolahan Susu.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat sebagai suri tauladan hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul, “Penggolongan Morfometrik Domba Garut, Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Melalui Analisis Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Mahalanobis” merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Domba
merupakan
salah
satu
komoditi
peternakan
yang
banyak
dikembangkan di Indonesia. Tiga jenis domba di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Peningkatan produktivitas domba salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu genetik. Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggolongkan morfometrik domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis melalui analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak Mahalanobis sehingga dapat diketahui karakteristik fenotip kuantitatif setiap jenis domba tersebut. Informasi mengenai karakteristik morfometrik dan ukuran-ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk menentukan produktivitas dan performa ternak. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan pengembangan domba lebih lanjut. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca serta memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan peternakan. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bogor, Juli 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR SAMPUL DALAM ………………………………………….
i
RINGKASAN …………………………………………………………...
ii
ABSTRACT ……………………………………………………………..
iv
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………..
v
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….
vi
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………...
vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
xiv
PENDAHULUAN ……………………………………………………….
1
Latar Belakang ………………………………………………….. Tujuan …………………………………………………………...
1 2
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………
3
Domba …………………………………………………………... Domba Garut ……………………………………………………. Domba Ekor Gemuk ……………………………………………. Domba Ekor Tipis ………………………………………………. Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba ……………… Analisis Diskriminan ……………………………………………. Kriteria Penggolongan Wald-Anderson ………………………… Analisis Jarak Minimum D2-Mahalanobis ………………………
3 3 5 6 8 13 14 14
MATERI DAN METODE ………………………………………………
15
Lokasi dan Waktu ………………………………………………. Materi …………………………………………………………… Prosedur ………………………………………………………… Pengumpulan Data ……………………………………… Pengukuran ……………………………………………… Analisis Data …………………………………………………… Statistik Deskriptif ……………………………………… Statistik T2-Hotelling …………………………………… Analisis Fungsi Diskriminan Fisher …………………….. Analisis Wald-Anderson ………………………………... Analisis Jarak Minimum D2-Mahalanobis ………………
15 15 17 17 17 19 19 19 20 22 22
ix
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….
23
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……………………………... CV. Mitra Tani Farm (MT Farm) Ciampea Bogor …….. Tawakkal Farm Cimande Kabupaten Bogor ………….. Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Domba yang Diamati.. Hasil Uji T2-Hotelling …………………………………………. Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta Jarak Minimum D2-Mahalanobis……….. Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan ……………………………………………. Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan …………………………………………………. Kelompok Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan …………………………………………... Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina ……………………………………………. Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina ………………………………………………… Kelompok Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina …………………………………………… Rekapitulasi Hasil Analisis Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis.. Kelompok Domba Jantan ……………………………... Kelompok Domba Betina ……………………………...
23 23 24 26 29
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….
49
Kesimpulan ………………………………………………….. Saran ………………………………………………………….
49 50
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….
51
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...
52
LAMPIRAN ……………………………………………………………..
56
30 30 33 36 37 40 41 42 42 46
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian …….
15
2.
Statistik Deskriptif Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Panjang Badan, Lebar dada dan Dalam Dada Domba yang Diamati ………………………………………………………..
27
Statistik Deskriptif Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Panjang kelangkang, Lingkar Dada dan Lingkar Kanon yang Diamati ………………………………………….
28
Rekapitulasi Hasil Uji T2-Hotelling pada Domba-Domba yang Diamati …………………………………………………
29
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan ………………...
31
Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ……….
32
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ……………………
34
Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson …………..
35
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan ………………….
36
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina …………………
37
Penggolongan Individu Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ………..
38
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina …………………..
40
Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masingmasing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina ………………….
41
3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10.
11. 12.
13.
xi
14.
15.
16.
17.
Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Domba Garut Jantan, Domba Ekor Gemuk Jantan dan Domba Ekor Tipis Jantan (Telah Diakarkan) …………………………………………….
42
Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi WaldAnderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Jantan ………………………………..
43
Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Domba Garut Betina, Domba Ekor Gemuk Betina dan Domba Ekor Tipis Betina (Telah Diakarkan) ……………………………………………
46
Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Betina ………………………………..
46
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Domba Garut Jantan …………………………………………..
4
2.
Domba Garut Betina …………………………………………..
4
3.
Domba Ekor Gemuk Jantan …………………………………...
6
4.
Domba Ekor Gemuk Betina …………………………………...
6
5.
Domba Ekor Tipis Jantan ……………………………………..
7
6.
Domba Ekor Tipis Betina ……………………………………..
7
7.
Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa …...
12
8.
Domba Garut pada Penelitian ………………………………....
16
9.
Domba Ekor Gemuk pada Penelitian ………………………...
16
10.
Domba Ekor Tipis pada Penelitian …………………………....
16
11.
Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba (a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) …………........
17
12.
Pengukuran Bagian-bagian Tubuh Domba …………………....
18
13.
Peta Lokasi CV. MT Farm (Ciampea) …………………………
23
14.
Kandang Domba CV. MT Farm ………………………………….....
24
15.
Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir) ……………….....
25
16.
Kandang Domba Tawakkal Farm ……………………………….
26
17.
Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan ……………………………………………………………………
33
Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan …
35
Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina ……………………………………………………………………
39
18. 19.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman Cara Perhitungan Manual Uji Statistik T 2-Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina …………………………………………..
57
Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan Fisher pada Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina …………………………………………..
60
Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Skor Diskriminan …
73
Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria WaldAnderson ……………………………………………………..
75
Cara Perhitungan Jarak Minimum D2-Mahalanobis Kelompok Domba Garut Betina dan Domba Ekor Gemuk Betina ………
77
6.
Cara Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba ……………..
78
7.
Formulir Isian Ukuran-Ukuran Tubuh Domba ……………….
80
1.
2.
3. 4.
5.
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan protein hewani masyarakat juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah ketersediaan ternak domba sebagai sumber daging. Domba merupakan ternak yang populer dan banyak dipelihara masyarakat Indonesia, terutama di pulau Jawa. Menurut Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) populasi ternak domba di Jawa Barat adalah 5.311.836 ekor. Data Badan Pusat Statistik (2009) menyatakan bahwa populasi domba di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 10.392.000 ekor. Ternak domba memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai keadaan lingkungan, sifat toleransi yang tinggi terhadap berbagai pakan ternak dan dapat berkembang biak sepanjang tahun. Jenis domba yang secara umum terdapat di Indonesia adalah domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Jenis domba di Indonesia ini menunjukkan kemampuan produksi yang baik dalam iklim tropis lembab dan kondisi pemeliharaan yang sederhana. Domba Garut banyak ditemukan di Jawa Barat dan dikenal dua jenis domba Garut yaitu tipe tangkas dan pedaging. Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal karena deposisi lemak pada ekor sehingga bentuk ekor nampak gemuk. Jenis domba ini tidak bertanduk dan benjolan tanduk ditemukan pada beberapa jantan. Domba Ekor Tipis banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan digolongkan sebagai domba berukuran kecil. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani, potensi ternak di Indonesia diperkirakan belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2008), populasi ternak di Indonesia diprediksi akan terus berkembang, namun akan stagnan atau turun bila ketersediaan bibit dan pertumbuhan populasi ternak tidak terpenuhi. Hal tersebut akan berakibat pada penurunan populasi ternak secara terus menerus karena kebutuhan yang terus meningkat dan tidak bisa diabaikan, oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produktivitas ternak. Produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan potensi yang dimiliki setiap bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan banyak berhubungan dengan
ketersediaan pakan, kondisi iklim dan penyakit terutama parasit. Perbaikan faktor genetik ternak dapat dilakukan melalui seleksi dan persilangan. Kekerabatan yang dekat antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya seleksi pada setiap jenis kelompok ternak dilakukan. Kekerabatan yang jauh antara dua jenis kelompok ternak yang diamati memberikan petunjuk agar upaya persilangan antara kedua jenis kelompok ternak tersebut dilakukan. Kedua upaya tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu genetik. Program pemuliaan memerlukan informasi karakteristik morfometrik yang merupakan ciri khas dari setiap bangsa ternak yang digunakan. Perbedaan ukuran-ukuran linear tubuh diantara dua jenis ternak yang diamati merupakan bukti bahwa kedua jenis kelompok ternak tersebut secara genetis berbeda. Perbedaan tersebut dapat ditemukan hanya pada variabel-variabel tertentu sehingga variabel tersebut menjadi pembeda yang memberikan ciri khas pada setiap jenis domba yang diamati. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang diamati pada populasi ternak berdasarkan analisis diskriminan Fisher, Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis. Perhitungan analisis diskriminan Fisher dilakukan untuk mendapatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok domba berdasarkan pengukuran variabelvariabel linear tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul, lebar kelangkang, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon. Perhitungan statistik Wald-Anderson dan jarak minimum D2-Mahalanobis dilakukan berdasarkan variabel pembeda yang ditemukan melalui analisis diskriminan Fisher. Berdasarkan penggolongan Wald-Anderson akan ditemukan individu-individu domba yang berada pada kelompok yang tidak semestinya sehingga individu-individu domba tersebut tidak harus dikawinkan dalam kelompoknya karena akan membawa sifat morfometrik yang bukan merupakan karakteristik jenis kelompoknya. Pendekatan statistik jarak minimum D 2Mahalanobis pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak ketidakserupaan morfometrik diantara dua jenis kelompok domba yang mencerminkan jarak kekerabatan diantara kedua kelompok domba tersebut.
2
TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang sudah sejak lama dibudidayakan. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama dan diklasifikasikan ke dalam kerajaan (kingdom) hewan, filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (hewan yang menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berteracak atau berkuku genap), sub ordo Ruminate (Ruminansia), famili Bovidae (hewan memamah biak), genus Ovis dan spesies Ovis Aries (Damron, 2006). Domestikasi domba dimulai di daerah Aralo Caspian dan menyebar ke Iran, lalu ke arah timur yaitu ke anak benua India dan Asia Tenggara, Asia Barat dan bahkan sampai Eropa dan Afrika. Pada saat yang bersamaan, terjadi penyebaran domba ke Amerika, Australia dan beberapa pulau kecil di daerah Oseania (Williamson dan Payne, 1993). Food and Agriculture Organization atau FAO (2004) menyatakan bahwa ditemukan tiga jenis domba yang berkembang di Indonesia yaitu domba Garut, domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Menurut Bradford dan Inounu (1996), secara umum ditemukan dua jenis domba di Indonesia yaitu domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis dengan beberapa variasi di tiap daerah terutama untuk domba Ekor Tipis. Domba-domba tersebut dapat beradaptasi terhadap iklim tropis. Domba Garut Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba Indonesia yang memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan dengan domba lokal lain, terutama di daerah Jawa Barat (Riwantoro, 2005). Menurut FAO (2004), domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan domba Merino dari Australia, domba Kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba Ekor Tipis atau domba Lokal. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa performa domba Garut dipengaruhi tiga bangsa domba yaitu domba Kaapstad yang mempengaruhi tinggi dan pemunculan warna putih; domba Merino yang mempengaruhi sifat tanduk dan pemunculan warna putih; sedangkan domba Lokal yang mempengaruhi sifat tangkas dan pemunculan warna hitam dan coklat. Mulliadi (1996) lebih lanjut menyatakan bahwa domba Garut yang terbentuk saat ini merupakan hasil seleksi selama bertahun-tahun serta seleksi alam sehingga menimbulkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan setempat. Margawati et al. (2007) menyatakan bahwa domba Garut memiliki potensi sebagai sumber daging asal ternak berdasarkan analisis kuantitatif dan genetis. Gambar 1 dan 2 menyajikan domba Garut jantan dan betina.
Gambar 1. Domba Garut Jantan
Gambar 2. Domba Garut Betina Menurut Mansjoer et al. (2007), domba Garut banyak dipelihara sebagai domba aduan (tipe tangkas) dan sebagai sumber pedaging (tipe pedaging). Gunawan dan Noor (2006) menyatakan bahwa program pemuliaan domba Garut diarahkan untuk dikembangkan sebagai tipe pedaging dan sebagai tipe tangkas. FAO (2004) 4
menyatakan bahwa domba Garut banyak digunakan untuk memperbaiki mutu genetik domba Lokal dari daerah lain, dengan cara menyilangkan betina-betina lokal dengan pejantan domba Garut. Domba Garut memiliki bobot hidup 60-80 kg pada jantan dan betina 30-40 kg; daun telinga relatif kecil dan kokoh; betina tidak bertanduk, sedangkan jantan bertanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar; profil muka yang cembung; ekor berbentuk segitiga terbalik dan pada bagian bawah pangkal ekor terdapat lemak. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa warna dasar yang dimiliki domba Garut adalah hitam, putih dan cokelat. Domba Ekor Gemuk Domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di Madura, Jawa Timur dan Indonesia Timur. Jenis domba ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim kering (FAO, 2004). Domba Ekor Gemuk memiliki bentuk ekor yang panjang, lebar, tebal, besar dan semakin mengecil ke arah ujung. Ekor digunakan sebagai tempat menimbun lemak (cadangan energi), sehingga membesar pada saat ketersediaan pakan banyak. Domba Ekor Gemuk jantan dan betina tidak memiliki tanduk. Sebagian besar domba Ekor Gemuk berwarna putih, tetapi ditemukan beberapa berwarna hitam atau kecoklatan. Domba Ekor Gemuk jantan mampu mencapai berat sekitar 45-50 kg, sedangkan betina 30 kg (FAO, 2004). FAO (2004) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk diduga merupakan keturunan domba Kirmani dari Persia yang dibawa pedagang Arab ketika berdagang ke Indonesia. Herman (2005) menyatakan bahwa komposisi karkas domba Ekor Gemuk memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi daripada domba Garut. Bradford dan Inounu (1996) menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa diantara populasi domba Ekor Gemuk, domba yang ditemukan di Pulau Madura mempunyai ukuran ekor yang ekstrim dengan bagian pangkal ekor dan bagian ujung ekor kecil. Wijonarko (2007) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di Indonesia bagian timur dan dikategorikan sebagai domba tipe pedaging, jenis domba ini sebagian besar dipelihara masyarakat sebagai penghasil daging (domba potong) dan hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai penghasil susu. Gambar 3 dan 4 menyajikan domba Ekor Gemuk jantan dan betina. 5
Sumber: Info Ternak (2009a)
Gambar 3. Domba Ekor Gemuk Jantan
Sumber: Info Ternak (2009b)
Gambar 4. Domba Ekor Gemuk Betina Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia. Populasi domba Ekor Tipis paling banyak ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu hidup di daerah gersang. Domba Ekor Tipis memiliki tubuh kecil sehingga disebut domba Kacang, domba Kampung atau domba Jawa (Mulliadi, 1996). Domba Ekor Tipis memiliki ukuran ekor yang relatif kecil dan tipis; bulu pada umumnya berwarna putih, hanya kadang-kadang ditemukan warna lain, misal belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian tubuh lain; betina domba Ekor Tipis tidak 6
bertanduk, sedangkan jantan bertanduk kecil dan melingkar; bobot dewasa jantan berkisar 30-40 kg dan betina sekitar 15-20 kg (FAO, 2004). Domba ini merupakan jenis domba ukuran kecil dengan bobot potong 19 kg dan tinggi pundak 57 cm (FAO, 2004). Menurut Bradford dan Inounu (1996), domba Ekor Tipis memiliki bobot badan berkisar antara 20-30 kg pada sistem manajemen pemeliharaan secara tradisional. Tiesnamurti dan Inounu (1988) melaporkan bahwa frekuensi kejadian kelahiran anak kembar domba Ekor Tipis lebih banyak ditemukan di stasiun percobaan Cicadas. Gambar 5 dan 6 menyajikan domba Ekor Tipis jantan dan betina.
Sumber: Info Ternak (2009c)
Gambar 5. Domba Ekor Tipis Jantan
Gambar 6. Domba Ekor Tipis Betina 7
Subandriyo et al. (1981) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang berasal dari daerah Garut memiliki fertilitas tinggi. Jarak beranak domba Ekor Tipis antara 7,5-12,5 bulan. Rata-rata litter size domba Ekor Tipis adalah 1,97 dengan rata-rata jumlah anak yang lepas sapih 1,32. Bobot lahir dan bobot badan umur 30, 60 serta 90 hari, lebih besar ditemukan pada anak domba kelahiran tunggal daripada kelahiran kembar. Sutama (1988) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki performa reproduksi yang relatif tinggi pada tingkat pakan berkualitas rendah, namun peningkatan beberapa aspek reproduksi masih dapat dilakukan dengan perbaikan pakan. Pertumbuhan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Domba Bentuk dan ukuran tubuh domba dapat dideskripsikan dengan menggunakan ukuran dan penilaian visual. Ukuran sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak (Fourie et al., 2002). Pertumbuhan merupakan perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Herren (2000) menyatakan bahwa secara umum pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran dan jumlah sel tubuh. Pertumbuhan terdiri atas dua fase utama yaitu prenatal (sebelum ternak lahir) dan postnatal (setelah ternak lahir). Semua organ dari tubuh ternak akan dibentuk pada pertumbuhan prenatal, sedangkan peningkatan dari ukuran dan sistem dewasa tubuh dan perkembangannya terjadi pada pertumbuhan postnatal. Selama periode prenatal dan postnatal, dihasilkan peningkatan sel-sel dalam ukuran (hypertrophy) ataupun jumlah (hyperplasia). Herren (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa ternak mengalami pertumbuhan secara cepat dari waktu ternak tersebut dilahirkan sampai dengan mencapai dewasa kelamin. Setelah mencapai dewasa kelamin pertumbuhan akan tetap berlanjut, meskipun kecepatan pertumbuhan lebih lambat sampai dengan pertumbuhan dari otot dan tulang berhenti. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak diatur hormon. Testosteron sebagai steroid dari androgen mengakibatkan pertumbuhan 8
ternak jantan lebih cepat. Steroid kelamin terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan terutama berpengaruh terhadap komposisi tubuh antara jenis kelamin jantan dan betina. Soeparno (1998) lebih lanjut menyatakan bahwa genotip ternak juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil. Menurut Salamena et al. (2007) keragaman genetik dapat diteliti melalui pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa sifat kuantitatif berperan penting dalam bidang peternakan terutama yang menyangkut sifat produksi. Melalui ukuran-ukuran tubuh dapat diketahui asal-usul dan hubungan filogenetik suatu jenis ternak (Warwick et al., 1995). Perbedaan yang ditemukan diantara kedua jenis domba mengindikasikan suatu perbedaan pada struktur dan variasi fenotipik morfologi tubuh sebagai respon asal usul, proses domestikasi, seleksi maupun persilangan dari pengaruh utama faktor genetik (keturunan), lingkungan dan interaksi keduanya (Campbell dan Lasley, 1985). Noor (2008) menyatakan bahwa perbedaan yang ditemukan pada ternak untuk berbagai sifat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini berperan sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Bagian tubuh domba yang lain seperti ukuran ekor dan tanduk juga dapat digunakan sebagai variabel pembeda diantara jenis domba. Handiwirawan et al. (2011) melaporkan bahwa lebar ekor, lingkar dasar tanduk dan panjang tanduk merupakan variabel pembeda yang ditemukan antara domba Barbados Blak Belly Cross, Garut Lokal, Garut Komposit, Sumatra Komposit dan St. Croix Cross. Menurut Mulliadi (1996) penampilan rata-rata ukuran tubuh domba umur 1-3 tahun pada domba Garut Tangkas (GT) lebih besar dari domba Garut Daging (GD), silangan Garut Lokal (GL), silangan Lokal Ekor Gemuk (LE) dan silangan Lokal Garut (LG). Tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran utama yang dapat dijadikan patokan terhadap pendugaan bobot 9
badan pada saat seleksi. Ukuran-ukuran tersebut memiliki korelasi yang sangat erat dengan bobot badan domba. Riwantoro (2005) melaporkan bahwa tinggi pundak, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada merupakan variabel ukuran tubuh yang digunakan untuk seleksi domba Garut tangkas. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa seleksi terhadap ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat menentukan produktivitas dan performa ternak untuk menduga bobot badan. Seleksi terhadap ukuran tubuh merupakan seleksi tidak langsung terhadap sifat bobot badan. Martojo (1990) menyatakan bahwa seleksi yang ditujukan untuk meningkatkan suatu sifat dapat dilakukan dengan seleksi terhadap sifat lainnya atau disebut dengan seleksi tidak langsung (indirect selection). Domba Garut tangkas membentuk kelompok tersendiri terhadap domba Ekor Gemuk, sedangkan domba Garut pedaging ditemukan satu kesatuan dengan domba Ekor Gemuk dengan pengelompokan yang berbeda (Riwantoro, 2005). Suryana (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan panjang badan dijadikan sebagai faktor penentu produktivitas domba persilangan Ekor Tipis dan Garut pada kelompok ternak Mandala, Maju, Cikadu dan Sukaresik. Hasil penelitian Diwyanto et al. (1984) menunjukkan bahwa secara umum domba Garut jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Domba Garut Tangkas (Priangan) memiliki bentuk morfologis tubuh yang berbeda dengan jenis domba lokal lain, bergaris muka cembung dan telinga rumpung (kecil). Jantan bertanduk kokoh dan kuat yang diperlihatkan dengan guratan transversal tanduk yang rapat, betina memiliki tanduk kecil atau hanya berupa benjolan. Jantan bergaris punggung cekung, pundak lebih tinggi dari kelangkang dengan bagian dada relatif lebih besar, yang pada domba Ekor Tipis bergaris punggung lurus, tinggi pundak relatif lebih rendah dari tinggi kelangkang (Mulliadi, 1996). Dijelaskan lebih lanjut bahwa betina Garut memiliki garis punggung lurus dan bagian dada lebih kecil. Bentuk pangkal ekor pada jantan diklasifikasikan sebagai domba tipe ekor sedang sampai gemuk, sedangkan pada betina tipe sedang (Mulliadi, 1996). Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Garut tipe tangkas memiliki ukuran pundak yang lebih tinggi jika dibandingkan bagian tengah tubuh atau perut dan bagian pinggul. Lingkar perut yang dimiliki tidak terlalu besar serta panjang tubuh yang serasi dan tinggi. Hal ini karena pada saat beradu, kepala harus tepat beradu dengan kepala lawan, oleh karena itu perlu 10
ditunjang tinggi pundak dan kaki yang besar dan kuat, serta kelincahan dan keserasian tubuh. Pada domba Garut tipe tangkas ditemukan ukuran lingkar kanon dan bagian tubuh depan yang besar. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada domba Garut tipe pedaging bagian belakang tubuh (paha) yang tampak lebih besar. Dengan demikian dua perbedaan tersebut yang membedakan domba Garut ke arah tangkas dan daging. Domba tipe tangkas memiliki bagian dada yang lebih besar, sedangkan tipe daging memiliki ukuran bagian belakang tubuh (paha dan kelangkang) yang lebih besar. Janssens dan Vandepitte (2003) melaporkan bahwa nilai heritabilitas lingkar kanon cukup tinggi, yaitu pada domba Bleu du Maine, Suffolk dan Texel berturut-turut ditemukan sebesar 0,39; 0,53; 0,37. Menurut Riwantoro
(2005),
seleksi terhadap ukuran tubuh pada domba Garut seperti dalam dada, lebar dada, lingkar dada dan tinggi pundak telah dilakukan oleh peternak terutama dalam proses seleksi domba Garut tangkas. Seleksi pada ukuran-ukuran tersebut dilakukan karena memiliki hubungan dengan pernafasan. Ukuran dada yang besar memungkinkan paru-paru lebih berkembang sehingga pernafasan menjadi lebih kuat dan panjang sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Seleksi tersebut memberikan dampak yang positif terhadap ukuran-ukuran kuantitatif tubuh. Djajanegara et al. (1992) melaporkan bahwa ditemukan keragaman pada semua ukuran tubuh domba Ekor Gemuk terutama pada sifat bobot badan. Rataan bobot badan domba Ekor Gemuk dilaporkan sebesar 27 kg dengan sebaran antara 1578 kg pada umur yang sama di enam kabupaten di Jawa Timur. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan kondisi pemeliharaan, keragaman genetik dan kondisi alat pencernaan, waktu penimbangan, waktu makan maupun ketelitian dalam penimbangan. Gatenby (1991) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis betina memiliki tinggi pundak rata-rata 55 cm dengan berat badan 20 kg. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada domba Garut. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa tinggi pundak dianggap sebagai indikator yang baik untuk kerangka, disamping bobot dan panjang badan. Dalam dada, tinggi pundak, lebar pundak dan umur mempunyai pengaruh pada bobot badan. Bobot badan, dalam dada dan lebar pundak memberikan kontribusi yang tinggi terhadap performa ternak. Fourie et al. (2002) melaporkan bahwa secara umum lingkar dada, panjang badan, lebar dada dan lingkar tulang 11
kanon berkorelasi positif dengan pertumbuhan domba pada kondisi ekstensif. Ukuran tubuh dan penilaian visual selalu digabungkan dengan hasil uji performa dan nilai pemuliaan. Gambar 7 menyajikan bagan anatomi kerangka tubuh ternak domba dewasa.
Sumber: North Carolina A & T State University (2011)
Gambar 7. Bagan Anatomi Kerangka Tubuh Ternak Domba Dewasa Menurut Sisson dan Grossman (1975), tulang belakang tubuh ternak domba terdiri atas lima bagian yaitu cercival vertebrae, thoracic vertebrae, lumbar vertebrae, sacrum dan caudal vertebrae yang berperan penting dalam membentuk rangka domba. Menurut Herrera et al. (1996) yang melakukan penelitian morfometrik pada kambing, panjang panggul dan lingkar kanon merupakan variabel penciri atau pembeda pada pengamatan variabel linear tubuh pada kambing yang diturunkan melalui analisis diskriminan pada bangsa kambing Andalusian White (Blanca Serrena), Andalusian Black (Negra Serrana), Florida (Florida), Malaga (Malaguena) dan Granada (Garanadina). Lawrance dan Fowler (1997) menyatakan bahwa penelitian terhadap ukuran linear tubuh ternak selain dapat digunakan untuk mengetahui bentuk dan ukuran tulang dan tubuh sebagai karakteristik suatu jenis ternak, juga dapat digunakan untuk menduga bobot hidup. 12
Analisis Diskriminan Analisis diskriminan (discriminant analysis) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui variabel-variabel penciri yang membedakan kelompok populasi yang diamati, disamping juga digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan mantap pengelompokannya. Sebelum dilakukan analisis diskriminan terlebih dahulu dilakukan uji perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi melalui statistik T2-Hotelling. Apabila pengujian statistik T2-Hotelling menunjukkan hasil yang nyata maka pengolahan dilanjutkan dengan fungsi diskriminan linear Fisher. Fungsi diskriminan digunakan untuk menerangkan perbedaan diantara populasi. Dalam bidang genetika populasi, fungsi diskriminan dipergunakan sebagai salah satu alat untuk seleksi (Gaspersz, 1992). Nisa (2008) menjelaskan bahwa analisis diskriminan merupakan suatu teknik analisis data multivariat yang digunakan untuk mengklasifikasikan objek ke dalam populasi-populasi yang berbeda berdasarkan sampel latihan (training sample) yang asal-usul populasi telah diketahui. Berdasarkan sampel tersebut, sebuah aturan pengklasifikasian ditentukan dan kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan objek baru ke dalam salah satu populasi. Afifi dan Clark (1996) menyatakan bahwa teknik analisis diskriminan digunakan untuk menggolongkan individu-individu ke dalam satu dari dua atau lebih alternatif kelompok (atau populasi) berdasarkan pengukuran-pengukuran yang telah ditetapkan. Kelompok-kelompok telah diketahui secara jelas dan berbeda nyata dan tiap-tiap individu termasuk pada salah satunya. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa metode analisis diskriminan yang umum digunakan adalah diskriminan linear Fisher. Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan salah satu teknik yang penting dalam analisis banyak variabel (multivariate analysis). Analisis diskriminan dapat memberikan suatu eksistensi berbagai kelompok dari individuindividu sehingga dapat diketahui cara terbaik untuk memaparkan perbedaan antara kelompok (discriminant problems) dan suatu cara untuk menentukan individuindividu baru kedalam satu kelompok (classification problem).
13
Kriteria Penggolongan Wald-Anderson Gaspersz (1992) menyatakan bahwa analisis Wald-Anderson digunakan untuk keperluan penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher. Anderson (1984) menyatakan bahwa pengelompokan perlu dibentuk untuk menggolongkan individu dalam satu kelompok dari beberapa kategori pengukuran. Prosedur dibentuk untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan pengelompokan dan efek kurang baik. Ketika suatu populasi telah diidentifikasi, dapat diusulkan beberapa kriteria pengelompokan. Analisis WaldAnderson memberikan hasil penggolongan yang baik. Analisis Jarak Minimum D2- Mahalanobis Statistik D2-Mahalanobis merupakan pengukuran jarak untuk karakter kuantitatif yang paling sering digunakan (Nei, 1987). Nilai rataan suatu variabel diantara kelompok berbeda apabila selang kepercayaan serempak 95% untuk suatu variabel tidak mengandung nilai nol. Dengan demikian, variabel yang membentuk suatu model menjelaskan perbedaan sifat diantara kedua kelompok yang dipelajari. Penentuan korelasi antara masing-masing variabel dan fungsi diskriminan dilakukan setelah menentukan jarak Mahalanobis. Unsur dari perhitungan analisis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks gabungan (Gaspersz, 1992).
14
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di dua peternakan domba yaitu CV. Mitra Tani Farm yang berlokasi di Jalan Baru No. 39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor dan Tawakkal Farm yang berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No 32. Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Materi Ternak domba yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis. Domba yang digunakan adalah domba yang telah dewasa tubuh (berumur 1-2 tahun) atau minimal sepasang gigi seri telah berganti dengan gigi seri tetap (I0 telah berganti dengan I1). Adapun rincian jumlah ternak yang digunakan dapat dilihat selengkapnya pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Ternak Domba yang Digunakan pada Penelitian Jenis Domba
Jantan (♂)
Betina (♀)
Garut
32 ekor
33 ekor
Ekor Gemuk
10 ekor
22 ekor
Ekor Tipis
33 ekor
33 ekor
Total
75 ekor
88 ekor
Domba Garut jantan dan betina, domba Ekor Gemuk jantan dan betina serta domba Ekor Tipis betina yang diukur berasal dari CV. Mitra Tani Farm sedangkan domba Ekor Tipis jantan yang diukur berasal dari Tawakkal Farm. Gambar 8, 9 dan 10 menyajikan jantan dan betina domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis yang digunakan dalam penelitian. Peralatan yang digunakan adalah sepatu boot, warepack, alat tulis, kamera digital, lembar data, kalkulator dan komputer. Peralatan pengukuran terdiri atas tongkat ukur, kaliper dan pita ukur. Pewarna (cat) digunakan untuk memberi tanda pada domba yang telah diukur. Gambar 11 menyajikan peralatan pengukuran yang digunakan dalam penelitian.
15
(♂)
(♀)
Gambar 8 . Domba Garut pada Penelitian ( ♂ = Jantan; ♀ = Betina )
(♂)
(♀)
Gambar 9. Domba Ekor Gemuk pada Penelitian ( ♂ = Jantan; ♀ = Betina )
(♂)
(♀)
Gambar 10 . Domba Ekor Tipis pada Penelitian ( ♂ = Jantan; ♀ = Betina )
16
a
b
c
Gambar 11 . Peralatan Pengukuran Variabel-Variabel Tubuh Domba (a = Tongkat Ukur; b= Kaliper; c = Pita Ukur) Prosedur Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung terhadap variabel-variabel ukuran tubuh domba yang diamati. Seluruh data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis ternak (kelompok) dan jenis kelamin. Pemasokan data ke dalam software statistik komputer dilakukan berdasarkan klasifikasi tersebut. Pengolahan data dilakukan kemudian. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak statistik Minitab 15.1.20.0. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar; yang kemudian disajikan dalam bentuk tulisan hasil dan pembahasan. Pengukuran Data yang dikumpulkan, diperoleh dengan cara mengukur domba pada bagian-bagian linear tubuh menurut metode yang dibakukan pada ternak sapi yaitu Wagyu Cattle Registry Association, Jepang pada tahun 1979; seperti yang disarankan Amano et al. (1981). Variabel yang diamati sebanyak sepuluh variabel yang terdiri atas tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), lebar kelangkang (X7), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon (X10). Gambar 12 menyajikan bagianbagian tubuh domba yang diukur pada penelitian. Metode pengukuran dari masingmasing variabel tersebut disajikan berikut ini. 1. Tinggi pundak (X1) adalah jarak tertinggi pundak sampai permukaan tanah; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Tinggi pinggul (X2) adalah jarak tertinggi pinggul sampai permukaan tanah; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 17
3. Panjang badan (X3) adalah jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus sampai os ischium; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 4. Lebar dada (X4) adalah jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 5. Dalam dada (X5) adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada; pengukuran menggunakan tongkat ukur (cm). 6. Lebar pinggul (X6) adalah jarak antara sendi pinggul kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 7. Lebar kelangkang (X7) adalah jarak antara sisi luar sudut pangkal paha kanan dan kiri; pengukuran menggunakan kaliper (cm). 8. Panjang kelangkang (X8) adalah jarak antara muka pangkal paha sampai ke benjolan tulang tapis; pengukuran menggunakan pita ukur (cm). 9. Lingkar dada (X9) diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu; pengukuran menggunakan pita ukur (cm). 10. Lingkar kanon (X10) diukur melingkar di tengah-tengah tulang pipa kaki depan sebelah kiri; pengukuran menggunakan pita ukur (cm).
Gambar 12. Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba 18
Analisis Data Statistik Deskriptif Data yang diperoleh dianalisis deskriptif yang meliputi rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman. Rumus rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman menggunakan rumus yang disarankan Walpole (1993). Rumus rataan sebagai berikut: ∑Ni=1 Xi X1 + X2 + X3 + ⋯ + X4 X= = N N Keterangan: X
= rata-rata
Xi
= ukuran ke-i dari peubah ke x
N
= jumlah sampel yang diambil dari populasi domba Rumus
perhitungan
simpangan S=
baku
sebagai
berikut:
∑ni=1 (X i− X)2 n−1
Keterangan: s
= simpangan baku
X
= rata-rata
Xi
= ukuran ke-i dari peubah x
n
= jumlah sampel yang diambil dari populasi domba Rumus perhitungan koefisien keragaman sebagai berikut: s KK = x 100 % X
Keterangan: KK
= koefisien keragaman
s
= simpangan baku
X
= rata-rata
Statistik T2-Hotelling Data setelah dianalisis deskriptif, kemudian diolah dengan menggunakan statistik T2-Hotelling (Gaspersz, 1992) sebagai berikut: T2 =
n1 n2 n 1+ n 2
′
X1 − X2 SG−1 X1 − X2 19
selanjutnya besaran: F=
n1 +n2 − p − 1 2 T n1 + n2 − 2 p
Akan berdistribusi dengan derajat bebas V2 = n1 + n2 – p – 1
V1 = p Keterangan: T2
= hasil uji statistik T2-Hotelling
F
= nilai hitung untuk T2-Hotelling
n1
= ukuran contoh dari kelompok 1
n2
= ukuran contoh dari kelompok 2
P
= banyaknya peubah yang digunakan
SG−1
= invers dari matriks kovarian (SG)
X1
= vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1
X2
= vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2
Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut: H0 : U1 = U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua H1 : U1
≠
U2: berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan kelompok domba
Uji diskriminan Fisher akan dilakukan setelah uji statistik T 2-Hotelling. Uji tersebut dilakukan untuk memperoleh persamaan diskriminan Fisher yang mencakup variabel-variabel pembeda diantara dua kelompok jenis domba yang diamati. Analisis Fungsi Diskriminan Fisher Gaspersz (1992) merumuskan fungsi diskriminan linier Fisher sebagai berikut: ′
Y = a′ X = X1 − X2 SG−1 X = a1 x1 + a2 x2 + a3 x3 + … . + an xn Keterangan: a
= vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan
X
= vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan
X1
= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama
X2
= vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua 20
SG−1 = invers dari matriks kovarian (SG) an
= vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan ke-n
xn
= vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan ke-n Pengujian selang kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan
kontribusi variabel-variabel yang diukur sebagai variabel pembeda dalam fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila selang kepercayaan yang mengandung nilai nol maka kedua rataan kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda pada taraf 95%, sehingga dapat dikeluarkan dari fungsi diskriminan. Pengujian selang kepercayaan menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut: c' X1 - X2 ± c' SG c
n1 + n2 2 T p,n1+n2-2 n1 n2
Keterangan: c
= vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi
c′
= invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi
SG = matriks peragam gabungan X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 T2 = nilai T2-Hotteling dari tabel Hotteling dengan taraf nyata α n1 = ukuran contoh pada kelompok 1 n2 = ukuran contoh pada kelompok 2 Keeratan hubungan antara variabel pembeda dan fungsi diskriminan yang dibentuk pada setiap dua kelompok domba yang diamati dilakukan berdasarkan analisis korelasi menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut: R Y,Xi = di / Sii D2 Keterangan: R,Y,Xi = korelasi antara fungsi diskriminan dengan variabel Xi dalam model di
= selisih antara rataan variabel Xi diantara kedua kelompok domba
Sii
= ragam dari variabel Xi diperoleh dengan matriks S G
D2
= nilai statistik jarak genetik Mahalanobis yang diperoleh melalui perhitungan
21
Hasil perhitungan korelasi yang paling lemah adalah hasil perhitungan yang mengandung nilai nol sehingga diputuskan variabel paling lemah dikeluarkan dari model fungsi diskriminan. Model fungsi diskriminan menjadi berubah karena ditemukan variabel yang hilang. Analisis Wald-Anderson Menurut Gaspersz (1992), penggolongan berdasarkan kriteria statistik WaldAnderson sebagai berikut: W = X′ SG−1 X1 − X2 − 1/2 X1 + X2 ′ SG−1 X1 − X2 Keterangan: W
= nilai uji statistik Wald-Anderson
X′
= vektor variabel acak individu
SG−1 = invers matriks gabungan X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah: 1.
Pengalokasian 𝑥 ke dalam kelompok 1 jika W > 0
2.
Pengalokasian 𝑥 ke dalam kelompok 2 jika W≤ 0 Apabila hasil perhitungan W>0 maka individu pertama dari kelompok satu
yang memiliki karakteristik variabel yang menghasilkan W>0 digolongkan ke dalam kelompok satu. Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang telah dikoreksi antara dua kelompok yang diamati. Analisis Jarak Minimum D2-Mahalanobis Jarak ketidakserupaan morfometrik antara dua kelompok jenis domba dihitung berdasarkan Gaspersz (1992), sebagai berikut: ,
D2 Mahalanobis = X1 − X2 SG−1 X1 − X2 Keterangan : X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2 SG-1 = invers matriks gabungan
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian CV. Mitra Tani Farm (MT Farm), Ciampea Bogor CV. MT Farm merupakan usaha peternakan yang berlokasi di Jalan Baru No.39 RT 4 RW 5 Tegal Waru Ciampea Bogor. Usaha ini memiliki luas lahan kandang sekitar satu hektar. Secara geografis Desa Ciampea berbatasan dengan Desa Ranca Bungur di sebelah Utara, Desa Bojong Rangkas di sebelah Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Benteng serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciaruten Ilir. Desa Ciampea berada pada ketinggian 219 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 400-600 mm per tahun, temperatur udara berkisar 23-30 °C dan kelembaban 60%-90%. Ternak yang dibudidayakan terdiri atas domba, kambing dan sapi yang dipelihara secara intensif. Tenaga kerja pada peternakan direkrut dari warga di sekitar peternakan. Jenis domba yang dipelihara terdiri atas domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk dan domba Garut. Domba-domba dipelihara untuk digemukkan dan dijadikan bibit. Domba Garut dan domba Ekor Tipis berasal dari beberapa tempat di daerah Bogor dan sekitarnya. Domba Ekor Gemuk didatangkan dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gambar 13 menyajikan peta lokasi CV. MT Farm.
Gambar 13. Peta Lokasi CV. MT Farm (Ciampea) 23
Sistem perkandangan yang digunakan di CV. MT Farm adalah sistem kandang koloni. Kandang berpanggung dengan alas kandang dari bahan bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Satu ekor jantan ditempatkan bersama sembilan ekor betina dalam satu kandang koloni pada kandang pembibitan. Domba dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan umur pada kandang penggemukan. Total keseluruhan kapasitas tampung kandang adalah 900-1.000 ekor domba. Pakan diberikan sebanyak dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi pakan konsentrat dan rumput lapang. Kotoran dan limbah yang dihasilkan diolah menjadi pupuk. Gambar 14 menyajikan kandang domba MT Farm.
Gambar 14. Kandang Domba CV. MT Farm Tawakkal Farm, Cimande Hilir Bogor Tawakkal Farm berlokasi di Jalan Raya Sukabumi No.32 Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Usaha peternakan ini didirikan pada tahun 1993 dengan luas lahan sekitar dua hektar. Secara geografis peternakan ini berbatasan dengan Desa Lembah Duhur di sebelah Barat, Desa Ciderum di sebelah Timur serta Desa Caringin di sebelah Utara dan Selatan. Desa Cimande Hilir memiliki topografi wilayah yang cukup datar yaitu berada pada ketinggian 400-700 m di atas permukaan laut. Temperatur udara berkisar antara 17-30 °C dengan kelembaban udara 70%-80% dan curah hujan antara 3000-4000 mm per tahun. 24
Jumlah domba yang dipelihara berkisar 1.200 ekor dan ditempatkan pada empat unit bangunan kandang. Tiga unit bangunan kandang digunakan sebagai kandang penggemukan, sedangkan satu unit kandang digunakan sebagai kandang pembibitan. Setiap kandang memiliki satu orang pekerja yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan domba. Kandang dibuat berpanggung dengan alas kandang berupa bambu yang disusun bercelah dan tipe atap monitor. Jenis domba yang dipelihara yaitu domba Garut dan domba Ekor Tipis. Domba yang dibudidayakan didatangkan dari luar daerah yaitu Ciamis, Cianjur, Garut, Sumedang dan Banten. Sistem pemeliharaan di peternakan ini adalah sistem intensif yaitu ternak dikandangkan terus-menerus. Domba dikandangkan secara individual pada kandang penggemukan, sedangkan pada kandang pembibitan domba dikandangkan secara koloni. Gambar 15 menyajikan peta lokasi Tawakkal Farm.
Gambar 15. Peta Lokasi Tawakkal Farm (Cimande Hilir) Tempat pakan berada pada kedua sisi bangunan kandang. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi ampas tahu, konsentrat dan rumput lapang. Ampas tahu diberikan sebagai pengganti air minum. Pengklasifikasian berdasarkan kondisi fisik dan bobot badan domba dilakukan pada kandang penggemukan. Gambar 16 menyajikan kandang domba Tawakkal Farm.
25
Gambar 16. Kandang Domba Tawakkal Farm Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh Domba yang Diamati Hasil statistik deskriptif pengukuran beberapa variabel pada tubuh domba jantan dan betina kelompok Garut, Ekor Gemuk dan Ekor Tipis disajikan secara lengkap pada Tabel 2 dan 3. Secara umum ukuran tubuh domba jantan lebih besar. Koefisien keragaman pada kelompok domba Garut dan domba Ekor Gemuk ditemukan lebih tinggi pada jantan. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada kelompok domba
Ekor Tipis. Nilai koefisien keragaman yang tidak terlalu
tinggi pada jantan domba Ekor Tipis menunjukkan bahwa domba jantan kelompok tersebut lebih seragam. Hal ini disebabkan program seleksi pada domba Ekor Tipis jantan yang akan digunakan untuk program penggemukan telah dilaksanakan di Tawakkal Farm. Nilai koefisien keragaman yang tinggi pada jantan domba Garut dan domba Ekor Gemuk, mengindikasikan bahwa seleksi ketat pada ukuran-ukuran tubuh akan efektif bila dilaksanakan. Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif, secara umum ukuran-ukuran variabel tubuh pada kelompok domba Garut lebih besar dibandingkan kelompok domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Domba Garut memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging (Mansjoer et al., 2007). Hal ini juga didukung Margawati et al. (2007) yang menyatakan bahwa domba Garut memiliki potensi sebagai sumber daging asal ternak berdasarkan analisis kuantitatif 26
dan genetis. Menurut FAO (2004), domba Garut atau domba Priangan berasal dari persilangan domba Merino dari Australia, domba Kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba Lokal sehingga memiliki ukuran tubuh yang besar. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Tinggi Pundak, Tinggi Pinggul, Panjang Badan, Lebar Dada dan Dalam Dada Domba yang Diamati Variabel yang Diamati Tinggi Pundak (X1)
Tinggi Pinggul (X2)
Panjang Badan (X3)
Lebar Dada (X4)
Dalam Dada (X5)
Jenis Kelamin ♂
Garut
Domba Ekor Gemuk
Domba Ekor Tipis
74,14 ± 4,43 (5,98%) (n= 32)
59,84 ± 4,13 (6,90%) (n= 10)
61,39 ± 3,89 (6,35%) (n=33)
♀
63,26 ±3,14 (4,96%) (n= 33)
57,56 ± 2,86 (4,97%) (n= 22)
59,70 ± 4,09 (6,86%) (n= 33)
♂
73,76 ± 4,36 (5,91%) (n = 32)
61,17 ± 5,87 (9,59%) (n= 10)
60,44 ± 3,02 (5,00%) (n= 33)
♀
64,18 ± 3,58 (5,58%) (n= 33)
59,34 ± 2,34 (3,94%) (n= 22)
60,11 ± 3,79 (6,31%) (n= 33)
♂
73,69 ± 5,09 (6,90%) (n= 32)
59,36 ± 4,53 (7,63%) (n= 10)
61,21 ± 3,39 (5,53%) (n= 33)
♀
63,23 ± 2,64 (4,18%) (n= 33)
58,19 ± 1,96 (3,37%) (n= 22)
60,42 ± 4,09 (6,78%) (n= 33)
♂
19,19 ± 1,18 (6,16%) (n= 32)
15,05 ± 0,76 (5,06%) (n= 10)
16,42 ± 1,26 (7,69%) (n= 33)
♀
14,84 ± 0,88 (5,92%) (n= 33)
14,27 ± 1,01 (7,07%) (n= 22)
14,69 ± 1,15 (7,81%) (n= 33)
♂
33,13 ± 2,55 (7,71%) (n= 32)
25,44 ± 2,91 (11,42%) (n= 10)
27,85 ± 2,88 (10,34%) (n= 33)
♀
27,33 ± 2,38 (8,72%) (n= 33)
25,06 ± 1,96 (7,82%) (n= 22)
25,22 ± 2,85 (11,29%) (n= 33)
Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah sampel (ekor)
27
Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Lebar Pinggul, Lebar Kelangkang, Panjang Kelangkang, Lingkar Dada dan Lingkar Kanon Domba yang Diamati Variabel yang Diamati Lebar Pinggul (X6)
Lebar Kelangkang (X7)
Panjang Kelangkang (X8)
Lingkar Dada (X9)
Lingkar Kanon (X10)
Jenis Kelamin ♂
Garut
Domba Ekor Gemuk
Domba Ekor Tipis
15,53 ± 1,28 (8,26%) (n= 32)
13,40 ± 0,88 (6,53%) (n= 10)
13,42 ± 0,79 (5,90%) (n= 33)
♀
13,96 ± 1,37 (9,80%) (n= 33)
13,58 ± 0,85 (6,22%) (n= 22)
13,86 ± 1,09 (7,84%) (n= 33)
♂
17,23 ± 1,54 (8,92%) (n= 32)
14,81 ± 0,89 (6,07%) (n= 10)
16,24 ± 1,26 (7,78%) (n= 33)
♀
15,49 ± 0,83 (5,33%) (n= 33)
15,50 ± 0,59 (3,86%) (n= 22)
15,37 ± 0,82 (5,33%) (n= 33)
♂
22,76 ± 2,083 (9,15%) (n= 32)
18,30 ± 2,71 (14,81%) (n= 10)
18,06 ± 0,70 (3,90%) (n= 33)
♀
18,42 ± 1,19 (6,51%) (n= 33)
17,50 ± 1,01 (5,78%) (n= 22)
17,82 ± 1,62 (9,11%) (n= 33)
♂
88,87 ± 5,02 (5,65%) (n= 33)
70,85 ± 3,11 (4,39%) (n= 10)
73,52 ± 3,73 (5,07%) (n= 33)
♀
72,091 ± 4,042 (5,61%) (n= 33)
66,27 ± 2,15 (3,24%) (n= 22)
70,23 ± 3,43 (4,88%) (n= 33)
♂
8,73 ± 0,59 (6,80%) (n= 32)
7,00 ± 0,33 (4,76%) (n= 10)
7,57 ± 0,42 (5,50%) (n= 33)
♀
6,74 ± 0,51 (7,44%) (n= 33)
6,41 ± 0,37 (5,72%) (n= 22)
6,50 ± 0,77 (11,82%) (n= 33)
Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; n menunjukkan jumlah sampel (ekor)
Domba ini banyak digunakan untuk meningkatkan mutu domba Lokal di Indonesia. Soeparno (1998) menyatakan bahwa genotip ternak juga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil. 28
Hasil Uji T2-Hotelling Rekapitulasi hasil pengujian statistik T2-Hotelling pada setiap dua kelompok domba yang diamati disajikan pada Tabel 4. Jenis kelamin mempengaruhi ukuranukuran tubuh pada domba yang diamati. Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan antara jantan dan betina pada setiap kelompok domba. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa ukuran jantan lebih besar daripada betina. Soeparno (1998) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Pada umur yang sama ternak jantan tumbuh lebih cepat dan lebih berat dibandingkan betina karena perbedaan hormon yang mempengaruhi laju pertumbuhan. Soeparno (1998) lebih lanjut menyatakan bahwa testosteron sebagai steroid dari androgen mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan ternak betina. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji T2-Hotelling pada Domba-Domba yang Diamati Antara Jenis Domba
Statistik T2-Hotelling
Nilai P
Kesimpulan
Garut ♂ vs Garut ♀ DEG ♂ vs DEG ♀ DET ♂ vs DET ♀
6,11090 5,36269 1,67560
0,000 0,000 0,000
** ** **
Garut ♂ vs DEG ♂ Garut ♂ vs DET ♂ DEG ♂ vs DET ♂
3,87549 6,07976 0,90779
0,000 0,000 0,011
** ** *
Garut ♀ vs DEG ♀ Garut ♀ vs DET ♀ DEG ♀ vs DET ♀
2,41293 0,57408 0,77976
0,000 0,003 0,002
** ** **
Keterangan: ** = sangat nyata (< 0,01) ; *= nyata (p < 0,05) ; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan bahwa perbedaan ukuran-ukuran tubuh yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan pada jantan domba Garut vs domba Ekor Gemuk dan pada jantan domba Garut vs domba Ekor Tipis. Perbedaan nyata ukuranukuran tubuh ditemukan pada jantan domba Ekor Gemuk vs domba Ekor Tipis (P<0,05). Uji T2-Hotelling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran tubuh yang sangat nyata (P<0,01) pada betina domba Garut vs domba Ekor Gemuk, pada betina domba Garut vs domba Ekor Tipis dan betina domba Ekor Gemuk vs domba Ekor 29
Tipis. Domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis merupakan tiga jenis domba di Indonesia yang secara genetik berbeda. Setiap jenis domba tersebut memiliki karakteristik morfometrik ukuran tubuh. Salamena et al. (2007) menyatakan bahwa karakteristik morfometrik memberikan evaluasi dan deskripsi pada bangsa ternak dan digunakan untuk mengetahui keragaman genetik; memberikan informasi mengenai hubungan genetik antara jenis ternak. Melalui ukuran-ukuran tubuh dapat diketahui asal-usul dan hubungan filogenetik suatu jenis ternak (Warwick et al., 1995). Ukuran-ukuran tubuh digunakan untuk mengetahui morfogenetik dari jenis ternak tertentu dalam populasi yang menyebar luas antara wilayah atau antara negara, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas bangsa tertentu (Mulliadi, 1996). Dijelaskan lebih lanjut bahwa ukuran-ukuran kuantitatif digunakan untuk mengetahui perbedaanperbedaan dalam populasi ternak dan juga untuk seleksi (Mulliadi, 1996). Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia yang dikenal sebagai domba Lokal, domba Kampung atau domba Kacang karena berukuran tubuh kecil (Mulliadi, 1996). Menurut FAO (2004), domba Garut merupakan domba lokal hasil persilangan antara domba Merino, domba Kaapstad dan domba Ekor Tipis, yang secara genetik berbeda dengan domba Ekor Tipis. FAO (2004) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk diduga merupakan keturunan domba Kirmani yang berasal dari Afganistan, Pakistan dan Iran. Domba Ekor Gemuk secara genetik berbeda dengan domba Ekor Tipis dan domba Garut. Penggolongan Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta Jarak Minimum D2-Mahalanobis Penggolongan berdasarkan fungsi diskriminan Fisher dan Wald-Anderson serta jarak minimum D2-Mahalanobis dilakukan pada setiap dua kelompok domba yang diamati dengan membedakan jantan dan betina. Hasil analisis akan disajikan terlebih dahulu sebelum kemudian dibahas. Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Hasil uji T2-Hotelling pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan menunjukkan perbedaan ukuran variabel-variabel tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Perbedaan tersebut diperlihatkan dengan variabel-variabel pembeda yang dibentuk pada persamaan fungsi diskriminan Fisher. Tabel 5 menyajikan 30
koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel yang diamati pada selang kepercayaan 95% beserta fungsi diskriminan yang dibentuk pada domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara dua kelompok domba tersebut secara nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9), dan lingkar kanon (X10). Seluruh variabel yang diamati kecuali lebar pinggul (X6) dan lebar kelangkang (X7) merupakan variabel pembeda pada domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan. Kedua variabel tersebut tidak dapat dijadikan variabel pembeda karena menunjukkan hasil yang tidak nyata pada selang kepercayaan 95%. Tabel 5. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
0,74082)
*
Tinggi Pinggul (X2)
0,60102)
*
Panjang Badan (X3)
0,65272)
*
Lebar Dada (X4)
0,84872)
*
Dalam Dada (X5)
0,6593
2)
*
Lebar Pinggul (X6)
0,39281)
tn
Lebar Kelangkang (X7)
0,37791)
tn
Panjang Kelangkang (X8)
0,45112)
*
Lingkar Dada (X9)
0,87502)
*
2)
*
Lingkar Kanon (X10) Fungsi Diskriminan Fisher
0,7148
Y = 0,0727 X1 – 0,0485 X2 + 0,8856 X3 + 1,7753 X4 + 0,6588 X5 – 0,9348 X8 + 0,1760 X9 + 2,2176 X10
Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan variabel mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan variabel tidak mengandung nilai 0; Y = Skor diskriminan
Setelah didapatkan variabel pembeda diantara kedua kelompok tersebut maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Namun hasil penggolongan 31
menunjukkan bahwa semua individu domba masuk ke dalam kelompok satu atau kelompok domba Garut. Hal tersebut tidak mungkin, sehingga dilakukan alternatif penggolongan
lain
yaitu
penggolongan
berdasarkan
skor
Wald-Anderson.
Penggolongan individu-individu pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan berdasarkan kriteria Wald-Anderson, disajikan pada Tabel 6. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 32 ekor domba Garut ditemukan satu ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk dengan persentase koreksi sebesar 96,88%; sedangkan pada domba Ekor Gemuk dari 10 ekor domba yang diukur, secara statistik tidak ditemukan kesalahan penggolongan dan telah dikoreksi secara tepat sebesar 100% berdasarkan fungsi diskriminan yang dibentuk. Secara total, pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan yang berjumlah 42 ekor, sebanyak 31 ekor domba digolongkan ke dalam kelompok domba Garut, sedangkan 11 ekor digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk dengan persentase koreksi sebesar 97,62%. Tabel 6. Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual
Penggolongan Domba Kelompok
% Koreksi
Garut
Domba Ekor Gemuk
Garut ( n = 32 )
31
1
31/32 x 100% = 96,88%
Domba Ekor Gemuk ( n = 10 )
0
10
10/10 x 100% = 100%
Total ( n = 42 )
31
11
(42-1)/42 x 100% = 97,62%
Keterangan: n = jumlah sampel
Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 17. Grafik tersebut menunjukkan sebaran frekuensi data skor Wald- Anderson pada masing-masing individu domba. Data kelompok domba Ekor Gemuk jantan berada di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok domba Garut jantan berada di sebelah kanan. Pola
grafik
yang
dihasilkan 32
menunjukkan pola yang saling tumpang tindih. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ditemukan beberapa data kelompok domba Garut jantan yang digolongkan ke dalam data kelompok domba Ekor Gemuk jantan. Jarak minimum D2-Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan ditemukan sebesar 4,420.
20
Kelompok Garut Ekor Gemuk
Frekuensi
15
10
5
0
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Skor Wald-Anderson Domba Jantan
Gambar 17. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Gemuk Jantan Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara domba Garut jantan dan domba ekor Tipis jantan. Tabel 7 menunjukkan koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel yang diamati pada selang kepercayaan 95% beserta fungsi diskriminan yang dibentuk pada domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Pada selang kepercayaan 95% hasil yang nyata ditunjukkan oleh variabel tinggi pundak (X 1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon (X10), sehingga variabel-variabel tersebut merupakan variabel pembeda diantara kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan. 33
Tabel 7. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
0,68192)
*
Tinggi Pinggul (X2)
0,79422)
*
Panjang Badan (X3)
0,64652)
*
Lebar Dada (X4)
0,50352)
*
Dalam Dada (X5)
0,43162)
*
Lebar Pinggul (X6)
0,44252)
*
Lebar Kelangkang(X7)
0,1437
1)
tn
Panjang Kelangkang (X8)
0,68002)
*
Lingkar Dada (X9)
0,77662)
*
Lingkar Kanon (X10)
0,50102)
*
Fungsi Diskriminan Fisher
Y = -0,0831 X1 + 0,6176 X2 + 0,2325 X3 – 0,6754 X4 - 0,0875 X5 + 0,5384 X6 + 1,3249 X8 + 0,3175 X9 + 0,1032 X10
Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan variabel mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan variabel tidak mengandung nilai 0; Y = Skor diskriminan
Hasil penggolongan berdasarkan skor diskriminan menunjukkan bahwa semua individu domba masuk ke dalam kelompok satu atau kelompok domba Garut. Hal tersebut tidak mungkin, sehingga dilakukan alternatif penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Hasil penggolongan individu domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan pada Tabel 8. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 32 ekor domba Garut yang diamati ditemukan dua ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Tipis dengan persentase koreksi sebesar 93,75%. Pada domba Ekor Tipis, dari 33 ekor domba yang diamati tidak ditemukan individu yang salah penempatan dengan persentase koreksi sebesar 100%. Total keseluruhan individu yang diamati berjumlah 65 ekor. Sebanyak 30 ekor individu digolongkan ke dalam
34
kelompok domba Garut sedangkan 35 ekor digolongkan ke dalam domba Ekor Tipis dengan persentase koreksi sebesar 96,92%. Tabel 8. Penggolongan Individu Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual
Penggolongan Domba Kelompok
% Koreksi
Garut
Domba Ekor Tipis
Garut ( n = 32 )
30
2
30/32 x 100% = 93,75%
Domba Ekor Tipis ( n = 33 )
0
33
33/33 x 100% = 100%
Total ( n = 65 )
30
35
(65-2)/65 x 100% = 96,92%
Keterangan: n = jumlah sampel
Gambar 18 menyajikan grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan berdasarkan skor penggolongan Wald-Anderson. Data kelompok domba Ekor Tipis jantan berada pada
18
Kelompok Garut Ekor Tipis
16 14
Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0
-16
-8
0
8
16
24
Skor Wald-Anderson Domba Jantan
Gambar 18. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan 35
daerah sebelah kiri sedangkan data kelompok domba Garut jantan berada pada daerah sebelah kanan. Pola grafik yang saling tumpang tindih menunjukkan bahwa terdapat beberapa data kelompok domba Garut jantan yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Tipis jantan. Jarak minimum D2-Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan ditemukan sebesar 4,484. Kelompok Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Hasil pengujian statistik T2-Hotelling menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan variabel-variabel linear tubuh yang nyata (P<0,05) pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Tabel 9 menyajikan koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel yang diamati pada selang kepercayaan 95% beserta fungsi diskriminan yang dibentuk pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Hasil pengujian menunjukkan tidak ditemukan satupun variabel-variabel tubuh kelompok domba Tabel 9. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Jantan vs Domba Ekor Tipis Jantan Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
-0,1691
tn
Tinggi Pinggul (X2)
0,0863
tn
Panjang Badan (X3)
-0,2285
tn
Lebar Dada (X4)
-0,5325
tn
Dalam Dada (X5)
-0,3795
tn
Lebar Pinggul (X6)
-0,0134
tn
Lebar Kelangkang (X7)
-0,5452
tn
Panjang Kelangkang (X8)
0,0768
tn
Lingkar Dada (X9)
-0,3360
tn
Lingkar Kanon (X10)
0,6536
tn
Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05)
36
Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan yang berkorelasi dengan skor diskriminan
(P>0,05)
sehingga persamaan diskriminan Fisher pada kelompok
domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan tidak dapat dibentuk. Hal ini menyebabkan analisis Wald-Anderson tidak dapat dilakukan karena tidak ditemukan variabel pembeda antara kelompok domba tersebut. Variabel pembeda pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan tidak dapat diidentifikasi. Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina. Tabel 10 menunjukkan koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel yang diamati pada selang kepercayaan 95% beserta fungsi diskriminan yang dibentuk pada domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Variabel-variabel Tabel 10.Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
0,72302)
*
Tinggi Pinggul (X2)
0,5944
2)
*
Panjang Badan (X3)
0,81272)
*
Lebar Dada (X4)
0,19601)
tn
Dalam Dada (X5)
0,32671)
tn
Lebar Pinggul (X6)
0,10321)
tn
Lebar Kelangkang (X7)
-0,00131)
tn
Panjang Kelangkang (X8)
0,2614
1)
tn
Lingkar Dada (X9)
0,65752)
*
Lingkar Kanon (X10)
0,23631)
tn
Fungsi Diskriminan Fisher
Y = 0,3250 X1 + 0,0674 X2 + 0,664 X3 + 0,2016 X9
Keterangan: * = nyata (P<0,05); tn = tidak nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan variabel mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan variabel tidak mengandung nilai 0; Y = Skor diskriminan
37
pembeda yang ditemukan antara kedua kelompok domba betina tersebut berdasarkan analisis yang telah dilakukan adalah tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), dan lingkar dada (X9) karena variabel tersebut menunjukkan hasil yang nyata pada selang kepercayaan 95%. Variabel lebar dada (X 4), dalam dada(X5), lebar pinggul (X6), lebar kelangkang (X7), panjang kelangkang (X8), dan lingkar kanon (X10) tidak dapat dijadikan variabel pembeda antara kedua kelompok domba tersebut karena menunjukkan hasil yang tidak nyata pada selang kepercayaan 95%. Setelah didapatkan variabel pembeda diantara kedua kelompok tersebut maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Namun hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua individu domba masuk ke dalam kelompok satu atau kelompok domba Garut. Hal tersebut tidak mungkin, sehingga dilakukan alternatif penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Hasil analisis Wald-Anderson penggolongan data individu kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina disajikan pada Tabel 11. Hasil penggolongan menunjukkan dari 33 ekor domba Garut betina yang diamati ditemukan lima ekor domba yang pada kenyataannya digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk betina dengan persentase koreksi sebesar 84,84%. Pada domba Ekor Gemuk, dari 22 ekor domba yang diamati; ditemukan satu ekor domba yang pada kenyataannya digolongkan ke dalam kelompok domba Garut betina dengan Tabel 11. Penggolongan Individu Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Aktual
Penggolongan Domba Kelompok
% Koreksi
Garut
Domba Ekor Gemuk
Garut ( n = 33 )
28
5
28/33 x 100% = 84,84%
Domba Ekor Gemuk ( n = 22 )
1
21
21/22 x 100% = 95,45%
Total ( n = 55)
29
26
(55-6)/55 x 100% = 89,09%
Keterangan: n = jumlah sampel
38
persentase koreksi sebesar 95,45%. Secara keseluruhan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina yang berjumlah 55 ekor, ditemukan sebanyak 29 ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Garut betina sedangkan ditemukan sebanyak 26 ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk betina dengan persentase koreksi sebesar 89,09%. Data penggolongan individu domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina berdasarkan kriteria Wald-Anderson disajikan dalam bentuk grafik. Gambar 19 menyajikan grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina berdasarkan kriteria penggolongan Wald-Anderson. Hasil skor Wald-Anderson menunjukkan ditemukan beberapa data kelompok domba Garut betina yang digolongkan ke dalam data kelompok domba Ekor Gemuk betina. Begitu juga sebaliknya. Kesalahan penggolongan yang ditemukan tersebut menyebabkan grafik menunjukkan pola yang saling tumpang tindih. Data individu kelompok domba Ekor Gemuk betina berada di daerah sebelah kiri grafik sedangkan data individu domba Garut betina berada di daerah sebelah kanan grafik. Jarak minimum D2-Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan 12
Kelompok Garut Ekor Gemuk
10
Frekuensi
8
6
4
2
0
-6
-3
0
3
6
9
Skor Wald-Anderson Domba Betina
Gambar 19. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina 39
morfometrik antara domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina ditemukan sebesar 2,588. Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan antara kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina. Hasil pengujian koefisien korelasi antara fungsi diskriminan dan masing-masing variabel yang diamati pada selang kepercayaan 95% beserta fungsi diskriminan yang dibentuk pada domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan hasil pengujian tersebut tidak ditemukan satupun variabel-variabel tubuh kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina yang berkorelasi dengan skor diskriminan (P>0,05). Hasil pengujian menunjukkan tidak ditemukan perbedaan yang nyata sehingga persamaan diskriminan Fisher tidak dapat dibentuk. Analisis Wald-Anderson tidak dapat dilakukan karena tidak ditemukan variabel pembeda pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina tersebut. Tabel 12. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Garut Betina vs Domba Ekor Tipis Betina Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
0,6530
tn
Tinggi Pinggul (X2)
0,7390
tn
Panjang Badan (X3)
0,5460
tn
Lebar Dada (X4)
0,0989
tn
Dalam Dada (X5)
0,5385
tn
Lebar Pinggul (X6)
0,0575
tn
Lebar Kelangkang (X7)
0,0985
tn
Panjang Kelangkang (X8)
0,2816
tn
Lingkar Dada (X9)
0,3332
tn
Lingkar Kanon (X10)
0,2503
tn
Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05)
40
Kelompok Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditemukan antara kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Tabel 13 menyajikan koefisien korelasi masing-masing variabel ukuran tubuh yang diamati pada selang kepercayaan 95% antara kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina tidak ditemukan satupun variabel-variabel linear tubuh yang berkorelasi dengan skor diskriminan (P>0,05) sehingga persamaan diskriminan Fisher pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina tidak dapat dibentuk. Analisis Wald-Anderson tidak dapat dilakukan karena tidak ditemukan variabel-variabel pembeda antara kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina. Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan dan masing-masing Variabel yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Domba Ekor Gemuk Betina vs Domba Ekor Tipis Betina Variabel
Koefisien Korelasi
Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05)
Tinggi Pundak (X1)
-0,3308
tn
Tinggi Pinggul (X2)
-0,1321
tn
Panjang Badan (X3)
-0,3697
tn
Lebar Dada (X4)
-0,2158
tn
Dalam Dada (X5)
-0,0341
tn
Lebar Pinggul (X6)
-0,1563
tn
Lebar Kelangkang (X7)
0,1146
tn
Panjang Kelangkang (X8)
-0,1271
tn
Lingkar Dada (X9)
-0,7477
tn
Lingkar Kanon (X10)
-0,0804
tn
Keterangan: tn = tidak nyata (P>0,05)
41
Rekapitulasi Hasil Analisis Berdasarkan Fungsi Diskriminan Fisher, WaldAnderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis Kelompok Domba Jantan Tabel 14 menyajikan matriks jarak minimum D2-Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan pada domba Garut jantan, domba Ekor Gemuk jantan dan domba Ekor Tipis jantan. Statistik T2-Hotelling menunjukkan hasil berbeda (P<0,05) tetapi tidak ditemukan variabel pembeda antara kelompok domba Ekor Gemuk jantan dan domba Ekor Tipis jantan sehingga jarak minimum D2- Mahalanobis antara kedua kelompok domba tersebut tidak dapat dibentuk. Pada kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan serta antara domba Garut jantan dan domba Ekor Tipis jantan ditemukan variabel pembeda sehingga jarak minimum D2-Mahalanobis dapat dibentuk. Tabel 14. Jarak Minimun D2-Mahalanobis pada Domba Garut Jantan, Domba Ekor Gemuk Jantan dan Domba Ekor Tipis Jantan (Telah Diakarkan) Garut
DEG
DET
Garut DEG
4,420
DET
4,484
-
Keterangan: DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis; - = tidak ditemukan variabel pembeda
Tabel 15 menyajikan hasil rekapitulasi variabel pembeda dan jarak minimum D2-Mahalanobis pada setiap dua kelompok domba jantan. Variabel pembeda yang ditemukan pada kelompok domba Garut dan domba Ekor Gemuk sebanyak delapan variabel pembeda dengan jarak minimum D2-Mahalanobis sebesar 4,420. Pada domba Garut dan domba Ekor Tipis ditemukan sebanyak sembilan variabel pembeda dengan jarak minimum D2-Mahalanobis sebesar 4,484. Faktor koreksi WaldAnderson antara domba Garut vs domba Ekor Gemuk ditemukan sebesar 97,62%; sedangkan antara domba Garut vs domba Ekor Tipis sebesar 96,92%. Berdasarkan hasil analisis semakin banyak variabel pembeda yang ditemukan antara dua kelompok domba yang diamati maka jarak minimum D2-Mahalanobis antara kedua kelompok domba tersebut semakin tinggi atau jarak ketidakserupaam semakin besar.
42
Tabel 15 . Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Jantan Kelompok
Variabel Pembeda
Faktor Koreksi Wald-Anderson
Jarak Minimum D2Mahalanobis
Domba Garut vs Domba Ekor Gemuk
Tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9), dan lingkar kanon (X10); n = 8
97,62%
4,420
Domba Garut vs Domba Ekor Tipis
Tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), lebar dada (X4), dalam dada (X5), lebar pinggul (X6), panjang kelangkang (X8), lingkar dada (X9) dan lingkar kanon (X10); n = 9
96,92%
4,484
Domba Ekor Gemuk vs Domba Ekor Tipis
Tidak ditemukan variabel pembeda
-
-
Keterangan: n = jumlah variabel pembeda; - = tidak ditemukan variabel pembeda
Domba Garut jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar daripada domba Ekor Gemuk jantan dan domba Ekor Tipis jantan. Dilihat dari tujuan seleksi, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis diseleksi untuk dijadikan sebagai domba pedaging. Menurut Wijonarko (2007), domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di daerah Indonesia bagian timur dan dikategorikan sebagai domba tipe pedaging. Wijonarko (2007) lebih lanjut menyatakan
bahwa
domba
Ekor Gemuk sebagian besar
dipelihara masyarakat sebagai penghasil daging (domba potong) dan hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai penghasil susu. Domba Ekor Tipis jantan maupun betina merupakan tipe domba penghasil daging. Hal tersebut berbeda dengan domba Garut. Menurut Gunawan dan Noor (2006), program pemuliaan domba Garut diarahkan untuk dikembangkan sebagai tipe pedaging dan sebagai tipe tangkas. Mulliadi (1996) 43
menyatakan bahwa perbedaan yang paling umum antara domba Garut tipe tangkas dan tipe daging adalah dari segi pemeliharaan yang lebih intensif. Domba Garut tipe tangkas telah melalui seleksi lebih ketat dan dipelihara menjadi domba aduan. Domba tipe ini memerlukan ukuran dan bentuk tubuh yang besar untuk memperlihatkan ketegaran sebagai tipe tangkas, disamping keserasian tubuh serta sifat agresif yang merupakan hal utama. Bentuk tubuh domba tipe tangkas menyerupai singa dengan bagian dada besar dan pundak yang tinggi. Pada domba Garut tipe pedaging, pemeliharaan tidak diarahkan ke arah sifat aduan. Domba tipe ini merupakan kelompok transisi yang berbeda antara domba Ekor Tipis dan domba Garut tipe tangkas, tetapi lebih mendekati Garut tipe tangkas. Domba tipe ini merupakan domba Garut jantan afkir tipe tangkas atau hasil perkawinan yang tidak terkontrol antara domba Ekor Tipis dengan domba Garut tipe tangkas. Lebih lanjut Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Garut tipe tangkas memiliki ukuran pundak yang lebih tinggi jika dibandingkan bagian tengah tubuh atau perut dan bagian pinggul. Lingkar perut yang dimiliki tidak terlalu besar serta panjang tubuh yang serasi dan tinggi. Pada saat beradu, kepala harus tepat beradu dengan kepala lawan, oleh karena itu perlu ditunjang tinggi pundak dan kaki yang besar dan kuat, serta kelincahan dan keserasian tubuh. Menurut Riwantoro (2005), seleksi terhadap ukuran tubuh pada domba Garut seperti dalam dada, lebar dada, lingkar dada dan tinggi pundak telah dilakukan oleh peternak terutama dalam proses seleksi domba Garut tangkas. Seleksi pada ukuran-ukuran tersebut dilakukan karena memiliki hubungan dengan pernafasan. Ukuran dada yang besar memungkinkan paru-paru lebih berkembang sehingga pernafasan menjadi lebih kuat dan panjang sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Seleksi tersebut memberikan dampak yang positif terhadap ukuran-ukuran kuantitatif tubuh. Pada pengamatan ini, tinggi pundak (X1), lebar dada (X4), dalam dada (X5) dan lingkar dada (X9) merupakan empat variabel dari banyak variabel pembeda yang membedakan domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan dan domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Berdasarkan Riwantoro (2005), keempat variabel tersebut digunakan sebagai seleksi ke arah tipe tangkas pada domba Garut. Pada pengamatan ini domba Garut yang digunakan adalah tipe pedaging sehingga penambahan empat variabel lain yaitu tinggi pinggul (X 2), panjang badan (X3), 44
panjang kelangkang (X8) dan lingkar kanon (X10); dijadikan dasar seleksi ke arah tipe pedaging yang juga membedakan domba Garut jantan terhadap domba Ekor Gemuk jantan dan domba Ekor Tipis jantan. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa tinggi pinggul dan panjang badan dapat digunakan sebagai patokan untuk menduga bobot badan. Dengan demikian, semakin besar ukuran-ukuran tubuh tersebut yang ditemukan pada domba Garut, maka bobot badan yang diperoleh semakin besar sehingga hal ini dapat dimanfaatkan terhadap seleksi domba Garut ke arah tipe pedaging. Lebar pinggul pada pengamatan ini merupakan variabel yang membedakan domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Perbedaan lebar pinggul domba Garut dan domba Ekor Tipis ditemukan besar pada pengamatan ini sehingga dijadikan pembeda antara kedua domba tesebut. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba Garut memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada domba Ekor Tipis. Lebih lanjut, Mulliadi (1996) melaporkan bahwa pada domba Garut tipe tangkas ditemukan ukuran lingkar kanon dan bagian tubuh depan yang besar. Pada domba Garut tipe pedaging bagian belakang tubuh (paha) yang tampak lebih besar. Dengan demikian dua perbedaan tersebut yang membedakan domba Garut ke arah tangkas dan daging. Domba tipe tangkas memiliki bagian dada yang lebih besar, sedangkan tipe daging memiliki ukuran bagian belakang tubuh (paha dan kelangkang) yang lebih besar. Menurut Herrera et al. (1996) yang melakukan penelitian morfometrik terhadap kambing, panjang panggul dan lingkar kanon merupakan peubah penciri atau pembeda pada pengamatan variabel linear tubuh pada kambing yang diturunkan melalui analisis diskriminan pada bangsa kambing Andalusian White (Blanca Serrena), Andalusian Black (Negra Serrana), Florida (Florida), Malaga (Malaguena) dan Granada (Garanadina). Hasil tersebut tidak berbeda dengan pengamatan ini. Riwantoro (2005) melaporkan bahwa tinggi pundak, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul dan lebar pinggul pada domba Garut jantan lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh bangsa domba lain yaitu domba Ekor Tipis, domba Ekor Gemuk dan domba Merino. Janssens dan Vandepitte (2004) melaporkan bahwa nilai heritabilitas lingkar kanon cukup tinggi, yaitu pada domba Bleu du Maine, Suffolk dan Texel berturut-turut ditemukan sebesar 0,39; 0,53; 0,37.
45
Kelompok Domba Betina Tabel 16 menyajikan matriks jarak minimum D2-Mahalanobis pada kelompok domba Garut betina, domba Ekor Gemuk betina dan domba Ekor Tipis betina. Jarak Minimum D2- Mahalanobis pada domba Garut betina dan domba Ekor Tipis betina serta domba Ekor Gemuk betina dan domba Ekor Tipis betina tidak ditemukan karena fungsi diskriminan tidak dapat dibentuk. Tabel 16. Jarak Minimum D2 - Mahalanobis pada Domba Garut Betina, Domba Ekor Gemuk Betina dan Domba Ekor Tipis Betina (Telah Diakarkan) Garut
DEG
DET
Garut DEG
2,588
DET
-
-
Keterangan: DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis; - = tidak ditemukan variabel pembeda
Tabel 17 menyajikan hasil rekapitulasi variabel pembeda dan jarak minimum D2-Mahalanobis pada setiap dua kelompok domba betina yang diamati. Pada kelompok domba Garut vs domba Ekor Gemuk ditemukan empat variabel pembeda dengan faktor
koreksi Wald-Anderson sebesar 89,09%. Jarak ketidakserupaan
Tabel 17. Rekapitulasi Variabel Pembeda, Faktor Koreksi Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2-Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok Domba Betina Kelompok
Variabel Pembeda
Faktor Koreksi Wald-Anderson
Jarak Minimum D2 Mahalanobis
Domba Garut vs Domba Ekor Gemuk
Tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3), dan lingkar dada (X9); n = 4
89,09%
2,588
Domba Garut vs Domba Ekor Tipis
Tidak ditemukan variabel pembeda
-
-
Domba Ekor Gemuk vs Domba Ekor Tipis
Tidak ditemukan variabel pembeda
-
-
Keterangan: - = tidak ditemukan variabel pembeda
46
morfometrik atau jarak minimum D2 -Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara domba Garut dan domba Ekor Gemuk ditemukan sebesar 2,588. Riwantoro (2005) melaporkan bahwa domba Garut tangkas membentuk kelompok tersendiri terhadap domba Ekor Gemuk, sedangkan domba Garut pedaging ditemukan satu kesatuan dengan domba Ekor Gemuk dengan pengelompokan yang berbeda. Hal ini bersesuaian dengan hasil pengamatan bahwa jarak minimum D 2Mahalanobis hanya ditemukan pada domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina, dengan variabel pembeda yaitu tinggi pundak (X 1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3) dan lingkar dada (X9). Riwantoro (2005) melaporkan bahwa tinggi pundak, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada merupakan variabel ukuran tubuh yang digunakan untuk seleksi domba Garut tangkas. Variabel pembeda antara domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina secara tidak langsung mengindikasikan bahwa keempat variabel tersebut telah diseleksi ke arah tipe pedaging pada domba Garut. Tiga variabel pembeda yang merupakan variabel yang diseleksi untuk pembentukan domba Garut tangkas (Riwantoro, 2005) yaitu tinggi pundak, lebar dada dan lingkar dada; pada pengamatan ini juga merupakan variabel ukuran tubuh yang diseleksi untuk peningkatan bobot badan atau produksi daging. Tabel 2 dan 3 menyajikan ukuran tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3) dan lingkar dada (X9) pada masing-masing kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina. Berdasarkan Tabel 2 dan 3, ukuran-ukuran variabel tersebut lebih besar ditemukan pada domba Garut. Gaspersz (1992) menyatakan bahwa dalam bidang genetika populasi, fungsi diskriminan dipergunakan sebagai salah satu alat untuk seleksi. Riwantoro (2005) menyatakan bahwa seleksi terhadap ukuran tubuh sangat penting bagi peternak karena dapat menentukan produktivitas dan performa ternak untuk menduga bobot badan. Seleksi terhadap ukuran tubuh merupakan seleksi tidak langsung terhadap sifat bobot badan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Martojo (1990) bahwa seleksi yang ditujukan untuk meningkatkan suatu sifat dapat dilakukan dengan seleksi terhadap sifat lainnya atau disebut dengan seleksi tidak langsung (indirect selection). Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa sifat kuantitatif berperan penting dalam bidang peternakan terutama yang menyangkut sifat produksi. Perbedaan yang ditemukan diantara kedua jenis domba mengindikasikan suatu perbedaan pada 47
struktur dan variasi fenotipik morfologi tubuh sebagai respon asal usul, proses domestikasi, seleksi maupun persilangan dari pengaruh utama faktor genetik (keturunan), lingkungan dan interaksi keduanya (Campbell dan Lasley, 1985). Suryana (2008) melaporkan bahwa lingkar dada dan panjang badan dijadikan sebagai faktor penentu produktivitas domba persilangan Ekor Tipis dan Garut pada kelompok ternak Mandala, Maju, Cikadu dan Sukaresik. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada merupakan ukuran utama yang dapat dijadikan patokan terhadap bobot badan pada saat seleksi. Ukuran-ukuran tersebut memiliki korelasi yang sangat erat dengan bobot badan domba.
48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 2
Hasil uji T -Hotelling menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan, antara kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan, antara kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina, antara kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Tipis betina dan antara kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina; perbedaan yang nyata (P<0,05) antara kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan. Variabel-variabel pembeda pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan adalah tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon; pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan adalah tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lebar pinggul, panjang kelangkang, lingkar dada dan lingkar kanon; pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina adalah tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan dan lingkar dada. Variabel pembeda pada kelompok domba Ekor Gemuk jantan vs domba Ekor Tipis jantan, pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina dan pada kelompok domba Ekor Gemuk betina vs domba Ekor Tipis betina tidak ditemukan sehingga persamaan diskriminan tidak dapat dibentuk dan penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson tidak dapat dilakukan. Faktor koreksi berdasarkan penggolongan Wald-Anderson sebesar 97,62% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan; sebesar 96,92% ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan; sebesar 89,09% ditemukan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Jarak minimum D2-Mahalanobis antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Gemuk jantan sebesar 4,420, antara kelompok domba Garut jantan dan domba Ekor Tipis jantan sebesar 4,484 dan antara kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina sebesar 2,588. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis, semakin banyak variabel pembeda yang ditemukan antara dua kelompok domba
yang
diamati
maka
jarak
minimum
D2-Mahalanobis
atau
jarak
ketidakserupaan morfometrik semakin tinggi dan secara umum persentase faktor 49
koreksi antara kedua kelompok domba tersebut semakin tinggi atau kesalahan penggolongan semakin kecil. Fenomena tersebut ditemukan pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Gemuk jantan, pada kelompok domba Garut jantan vs domba Ekor Tipis jantan dan pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Berdasarkan kriteria penggolongan Wald-Anderson, individu domba yang mengalami kesalahan penempatan kelompok tidak dapat digunakan sebagai bibit karena dapat membawa karakteristik morfometrik yang bukan merupakan karakteristik kelompoknya. Penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Saran Penelitian perbandingan mengenai karakteristik morfometrik domba Garut, domba Ekor Gemuk dan domba Ekor Tipis dapat dilakukan dengan penggunaan jumlah sampel yang lebih besar. Variabel-variabel ukuran tubuh yang digunakan sebaiknya lebih beragam seperti ukuran telinga, ekor maupun tengkorak. Hal tersebut bertujuan agar diperoleh informasi yang lebih lengkap. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan program pemuliaan sumber daya genetik domba di Indonesia lebih lanjut.
50
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan kasih sayang-Nya Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan penulisan skripsi. Shalawat serta salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan hingga akhir zaman. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si. sebagai pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik yang telah sabar memberikan bimbingan dan nasihat yang berguna kepada Penulis selama menempuh studi dan penyusunan tugas akhir. Kepada Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, M.S. sebagai pembimbing anggota yang telah banyak membantu memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian dan penulisan skripsi. Kepada dosen penguji sidang Muhamad Baihaqi, S.Pt.,M.Sc., Ir. Lilis Khotijah, M.Si. dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc.Agr. atas kritik dan sarannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Kepada pihak MT Farm (Mas Budi dan rekan) serta Tawakkal Farm (H. Bunyamin) yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melaksanakan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ayah tercinta H.Izaddin, S.IP., Ibu tercinta Fauziah, S.Pd., Kakak tersayang Ifa Nadia Khairinnisa, S.Far.,Apt. untuk segenap perhatian, dukungan moril dan materil, nasihat, doa, kesabaran serta kasih sayang yang tiada terkira bagi kesuksesan Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi. Kepada sahabat terdekat Penulis yaitu Bening, Herlina, Gina, Mayagita dan Wulan atas keceriaan dan persaudaraan yang diberikan selama Penulis duduk di bangku kuliah. Rekan seperjuangan penelitian Betari atas semangat dan kebersamaannya. Teman-teman LPG dan bimbingan skripsi yaitu Riri, Siddiq, Fuad, Arif, Cintya, Rischa, Widya, Fasta, Rithoh, Kakak Siska, Kakak Yusup, Ibu Pipih dan Bapak Dadang. Kepada Reiza, Walfitri, Gilang, Aan dan teman-teman Serambi Farm (Resti, Ihsan, Agung, Bedi) yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapang. Kepada Dhani, Nicky serta teman-teman IPTP 44 atas kekompakan dan persahabatan yang telah terjalin, rekan-rekan PKM (Tika, Andre dan Indah), teman-teman kos Puri 9 dan seluruh civitas akademika Fapet IPB. Tidak lupa pula Penulis mengucapkan terima kasih kepada Andika Prastya, S.TP. yang senantiasa menghibur, memberikan perhatian, semangat dan doa kepada Penulis serta kepada seluruh pihak yang telah banyak berperan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia peternakan. Bogor,
51 Juli 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Afifi, A.A. & V. Clark. 1996. Computeraided Multivariate Analysis. 3rd Edition. Chapman and Hall, New York. Amano, T., M. Katsuma, S. Suzuki, K. Nozawa, Y. Kawamato, T. Namikawa, H. Martojo, I.K. Abdulgani, & H. Nadjib. 1981. Morphological and Genetical Survey of Water Buffaloes in Indonesia. The Original and Phylogeny of Indonesian Native Livestock (Part II). Micro Printing. Tokyo. Page: 31-54. Anderson, T. W. 1984. An Introduction to Multivariate Statistical Analysis Method. 3rd Edit. John Willey and Sons, New York. Badan Pusat Statistik. 2009. Populasi Ternak Tahun 2000-2010. http://bps.go.id. [Disunting teakhir 2009]. [22 April 2011]. Bradford, G.E. & I. Inounu. 1996. Prolific Breeds of Indonesia. In : Mohamed H. Fahmy (Ed.). Prolific Sheep. CAB International. Cambridge University Press, Cambridge. Campbell, J.R. & J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve Humanity. 3 rd Edition. McGraw-Hill Book Company, Inc., New York. Damron, W. S. 2006. Introduction to Animal Science. Global, Biological, Social and Industry Perspective. 3rd Edition. Oklahoma State University, Ohio. Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2009. Statistik Peternakan. http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenuAuto&idMe nuKiri=709&idMenu=796. [Disunting terakhir 2009]. [30 Oktober 2010].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Road Map Pembibitan Ternak. Departemen Pertanian, Jakarta. Diwyanto, K., H. Martojo, & Siswadi. 1984. Pengamatan ukuran permukaan tubuh domba di Kabupaten Garut serta hubungannya dengan bobot badan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal: 143-146. Djajanegara, A., I.K Sutama, & M.Sabrani. 1992. Ragam kinerja domba ekor gemuk. Prosiding Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hal: 530-535. Everitt, B.S. & G. Dunn. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. John Wiley & Sons Inc., New York. Food and Agriculture Organization (FAO) Corporate Document Repository. 2004. Prolific Sheep In Java. http://www.fao.org/DOCREP/004/X6517E/ X6517E04 .htm. [Last modified in 2004]. [22 April 2011]. Fourie, P.J., F.W.C. Neser, J.J. Olivier, & C. Van Der Westhuizen. 2002. Relationship between production performance, visual appraisal and body measurement of young dorper rams. J. Anim. Sci 32 (4): 256-262 . Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid ke-2. Tarsito, Bandung. 52
Gatenby, R.M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1 st Edition. Macmillan Education Ltd, London. Gunawan, A. & R. R Noor. 2006. Pendugaan nilai heritabilitas bobot lahir dan bobot sapih domba Garut tipe laga. Media Peternakan Edisi April 2006. Hal: 7-15. Handiwirawan, E., R.R. Noor, C.Sumantri, & Subandriyo. 2011. The differentiation of sheep breed based on the body measurements. J. Indonesian Trop. Anim. Agrc. 36 (1): 1-8. Herman, R. 2005. Produksi karkas dan non karkas domba Priangan dan domba Ekor Gemuk pada bobot potong17,5 dan 25,0 Kg. Media Peternakan Edisi April 2005. Hal: 8-12. Herren, R. 2000. The Science of Animal Agriculture. 2 nd Edition. Delmar, New York. Herrera M, E. Rodero, M.J. Gutierrez, F. Peria, & J.M. Rodero. 1996. Application of Multifactorial Discrimination Analysis In The Morphostructural Differentiation of Andalusian Caprine Breeds. Small rum. Res. 22: 39-47. Info
Ternak. 2009a. Domba Ekor Gemuk. http://www.infoternak.com/wpcontent/uploads/2009/12/02_kibas-jantan-2.jpg. [Disunting terakhir 29 Desember 2009]. [22 April 2011].
Info
Ternak. 2009b. Domba Ekor Gemuk. http://www.infoternak.com/wp content/uploads/2009/12/domba-kibas-ekor-gemuk-4-dr-jatim.jpg. [Disunting terakhir 29 Desember 2009]. [22 April 2011].
Info
Ternak. 2009c. Domba Ekor Tipis. http://www.infoternak.com/wp content/uploads/2009/12/ekor-tipis-2.jpg. [Disunting terakhir 29 Desember 2009]. [10 Juli 2011]. .
Janssens, S. & W. Vandepitte. 2003. Genetic parameters for body measurement and linear type traits in Belgian Bleu du Maine, Suffolk and Texel Sheep. Small Rumin. 54: 13-24. Lawrence, T.L.J. & V.R Fowler. 1997. Growth of Farm Animals. 2 nd Edition. CAB International Publishing, London. Mangku, I.W. 1993. Balanced Bootstrap Error Rate Estimators In Two-Group Discriminant Analysis. Research report. Departement of Matchematics Faculty of Mathematics and Science Bogor Agricultural University, Bogor. Mansjoer, S.S., T. Kertanugraha, & C.Sumantri. 2007. Estimasi jarak genetik antar domba Garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Media Peternakan, Agustus 2007. Hal: 129-138. Margawati, E. T., R. R. Noor, D. Rahmat, Indriawati, & M. Ridwan. 2007. Potensi Ternak Lokal Domba Garut Sebagai Sumber Pangan Asal Ternak Berdasarkan Analisis Kuantitatif dan Genetis. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/potensi_ternak_lokal_domba_garut.pdf. [16 Oktober 2010].
53
Martojo, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulliadi, D. 1996. Sifat fenotipik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. Coloumbia University Press, New York. Nisa, K. 2008. Pembandingan beberapa metode penduga peluang salah klasifikasi pada analisis diskriminan kuadratik. Laporan Penelitian. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung, Lampung. Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Edisi Keempat. Penebar Swadaya, Jakarta. North
Carolina A & T State University. 2011. Sheep Skeleton. http://www.ag.ncat.edu/libbyd/shepskel.jpg. [Last modified in 2011]. [22 April 2011].
Riwantoro. 2005. Konservasi plasma nutfah domba Garut dan strategi pengembangannya secara berkelanjutan. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salamena, J.F., R.R. Noor, C. Sumantri, & I. Inounu. 2007. Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. Jurnal Indonesian Tropical Animal Agriculture. 32[2] Juni 2007. Hal: 71-75. Sisson, S. & J.D. Grossmans. 1975. The Anatomy of The Domestic Animals. Fifth Edition. W.B. Saunders Company, London. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Subandriyo, P. Sitorus, J.M. Levine, & G.E. Bradford. 1981. Penelitian pendahuluan performans domba Ekor Tipis pada kondisi stasiun percobaan. Proceedings Seminar Penelitian Peternakan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hal: 235-243. Suryana, A. 2008. Pengklasifikasian ukuran-ukuran tubuh domba silangan LokalGarut jantan di Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan analisis faktor. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutama, I.K. 1988. Pengaruh tingkat pemberian pakan terhadap performans reproduksi domba Ekor Tipis. Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminansia Jilid 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal: 54-62. Tiesnamurti, B. & I. Inounu. 1988. Performans domba Ekor Tipis Jawa yang berbeda tingkat kesuburannya. Proceedings Seminar Program Penyediaan Pakan Dalam Upaya Mendukung Industri Peternakan Menyongsong Pelita V. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Hal: 222-224. Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 54
Warwick, E.J., J.M. Astuti, & W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wijonarko, K. 2007. Studi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba Ekor Gemuk di Pulau Madura dan Rote. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Williamson, G. & W.J.A Payne. 1993. Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1. Cara Perhitungan Manual Uji Statistik T 2-Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Rumus: T2 =
n1 n2 X1 -X2 ′ S-1 G X1 -X2 n1+ n2
Selanjutnya besaran : F=
n1 + n2 − p − 1 2 T n1 + n2 − 2 p
akan berdistribusi dengan derajat bebas V1 = p
V2 = n1 + n2 – p – 1
n1 = jumlah data pengamatan pada kelompok domba betina garut = 33 n2= jumlah data pengamatan pada kelompok domba betina ekor gemuk = 22 Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut: H0 : U1 = U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua H1 : U1
≠
U2: berarti bahwa kedua vektor nilai rataan berbeda dari keseluruhan kelompok domba
Tahap 1 Matriks Kovarian Kelompok Domba Garut (S1) 314,581 285,576 47,668 32,889 49,498 52,459 18,236 67,355 212,527 8,789
285,576 410,061 48,562 31,784 71,382 68,671 23,818 82,255 166,773 12,194
47,668 48,562 223,525 32,122 39,185 34,923 19,893 27,464 134,918 14,482
32,8894 31,7839 32,1218 24,7206 12,3218 8,7309 3,1342 12,5745 48,4727 8,2606
49,498 71,382 39,185 12,322 181,665 24,803 24,543 26,034 136,218 10,232
52,4591 68,6709 34,9227 8,7309 24,8027 59,9764 24,4964 21,8518 79,4091 0,7409
18,2358 23,8176 19,8927 3,1342 24,5427 24,4964 21,8697 15,6418 60,5091 3,4742
67,3555 82,2545 27,4636 12,5745 26,0336 21,8518 15,6418 45,9691 94,0455 9,4045
212,527 8,7894 166,773 12,1939 134,918 14,4818 48,473 8,2606 136,218 10,2318 79,409 0,7409 60,509 3,4742 94,045 9,4045 522,727 24,2727 24,273 8,0606
57
Matriks Kovarian Kelompok Domba Ekor Gemuk (S 2) 171,893 94,873 94,873 114,691 54,608 30,971 -16,955 3,632 19,427 42,179 7,684 4,585 13,500 5,550 19,350 18,100 37,445 54,982 -1,832 2,373
54,6077 -16,9545 19,4273 7,6836 13,50 19,35 37,4455 30,9709 3,6318 42,1791 4,5845 5,55 18,10 54,9818 80,8659 -0,1682 9,2691 5,1645 11,10 16,35 -3,4682 -0,1682 21,3636 9,8182 10,4091 1,25 6,00 23,3636 9,2691 9,8182 80,7309 1,0355 4,05 17,40 39,9682 5,1645 10,4091 1,0355 14,9927 4,00 1,80 17,8091 11,1000 1,2500 4,0500 4,0000 7,50 4,00 9,5000 16,3500 6,0000 17,4000 1,8000 4,00 21,50 24,5000 -3,4682 23,3636 39,9682 17,8091 9,50 24,50 96,8636 1,7227 4,2955 1,9773 2,0136 0,00 1,00 0,7955
-1,83182 2,37273 1,72273 4,29545 1,97727 2,01364 0,00000 1,00000 0,79545 2,81818
Tahap 2 Hasil matriks diatas dimasukkan ke dalam matriks S gabungan, yaitu : SG=
n1 − 1 S1 + n2 − 1 S2 n1 + n2 − 2
Sehingga diperoleh hasil berupa matriks SG, yaitu :
9,17875 7,17828 1,92973 0,30066 1,30048 1,13477 0,59879 1,63595 4,71647 0,13128
7,17828 9,90097 1,50062 0,66822 2,14266 1,38218 0,55411 1,89348 4,18405 0,27484
1,92973 1,50062 5,74323 0,60290 0,91424 0,75636 0,58477 0,82667 2,48019 0,30575
0,30066 0,66822 0,60290 0,86951 0,41774 0,36113 0,08272 0,35046 1,35540 0,23691
1,30048 2,14266 0,91424 0,41774 4,95087 0,48751 0,53949 0,81950 3,32427 0,23036
1,13477 1,38218 0,75636 0,36113 0,48751 1,41451 0,53767 0,44626 1,83431 0,05197
0,59879 1,63595 4,7165 0,131275 0,55411 1,89348 4,1840 0,274843 0,58477 0,82667 2,4802 0,305746 0,08272 0,35046 1,3554 0,236907 0,53949 0,81950 3,3243 0,230360 0,53767 0,44626 1,8343 0,051973 0,55415 0,37060 1,3209 0,065552 0,37060 1,27300 2,2367 0,196312 1,32093 2,23671 11,6904 0,472985 0,06555 0,19631 0,4730 0,205260
Tahap 3 Menghitung matriks rataan dari kelompok Domba Garut dan Ekor Gemuk 63,2580 64,1760 63,2270 14,8420 27,3270 𝑋1 = 13,9640 15,4970 18,4180 72,0910 6,7424
57,5590 59,3360 58,1860 14,2730 25,0640 𝑋2 = 13,5820 15,5000 17,5000 66,2730 6,4091 58
Tahap 4 Hasil dari matriks gabungan (SG) digunakan untuk menghitung rumus T 2-Hotelling, yaitu : T2 =
n1 n2 X − X2 SG−1 X1 − X2 n1+ n2 1
33.22 9,6897 33 + 22 sehingga diperoleh hasil sebesar 127,90404 T2 =
Tahap 5 Berdasarkan hipotesis maka perlu menentukan Fα : v1;v2, dimana v1 = p = 10 (banyaknya variabel X) Sedangkan v2 = n1 + n2 – p – 1 = 33 + 22 -10 – 1 = 44 Apabila dipilih taraf nyata α = 0,05, maka dari tabel distribusi F diperoleh F0,05 ; 10,44 = 2,062, yang didapatkan dari hasil interpolasi : F (40)(0,05) = 2,08 F (60)(0,05) = 1,99 = 2,08 +
( 1,99−2,08) (60−40)
44 − 40 = 2,062
Dengan demikian besaran : F=
F=
n1 + n2 − p − 1 2 T n1 + n2 − 2 p 33 + 22 − 10 − 1 127,90404 = 10,61844 33 + 22 − 2 10
Tolak H0 jika F hitung > F tabel 10,61844 > 2,062 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran tubuh kelompok domba Garut betina berbeda dengan domba Ekor Gemuk betina.
59
Lampiran 2. Cara Perhitungan Fungsi Diskriminan Fisher pada Berbagai Ukuran Tubuh Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Hasil pengujian T2 - Hotelling pada kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua kelompok domba tersebut. Adanya perbedaan tersebut memungkinkan kita untuk membangun fungsi diskriminan Fisher untuk mencirikan perbedaan variabel-variabel ukuran tubuh yang ada dalam populasi kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina. Fungsi diskriminan linier Fisher dibangun berdasarkan persamaan: ′
Y = a X = X1 − X 2 SG−1 X Sehingga diperlukan perhitungan berikut: Invers Matriks Gabungan (SG-1) = 0,306166 -0,205633 -0,046595 -0,205633 0,298335 0,026173 -0,046595 0,026173 0,220703 0,150007 -0,062258 -0,085561 0,051235 -0,070797 -0,006377 0,020882 -0,153674 -0,018914 0,019293 0,154838 -0,146396 -0,026411 -0,189519 -0,032068 -0,076820 0,044389 0,006493 0,109130 -0,087200 -0,160835
63,2580 64,1760 63,2270 14,8420 27,3270 X1 = 13,9640 15,4970 18,4180 72,0910 6,7424
0,15001 0,051235 -0,06226 -0,070797 -0,08556 -0,006377 2,31758 0,009130 0,00913 0,276120 -0,63759 0,084091 1,05719 -0,169443 -0,06583 0,012155 -0,20913 -0,066959 -2,20160 -0,073403
0,02088 -0,15367 -0,01891 -0,63759 0,08409 1,48185 -1,38388 0,15550 -0,04065 0,87380
0,01929 0,15484 -0,14640 1,05719 -0,16944 -1,38388 4,11023 -0,52508 -0,21284 -1,00121
-0,02641 -0,18952 -0,03207 -0,06583 0,01216 0,15550 -0,52508 1,60873 -0,15632 -0,66931
-0,076820 0,044389 0,006493 -0,209128 -0,066959 -0,040650 -0,212845 -0,156320 0,200358 0,062622
0,10913 -0,08720 -0,16084 2,20160 -0,07340 0,87380 -1,00121 -0,66931 0,06262 8,37615
57,5590 59,3360 58,1860 14,2730 25,0640 X2 = 13,5820 15,5000 17,5000 66,2730 6,4091
60
Selisih rataan 1 dengan rataan 2 X1 − X2
5,699 4,84 5,041 0,569 2,263 = 0,382 -0,003 0,918 5,818 0,3333
Maka X1 − X2 SG−1 = [0,289103 0,204386 0,858527 -0,796047 0,176992 -0,124910 -2,25555 -0,834151 0,567425 0,848766]
Dengan demikian diperoleh model fungsi diskriminan linier Fisher kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina adalah Y = 0,289103 X1 + 0,204386 X2 + 0,858527 X3 – 0,796047 X4 + 0,176992 X5 – 0,124910 X6 – 2,25555 X7 – 0,834151 X8 + 0,567425 X9 + 0,848766 X10 Sekarang kita dapat menguji apakah benar kesepuluh variabel dalam fungsi diskriminan Fisher cukup berarti menerangkan perbedaan antara kelompok domba Garut betina vs domba Ekor Gemuk betina atau ada variabel tertentu dalam model yang tidak berarti (tidak memberikan kontribusi yang berarti) sehingga dapat dikeluarkan dari model. Untuk tujuan ini maka dapat digunakan selang kepercayaan serempak (simultaneous confidence intervals) untuk beda nilai rata-rata diantara dua kelompok domba tersebut. Selang kepercayaan serempak berdasarkan formula berikut : c' X1 - X2 ± c' SG c
n1 + n2 2 T p,n1+n2-2 n1 n2
Nilai T2 diperoleh dari Tabel Hotelling dengan taraf nyata α = 0,05. Nilai c′ mengikuti perbandingan yang diinginkan misalnya untuk membandingkan vaiabel X 1 maka c′ = (1,0,0,0,0,0,0,0,0,0) dan seterusnya. Apabila selang kepercayaan serempak terdapat nilai nol, maka kedua rata-rata kelompok untuk variabel tersebut dianggap tidak berbeda nyata pada taraf tertentu, sehingga dapat dikeluarkan dari model. Dengan menggunakan persamaan selang kepercayaan serempak, maka dapat ditentukan variabel-variabel mana yang berperan dalam model fungsi diskriminan Fisher. Pengujian selang kepercayaan serempak dilakukan sebagai berikut: 61
1. Untuk variabel X1 (Tinggi Pundak) c′ = (1,0,0,0,0,0,0,0,0,0) X1 − X 2 ′ =[5,699 4,84 5,041 0,569 2,263 0,382 -0,003 0,918 5,818 0,333] c′ X1 − X2 = 5,699 c′ SG c =
1000000000
9,17875 7,17828 1,92973 0,30066 1,30048 1,13477 0,59879 1,63595 4,7165 0,131275 7,17828 9,90097 1,50062 0,66822 2,14266 1,38218 0,55411 1,89348 4,1840 0,274843 1,92973 1,50062 5,74323 0,60290 0,91424 0,75636 0,58477 0,82667 2,4802 0,305746 0,30066 0,66822 0,60290 0,86951 0,41774 0,36113 0,08272 0,35046 1,3554 0,236907 1,30048 2,14266 0,91424 0,41774 4,95087 0,48751 0,53949 0,81950 3,3243 0,230360 1,13477 1,38218 0,75636 0,36113 0,48751 1,41451 0,53767 0,44626 1,8343 0,051973 0,59879 0,55411 0,58477 0,08272 0,53949 0,53767 0,55415 0,37060 1,3209 0,065552 1,63595 1,89348 0,82667 0,35046 0,81950 0,44626 0,37060 1,27300 2,2367 0,196312 4,71647 4,18405 2,48019 1,35540 3,32427 1,83431 1,32093 2,23671 11,6904 0,472985 0,13128 0,27484 0,30575 0,23691 0,23036 0,05197 0,06555 0,19631 0,4730 0,205260
= 1 0 0 0 0 9,17875 7,17828 1,92973 0,300658 1,30048 1,13477 0,598788 1,63595 4,71647 0,131275 0 0 0 0 0
= 9,1788 = 3,02965
=
= =
n1+ n2 n1 n2
T2p,n1+n2-2
33 + 22 2 𝑇 10,53 33.22 33+22 33.22
0,05
24,7646= 1,8761 = 1,36971
Catatan: T2 (10,50)(0,05) = 25,256 T2(10,55) (0,05) = 24,437 Maka T2(10,53) (0,05) = 25,250 +
( 24,437 −25,256 ) (55−50)
53 − 50 = 24,7646 62
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 1 adalah: 5,699 ± (3,02965) (1,36971) 1,519259 ; 9,848741 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X1 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X1 (tinggi pundak) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 1 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 2. Untuk variabel X2 (Tinggi Pinggul): c′ = (0,1,0,0,0,0,0,0,0,0) c′ X1 − X2 = 4,8400 c′ SG c = 9,9010 = 3,14659 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 2 adalah: 4,8400 ± (3,14659) (1,36971) 0,5301 ; 9,1499 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X2 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X 2 (tinggi pinggul) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 2 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 3. Untuk variabel X3 (Panjang Badan): c′ = (0,0,1,0,0,0,0,0,0,0) c′ X1 − X2 = 5,0410 c′ SG c = 5,7432 = 2,39650 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 3 adalah: 5,0410 ± (2,39650) (1,36971) 1,75849 ; 8,323510 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X3 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X 3 (panjang badan) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 3 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 4. Untuk variabel X4 (Lebar Dada): c′ = (0,0,0,1,0,0,0,0,0,0) 63
c′ X1 − X2 = 0,5690 c′ SG c = 0,8695 = 0,932470 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 4 adalah: 0,5690 ± (0,932470) (1,36971) -0,70821 ; 1,84621 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X4 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X4 (lebar dada) sama diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X4 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 5. Untuk variabel X5 (Dalam Dada): c′ = (0,0,0,0,1,0,0,0,0,0) c′ X1 − X2 = 2,2630 c′ SG c = 4,9509 = 2,22506 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 5 adalah: 2,2630 ± (2,22506) (1,36971) -0,7846869 ; 5,3106869 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X5 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X5 (dalam dada) sama diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X5 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 6. Untuk variabel X6 (Lebar Pinggul): c′ = (0,0,0,0,0,1,0,0,0,0) c′ X1 − X2 = 0,3820 c′ SG c = 1,4145 = 1,18933 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 6 adalah: 0,3820 ± (1,18933) (1,36971) -1,247037; 2,011037 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X6 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X 6 (lebar pinggul) sama
64
diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X6 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 7. Untuk variabel X7 (Lebar Kelangkang): c′ = (0,0,0,0,0,0,1,0,0,0) c′ X1 − X2 = -0,0030 c′ SG c = 0,5541 = 0,744379 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X7 adalah: -0,030 ± (0,744379) (1,36971) -1,049583 ; 0,989583 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X7 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X7 (lebar kelangkang) sama diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X7 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 8. Untuk variabel X8 (Panjang Kelangkang): c′ = (0,0,0,0,0,0,0,1,0,0) c′ X1 − X2 = 0,9180 c′ SG c = 1,2730 = 1,12827 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 8 adalah: 0,9180 ± (1,12827) (1,36971) -0,6274027 ; 2,4634027 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X8 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X8 (panjang kelangkang) sama diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X8 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 9. Untuk variabel X9 (Lingkar Dada): c′ = (0,0,0,0,0,0,0,0,1,0) c′ X1 − X2 = 5,8180 c′ SG c = 11,6904 = 3,41912 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 2 adalah: 5,8180 ± (3,41912) (1,36971) 65
1,13479715 ; 10,50120285 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X9 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X9 (lingkar dada) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 9 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 10. Untuk variabel X10 (Lingkar Kanon): c′ = (0,0,0,0,0,0,0,0,0,1) c′ X1 − X2 = 0,3333 c′ SG c = 0,2053 = 0,453100 Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 2 adalah: 0,3333 ± (0,453100) (1,36971) -0,2873156 ; 0,9539156 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X10 melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X10 (lingkar kanon) sama diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X10 tidak dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. Korelasi antara setiap variabel dalam model dan fungsi diskriminan dapat dihitung dengan formula: R Y,Xi = di / Sii D2 Nilai D2 diperoleh dari: '
-1
X 1 - X 2 SG
X1 - X2
Sehingga dapat dihitung: X1 - X2
'
=[5,699 4,84 5,041 0,569 2,263 0,382 -0,003 0,918 5,818 0,333]
Invers Matriks Gabungan (SG-1) = 0,306166 -0,205633 -0,046595 -0,205633 0,298335 0,026173 -0,046595 0,026173 0,220703 0,150007 -0,062258 -0,085561 0,051235 -0,070797 -0,006377 0,020882 -0,153674 -0,018914 0,019293 0,154838 -0,146396 -0,026411 -0,189519 -0,032068 -0,076820 0,044389 0,006493 0,109130 -0,087200 -0,160835
0,15001 0,051235 -0,06226 -0,070797 -0,08556 -0,006377 2,31758 0,009130 0,00913 0,276120 -0,63759 0,084091 1,05719 -0,169443 -0,06583 0,012155 -0,20913 -0,066959 -2,20160 -0,073403
0,02088 -0,15367 -0,01891 -0,63759 0,08409 1,48185 -1,38388 0,15550 -0,04065 0,87380
0,01929 0,15484 -0,14640 1,05719 -0,16944 -1,38388 4,11023 -0,52508 -0,21284 -1,00121
-0,02641 -0,18952 -0,03207 -0,06583 0,01216 0,15550 -0,52508 1,60873 -0,15632 -0,66931
-0,076820 0,044389 0,006493 -0,209128 -0,066959 -0,040650 -0,212845 -0,156320 0,200358 0,062622
0,10913 -0,08720 -0,16084 2,20160 -0,07340 0,87380 -1,00121 -0,66931 0,06262 8,37615
66
Selisih rataan 1 dengan rataan 2 X 1 - X2
5,699 4,84 5,041 0,569 2,263 = 0,382 -0,003 0,918 5,818 0,3333
Jadi, '
-1
X 1 - X 2 SG
X1 - X2 = 9,6897
Dengan demikian korelasi antara Xi dan fungsi diskriminan Y dihitung sebagai berikut: R Y.X 1 =
5,6990 9,17875 (9,6897 )
(*)
= 0,604298 R Y.X 2 =
4,8400 9,90097 (9,6897 )
(*)
= 0,494141 R Y.X 3 =
5,0410 5,74323 (9,6897 )
(*)
= 0,6757463 R Y.X 4 =
0,5690 0,86951 (9,6897 )
(tn)
= 0,1960 R Y.X 5 =
2,2630 4,95087 (9,6897 )
(tn)
= 0,326729 R Y.X 6 =
0,3820 1,41451 (9,6897 )
(tn)
= 0,103182 R Y.X 7 =
−0,0030 0,55415 (9,6897 )
(tn)
= -0,0012946 67
0,9180
R Y.X 8 =
(tn)
1,27300 (9,6897 )
= 0,26138 5,8180
R Y.X 9 =
(*)
11,6904 (9,6897 )
= 0,546645 R Y.X 10 =
0,3333
(tn)
0,205260 (9,6897 )
= 0,236334 Dari korelasi antara variabel dalam model dengan fungsi diskriminan Fisher diketahui bahwa variabel X4, X5, X6, X7, X8, dan X10 berdasarkan selang kepercayaan 95% mengandung nilai nol, maka diputuskan untuk mengeluarkan X4, X5, X6, X7, X8, dan X10 dari model diskriminan Fisher. Dengan demikian model fungsi diskriminan Fisher untuk kelompok domba Garut betina dan domba Ekor Gemuk betina hanya melibatkan empat variabel pembeda terpenting yaitu X1, X2, X3, dan X9. Sekarang kita memiliki p = 4, melalui penghapusan baris keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan dan kesepuluh serta kolom keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan dan kesepuluh dari matriks S G (karena variabel-variabel tersebut dikeluarkan dari model), maka diperoleh matriks yang baru yaitu:
Matriks Gabungan (SG)
=
Invers Matriks Gabungan (SG-1) =
63,2580 64,1760 X1 = 63,2270 72,0910
9,17875 7,17828 1,92973 4,71647 0,275107 -0,177685 -0,028118 -0,041432
7,17828 9,90097 1,50062 4,18405 -0,177685 0,234789 0,004059 -0,013207
1,92973 1,50062 5,74323 2,48019
4,7165 4,1840 2,4802 11,6904
-0,028118 0,004059 0,196210 -0,031736
-0,041432 -0,013207 -0,031736 0,113716
57,5590 59,3360 X2 = 58,1860 66,2730
68
5,699 4,84 Selisih rataan 1 dengan rataan 2 X1 − X2 = 5,041 5,818 Maka X1 − X2 (SG-1) = 0,325050 0,0673773 0,663857 0,201577 Dengan demikian diperoleh model fungsi diskriminan linier Fisher yang terdiri atas empat variabel, yaitu: Y = 0,325050 X1 + 0,0673773 X2 + 0,663857 X3 + 0,201577 X9 Selang kepercayaan serempak dipergunakan kembali untuk menguji apakah keempat variabel berpengaruh dalam model atau masih ada variabel tertentu yang perlu dikeluarkan dari model fungsi diskriminan linier Fisher. Pengujian selang kepercayaan serempak dilakukan sebagai berikut 1. Untuk variabel X1 ( Tinggi Pundak) c′ = (1,0,0,0) X1 − X2 ′ =[5,699 4,84 5,041 5,818] c′ X1 − X2 = 5,66901 c′ SG c =
1000
=
9,17875 7,17828 1,92973 4,71647
7,17828 9,90097 1,50062 4,18405
1,92973 4,7165 1,50062 4,1840 5,74323 2,4802 2,48019 11,6904
1 0 0 0
1 0 9,17875 7,17828 1,92973 4,7165 0 0
= 9,1788 = 3,02965 n1 + n2 2 T(p,n1+n2 −2) n1 n2
69
=
=
33 + 22 2 T(4,53) 0,05 33.22 33+ 22 33.22
10,8458= 0,82165 = 0,906449
Catatan: T2 (4,50)(0,05) = 10,934 T2(4,55) (0,05) = 10,787 Maka T2(4,53) (0,05) = = 10,934 +
( 10,787−10,934) (55−50)
53 − 50 = 10,8458
Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 1 adalah: 5,699 ± (3,02965) (0,906449) 2,92279 ; 8,4152332 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X1 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X1 (tinggi pundak) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 1 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 2.
Untuk variabel X2 (Tinggi Pinggul): c′ = (0,1,0,0) c′ X1 − X2 = 4,8400 c′ SG c = 9,9010 = 3,14659
Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 2 adalah: 4,8400 ± (3,14659) (0,906449) 1,9878 ; 7,6922 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X2 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X 2 (tinggi pinggul) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 2 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 3.
Untuk variabel X3 (Panjang Badan): c′ = (0,0,1,0) c′ X1 − X2 = 5,0410 c′ SG c = 5,7432 = 2,39650 70
Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 3 adalah: 5,0410 ± (2,39650) (0,906449) 2,8687 ; 7,2133050 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X3 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X 3 (panjang badan) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X 3 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. 4.
Untuk variabel X9 (Lingkar Dada): c′ = (0,0,0,1) c′ X1 − X2 = 5,8180 c′ SG c = 11,6904 = 3,41912
Dengan demikian selang kepercayaan serempak 95% untuk variabel X 3 adalah: 5,8180 ± (3,41912) (0,906449) 2,71875 ; 8,9173579 Karena selang kepercayaan serempak 95% untuk X4 tidak melewati nol, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada taraf lima persen variabel X4 (lingkar dada) berbeda diantara dua kelompok domba yang diamati, sehingga X4 dapat dipertahankan dalam fungsi diskriminan Fisher. Korelasi antara setiap variabel dalam model dan fungsi diskriminan dapat dihitung dengan formula: RY,Xi = di / Sii D2 Nilai D2 diperoleh dari: ′
X1 − X 2 S−1 X1 − X 2 G
Sehingga dapat dihitung: X1 − X2
′
= [5,699 4,84 5,041 5,818]
Invers Matriks Gabungan (SG-1) =
0,275107 -0,177685 -0,028118 -0,041432
-0,177685 0,234789 0,004059 -0,013207
-0,028118 0,004059 0,196210 -0,031736
-0,041432 -0,013207 -0,031736 0,113716
71
5,699 4,84 Selisih rataan 1 dengan rataan 2 X1 − X2 = 5,041 5,818 Jadi, ′
X1 − X2 S−1 X1 − X2 = 6,6978 G Dengan demikian korelasi antara Xi dan fungsi diskriminan Y dihitung sebagai berikut: RY.X1 =
5,6990 9,17875 (6,6978 )
(*)
= 0,723018 RY.X2 =
4,8400 9,90097 (6,6978 )
(*)
= 0,594350 RY.X3 =
5,0410 5,74323 (6,6978 )
(*)
= 0,8127787 RY.X9 =
5,8180 11,6904 (6,6897 )
(*)
= 0,657496
Sehingga terbukti bahwa variabel-variabel pembeda antara kelompok betina domba Garut vs domba Ekor Gemuk adalah tinggi pundak (X1), tinggi pinggul (X2), panjang badan (X3) dan lingkar dada (X9).
72
Lampiran 3. Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Skor Diskriminan Y (Skor Diskriminan)
Y0 – m
(n = 55)
Kelompok Aktual (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
Penggolongan (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
1
1
83,0568
80,4688
1
2
1
85,7659
83,1779
1
3
1
76,6133
74,0253
1
4
1
81,3152
78,7272
1
5
1
83,8319
81,2439
1
6
1
84,1833
81,5953
1
7
1
82,8630
80,2750
1
8
1
85,8155
83,2275
1
9
1
83,3653
80,7773
1
10
1
76,9548
74,3668
1
11
1
83,3443
80,7563
1
12
1
79,9615
77,3735
1
13
1
84,1316
81,5437
1
14
1
79,7146
77,1266
1
15
1
78,9755
76,3876
1
16
1
78,3777
75,7897
1
17
1
79,4671
76,8791
1
18
1
84,1009
81,5129
1
19
1
80,6438
78,0558
1
20
1
80,5936
78,0056
1
21
1
80,2600
77,6720
1
22
1
76,2349
73,6469
1
23
1
84,5926
82,0046
1
24
1
82,2727
79,6847
1
25
1
79,4806
76,8926
1
26
1
83,6012
81,0132
1
27
1
82,9278
80,3398
1
Individu
73
Kelompok Aktual (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
Y (Skor Diskriminan)
Y0 – m
Penggolongan (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
28
1
80,6098
78,0218
1
29
1
76,6634
74,0754
1
30
1
79,8318
77,2438
1
31
1
83,6404
81,0524
1
32
1
85,4500
82,8620
1
33
1
77,2809
74,6929
1
34
2
76,7515
74,1635
1
35
2
75,5252
72,9372
1
36
2
77,0364
74,4484
1
37
2
79,7100
77,1220
1
38
2
76,3232
73,7352
1
39
2
73,9489
71,3609
1
40
2
72,3222
69,7342
1
41
2
72,2972
69,7092
1
42
2
75,2268
72,6388
1
43
2
77,3643
74,7763
1
44
2
73,0018
70,4138
1
45
2
75,7366
73,1486
1
46
2
75,8403
73,2523
1
47
2
73,3674
70,6793
1
48
2
74,8968
72,3087
1
49
2
73,0976
70,5096
1
50
2
74,6106
72,0226
1
51
2
76,3438
73,7558
1
52
2
72,6885
70,1005
1
53
2
71,3039
68,7159
1
54
2
71,8258
69,2378
1
55
2
74,1483
71,5603
1
Individu (n = 55)
74
Lampiran 4. Penggolongan Individu Kelompok Domba Garut Betina vs Domba Ekor Gemuk Betina Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Individu (n = 55)
Kelompok Aktual (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
W (Skor Wald Anderson)
Penggolongan (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
1
1
5,01405
1
2
1
7,72325
1
3
1
-1,42925
2*
4
1
3,27255
1
5
1
5,78925
1
6
1
6,14065
1
7
1
4,82035
1
8
1
7,77275
1
9
1
5,32265
1
10
1
-1,08785
2*
11
1
5,30165
1
12
1
1,91875
1
13
1
6,08895
1
14
1
1,67195
1
15
1
0,93295
1
16
1
0,33515
1
17
1
1,42455
1
18
1
6,05825
1
19
1
2,60125
1
20
1
2,55095
1
21
1
2,21735
1
22
1
-1,80775
2*
23
1
6,54995
1
24
1
4,23005
1
25
1
1,43795
1
26
1
5,55855
1
27
1
4,88515
1
75
Individu (n = 55)
Kelompok Aktual (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
W (Skor Wald Anderson)
Penggolongan (1=Garut; 2=Ekor Gemuk)
28
1
2,56715
1
29
1
-1,37925
2*
30
1
1,78915
1
31
1
5,59775
1
32
1
7,40725
1
33
1
-0,76175
2*
34
2
-1,29105
2
35
2
-2,51735
2
36
2
-1,00615
2
37
2
1,66735
1*
38
2
-1,71945
2
39
2
-4,09365
2
40
2
-5,72035
2
41
2
-5,74545
2
42
2
-2,81585
2
43
2
-0,67835
2
44
2
-5,04075
2
45
2
-2,30605
2
46
2
-2,20225
2
47
2
-4,77525
2
48
2
-3,14585
2
49
2
-4,94505
2
50
2
-1,43195
2
51
2
-1,69885
2
52
2
-5,35405
2
53
2
-6,73865
2
54
2
-6,21675
2
55
2
-3,89425
2
Keterangan: * = individu yang salah penggolongan 76
Lampiran 5. Cara Perhitungan Jarak Minimum D2-Mahalanobis Kelompok Domba Garut Betina dan Domba Ekor Gemuk Betina Perhitungan jarak D2-Mahalanobis antara domba betina kelompok Garut dan Ekor Gemuk adalah sebagai berikut: Jarak D2-Mahalanobis domba betina kelompok Garut dan Ekor Gemuk diperoleh melalui perhitungan dari perbandingan kelompok betina yang diamati: 1.
Garut dengan Ekor Gemuk D2 = X1 − X2
′
SG−1 X1 − X2
Sehingga, 63,2580 64,1760 X1 = 63,2270 72,0910
Selisih rataan 1 dengan rataan 2 X 1 - X2
Invers Matriks Gabungan (SG-1) =
57,5590 59,3360 X2 = 58,1860 66,2730
5,699 4,84 = 5,041 5,818
0,275107 -0,177685 -0,028118 -0,041432
-0,177685 0,234789 0,004059 -0,013207
-0,028118 0,004059 0,196210 -0,031736
-0,041432 -0,013207 -0,031736 0,113716
'
X1 - X2 = [5,699 4,84 5,041 5,818 ] Maka, '
-1
X 1 - X 2 SG
X1 - X2 = 6,6978
Jadi jarak D2- Mahalanobis adalah =
6,6978 = 2,588
77
Lampiran 6. Cara Pengukuran Bagian-Bagian Tubuh Domba
Tinggi Pundak (X1)
Panjang Badan (X3)
Dalam Dada (X5)
Tinggi Pinggul (X2)
Lebar Dada (X4)
Lebar Pinggul (X6)
78
Lebar Kelangkang (X7)
Panjang Kelangkang (X8)
Lingkar Dada (X9)
Lingkar Kanon (X10)
79
Lampiran 7. Formulir Isian Ukuran-Ukuran Tubuh Domba Kelompok Domba: ……………………………… No.
No. Jenis Tinggi Tinggi Identitas Kelamin Pundak Pinggul (cm) (cm)
Peternakan:………………………………...
Panjang Lebar Badan Dada (cm) (cm)
Dalam Lebar Dada Pinggul (cm) (cm)
Lebar Kelangkang (cm)
Panjang Lingkar Kelang- Dada kang (cm) (cm)
Lingkar Keterangan Kanon (cm)
80