PENGEMBANGAN MODEL GENERIK BERBASIS INTERVENSI TERHADAP PERILAKU MANUSIA UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG INDONESIA1 Arisetiarso Soemodinoto Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia, Jakarta; email
[email protected]; HP 0812-1008-6663 Suraji Direktorat Konservasi & Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta; email
[email protected]; HP 0812-8238-363 Sutraman Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia, Jakarta; email
[email protected]; HP 0856-2407-6000 Handoko Adi Susanto RARE Conservation Indonesia, Bogor; email
[email protected]; HP 0812-1163-3960 ABSTRAK Perikanan karang merupakan sumberdaya penting dalam mendukung perekonomian jutaan nelayan dan masyarakat pesisir di Indonesia. Namun pemanfaatannya semakin tidak terkendali dan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan. Agar manfaatnya dapat dipertahankan atau dipulihkan, sumberdaya perikanan karang perlu dikelola secara tepat dan efektif. Makalah ini menyajikan sebuah model generik untuk mengelola perikanan karang yang dapat digunakan di seluruh Indonesia. Model dibangun dengan mengacu kepada prinsip intervensi terhadap perilaku manusia, menggunakan pendekatan Open Standards for the Practice of Conservation dan perangkat lunak MIRADI, serta informasi relevan yang dikumpulkan melalui kajian pustaka. Model yang dibangun memiliki komponen lengkap yang dipersyaratkan, yaitu (i) lingkup pengelolaan; (ii) visi pengelolaan; (iii) target konservasi; (iv) ancaman-ancaman langsung maupun tak-langsung; dan (v) strategi dan sub-strategi yang dinilai dapat menangani dan menyelesaikan ancaman-ancaman; serta (vi) jasa ekosistem; dan (vii) para penerima manfaat pengelolaan perikanan karang. Untuk mendukung penerapannya, dibangun juga diagram Rantai Perubahan yang menampilkan perubahan-perubahan positif yang diharapkan terjadi agar kondisi perikanan karang dapat membaik. Model generik yang dihasilkan disarankan untuk direplikasi dan disesuaikan dengan situasi setempat, serta diperluas untuk menghasilkan dokumen Rencana Pengelolaan Perikanan Karang yang berorientasi hasil. Kata Kunci: perikanan karang, model pengelolaan, model konsep, rantai hasil perubahan, Indonesia PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perikanan karang merupakan salah satu sumberdaya penting dalam mendukung perekonomian jutaan nelayan dan masyarakat pesisir di Indonesia. Dengan asumsi bahwa semua nelayan skala-kecil yang ada di Indonesia menangkap ikan karang untuk penghidupannya, maka ada sekitar 600 ribu orang nelayan dan 2,4 juta orang keluarganya (BPS, 2013) yang tergantung secara langsung kepada perikanan karang. Meskipun demikian, perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa perikanan karang terancam oleh pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Penangkapan berlebih (overfishing) dan penggunaan alat dan cara tangkap yang merusak (destructive fishing) mengancam kelestarian dari populasi-populasi ikan karang bernilai ekonomis dan konsumsi karena penangkapan telah melebihi kemampuan mereka untuk pulih dan merusak habitat dan ekosistem dimana mereka biasanya memijah dan berkembang-biak (Burke et al. 2012; FAO, 2003; Radjawali, 2012; Rani, 2003). 1
Makalah dipresentasikan pada Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Karang Berkelanjutan Indonesia, Hotel Ramada Bintang Bali, Kuta, Bali, 24–27 November 2015.
1
Untuk mendukung pemanfaatan ikan secara berkelanjutan, pengelolaan perikanan terkini di Indonesia menerapkan Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management atau EAFM) (Adrianto et al., 2013; Musthofa et al., 2011). Pendekatan ini menggunakan enam domain yang relevan dengan perikanan karang, yaitu (1) sumberdaya ikan; (2) habitat dan ekosistem perairan; (3) teknis penangkapan ikan; (4) sosial; (5) ekonomi; dan (6) kelembagaan (Adrianto et al., 2013; Musthofa et al., 2011). Pendekatan EAFM diterapkan dengan pemahaman bahwa terdapat antaraksi di antara komponen-komponen ekosistem laut seperti sumberdaya ikan, manusia yang memanfaatkannya, habitat dan ekosistem tempat dimana sumberdaya ikan tinggal dan iklim, yang pada gilirannya bersama-sama menyokong pemanfaatan perikanan secara berkelanjutan (Adrianto et al., 2013; FAO, 2003; Musthofa et al., 2011). Di sisi lain, konservasi modern yang memadukan perlindungan sumberdaya hayati dengan pemanfaatan berkelanjutan, juga menerapkan pendekatan yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sebanyak mungkin dampak negatif kegiatan pemanfaatan oleh manusia terhadap sumberdaya hayati. Pendekatan yang disebut Open Standards for the Practice of Conservation atau OSPC (CMP, 2013), menggunakan ancaman sebagai dasar untuk mengidentifikasi masalah dan strategi pemecahan atau penanganan masalah, serta asumsi bahwa semua ancaman terhadap sumberdaya berakar pada kebutuhan dan perilaku manusia (Salafsky & Margoluis, 1999). Disamping berupaya menyokong pengelolaan kegiatan konservasi agar efektif memberikan dampak positif yang direncanakan, pendekatan ini juga dinilai lebih relevan karena intervensi yang direncanakan bertujuan untuk mengendalikan perilaku manusia. Dalam penggunaannya pendekatan ini menyarankan strateg-strategi yang diturunkan dari tiga aspek utama perencanaan dan pengelolaan konservasi yang efektif, yaitu (1) aspek tata-kelola; (2) aspek biofisik; dan (3) aspek sosio-ekonomi (CMP, 2013; Pomeroy et al., 2004). Aspek-aspek yang tercakup dalam OSPC dan pengelolaan konservasi yang efektif memiliki kesesuaian yang tinggi dengan domain-domain EAFM. Oleh karenanya model generik yang dibangun dan disajikan pada makalah ini bersifat komplementer terhadap pendekatan EAFM. Bahkan diharapkan model generik yang disajikan dalam makalah ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu piranti pilihan untuk melakukan perencanaan dalam menyusun dokumen rencana pengelolaan perikanan yang menerapkan pendekatan EAFM. B. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah untuk membangun sebuah model generik pengelolaan perikanan karang berbasis kepada intervensi terhadap perilaku dan kegiatan manusia yang mengancam keberlanjutan sumberdaya perikanan karang di Indonesia.
METODOLOGI A. Pembuatan Model Model generik pengelolaan perikanan karang dibangun dengan menggunakan pendekatan OSPC dan perangkat-lunak MIRADI (CMP, 2013). Diagram-alir proses membangun model generik disajikan pada Gambar 1. Pembuatan model generik pengelolaan perikanan karang, yang terdiri dari dua diagram, yaitu Model Konsep dan Rantai Perubahan, dilakukan setelah lingkup pengelolaan, visi pengelolaan dan target konservasi ditentukan, serta ancaman-ancaman baik langsung dan tak-langsung diidentifikasi untuk menentukan strategi dan sub-strategi yang dipilih untuk menangani atau menghilangkan ancaman-ancaman. B. Metode/Prosedur Pengumpulan Data Data dan informasi untuk menentukan (i) lingkup pengelolaan, (ii) visi pengelolaan, dan (iii) target konservasi; serta (iv) identifikasi ancaman penting; dan (v) pembuatan model 2
konsep dan rantai perubahan, seluruhnya diperoleh melalui kajian literatur atau mengacu kepada kebijakan atau peraturan yang tersedia. Untuk mengidentifikasi ancaman-ancaman langsung yang dihadapi oleh populasipopulasi ikan digunakan data dan informasi yang tercantum pada literatur (a.l. Burke et al., 2012; Radjawali, 2012; Rani, 2003). Sementara strategi-strategi yang dipilih adalah strategi-strategi dan sub-strategi yang kurang lebih mencerminkan semua domain EAFM (Adrianto et al., 2013; Musthofa et al., 2011), serta strategi-strategi lain yang serupa yang sudah tersedia pada literatur (a.l. Pomeroy et al., 2004). Dalam membangun Model Konsep dan Rantai Perubahan strategi-strategi yang dipilih diupayakan sedemikian rupa agar dapat mengatasi ancaman yang dihadapi oleh perikanan karang (CMP, 2013; Margoluis et al., 2013; Salafsky & Margoluis, 1999; Salafsky et al., 2008; Schwartz et al., 2012).
Menentukan Lingkup Pengelolaan
Menentukan Visi Pengelolaan
Menentukan Target Konservasi
Mengidentifikasi Ancaman Penting Membangun Model Konsep dan Rantai Perubahan terkait Gambar 1 – Diagram–alir pengembangan model generik pengelolaan perikanan karang
C. Analisis Data Seperti yang sudah disinggung di atas, semua data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan piranti-lunak MIRADI versi 4.2.0 untuk menghasilkan diagram-diagram Model Konsep dan Rantai perubahan seperti yang disajikan pada Subbab Hasil. Piranti-lunak MIRADI sendiri dapat diunduh melalui laman www.miradi.org.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil A.1. Lingkup Pengelolaan Menurut CMP (2013), Lingkup (scope) adalah “fokus geografis atau tematis suatu proyek” atau dalam kata lain untuk keperluan makalah ini Lingkup Pengelolaan dapat didefinisikan sebagai “fokus geografis atau tematis sebuah kegiatan pengelolaan.” Maka lingkup pengelolaan yang digunakan di sini adalah “ekosistem terumbu karang di Indonesia” dimana kegiatan penangkapan ikan karang bernilai ekonomi terjadi atau dilakukan oleh masyarakat nelayan setempat. 3
A.2. Visi Pengelolaan Visi adalah “sebuah deskripsi tentang status atau kondisi yang ingin dicapai oleh suatu proyek” (CMP, 2013). Sebuah visi yang lengkap dapat meliputi deskripsi tentang keanekaragaman-hayati di suatu tapak dan/atau suatu peta tentang tempat dimana proyek dilaksanakan, serta juga suatu ringkasan pernyataan visi (CMP, 2013). Dengan kata lain, Visi Pengelolaan dapat djuga didefinisikan sebagai “suatu pernyataan yang menggambarkan suatu status atau kondisi keanekaragaman-hayati dan sosial-ekonomi yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan pengelolaan (dalam satu periode waktu tertentu).” Visi pengelolaan yang ditawarkan untuk model generik adalah: “Melestarikan perikanan karang dan sumberdaya hayati terkait di ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh Indonesia, baik di dalam maupun di luar Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K), dengan mengutamakan keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya, bekerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan/para pemangku-kepentingan.” A.3. Target Konservasi Target Konservasi, atau sering juga disebut Target Keanekaragaman-hayati (biodiversity target) adalah “komponen keanekaragaman-hayati pada suatu proyek, yang dapat berupa species, habitat atau ekosistem yang dipilih sebagai fokus suatu proyek” (CMP, 2013). Semua target yang dipilih pada suatu tapak seyogianya secara kolektif mencerminkan keanekaragaman-hayati pada tapak tersebut (CMP, 2013). Untuk model generik yang akan dibangun, target konservasi tersebut adalah populasi-populasi ikan karang bernilai komersial maupun bernilai konsumsi. A.4. Ancaman-ancaman Penting terhadap Perikanan Karang di Indonesia Kajian awal tentang perencanaan dan pengelolaan konservasi menyarankan bahwa, inti dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah mengurangi atau menghilangkan ancaman yang dihadapi oleh suatu sumberdaya atau target konservasi (Salafsky & Margoluis, 1999; Salafsky et al., 2008; Schwartz et al., 2012). Dengan mengacu kepada satu atau beberapa ancaman (langsung) penting terhadap satu atau beberapa target konservasi, akan lebih mudah untuk membangun strategi yang diperlukan untuk menghilangkan atau melakukan mitigasi ancaman terhadap sumberdaya, disamping mengarahkan kegiatan pengelolaan yang harus dilakukan. Beberapa ancaman penting yang langsung sifatnya (direct threats) terhadap perikanan karang adalah: (setelah Burke et al., 2012; Radjawali, 2012; Rani, 2003) Penangkapan (ikan) berlebih. Penangkapan (ikan dengan cara) merusak. Pencemaran (akibat kegiatan di darat). Pembangunan pesisir. Dampak perubahan iklim, seperti misalnya kenaikan suhu permukaan laut dan pengasaman air laut. Disamping ancaman langsung, terdapat ancaman-ancaman tak-langsung yang memicu dan turut menyumbang kepada tekanan yang dialami oleh target konservasi (Salafsky & Margoluis, 1999; Salafsky et al., 2008; Schwartz et al., 2012). Mengacu kepada ancamanancaman langsung yang disebabkan oleh kegiatan manusia yang disampaikan di atas, beberapa ancaman tak-langsung tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Perlu ditekankan di sini bahwa daftar yang dibuat sebetulnya berasal dari penyederhanaan masalah untuk menggambarkan bagaimana sebuah ancaman dipicu dan didorong oleh satu atau beberapa ancaman tak-langsung. Pada proses identifikasi ancaman-ancaman langsung dan tak-langsung, daftar ini bisa menjadi sangat panjang. Sebagai contoh, ancaman langsung “penangkapan (ikan) berlebih” disebabkan oleh ancaman tak-langsung (tingkat pertama) “penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dan tidak ramah-lingkungan”. Apa yang menyebabkan “penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dan tidak ramahlingkungan” ini? Di sini dipilih ancaman tak-langsung (tingkat kedua), yaitu “rendahnya pemahaman para pemangku-kepentingan” yang berakibat kepada “rendahnya kepatuhan”. 4
Adapun pemicu, atau ancaman tak-langsung (tingkat ketiga), dari “rendahnya pemahaman para pemangku-kepentingan” adalah “kebijakan pembangunan yang tidak serasi” dalam pengertian luas (misal, pendidikan dan perencanaan pembangunan yang tidak memasukkan komponen pembangunan yang berkelanjutan), dan “rendahnya kepatuhan” yang disebabkan oleh “lemahnya penegakan aturan/hukum”. Tabel 1 – Beberapa ancaman tak-langsung yang menyumbang kepada ancaman langsung terhadap perikanan karang Ancaman tak-langsung atau Faktor penyumbang Ancaman Tingkat 2 langsung Tingkat 1 (segera) Tingkat 3 (pemicu) (penyumbang) (a) Lemahnya Rendahnya Penggunaan alatpenegakan pemahaman para Penangkapan tangkap yang nonaturan/hukum; pemangku(ikan) berlebih selektif dan tak(b) Kebijakan kepentingan ramah lingkungan pembangunan rendahnya kepatuhan yang tidak serasi. (a) Lemahnya Penggunaan alatRendahnya penegakan Penangkapan tangkap yang takpemahaman para aturan/hukum; (ikan dengan ramah lingkungan; pemangku(b) Kebijakan cara) merusak penggunaan bom dan kepentingan pembangunan racun rendahnya kepatuhan yang tidak serasi. (a) Lemahnya Rendahnya penegakan Pembangunan pemahaman para aturan/hukum; Pencemaran pertanian yang takpemangku(b) Kebijakan berkelanjutan kepentingan pembangunan rendahnya kepatuhan yang tidak serasi. (a) Lemahnya Rendahnya Pembangunan di penegakan pemahaman para Pembangunan wilayah pesisir yang aturan/hukum; pemangkupesisir tidak mengindahkan (b) Kebijakan kepentingan rencana tata ruang pembangunan rendahnya kepatuhan yang tidak serasi.
A.5. Model Generik Pengelolaan Perikanan Karang Pada sub-bab ini disajikan diagram-diagram Model Konsep (Conceptual Model) dan Rantai Perubahan (Results Chains) yang mencerminkan model generik untuk mengelola perikanan karang di Indonesia secara efektif dan berkelanjutan. A.5.1. Model Konsep Model Konsep adalah “sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara faktor-faktor kunci yang diidentifikasi melalui analisis situasi dan dipercaya akan berdampak atau mengarah kepada satu atau beberapa target konservasi” (CMP, 2013). Idealnya sebuah model dapat menggambarkan keterkaitan antara target konservasi dengan ancamanancaman langsung dan tak-langsung, termasuk peluang, pemangku-kepentingan dan titiktitik dimana intervensi kunci dapat dilakukan. Dengan diagram seperti ini akan mudah untuk memilih atau membangun strategi untuk menangani ancaman-ancaman (CMP, 2013). Model Konsep generik untuk pengelolaan perikanan karang disajikan pada Gambar 2.
5
Gambar 2 – Model Konsep generik untuk pengelolaan perikanan karang di Indonesia (diagram yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1)
A.5.2. Rantai Perubahan Rantai Perubahan merupakan “sebuah diagram yang menggambarkan asumsi inti yang digunakan dalam pengelolaan (atau Teori Perubahan; cf. Margoluis et al., 2013), serta urutan logis yang menautkan strategi, dan sub-strategi, bila ada, yang dipilih dengan satu atau lebih target” (CMP, 2013). Target di sini adalah ancaman-ancaman langsung dan taklangsung (serta peluang-peluang dan keterlibatan pemangku-kepentingan) yang ingin ditangani (dan didorong) (CMP, 2013; Margoluis et al., 2013). Secara sederhana, diagram Rantai Perubahan disajikan seperti pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 – Urutan logis Rantai Perubahan, dari strategi sampai hasil dan dampak yang diinginkan (setelah Margoluis et al., 2013).
Hasil pada boks berwarna ungu muda merupakan hasil dari penerapan strategi/sub-strategi terhadap ancaman langsung; sementara hasil pada boks berwarna biru muda merupakan hasil dari penerapan strategi/sub-strategi terhadap ancaman tak-langsung. Urutan dari kiri ke kanan (boks berwarna biru muda boks berwarna ungu muda oval berwarna hijau muda) mencerminkan urutan logis dari Teori Perubahan yang dibuat untuk mengidentifikasi dan memilih strategi yang paling cocok (cf. Margoluis et al., 2013). Dengan demikian, untuk mencapai hasil pada boks berwarna ungu muda diperlukan pencapaian hasil pada boks berwarna biru muda. Rantai Perubahan yang dihasilkan dari Model Konsep generik pengelolaan perikanan karang (Gambar 2) disajikan pada Gambar 4 di bawah ini. Seperti yang dapat dilihat, strategi dan sub-strategi yang dipilih mengarah kepada satu atau beberapa hasil (outcomes) sebelum akhirnya bermuara pada kondisi perikanan terumbu karang (atau populasi ikan karang). Hal serupa juga dialami oleh para penerima-manfaat dari pengelolaan perikanan karang yang efektif dan berkelanjutan.
6
Gambar 4 – Diagram Rantai Perubahan terkait dengan Model Konsep generik pengelolaan perikanan karang (diagram yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2)
Diagram Rantai Perubahan pada Gambar 4 menyarankan bahwa, untuk setiap strategi dan/atau sub-strategi, langkah-langkah yang diambil untuk menerapkannya secara logis mengikuti sebuah alur dimana penanganan ancaman-ancaman tak-langsung merupakan prasyarat untuk mengangani ancaman langsung. Meski pun demikian, tidak berarti bahwa penanganan ancaman langsung harus menunggu penanganan ancamanancaman tak-langsung selesai dahulu. Di dunia nyata, strategi yang relevan dan terkait langsung (straighforward) dengan ancaman-ancaman langsung juga tetap dilaksanakan secara simultan. Oleh karena itu, ketersediaan sumberdaya manusia, dana dan sumberdaya penunjang lainnya harus dipertimbangkan dengan seksama (termasuk untuk menentukan prioritas intervensi atau kegiatan-terkait pengelolaan mana yang harus didahulukan). Sekiranya baik sumberdaya manusia dan pendanaan tidak mencukupi, pelibatan masyarakat, para pemangku-kepentingan lainnya, dan pihak swasta merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk tetap melakukan pengelolaan, menerapkan strategi dan meningkatkan kinerja pengelolaan. B. Pembahasan Model generik yang dikembangkan pada kajian ini menggunakan intervensi terhadap perilaku manusia dalam rangka menyokong pengelolaan perikanan karang. Semua ancaman penting yang teridentifikasi pada kajian ini adalah kegiatan manusia yang, bila tidak ditangani dengan baik dan benar, akan mengancam keberlanjutan jasa ekosistem perikanan karang yang seharusnya dapat dinikmati secara berkesinambungan. Intervensi terhadap pola-pikir dan perilaku manusia merupakan strategi yang paling layak meskipun tidak mudah dan dalam banyak kasus membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit (Margoluis et al., 2013; Schwartz et al., 2012). Seperti yang disitir oleh Low (2004), akar persoalan pada pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman-hayati sebenarnya terletak pada konflik dan inkonsistensi pada manusia sendiri. Konflik dan inkonsistensi terjadi karena perbedaan kepentingan dan ketidakmauan untuk bekerjasama yang berakar pada pola-pikir dan perilaku yang termanifestasi darinya (Low, 2004). Konflik dan inkonsistensi ini juga tercemin pada kebijakan-kebijakan yang alih-alih ingin mendukung lingkungan dan konservasi tetapi pada pelaksanaannya berlawanan dari tujuan tersebut (perverse policies; SCBD, 2011). Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya mengelola 7
perikanan karang sebetulnya adalah mengelola sumberdaya hayati melalui cara-cara untuk mempengaruhi dan mengubah pola-pikir dan perilaku manusia. Manusia di sini tidak terbatas kepada para nelayan dan perantara/pengepul saja, tetapi juga para konsumen, para pengambil-kebijakan dan para penegak hukum, dan khalayak luas. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2, strategi-strategi yang diusulkan semuanya bertujuan untuk mempengaruhi dan selanjutnya mengubah pola-pikir dan perilaku dari manusia yang mengancam populasi-populasi ikan karang bernilai ekonomis dan konsumsi yang menjadi tulang-punggung perikanan karang. Strategi-strategi yang dipilih harus sedemikian rupa dapat mengatasi ancaman penting langsung maupun taklangsung yang dihadapi oleh perikanan karang (CMP, 2013; Margoluis et al., 2013; Salafsky & Margoluis, 1999; Salafsky et al., 2008; Schwartz et al., 2012). Strategi-strategi tersebut diharapkan memberikan hasil yang direncanakan, yaitu perubahan-perubahan pada tatanan pola-pikir dan kemudian perilaku, yang pada gilirannya akan mengurangi sebanyak mungkin atau bahkan menghilangkan ancaman terhadap ikan-ikan karang. Sebagai contoh, disamping upaya penegakan hukum, kampanye terhadap konsumen dapat mengubah pola-pikir yang pada gilirannya memberi tekanan kepada pasar melalui peningkatan permintaan kepada ikan-ikan yang ditangkap dengan cara-cara yang ramahlingkungan dan menggunakan alat tangkap yang legal. Tekanan terhadap pasar ini juga pada gilirannya akan memberi tekanan baik kepada perantara maupun para nelayan untuk memenuhi permintaan pasar dengan persyaratan yang berubah. Penerapan suatu skema yang saling menguntungkan semua pihak dan mendorong konservasi sumberdaya perikanan, seperti misalnya sertifikasi oleh Marine Stewardship Council (MSC) (https://www.msc.org/), tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk mendorong nelayan dan perantara/pengepul untuk mendukung pengangkapan dan pasok ikan secara berkelanjutan. Lembaga seperti MSC menerapkan standar ukuran dan harga yang tujuannya dapat memenuhi permintaan pasar dan pada saat yang bersamaan meredam tekanan terhadap populasi ikan bernilai ekonomis. Strategi lainnya, seperti penerapan kebijakan berorientasi insentif dan disinsetif kelihatannya sudah harus menjadi pilihan logis karena selama ini banyak kebijakan yang memberi dampak negatif terhadap upaya konservasi sumberdaya hayati (perverse policies; SCBD, 2011), dan terabaikannya dampak negatif upaya konservasi terhadap mata-pencaharian masyarakat (a.l. Mohammed & Wahab, 2013). Belajar dari pengalaman di Bangladesh, kegiatan-kegiatan yang menyumbang dengan nyata kepada konservasi sumberdaya perikanan, seperti penggunaan cara dan alat tangkap yang menyokong konservasi, sudah seharusnya diberi hadiah alias insentif ekonomi. Dengan demikian, hal ini dapat menjadi contoh bagi anggota nelayan atau masyarakat lain yang belum mau berubah (Mohammed & Wahab, 2013). Di sisi lain, kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap sumberdaya perikanan sudah selayaknya dihukum atau diberi disinsentif yang dapat dilakukan melalui penegakan hukum positif yang konsisten atau melalui hukuman sosial yang dilakukan oleh masyarakat sendiri (SCBD, 2011). Diagram model konsep dan rantai perubahan juga menyarankan bahwa intervensi terhadap perilaku manusia dapat menyumbang kepada upaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan ancaman langsung yang tidak dapat ditangani melalui intervensi karena kondisinya yang berada di luar kendali manusia, tetapi perubahan pola-pikir dan perilaku yang menyokong pemanfaatan berkelanjutan akan meningkatkan resiliensi baik sistem ekologi (yaitu, perikanan karang) dan sistem sosial (yaitu, manusia yang tergantung kepada perikanan karang) yang secara berpasangan meningkatkan kemampuan adaptasi (cf. Charles, 2012). PENUTUP A. Kesimpulan Sebuah model generik berbasis intervensi terhadap perilaku manusia untuk pengelolaan perikanan karang yang efektif dan berkelanjutan di Indonesia telah dibuat dengan menggunakan data dan informasi dari literatur. Model generik tersebut dapat dijadikan 8
sebagai basis untuk merancang dan merencanakan pengelolaan perikanan karang yang secara efektif sangat mengurangi atau menghentikan ancaman penting langsung yang disebabkan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan karang. B. Saran / Rekomendasi Meski masih memiliki keterbatasan, model generik yang sudah dibangun sangat disarankan untuk diuji melalui replikasi di berbagai tapak dimana perikanan karang dilakukan. Karena pengelolaan bersifat khas-tapak (site-specific), agar model generik relevan dengan situasi setempat, perlu dilakukan penyesuaian dengan menambahkan komponen-komponen yang cocok dari masing-masing tapak, bila ada. Komponenkomponen tersebut dapat berupa ancaman langsung dan/atau tak-langsung maupun strategi inovatif selain yang sudah tercantum pada Model Konsep generik. Hal yang sama juga berlaku untuk diagram Rantai Perubahan. Komponen-komponen yang sudah ada pada model generik pun, bila perlu, dapat dikurangi atau diganti dengan yang lebih cocok. Penyesuaian model generik dengan situasi setempat akan memperkaya pengetahuan kita tentang keragaman dalam melakukan pengelolaan ikan karang, dan tentunya pengalaman di suatu tempat bisa dijadikan contoh bagi penerapan di tempat lain. Tujuannya tidak lain agar pengelolaan perikanan yang berorientasi hasil dapat terwujud dan memberikan dampak positif baik sumberdaya perikanan karang itu sendiri maupun nelayan dan masyarakat pesisir yang tergantung kepadanya secara sosioekonomi. DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L., Habibi, A., Fahrudin, A., Azizy, A., Susanto, H.A., Musthofa, I., Kamal, M.M., Wisudo, S.H., Wardiatno, Y., Raharjo, P. & Nasution, Z. (2013). Penilaian Indikator untuk Pengelolaan Perikanan Berpendekatan Ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management). Jakarta: National Working Group II EAFM, Direktorat Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 201 hal. BPS – Badan Pusat Statistik (2013). Sensus Pertanan 2013 – Subsektor Perikanan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Dapat diunduh melalui http://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/ site/topik?kid=6&kategori=Perikanan. Burke, L., Reytar, K., Spalding, M. & Perry, A. (2012). Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. Washington, DC: World Resources Institute, viii + 76 hal. Charles, A. (2012). People, oceans and scale: governance, livelihoods and climate change adaptation in marine social–ecological systems. Current Opinion in Environmental Sustainability, 4: 351-357. CMP – The Conservation Measures Partnership (2013). Open Standards for the Practice of Conservation, Version 3.0 / April 2013. Tersedia pada dan dapat diunduh melalui http://cmp-openstandards.org/wp-content/uploads/2014/03/CMP-OS-V3-0-Final.pdf FAO – Food and Agriculture Organization of the United Nations (2003). Fisheries Management. 2. The ecosystem approach to fisheries. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations, 112 hal. Low, B.S. (2004). Human behavior and conservation. Endangered Species Update, 21(1): 14-22. Margoluis, R., Stem, S., Swaminathan, V., Brown, M., Johnson, A., Placci, G., Salafsky, N. & Tilders, I. (2013). Results chains: a tool for conservation action design, management, and evaluation. Ecology and Society, 18(3): 22. http://dx.doi.org/10.5751/ES-05610180322 Mohammed, E.Y. & Wahab, Md. A. (2013). Direct economic incentives for sustainable fisheries management: the case of Hilsa conservation in Bangladesh. London: International Insitute for Environment and Development, iv + 34 hal.
9
Musthofa, I., Habibi, A., Adrianto, L., Wardiatno, Y., Susanto, H.A., Azizy, A., Trihandoyo, A. & Nurcahyanto, A. (2011). Kajian Awal Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Jakarta & Bogor: WWF-Indonesia & Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut - Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), 157 hal. Pomeroy, R.S., Parks, J.E. & Watson, L.M. (2004). How is your MPA doing? A Guidebook of Natural and Social Indicators for Evaluating Marine Protected Area Management Effectiveness. Gland (Switzerland) & Cambridge (UK): IUCN, xvi + 216 hal. Radjawali, I. (2012). Examining local conservation and development: Live reef food fishing in Spermonde Archipelago, Indonesia. Journal of Integrated Coastal Zone Management, 12(4): 545-557. Rani, C. (2003). Perikanan dan terumbu karang yang rusak: bagaimana mengelolanya? Jurnal Bionatura, 5(2): 97-111. Salafsky, N. & Margoluis, R. (1999). Threat Reduction Assessment: a Practical and CostEffective Approach to Evaluating Conservation and Development Projects. Conservation Biology, 13(4): 830–841. Salafsky, N., Salzer, D., Statterfield,A.J., Hilton-Taylor, C., Neugarten, R., Butchart, S.H.M., Collen, B., Cox, N., Master, L.L., O’Connor, S. & WIlkie, D. (2008). A Standard Lexicon for Biodiversity Conservation: Unified Classifications of Threats and Actions. Conservation Biology, 22(4): 897–911. SCBD – Secretariat of the Convention on Biological Diversity (2011). Incentive measures for the conservation and sustainable use of biological diversity: case studies and lessons learned. Montreal: Secretariat of the Convention on Biological Diversity, United Nations Environmental Programme, 64 hal. Schwartz, M.W., Deiner, K., Forrester, T., Grof-Tisza, P., Muir, M.J., Santos, M.J., Souza, L.E., Wilkerson, M.L. & Zylberberg, M. (2012). Perspectives on the Open Standards for the Practice of Conservation. Biological Conservation, 155: 169–177.
10
LAMPIRAN 1: Model Konsep generik untuk pengelolaan perikanan karang di Indonesia
11
LAMPIRAN 2: Diagram Rantai Perubahan terkait dengan Model Konsep generik pengelolaan perikanan karang
12