PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE, PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN
BRURY MARCO SILALAHI A24070048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT
BRURY
MARCO
SILALAHI.
Waste
Management
of
Oil
Palm
(Elaeis guineensis Jacq.) in Angsana Estate PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, South Kalimantan. (Under Supervision of SUPIJATNO).
FFB (Fresh Fruit Bunch) process in the oil palm factory in addition yield primary products both of CPO (Crude Palm Oil) and the kernel, also yield by products in the form of solid waste (shells, fibers, and empty fruit bunch/EFB) and liquid waste or commonly known as POME (Palm Oil Mill effluent). Waste materials are potentially be pollutant for the environment (water, soil, dan air). On the other hand it is contain organic matter and nutrients that can be used to improve soil fertility in an effort to increase of plant productivity (from EFB and POME applications). Utilization of waste as a form of waste management is directed to reduce blackened power waste and to increase plant production as well as the application of zero waste concept in an efforts to achieve sustainable agriculture and environment friendly industry. Purpose of this internship are to learn about waste products management of palm oil, to analyze waste product utilization as an organic fertilizer, and to improve the profesional ability both technical and managerial in the management of palm oil plantation. This internship was conducted at Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, South Kalimantan from February to June 2011. Activities that undertaken are include the activities that related to technical and managerial aspects both in the field and in the office, doing observation about the utilization of waste product as an organic fertilizer in the field, and collecting data and informations. The analysis result showed that empty fruit bunch (EFB) application can increase the amount of nutrient on palm oil leaf especially Potassium and increase palm oil productivity. EFB application basically more leads to increased soil fertility and increase water holding capacity in soil and nutrient elements for the
better. In particular the EFB application at Angsana Estate has not been made as a substitution for the use of inorganic fertilizers, it just as a supplement only. Liquid waste (POME) is potential as a pollutant to the receipient media (water, soil, and air) so it must be processed to conform to quality standards that are allowed before it is disposed. POME treatment at PT LSI is done by using ponding system. Ponding system were considered effective, it can reduce the BOD values (Biological oxygen Demand) to <1000 mg/L. Basically, the utilization of POME as organic fertilizer preferred to suppress the negative effects that may be incurred if it discharged directly into open water. BOD values that are permitted for land application is <5000 mg/L, while if discharged directly into open water then the value of BOD should be taken down to <100 mg/L. BOD values showed the amount of organic material on POME. POME with low BOD values (<1000 mg/L) mean it poor of organic matter and nutrients for plant so that their impact on growth and crop production. POME application in Angsana Estate provide a positive impact to soil fertility improvement that seen from the soil texture improvements, repair of weight per volume, porosity, and permeability of the soil, improve soil pH and increase cation exchange capacity of the soil. POME application significantly influenced the increase crop produtivity from increase total bunch/hectare/year but has not shown a significant effect to the increase leaf nutrient status. POME application does not provide negative impact of water surface quality. Key words: By Products, EFB application, Palm oil, POME application, Waste management
RINGKASAN BRURY MARCO
SILALAHI.
Pengelolaan
Limbah
Kelapa
Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas
Plantation
Group,
Kalimantan
Selatan.
(Dibimbing
oleh
SUPIJATNO). Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) selain menghasilkan produk utama berupa CPO (Crude Palm Oil) dan kernel juga menghasilkan by products (hasil samping) berupa limbah padat dalam bentuk cangkang, serabut, dan janjangan kosong (JJK) dan limbah cair atau biasanya dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah yang dihasilkan berpotensi sebagai bahan pencemar bagi lingkungan (air, tanah, dan udara). Di sisi lain limbah hasil samping pengolahan TBS mengandung bahan organik dan unsur hara yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit (aplikasi JJK dan POME). Pemanfaatan limbah sebagai salah satu bentuk pengelolaan limbah diarahkan untuk mengurangi daya cemar limbah dan peningkatan produksi tanaman sekaligus sebagai upaya penerapan konsep zero waste untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah lingkungan. Secara khusus kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari penanganan dan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pupuk organik dan secara umum bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas penulis baik teknis maupun manajerial dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Kegiatan magang dilakukan di Angsana Estate, PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari hingga Juni 2011. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun, melakukan pengamatan mengenai pemanfaatan limbah sebagai pupuk organik di lapangan serta kegiatan pengumpulan data dan informasi.
Aplikasi janjangan kosong (JJK) yang dilakukan di Angsana Estate berpengaruh positif terhadap peningkatan ketersediaan unsur hara Kalium pada daun dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman kelapa sawit meskipun belum konsisten. Aplikasi JJK pada dasarnya lebih mengarah kepada peningkatan kesuburan tanah sehingga kemampuan tanah dalam menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Secara khusus aplikasi JJK di ASE belum dilakukan sebagai substitusi bagi penggunaan pupuk anorganik, masih sebatas sebagai suplemen saja. Limbah cair (POME) berpotensi sebagai bahan pencemar bagi media penerima (air, tanah, dan udara) sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang agar sesuai dengan baku mutu yang diijinkan. Pengolahan limbah cair yang dilakukan perusahaan adalah dengan menggunakan sistem kolam. Sistem kolam (ponding system) dinilai efektif karena dapat menurunkan BOD (Biological Oxigen Demand) hingga < 1 000 mg/L. Pada dasarnya pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk organik diutamakan untuk menekan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan jika dibuang langsung ke perairan bebas. Nilai BOD yang diijinkan untuk aplikasi lahan adalah <5 000 mg/L sedangkan jika dibuang langsung ke perairan bebas maka nilai BOD harus diturunkan hingga <100 mg/L. Nilai BOD meunjukkan banyaknya kandungan bahan organik yang harus dirombah oleh mikroorganisme dalan tiap ton air limbah. Limbah cair dengan nilai BOD tinggi sangat mencemari lingkungan. Limbah cair dengan nilai BOD rendah (<1 000 mg/L) berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman.sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tidak signifikan. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk organik yang dilakukan di Angsana Estate memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kesuburan tanah terlihat dari perbaikan tekstur tanah, perbaikan bobot per volume, porositas, dan permeabilitas tanah, memperbaiki pH dan meningkatkan KTK tanah. Aplikasi limbah cair berpengaruh nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman terutama terhadap peningkatan perolehan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) tetapi belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan status hara dalam daun. Aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif terhadap kualitas air permukaan.
PENGELOLAAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE, PT LADANGRUMPUN SUBURABADI, MINAMAS PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
BRURY MARCO SILALAHI A24070048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: PENGELOLAAN
LIMBAH
KELAPA
SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI ANGSANA ESTATE, PT LADANGRUMPUN
SUBURABADI,
MINAMAS
PLANTATION GROUP, KALIMANTAN SELATAN Nama
: BRURY MARCO SILALAHI
NIM
: A24070048
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Supijatno, MSi. NIP 19610621 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Pengesahan: …………………….
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Juli 1989. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bitner Benediktus Silalahi dan Suarsih Br. Hutapea. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh penulis diantaranya SD Negeri 013833 Marjanji Aceh dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bandar Pulau dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Bandar Pulau dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program S-1 Mayor-Minor Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten matakuliah Agama Katolik (Tim Pendamping). Pada tahun yang sama penulis aktif sebagai pengurus UKM KeMaKI sebagai koordinator divisi dan pada tahun 2009 penulis terpilih sebagai ketua UKM KeMaKI (Lurah) untuk periode 2009/2010. Pada tahun 2010, penulis juga menjadi asisten praktikum matakuliah Ekologi Pertanian.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan anugerah yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua (Bitner Benediktus Silalahi dan Suarsi Hutapea), abang Eko Mateus, dan adik-adik; Paskalis, Biwambri, Paris, dan Ocky serta segenap keluarga besar yang telah memberi dukungan doa, motivasi dan biaya kepada penulis selama menjalani pendidikan. 2. Ir. Supijatno, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalani magang sampai dengan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. yang telah bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran-saran yang diberikan untuk perbaikan skripsi. 4. Dr.Ir. Ni Made Armini Wiendy sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan. 5. Direksi PT Minamas Plantation yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang. 6. Bapak Puji Sasmito selaku Estate Manajer ASE, Bapak Iwan Dharmawan, serta kepada staf-staf kebun lainnya; Bapak Agus Setiawan, Bapak Jaka Istiarta, Bapak Ali Syafii, dan Bapak Ahmad Isa Almasih yang sekaligus menjadi pembimbing lapang yang telah memberi bimbingan, masukan, motivasi, serta fasilitas selama kegiatan magang. 7. Segenap supervisi (Mandor dan Kerani) divisi I Angsana Estate: Bapak Eko, Bapak Yudho, Ibu Devi, Bapak Wahyudi, Bapak Sukarmi, Bapak Zulman, Bapak Jiono, Bapak Sulhadi, Bapak Slamet, Bapak Turlim,
Bapak Rais, Bapak Herman, Bapak Rudi, Bapak Saminu, dan Bapak Zulkaryadi atas kebersamaanya selama 4 bulan. 8. Bapak Sugiyono selaku manager ASF serta segenap karyawan dan sample boy Lab. ASF. 9. Teman-teman magang: Winda, Rano, Midian dan Walad atas kebersamaan dan kerjasamanya selama magang. 10. Edhita Maria Ferdinanda yang telah memberi semangat selama magang dan membangunkan hampir setiap pagi hari. 11. Teman-teman AGH angkatan 44 yang selama ini menjadi teman seperjuangan selama menempuh pendidkan di IPB. 12. Sahabat-sahabat tercinta (Adit; teman sekamar tempat berbagi suka duka, juga Anton dan Leo) serta seluruh penghuni Perwira 43 (abang-abang, kakak-kakak, dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan yang tak terlupakan. 13. Tim Pendamping IPB secara khusus Densus 08 (Anton, Bambang, Manta, Rio, Dika, Isak, Leo42, Lisa, Ayu, Lusi, Chisy, Eny, Adian, Ulin, Sari, Ela, Arianti), terima kasih atas kebersamaan dan kenangan indah yang sangat berkesan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Bogor, Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
iii
PENDAHULUAN.........................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan ....................................................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
4
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit ...................................................... Ekofisiologi Kelapa Sawit ..................................................................... Limbah dan Potensinya .......................................................................... Limbah Padat........................................................................... Limbah Cair(POME) ...............................................................
4 5 6 6 8
METODE MAGANG ...................................................................................
9
Tempat dan Waktu ................................................................................. Metode Pelaksanaan............................................................................... Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi .............................. Analisis Data dan Informasi ..................................................................
9 9 10 10
KONDISI UMUM KEBUN..........................................................................
12
Sejarah dan Perkembangan .................................................................... Letak Geografis Kebun .......................................................................... Keadaan Iklim dan Tanah ...................................................................... Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan ..................................................... Keadaan Tanaman dan Produksi............................................................ Organisasi dan Ketenagakerjaan ............................................................ Fasilitas Kesejahteraan Karyawan .........................................................
12 12 12 14 14 15 16
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG.................................................
18
Aspek Teknis.......................................................................................... Pengendalian Gulma. .............................................................. Pengendalian Hama Terpadu .................................................. Pengelolaan Tajuk (Penunasan). ............................................. Kastrasi .................................................................................... Sensus Vegetatif ...................................................................... Pemupukan Anorganik ............................................................ Pemanenan .............................................................................. Pengolahan TBS ...................................................................... Pengelolaan Limbah ................................................................
18 18 22 26 27 27 28 33 43 48
Aspek Manajerial ................................................................................... Pendamping Mandor ............................................................... Pendamping Asisten ................................................................
53 53 57
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
58
Produksi, Karakteristik dan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit ........... Janjangan Kosong (JJK) .......................................................... Limbah Cair (POME) .............................................................. Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman ....................................... Dampak Aplikasi terhadap Status Hara pada Daun ................ Dampak Aplikasi terhadap Perolehan Produksi...................... Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Sifat Tanah ............................ Sifat Fisik Tanah ..................................................................... Sifat Kimia Tanah. .................................................................. Dampak Aplikasi Limbah Cair terhadap Kualitas Air........................... Kualitas Air Tanah Dangkal.................................................... Kualitas Air Permukaan (Air Sungai Hulu dan Hilir).............
58 59 61 66 66 68 71 71 73 77 78 79
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
80
Kesimpulan ............................................................................................ Saran ......................................................................................................
80 81
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
82
LAMPIRAN ..................................................................................................
84
i
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong ..........
7
2.
Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam di ASE ......................................................................
14
3.
Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE .......................................
16
4.
Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate ......
28
5.
Parameter Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pemanenan di ASE .......
34
6.
Peralatan Panen di Angsana Estate...................................................
38
7.
Premi Karyawan Panen dan Supervisi di ASE .................................
41
8.
Parameter Pemberian Denda Karyawan di ASE ..............................
42
9.
Jenis, Produksi, dan Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit .........................................................................
58
10.
Hasil Analisa Limbah Cair yang diaplikasikan di PT LSI ...............
63
11.
Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL ASF .........................................
64
12.
Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI .......................
65
13.
Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol .......
66
14.
Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair dan Blok Kontrol ..............................................................................
68
Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi JJK (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) .............................................................
69
Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi Limbah Cair (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) ............................................
70
Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF)..................................................................
72
Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF). .......................................................................
73
Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF).......
74
Kandungan Logam Berat pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol, Lahan Aplikasi, dan Dalam Flat bed ..................
76
Karakteristik Kimia Air Tanah pada Sumur Pantau (SPI dan SP II) di Lahan Aplikasi dan Sumur Penduduk .................
78
Karakteristik Kimia Air Permukaan (Hulu dan Hilir Sungai) .........
79
15. 16. 17. 18.
19. 20. 21. 22.
ii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan) .................
21
2.
Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae). Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C) Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta; (F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti...........................
23
Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis, (C) Euphorbia heterophylla, dan (D) Antigonon Leptopus. .............
24
4.
Rumah Burung Hantu (Nest Box) .....................................................
25
5.
Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N; (B). Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg; (E). Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe .................................................
29
6.
Nomor Daun ke 17 (kiri), Pengambilan Helai Daun (kanan) ...........
31
7.
Kriteria Matang Panen (A) Unripe/Mentah; (B) Under ripe/Mengkal; (C) Ripe/Matang; (D) Over ripe/Lewat matang; (E) Empty bunch/janjang kosong ......
35
Kegiatan Panen: (A) Potong buah dengan egrek; (B) Pengutipan berondolan dengan tangan; (C) Penyusunan buah di TPH; (D) penggunaan g-bag .....................
39
9.
Stasiun Rebusan (Sterilizer) .............................................................
44
10.
Stasiun Pengempaan (Presser) .........................................................
45
11.
Stasiun Pemurnian (Clarifier)...........................................................
46
12.
Stasiun Nut-Kernel ...........................................................................
47
13.
Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan JJK di Collection Road .....................................................................
48
Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A) dan Teknik Focal Feeding (B). ........................................................
50
15.
Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau ...................
51
16.
Bagan Struktur Organisasi Pengangkutan JJK .................................
61
3.
8.
14.
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL .................................
85
2.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor .......
87
3.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten ........
89
4.
Peta Lokasi Angsana Estate..............................................................
91
5.
Curah Hujan dan Hari Hujan Sepuluh Tahun Terakhir (2001-2010) di ASE..........................................................................
92
6.
Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE .....................................................
93
7.
Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE.....................................
94
8.
Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir (2005/2006 - 2009/2010) ..................................................................
95
9.
Struktur Organisasi ASE...................................................................
96
10.
Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE ..............................................
97
11.
Denah Kolam Limbah di Stasiun IPAL ASF ...................................
98
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia sebagai salah satu penyumbang devisa negara dari sektor non- migas. Produk minyak kelapa sawit (MKS) diserap oleh industri pangan terutama minyak goreng dan industri non pangan seperti kosmetik, farmasi, dan lain- lain. Peningkatan permintaan akan minyak makan dunia khususnya minyak sawit terus terjadi akibat pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk dunia (Pahan, 2007). Peningkatan permintaan minyak sawit dan turunannya harus diimbangi dengan peningkatan produksi kelapa sawit. Usaha untuk meningkatkan produksi kelapa sawit salah satunya ditempuh dengan cara perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009 mencapai 7.51 juta hektar dengan produksi sebesar 18.64 juta ton minyak sawit dan 3.47 juta ton inti sawit (Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian, 2010). Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yang cukup tinggi ini diikuti oleh perkembangan industri pengolahan kelapa sawit, dicirikan dengan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) terpadu dengan perkebunan yang dapat berdampak positif melalui penyerapan tenaga kerja dan perbaikan infrastruktur daerah setempat dan berdampak negatif bagi lingkungan melalui penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan akibat pencemaran serta timbulnya masalah sosial. Oleh karena itu penerapan konsep zero waste dalam usaha perkebunan kelapa sawit sangat dianjurkan. Limbah kelapa sawit merupakan sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau hasil ikutan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit dibedakan menjadi limbah cair yang biasa dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent) serta limbah padat berupa sabut, cangkang, janjangan kosong (JJK) dan solid basah (wet decanter solid) (Pahan, 2007).
2 Limbah hasil pegolahan TBS kelapa sawit banyak mengandung senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik yang dikandung lebih mudah mengalami perombakan oleh bakteri baik secara aerob maupun anaerob dibandingkan senyawa anorganiknya. Kesulitan limbah untuk dirombak berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan (beban pencemaran). Limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit mengandung zat beracun seperti logam berat (tembaga, timbal, perak, seng, besi, nikel, dan lain- lain) yang dapat berpengaruh buruk pada mikroorganisme (Sugiharto, 1987). Di sisi lain kandungan bahan organik yang terkandung dalam limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit merupakan bahan baku potensial yang bernilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tanaman. Limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit kaya akan kandungan bahan organik dan nutrisi bagi tanaman. Bentuk pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit adalah sebagai pupuk organik (aplikasi janjangan kosong dan limbah cair). Pemanfaatann janjangan kosong (JJK) dengan aplikasi JJK segar langsung (tidak dikomposkan) dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia tanah meningkat serta penting untuk peremajaan tanah dalam jangka waktu yang lama sehingga produksi TBS dapat dipertahankan. Aplikasi limbah cair (POME) sebagai pupuk organik dapat memperbaiki berat volume dan porositas tanah, pH, reaksi tanah, dan kandungan hara tanah (Santoso, 2008). Limbah cair (POME) sebelum diaplikasikan ke lapangan harus diolah terlebih dahulu untuk menurunkan BOD nya hingga < 5 000 mg/L. Dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit dan pertimbangan potensi bahan organik yang terkandung di dalamnya sehingga bisa dimanfaatkan, menuntut perusahaan perkebunan untuk melakukan kegiatan pengelolaan limbah dengan baik. Aplikasi limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik perlu dilakukan dengan benar sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin ditimbulkan demi mewujudkan pertanian yang berkelanjutan serta industri yang ramah lingkungan. Kegiatan magang ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan limbah yang dilakukan perusahaan terutama hal- hal yang berkaitan dengan aplikasi limbah tersebut sebagai pupuk organik.
3 Tujuan Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk
meningkatkan
kemampuan profesionalitas penulis sesuai dengan kompetensi penulis agar dapat memahami dan mendalami proses kerja secara nyata untuk meningkatkan kemampuan teknis lapangan dan manajerial dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Tujuan khususnya adalah untuk mempelajari penanganan dan pemanfaatan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit sebagai pupuk organik serta mengetahui dampak aplikasinya terhadap tanaman dan pengaruh aplikasi limbah cair terhadap sifat tanah dan air.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai. Saat ini tanaman kelapa sawit telah ditanam di banyak negara dan menjadi tanaman industri. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam family Araceae dengan sub family Cocoidae dan genus Elaeis, dan pada tahun 1763 diklasifikasikan oleh Jacquin sebagai Elaeis guineensis Jacq. (Pahan, 2007). Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya berdiameter 6-10 cm, berasal dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujan ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm dan panjang 10-15 cm. Sebagian akar-akar primer mengarah ke atas mendekati permukaan tanah. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-12 mm dan panjang 10-15 cm yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tersier umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener dengan diameter 0,1-0.3 mm dengan panjang hanya 1-4 mm dan tidak mengandung lignin (Lubis, 1992). Akar kuartener diasumsikan sebagai akar absorbsi utama (feeding root) yang berada dekat dengan permukaan tanah bersama akar tersier. Sebagian besar perakaran yang aktif berada dekat pada permukaan tanah pada kedalaman 5-35 cm. Batang kelapa sawit berbentuk bulat dengan diameter 25-75 cm serta tidak bercabang. Tinggi batang dapat mencapai 25 meter. Umumnya pertambahan tinggi batang bisa mencapai 35-75 cm per tahun bergantung pada lingkungan dan keragaman genetiknya tetapi karena pertimbangan ekonomis hanya sampai 25-35 tahun atau mencapai ketinggian 10-11 meter. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai umur sekitar 11-15 tahun, setelah itu bekas daun/pelepah mulai rontok. Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip yang terdiri atas beberapa bagian yaitu; 1) kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun; 2) rachis, merupakan tempat anak daun melekat, 100-160
5 pasang anak daun linear; 3) tangkai daun (petiole - pelepah), merupakan bagian antara daun dan batang serta berduri; 4) seludang daun (sheath) yang berfungsi memberi kekuatan pada batang. Laju pertumbuhan daun adalah 2 daun/bulan, satu helai daun yang telah membuka mempunyai umur inisiasi sekitar 2 tahun dan umur fungsional (berfotosintesis secara aktif) selama sekitar 2 tahun. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Jenis kelamin bunga ditentukan ±9 bulan setelah masa inisiasinya, selang 24 bulan inflor bunga akan berkembang sempurna. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Panjang infloresen betina ±30 cm atau lebih sedangkan infloresen jantan memiliki tangkai yang lebih panjang dari betina. Sistem penyerbukannya adalah penyerbukan silang, terjadi dengan bantuan serangga dan angin. Bunga betina yang telah anthesis akan menjadi buah/brondolan. Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri atas pericarp yang terbungkus oleh kulit (exocarp), daging buah (mesocarp), dan cangkang (endocarp) yang membungkus inti (kernel). Inti memiliki kulit (testa), endosperm yang padat, dan embrio. Kandungan minyak yang terdapat pada mesocarp berbeda dengan kandungan minyak yang ada pada endosperm matang.
Ekofisiologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Produktivitas TBS/tahun dipengaruhi oleh jumlah jam efektif penyinaran matahari. Panjang penyinaran yang diperlukan tanaman kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80% dan kisaran suhu 24-280 C (Pahan, 2007). Kelapa sawit membutuhkan curah hujan sekitar 2 000 mm/tahun yang merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang nyata. Sebagian besar perkebunan komersial kelapa sawit dibangun pada daerah yang mempunyai neraca air positif selama 6 bulan atau lebih, yaitu kondisi di mana
6 jumlah curah hujan lebih besar daripada evapotranspirasi di perkebunan. Penutupan stomata dipengaruhi oleh status air dalam sistem atmosfer-tanaman serta mekanisme asimilasi karbon. Stomata tanaman kelapa sawit sangat sensitif terhadap perubahan kelembaban udara. Pengaturan stomata digunakan tanaman untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi kekeringan. Lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada lingkungan, sifat fisik lahan, dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Pemanfaatan lahan untuk pengusahaan kelapa sawit mengacu pada kelas kesesuaian lahan. Penggolongan kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kelas, sebagai berikut: 1. Kelas S-1: kesesuaian tinggi (highly suitable) dengan potensi produksi >24 ton TBS/ha/tahun. 2. Kelas S-2: kesesuaian sedang (moderately suitable) dengan potensi produksi 19-24 ton TBS/ha/tahun. 3. Kelas S-3: kesesuaian terbatas (marginally suitable) dengan potensi produksi 13-18 ton TBS/ha/tahun. 4. Kelas N: tidak sesuai (not suitable) dengan potensi produksi <12 ton TBS/ha/tahun.
Limbah dan Potensinya Limbah Padat Pelepah kelapa sawit berasal dari pemotongan pelepah pada saat penunasan dan pemanenan. Pelepah biasa langsung disusun pada gawangan yang dapat berfungsi sebagai mulsa. Pelepah mengandung sejumlah unsur hara yang cukup tinggi yaitu 107.9 kg N/ha/tahun, 10 kg P/ha/tahun, dan 139.4 kg K/ha/tahun. Pelepah yang dihasilkan setiap tahunnya mengandung unsur hara yang setara dengan 234.56 kg Urea, 31.25 kg RP, 232.33 kg KCl, 63.70 kg Kieserite, dan 85.33 kg Dolomite (Purba, 2008). Sabut adalah ampas kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengepresan tandan kelapa sawit, sedangkan cangkang adalah kulit luar biji kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pemecahan biji untuk pengambilan minyak inti sawit. Sabut
7 dan cangkang dapat digunakan untuk mengoperasikan ketel uap PKS yaitu 85% sabut dan 15% cangkang dari hasil pengolahan TBS (Purba, 2008). Janjangan kosong (JJK) merupakan produk sampingan (by product) dari pabrik pengolahan yang berasal dari sistem pembantingan (thresher)/pemipilan (stripper) setelah TBS diproses di stasiun perebusan (sterilizer) (Pahan, 2007). Setiap ton TBS diolah dihasilkan 19-24 % janjangan kosong (Irvan, 2009). JJK kaya akan kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi, dan kimia pada tanah meningkat. Aplikasi JJK sangat efektif sebagai mulsa, dapat menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperkecil pencucian hara tanah dan pupuk anorganik serta meminimalisasi resiko erosi akibat aliran permukaan. Aplikasi JJK dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah dan diikuti dengan peningkatan produksi TBS (Andayani, 2008). Aplikasi JJK sangat sesuai dalam menggantikan sebagian pupuk anorganik, asalkan jumlah pasokan hara dari JJK yang diaplikasikan sebanding dengan kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik tersebut. Persentase kandungan hara pada JJK disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur Hara dalam Janjangan Kosong
Nitrogen (N)
0.32 – 0.43
0.37
Per ton JJK sebanding dengan 8.00 kg Urea
Fospor (P)
0.03 – 0.05
0.04
2.90 kg RP
Potassium (K)
0.89 – 0.95
0.91
18.30 kg MOP
Magnesium (Mg)
0.07 – 0.10
0.08
5.00 kg Kieserit
Hara Utama
Persentase Unsur Hara dalam JJK Kisaran Rata-rata
Sumber: Pahan (2007)
Solid basah (wet decanter solid) merupakan produk akhir dari proses pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter pada stasiun pemurnian. Stasiun pemurnian adalah stasiun pengolahan yang bertujuan untuk melakukan pemurnian MKS (minyak kelapa sawit) dari kotoran-kotoran seperti padatan (solid), lumpur (sludge), dan air sehingga diperoleh kualitas minyak sebaik mungkin. Sistem decanter digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak
8 dan air) dari fase padat sampai partikel-partikel terakhir. Sludge merupakan fase campuran yang masih mengandung minyak. Sludge diolah kembali untuk mengambil minyak yang masih terkandung di dalamnya. Pada pengolahan sludge dengan sistem decanter diperoleh tiga fase yaitu light phase, heavy phase, dan solid. Kandungan solid basah yang diperoleh dari pengolahan TBS selama setahun ada sekitar 5%. Kandungan hara pada WDS hampir sama dengan JJK akan tetapi kandungan Kalium pada WDS lebih rendah (Pahan, 2007).
Limbah Cair (POME) Limbah cair merupakan produk samping dari pengolahan TBS di PKS yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), dan sistem decanter (heavy phase). Irvan (2009) menyatakan sebelum diaplikasikan di lapangan, seluruh limbah cair ditampung dahulu di kolam penampungan (fat pit) dan akan melalui beberapa perlakuan yang bertujuan untuk mengurangi kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) dengan memanfaatkan bekteri pengurai baik secara aerob maupun anaerob. BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik pada limbah cair secara biologis. Limbah cair yang dikeluarkan PKS mengandung bahan organik dan mineral yang cukup dengan kandungan BOD sekitar 25 000- 32 000 mg/L, apabila dibuang langsung dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan air (Santoso, 2008) sehingga harus diturunkan hingga BOD < 5 000 mg/L sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Parameter lain yang digunakan untuk menentukan kualitas limbah cair adalah COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), kandungan minyak dan lemak, nitrogen total, dan pH. Menurut Sugiharto (1987), COD menunjukkan banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi. Pada penelitian sebelumnya diketahui kandungan bahan organik yang terdapat pada limbah cair dapat memperbaiki berat volume dan porositas tanah. Berat volume yang rendah dan porositas yang tinggi menunjukkan tanah yang lebih gembur. Aplikasi limbah cair juga berpengaruh terhadap sifat kimia tanah dengan memperbaiki pH, reaksi tanah, dan kandungan hara (Santoso, 2008).
9
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Angsana Estate PT Ladangrumpun Suburabadi, Minamas Plantation Group, Kalimantan Selatan mulai bulan Februari hingga Juni 2011.
Metode Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan aspek teknis di lapangan dan aspek manajerial baik di kebun maupun di kantor kebun, melakukan pengamatan terhadap aspek khusus di lapangan serta kegiatan pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan yang ada di kebun serta disetujui oleh pihak kebun. Pada aspek teknis, penulis diposisikan sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan yaitu bekerja di lapangan sesuai dengan jenis dan volume pekerjaan yang ada. Adapun pekerjaan yang dikuti antara lain: kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama terpadu, penunasan/pengelolaan tajuk, kastrasi, sensus vegetatif, pemupukan anorganik, pemanenan, pengolahan TBS, dan kegiatan pengelolaan limbah (aplikasi JJK dan POME). Pada aspek manajerial, penulis diposisikan sebagai pendamping supervisi (pendamping mandor I, kerani divisi, mandor panen, kerani panen, kerani transport, mandor pupuk, mandor semprot, mandor kastrasi, mandor JJK, dan mandor effluent) dan pendamping asisten divisi. Aspek khusus yang diperdalam pada kegiatan magang ini adalah pengelolaan limbah hasil pengolahan TBS kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan yang dipelajari adalah seluruh kegiatan yang berkaitan dengan penanganan dan pemanfaatan limbah baik dari segi manajerial maupun teknis. Rincian kegiatan magang dicatat dalam jurnal harian magang (diketahui oleh pembimbing lapang) pada Lampiran 1, 2, dan 3.
10 Pengamatan dan Pengumpulan Data dan Informasi Pengumpulan data dilakukan dengan metode langsung (data primer) dan tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung saat mengikuti kegiatan di lapangan sesuai dengan aspek teknis dan aspek khusus yang dipelajari serta diskusi dengan pihak kebun, sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang tersedia di kantor kebun. Data yang dikumpulkan meliputi: 1. Kondisi umum kebun (sejarah dan perkembangan kebun, letak geografis kebun, keadaan iklim dan tanah, luas areal dan tata guna lahan, kondisi pertanaman dan produktivitas tanaman lima tahun terakhir, struktur organisasi dan ketenagakerjaan kebun). 2. Data produksi JJK dan POME selama satu bulan. 3. Data perolehan produksi: produktivitas (ton/ha/tahun), bobot janjang ratarata (BJR/tahun), dan jumlah janjang (JJG/ha/tahun) selama lima tahun terakhir untuk blok aplikasi dan blok kontrol (masing- masing 3 blok). 4. Data hasil analisa status hara dalam daun tanaman kelapa sawit pada blok aplikasi dan blok kontrol. 5. Baku mutu air (kandungan BOD, COD, TSS, pH, amoniak, kandungan minyak dan lemak, nitrogen total, dan logam berat). 6. Data analisis tanah; sifat fisik tanah (tekstur, bobot per volume, porositas dan permeabilitas) dan kimia tanah (pH, C-organik, nitrogen, Na, K, Ca, Mg, P2 O5 , KTK, kejenuhan Al, dan logam- logam berat). Analisis Data dan Informasi Data hasil analisis status hara dalam daun kelapa sawit dan perolehan produksi tanaman kelapa sawit antara lahan aplikasi dan kontrol dianalisis dengan uji statistik Independent t-test (uji t-student). Jumlah blok sebagai ulangan diambil masing- masing tiga blok ( tiga blok untuk lahan aplikasi dan tiga blok untuk lahan kontrol. Data dan informasi lainnya dianalisis secara deskriptif.
11 Rumus Independent t-test (Walpole, 1993):
Keterangan: t
= statistik t = rata-rata perolehan produksi kelompok perlakuan (lahan aplikasi) = rata-rata perolehan produksi kelompok kontrol
S1
= standart deviasi kelompok perlakuan (lahan aplikasi)
S2
= standart deviasi kelompok kontrol
n
= jumlah pengamatan (ulangan)
12
KONDISI UMUM KEBUN
Sejarah dan Perkembangan Angsana Estate (ASE) merupakan salah satu kebun yang dikelola oleh unit usaha PT Ladangrumpun Suburabadi (LSI) dibawah naungan PT Minamas Plantation (sebelumnya Minamas Gemilang) yang masih merupakan bagian dari Sime Darby Group. Pada tahun 2001 terjadi perpindahan asset dari perusahaan Salim Group ke pihak PT Minamas Plantation yang merupakan anggota dari Kumpulan Guthrie Berhard (KGB), sebuah perusahaan swasta Malaysia dan pada tahun 2008 bergabung dengan Sime Darby Group. Selain
ASE, PT
Ladangrumpun Suburabadi juga mengelola Gunung Sari Estate (GSE) dan Angsana Factory (ASF). PT Ladangrumpun Suburabadi dirintis pada tahun 1988 dengan luas total 5 909 ha. ASE memilki luas lahan ± 3 250 ha dan selebihnya ditangani oleh GSE.
Letak Geografis Kebun Angsana Estate terletak di Desa Bayansari, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Secara Geografis ASE berada pada 1150 33’34”–1150 39’46” BT dan (30 38’45”)–(30 35’39”) LS dengan batas wilayah; sebelah utara berbatasan dengan kebun Hutan Tanaman Industri (HTI), sebelah selatan berbatasan dengan GSE, sebelah barat berbatasan dengan PT Buana Karya Bakti (BKB), sebelah timur berbatasan dengan sungai sebamban. Peta lokasi Angsana Estate dapat dilihat pada Lampiran 4.
Keadaan Iklim dan Tanah Angsana Estate terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 28-320 C, temperatur udara terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Desember, dengan fluktuasi temperatur rata-rata bulanan relatif kecil yakni 9.20 C. Kelembaban udara termasuk dalam kategori sedang dengan kisaran antara 76% sampai dengan 85% dengan lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 34% sampai dengan 62%.
13 Berdasarkan pengukuran curah hujan dan hari hujan selama sepuluh tahun terakhir (2001-2009), ASE memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2 664 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 131 hari/tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, iklim di ASE termasuk tipe iklim B (daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis) dengan nilai Q sebesar 23.90%. Distribusi curah hujan di ASE tidak merata sepanjang tahun dengan rata-rata curah hujan terendah terjadi sebanyak 4 bulan berturut-turut yaitu pada bulan Agustus sampai dengan November. Data curah hujan dan hari hujan sepuluh tahun terakhir disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil survei tanah semi detil pada tahun 2006 yang dilakukan oleh Departemen Riset Minamas diketahui bahwa sebagian besar tanah di ASE didominasi oleh jenis tanah Oxisol. Oxisol merupakan jenis tanah tua yang mengalami pelapukan lanjut dan terbentuk pada daerah dengan topografi berombak sampai berbukit, yang dicirikan oleh kandungan basa-basa (N, P, K, Ca, Mg, K,dan Na) rendah karena pencucian yang intensif, KTK efektif yang rendah, pH tanah yang cenderung masam serta kandungan Al- tertukar cukup tinggi. Gambar satuan peta lahan (SPL) ASE dapat dilihat pada Lampiran 6. Secara detail jenis tanah di ASE digolongkan hingga tingkat seri yang terdiri dari: 1) Oxisol seri MM-18 (Petroferric Hapludox): merupakan tanah yang mengalami pelapukan sangat lanjut, pH tanah tergolong masam (pH <5.5), pada kedalaman ≤125 cm terdapat kontak petroferik (lapisan hasil akumulasi sesquioksida atau Fe-oksida yang mengeras seperti batu), memiliki regim kelembaban udik (tidak pernah kering selama 90 hari setiap tahun pada kedalaman 10-90 cm dari permukaan. Areal yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 1 855 ha (59%) pada SPL1 (slope 8-15%) dan 389 ha (12%) pada SPL2 (slope 15-30%) dan tergolong dalam kelas lahan S3 (kurang sesuai); 2) Oxisol seri MM-19 (Plinthic Hapludox): merupakan tanah yang mengalami pelapukan sangat lanjut dengan pH tanah masam (pH <5,5), pada kedalaman ≤125 cm mempunyai satu atau lebih horizon yang mengandung plintit (karata-karatan besi yang telah mengeras seperti kerikil) sebesar 0.5% volumenya atau lebih. Areal di ASE yang termasuk jenis tanah ini memiliki luas 903 ha (29%) pada SPL3 (slope 3-8 %) dan tergolong kelas lahan S2 (sesuai).
14 Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan Angsana Estate memilki luas total berdasarkan HGU sebesar 3 249.99 ha dengan rincian 3 047.56 ha plant area/ditanami kelapa sawit (TM dan TBM), areal pabrik (ASF) seluas 34.51 ha, areal prasarana seluas 121.59 ha, serta sungai, bukit, dan lembah seluas 46.33 ha. Angsana Estate terbagi menjadi tiga divisi dengan luas masing- masing; Divisi I seluas 1 254.55 ha, Divisi II seluas 859.19 ha, dan Divisi III seluas 1 136.25 ha. Peta luas areal dan tata guna lahan selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Keadaan Tanaman dan Produksi Tanaman kelapa sawit di ASE saat ini terdiri dari tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) yang ditanam pada beberapa tahun tanam. Areal TM untuk tahun tanam 1996 (629.55 ha), tahun tanam 1998 (1 622.53 ha), tahun tanam 1999 (167.38 ha), tahun tanam 2000 (84.04 ha), dan tahun tanam 2006 (325.54 ha) sedangkan untuk TBM tahun tanam 2007 luasnya 181.90 ha dan TBM tahun tanam 2008 seluas 36.62 ha. Populasi tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanam di ASE disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam di ASE Tahun Tanam
Div isi I Luas (ha)
Pop (pokok)
Div isi II Luas Pop (ha) (pokok)
1.TM 1996 - 331.97 1998 581.26 71 035 493.88 1999 66.24 6 990 2000 2006 283.1 32 324 Sub 930.6 110 349 825.85 Total 2.TBM 2007 181.9 21 084 2008 36.62 5 100 Sub 218.52 26 184 Total Grand 1 149.12 136 533 825.85 Total Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Div isi III Luas Pop (ha) (pokok)
Total Luas (ha)
Pop (pokok)
42 241 62 836 -
297.58 547.39 101.14 84.04 42.44
38 599 70 608 12 852 9 795 3 038
629.55 1 622.53 167.38 84.04 325.54
80 840 204 479 19 842 9 795 35 362
105 077
1 072.59
134 892
2 829.04
350 318
-
-
-
181.9 36.62
21 084 5 100
-
-
-
218.52
26 184
105 077
1 072.59
134 892
3 047.56
376 502
15 Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di ASE terdiri atas varietas tenera yang berasal dari Tenera Marihat (PPKS), Tenera Socfindo, dan Tenera Guthrie. Tanaman menghasilkan (TM) (tahun tanam 1996, 1998, 1999, dan 2000) didominasi varietas Tenera Marihat dan Tenera Socfindo sedangkan TM tahun tanam 2006 dan TBM tahun tanam 2007 dan 2008 merupakan varietas Tenera Guthrie. Jarak tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m (segitiga sama sisi) dengan populasi rata-rata berkisar antara 124-132 tanaman/ha. Produksi dan produktivitas kebun periode lima tahun terakhir disajikan pada Lampiran 8.
Organisasi dan Ketenagakerjaan Angsana Estate (ASE) dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab dalam mengelola kebun dan mengkoordinir seluruh kegiatan yang ada di kebun serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional kebun. Dalam melaksanakan tugasnya manajer dibantu oleh staf kebun yang terdiri dari seorang KTU, senior asisten, asisten divisi, dan dokter kebun. Struktur organisasi Angsana Estate disajikan pada Lampiran 9. KTU (pada saat kegiatan magang berlangsung digantikan oleh seorang kepala seksi/Kasie) membawahi seluruh karyawan kantor, bertanggung jawab terhadap administrasi kebun dan bersama senior asisten bertugas mengelola gudang. Senior asisten bertugas mengelola satu divisi, emplasemen, dan traksi serta bekerja sama dengan kasie dalam mengelola gudang utama. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi di divisi masing- masing dibantu oleh mandor dan kerani. Dokter dibantu mantri dan bidan bertugas mengelola poliklinik serta pelayanan kesehatan karyawan. Organisasi pelaksana aplikasi janjangan kosong (JJK) di setiap divisi terdiri atas seorang asisten divisi, seorang mandor JJK, dan pekerja harian lepas. Pelaksanaan aplikasi limbah cair di PT LSI yang dikelola oleh ASE (9 blok ASE dan 3 blok GSE) ditangani oleh divisi III. Organisasi pelaksananya terdiri atas seorang asisten divisi (divisi III), seorang mandor effluent, dan enam orang tenaga kerja yang dibagi menjadi dua shift (dua orang untuk shift pagi sampai sore, dua orang untuk shift sore sampai pagi hari berikutnya, dan dua orang lainnya melakukan perawatan blok dan flat bed setiap hari).
16 Tabel 3. Data Karyawan Staf dan Non-Staf di ASE No Karyawan Staf Jumlah 1 Est.Manager 1 2 Senior Asisten 1 3 Asisten 2 4 Staf QA 0 5 Kasie 1 6 Ast EMS 1 7 Dokter 1 Total 7 Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Karyawan Non-Staf SKU-Bkantor SKU-B Traksi SKU-B Afdeling SKU-B Bibitan SKU-Harian
Jumlah 26 32 31 0 377
466
Ratio/ha 0.008 0.010 0.010 0.000 0.116
0.143
Status tenaga kerja di ASE terdiri atas karyawan staf dan non staf. Manajer, asisten, kasie, dan dokter kebun merupakan karyawan staf. Karyawan non staf terdiri atas SKU harian (pekerja harian tetap) dan SKU bulanan (mandor dan kerani). Total tenaga kerja di ASE sebanyak 466 orang dengan ITK sebesar 0.143 HK/ha (Tabel 3). Hal ini bisa dikatakan baik, karena norma ITK untuk kebun kelapa sawit adalah 0.25 HK/ha (Irvan, 2009).
Fasilitas Kesejahte raan Karyawan Dalam menjamin kesejahteraan seluruh karyawan, sesuai dengan undangundang ketenagakerjaan, ASE menyediakan fasilitas–fasilitas kesejahteraan bagi karyawannya. Fasilitas yang diberikan berupa rumah, sarana ibadah, sarana pendidikan, sarana kesehatan, tempat penitipan anak, sarana olahraga, peralatan kerja, alat pelindung diri, gaji pokok (sesuai UMR dan golongan), premi, tunjangan hari raya, bonus akhir tahun, jaminan kesehatan (Jamsostek), dan tunjangan dana pensiun, serta tunjangan transportasi untuk staf kebun. Fasislitas rumah yang diberikan antara lain adalah perumahan staf, mess untuk tamu dan perumahan karyawan non-staf. Perumahan untuk staf dan mess merupakan bangunan permanen yang terletak di emplasemen, sedangkan perumahan untuk karyawan non staf merupakan bangunan semi permanen yang terletak di masing- masing divisi. Fasilitas perumahan dilengkapi dengan sarana air bersih, dan penerangan. Perumahan untuk karyawan non staf terdiri atas dua tipe yaitu tipe satu rumah/satu gang (G1) untuk mandor 1 dan kerani divisi, dan tipe dua rumah/dua gang (G2) untuk karyawan pada umumnya.
17 Sarana pendidikan yang disediakan meliputi Play Group, Taman KanakKanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) yang dilengkapi dengan fasilitas bus sekolah. Pada masing- masing divisi disediakan sarana ibadah, tempat penitipan anak, sarana olahraga berupa lapangan sepak bola dan bola voli. Sarana olahraga juga disediakan di lingkungan empalsemen (lapangan tenis, voli, bulutangkis, tenis meja, fitness, kolam renang dan tempat bermain anak.
18
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis Pengendalian Gulma. Pengendalian gulma adalah tindakan mengendalikan pertumbuhan gulma yang tumbuh di areal pertanaman agar persaingan dengan tanaman utama dapat ditekan (ambang tindakan) sehingga tidak merugikan (ambang batas ekonomi) dengan mengusahakan biaya pengendalian semurah mungkin. Di perkebunan kelapa sawit kegiatan pengendalian gulma selain bertujuan untuk memperkecil persaingan antara tumbuhan dengan gulma sasaran dalam hal pengambilan unsur hara, juga memiliki tujuan lain yaitu untuk memudahkan pelaksanaan potong buah dan kutip berondolan, memudahkan pelaksanaan pemupukan dan sebagai salah satu kegiatan sanitasi (gulma merupakan sarang bagi hama atau inang bagi penyakit tanaman). Pengendalian atau pemberantasan gulma di ASE difokuskan pada 2 (dua) lokasi, yaitu di piringan dan di gawangan (interrow). Kelompok gulma yang dikendalikan terutama alang-alang di piringan dan gawangan, gulma di piringan, pasar rintis dan TPH (jenis rumput dan kentosan), serta gulma di gawangan (terutama anak kayu). Tidak semua tumbuhan liar diberantas, misalnya pakis Nephrolepis bisserata, Cassia cobanensis, Euphorbia sp., Turnera subulata karena berfungsi sebagai inang musuh alami bagi hama- hama kelapa sawit (beneficial plant) serta berfungsi dalam konservasi tanah (menjaga kelembaban tanah dan mencegah erosi). Pengendalian secara manual. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan membongkar tanaman pengganggu (BTP). Tujuannya adalah untuk menghilangkan semua tumbuhan pengganggu yang tidak dapat atau sulit diberantas dengan cara kimia. Sasaran dari pekerjaan ini adalah semua jenis gulma kayu (anak kayu, dan kentosan) dengan cara didongkel. Pekerjaan dilakukan gawangan per gawangan. Setiap anak kayu di dongkel dengan menggunakan peralatan seperti cados, pacul, sabit, garukan, dan parang kemudian ditumpuk di gawagan mati di atas rumpukan pelepah. Pada areal
19 rendahan, gulma berkayu tidak di dongkel tetapi ditabas (dipotong) sampai pangkal batangnya. Gulma berkayu, kentosan, dan kotoran yang terdapat pada piringan di dongkel dan dicabut dengan cados dan dibersihkan dengan garukan. Standar kerja karyawan dibedakan berdasarkan kondisi gawangan dan piringan yang akan dibersihkan. Kondisi gawangan dan piringan kategori berat (anak kayu >50 %) standar kerjanya adalah 0.25-0.5 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.42 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.26 ha/HK; kategori sedang (anak kayu mencapai 25%-50%) standar kerjanya adalah 0.5-0.7 ha/HK, pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 0.6 ha/HK dan pretasi kerja penulis 0.4 ha/HK; kategori ringan (anak kayu 10-25%) standar kerja yang harus dicapai adalah >0.7 ha/HK, pada saat pengamatan pretasi kerja karyawan mencapai 0.75 ha/HK dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK . Pengendalian secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia di ASE dikenal dengan sistem BSS (Block Spraying System) yaitu sistem penyemprotan yang terkonsentrasi dan dilakukan blok per blok. Dengan sistem ini frekuensi kontrol oleh supervisi dapat ditingkatkan, mobilitas tenaga semprot lebih tinggi, kualitas pencampuran herbisida lebih baik, pengorganisasian kerja menjadi lebih mudah, serta motivasi kerja karyawan menjadi lebih baik. Penyemprotan di gawangan dilakukan oleh tim semprot kebun (TSK) sedangkan penyemprotan di piringan, pasar rintis, dan TPH dilakukan oleh tim MHS (Micron Herby Sprayer). Tujuan dibentuknya tim semprot adalah untuk memaksimalkan kualitas semprot. Masing- masing tim semprot terdiri dari 6 orang untuk tim MHS dan ±20 orang untuk tim TSK (wanita semua) tidak boleh diganti-ganti, satu orang mandor dan satu orang operator/sopir sekaligus mekanik peralatan. Perlengkapan utama dari tim semprot terdiri dari satu unit kendaraan roda empat (drum truck) yang telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan tim semprot seperti tanki air, tempat sprayer, tempat spare part sprayer, tempat bontot/tas. Alat semprot disediakan sejumlah karyawan tenaga semprot ditambah 2-3 unit untuk cadangan dan diberi nomor urut sesuai nomor tenaga semprot. Semprot gawangan. Penyemprotan gulma di gawangan menggunakan alat semprot punggung semi otomatis inter pump RB-15/Solo Sprayer dengan kapasitas tangki 15 liter. Peralatan lainnya antara lain; selang untuk pengisian air,
20 takaran/gelas ukur, bendera berwarna merah dan kuning, wadah peralatan reparasi, serta alat pelindung diri (seragam-baju lengan panjang, masker, apron, sarung tangan, sepatu boots, topi/kerudung). Gulma yang umum tumbuh digawangan antara
lain
alang-alang,
Chromolaena
odorata,
Melastoma
malabathticum, dan gulma berkayu lainnya. Herbisida yang digunakan adalah herbisida purna tumbuh (sistemik) dengan bahan aktif Triklopir butoksi etil ester 400 g/l (nama dagang “Kenlon”). Konsentrasi yang digunakan adalah 0.3% (45 ml/15liter air). Rotasi penyemprotan untuk TM adalah sebanyak tiga kali dalam setahun dan empat kali dalam setahun untuk TBM. Semprot piringan, pasar rintis, dan TPH. Piringan, pasar rintis dan TPH merupakan beberapa sarana penting bagi kegiatan produksi. Piringan berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan pupuk dan merupakan daerah tempat jatuhnya tandan panen beserta berondolannya. Pasar rintis berfungsi sebagai jalan untuk mengantrikan buah ke TPH serta mejalankan kegiatan operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke PKS. Agar sarana-sarana ini berfungsi maksimal, maka tempat-tempat ini memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan. Penyemprotan di piringan, pasar rintis, dan TPH menggunakan alat semprot CDA (Controlled Droplet Application) dengan merk dagang Micron Herby Sprayer (MHS). Alat semprot ini digunakan untuk penyemprotan dengan volume rendah (Ultra Low Volume) yaitu 20-40 liter per hektar blanket (penyemprotan total). Semprotannya
menghasilkan
butiran
halus
yang
terkendali dengan ukuran yang seragam (±250 mikron) dan konsentrasi herbisida yang tinggi. Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan di piringan, pasar rintis dan TPH adalah herbisida purna tumbuh dengan bahan aktif Fluroksipir 200 g/l (nama dagang “Starane”) dan Isopropilamina Glifosat 480 g/l (nama dagang “Prima-Up”). Dalam aplikasinya, kedua jenis herbisida ini dicampur terlebih dahulu sebelum diaplikasi, tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyemprotan sehingga beberapa jenis gulma yang menjadi sasaran dapat dikendalikan sekaligus. Pencampuran dilakukan dengan perbandingan 1.5 : 7.5 (V/V) Starane dan Prima-Up. Konsentrasi yang digunakan adalah 3%
21 (300 ml/10 liter air). Gulma sasaran yang tumbuh dominan dan harus dikendalikan antara lain Ageratum Conyzoides, Borreria alata, Axonopus compresus, Cynodon dactylon, paspalum conjugatum, Euphorbia valerianifolia, dan kentosan. Prestasi kerja tenaga semprot sangat bergantung pada kondisi blok. Prestasi kerja pada blok dengan banyak area rendahan atau berbukit serta kondisi gulma lebat akan lebih kecil dibandingkan pada blok dengan areal datar dan gulmanya tidak lebat. Prestasi kerja standar yang ditetapkan oleh kebun untuk tim MHS adalah 5 ha/HK, pada saat pengamtan prestasi kerja karyawan adalah 5 ha/HK dan prestasi kerja penulis 1 ha/HK sedangkan untuk tim TSK standar kerjanya adalah 3 ha/HK (TM) dan 2 ha/HK (TBM), pada saat pengamatan prestasi kerja karyawan mencapai 3 ha/HK untuk areal TM dan TBM dan prestasi kerja penulis 0.5 ha/HK. Premi lebih borong untuk tim MHS sebesar Rp 5 500/ha dan untuk tim TSK sebesar Rp 11 000/ha. Angsana Estate sebagai kebun yang hidup berdampingan dengan masyarakat dituntut untuk memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam program RSPO (Rountable and Sustainable of Palm Oil) ASE memberlakukan dan melaksanakan peraturan dalam pengendalian gulma secara kimia yaitu dilarang menyemprot pada area buffer zone. Buffer zone merupakan area yang berada pada radius 50 meter dari tepi sungai induk (anak sungai). Hal ini ditujukan agar vegetasi yang ada tetap hidup sehingga erosi dapat dicegah serta meminimalkan pencemaran ke badan air yang mungkin masih digunakan oleh penduduk.
Gambar 1. Area Buffer Zone (kiri) dan Alat Pelindung Diri (kanan)
22 . Keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan juga menjadi perhatian penting bagi perusahaan. Setiap karyawan semprot dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) seperti seragam/baju lengan panjang, apron, masker, sarung tangan, sepatu boots, pelindung mata, dan pelindung kepala (topi/kerudung). Karyawan semprot juga mendapat extra fooding berupa susu yang diberikan secara berkala oleh perusahaan.
Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian hama tanaman merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan dengan memanipulasi ekosistem sehingga tidak cocok untuk perkembangbiakan hama. Oleh karena itu, konsep pengendaliannnya dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pemilihan jenis metode (biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta waktu yang dianggap paling cocok dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup hama. Kunci kegiatan pengendalian hama terpadu di ASE adalah mendeteksi adanya ledakan hama sebelum diperlukan pengendalian dalam skala yang lebih luas dengan melakukan pemantauan sehingga dapat diterapkan strategi pengendalian secara efektif. Tindakan pengendalian dilakukan dengan memprioritaskan biological control dan minimalisasi penggunaan pestisida. Pemantauan hama (early warning system). Pelaksanaan early warning system untuk deteksi hama secara dini merupakan bentuk penerapan pengendalian hama terpadu (Intergrated Pest Management). Pada dasarnya suatu sistem pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang mempunyai perilaku yang sama. Akan tetapi atas pertimbangan efisiensi maka pelaksanaan pengamatan di ASE dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk pemantauan perkembangan populasi hama lainnya. Beberapa jenis hama yang sering menjadi perhatian di ASE antara lain: kumbang tanduk, ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, serta babi hutan. Monitoring/sensus hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan mengambil satu pelepah dari pokok sensus (PS) pada masing- masing titik sensus
23 (TS) yang populasi hamanya paling dominan (untuk menentukan pelepah yang akan diambil). Jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea asigna, Susica sp., pelepah yang diambil adalah pelepah ke 9-24, sedangkan jika jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea bisura, Thosea vetusta, Ploneta diducta dan golongan ulat kantong, pelepah yang diambil adalah pelepah ke 25-40. Spesies ulat api dan ulat kantong yang sering ditemukan pada tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hama Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantong (Psydidae). Hama Ulat Api: (A) Darna trima; (B) Thosea bisura; (C) Setothosea asigna; (D) Ploneta diducta (E) Thosea vetusta; (F) Setora nitens. Hama Ulat Kantong: (G) Cremastopsyche pendula; (H) Metisa plana, (I) Mahasena corbetti. Jenis kumbang yang paling banyak ditemukan adalah Oryctes rhinoceros. Kumbang ini hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk menyerang pohon kelapa sawit. Oryctes rhinoceros memakan pupus daun muda yang belum membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila pupus yang terserang itu membuka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di kedua sisi pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman kelapa sawit. Pengamatan terhadap rayap, tikus dan tupai dilakukan setelah pengamatan hama ulat api dan ulat kantong pada pokok yang sama. Serangan rayap ditandai
24 oleh adanya lorong rayap (sarang) yang terbuat dari tanah pada permukaan batang yang mengarah ke bagian atas kemudian dikorek untuk mengetahui keberadaan rayap. Serangan tikus dan tupai dapat dilihat dari bekas gigitan pada buah/berondolan. Tikus hanya memakan mesocarp (daging buah) baik pada tandan muda maupun yang sudah matang, sedangkan tupai memakan mesocarp buah sampai pada inti buah kelapa sawit. Beberapa spesies tikus yang dijumpai banyak merusak tanaman kelapa sawit antara lain Rattus exulans, Rattus argentiventer. dan R. tiomanicus. Spesies yang paling dominan ditemukan di ASE adalah R. tiomanicus. Dari hasil penelitian diketahui bahwa satu ekor tikus dapat mengkonsumsi mesokarp +4 gram/hari, sehingga kehilangan produksi dapat mencapai +5 % dari produksi normal (Manual Referensi Agronomi, 2004). Pengendalian hama. Prinsip pengendalian hama di ASE mengacu pada pengendalian hama terpadu dimana tindakan pengendalian bersifat preventif dan secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami dan predator serta meminimalisir penggunaan pestisida (pestisida adalah alternatif terakhir). Pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dilakukan dengan menanam beneficial plant. Tanaman yang digunakan merupakan tanaman yang dapat menyediakan madu (nectariferous) sebagai makanan bagi musuh alami serta tempat hidup bagi predator (Sycanus sp.) dan parasitoid (Chaetexorista javana). Jenis beneficial plant yang ditanam di ASE adalah Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla, Turnera sp. dan Antigonon leptopus.
Gambar 3. Beneficial Plant. (A)Turnera subulata, (B) Cassia cobanensis, (C) Euphorbia heterophylla, dan (D) Antigonon Leptopus.
25 Pengendalian hama tikus dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami yaitu burung hantu (Tyto alba). Burung hantu (Tyto alba) termasuk golongan burung buas (karnivora) yang umumnya memakan mangsanya dalam kondisi hidup. Burung hantu banyak dijumpai di daerah tropis dan sub-tropis. Jenis makanannya sangat spesifik yakni berbagai jenis tikus dengan daya konsumsi terhadap tikus mencapai 99.4%. Aktifitas berburunya dimulai dari lepas senja hingga pagi hari. Tingkat predasi burung hantu terhadap R. tiomaticus di perkebunan kelapa sawit mencapai 88% sedangkan sisanya 6% adalah R. argentiventer dan 6% R. ratus diardii. Burung hantu yang telah dewasa diletakkan pada nest box yang telah disediakan di blok kebun. Monitoring dilakukan sebulan sekali untuk mengetahui keberadaan burung hantu pada nest box yang dipasang di kawasan tersebut. Bersamaan dengan pengamatan tersebut juga dilakukan pemeliharaan terhadap kebersihan nest box seperti dari gangguan serangga atau kotoran dari burungburung liar lainnya.
Gambar 4. Rumah Burung Hantu (Nest Box) Pengendalian hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) dilakukan dengan menggunakan pherotraps (perangkap hama yang dilengkapi dengan sex pheromone). Cara ini selain aman terhadap lingkungan juga efisien dalan hal penggunaan tenaga kerja. Hasil pengujian Departemen Riset Minamas pada skala komersial (±5 000 ha) menunjukkan bahwa penggunaan Pherotraps selain efektif juga dapat menghemat biaya hingga ±76% bila dibandingkan dengan penyemprotan.
26 Pengelolaan Tajuk (Penunasan). Salah satu komponen yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman adalah kecukupan jumlah pelepah (daun) karena berhubungan dengan kemampuan tanaman menyediakan makanan untuk pertumbuhannya melalui fotosintetis. Inti pekerjaan pengelolaan tajuk adalah memelihara pelepah produktif dengan cara mengurangi jumlah pelepah melalui penunasan sampai batas tertentu. Jumlah pelapah harus dipertahankan tetap optimum yaitu 48-56 pelepah (songgoh tiga) untuk tanaman muda dan 40-48 pelepah (songgoh dua) untuk tanaman tua. Terbuangnya pelepah produktif yang berlebihan (over pruning) akan mengakibatkan penurunan produksi.
Penurunan produksi terjadi akibat
berkurangnya areal fotosintesis dan tanaman akan mengalami stress yang terlihat melalui peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan sex ratio (peningkatan bungan jantan), dan penurunan BJR (berat janjang rata-rata). Tujuan lain penunasan adalah untuk mempermudah pekerjaan potong buah, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah, mempermudah pempukan dan penyemprotan, memperlancar penyerbukan alami, serta sanitasi tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit Progresiv pruning. Penunasan untuk tanaman menghsilkan (TM) yang diberlakukan di Angsana Estate adalah sistem progresiv pruning di mana penunasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen dan setiap karyawan bertanggung jawab atas hanca masing- masing serta tetap mengacu pada prinsip kecukupan jumlah pelepah. Hal ini sesuai dengan diterapkannya Blok Harvesting System yang terintegrasi antara pemanenan dan pemeliharaan tunas oleh pemanenen sendiri. Pembayaran untuk progresiv pruning dilakukan bersamaan dengan penyerahan gaji yang diberikan dua kali dalam setahun dengan harga tunasan sebesar Rp 500/tanaman Tunas pasar. Tunas pasar dilakukan terhadap tanaman yang berada di sepanjang collection road, main road, dan acses road. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membuang pelepah yang menutupi badan jalan. Jalan yang ternaungi cenderung akan tetap basah (lembab) atau bahkan tergenang pada saat hujan sehingga menyebabkan jalan menjadi lembek dan cepat rusak. Tunas pasar
27 diharapkan dapat mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan (evaporasi). Pekerjaan tunas pasar dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang tenaga kerja (satu orang memotong pelepah, satu orang lagi merapikan pelepah yang telah di potong). Prestasi kerja yang harus dicapai oleh tenaga tunas pasar adalah 1 km per 7 jam kerja atau ±240 tanaman (satu collection road). Premi diberikan jika prestasi melebihi standar yang ditetapkan (Rp 23 000/collection road).
Kastrasi Kastrasi merupakan pekerjaan penting terutama pada tanaman yang akan beralih dari TBM menjadi TM. Kastrasi bertujuan mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke pertumbuhan vegetatif tanaman dengan membuang semua produk generatif (bungan jantan, bunga betina, buah pasir dan buah busuk pada tanaman muda serta membuang pelepah tua/kering). Kegiatan kastrasi yang dilakukan di ASE dilakukan sekaligus bersamaan dengan sanitasi tanaman (pembuatan piringan) karena tanaman yang di kastrasi akan segera beralih fungsi dari TBM ke TM. Pekerjaan dilakukan oleh tim yang terdiri dari tukang dodos (membuang pelepah dan menyusunnya di gawangan mati, memotong buah matang dan buah busuk dan meletakkannya di pasar rintis), tenaga garuk piringan (membersihkan piringan dari brondolan hitam, mengutip brondolan merah dan meletakkan di pasar rintis), serta tenaga angkut buah (mengantrikan buah dan berondolan dari pasar rintis ke TPH dengan menggunakan angkong).
Sensus Vegetatif Kegiatan sensus vegetatif adalah pekerjaan untuk mengukur karaketer vegetatif tanaman. Pekerjaan ini dilakukan oleh tim riset kebun yang dikoordinir oleh divisi I ASE. Kegiatan ini dilakukan di blok khusus riset (A035) yang berisi tanaman belum menghasilkan (TBM) tahun tanam 2007 yang ditujukan untuk mengetahui karakter vegetatif pada beberapa progeny tanaman kelapa sawit. Terdapat empat ulangan untuk seluruh percobaan yang ada di blok riset. Tiap ulangan terdapat 43 plot dan dalam satu plot terdapat 12 tanaman sehingga tanaman yang diamati sebanyak 2 064 tanaman.
28 Komponen vegetatif yang diamati adalah 1) Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga anak daun pertama/duri pada daun ke-17; 2) Panjang pelepah daun/rachis ke-17; 3) Tebal pelepah/rachis; 4) panjang dan lebar anak daun (3 anak daun sebelah kiri dan sebelah kanan yang diambil dari perpotongan antara pelepah/rachis tua dengan yang muda, ditandai dengan bagian pelepah yang meruncing); 5) Penambahan jumlah pelepah (dihitung dari daun pertama samapi daun terakhir yang disensus pada periode sebelumnya); dan 6) Jumlah anak daun pada pelepah ke-17. Peralatan yang digunakan antara lain meteran, jangka sorong, alat tulis, cat tembok, serta peta plot percobaan.
Pemupukan Anorganik Kemampuan lahan dalam menyediakan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang sangat terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Prinsip utama pemupukan di perkebunan kelapa sawit adalah bahwa setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan. Biaya pemupukan sangat tinggi (mencapai 60% dari total biaya produksi), oleh karena itu ketepatan atau ketelitian pelaksanaan pemupukan menjadi sangat penting (tepat jenis, dosis, waktu, cara dan tempat). Jenis pupuk yang digunakan di ASE periode semester II tahun 2010/2011 (Juli–Juni) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis, Dosis dan Standart Kerja Pemupukan di Angsana Estate
2,5
Standart Penabur (kg/HK) 700
Standart Pengecer (ton/HK) 3,5
Dosis TM Jenis Pupuk
Kandungan
(kg/pokok)
NK Blend
13% N, 36% K2O
RP
28% P2O5
2
400
3,5
Dolo mite
18% MgO, 30% CaO
1,0
650
3,5
Kieserit
27% MgO, 23% S
1,4
650
3,5
48% B2O5 14% N, 13% P2O5, 9% K2O, 2,5% CCM 44 MgO Su mber: Kantor Besar ASE (2011)
0,1
7 ha/HK
3,5
2,5
600
3,5
HGF B
Penentuan dosis pupuk yang diberikan didasarkan pada kebutuhan hara tanaman dan kemampuan tanah dalam meyediakan hara. Pupuk diberikan sebagai
29 penambah unsur hara yang kurang atau tidak dapat disediakan oleh tanah. Rekomendasi dosis pemupukan adalah hasil diagnosa jaringan daun (visual & kimia/LSU), analisis kimia tanah, curah hujan, umur tanaman, sejarah/historis pemupukan sebelumnya, analisa produksi tahun-tahun sebelumnya, serta faktor daya dukung lingkungan lainnya (persen pencucian). Secara visual kekurangan unsur hara pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan
melihat
gejala
defisiensi pada
daun
tanaman dan
membandingkannya dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi. Beberapa gejala kekurangan unsur hara yang terlihat pada daun tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Gejala Defisiensi Hara pada Daun. (A). Defisiensi N; (B). Defisiensi K; (C). Defisiensi Cu (D). Defisiensi Mg; (E). Defisiensi B; (F). Defisiensi Fe Leaf Sampling Unit (LSU). Salah satu rangkaian kegiatan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan (jenis pupuk dan dosisnya) adalah melalui analisis jaringan daun tanaman kelapa sawit secara kimia. Sebelum dianalisis dilaboratorium, salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan adalah pengambilan sampel daun. Tujuan utama dari kegiatan pengambilan sampel daun adalah mendapatkan sampel daun yang benar-benar menggambarkan kondisi hara dalam tanaman dan mewakili seluruh tanaman.
30 Pengambilan sampel daun dilakukan antara pukul 07.00-11.00 waktu setempat. Pengambilan sample daun tidak boleh dilakukan pada waktu hujan atau satu jam setelah hujan. Interval antara pengambilan sample daun dengan pemupukan sebelumnya sekurang-kurangnya 2-3 bulan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan LSU antara lain adalah plastik kantong hitam dan putih, plastik berukuran 1 kg, gunting, cat, pensil, pisau, egrek, form LSU, map, kuas, dan foto defisiensi hara. Tanaman sampel adalah tanaman yang berada pada barisan tanaman sesuai dengan sistem pengambilan sampel daun. Apabila tanaman sampel yang akan diambil sampel daunnya adalah pokok gajah, tanaman non valuer, tanaman di tepi jalan, tanaman sakit, tanaman di tepi parit atau sungai, dan tanaman yang terserang ulat api maka pokok sampel diganti dengan tanaman yang ada disebelahnya tetapi masih dalam satu barisan. Daun yang diambil adalah daun pada pelepah ke-17 (daun yang berada pada fase perkembangan yang telah sempurna). Pelepah ke-17 dipilih karena dinilai dapat menggambarkan status hara pada tanaman (paling peka/responsife terhadap kekurangan hara) dibanding daun yang lain. Pelepah ke-17 menunjukkan perbedaan yang paling mencolok dalam tingkat kandungan hara N, P, dan K serta memiliki korelasi yang lebih jelas dengan produksi tanaman. Penentuan daun ke-17 diawali dengan menentukan terlebih dahulu pelepah pertama yaitu pelepah paling atas yang telah membuka sempurna atau ±90% telah mekar. Dari pelepah pertama ditentukan terlebih dahulu arah spiral pelepah (kanan atau kiri). Pelepah ke-17 terletak dua spiral dibawah daun pertama (sesuai dengan arah spiralnya). Jika tanaman sudah terlalu tinggi sehingga sulit melihat pupus daunnya dari bawah, daun ke-17 merupakan pelepah yang membentuk sudut 450 kira-kira jatuh pada pelepah ke-3. Pelepah ke-17 diambil dengan menggunakan egrek. Kemudian diambil tiga helai anak daun sebelah kiri dan tiga helai anak daun sebelah kanan pada bagian tengah pelepah (peralihan antara batang pelepah yang sudah tua dan yang muda). Helaian anak daun dipotong sepanjang 40 cm dengan menggunakan gunting dan dimasukkan ke wadah plastik dan dibuat terpisah antara helai bagian kiri dengan yang kanan. Setelah potongan-potongan daun yang sudah terkumpul
31 dipotong-potong lagi menjadi bagian yang lebih kecil (2-3 cm) dan dibuang lidinya dan di keringkan dengan oven selama 5-7 jam pada suhu 80-1000 C untuk mengetahui berat keringnya. Sampel daun kemudian dikirim ke Minamas Research Center (MRC) untuk dianalisis.
Gambar 6. Nomor Daun ke 17 (kiri), Pengambilan Helai Daun (kanan) Sistem dan organisasi pemupukan. Pemupukan di ASE mengacu pada Blok Manuring System (BMS) yaitu sistem pemupukan yang terkonsentrasi, dikerjakan blok per blok menggunakan tenaga tim yang terlatih dengan sasaran mutu pemupukan yang lebih baik. Kelebihan sistem BMS adalah kegiatan supervisi dapat lebih fokus, produktifitas tenaga kerja lebih tinggi, dan biaya produksi yang rendah (Manual Referensi Agronomi, 2004). Dengan sistem BMS diharapkan permasalahan yang sering terjadi pada program pemupukan seperti keterlambatan pembelian pupuk, kualitas pupuk yang tidak sesuai dengan spesifikasi, penyimpanan yang salah, mutu aplikasi yang jelek, organisasi kerja yang tidak efektif, jadwal pemupukan yang meleset dari rencana, biaya yang mahal dan administrasi yang tidak akurat dapat diatasi. Organisasi pelaksana kegiatan pemupukan dalam sistem BHS meliputi tenaga angkut pupuk, penabur pupuk, mandor pupuk sekaligus kerani pupuk, asisten divisi dan manajer kebun. Perencanaan dan Persiapan. Rekomendasi pemupukan harus sudah diterima kebun selambat- lambatnya bulan oktober untuk pemupukan program tahun berikutnya. Pembelian pupuk mrngacu pada rekomendasi pemupukan dan perkiraan stok pupuk akhir tahun (jika perencanaan dan aktual dilakukan dengan
32 benar, seharusnya tidak ada sisa stok pupuk). Jenis dan jumlah pupuk harus tersedia di kebun pada waktunya, sehingga pembelian pupuk harus sudah dilakukan 2 bulan sbelumnya. Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapngan harus sudah dipastikan kesiapannya sehari sebelum pemupukan. Pagi harinya pupuk harus sudah dimuat dan segera diecer ke lapangan dan diletakkan pada tempat yang telah ditentukan oleh mandor pupuk. Pupuk yang sudah diecer harus segera diaplikasi pada hari itu juga, Jika pemupukan tidak selesai karena hujan atau lainnya, maka pupuk harus segera dibawa ke gudang divisi. Kebutuhan tenaga penabur harus sesuai dengan luas areal yang akan dipupuk tergantung dari jenis dan dosis pupuk per pokopk, topografi lahan, dan kemampuan penabur. Pelaksanaan Pemupukan. Pelaksanaan pekerjaan pemupukan dilakukan blok per blok. Kegiatan dimulai dari rumah tim pupuk (penabur mengambil peralatan kerja serta alat pelindung diri) kemudian apel pagi dengan mandor pupuk di lapangan. Mandor pupuk memberikan instruksi akan pekerjaan yang akan dilakukan (jenis pupuk yang diaplikasikan, dosis/takaran, blok yang akan diaplikasi), mengalokasikan tenaga penabur sesuai KKP masing- masing, absensi karyawan, mengecek kelengkapan peralatan kerja (bin pupuk, mangkuk/takaran) termasuk alat pelindung diri (baju lengan panjang, kerudung/topi, masker, apron, sepatu boots, dan sarung tangan). Penabur menempati hancak masing- masing kemudian membuka karung pupuk secara hati-hati agar tidak tumpah dan memasukkan pupuk ke dalam bin masing- masing. Penaburan dimulai dari pasar tengah menuju collection road (arah timur-barat blok) dengan dosis per pokok sesuai rekomendasi. Penaburan dilakukan melingkar merata di bibir piringan atau diatas rumpukan pelepah. Setiap
penabur wajib
menyelesaikan hancaknya
rintis per rintis dan
menyelesaikan hancak KKP nya (hanca per KKP 23-25 jalur atau 12-13 rintis) sesuai dengan ketentuan, serta mengumpulkan goni bekas pupuk dan mengikatnya setiap 10 goni untuk memudahkan kontrol.
33 Pemanenan Pemanenan adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena hasil panen dapat langsung menjadi sumber pemasukan bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Sasaran utama pekerjaan panen adalah tercapainya produksi TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah, dan mutu produksi yang baik berupa asam lemak bebas yang rendah (FFA <3). Oleh karena itu fokus utama pengelolaan kegiatan panen adalah memotong semua janjang matang pada interval tertentu (7-9 hari), mengutip seluruh brondolan (loose fruit) dan menghantarkanya ke PKS selambatlambatnya dalam waktu 24 jam dengan mutu panen sesuai standar. Kunci sukses kegiatan panen yaitu interval dan rotasi panen harus tepat waktu, jumlah pemanen cukup (hectare labour ratio), kompetensi dan disiplin tenaga panen, supervisi yang efektif, sistem premi dan denda panen, sarana dan prasarana panen yang lengkap (peralatan panen, pasar rintis, piringan, titi panen, TPH), sistem dan organisasi panen yang digunakan serta integrasi antara tahap persiapan/perencanaan, pelaksanaan pemanenan, supervisi, pengangkutan TBS, dan administrasi yang baik. Tingkat keberhasilan kegiatan panen diukur dari mutu produk (kualitas CPO), mutu buah (kriteria matang panen), mutu hancak, dan produktivitas tenaga kerja (Tabel 5). Inte rval panen. Interval panen (umur pusingan) adalah faktor penentu yang mempengaruhi tingkat keberhasilan seluruh kegiatan panen sehingga interval panen harus dijaga agar tidak terlambat (umur pusingan >9 hari) atau terlalu cepat (umur pusingan <7 hari). Akibat pusingan panen terlambat (umur pusingan >9 hari) TBS yang dipanen cenderung overipe (terlalu masak) bahkan sampai empty bunch (janjang kosong). Sehingga persen brondolan sangat tinggi akibatnya penyelesaian hancak terlambat, basis borong sulit untuk terpenuhi, prestasi kerja (kg/hk) turun dan biaya panen (Rp/kg) panen naik, serta peluang losses (janjang masak tinggal dan brondolan tidak terkutip) tinggi. Pusingan terlambat menyebabkan penyelesaian hancak pada seksi pada hari itu menjadi tertunda.
34 Pusingan panen terlalu cepat (<7 hari) akan mengakibatkan pemanen cenderung memotong buah under ripe dan unripe untuk memenuhi basis kerja. Meningkatnya buah under ripe dan unripe selanjutnya akan menyebabkan OER (Oil Extraktion Rate) rendah. Pengolahan di PKS tidak optimal karena proses perebusan tidak sempurna, USB (Unstripe Bunch/buah mogol) tinggi, bila jam perebusan ditambah maka kapasitas oleh PKS menjadi rendah, dan hal ini akan meningkatkan biaya pengolahan (Rp/Kg TBS diolah). Tabel 5. Parameter Tingkat Keberhasilan Kegiatan Pemanenan di ASE
Mutu Produk
Mutu TBS
Mutu Hancak
Produktivitas Tenaga kerja
Parameter 1. OER (Oil Extraktion Rate) 2. KER (Kernel Extraktion Rate) 3. FFA (Free Fatty Acid) 1. Unripe 2. Under Ripe 3. Ripe/Over Ripe 4. Empty Bunch 5. Abnormal 6. Old Crop 7. Long/Cut Stalk 8. Kontaminasi (sampah, pasir, tanah) 1. Berondolan tidak terkutip 2. Janjang matang tidak dipanen 3. Pokok tidak dipanen 4. Pusingan normal ≤ 9hari 1. BJR > 25 kg 2. BJR 18 - 24 kg (ton/ha 20 - 25 ) 3. BJR 15 - 18 kg (ton/ha 16 – 20) 4. BJR < 15 (ton/ha < 15)
Standar > 25 % > 4,5 % <3% 0,0 % < 8,0 % > 90 % <2% <5% < 10 % <5% 0% < 2 butir/janjang 0% 0% 100% > 1 400 kg/HK >1 200–1 400 kg/HK > 1 000–1 200 kg/HK min 1 000 kg/HK
Krite ria matang panen. Buah dikatakan mentah (unripe) jika tidak ada brondolan yang lepas alami (0 brondol/kg janjang) dan masih berwarna hitam. Buah kurang matang/mengkal (under ripe) adalah buah dengan jumlah brondolan kurang dari 2 brondolan/kg (12,5-25% buah luar memberondol) dan berwarna kemerahan. Buah matang (ripe) adalah buah dengan brondolan lepas alami 2 brondol/kg (25-50 % buah luar memberondol) dan berwarna kemerahan. Buah dikategorikan over ripe (lewat matang) jika 51-100% buah luar atau sebagian
35 buah dalam memberondol. Empty bunch adalah buah dengan brondolan lepas alami >95% dan belum ada tanda-tanda busuk pada permukaan potong buah. Buah dikategorikan mempunyai gagang panjang (long stalk) jika hasil potongan gagang panjang lebih dari 5 cm yang diukur dari permukaan buah sampai sisi potongan yang miring (bagian yang terpendek). Old crop adalah buah yang tidak terangkut >2 hari. Kriteria matang panen ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Kriteria Matang Panen (A) Unripe/Mentah; (B) Under ripe/Mengkal; (C) Ripe/Matang; (D) Over ripe/Lewat matang; (E) Empty bunch/janjang kosong Sistem dan organisasi panen. Sistem panen di ASE dikenal dengan BHS (Block Harvesting System), yaitu sistem panen yang terkonsentrasi pada pergerakan yang teratur, sistematis dan diselesaikan blok per blok. Target penyelesaian satu seksi panen adalah satu hari untuk menjamin kesinambungan penyelesaian hancak di hari berikutnya. Satu seksi dikerjakan dengan titik awal dan arah gerakan yang sama (searah dengan main road), masing- masing mandor dan tenaga potong buah mengerjakan hancak blok dan seksi panen yang sama. Dalam pelaksanaannya sistem BHS dikelompokan lagi menjadi: 1) BHS Non DOL (Non Division Of Labour) dan 2) BHS by DOL (Division Of Labour) yang terdiri dari BHS DOL-2 dan BHS DOL-3. Kedua sistem BHS ini digunakan pada kondisi yang berbeda yang mengacu pada hectare cover pemanen dan produksi blok atau seksi. Pada TM1-TM6 yang panennya menggunakan dodos
36 biasanya masih menggunakan BHS Non DOL sedangkan untuk tanaman dengan umur >9 tahun (≥TM 7) yang panennya sudah menggunakan egrek digunakan system BHS DOL-2. Dalam sistem BHS Non DOL satu orang tenaga bekerja sebagai cutter, carrier, dan picker. Pada sistem BHS DOL-2 cutter berfungsi sekaligus carrier sedangkan picker adalah orang yang berbeda. Pada BHS DOL-3 tenaga panen terdiri atas tiga orang yang masing- masing sebagai cutter, carrier, dan picker. Tujuan diterapkanya sistem BHS adalah untuk meningkatkan spesialisasi pekerjaan panen, menunjukkan tanggung jawab serta wewenang dengan jelas serta memperbaiki sistem pembayaran untuk kegiatan panen. Organisasi pelaksana kegiatan panen di ASE terdiri dari pemanen, mandor panen, kerani panen, kerani transport, mandor I, asisten divisi dan manager. Jumlah mandoran dan tenaga kerja di masing- masing divisi berbeda tergantung luasan yang harus dipanen. Jumlah mandoran di divisi I ada 3 mandoran, divisi II ada 2 mandoran, dan divisi III ada 3 mandoran serta masing- masing mandoran memiliki 1 orang kerani panen. Tiap mandoran membawahi 20-25 pemanen. Tiap divisi memiliki satu orang kerani transport yang bertanggung jawab terhadap pengangkutan TBS dan berkoordinasi dengan kerani panen. Persiapan dan pe rencanaan panen. Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan sebelum TBM beralih menjadi TM. Secara sistematis sebelum melangkah pada tahap pelaksanaan, proses perencanaan harus dilakukan secara detail, dengan garis besar 1) persiapan kondisi areal, 2) penetapan seksi panen, 3) penetapan luas hancak kerja pemanen dan mandoran, dan 4) penyediaan peralatan kerja. Beberapa hal yang harus dikerjakan dalam persiapan areal sebelum TBM menjadi TM adalah perbaikan jalan dan jembatan baik di main road maupun di collection road. Perbaikan pasar rintis dan pembuatan titi panen, pembersihan piringan dengan jari-jari 2-3 meter, serta pembuatan TPH (4 m x 7 m) pada setiap tiga pasar rintis atau enam baris tanaman dengan ukuran lebar 1.2-1.5 meter. Permukaan TPH dibuat rata dan harus bersih dari gulma dan kotoran atau sampah serta pemberian alas berupa goni bekas untuk tempat peletakan berondolan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan kontaminasi. Setiap TPH berisi keterangan tentang nomor TPH dan blok tempat TPH berada.
37 Seksi panen berfungsi sebagai kerangka area kerja yang harus diselesaikan dalam satu hari panen. Luas seksi panen ditentukan sedemikian rupa agar dapat diselesaikan dalam satu hari, mempermudah pindah hancak dari satu blok ke blok lain, mempermudah kontrol asisten, mandor I dan mandor panen, transport TBS lebih efisien serta output pemanen lebih tinggi. Penentuan seksi panen adidasrkan pada luas areal TM, potensi produksi (ton/ha) per blok, jumlah dan sebaran pokok produktif, kondisi topografi, dan jumlah jam kerja. Peta seksi panen di ASE disajikan pada Lampiran 10. Penetapan luas hancak mandor berfungsi sebagai kerangka kerja tetap untuk mempertajam proses supervisi, sehingga diharapkan timbulnya rasa tanggung jawab atas pemeliharaan mutu hancak dan siklus buah dalam jangka panjang, membangun budaya kompetisi yang sehat antar mandor panen. Hancak mandor panen terkonsentrasi pada 1-2 blok menyamping dan memanjang 2-3 blok sesuai luas seksi panen divisi. Penentuan luas hancak mandor panen tergantung dari jumlah tenaga kerja potong buah dan keseragaman waktu penyelesaian hancak dengan mandoran lain. Luas hancak pemanen ditentukan berdasarkan target output yang hendak dicapai (ton per hektar), hectare cover pemanen, serta topografi areal. Jumlah baris atau rintis untuk hancak pemanen adalah 3-4 rintis per pemanen dan 2-3 blok ke depan. Dalam sistem BHS dikenal istilah KKP (kelompok kecil pemanen). KKP terdiri dari 3-4 orang pemanen yang diharapkan dapat mengantisipasi adanya ketidakhadiran salah satu tenaga potong buah, tenaga potong buah tidak sanggup menyelesaikan hancak akibat adanya kecelakaan kerja atau alat panen yang rusak, serta fluktuasi kenaikan kematangan buah yang cukup tinggi. Pelaksanaan. Kegiatan panen dimulai dari lingkaran pagi dengan mandor panen (mandor menghancakan pemanen dan pemberondol serta mengecek kelengkapan alat kerja dan pelindung diri). Setelah lingkaran pagi pemanen diikuti pemberondol segera memasuki hancak tetap masing- masing sesuai batas hancak yang telah ditentukan. Pelepah yang menjadi penyangga buah matang dipotong (tidak boleh sengkleh) dijaga agar tidak over pruning atau sebaliknya, kemudian disusun pada gawangan mati. Buah diangkut dan disusun TPH (tempat pengumpulan hasil) secara teratur (kelipatan lima) kemudian diberi nomor
38 pemanen pada permukaan potongan salah satu buah. Pemberondol mengutip berondolan setelah pemanen berada pada beberapa pokok di depannya. Berondolan dikutip dengan tangan dan tidak boleh menggunakan garukan agar tidak tercampur dengan kotoran kemudian dimasukkan ke dalam G-bag dan disusun di TPH di sebelah kiri susunan TBS dan diberi nomor pemberondol (Gambar 8). Kerani panen menghitung dan mencatat TBS serta berondolan. Mandor memeriksa mutu hancak setiap pemanen dan pemberondol serta membuat laporan ke asisten divisi. Peralatan panen yang digunakan untuk pekerjaan panen terbagi menjadi tiga fungsi yaitu alat potong buah, alat kutip berondolan, alat angkut buah ke TPH. Jenis, spesifikasi, dan kegunaan beberapa peralatan panen disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Peralatan Panen di Angsana Estate No Nama Alat
Spesifikasi
1
Dodos Kecil
Berbentuk tembilang lebar mata 8 cm
2
Dodos besar
lebar mata 14 cm
Kegunaan Potong buah TM1 dan TM2 atau umur tanaman 3-4 tahun Potong buah TM3-TM6 atau umur tanaman 5-8 tahun
Harvesting pole Goni bekas pupk
Berat 0,5 kg, panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm, sudut lengkung. Aluminium ukuran 6 m dan 12 m Ukuran berbeda tergantung jenis pupuk
6
Angkok
Kereta sorong beroda satu
7
G-bag
Berbentuk jarring
8
Ganco
Besi beton 3/8 “, panjang sesuai kebiasaan setempat
Memuat TBS ke angkong
9
Tojok
Besi berbentuk seperti lembing/tombak
Memuat TBS ke alat transport
10
Alat pelindung Helm, sepatu boats, sarung diri (APD) dodos/egrek
3
4 5
Pisau egrek
Potong buah umur tanman > 9 tahun Galah pisau egrek Wadah memindahkan berondolan ke transport Alat untuk angkut TBS ke TPH Pengumpulan/packing brondolan
Melindungi diri dari bahaya keselamatan kerja
39
Gambar 8. Kegiatan Panen: (A) Potong buah dengan egrek; (B) Pengutipan berondolan dengan tangan; (C) Penyusunan buah di TPH; (D) penggunaan g-bag Pengangkutan TBS. Kegiatan transportasi diperkebunan terutama diarahkan untuk menjamin kelancaran arus produksi TBS ke PKS. Organisasi pekerjaan transportasi harus dilaksanakan sebaik mungkin dengan prinsip utama melakukan evakuasi TBS dari kebun ke PKS secepat-cepatnya (maksimal 24 jam setelah dipanen). Sasaran utamanya adalah untuk menjaga kualitas mutu produk yaitu kandungan asam lemak bebas yang rendah. Penentuan jumlah unit transportasi untuk mengangkut TBS per harinya ditentukan oleh taksasi produksi harian, kapasistas angkut unit, jarak antara lokasi panen dengan pabrik, waktu yang dibutuhkan untuk memuat buah ke unit transport, serta antrian di PKS. Sebagai contoh, taksasi produksi sebanyak 95 ton. Jarak tempuh rata-rata ((jarak terjauh + jarak terdekat/2)) adalah 8 km dan estimasi waktu tempuh 0.75 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk memuat TBS ke unit selama 1 jam sehingga satu unit membutuhkan waktu 1.75 jam untuk satu kali pengangkutan. Jika kapasitas rata-rata unit transport sebesar 7 ton/per unit dan jam kerja unit dalam satu hari selama 8 jam maka dalam satu hari tiap unit mampu mengangkut sebanyak 5 kali, sehingga jumlah unit yang harus disiapkan adalah 3 unit.
40 Kapasitas kebun yang melebihi kapasitas oleh pabrik dalam satu hari atau kerusakan di pabrik akan menyebabkan antrian buah di PKS dan hal ini akan menghambat pengangkutan TBS shingga jam kerja alat angkut menjadi berkurang. Jika kondisi seperti ini terjadi maka perlu adanya tambahan transportasi untuk pengangkutan TBS agar tidak terjadi restan di kebun. Sistem pre mi dan denda. Penetapan sistem premi harus didasarkan pada biaya potong buah per kg TBS sesuai anggaran tahun berjalan dan sistem premi sebelumnya. Sistem premi bertujuan untuk memberikan penghargaan pada pekerja pada saat hasil kerja di atas standar (basis), merangsang pekerja untuk berupaya mencapai out put di atas standart, mendorong kenaikan out put dengan biaya yang lebih rendah, dan memupuk tanggung jawab pekerja pada tugasnya. Penentuan standar basis borong ditetapkan dengan pertimbangan, hectare cover dan rata-rata out put pemanen selama 7 jam/hari kerja biasa dan 5 Jam pada hari jumat, kondisi topografi areal panen, kondisi tanaman (umur tanaman-tinggi pokok, BJR, homogenitas tanaman, dan persentase pokok produktif), total output (Kg/HK) dan biaya panen (Rp/kg upah dan premi panen) dalam anggaran/budget pada tahun berjalan. Premi pemanen terdiri atas premi siap borong dan premi lebih borong. Premi basis borong adalah premi yang di berikan pada pemanen ketika jumlah janjang dipotong telah melebihi dan atau sama dengan jumlah janjang yang telah ditentukan sebagai basis borong. Premi lebih borong adalah premi yang diberikan jika pemanen memperoleh jumlah janjang melebihi janjang basis, Besarnya premi lebih borong dihitung berdasarkan selisih antara total perolehan janjang dengan total janjang basis, pada setiap tahun tanamnya. Premi pemberondol hanya diberikan berupa premi lebih borong. Premi lebih borong brondolan diberikan pada saat perolehan berondolan minimal lebih besar dari basis brondolan. Premi untuk
supervisi
dihitung berdasarkan persentase
terhadap
total premi
karyawannya. Premi panen di Angsana Estate disajikan pada Tabel 7.
41 Tabel 7. Premi Karyawan Panen dan Supervisi di ASE Pemanen Basis TT
1996
1998
1999
2000
BJR
Pemberondol
Premi
Siap Borong
Siap Borong
(Jjg)
(Rp)
JJG Lebih Borong (Rp)
Basis
Premi
Siap Borong
Lebih Borong
(kg)
(Rp/kg)
Supervisi
Mandor Panen
Kerani Panen & Mandor I
18.6
P0
120
2 000
325
225
90
150%
125%
18.6
P1
130
6 000
325
225
90
Dari
dari
18.6 18.6
P2 P3
150 172
12 500 18 500
325 325
225 225
90 90
Total Premi
total premi
18.6
P4
189
25 000
325
225
90
Karyawan
Karyawan
17.7
P0
140
2 000
300
225
90
150%
125%
17.7
P1
160
6 000
300
225
90
Dari
dari
17.7
P2
180
12 500
300
225
90
Total
total
17.7
P3
200
18 500
300
225
90
Premi
premi
17.7
P4
220
25 000
300
225
90
Karyawan
Karyawan
16.8
P0
175
2 000
275
225
90
150%
125%
16.8
P1
200
6 000
275
225
90
Dari
dari
16.8
P2
225
12 500
275
225
90
Total
total
16.8
P3
250
18 500
275
225
90
Premi
premi
16.8
P4
275
25 000
275
225
90
Karyawan
karyawan
14.6
P0
180
2 000
250
225
90
150%
125%
14.6
P1
205
6 000
250
225
90
Dari
dari
14.6
P2
230
12 500
250
225
90
Total
total
14.6
P3
258
18 500
250
225
90
Premi
premi
14.6
P4
284
25 000
250
225
90
Karyawan
karyawan
2006 3.87 P0 225 8 500 150 NonDol 60 Idem Idem Sumber: Kantor Besar ASE (2011): Ketentuan dan Ketetapan Premi 2010-2011 Area Sebamban
Kegiatan supervisi bertujuan untuk menjaga kualitas dari pekerjaan panen yaitu menjaga mutu buah dan mutu hanca. Perusahaan menetapkan denda terhadap kesalahan/pelanggaran yang terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan disiplin karyawan sekaligus memberikan pembelajaran atas kesalahan yang dilakukan sehingga memberikan manfaat bagi perusahaan. Pemberian denda kepada karyawan di ASE mengacu pada ketentuan seperti pada Tabel 8.
42 Tabel 8. Parameter Pemberian Denda Karyawan di ASE
No A.
Denda /Sangsi Karyawan
Parameter
Cutter-Carrier
Picker
Kenek
Rp 5 000/Jjg
-
-
Mutu Buah
1
Buah Mentah (Unripe)
2
Buah Matahari
Rp 750/Jjg
-
-
3
Buah Diperam
Rp 5 000/Jjg
-
-
4
Gagang Panjang
Rp 250/Jjg
-
-
5
Empty Bunch terangkut ke PKS
-
-
Rp 500/Jjg
B
Mutu Hancak Rp 5 000/Jjg
-
-
- Dalam Piringan
-
Rp 100/ Brd
-
- Poko k Sawit
-
Rp 100/ Brd
-
- Gawangan/Pasar Rintis
-
Rp 100/ Brd
-
-
3
- TPH/pinggir jalan Buah tidak Disusun rapi di TPH
Rp 1 000/TPH
Rp 250/TPH
-
-
4
Pelepah Sengkleh
-
-
-
5
Pelepah Tidak d isusun Rapi
Rp 1 000
-
-
1
Janjang Masak tidak Dipanen Brondolan tidak terkutip
2
6 Over Pruning Rp 500/Plp Su mber: Kantor Besar ASE (2011): Ketentuan dan Ketetapan Premi 2010-2011 Area Sebamban
Administrasi panen. Data hasil kerja berfungsi sebagai bahan analisa dalam proses evaluasi hasil kerja panen, sebagai referensi/pertimbangan dalam proses perencanaan kegiatan panen, membantu kecepatan dalam pengambilan keputusan atas masalah- masalah yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan panen, sebagai salah satu alat bantu dalam proses supervisi, pendukung dalam pembuatan daftar pembayaran upah dan premi karyawan, dan sebagai alat ukur tingkat efesiensi dan efektivitas pengelolaan organisasi panen. Adapun administrasi panen dalam kegiatan harian, mingguan, dan bulanan meliputi; Buku kegiatan Mandor (BKM), Pusingan Potong Buah, Pemeriksaan Mutu Buah dan Hancak, Rekapitulasi Pemeriksan Mutu Buah dan Hancak., Buku Penerimaan Buah dan Brondolan, Notes potong Buah, Surat Pengantar Buah (SPB), Taksasi Produksi, Crop Book, Laporan Potong Buah SKU (LPB-SKU), Laporan Kutip Brondolan (LKB), Laporan Produksi dan Biaya, Laporan
43 Pengolahan TBS Pengolahan TBS dan pemasaran CPO di PT Ladangrumpun Suburabadi menjadi tanggung jawab unit pabrik (Angsana Factory/ASF). ASF memiliki kapasitas olah sebesar 60 ton/jam dan menerima TBS yang berasal dari beberapa kebun yaitu ASE, Pantai Bonati Estate (PBE), Gunung Sari Estate (GSE), Mustika Estate (MTE), dan KKPA 1, 2, 3, 4 dan 5. Secara umum PKS terdiri dari stasiun utama (stasiun penerimaan buah, rebusan, pemipilan, pencacahan dan pengempaan, pemurnian, stasiun nut- kernel) dan stasiun pendukung (stasiun pembangkit tenaga, laboratorium, pengolahan air, penimbunan produk, bengkel, dan stasiun limbah). Stasiun pene rimaan buah. Pada stasiun penerimaan buah terdapat dua unit pendukung yaitu jembatan timbang (weight bridge) dan loading ramp. Setiap unit kendaraan (truck) yang membawa TBS terlebih dahulu ditimbang pada jembatan timbang (weight bridge), untuk kemudian menuangkan (unloading) TBS ke loading ramp kemudian truk kosong ditimbang kembali untuk mengetahui berat bersih dari TBS. Fungsi utama jembatan timbang adalah menimbang TBS yang masuk dan produksi yang diangkut keluar pabrik (CPO, kernel, janjang kosong, cangkang dan lain- lain). Di ASF terdapat 2 unit jembatan timbang kapasitas 40 ton lengkap dengan instalasi komputer didukung dengan software WIS (Weight Bridge Information System) dan printer untuk mencetak karcis timbang. Loading ramp adalah tempat untuk menampung TBS yang diturunkan dari truk, merupakan suatu bangunan dengan lantai miring bersudut ± 27o tujuannya untuk mempermudah pemasukan TBS ke conveyor oleh gaya gravitasi, yang selanjutnya didistribusikan masuk ke lori, kemudian ditarik dengan menggunakan capstand untuk dipindahkan ke jalur rebusan (sterilizer). Stasiun perebusan (sterilizer). Tujuan proses perebusan adalah untuk menghentikan kegiatan enzim penyebab hidrolisis minyak untuk mencegah meningkatnya kadar FFA (Free Fatty Acid), memudahkan proses pemipilan pada thresher untuk melepaskan brondolan dari tandannya, memudahkan proses pelepasan minyak dari daging buah dengan berkurangnya kadar air sehingga mempermudah proses pengempaan (press), serta memudahkan proses pelepasan
44 inti sawit dari cangkangnya dengan berkurangnya daya ikat karena turunnya kadar air. Produk sampingan (by products) dari stasiun ini berupa air kondensat yang kemudian dialirkan ke kolam limbah. Proses perebusan dilakukan dalam bejana tertutup rapat dan berbentuk silinder horizontal yang dilengkapi pipa dan katup-katup pemasukan uap, pengeluaran uap, pengeluaran kondensat, pengukuran tekanan, pintu masuk dan keluar serta rail band. Metode dasar perebusan adalah memasak atau merebus buah dengan uap bertekanan 2.5-2.8 kg/cm2 pada temperatur 120-130 o C. Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali rebusan adalah 80-90 menit. Jumlah bejana rebusan yang terpasang di ASF sebanyak 4 unit lengkap dengan instalasi otomatis, semi otomatis atau manual untuk pengoperasiannya.
Gambar 9. Stasiun Rebusan (Sterilizer) Stasiun bantingan (thresher). Pada stasiun bantingan ini buah matang dari rebusan dipisahkan antara buah (brondolan) dengan janjangannya (janjangan kosong/JJK). Alat yang digunakan adalah rotary drum thresher sebanyak 3 unit dengan kecepatan putaran 24 rpm (rotation per menit). Brondolan yang terpisah selanjutnya diteruskan ke stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser) melalui rangkaian conveyor sedangkan hasil sampingnya (JJK) dengan bantuan conveyor ditampung di hoper JJK pada stasiun janjangan kosong yang selanjutnya JJK dimuat ke truk/traktor untuk diaplikasikan ke kebun.
45 Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser). Digester merupakan suatu unit berbentuk bejana/silinder yang didalamnya terdapat batang pengaduk (strainer) yang berputar terus, dimana buah matang dari stasiun bantingan diaduk dan dilumatkan yang bertujuan untuk memudahkan pemisahan biji dari daging buah dengan tingkat kerugian yang sekecil-kecilnya sehingga memudahkan proses pengempaan (press).
Gambar 10. Stasiun Pengempaan (Presser) Presser yang terpasang di PKS Angsana sebanyak 6 unit dengan kapasitas olah 15 ton/unit/jam. Massa buah yang sudah lumat akibat pengadukan di bejana pengadukan (digester) masuk kedalam kempa ulir (screw press), dan daging buah akan diperas untuk diambil minyak kasar, serabut dan nut/biji. Pada pengempaan ini diharapkan tidak ada minyak kasar yang tertinggal pada serabut dan juga tidak ada nut/biji yang pecah karena pengempaan yang terlalu kuat. Stasiun pemurnian (clrarifier). Minyak kasar yang diperoleh dari proses pengempaan harus dibersihkan dari kotoran, baik kotoran padat maupun cair yang dimaksudkan untuk mendapatkan minyak semurni mungkin yang dikehendaki dan agar minyak tahan lama (tidak turun mutunya karena reaksi pengasaman). Proses pemisahan minyak minyak murni dari minyak kasar (proses pemurnian) ini dilakukan dengan prinsip
penyaringan,
pengendapan,
dan
pemusingan
(sentrifugal) yang terjadi pada beberapa tahap. Minyak kasar yang diperoleh dari proses pengempaan akan melalui vibrating screen untuk kemudian ditampung di COT (Crude Oil Tank). Vibrating
46 screen berfungsi untuk menyaring kotoran seperti fibre, lumpur, dan pasir. Kotoran yang tidak lolos saringan masuk kembali ke digester melalui conveyor dan elevator yang terhubung. COT berfungsi untuk menampung sementara minyak kasar sebelum dialirkan ke CST (Countinous Settling Tank) dan di COT ini sebagian kotoran (padatan dan pasir) juga diendapkan dan dipisahkan dari minyaknya. COT dilengkapi dengan pipa injeksi steam untuk menaikkan temperatur minyak kasar menjadi 95o C dengan tujuan supaya memudahkan pemisahan minyak pada proses selanjutnya.
Gambar 11. Stasiun Pemurnian (Clarifier) CST berfungsi untuk memisahkan minyak dan sludge (lumpur) dengan prinsip pengendapan melalui perbedaan berat jenis. CST dilengkapi pengaduk berputar untuk melepaskan minyak yang terperangkap pada endapan lumpur, injeksi steam untuk mempertahankan suhu pada 950 C, pipa under flow untuk mengalirkan sludge dan mengalirkannya ke sludge tank. Minyak dari CST kemudian di kirim ke POT (Pure Oil Tank) sebelum dikirim ke vacum dryer untuk dipanaskan hingga suhu 90-950 C. Vacum dryer dilengkapi dengan vacum pump yang berfungsi untuk memerangkap butiran air yang terpisah dari minyak murni. Minyak murni kemudian dikirim ke storage tank dan air yang terperangkap ditampung pada hot well tank. Sludge di sludge tank masih mengandung minyak sehingga dilakukan pengutipan kembali, dan minyaknya ditampung di recovery oil tank kemudian dikembalikan ke CST sedangkan sludge (heavy phase) dibuang ke fat fit yang selanjutnya dipompakan kolam limbah.
47 Stasiun nut-ke rnel. Pemisahan biji dan serabut dilakukansecara pneumatic (pemisahan dengan hisapan udara). Ampas press (campuran biji dan serabut) berbentuk gumpalan dipecah di cake breaker conveyor untuk mempercepat penguapan air yang terkandung didalam serabut, agar serabut menjadi lebih ringan dan mudah dipisahkan dari biji. Di dalam depericarper, bahan-bahan ringan seperti seperti serabut dan cangkang halus akan dihisap dan dibawa ke siklon, selanjutnya diteruskan untuk bahan bakar boiler. Biji yang lebih berat akan jatuh ke bawah, masuk ke dalam nut polishing drum yang berputar sehingga biji akan bergesekan dengan dinding tromol. Akibat gesekan sisa-sisa serabut yang masih melekat pada biji akan terlepas.
Gambar 12. Stasiun Nut-Kernel Nut/biji akan dikirim ke ripple mill yang dilengkapi dengan batang baja dimana pada saat rotornya berputar menggerakkan/melempar nut sehingga nut dapat pecah. Kemudian kernel, cangkang, dan kotoran halus dari pemecahan nut di ripple mill dikirim ke LTDS 1 dan 2 untuk dipisahkan. Pertama pemisahan kering, yaitu dengan hisapan udara, dengan memanfaatkan perbedaan berat kernel dengan cangkang (LTDS 1 dan2). Kedua pemisahan basah dengan hydrocyclone, yaitu pemisahan yang didasari pada perbedaan berat jenis antara kernel dan cangkang dengan cara pusingan dan bantuan gaya sentrifugal. Selanjutnya kernel yang sudah siap (matang) dikirim ke bulk silo untuk siap dikirim.
48 Pengelolaan Limbah Pengolahan TBS (tandan buah segar) di PKS akan menghasilkan produk utama (CPO dan kernel) serta hasil sampingan (by-products) dalam bentuk limbah padat berupa janjang kosong (JJK), cangkang, dan sabut serta limbah cair (POME). Pengelolaan limbah penting untuk menjaga kebersihan dan kelancaran pengolahan di PKS serta untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan profit perusahaan. Perusahaan juga harus menaati peraturan pemerintah tentang penanganan limbah/lingkungan hidup dan menjaga keharmonisan sosial dengan masyarakat setempat. Limbah padat (JJK). Janjangan kosong (JJK) adalah sisa buah tandan kelapa sawit yang berasal dari stasiun bantingan (thresher) di (PKS). Produksi JJK sekitar 23% dari tiap ton TBS yang diolah. JJK yang diproduksi di pabrik, ditampung sementara di hopper sebelum diaplikasikan ke lapangan. JJK diangkut dari PKS ke blok aplikasi dengan menggunakan truk yang mengantarkan TBS yang terdiri dari dua jenis yaitu truk jenis PS dengan kapasitas 6 ton dan truk jenis HINO dengan kapasitas 8 ton. Pengangkutan JJK dari hopper JJK di PKS dan penumpukan JJK di collection road ditunjukkan oleh Gambar 13.
Gambar 13. Pengangkutan JJK dari Hopper JJK di PKS dan Penumpukan JJK di Collection Road JJK dari PKS ditumpuk di collection road pada titik yang diberi pancang berupa bambu di barisan gawangan mati (tiap tumpuk JJK sebanyak 6-8 ton) kemudian diaplikasikan ke setiap titik aplikasi di dalam blok secara manual menggunakan kereta sorong (angkong) dengan dosis 37.5 ton/ha atau (275
49 kg/titik) dan rotasi satu kali setahun. Tiap angkong mampu mengangkut 50-60 kg JJK sehingga untuk aplikasi satu titik dibutuhkan 5-6 angkong JJK. Aplikasi JJK dilakukan dengan teknik mulching (JJK diaplikasikan sebagai mulsa), untuk TBM diberikan di piringan dan untuk TM di gawangan mati (antara pohon). JJK disebar menjadi satu lapis (tidak ditumpuk) untuk menghindari perkembangan hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros). Aplikasi JJK di ASE dikerjakan oleh pekerja harian lepas (bukan karyawan SKU). Penggunaan tenaga kerja harian lepas dinilai lebih tepat dibandingkan karyawan SKU karena target aplikasi JJK adalah teraplikasinya JJK tidak lebih dari tiga hari. Tiap mandor JJK membawahi 5-7 orang pekerja. Standar kerja aplikasi JJK yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 5 HK/ha atau sama dengan 27 titik/HK (dosis 37.5 ton/ha atau 275 kg/titik). Prestasi kerja karyawan rata-rata sebanding dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan sedangkan prestasi kerja penulis saat mengikuti kegiatan aplikasi JJK adalah 15 titik/HK. Metode aplikasi JJK di ASE selain dengan teknik mulching yang diaplikasikan di antara pokok (TM) dan piringan (TBM) juga dikenal aplikasi dengan teknik focal feeding yaitu aplikasi JJK yang ditumpuk pada pits atau lubang-lubang buatan. Lubang buatan untuk focal feeding dibuat di gawangan mati dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 1 meter, dan dalamnya 0.75 meter secara mekanis dengan menggunakan mini excavator. Lubang dibuat tegak lurus dengan arah baris tanaman dan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan untuk mengurangi laju aliran permukaan (run off). Tiap lubang mampu menampung sekitar 2 ton JJK untuk aplikasi pertama dan akan terus berkurang untuk aplikasi kedua dan berikutnya karena penyusutan volume lubang. Metode focal feeding merupakan suatu pendekatan inovatif untuk meminimalkan kehilangan unsur hara yang terkandung dalam JJK sekaligus memaksimalkan penyerapan unsur hara oleh tanaman. Lubang yang dibuat juga dapat digunakan untuk menangkap air dan berfungsi sebagai konservasi air hujan untuk mencegah defisit air pada musim kemarau. Aplikasi JJK di lapangan dengan teknik mulching dan focal feeding ditunjukkan pada Gambar 14.
50
Gambar 14. Aplikasi JJK di Lapangan dengan Teknik Mulching (A) dan Teknik Focal Feeding (B). Departemen Riset setiap tahun merekomendasikan blok-blok mana yang akan diberikan JJK dalam suatu program pemupukan JJK. Blok-blok yang akan diaplikasi JJK disurvei lebih dahulu kelayakannya (terletak pada radius 6 km dari PKS, tanah mineral terutama tanah berpasir, bukan daerah rendahan, drainase baik, sarana jalan dan jembatan serta sarana dalam blok berfungsi baik). Limbah Cair (POME). Limbah cair yang dihasilkan pabrik merupakan produk sampingan dari pengolahan TBS di PKS yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), air cucian pabrik, dan air hydrocyclon (air buangan dari proses pemisahan cangkang dan inti sawit. Sebelum diaplikasikan ke lahan, limbah cair sebelumnya ditampung di kolam sementara (fat pit) di Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dan melalui beberapa perlakuan sehingga memenuhi standart mutu (BOD yang sesuai) untuk diaplikasikan yaitu BOD <5 000 mg/L. Sistem aplikasi lahan yang digunakan adalah dengan sistem kolam datar (flat bed) yaitu sistem irigasi yang ditampung pada kolam-kolam datar (seperti rorak-rorak) secara berhubungan dengan ketinggian yang relatif tidak sama atau seperti bentuk terasering. Flat bed dibuat pada gawangan mati yaitu gawangan yang berselingan dengan jalan panen/pasar rintis, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 3.2 m, lebar 1.4 m dan kedalaman efektif 0.4 m dengan kapasitas 1.792 m3 atau setara dengan 1.792 ton air limbah. Jarak antar flat bed dipisahkan oleh pematang dengan lebar 0.4 meter. Pada ujung baris flat
51 bed dibuat tanggul untuk mencegah kebocoran flat bed dan 1-2 parit pengaman untuk menampung luapan limbah dari dalam flat bed saat hujan lebat. Jumlah flat bed per hektar adalah 150–160 flat bed. Volume dan jumlah flat bed di blok aplikasi secara aktual lebih rendah dari yang seharusnya (aktual rata-rata 140 buah flat bed/ha). Hal ini disebabkan oleh topografi ASE yang bergelombang yaitu antara 20-30% dan jenis tanah oxisol yang cenderung berpasir sehingga sering terjadi pendangkalan flat bed. Pada blok aplikasi dibuat sumur pantau untuk pengamatan adanya dampak aplikasi terhadap kualitas air tanah. Blok untuk aplikasi limbah cair dipilih blok yang tidak terlalu jauh dari areal PKS (berkaitan dengan pemakaian instalasi dan kekuatan tekanan pompa), topografi tidak terlalu datar karena pada prinsipnya aliran limbah cair menggunakan konsep gravitasi, dan tidak terlalu banyak areal rendahan sehingga penyebaran aplikasi dalam satu blok maksimal. Pembuatan flat bed tergantung kepada potensi produksi yang dihasilkan setiap tahun, perencanaannya dimaksudkan agar pembuatan flat bed dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dan menghindari flat bed yang tidak terisi.
Gambar 15. Aplikasi Limbah Cair: (A) Flat bed (B) Sumur Pantau Aplikasi limbah cair dilakukan dengan mengalirkan limbah dari kolam N0.8 di stasiun IPAL ke blok-blok aplikasi di kebun menggunakan sistem pompa dan pipa. Pompa yang digunakan berkapasitas 70.33 ton/jam. Pipa yang digunakan adalah pipa utama jenis PVC berdiameter 6 inch, pipa sekunder PVC berdiameter 4 inch, dan pipa distribusi adalah pipa PVC berdiameter 2 inch. Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa-pipa kemudian
52 dialirkan ke flat bed. Limbah cair mengalir antar flat bed secara grafitasi melalui pipa penghubung maupun melalui parit kecil penghubung antar flat bed. Aplikasi limbah dilakukan dengan dosis 750 ton/ha/tahun dengan rotasi 3 (tiga) kali setahun atau empat bulan sekali sehingga dosis tiap aplikasinya sebesar 250 ton/ha, maka untuk setiap rotasi aplikasi limbah cair pada flat bed cukup setinggi 37.5 cm dari dasar flat bed. Aplikasi limbah cair harus disupervisi secara ketat sehingga dapat dicegah terjadinya luapan limbah cair dari blok aplikasi ke parit/sungai. Aplikasi tidak boleh dilakukan di saat hujan. Secara periodik dilakukan rehabilitasi atau pengurasan lumpur yang kemudian dibuang ke kanan kiri flat bed di luar piringan. Pekerjaan aplikasi dilakukan selama 24 jam, baik kegiatan pengaliran limbah maupun kegiatan perawatan kolam limbah di IPAL dan flat bed di kebun. Pengaliran limbah dihentikan jika persediaan limbah di IPAL mencapai batas minimum akibat pabrik tidak berproduksi, terjadi kerusakan pompa atau kebocoran pipa. Pelaksanaan aplikasi limbah cair merupakan koordinasi antara pihak PKS dan kebun. PKS berperan memenuhi instalasi pemasangan pompa dan pipapipa serta pemeliharaannya, memelihara dan merawat serta mengatur penggunaan pompa aplikasi sesuai jadwal aplikasi serta melakukan pengawasan terhadap kualitas limbah. Tenaga kerja pabrik yang mengatur pembukaan pompa terdiri dari dua orang yang terbagi menjadi dua shift, satu orang pagi sampai sore dan satu lainnya dari sore sampai pagi lagi esok hari sehingga biaya tenaga kerja dan lain- lain dibebankan ke pihak PKS. Pengambilan sampel air limbah untuk pengujian kualitas air limbah dilakukan oleh petugas laboratorium (sample boy) setiap hari untuk mengamati pH, total alkali (TA), volatile fatty acid (VFA) dan BOD limbah yang akan diaplikasikan. Pengujian terhadap baku mutu limbah cair oleh penguji dari instansi lain dilakukan setiap bulan. Kebun berperan dalam pelaksanaan pendistribusian limbah cair pada setiap flat bed sesuai jadwal aplikasi. Kegiatan aplikasi limbah cair di kebun dilakukan oleh enam orang yang terbagi menjadi dua shift, dua orang untuk shift pertama dari pagi sampai sore dan dua orang untuk shift kedua dari sore sampai pagi esok hari bertugas untuk membuka dan menutup kran serta mengawasi
53 pengaliran, sedangkan dua orang lagi melakukan perawatan flat bed bertugas membersihkan gulma dan menggali flat bed yang mengalami pendangkalan. Kegiatan aplikasi di kebun dikoordinir oleh seorang mandor effluent yang bertugas mengawasi pekerjaan karyawan serta mencatat lama aplikasi dan mencatat jumlah flat bed yang teraplikasi. Standar kerja untuk aplikasi limbah cair adalah 7 jam/HK aplikasi diluar jam kerja dihitung sebagai lembur (pekerja pabrik) dan lebih borong (pekerja kebun). Prestasi kerja yang diperoleh karyawan rata-rata di atas standar yang ditetapkan sedangkan prestasi kerja penulis adalah 7 jam/HK.
Aspek Manajerial Dalam menjalankan seluruh kegiatan yang ada di kebun diperlukan adanya tenaga supervisi agar kegiatan berjalan lancar sesuai dengan target dan rencana yang disusun oleh asisten divisi. Supervisi (mandor dan kerani) merupakan perpanjangan tangan dan bertanggung jawab kepada asisten divisi akan tetapi kelancaran seluruh pekerjaan pada satu hari kerja adalah tanggung jawab asisten divisi dan asisten divisi bertanggung jawab kepada manajer.
Pendamping Mandor Pelaksanaan kegiatan teknis di lapangan dikoordinir oleh mandor sesuai arahan dari asisten divisi. Setiap hari sebelum memulai pekerjaan di lapangan, seluruh mandor dan kerani mengikuti apel pagi pukul 06.00 WITA bersama mandor I dan asisten divisi. Mandor I dan aisten divisi mengevaluasi kegiatan hari sebelumnya dan memberikan arahan akan pekerjaan yang akan dikerjakan hari ini untuk tiap mandoran. Setelah mengikuti apel pagi, setiap mandor mengadakan apel pagi bersama karyawan masing- masing dan memberikan arahan akan pekerjaan yang akan dilakukan, mengecek kelengkapan alat kerja dan alat pelindung diri (APD) serta menghancakan karyawan di lapangan. Setelah apel pagi, karyawan diberangkatkan ke lokasi pekerjaan masing- masing. Pekerjaan dilakukan dimulai dari pukul 07.00 WITA sampai dengan pukul 14.00 WITA untuk hari kerja normal dan sampai dengan pukul 12.00 WITA pada hari jumat.
54 Mandor I. Mandor I bertugas mengkoordinir seluruh mandor dan kerani akan tetapi dalam pelaksanaanya mandor I difokuskan pada kegiatan produksi atau panen. Mandor I wajib mengikuti apel pagi bersama asisten setiap harinya dan mengikuti apel pagi minimal dengan satu mandoran panen. Mandor I bertugas menjaga pusingan panen tetap normal (≤9 hari 100%), menjaga kualitas dan mutu buah, mutu hancak, dan mutu tunasan, berkoordinasi dengan kerani transport untuk pengangkutan TBS ke PKS (memastikan semua buah terangkut/zero restan), memonitor absensi supervisi dan karyawan, memonitor pembagian catu beras, bertanggung jawab atas lingkungan sosial pondok, melakukan verifikasi laporan yang dibuat oleh tiap mandoran, dan melaksanakan tugas lain dari asisten divisi. Kerani divisi.
Kerani divisi bertanggung jawab terhadap seluruh
administrasi divisi. Tugas-tugas kerani divisi antara lain; merekap laporan kegiatan mandor dari buku kegiatan mandor dan laporan potong buah, mengisi central control dan pusingan panen, mengisi buku prestasi kerja, merekap absensi karyawan, mengisi laporan pagi, mengisi administrasi dinding/structure blok supervision (SBS), monitoring produksi dan biaya, membuat SPK, BAPP, PPI dan bon barang, merekap data absensi dan prestasi dalam checkroll di kantor besar, membuat laporan bulanan asisten (LBA), membuat rekapitulasi daftar gaji dan premi karyawan, dan melayani data yang diminta oleh kantor besar. Laporan bulanan asisten (LBA) berisi struktur organisasi kebun dan divisi, daftar mutasi tenaga kerja, hari kerja efektif SKU-H, produksi TBS (statistik, produksi, output potong buah), monitoring mutu buah, pusingan panen, rekap pemeliharaan TM dan TBM, pemupukan anorganik dan anorganik, dan peta kegiatan. Mandor panen. Tugas utama mandor panen adalah mengkoordinir dan mengawasi kegiatan panen/potong buah setiap harinya. Tanggung jawab dari mandor panen adalah menjaga pusingan potong buah tetap normal, menjaga mutu buah, mutu hancak dan mutu tunasan, mengisi buku kegiatan mandor (BKM), mengisi laporan potong buah (LPB), mengisi SBS, serta membuat taksasi produksi untuk panen di hari berikutnya pada seksi berikutnya (hasil taksasi disampaikan ke kerani transport untuk estimasi kebutuhan kendaraan angkut buah).
55 Kerani panen. Kerani panen bertugas menjaga mutu TBS, menjaga mutu brondolan, berkoordinasi dengan kerani transport dan mandor I (memberitahukan posisi buah yang belum terangkut) serta mengisi administrasi panen. Selama menjadi pendamping kerani panen, penulis bersama kerani panen melakukan pengecekan mutu buah di TPH (unripe, under ripe, over ripe, empty bunch, partenocarpy) dan melakukan penimbangan berondolan. Administrasi yang diisi oleh kerani divisi adalah laporan potong buah (output tenaga potong buah dan pemberondol) dan mengisi administrasi dinding (laporan potong buah yang berisi nama pemanen dan buah mentah yang terpanen). Kerani trans port. Kerani transport bertugas mengkoordinir pengangkutan buah dari lapangan ke PKS dan mengkoordinir pengangkutan karyawan. Kerani transport berkoordinasi dengan sopir untuk kesiapan unit transport dan kenek angkut buah. Kerani panen wajib mengawasi unit yang mengangkut buah dan menghitung buah yang diangkut serta membuat surat pengantar buah ke pabrik, berkoordinasi dengan mandor I dan kerani panen, serta mengisi laporan harian. Mandor pupuk. Kegiatan pemupukan merupakan pekerjaan yang paling mahal dalam operasional kebun sehingga pelaksanaan dan pengawasan terhadap aplikasi pupuk di lapangan harus benar-benar diperhatikan. Losses atau kehilangan pupuk harus diusahakan sekecil mungkin. Mandor pupuk bertugas mengkoordinir pelaksanaan pemupukan mulai dari penentuan blok yang akan dipupuk, pengangkutan pupuk dari gudang sentral ke lapangan, mengawasi pelaksanaan penaburan pupuk, serta membuat administrasi pemupukan. Setelah
mengikuti
apel
pagi
dengan
asisten,
mandor
pupuk
menginstruksikan pengangkutan pupuk ke pengecer dan operator angkutan. Kemudian
mandor
mengadakan
apel
pagi
bersama
karyawan
dan
menginstruksikan pekerjaan yang akan dilakukan (pupuk yang akan ditabur, dosis, takaran, blok, dan hanca penabur), mengisi absensi karyawan, serta mengecek kelangkapan alat kerja (bin, takaran, pisau) dan alat pelindung diri (APD). Selama penaburan berlangsung mandor mengawasi karyawan dan mengumpulkan goni bekas pupuk yang telah digulung oleh karyawan (10 karung/gulungan).
56 Mandor semprot.
Tugas dan tanggung jawab mandor semprot yaitu
mengkoordinir pelaksanaan dan melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pengendalian gulma secara kimia agar diperoleh kualitas penyemprotan yang maksimal dengan penggunaan bahan (herbisida) sesuai rekomendasi. Mandor semprot bertugas membuat bon permintaan bahan yang berisi jenis herbisisda, volume herbisisda, divisi dan blok yang akan diaplikasi. Bon permintaan bahan dibuat sesuai rencana yang dibuat oleh asisten dan disetujui oleh manajer. Setelah melakukan apel pagi dengan asisten, mandor mengadakan apel bersama karyawan. Mandor memberi arahan kepada karyawan rencana penyemprotan yang akan dilakukan (jenis herbisida, dosis dan konsentrasi herbisisda, volume semprot, jenis gulma utama yang harus disemprot, serta blok-blok yang akan disemprot), mengecek kelengkapan dan kondisi alat semprot serta mengecek kelengkapan alat pelindung diri (seragam, apron, sarung tangan, masker, dan penutup kepala). Mandor Kastrasi. Pekerjaan penting pada areal TMB yang akan beralih menjadi TM adalah kastrasi, karena akan menentukan produksi TBS saat tanaman sudah mencapai masa TM. Mengingat pentingnya pekerjaan ini maka perlu adanya pengawasan khusus oleh supervisi. Mandor kastrasi harus benar-benar mengerti pekerjaan yang akan dilakukan sehingga dapat meminimalisasi kesalahan yang dilakukan oleh karyawan. Setelah apel pagi bersama asisten, mandor kastrasi mengadakan apel pagi untuk karyawan, menghancakan dan mengawasi pekerjaan karyawan. Setiap hari kerja mandor wajib mengisi buku kegiatan mandor (BKM) dan melaporkan hasil pekerjaan kepada asisten. Mandor JJK. Mandor JJK (janjangan kosong) bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan aplikasi JJK sebagai pupuk organik. Mandor JJK berkoordinasi dengan mandor transport untuk peletakan JJK pada blok yang akan diaplikasi (biasanyan dengan tanda khusus berupa pancang dari pelepah pada collection road. Mandor JJK melakukan grading USB (unstripe bunch) dengan cara mengambil sampel dari JJK yang telah dikirim dari PKS dan sekaligus melakukan pencatatannya. Mandor JJK bertugas menghitung prestasi kerja karyawan yang dicapai setiap hari dan memasukkannya dalam buku kegiatan mandor (BKM) untuk selanjutnya dilaporkan kepada asisten.
57 Mandor Effluent. Mandor effluent bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan aplikasi limbah cair (POME). Mandor effluent bertugas menjaga pusingan aplikasi limbah cair. Setiap hari mandor effluent berkoordinaasi dengan pihak pabrik (operator mesin pompa) dalam hal pengaliran limbah cair. Apabila keadaan di lapangan tidak memungkinkan untuk dilakukan aplikasi (misal; pipa instalasi bocor) maka mandor effluent segera meminta agar aplikasi dihentikan untuk sementara. Mandor effluent bertugas menghitung volume limbah cair yang diaplikasikan setiap hari, jumlah flat bed yang teraplikasi, mencatat prestasi kerja dan lembur karyawan dalam buku kegiatan mandor.
Pendamping Asisten Asisten divisi bertanggung jawab akan seluruh kegiatan dan lingkungan masyarakat yang ada di divisi secara penuh selama 24 jam dan bertanggung jawab langsung kepada manajer. Dalam menjalankan tugasnya asisten divisi dibantu oleh supervisi (mandor dan kerani). Mandor membantu dalam hal keperluan teknis divisi, mengatur dan mengawasi pekerjaan karyawan. Kerani membantu asisten dalam hal administrasi (kerani panen untuk keperluan administrasi panen dan kerani divisi untuk administrasi divisi). Asisten divisi merancang anggaran produksi dan perawatan kebun bersama senior asisten, kasie dan manajer kebun. Anggaran yang telah dibuat digunakan sebagai acuan untuk target produksi semester dan bulanan, penggunaan bahan, serta kebutuhan dan pemakaian tenaga kerja.
58
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi, Karakteristik dan Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) selain menghasilkan produk utama berupa CPO (Crude Palm Oil) dan kernel juga menghasilkan by products (hasil samping) berupa limbah padat dalam bentuk cangkang, serabut, dan janjangan kosong (JJK) dan limbah cair atau biasanya dikenal dengan istilah POME (Palm Oil Mill Effluent). Dengan teknologi yang tepat limbah tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah dan penyumbang hara di perkebunan kelapa sawit. Potensi pemanfaatan masing- masing limbah disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis, Produksi, dan Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Jenis Tandan kosong Wet Decanter Solid Cangkang Serabut Limbah cair
Produksi per ton TBS (%)
Potensi Pemanfaatan
23
Pupuk Kompos, pulp, kertas, papan partikel, energy
4
Pupuk, Kompos, pakan ternak
6,5 13 50-60
Arang, karbon aktif, papan partikel Energi, pulp krtas, papan partikel Pupuk, air irigasi
Sumber: PT Salim Indoplantation (2000)
Jumlah limbah (baik padat maupun cair) yang di hasilkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) bergantung pada kapasitas olah pabrik, rencana jam olah, sistem pengolahan dan keadaan peralatannya (efisiensi alat). Pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di PT LSI (Angsana Factory/ASF) memiliki kapasitas 60 ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik 20 jam per hari, mulai beroperasi sejak tahun 2004. Berdasarkan pengamatan selama bulan april 2011, rata-rata total TBS yang diolah oleh ASF mencapai 887.523 ton per hari nya dan menghasilkan produksi berupa CPO sebesar 200.326 ton/hari atau sekitar 22.6% dari TBS diolah,
59 janjangan kosong 182.36 ton/hari atau sekitar 20.57% dari TBS diolah, dan limbah cair (POME) sebesar 571 m3 /hari atau sekitar 64.35% dari TBS diolah. Pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) mengacu pada empat pendekatan yaitu, mengurangi volume dan daya cemar limbah pada sumbernya (reduce), mendaur ulang limbah sebagai masukan pada proses yang sama (recycle), menggunakan kembali limbah pada proses yang berbeda (reuse), dan mengolah limbah untuk mengambil komponen yang dapat dimanfaatkan (recovery) (Darnoko dan L. Emingpraja, 2005). Pengelolaan hasil samping (by products) dilakukan berlandaskan pada komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Cangkang dan serabut (fiber) dimanfaatkan kembali untuk bahan bakar boiler untuk pengolahan TBS di PKS, janjangan kosong (JJK) dan limbah cair (POME) diaplikasikan sebagai pupuk organik ke lapangan dengan metode dan dosis yang tepat sesuai dengan rekomendasi Departemen Riset. Janjangan Kosong (JJK) Janjangan kosong (JJK) adalah sisa buah tandan kelapa sawit yang berasal dari stasiun bantingan (thresher) di (PKS).
Produksi JJK cukup besar yaitu
sekitar 23 % dari tiap ton TBS yang diolah, sehingga pemanfaatan JJK ditinjau dari segi ekonomis dinilai dapat meningkatkan profit margin perusahaan melalui peningkatan produksi dan dari segi efektifitas penting
untuk
menjaga
kebersihan/kelestarian lingkungan dan kelancaran proses pengolahan di PKS. Dekomposisi JJK akan menghasilkan hara N, P, K, Mg dan hara mikro serta mampu memperbaikai sifat fisika dan kimia tanah yaitu melalui perbaikan struktur tanah, meningkatkan retensi air tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah (KTK) dan lain- lain. Aplikasi JJK ke tanah bukan saja dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang
akan
meningkatkan
kesuburan
tanah
sehingga
meningkatkan
produktivitas tanah. Selain itu, aplikasi JJK juga bermanfaat sebagai mulsa utnuk meminimalkan erosi pada areal lerang serta dapat menekan pertumbuhan gulma. Aplikasi JJK ke areal pertanaman dilakukan sedemikian rupa sehingga manfaatnya sebagai pupuk organik dapat maksimal serta biaya aplikasi tidak
60 terlalu mahal. JJK yang diaplikasikan adalah JJK segar yang diangkut langsung dari PKS dan segera di ecer (diaplikasi). JJK yang sudah lama menumpuk
di
lapangan sebelum diecer (lebih dari 1 minggu) akan kehilangan banyak hara terutama Kalium (hilang tercuci) dan manfaatnya sebagai bahan pupuk akan jauh berkurang. Di ASE aplikasi JJK yang telah ditumpuk di collection road rata-rata tidak lebih dari satu minggu meskipun ASE sendiri telah menetapkan JJK yang dari PKS tidak boleh ditumpuk lebih dari tiga hari. Aplikasi JJK ke lapangan sebagai alternatif pengelolaan limbah yang ekonomis dan efektif sekaligus sebagai bahan pengganti pupuk telah rutin dilakukan di perkebunan-perkebunan di Indonesia. Namun di Minamas Plantation khususnya di ASE, aplikasi JJK ke lapangan masih bersifat sebagai suplemen untuk meningkatkan produktivitas tanah saja, secara luas belum sebagai substitusi pupuk anorganik. Dari total JJK yang dihasilkan ASF, hanya 45% saja yang diaplikasikan ke ASE, sisanya dikirim ke kebun-kebun tetangga (GSE, PBE, dan MTE). Berdasarkan perkiraan produksi total JJK sebesar 54 708.576 ton/tahun (dihitung dari produksi JJK bulan April 2011 sebesar 4 559.048 ton), maka jumlah JJK yang diterima ASE sebesar 24 618.859 ton/tahun sehingga total luas lahan yang dapat diaplikasi JJK adalah sebesar 656.502 ha/tahun (dosis 37.5 ton/ha dengan rotasi satu kali setahun) atau hanya sekitar 1/6 dari total luas plant area ASE (3047.56 ha). Organisasi pekerjaan aplikasi JJK harus efisien karena biayanya cukup mahal. Prestasi kerja aplikasi JJK di lapangan sekitar 5 HK/ha/rotasi (dosis aplikasi 37.5 ton JJK/ha atau 275 kg JJK/titik) dengan kisaran upah per HK Rp 48 600.00 (per titik Rp 1 800.00) sehingga biaya tenaga kerja aplikasi per hektar untuk satu kali rotasi sebesar Rp 243 000.00. Organisasi pengangkutan JJK di ASE diatur sedmikian rupa dan merupakan koordinasi antara pihak kebun dan PKS. Manajer kebun berkoordinasi dengan manajer pabrik dalam hal jumlah JJK yang dapat diangkut (45% dari total produksi JJK dikirim ke ASE). Senior asisten bertanggung jawab dalam hal penyediaan alat transportasi dan berkoordinasi dengan asisten divisi untuk peletakan JJK di blok aplikasi. Mandor JJK mengkoordinir pengaplikasian JJK di
61 lapangan, membuat pancang untuk peletakan JJK di collection road, mengontrol tenaga kerja dan mencatat prestasi kerja.
Adapun struktur organisasi
pengangkutan JJK di PT LSI seperti terlihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Bagan Struktur Organisasi Pengangkutan JJK
Limbah Cair (POME) Limbah cair (POME) merupakan produk sampingan (by product) dari pengolahan TBS di PKS yang berasal dari proses perebusan (sterilizer), pemurnian (clarifier), air cucian pabrik, dan air hydrocyclon (air buangan dari proses pemisahan cangkang dan inti sawit. Produksi limbah cair kelapa sawit merupakan produk yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan produk limbah lain dan berpotensi sebagai bahan pencemar pada media penerima (air, tanah, dan udara) sehingga menggaunggu kelestarian sumber daya alam. Oleh karena itu harus diolah dan dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang. Banyaknya air limbah yang dihasilkan bergantung pada kapasitas pabrik sistem pengolahan, dan efisiensi alat. PKS yang beroperasi di PT LSI (Angsana Factory/ASF) memiliki kapasitas 60 ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik 20 jam per hari. Berdasarkan produksi pada bulan april 2011, perkiraan total limbah cair yang dihasilkan sebesar 171 336 ton/tahun sehingga luas total areal yang dapat diaplikasi sebesar 228.45 ha per tahun (dosis 750 ton/ha/tahun). Limbah cair yang dihasilakn PKS mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menjadi pencemar jika dibuang langsung ke media
62 penerima bebas sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum diaplikasikan untuk menurunkan kadar cemarnya terutama nilai BOD dan COD nya. Adapaun beberapa parameter pencemaran limbah cair yang sering digunakan antara lain: Derajat Keasaman (pH). Keasaman air limbah yang keluar dari fat pit berkisar 3-5, dimana pada keasaman tersebut tidak semua organisme dapat bekerja optimum sehingga harus dinaikkan hingga kisaran pH 6-9 agar pertumbuhan mikroorganisme berlangsung lebih cepat (fermentasi anaerobik dapat berlangsung dengan baik). BOD (Biological Oxigen Demand). BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik secara biologis didalam air buangan pada waktu dan suhu tertentu. Limbah dengan BOD yang tinggi berarti mengandung senyawa organik yang lebih banyak sehingga waktu yang dibutuhkan untuk perombakan akan lebih lama dibandingkan dengan BOD yang rendah. COD (Chemical Oxigen Demand). COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dan anorganik secara kimiawi. BOD dan COD yang tinggi sangat mecemari lingkungan karena oksigen yang terlarut digunkan untuk merombak limbah sehingga dapat membunuh organisme yang hidup di badan air yang juga membutuhkan oksigen. TS (Total Solid) dan TSS (Total Suspended Solid). TS merupakan jumlah seluruh bahan padatan terlarut yang terkandung didalam air limbah sedangkan TSS merupakan jumlah partikel yang tidak larut ataupun mengendap (mengapung atau melayang didalam air limbah). Pengaruh Suspended solid lebih nyata terhadap kehidupan biota. Semakin tinggi TSS maka oksigen yang dibutuhkan (BOD) akan lebih tinggi. Minyak dan lemak, N-total, serta logam be rat. Minyak dan lemak dapat mempengaruhi aktivitas mikroba karena melapisis permukaan air limbah sehingga memperlambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Kandungan nitrogen dalam cairan limbah menyebabkan keracunan pada biota. Logam berat yang umum dicantumkan dalam baku mutu limbah cair kelapa sawit antara lain Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), Timbel (Pb), dan Seng (Zn).
63 Baku mutu limbah cair yang diambil dari kolam aplikasi (kolam No.8) di PKS Angsana (ASF) pada pengamatan bulan Februari 2011dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisa Limbah Cair yang diaplikasikan di PT LSI Parameter pH BOD COD Amoniak TSS Minyak/Lemak N-Total Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn)
Satuan
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
Titik Sampel Land Aplication 7.4 825 1749.9 109.5 721 32 225.85 <0.001 <0.001 <0.001 0.163
Kolam no.8 7.62 525 1199.2 86.75 439 17 144.37 <0.001 <0.001 <0.001 0.121
Su mber: Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko moditi dan Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011
Berdasarkan hasil analisa sampel limbah cair tersebut bila dibandingkan dengan baku mutu yang disyaratkan yaitu <5 000 mg/L, maka BOD limbah cair yang diaplikasikan ke lahan perkebunan (blok aplikasi) masih di bawah ambang baku yang ditetapkan (<1 000 mg/L). Dari segi keamanan lingkungan hal ini cukup baik, tetapi pada dasarnya nilai BOD menunjukkan banyaknya bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Limbah dengan BOD yang sangat rendah berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman. Hal ini nantinya akan mempengaruhi efektifitas aplikasi limbah terhadap peningkatan produksi tanaman. Pengolahan limbah cair yang lilakukan di PL LSI adalah dengan sistem kolam. Sistem kolam sampai saat ini dianggap sebagai metode pengolahan yang efektif karena dapat menurunkan BOD hingga di bawah 1 000 mg/L. Limbah cair yang dihasilkan pabrik seluruhnya ditampung pada sistem IPAL (Instalasi Pembuangan Air limbah) di pabrik untuk diolah (diturunkan BOD nya) dan diaplikasikan ke blok-blok aplikasi. Jadi tidak ada air limbah yang dibuang ke media penerima ummu (perairan bebas) secara langsung.
64 Kolam yang terpasang pada stasiun IPAL di ASF terdiri dari 8 kolam. Desain kolam limbah masing- masing dibuat dengan volume limbah maksimal, masa retensi, dan aspek-aspek keamanan. Kapasitas tiap kolam dihitung 60% dari ukuran total kolam, yang berarti kolam tidak terisi penuh (hanya terisi 60%). Masa retensi (masa penahanan) limbah sampai siap liaplikasikan berkisar antara 89–147 hari. Selain itu untuk menjaga keamanan, dibuat juga satu kolam safety (safety pound) untuk menahan limpahan atau rembesan air limbah dari kolamkolam limbah sehingga tidak mencemari perairan bebas. Adapun spesifikasi kolam limbah di IPAL ASF dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Spesifikasi Kolam Limbah di IPAL ASF No
Kolam
Ukuran (pxlxt) (m)
Kapasitas (m3 )
Masa Retensi (hari) 4-6
1
Cooling Pound
48 x 15 x 5
2 160
2
Mixing Pound
80 x 20 x 5
4 800
3 4
Anaerobik Pound Anaerobik Pound
100 x 20 x 7 100 x 20 x7
8 400 12 600
5
Anaerobik Pound
120 x 30 x 7
15 120
14-23
6
Anaerobik Pound
120 x 30 x 5
10 800
7 8
Aerobik Pound Aplication Pound
50 x 90 x 7 100 x 30 x 5.5
18 900 9 900
14-24 23-38
6-10 6-10 9-15
13-21
Sumber: Kantor Besar ASE (2011) Keterangan: Kapasitas kolam d ihitung 60% dari volu me kolam
Sistem pengaliran limbah di IPAL adalah dengan konsep under flow, upper flow dan pemompaan. Limbah dari kolam no. 1 (cooling pound) dialirkan ke kolam nomor 2 (mixing pound) dengan under flow. Hal ini dilakukan karena limbah yang tertampung pada kolam no.1 masih mengandung minyak. Karena massa jenis minyak lebih kecil maka minyak akan cenderung berada diatas, konsep under flow bertujuan agar minyak tidak ikut dialirkan ke kolam nomor 2. Pemompaan dilakukan untuk mengalirkan air limbah dari kolam yang berjarak cukup jauh, secara topografi tidak lebih tinggi, dan untuk mengalirkan air limbah yang didominasi oleh endapan lumpur. Limbah dari kolam nomor 8 (aplication pound) dialirkan ke lahan aplikasi dengan menggunakan pompa. Denah kolam limbah di stasiun IPAL ASF disajikan pada Lampiran 11.
65 Berdasarkan pertimbangan efisiensi, lokasi yang dipilih untuk aplikasi adalah blok-blok
yang
tidak
berjarak
jauh dari pabrik,
tetapi tetap
mempertimbangkan segi prioritas tanah dan peluang terjadinya rembesan dan luapan limbah dari flat bed. Luas areal aplikasi ditentukan berdasarkan banyaknya limbah yang diproduksi oleh pabrik dibagi dosis aplikasi/ha/tahun. Berkaitan dengan limbah cair yang diproduksi (60% dari total TBS diolah) per tahun dan kapasitas olah pabrik, limbah cair yang dihasilkan pabrik berkapasitas 60 ton/jam adalah sebesar 216 000 ton/tahun (60 ton x 20 jam x 25 hari x 12 bulan x 60%) maka luas lahan aplikasi yang dibutuhkan adalah seluas 288 ha. Saat ini luas lahan apliksi di PT LSI telah mencapai 291 dengan jumlah flat bed sebanyak 42 130 buah (Tabel 12). Tabel 12. Luas Lahan dan Blok Aplikasi Limbah Cair PT LSI Blok B21 B20 B19 B18 C21 C20 C19 C18 C17 D21 D20 D19 D18 D17 Total
Luas Total (ha) 31 30 31 30 30 30 31 30 34 29 29 30 31 33 429
Luas Aplikasi (ha) 19.6 23.0 23.5 21.5 21.5 20.5 20.9 19.5 18.0 24.0 21.7 24.5 18.0 15.7 291
Pokok Teraplikasi (pokok) 2 319 2 988 3 072 2 863 2 831 2 729 2 796 2 255 2 176 3 204 2 926 3 259 2 073 1 904 37 395
Jumlah Flat Bed (buah) 2 640 3 380 3 510 3 210 3 210 3 030 3 135 2 580 2 400 3 600 3 255 3 680 2 400 2 100 42 130
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Pelaksanaan aplikasi limbah cair merupakan tanggung jawab bersama antar pihak pabrik dan pihak kebun. Perencanaan pembangunan IPAL, pemasangan dan perawatan pipa dan pompa untuk aplikasi merupakan tanggung jawab kebun sedangkan pelaksanaan aplikasi (pengawasan dan perawatan flat bed) menjadi tanggung jawab pihak kebun. Pengamatan dan pemantauan terhadap dampak yang mungkin terjadi menjadi tanggung jawab asisten limbah dan laboratorium.
66 Dampak Aplikasi Limbah terhadap Tanaman Analisis dampak aplikasi limbah terhadap tanaman dilakukan dengan membandingkan status hara pada daun dan produksi tanaman antara lahan yang mendapat aplikasi limbah dengan lahan yang tidak mendapat aplikasi (kontrol). Blok untuk aplikasi limbah padat (JJK) adalah Blok C24, C25, C26 dengan blok kontrolnya Blok C15, C16, C17 (parameter yang dibandingkan antara lain adalah unsur N, P, K, Mg, dan Ca yang masing- masing dinyatakan dalam % on dry matter). Blok untuk aplikasi limbah cair adalah Blok B19, B20, B21 dan blok kontrolnya Blok D36, D37, D38 (parameter produksi yang dibandingkan yaitu produktivitas tanaman (ton/ha/tahun), jumlah janjang (JJG/ha/tahun), dan bobot janjang rata-rata (BJR/tahun)).
Dampak Aplikasi terhadap Status Hara pada Daun Analisis dampak aplikasi limbah terhadap status hara pada daun dilakukan dengan membandingkan hasil analisa daun antara lahan yang mendapat aplikasi dengan lahan yang tidak mendapat aplikasi (kontrol) masing- masing diambil 3 (tiga) blok sebagai ulangan. Parameter yang dibandingkan antara lain adalah unsur N, P, K, Mg, dan Ca yang masing- masing dinyatakan dalam % on dry matter. Hasil analisa daun pada lahan aplikasi dan lahan kontrol untuk aplikasi effluent dan janjangan kosong disajikan pada Tabel 13 dan 14. Tabel 13. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi JJK dan Blok Kontrol Kandungan Hara dalam Daun (% On Dry Matter)
Lahan Aplikasi (LA)
Lahan Kontrol (LK)
N
2.7233 a
2.9400 a
P
0.1683 a
0.1760 a
K
1.1633 a
0.9873 b
Mg
0.2357 a
0.2457 a
Ca
0.5420 a
0.5860 a
Sumber: Minamas Research Centre (2009) Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
67 Berdasarkan hasil analisa sampel daun tanaman kelapa sawit terlihat bahwa status hara dalam daun antara lahan aplikasi JJK dan lahan kontrol tidak berbeda nyata kecuali unsur K (Tabel 13). Hal ini terjadi karena JJK belum diaplikasikan secara maksimal (full blok), artinya dari total luasan satu blok hanya sebagian saja yang teraplikasi. Sebagai contoh pada tahun 2005/2006 di Blok C25 dari luas total blok 31 ha baru 18.98 ha saja yang diaplikasi JJK. Hal ini juga terjadi pada blok-blok lainnya. Aplikasi yang tidak maksimal ini disebabkan karena kontur lahan yang tidak datar dan sarana dalam blok yang kurang memadai (seperti titi panen dan pasar rintis) sehingga menyulitkan aplikasi yang dilakukan secara manual. Hanya unsur Kalium (K) yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara blok aplikasi dengan blok kontrol. Hal ini terjadi karena unsur Kalium merupakan unsur yang persentasenya paling tinggi dalam setiap ton JJK dibandingkan dengan unsur lainnya (Pahan, 2007). Selain itu unsur Kalium merupakan unsur yang paling banyak di temukan di dalam tanah dan diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan (Hardjowigeno, 2003), sehingga ketersediaan unsur hara Kalium pada daun tanaman kelapa sawit di lahan aplikasi lebih tinggi dibandingkan unsur hara lainnya. Berdasarkan hasil analisa sampel daun tanaman kelapa sawit terlihat bahwa status hara dalam daun pada blok aplikasi limbah cair memiliki status hara yang tidak berbeda nyata dengan blok kontrol (Tabel 14). Hal ini terjadi karena limbah cair yang diaplikasikan memiliki nilai BOD yang rendah (<1 000 mg/L) sehingga kandungan hara dalam limbah cair yang diaplikasikan juga rendah. Nilai BOD yang rendah disebabakan oleh penurunan konsentrasi limbah akibat bercampur dengan air hujan dan air cucian pabrik selama pengolahan limbah di stasiun limbah (IPAL) pabrik. Perusahaan juga telah mengatur sedemikian rupa agar BOD limbah sebelum dialirkan berada di bawah 1 000 mg/L dengan tujuan untuk meminimalisir beban pencemaran jika terjadi rembesan dan atau limpahan air limbah dari kolam limbah maupun flat bed.
68 Tabel 14. Hasil Analisa Daun pada Blok Aplikasi Limbah Cair dan Blok Kontrol Kandungan Hara dalam Daun (% On Dry Matter)
Lahan Aplikasi (LA)
Lahan Kontrol (LK)
N
2.9267 a
2.6933 a
P
0.1810 a
0.1700 a
K
1.0843 a
1.0430 a
Mg
0.2807 a
0.2700 a
Ca
0.5337 a
0.6253 a
Sumber: Minamas Research Centre (2009) Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
Nilai BOD yang diaplikasikan meunjukkan banyaknya kandungan bahan organik yang terkandung dalan tiap ton air limbah. Limbah dengan BOD yang sangat rendah berarti miskin bahan organik dan unsur hara bagi tanaman.sehingga dampaknya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tidak signifikan. Berdasarkan penelitian mengenai aplikasi limbah cair yang dilakukan oleh Santoso pada tahun 2008 di PT Agrowiyana, limbah cair dengan nilai BOD 2 850 mg/L dapat meningkatkan prduksivitas tanaman di lahan aplikasi hingga 9.41% dan bobot janjang rata-rat sebesar 6.68% terhadap kontrol.
Dampak Aplikasi terhadap Perolehan Produksi Analisis dampak aplikasi limbah terhadap produksi dilakukan dengan membandingkan perolehan produksi antara lahan aplikasi dengan kontrol masingmasing diambil 3 (tiga) blok sebagai ulangan selama lima tahun terakhir (2004/2005, 2005/2006, 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009). Parameter produksi yang dibandingkan yaitu produktivitas tanaman (ton/ha/tahun), jumlah janjang (JJG/ha/tahun), dan bobot janjang rata-rata (BJR/tahun). Aplikasi JJK dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit tetapi belum konsisten karena perolehan produksi (ton/ha/tahun dan JJG/ha/tahun) di lahan aplikasi pada tahun 2007/2008 berbeda nyata lebih rendah dibandingkan di lahan kontrol (Tabel 15). Hal ini dapat disebabkan karena aplikasi JJK belum
69 diaplikasikan secara maksimal (full blok) dan tidak merata sepanjang tahun. Sebagai contoh pada
Blok C24, aplikasi JJK tidak dilakukan pada tahun
2006/2007, pada tahun 2007/2008 luas yang diaplikasi JJK seluas 29.59 ha dari luas blok 31 ha tetapi di tahun 2008/2009 pada blok yang sama luas yang diaplikasi JJK berkurang menjadi 10.90 ha. Aplikasi yang tidak maksimal ini disebabkan karena kontur lahan yang tidak datar dan sarana dalam blok yang kurang memadai (seperti titi panen dan pasar rintis) sehingga menyulitkan aplikasi yang dilakukan secara manual. Tabel 15.
Parameter
Ton/ha/thn
JJG/ha/thn
BJR/thn
Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi JJK (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) Tahun 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009
Lahan Aplikasi (LA) 17.01 a 26.09 a 17.34 a 17.25 a 15.42 a 1 344 a 2 011 a 1 239 a 1 145 a 725 a 12.66 a 12.99 a 14.01 a 15.04 a 21.27 a
Lahan Kontrol (LK) 14.04 b 24.91 a 14.04 b 22.17 b 17.02 a 1 292 a 1 830 a 981 b 1 386 b 858 b 10.94 b 13.62 a 14.31 a 16.00 a 19.82 a
Sumber: Kantor Besar ASE (2011) Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
Aplikasi limbah cair ke lahan aplikasi memberikan dampak positif terhadap produksi terutama terhadap peningkatan perolehan jumlah JJG/ha/tahun. Pada tahun 2007/2008 dan 2008/2009 terlihat perolehan jumlah JJG/ha/tahun di lahan aplikasi berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kontrol (Tabel 16). Hal ini terjadi karena penambahan limbah cair ke lahan aplikasi menambah ketersedian air di lapangan.
70 Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap nisbah bunga jantan dan bunga betina. Stress air (kekeringan) mengakibatkan jaringan tanaman tidak dapat mempertahankan jumlah air dalam sel, tekanan turgor sel menurun, penyerapan unsur hara dari dalam tanah menurun, proses-proses fisiologis dan distribusi asimilat terganggu serta neto fotosintesis menurun, akibatnya tanaman cenderung memproduksi bunga jantan lebih banyak sehingga produksinya menurun (Darmosarkoro et al., 2001). Selain itu tanaman yang kekurangan air juga akan mengalami aborsi atau keguguran bunga betina yang lebih tinggi serta gagal tandan atau kerusakan tandan menjadi buah akan meningkat. Penambahan limbah cair ke lahan aplikasi dapat meningkatkan persentase bunga betina sehingga perolehan jumlah JJG/ha/tahun lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kontrol. Tabel 16. Perbandingan Produksi Antara Lahan Aplikasi Limbah Cair (LA) dengan Lahan Kontrol (LK) Parameter
Ton/ha/tahun
JJG/ha/tahun
BJR/tahun
Tahun 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009
Lahan Aplikasi (LA) 9.84 a 20.98 a 15.96 a 21.59 a 19.29 a 1 319 a 2 141 a 1 306 a 1 443 a 1 090 a 7.45 a 9.80 a 12.24 a 15.01 a 17.70 a
Lahan Kontrol (LK) 12.28 b 21.34 a 16.13 a 18.01 a 16.44 a 1 179 b 1 976 a 1 323 a 1 285 b 899 b 10.43 b 10.79 a 12.19 a 14.02 a 18.30 a
Sumber: Kantor Besar ASE (2011) Keterangan: Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student pada taraf nyata 5%.
71 Dampak Aplikasi Limbah Cair te rhadap Sifat Tanah Pengkajian dampak aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan kelapa sawit terhadap sifat-sifat tanah (fisika dan kimia tanah) di PT LSI dilakukan setiap tahun. Pada tahun 2010 dilakukan analisa laboratorium terhadap sifat fisik dan kimia tanah pada sampel tanah yang diambil dari lahan pengkajian dengan parameter yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga lokasi yaitu di lahan kontrol, lahan aplikasi (satu meter dari pinggir flat bed), dan sampel dari dalam flat bed.
Sifat Fisik Tanah Penentuan sifat fisik tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah utuh untuk menentukan kelas tekstur tanah, menghitung bobot per volume (B/V), porositas dan permeabilitas tanah. Sampel tanah untuk menentukan tekstur tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, dan 100-120 cm. Sampel tanah untuk penentuan bobot per volume (B/V), porositas, dan permeabilitas tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Tekstur tanah. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah yang dinyatakan dalam pernbandingan proporsi (%) antara komposisi partikel-partikel penyusun tanah, yaitu perbandingan antara fraksi tanah halus atau liat (< 2 µ), fraksi sedang atau debu (2-50µ) serta fraksi kasar atau pasir (50 µ-2mm) (Hardjowigeno, 2003). Berdasarkan perbandingan fraksi tanah (pasir, debu, dan liat) pada lahan kontrol, lahan aplikasi, dan dalam flat bed, tekstur tanah di ketiga lokasi tersebut tergolong dalam kelas tekstur lempung berliat, berliat (halus), dan liat berpasir. Aplikasi limbah cair dapat memperbaiki tekstur tanah terutama pada tanah bagian permukaan. Tanah yang memiliki kelas tekstur berliat (halus) menunjukkan tanah yang memiliki kandungan humus yang lebih tinggi dibandingkan tanah dengan kelas tekstur lainnya. Tekstur tanah di lahan aplikasi dan dalam flat bed pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm termasuk kelas berliat (halus) sedangkan pada lahan kontrol pada kedalaman yang sama tergolong dalam kelas tekstur lempung berliat. Hal ini disebabkan adanya penambahan bahan organik dari aplikasi
72 limbah cair. Perbandingan antara partikel penyusun tanah (pasir, debu, dan liat) pada lahan kontrol, lahan aplikasi, dan dalam flat bed relatif sama (Tabel 17). Tabel 17. Tekstur Tanah pada Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF). Kedalaman (cm) Perlakuan
Lahan Kontrol (K)
Tekstur 0-20
20-40
40-60
60-80
80-100
100-120
Pasir (%)
39.71
39.92
30.29
28.98
23.74
27.52
Debu (%)
29.49
27.17
26.96
26.09
24.19
24.92
Liat (%)
30.8
32.91
42.75
44.93
52.07
47.56
Lempung berliat
Lempung berliat
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Pasir (%)
31.28
43.62
32.01
29.38
38
48.12
Debu (%)
38.88
11.9
30.39
27.32
21.32
15.86
Liat (%)
29.84
44.48
42.6
43.3
40.68
36.02
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Liat berpasir
Kelas Tekstur
Lahan Aplikasi (LA)
Kelas Tekstur
Dalam Flat Bed (DF)
Lempung berliat
Pasir (%)
27.11
25.44
23.13
27.36
20.99
43.11
Debu (%)
32.61
25.64
25.4
23.93
28.37
17.15
Liat (%)
40.28
48.92
51.48
48.71
50.64
39.74
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Berliat (halus)
Kelas Tekstur
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian Universitas Lambung Mangkurat, Sepetember 2010
Bobot pe r volume (B/V), porositas, dan permeabilitas. Bobot per volume (B/V) tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori tanah. Porositas tanah adalah proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh udara dan air (bagian yang tidak terisi padatan tanah). Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk ditembus oleh air gravitasi dalam kondisi jenuh secara vertikal. Permebilitas tanah dikelompokkan menjadi: sangat lambat (<0.5 cm/jam), agak lambat (0.5-2.0 cm/jam), sedang (2.0-6.25 cm/jam), agak cepat (6.25-12.5 cm/jam), dan cepat (>12.5 cm/jam) (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2001).
73 Tabel 18. Bobot per Volume (B/V), Porositas, dan Permeabilitas Tanah di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF). Kedalaman (cm) Parameter
Satuan
0-30
30-60
LK
LA
DF
LK
LA
DF
B/V
gr/cm3
1.48
1.86
1.59
1.56
1.62
1.76
Permeabilitas
cm/jam
4.08
4.16
3.18
3.12
3.04
3.02
Porositas
%
36.83
28.75
23.47
29.21
20.17
17.86
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian Universitas Lambung Mangkurat, September 2010
Nilai bobot per volume B/V tanah pada lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih tinggi dibandingkan pada lahan kontrol (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan aplikasi limbah cair meningkatkan bobot per volume tanah, yang berarti kemampuan tanah untuk menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Porositas tanah di lahan lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih rendah dibandingkan di lahan kontrol. Hal ini berarti aplikasi limbah cair dapat menurunkan porositas tanah sehingga kemapuan tanah untuk menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Permeabilitas tanah di lahan aplikasi, kontrol, dan flat bed tergolong sedang tetapi permeabilitas tanah di dalam flat bed lebih rendah dibandingkan pada lahan kontrol dan lahan aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah di dalam flat bed sudah jenuh air akibat penambahan limbah cair.
Sifat Kimia Tanah. Sampel tanah untuk menentukan sifat kimia tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, 40-60 cm, 60-80 cm, 80-100 cm, dan 100-120 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga lokasi yaitu di lahan kontrol, lahan aplikasi (satu meter dari pinggir flat bed), dan dalam flat bed (Tabel 19). Reaksi tanah (pH tanah). Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH penting sebagai indikasi ketersediaan dan penyerapan unsur hara oleh tanaman (mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman), menunjukkan adanya unsur- unsur yang dapat
74 bersifat racun, serta mempengaruhi perkembangan organisme tanah. Pada Tabel 19 terlihat bahwa nilai pH pada lahan kontrol, lahan aplikasi dan kolam datar relatif sama yaitu pada kisaran sangat masam (pH <4.5) sampai agak masam (pH 5.6-6.5) tetapi pH tanah pada kedalaman 0-20 cm di dalam flat bed mendekati netral. Pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Selain itu Al dalam jumlah banyak dapat menjadi racun. Tabel 19. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol (LK), Lahan Aplikasi (LA), dan Dalam Flat bed (DF). Kode Sampel
pH
C
(H2O)
N _%_
P2O5 bray
Cadd
Mgdd
Ppm
Nadd
K-dd
Aldd
KTK
_me/100g_ LK
0-20
4.47)1 )1
4.35)4
0.55)4
8.62)1
0.2)1
0.1)1
0.77)4
0.76)4
0)1
13.83)2
20-40
4.4
3.25)4
0.51)4
15.81)2
0.1)1
0.1)1
0.73)4
0.58)3
1.18)1
11.95)2
40-60
4.39)1
3.82)4
0.56)4
15.09)2
0.42)1
0.11)1
0.47)3
0.51)3
0.26)1
13.62)2
60-80
4.77)1
3.67)4
0.4)3
11.81)2
0.21)1
0.21)1
0.51)3
0.4)3
0.82)1
19.03)3
80-100
4.29)1
3.97)4
0.47)3
5.93)1
0.11)1
0.11)1
0.48)3
0.48)3
0)1
17.8)3
100-120
4.36)1
3.45)4
0.4)3
15.21)2
0.11)1
0.11)1
0.56)3
0.56)3
1.9)1
20)3
LA 4.9)1
5.38)5
0.58)4
14.74)2
1.35)1
0.1)1
0.91)4
0.85)4
0.36)1
20.68)3
20-40
4.48)1
3.95)4
0.54)4
11.58)2
0.1)1
0.2)1
0.68)3
0.52)3
0.91)1
23.31)3
40-60
4.54)1
3.33)4
0.59)4
14.67)2
0.21)1
0.21)1
1.09)5
1.28)5
2.57)1
35.36)4
60-80
4.58)1
3.31)4
0.37)3
5.84)1
0.21)1
0.21)1
0.65)3
0.51)3
3.66)1
20.5)3
80-100
4.53)1
3.54)4
0.51)4
5.74)1
0.52)1
0.52)2
0.46)3
0.47)3
2.46)1
23.38)3
100-120
4.54)1
3.64)4
0.46)3
8.85)1
0.11)1
0.11)1
0.51)3
0.54)3
1.4)1
18.59)3
0-20
DF 0-20
6.59)3
5.05)5
0.49)3
20.75)3
1.33)1
0.21)1
2.56)5
0.42)3
0)1
29.85)4
20-40
5.01)1
3.73)4
0.64)3
18.73)3
0.93)1
0.1)1
1.91)5
2.18)5
0)1
17.45)3
40-60
4.5)1
3.79)4
0.47)3
21.09)3
0.73)1
0.42)2
1.74)5
2.09)5
2.24)1
22.53)3
60-80
4.87)1
3.62)4
0.42)3
11.85)2
1.05)1
0.84)2
2.29)5
2.17)5
0.16)1
41.76)5
80-100
4.82)1
3.78)4
0.4)3
11.88)2
0.52)1
1.26)3
2.06)5
0.56)3
0)1
21.12)3
100-120
4.53)1 3.84)4 0.56)4 8.82)1 0.52)1 0.1)1 1.1)5 1.05)5 1.75)1 18.35)3 Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian Universitas Lambung Mangkurat, September 2010 Keterangan: )1sangat rendah; )2 rendah; )3sedang; )4 tinggi; )5sangat tinggi berdasarkan kriteria sifatsifat kimia tanah (Hardjowigeno & Wid iat maka, 2001)
75 Kandungan C-Organik, Nitrogen, dan Fospor. Kandungan C-organik dan nitrogen (N) pada lahan kontrol, lahan aplikasi dan dalam flat bed di setiap kedalaman menunjukkan nilai yang relatif sama yaitu pada kisaran sedang-tinggi kecuali kandungan C-organik di lahan aplikasi dan dalam flat bed pada kedalaman 0-20 cm yang termasuk sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi limbah cair menambah ketersediaan kandungan bahan organik (C organik dan nitrogen) pada tanah bagian permukaan. Kandungan P2 O5 (bray) paling tinggi terlihat pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm di dalam flat bed. Unsur P tersedia dan mudah diserap oleh tanaman pada kondisi pH netral (pH 6.6-7.5) sedangkan pada kondisi masam (seperti pada lahan kontrol dan lahan aplikasi) unsur P difiksasi oleh Al sehingga jumlahnya sedikit. Kation-kation basa dapat tukar. Aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kesuburan tanah, terlihat dari peningkatan kandungan konsentrasi kation-kation basa dapat tukar dalam tanah. Jumlah kation-kation basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai jumlah kation-kation basa rendah dan sebaliknya tanah dengan pH tinggi mempunyai jumlah kation-kation basa tinggi (Hardjowigeno, 2003). Pada Tabel 19 terlihat bahwa kandungan unsur Mg, Na, dan K pada lahan aplikasi dan dalam flat bed lebih baik dibandingkan lahan kontrol sedangkan kandungan Ca relatif sama hampir setiap kedalaman. Kejenuhan aluminium (Al-dd) relatif sama antara lahan aplikasi, lahan kontrol, dan dalam flat bed. Kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang berhubungan erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik. Tanah dengan KTK tinggi didominasi oleh kation-kation basa (Ca, Mg, Na, K) dapat meningkatkan kesuburan tanah, tetapi jika didominasi oleh kation asam (Al, dan H) kesuburan tanah dapat berkurang (Hardjowigeno, 2003). Aplikasi limbah cair berperan dalam memperbaiki KTK tanah. Hal ini terlihat dari nilai KTK tanah di lahan aplikasi dan dalam flat bed relatif lebih baik dibandingkan di lahan kontrol (Tabel 19).
76 Logam-logam berat. Logam berat adalah logam yang mempunyai berat jenis 5 g/cm3 . Tembaga (Cu) dan seng (Zn) merupakan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman. Tembaga (dalam bentuk kation Cu2+) bagi tanaman berperan dalam penyusunan enzim dan pembentukan klorofil, Seng (dalam bentuk kation Zn2+) berperan dalam pembentukan hormon pertumbuhan dan katalis dalam pembentukan protein (Hardjowigeno, 2003). Pengambilan sampel tanah dilakukan untuk menganalisa beberapa jenis logam berat yang terdapat dalam tanah yaitu Cu, Cd, Pb, dan Zn. Tabel 20. Kandungan Logam Berat pada Berbagai Kedalaman di Lahan Kontrol, Lahan Aplikasi, dan Dalam Flat bed Logam Berat
Cu (mg/g)
Pb (mg/g)
Cd (mg/g)
Zn (mg/g)
Kedalaman (cm) Lokasi Sampel
0-20
20-40
40-60
60-80
80-100
100-120
Lahan Kontrol
3.956
3.936
3.769
3.921
3.911
2.147
Lahan Aplikasi
0.2003
0.0356
0.0393
0.0324
0.2716
0.0848
Dalam Flat Bed
0.0159
0.0216
0.0153
0.0222
0.0356
0.0358
Lahan Kontrol
0.0741
0.0725
0.0183
0.0696
0.0538
0.0349
Lahan Aplikasi
0.0391
0.0025
0.0017
0.0018
0.0048
0.0064
Dalam Flat Bed
0.0055
0.0012
0.0029
0.0052
0.0052
0.0053
Lahan Kontrol
0.0326
0.0326
0.0081
0.0272
0.0195
0.0012
Lahan Aplikasi
0.0015
0.001
0.0016
0.0019
0.0021
0.001
Dalam Flat Bed
0.0029
0.0003
0.0017
0.0012
0.021
0.0039
Lahan Kontrol
0.8233
0.8185
0.8009
0.8203
0.8177
0.7549
Lahan Aplikasi
0.6033
0.2479
0.1781
0.1718
0.6003
0.3367
Dalam Flat Bed
0.08
0.119
0.0687
0.0953
0.1504
0.1429
Sumber: Kantor Besar ASE (2011); Hasil analisa tanah di Lab. PPLH Lembaga Penelit ian Universitas Lambung Mangkurat, Sepetember 2010
Kandungan logam berat (Cu, Pb, Cd, dan Zn) pada lahan kontrol terlihat lebih tinggi dibandingkan pada lahan aplikasi dan dalam flat bed untuk setiap kedalaman. Hal ini disebabkan karena di lahan aplikasi dan dalam flat bed terjadi ikatan kompleks organik yang membentuk khelat, yaitu ikatan antara kation logam dengan bahan organik dalam struktur cincin (Hardjowigeno, 2003). Ikatan ini menyebabkan kation-kation logam tersebut terlindungi oleh bahan organik dan dalam reaksi kimia tidak berfungsi lagi sebagai kation, sehingga ketersediaannya pada lahan aplikasi dan dalam flat bed menjadi lebih rendah dibandingkan dengan di lahan kontrol (Tabel 20).
77 Dampak Aplikasi Limbah Cair te rhadap Kualitas Air Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Air yang kualitasnya buruk (tercemar) akan memperngaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Air limbah dari pengolahan TBS di PKS yang dimanfaatkan untuk pupuk organik dengan cara aplikasi pada tanah (land application) dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air sehingga perlu dilakukan pemantauan secara berkala terhadap kualitas air di lingkungan sekitar pabrik dan area sekitar pemanfaatan limbah cair. Pemantaun kualitas air bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atau dampak aplikasi limbah cair terhadap kualitas air. Pemantauan kualitas air untuk menganalisa dampak aplikasi limbah cair terhadap kualitas air dilakukan dengan mengambil sampel air pada beberapa titik yaitu sumur pantau I dan II pada lahan aplikasi, sumur penduduk (perumahan karyawan divisi III ASE) dan air sungai (hulu dan hilir) kemudian membandingkan baku mutunya dengan baku mutu standar (kadar maksimum) yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air). Dalam PP No. 82 tahun 2001 pada pasal 8 disebutkan klasifikasi dan kriteria mutu air menjadi empat kelas yaitu: kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air minum atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama; kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama; kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan tanaman atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama; kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan baku mutu air yang sama.
78 Kualitas Air Tanah Dangkal Penilaian kualitas air tanah dangkal dilakukan pada sumur pantau I (blok B21), sumur pantau II (blok B22), dan sumur penduduk (perumahan karyawan divisi III ASE) kemudian dibandingkan dengan baku mutu air kelas satu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Karakteristik kimia air tanah dangkal (SPI, SPII, dan sumur penduduk) disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Karakteristik Kimia Air Tanah pada Sumur Pantau (SPI dan SP II) di Lahan Aplikasi dan Sumur Penduduk Hasil Analisis Parameter
Standart
Satuan
SPI (Blok B21)
SPII (Blok B22)
Sumu r Penduduk
(Kadar Maksimu m)*
-
4.22
6.67
4.44
6—9
BOD
mg/ L
6.24
5.1
6.24
2
COD
mg/ L
13.49
10.49
12.51
10
Amoniak
mg/ L
1.09
0.029
0.098
0.5
TSS
mg/ L
29
30
28
50
Minyak/Lemak
mg/ L
<1
1
<1
1
Nitrat
mg/ L
1.79
0.24
0.72
10
Kad miu m (Cd)
mg/ L
<0.001
<0.001
<0.001
0.01
Tembaga (Cu)
mg/ L
<0.001
<0.001
<0.001
0.02
Timbal (Pb)
mg/ L
<0.001
<0.001
<0.001
0.03
pH
Seng (Zn) mg/ L 0.046 0.074 0.041 0.05 Su mber : Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko mod iti dan Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011 Keterangan : SP I dan SP II = sumur pantau lahan aplikasi *) Kadar Maksimu m Baku Mutu Air kelas satu Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001
Kandungan BOD dan COD pada sumur pantau I dan II serta sumur penduduk melebihi baku mutu (kadar maksimum) air yang dipersyaratkan. Artinya air sumur penduduk yang digunakan sebagai sampel berdasarkan baku mutu air kelas satu peruntukannya tidak cocok digunakan untuk air minum. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya rembesan air limbah dari dalam flat bed pada saat terjadi hujan.
79 Kualitas Air Permukaan (Air Sungai Hulu dan Hilir) Penilaian kualitas air permukaan dilakukan dengan melakukan analisa terhadap air sungai sebamban hulu dan hilir kemudian dibandingkan dengan baku mutu air kelas empat berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Karakteristik kimia air permukaan (hulu dan hilir sungai) disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Karakteristik Kimia Air Permukaan (Hulu dan Hilir Sungai) Hasil Analisis Parameter
Satuan
Standart
Air Sungai (Hulu)
Air Sungai (Hilir)
(Kadar Maksimu m)*
-
6.26
6.13
5—9
BOD
mg/ L
8.4
7.2
12
COD
mg/ L
17.14
14.08
100
Amoniak
mg/ L
0.166
0.174
(-)
TSS
mg/ L
35
34
400
Minyak/Lemak
mg/ L
<1
<1
1
Nitrat
mg/ L
0.24
0.24
10
Kad miu m (Cd)
mg/ L
<0.001
<0.001
0.01
Tembaga (Cu)
mg/ L
<0.001
<0.001
0.02
Timbal (Pb)
mg/ L
<0.001
<0.001
0.03
pH
Seng (Zn) mg/ L 0.037 0.039 2 Su mber : Angsana Factory (2011): Hasil analisa sampel di Lab. Pengujian Ko moditi dan Lingkungan Baristand Banjarbaru, Februari 2011 Keterangan : Hulu (lo kasi sebelum PKS), hilir (lokasi setelah PKS) *) Kadar maksimu m baku mutu air kelas IV dalam PP No. 82 Tahun 2001
Berdasarkan hasil analisa, baku mutu air sungai hulu maupun hilir sungai menunjukkan baku mutu yang relatif sama serta tidak melebihi baku mutu (kadar maksimum) yang dipersyaratkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 untuk golongan air kelas empat (Tabel 22). Artinya aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif bagi air permukaan (air sungai) jika peruntukannya sesuai dengan golongan air kelas empat. Hal ini menunjukkan bahwa penagawasan terhadap kemungkinan rembesan dan atau limpahan air limbah baik dari kolam limbah di sataiun IPAL maupun dari dalam flat bed di lahan aplikasi mengalir ke sungai sudah dilakukan dengan baik dan harus tetap dipertahankan.
80
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Janjangan kosong (JJK) kaya akan kandungan nutrisi bagi tanaman terutama unsur Kalium. Aplikasi janjangan kosong (JJK) berpengaruh positif terhadap peningkatan ketersediaan unsur hara Kalium pada daun dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produtivitas tanaman kelapa sawit meskipun belum konsisten. Aplikasi JJK pada dasarnya lebih mengarah kepada peningkatan kesuburan tanah sehingga kemampuan tanah dalam menahan air dan unsur hara menjadi lebih baik. Secara khusus aplikasi JJK di ASE belum dilakukan sebagai substitusi bagi penggunaan pupuk anorganik, masih sebatas sebagai suplemen saja. Limbah cair (POME) harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Pengolahan limbah cair yang dilakukan di stasiun IPAL ASF dengan menggunakan sistem kolam (ponding system) dinilai efektif karena dapat menurunkan BOD hingga < 1 000 mg/L. Pada dasarnya pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk organik diutamakan untuk menekan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan jika dibuang ke perairan bebas. Nilai BOD yang diijinkan untuk aplikasi lahan adalah <5000 mg/L sedangkan jika dibuang langsung ke perairan bebas maka nilai BOD harus diturunkan hingga <100 mg/L. Aplikasi limbah cair berpengaruh positif terhadap peningkatan kesuburan tanah terlihat dari perbaikan tekstur tanah, perbaikan bobot per volume, porositas, dan permeabilitas tanah, memperbaiki pH dan meningkatkan KTK tanah dan. Aplikasi limbah cair dapat meningkatkan produtivitas tanaman terutama melalui peningkatan perolehan jumlah JJG/ha/tahun tetapi belum menunjukkan dampak yang positif terhadap peningkatan status hara dalam daun. Aplikasi limbah cair tidak berdampak negatif terhadap kualitas air permukaan
81 Saran Pengkajian terhadap pemanfaatan limbah baik padat (JJK) maupun cair (POME) harus terus dilakukan agar visi menciptakan pertanian berkelanjutan serta industri yang ramah lingkungan dapat terwujud. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap serapan hara (melalui analisa sampel daun tanaman kelapa sawit) serta pencatatan perolehan produksi TBS secara berkala pada lahan aplikasi. Blok-blok yang akan diaplikasi sebaiknya dipersiapkan dengan lebih baik (penyedian sarana berupa jalan, pasar rintis, titi panen, dan lain- lain) agar aplikasi JJK dapat dilakukan secara full blok serta perlu disiapkan blok khusus untuk pengkajian pemanfaatan JJK. Perawatan flat bed di ASE harus dilakukan secara intensif untuk memperkecil terjadinya limpahan dan rembesan air limbah ke perairan bebas.
82
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, D. 2008. Pengelolaan Pemupukan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT. Mitra Agro Lestari (BSP group) Sarolangan Jambi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal. Balai Riset dan Standardisasi Industri. 2011. Laporan Hasil Uji (LHU). Balai Riset dan Standardisasi Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian RI. Banjarbaru. 2 hal. Darmosarkoro, W., I. Y. Harahap, dan E. Syamsudin. 2001. Pengaruh kekeringan pada tanaman kelapa sawit dan upaya penanggulangannya. Warta Penelitian Sawit 6(1): 19-38. Darnoko dan L. Emingpraja. 2005. Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Ramah Lingkungan. PPKS. Medan. 46 hal. Departemen Riset, Minamas Plantation. 2006. Laporan Akhir Survei Tanah Semi Detil di Kebun Angsana PT Ladangrumpun Suburabadi. Departemen Riset, Minamas Plantation. Teluk Siak. 23 hal. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. 286 hal. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 381 hal. Irvan, H. 2009. Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Pinang Estate, PT. Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Sime Darby Group, Musi Rawas, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal. Lembaga Penelitian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Lambung Mangkurat. 2010. Hasil Analisa Tanah. Lembaga Penelitian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. 2 hal. Lubis, A. A. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat - Bandar Kuala. Pematang Siantar Sumatera Utara. 435 hal. Minamas Research Centre, Minamas Plantation. 2009. Hasil Analisa Daun. Minamas Research Centre, Minamas Plantation. Teluk Siak. 5 hal. Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. 3. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal. Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. 2010. Outlook Komoditas Pertanian-Perkebunan. http://www.deptan.go.id. [5/11/2011].
83 Purba, G. S. 2008. Pengelolaan Limbah Organik Industri Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di PT. Socfindo Indonesia, Kebun Tanah Gambus, Lima Puluh, Batu Bara, Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hal. Santoso, P. 2008. Pengelolaan Limbah Cair Industri Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di PT Agrowiyana, Tungkal Ulu, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 190 hal. Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 515 hal.
84
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai KHL No
Tanggal
Uraian Keg iatan
1
14/ 02/ 2011
2
15/ 02/ 2012
3
Prestasi Kerja (satuan/HK)
Lokasi
Pembimb ing
Keterangan
Penulis
Karyawan
Standart
Tiba dilokasi
-
-
-
-
A. Isa Almasih
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
16/ 02/ 2013
Orientasi Kebun
-
-
-
ASE
A. Isa Almasih
4
17/ 02/ 2014
0,7 ton/HK
E010
A. Isa Almasih
18/ 02/ 2015
463 & 342 kg/HK
600 kg/HK
E011
A. Isa Almasih
6
19/ 02/ 2016
200 & 143,75 kg/HK -
1 ton/HK
5
Orientasi Pemupukan Pemupukan NK-Blend & Kieserit Orientasi BTP
0,4 ha/HK
0,5-0,7 ha/HK
B31
A. Isa Almasih
7
20/ 02/ 2017
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
8
21/ 02/ 2018
BTP
0,25 ha/HK
0,42 ha/HK
0,5-0,7 ha/HK
A027
A. Isa Almasih
Sedang
9
22/ 02/ 2019
BTP
0,25 ha/HK
0,4 ha/HK
0,5-0,7 ha/HK
B32
A. Isa Almasih
Sedang
10
23/ 02/ 2020
Pembuatan TPH
3 TPH/ HK
3 TPH/ HK
6 TPH/ HK
B30-31
A. Isa Almasih
11
24/ 02/ 2021
LSU
30 ha/HK
30 ha/HK
30 ha/HK
B28
A. Isa Almasih
12
25/ 02/ 2022
BTP
0,2 ha/HK
0,3 ha/HK
0,25-0,5 ha/HK
A034
A. Isa Almasih
13
26/ 02/ 2023
Semprot lalang
1 ha/HK
1,5 ha/HK
A031
A. Isa Almasih
14
27/ 02/ 2024
Libur
-
-
-
A. Isa Almasih
15
28/ 02/ 2025
TSK
1 ha/HK
1,6 ha/HK
A029-30
A. Isa Almasih
16
03-01-11
Sensus Vegetative
0,5 plot/HK
0,5 plot/HK
1 plot/HK
A035
A. Isa Almasih
per tim 5-6
17
03-02-11
Sensus Vegetative
1 plot/HK
1 plot/HK
1 plot/HK
A035
A. Isa Almasih
Orang
18
03-03-11
Sensus Vegetative
0,5 plot/HK
0,5 plot/HK
1 plot/HK
A035
A. Isa Almasih
19
03-04-11
Sensus Vegetative
0,5 plot/HK
0,5 plot/HK
1 plot/HK
A035
A. Isa Almasih
20
03-05-11
Libur
-
-
-
A035
A. Isa Almasih
21
03-06-11
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
22
03-07-11
Panen (Potong Buah)
1 ha/HK
6 ha/HK
5 ha/HK
A29-31
A. Isa Almasih
-
Hujan
Berat
85
Egrek
Lampiran 1. (Lanjutan) Uraian Keg iatan
Prestasi Kerja (satuan/HK)
Lokasi
No
Tanggal
23
03-08-11
Meeting ISPO
-
-
-
GOR
A. Isa Almasih
24
03-09-11
Panen (Potong Buah)
2 ha/HK
4 ha/HK
3 ha/HK
B34-35
A. Isa Almasih
dodos
25
03-10-11
Panen (Potong Buah)
2 ha/HK
5 ha/HK
3 ha/HK
B28-30
A. Isa Almasih
dodos
26
03-11-11
Angkut TBS
10,5 ton/HK
4 ton/HK
3 ton/HK
-
A. Isa Almasih
27
03-12-11
Piringan Chemist (MHS)
2 ha/HK
5 ha/HK
4 ha/HK
A17
A. Isa Almasih
28
13/ 3/2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
29
14/ 3/2011
Aplikasi Efluent
-
422 m3/ HK
422 m3/ HK
D21
A. Isa Almasih
30
15/ 03/ 2011
Aplikasi JJK
2,2 ton/HK
4,67 ton/HK
6 ton/HK
D22-23
A. Isa Almasih
31
16/ 03/ 2011
Aplikasi JJK
1,75 ton/HK
5,25 ton/HK
6 ton/HK
B22
A. Isa Almasih
32
17/ 03/ 2011
Rawat Jalan (Tunas Pasar)
80 pokok/HK
180 poko k/HK
240 poko k/HK
B23-24
A. Isa Almasih
33
18/ 03/ 2011
Tanam Nephrolepsis
1 ha/HK
1 ha/HK
1 ha/HK
B22
A. Isa Almasih
34
19/ 03/ 2011
Kastrasi
0,25 ha/HK
0,5 ha/HK
0,75 ha/HK
A034
A. Isa Almasih
Penulis
Karyawan
Standart
Pembimb ing
Keterangan
86
Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor Prestasi Kerja (satuan/HK) No
Tanggal
Uraian Keg iatan
Lokasi
Pembimb ing
1
20-03-2011
Libur
-
-
A. Isa Almasih
2
21-03-2011
Mandor Petawatan (BTP)
4
7
A033
A. Isa Almasih
3
22-03-2011
20
5
7
A036
A. Isa Almasih
4 5
Mandor Panen/Potong Buah
12
62
7
B33-34
A. Isa Almasih
Mandor Panen/Potong Buah
12
61
7
B33-32
A. Isa Almasih
25-03-2011
Mandor Borongan (lalang)
3
6
5
CR
A. Isa Almasih
7
26-03-2011
Persiapan Malam Perpisahan
-
-
7
GOR
A. Isa Almasih
8
27-03-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
9
28-03-2011
Kerani Transport
9
3 unit
7
-
A. Isa Almasih
10
29-03-2011
Kerani Divisi
-
-
7
Kantor Divisi I
A. Isa Almasih
11
30-03-2011
Mandor I
11
-
7
-
A. Isa Almasih
12
31-03-2011
Mandor I
11
-
7
-
A. Isa Almasih
13
01-04-2011
Mandor I
11
-
5
-
A. Isa Almasih
14
02-04-2011
Mandor I
11
-
7
-
A. Isa Almasih
15
03-04-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
16
04-04-2011
Mengurus izin ke PKS
-
-
-
Kantor Besar
A. Isa Almasih
17
05-04-2011
Kerani Panen
11
51,72
7
A012
A. Isa Almasih
18
06-04-2011
Kerani Panen
12
35
7
D24-25
A. Isa Almasih
19
07-04-2011
Kerani Panen
13
61,68
7
C015
A. Isa Almasih
20
08-04-2011
Orientasi PKS
-
-
5
ASF
A. Isa Almasih
HK diawasi
Luas Areal
Lama Keg iatan
(orang)
(ha)
(jam)
15
Mandor Petawatan (BTP)
23-03-2011 24-03-2011
6
Keterangan
87
Lampiran 2. (Lanjutan) Prestasi Kerja (satuan/HK) HK diawasi Luas Areal Lama Keg iatan (orang) (ha) (jam)
No
Tanggal
Uraian Keg iatan
Lokasi
Pembimb ing
21
09-04-2011
Mandor Efluent
3
30
22
10-04-2011
Libur
-
-
7
D009
A. Isa Almasih
-
-
A. Isa Almasih
23
11-04-2011
Test Material Balance
-
-
12
Lab. ASF
A. Isa Almasih
24
12-04-2011
Mandor Efluent
3
30
7
D009
A. Isa Almasih
25
13-04-2011
Sortasi Kernel
-
-
7
Lab. ASF
A. Isa Almasih
14-04-2011
Test Mutu Produk (FFA)
-
-
7
Lab. ASF
A. Isa Almasih
27
15-04-2011
Uji FFA, Sorter, Ukut vol CPO
-
-
5
ASF
A. Isa Almasih
28
16-04-2011
Kontrol Ko lam Limbah
1
8 kolam
7
IPA L ASF
A. Isa Almasih
29
17-04-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
30
18-04-2011
Kontrol Ko lam Limbah
1
8 kolam
7
IPA L ASF
A. Isa Almasih
31
19-04-2011
Kontrol Ko lam Limbah
1
8 kolam
7
IPA L ASF
A. Isa Almasih
32
20-04-2011
Kontrol Ko lam Limbah
1
8 kolam
7
IPA L ASF
A. Isa Almasih
33
21-04-2011
Sortasi Kernel + IPA L
-
-
7
ASF
A. Isa Almasih
34
22-04-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
35
23-04-2011
Pengumpulan Data Sekunder
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
36
24-04-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
37
25-04-2011
Pengumpulan Data Sekunder
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
38
26-04-2011
Kontrol Ko lam Limbah
1
8 kolam
7
IPA L ASF
A. Isa Almasih
39
27-04-2011
Mandor Kastrasi
10
30
7
A033
A. Isa Almasih
40
28-04-2011
Supervisi Magang
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
41
29-04-2011
Mandor Kastrasi
10
30
5
A033
A. Isa Almasih
42
30-04-2011
Mandor Kastrasi
10
30
7
A033
A. Isa Almasih
-
88
26
Keterangan
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Asisten Prestasi Kerja (satuan/HK) No
Tanggal
Uraian Keg iatan
HK diawasi
Luas Areal
Lama Keg iatan
(Orang)
(ha)
(jam)
Lokasi
Pembimb ing
01-05-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
2
02-05-2011
Efluent
3
30
7
D21
A. Isa Almasih
3
03-05-2011
Efluent
3
30
7
D21
A. Isa Almasih
4
04-05-2011
Pembuatan Pasar Rint is
1
30
7
A032
A. Isa Almasih
5
05-05-2011
Pembuatan Pasar Rint is
1
30
7
A032
A. Isa Almasih
6
06-05-2011
Kastrasi
10
30
5
A032
A. Isa Almasih
7
07-05-2011
Kastrasi
10
30
7
A032
A. Isa Almasih
8
08-05-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
9
09-05-2011
Efluent
2
30
7
C019
A. Isa Almasih
10
10-05-2011
Efluent
2
30
7
C020
A. Isa Almasih
11
11-05-2011
Admin istrasi Divisi
-
-
-
Kantor Divisi
A. Isa Almasih
12
12-05-2011
Pengambilan Data Sekunder
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
13
13-05-2011
Pengambilan Data Sekunder
-
-
5
Kantor Besar
A. Isa Almasih
14
14-05-2011
Traksi
-
-
-
-
A. Isa Almasih
15
15-05-2011
Pemupukan Dolo mite
14
60
7
A26-27
A. Isa Almasih
16
16-05-2011
Libur (ganti hari minggu)
-
-
-
-
A. Isa Almasih
17
17-05-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
18
18-05-2011
Kerani Divisi
-
-
7
Kantor Divisi
A. Isa Almasih
19
19-05-2011
Kerani Divisi
-
-
7
Kantor Divisi
A. Isa Almasih
20
20-05-2011
Sensus Produksi
5
A035
A. Isa Almasih
21
21-05-2011
Pemupukan Dolo mite
7
-
A. Isa Almasih
16
63
89
1
Keterangan
Lampiran 3. (Lanjutan) Prestasi Kerja (satuan/HK) Tanggal
Uraian Keg iatan
HK diawasi (orang)
Luas Areal (ha)
Lama Keg iatan (jam)
Lokasi
Pembimb ing
22
22-05-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
23
23-05-2011
Analisis Data Sekunder
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
24
24-05-2011
Analisis Data Sekunder
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
25
25-05-2011
Analisis Data Sekunder
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
26
26-05-2011
Aplikasi Efluent
2
30
7
B21
A. Isa Almasih
27
27-05-2011
Aplikasi Efluent
2
30
5
B21
A. Isa Almasih
28
28-05-2011
Kontrol Limbah
1
8 kolam
7
IPA L
A. Isa Almasih
29
29-05-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
30
30-05-2011
Kastrasi
9
30
7
A032
A. Isa Almasih
31
31-05-2011
Mandor I
-
-
7
-
A. Isa Almasih
32
01-06-2011
Mandor I
-
-
7
-
A. Isa Almasih
33 34
02-06-2011 03-06-2011
Libur Aplikasi JJK
1
30
5
C25
A. Isa Almasih A. Isa Almasih
35
04-06-2011
Aplikasi JJK
1
30
7
C25
A. Isa Almasih
36
05-06-2011
Libur
-
-
-
-
A. Isa Almasih
37
06-06-2011
Pembuatan Laporan
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
38
07-06-2011
Pembuatan Laporan
-
-
7
Kantor Besar
A. Isa Almasih
39
08-06-2011
Evaluasi Magang
-
-
5
Kantor Besar
A. Isa Almasih
40
09-06-2011
Evaluasi Magang
-
-
5
Kantor Besar
A. Isa Almasih
41
10-06-2011
Diskusi Perbaikan
-
-
5
Kantor Divisi
A. Isa Almasih
42
11-06-2011
Diskusi Perbaikan
-
-
5
Kantor Besar
A. Isa Almasih
43
12-06-2011
libur
-
-
-
-
-
44
13-06-2011
Persiapan pulang
-
-
-
-
-
Keterangan
90
No
91 Lampiran 4. Peta Lokasi Angsana Estate
Lampiran 5. Curah Hujan dan Hari Hujan Sepuluh Tahun Terakhir (2001-2010) di ASE Bulan Jan Feb M ar Apr M ei Jun Jul Agus Sept Okt Nop Des Total Rata-rata BB BL BK
2001 HH CH 11 140 12 119 18 280 10 104 6 83 4 55 2 14 0 0 9 183 6 130 10 118 13 267 101 1493 8 124 8 1 3
HH 11 19 11 13 8 2 14 2 0 2 8 14 104 9
2002 CH 164 384 121 282 242 22 521 32 0 22 88 269 2147 179 7 1 4
HH 13 13 15 12 4 4 7 2 3 11 9 16 109 9
2003 CH 367 343 222 193 45 48 75 47 212 360 223 443 2578 215 8 1 3
2004 HH CH 16 389 12 299 10 178 10 242 4 165 22 379 6 57 0 0 3 56 3 94 6 119 11 200 103 2178 9 182 8 1 3
Tahun 2005 2006 HH CH HH CH 9 157 11 86 18 379 8 106 19 466 11 219 18 310 10 230 15 363 8 79 8 178 1 12 6 76 19 823 12 141 2 5 2 19 2 7 12 197 1 3 8 111 6 83 12 146 12 221 139 2543 91 1874 12 212 8 156 10 5 1 3 1 4
2007 HH CH 15 167 20 345 19 320 21 560 13 257 20 478 20 583 8 230 9 122 7 89 13 239 15 104 180 3494 15 291 11 1 0
2008 HH CH 15 130 14 148 15 187 19 362 15 313 16 388 12 279 24 466 9 312 14 375 13 196 9 93 175 3249 15 271 11 1 0
2009 HH CH 11 198 14 148 11 211 7 163 6 177 2 36 3 78 1 10 0 0 7 256 12 304 9 376 76 1794 7 163 8 1 3
2010 HH CH 14 384 13 329 22 478 20 500 22 276 21 468 22 470 25 476 9 312 21 631 25 500 18 469 232 5293 19 441 12 0 0
Rata-rata HH 13 14 15 15 10 10 11 8 5 8 11 13 131 11
CH 218 260 268 309 200 206 298 141 122 216 198 259 2664 223 9 1 2
Sumber: Kantor Besar ASE (2011)
Bulan Basah (>100 mm) Bulan Lembab (60-100 mm) Bulan Kering (<60 mm) HH (Hari Hujan) CH (Curah Hujan)
Q= (Rataan BK/Rataan BB) x 100% = 23.86 Berdasarkan Klasifikasi Schmidth-Ferguson Tipe iklim di ASE termasuk tipe iklim B Tipe Iklim A (0.5% - 14.3%); Iklim B (14.3% - 33.3%) 92
Lampiran 6. Satuan Peta Lahan (SPL) di ASE
93
Lampiran 7. Peta Luas Areal dan Tata Guna Lahan ASE
94
Lampiran 8. Data Produksi dan Produktivitas ASE 5 Tahun Terakhir (2005/2006 - 2009/2010) Tahun Tanam
Luas (ha)
Jumlah Pokok
Pokok per ha
1996
630
80,840
1998
1,623
1999
Tahun
128
2005/06 ton ton/ha 15,887 25.22
2006/07 ton ton/ha 11,132 17.67
2007/08 ton ton/ha 12,888 20.46
2008/09 ton ton/ha 10,547 16.74
2009/10 ton ton/ha 14,054 22.31
204,479
126
32,388
20.26
25,536
15.98
30,417
18.87
24,688
15.38
30,919
19.20
167
19,842
119
2,199
13.48
1,796
10.83
2,469
16.14
1,987
12.76
2,377
14.59
2000
84
9,795
117
988
12.83
840
10.91
1,235
16.04
1,040
13.50
1,176
14.00
2006
326
35,362
109
-
-
-
-
-
-
-
-
414
1.27
Total
2,829
350,318
124
51,462
20.80
39,304
15.88
47,009
18.99
38,261
15.48
48,941
19.53
Sumber : Kantor Besar ASE (2011)
95
Lampiran 9. Struktur Organisasi ASE ANGSANA ESTATE
02
II. STRUKTUR ORGANISASI, PERSONALIA DAN PENDUDUK 2 . 1. STRUKTUR ORGANISASI
Januari 2011
EST. MANAGER Staf
Ka. TATA USAHA
AFDELING
1
=
1
ASISTEN
SENIOR ASISTEN Staf
=
Staf
=
DOKTER
(KTU)
2
Staf
0
=
Staf
=
1
KEPALA SEKSI (KASI) Staf -
Tukang
:
3
MANDOR
MANTRI
MANTRI
MANTRI
MANTRI
KANTOR
KEPALA
KEPALA
BANGUNAN
-
Pandai Besi
:
0
SEMPROT
HAMA
SENSUS
BUAH
TANAMAN
BESAR
POLIKLINIK
KEAMANAN
1 0 -
Tukang Titi
:
0
Panen/Beton :
0
SKU-B = SKU-H = KEPALA
-
Mekanik
BENGKEL
2
SKU - B =
SKU-B =
1
SKU-B
1
SKU-B =
0
SKU-B =
23 19
1
:
1 0
- Kerani
:
:
- Sopir
:
1 0
- Pembelian
:
1
- Amblnce
:
1
: Sku-B = 1
- Pay-roll
:
1
: Sku-H = 0
- Adm. Tnmn
:
1
- Opr. Komp.
:
1 0
- Kerani
:
1
- Pembantu
:
0
- Mandor Panen
Supir
: Sku-B = 5
=
- Mandor Perawatan = SKU-B =
3
KERANI
- Opr. Ratel
:
SKU-B =
1 -
Opr. Ford
: 3
SKU-B =
2
- Opr.Foto Copy
:
SKU-H =
0 -
Opr. Al. Brt.
: 3
SKU-H =
0
- Tukang kebun
:
0 0
-
Opr. List./Air
: 3
- Pemb. Mess
:
4
-
Opr. Pompa Ai
: 2
: Sku-H = 3
AFDELING
=
MANDOR
EMPL DAN GRADING
TRAKSI SKU-B =
1
SKU-B =
SKU-H =
0
SKU-H =
TBM TB LC Bibitan Prasarana Pabrik Lain - Lain Total Areal
0 0
:
- Personalia
Listrik/Air
Luas Areal
0 0
- Perawat
- Kasir
Instalasi
TM
SKU-B = SKU-H
1
=4
0
2
BIBITAN
89
SKU-B =
0
SKU-H =
0
KEPALA GUDANG
11
Afdeling
Total
Yang Diusahakan
0 0
:
= 12
SKU-H =
KERANI
SKU-B = SKU-H =
- Pembukuan
Sku-H
MANDOR I
: Sku-H = 1 Tk. Las/Ban : Sku-H = 0
-
SKU-B =
7 Sku-B
: Sku-B = 0
1 -
TRAKSI
0
SKU-H =
SKU-B =
MANDOR
I.
1
=
KEPALA
II.A.
KARYAWAN
Jumlah
SKU - B =
1
SKU - H =
0
II.B.
Gudang
KARYAWAN
I
II
III
2,829
931
826
1,073
1.
Est.Manager
STAF 1
1. SKU-B Kantor
219 0 0 0 122 35 46 3,250
219
0
0
0
0
0
0 0 52 7 46
0 0 33 0 0
0 0 36 27 0
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Senior Asisten Asisten Staf QA Kasi Ast EMS Dokter
1 2 0 1 1 1
2. 3. 4. 5.
1,255
859
1,136
Total
7
Jumlah
NON STAF SKU-B Traksi SKU-B Afdeling SKU-B Bibitan SKU- Harian
Total
Ratio / Ha
26
0.0080
32 31 0 377
0.0098 0.0095 0.0000 0.1160
466
0.1434
96
Model : 97 / EST / 021
Lampiran 10. Peta Seksi Panen (Potong Buah) ASE
97
Lampiran 11. Denah Kolam Limbah di Stasiun IPAL ASF
98